Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KEPANITERAAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN CEKAT

Disusun Oleh:
MUHAMMAD AL-FATIH
(17/421378/KG/11187)

Dosen Pembimbing:
drg. Murti Indrastuti, M.Kes., Sp. Pros(K)

DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
I. PENDAHULUAN

Kehilangan gigi biasanya akan menyebabkan gangguan keseimbangan pada sistem


stomatognatik. Ilmu prostodonsia merupakan salah satu bagian dari ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara-cara penggantian gigi yang hilang dengan prothesa gigi (gigi tiruan).
Gigi tiruan digunakan untuk pemenuhan kesehatan secara umum terutama kesehatan gigi
dan mulut. Terdapat dua bentuk gigi tiruan yaitu gigi tiruan cekat (fixed) dan gigi tiruan
lepasan (removable). Gigi tiruan cekat dapat didefinisikan sebagai gigi tiruan sebagian yang
dipasang secara permanen dengan semen pada gigi asli atau akar yang dipersiapkan dan
merupakan pendukung utama gigi tiruan. Pembuatan gigi tiruan cekat secara umum
bertujuan untuk:
1. Memulihkan daya kunyah yang menjadi kurang karena hilangnya satu atau lebih
dari gigi asli
2. Memperbaiki estetika
3. Mencegah terjadinya pemindahan tempat dari gigi-gigi sekitar ruangan yang
kosong (sudah hilangnya gigi)
4. Memelihara atau mempertahankan kesehatan gusi
5. Memulihkan fungsi fonetik atau pengucapan
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gigi tiruan cekat (GTC) adalah protesa yang menggantikan gigi geligi yang hilang
dengan cara disemenkan pada gigi pegangan yang berupa gigi pasien yang masih ada,
sehingga tidak dapat dilepas oleh pasien (Grundy dan Jones, 1992). Indikasi GTC adalah
terdapat gigi penyangga yang sehat pada kedua sisi daerah tidak bergigi, indeks karies
rendah, keadaaan gingiva gigi penyangga sehat, keadaan tulang alveolar gigi penyangga
tidak mengalami atrofi, kesehatan dan kebersihan mulut baik, dan umur pasien dalam
rentang 20 sampai 55 tahun. Kontra indikasi pembuatan gigi tiruan cekat diantarnya adalah
memiliki daerah gigi yang hilang terlalu panjang, pasien muda dimana kamar pulpa masih
lebar, rampan karies, adanya penyakit periodontal yang parah pada gigi penyangga serta
kegoyahan, pasien tidak memperhatikan kebersihan mulut, resesi gingiva yang parah, dan
banyak kehilangan gigi pada lengkung rahang (Adenan, 2013). Menurut Rosenstiel et al.
(2001), apabila gigi yang hilang tidak digantikan maka dapat menimbulkan efek antara lain:
1. Supraoklusi gigi antagonisnya
2. Tilting gigi sebelahnya
3. Hilangnya kontak proksimal gigi
4. Gangguan oklusi dan gangguan kesehatan jaringan pendukung gigi

A. Pertimbangan dalam Perawatan GTC


Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan GTC adalah :
1. Keadaan Gigi Abutment
Gigi abutment yang digunakan harus dalam keadaan sehat yaitu masih vital atau
sudah mengalami perawatan endodontik dengan hasil yang baik, tidak terdapat kelainan
pada ujung akar (granuloma). Gigi abutment tidak goyah dan mempunyai kedudukan
yang hampir sejajar dengan gigi abutment yang lain. Gigi yang miring lebih dari 25˚
tidak dapat dipakai karena dapat membahayakan pulpa pada saat preparasi. Rasio
minimal panjang mahkota dan akar yang diperbolehkan adalah 1:1. (Martanto, 1985).
Luas permukaan akar gigi abutment harus diperhitungkan dalam pembuatan GTC.
Nilai rata-rata luas permukaan akar diberikan pada tabel berikut.
Persentase Persentase
Luas Luas Luas Luas
Permukaan Permuakaan Permukaan Permuakaan
Akar (mm2) Akar dalam Akar (mm2) Akar dalam
Kuadran Kuadran
MAKSILA MANDIBULA
Insisivus sentral 204 10 Insisivus sentral 154 8
Insisivus lateral 179 9 Insisivus lateral 168 9
Kaninus 273 14 Kaninus 268 15
Premolar Pertama 234 12 Premolar Pertama 180 10
Premolar Kedua 220 11 Premolar Kedua 207 11
Molar Pertama 433 22 Molar Pertama 431 24
Molar Kedua 431 22 Molar Kedua 426 23
Sumber Data: Jepsen A. Root surface measurement and a method for x-ray determination of
root surface area. Acta Odontol Scand 21: 35. 1963 (Rosenstiel dkk., 2006).

2. Jumlah gigi yang akan diganti


Jumlah gigi yang dapat diganti oleh GTC bergantung pada kondisi dan jumlah
gigi yang dapat dipakai sebagai gigi abutment. Perkiraan untuk mengetahui berapa gigi
penyangga yang diperlukan pada GTC digunakan Hukum Ante sebagai pedoman yang
berbunyi: “Luas permukaan jaringan periodontal dari gigi-gigi penyangga harus sama
atau lebih besar dari luas jaringan periodontal gigi-gigi yang diganti”. Penyimpangan
dari Hukum Ante hingga 15-20% masih dapat diterima abutment masih mempunyai
akar yang panjang, kokoh, tidak goyah, mulut penderita sehat, dan oklusi normal
(Martanto, 1985).
3. Umur penderita
GTC sebaiknya tidak dibuat pada orang yang masih muda (di bawah 17) karena
ruang pulpa masih besar, belum semua gigi erupsi, tulang rahang masih dalam tumbuh
kembang dan belum cukup keras. Sedangkan pada orang yang terlalu tua (lebih dari 55
tahun) terdapat kondisi yang menyebabkan terjadinya kesulitan pada pembuatan GTC
yaitu gigi-gigi yang abrasi dan atrisi sehingga menjadi pendek, terdapat resesi gingival
disemua regio, dentin yang rapuh, dan gigi-gigi menjadi goyah (Martanto, 1985).
4. Keadaan jaringan periodontal
Jaringan periodontal terutama di sekitar gigi abutment harus sehat. Inflamasi pada
membran periodontal dan atrofi tulang alveolar baik horizontal maupun vertikal dapat
menyebabkan gigi menjadi goyah sehingga tidak bisa digunakan sebagai gigi abutment
(Martanto, 1985).
5. Oral hygiene pasien
Pada pasien yang kebersihan mulutnya buruk dan tidak terpelihara, GTC
merupakan kontraindikasi dan sebaiknya dibuatkan gigi tiruan lepasan (Martanto,
1985).
6. Indeks karies
Indeks karies yang tinggi merupakan kontraindikasi pembuatan GTC terutama
jika digunakan retainer yang tidak menutup seluruh permukaan mahkota gigi. Batas-
batas antara logam dari retainer dengan permukaan gigi akan mudah terserang karies
pada gigi yang memang rawan terhadap karies tersebut (Martanto, 1985).
7. Oklusi
Oklusi yang abnormal seperti cross bite, malposisi, progeni, dsb merupakan
kontraindikasi GTC karena daya kunyah yang menekan retainer dapat menyebabkan
lepasnya retainer (Martanto, 1985).
8. Keadaan gigi antagonis
Apabila gigi yang hilang tidak segera diganti maka dapat menyebabkan migrasi
gigi tetangganya dan ekstrusi dari gigi antagonis. Apabila kondisi tersebut terjadi pada
tingkat yang parah maka merupakan kontraindikasi pembuatan GTC (Martanto, 1985).

B. Komponen Utama Gigi Tiruan Cekat

Komponen Utama Gigi Tiruan Cekat

Gigi tiruan cekat (GTC) terdiri dari 4 bagian, yaitu :


1. Penyangga (gigi abutment)
Merupakan gigi pegangan dimana suatu bridge (jembatan) dilekatkan. Abutment harus
mempunyai daerah permukaan akar yang efektif dan tulang pendukung yang cukup.
Abutment harus gigi yang sudah full erupsi (erupsi penuh) agar retainer tidak terangkat
akibatnya timbul daerah yang tidak tertutup oleh retainer sehingga mudah terjadi karies.
Gigi abutment harus dipersiapkan agar benar-benar dapat memberi dukungan yang kuat
pada GTC. Gigi penyangga harus mampu mengarahkan gaya mastikasi menuju ke
sepanjang aksis gigi. Akar gigi juga diperhatikan, akar yang divergen dapat memberikan
dukungan yang lebih baik. Untuk menentukan jumlah gigi yang akan digunakan sebagai
abutment, digunakan Hukum Ante: ”Luas permukaan jaringan periodontal dari gigi
abutment sama atau lebih besar dari jaringan periodontal gigi yang akan diganti”
(Rosenstiel et al., 2001).
2. Retainer
Didefinisikan sebagai bangunan logam tuang yang disemen atau dilekatkan pada gigi
penyangga untuk menahan atau membantu suatu pontic. Retainer ini menghubungkan
bridge dengan abutment. Fungsi retainer adalah untuk menjaga agar GTC tetap pada
tempatnya.
Menurut (Prajitno, 1994), tipe – tipe retainer antara lain:
a. Tipe dalam dentin (intra coronal retainer)
Preparasi dan badan retainer sebagian besar ada di dalam dentin atau di dalam
mahkota gigi. Contoh: tumpatan MOD
b. Tipe luar dentin (ekstra coronal retainer)
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di luar dentin atau diluar badan
mahkota gigi. Contoh: preparasi full cast crown
c. Tipe dalam akar.
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di dalam saluran akar. Contoh:
mahkota pasak inti.
3. Pontic/dummy
Merupakan bagian dari GTC yang menggantikan gigi asli yang hilang dan
memperbaiki fungsinya. Salah satu sifat yang sangat penting dari pontic adalah
reliability, yaitu ketahanan terhadap tekanan cairan di dalam mulut (suasana dalam
mulut). Facing pontic diharapkan selalu menempel pada bangunan logam pontic.
Facing pontic dapat dibuat dari akrilik atau porselin. Area sadel yang ditempati oleh
pontic harus terbebaskan dari sisa akar gigi yang masih terpendam. Khusus untuk gigi
anterior, resorpsi yang minimal lebih baik untuk kepentingan estetis (Grundy dan Jones,
1992). Pontic tidak selalu merupakan reproduksi dari gigi yang diganti. Sebagai contoh,
apabila rahang yang kehilangan gigi molar pertama telah menyempit maka bisa diganti
dengan gigi premolar sebagai pontic pada ruang tersebut. Terdapat beberapa macam
bentuk pontic yaitu:
Beberapa macam bentuk pontic menurut Rosenstiel et al (2001) adalah :
a. Saddle pontic
Merupakan pontic yang paling dapat menjamin estetika, seluruh bentuk pontic
tersebut mengganti dari seluruh bentuk gigi yang hilang. Kekurangan bentuk ini
sering menyebabkan inflamasi jaringan lunak di bawah pontic tersebut, karena
menutup seluruh edentulous ridge.
b. Ridge lap pontic
Pontic ini tidak menempel edentulous ridge pada permukaan palatinal/palatal, sedang
permukaan bukal atau labialnya menempel. Keadaan ini untuk memperkecil
terjadinya impaksi dan akumulasi makanan, tetapi tidak mengabaikan faktor estetik,
biasanya digunakan untuk gigi anterior.
c. Hygiene pontic
Pontic ini sama sekali tidak menempel pada edentulous ridge, sehingga self cleansing
sangat terjamin. Biasanya untuk gigi posterior bawah.
d. Conical pontic
Pontic ini hampir sama dengan hygiene pontic tetapi pada jenis ini ada bagian yang
bersinggungan dengan edentulous ridge, sering juga disebut sebagai bullet/spheroid
pontic.
e. Ovate Pontic
Pontic ini dipertimbangkan sebagai pengganti pontic tipe saddle untuk mendapatkan
estetika yang baik dan mudah untuk dibersihkan. Indikasi pontic ini adalah untuk
pasien setelah pencabutan gigi dan tidak ingin dirawat implan serta menginginkan
estetika khususnya bagian anterior. Bagian ovate pontic yang berkontak dengan
jaringan dibentuk tumpul membulat dan dibentuk ke dalam cekungan dari ridge.
Kecekungan ridge dapat dibuat dengan penempatan gigi tiruan cekat sementara
dengan perluasan seperempat bagian pontik ke dalam soket segera setelah
pencabutan gigi. Mesio-distal dan buko-lingual dibentuk sedemikian rupa nampak
ramping sehingga memudahkan pontik dibersihkan dengan dental floss.

Gambar 1. Macam-macam bentuk pontic


a. Saddle pontic, b. Ridge lap pontic, c. Modified Ridge Lap Pontic, d. Hygiene Pontic, e.
Conical Pontic, f. Ovate Pontic

4. Connector/joint
Merupakan bagian dari GTC yang menghubungkan setiap unit dari GTC. Connector
dapat berupa hubungan antara retainer dengan pontic ataupun retainer dengan retainer.
Hubungan pontic dengan retainer dapat merupakan pelekatan kaku (rigid) atau yang
tidak kaku (non rigid) seperti kunci-kunci atau stress breaker (alat penyerap daya untuk
mengurangi beban yang harus dipikul abutment).

C. TIPE GIGI TIRUAN CEKAT


Menurut Grundy dan Jones (1992) terdapat beberapa tipe gigi tiruan cekat yaitu:
1. Fixed- fixed bridge: kedua konektor bersifat rigid, dapat digunakan untuk gigi posterior
dan anterior. Gigi tiruan tipe ini paling umum digunakan.
2. Fixed movable bridge: salah satu konektor bersifat nonrigid, dapat digunakan untuk gigi
posterior dan anterior. Konektor yang digunakan biasanya berupa slot yang dapat
digerakkan sehingga memudahkan pengepasan GTC serta mengurangi stress/ tekanan
pada gigi pegangan yang kecil
3. Spring bridge: pontic jauh dari retainer dan dihubungkan dengan palatal bar, digunakan
pada kasus diastema/space yang mengutamakan estetis.
4. Cantilever bridge: satu ujung bridge melekat secara kaku pada retainer sedang ujung
lainnya bebas/menggantung.
5. Compound bridge: merupakan kombinasi dua atau lebih dari bridge.

D. MACAM-MACAM FINISHING LINE


1. Shoulderless/ knife edge/ tanpa pundak
Bentuk ini biasanya dibuat pada gigi pegangan yang tipis atau pada GTC
dengan retainer terbuat dari bahan yang mempunyai kekuatan tepi cukup kuat.
Biasanya pada preparasi mahkota ¾ , mahkota penuh, mahkota berjendela dengan
retainer terbuat dari bahan logam campur (Soratur, 2006).
2. Shoulder/ berpundak
Bentuk ini kurang baik untuk mahkota penuh dengan bahan logam sebagai
retainer (full cast crown) karena terdapat kesukaran dalam mewujudkan pertemuan
yang akurat antara tepi retainer dengan tepi pundak gigi pegangan. Untuk mengatasi
keadaan ini biasanya pada pundak tersebut dibuat bevel. Preparasi ini dibuat pada
gigi pegangan dengan retainer tanpa kekuatan tepi sehingga pada tepi retainer
tersebut mempunyai ketebalan (contoh: porselen, mahkota jaket resin akrilik)
(Soratur, 2006).
3. Chamfer
Bentuk ini menyebabkan kekuatan yang diterima gigi pendukung menjadi
berkurang sehingga mencegah terjadinya kerusakan semen sebagai bahan perekat
yang ada di antara retainer dengan gigi pendukung. Biasanya untuk retainer jenis
mahkota penuh (full veneer crown) (Soratur, 2006).
4. Partial shoulder/ berpundak sebagian
Bentuk ini mempunyai pundak pada bagian bukal atau labial kemudian akan
menyempit pada daerah proksimal dan akhirnya hilang sama sekali pada daerah
palatinal/lingual. Maksud bentuk ini untuk member ketebalan pada bagian
bukal/labial yang akan ditempati oleh resin akrilik atau porselen sebagai facing
(Soratur, 2006).
(Rosenstiel et al, 2001)

E. PROSEDUR PEMBUATAN GIGI TIRUAN CEKAT


1. Preparasi gigi abutment, bisa dilakukan pada gigi kaninus, premolar atau molar. Menurut
Johnson (1960) pada tahap preparasi GTC dilakukan :
a. pengurangan permukaan oklusal atau sisi insisal
b. pengurangan sisi proksimal
c. preparasi permukaan labial/ bukal, lingual
d. pengurangan sudut aksial
e. membuat shoulder sebagai pijakan mahkota agar tidak mudah lepas.
2. Setelah gigi abutment dipreparasi harus dilindungi dengan mahkota sementara (Martanto,
1985) yang berfungsi untuk :
a. melindungi gigi dari rangsang mekanis, khemis, suhu.
b. mencegah terjadinya elongasi dan migrasi.
c. melindungi gusi daerah servikal.
d. memelihara estetis.
3. Membuat model kerja.
4. Pemendaman dan penuangan logam kerangka GTC.
5. Pembuatan facing akrilik/ porselin.
6. Pemilihan jenis pontic.

F. KEGAGALAN GIGI TIRUAN CEKAT


Menurut Martanto (1981), kegagalan GTC dapat berupa:
1. Pasien mengeluhkan adanya rasa tidak nyaman yang diakibatkan karena kontak
prematur, bidang oklusi terlalu luas, sisa makanan tertimbun di antara pontic dan
retainer, adanya tekanan, tarikan atau dorongan pada abutment, tekanan pada gusi,
tidak terdapat kontak, dan rasa linu pada daerah servikal.
2. Retainer terlepas dari gigi abutment karena perubahan bentuk retainer, torsi atau
ungkitan, kesalahan teknik penyemenan, terlarutnya semen, karies, gigi abutment
goyah, kesalahan pilihan jenis retainer, dan restorasi yang tidak akurat.
3. Terjadi karies pada gigi abutment yang dapat diakibatkan karena pinggiran restorasi
yang terbuka, kerusakan bahan mahkota, retainer lepas, embrassure terlalu sempit,
malhygiene, dan pilihan retainer yang salah.
4. Terjadi perubahan pada pulpa
5. Bridge patah
6. Kehilangan lapisan estetik
III. LAPORAN KASUS

A. Identifikasi
Nama : Presty Dwi Fitriani
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Kricak Kidul, RT/RW 43/9, Tegalrejo, Yogyakarta
No. Rekam Medis : 145361
Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2017

B. Pemeriksaan Subyektif
Motivasi : Pasien datang ke klinik untuk dibuatkan gigi tiruan yang tidak bisa dilepas
dan untuk mengembalikan fungsi pengunyahan
CC : Gigi geraham kiri bawah telah dicabut dan ingin dibuatkan gigi tiruan
karena kurang nyaman saat mengunyah makanan.
PI : Saat ini tidak ada keluhan rasa sakit.
PDH :
a. Pernah mencabut gigi geraham kiri bawah ±2 tahun lalu tanpa
komplikasi.
b. Pernah menambal gigi geraham kedua kiri bawah ±3 tahun lalu
c. Pernah membersihkan karang gigi ±1 minggu lalu.

PMH :
a. Pasien sehat, tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
b. Pasien alergi terhadap jati belanda

FH :
Ayah : sehat, tidak dicurigai menderita penyakit sistemik
Ibu : sehat, tidak dicurigai menderita penyakit sistemik

C. Pemeriksaan Obyektif
a. Umum :
Jasmani : Sehat, tidak ada kelainan
Rohani : Komunikatif dan kooperatif
b. Lokal :
Ekstra oral :
Muka : Persegi, simetris
Profil : Cembung
Bibir : Sedang
Intra Oral :
Palatum : U, tinggi, tidak ada kelainan
Mukosa : Normal, tak ada kelainan
Gingiva : Normal, taka ada kelainan
Lidah : Makrogosis, tak ada kelainan
Frenulum : Normal, tak ada kelainan
Alveolus : Normal, tak ada kelainan
OH : baik
Oklusi : Kanan : Maloklusi Angle Klas II

Pemeriksaan gigi geligi

c. Forlasi gigi :

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :
: Telah dicabut O : Gigi telah ditambal
: Karies

D. Klasifikasi
Klasifikasi : Rahang atas (-) ; Rahang bawah (Applegate Kennedy Klas VI modifikasi
1P)

E. Pemeriksaan Rontgen Foto


Dari pemeriksaan rontgen foto tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah tidak
bergigi (36) dan tidak ada area radiolusen di antara gigi yang akan menjadi abutment (35
dan 37). Hal ini menandakan gigi yang akan menjadi abutment beserta jaringan
pendukungnya (jaringan periodontal maupun periapikal) dalam kondisi sehat.

F. Desain
Rahang atas :-
Rahang bawah : Gigi Tiruan Cekat fixed-fixed 3 unit bridge
IV. RENCANA PERAWATAN

Rencana perawatan : Pembuatan gigi tiruan cekat pada gigi 36 yang telah hilang.
Kunjungan I
1. Anamnesis, pemeriksaan objektif serta memberi penjelasan kepada pasien tentang
jalannya perawatan pembuatan gigi tiruan cekat
2. Persiapan-persiapan sebelum pembuatan gigi tiruan cekat meliputi:
- Pemeliharaan jaringan periodontal dengan melakukan scaling
- Melakukan penumpatan pada gigi yang mengalami karies
3. Ronsen foto untuk mengetahui kondisi gigi abutment dan jaringan pendukungnya.
4. Indikasi dan pencetakan study model RA dan RB dengan menggunakan:
a) Sendok cetak : perforated stock tray no. 2
b) Bahan cetak : alginat (hydrocolloid impression material)
c) Metode : mukostatik
Tahap-tahap pencetakan:
1. Sendok cetak dicobakan pada pasien dengan dimodifikasi yaitu ditambahkan malam
pada akhiran sendok cetak agar seluruh bagian gigi geligi tercetak semua.
2. Bubuk alginat dicampur dengan air hingga terbentuk adonan dengan W/P = 1/2
3. Kemudian adonan diletakkan pada sendok cetak
4. Sendok cetak berisi adonan dimasukkan ke dalam mulut pasien, bibir pasien ditarik
dan pasien diminta untuk relaks.
5. Setelah setting, sendok cetak dikeluarkan dan diperiksa apakah ada kekurangan.
6. Setelah didapatkan cetakan negatif, cetakan negatif diisi dengan gips stone untuk
mendapatkan model studi
7. Kemudian model studi diboksing.
5. Simulasi preparasi GTC 3 unit
Study model dicetak kembali dan diisi dengan menggunakan stone gips, kemudian
dilakukan simulasi preparasi dengan menggunakan crownmess.
Kunjungan II (Preparasi Gigi Abutment)
Pasien kehilangan gigi 36 dan akan dibuatkan GTC tiga unit tipe fixed-fixed bridge.
Gigi 35 dan 37 dipilih sebagai gigi abutment. Gigi 35 dan gigi 37 akan dipreparasi mahkota
penuh (full veneer crown) menggunakan bur berkecepatan tinggi (high speed bur). Retainer
yang akan digunakan yaitu retainer tipe full veneer crown. Retainer terbuat dari bahan
porcelain fused to metal. Bentuk pontic yang digunakan adalah hygienic pontic. Sebelum
preparasi, dilakukan anestesi infiltrasi bukal dan lingual pada gigi yang akan dipreparasi
untuk mengurasi rasa linu yang mungkin timbul.

Preparasi Gigi 35
1. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk preparasi yaitu: fissure bur, tapered bur,
chamfer/ torpedo bur, round end tapered bur, round-edge wheel bur, sand paper disc,
dan handpiece
2. Sebelum dilakukan preparasi, dilakukan anestesi pada region rahang bawah kanan dengan
menggunakan larutan anestesi yang mengandung adrenalin.
3. Preparasi gigi 35 dengan tipe mahkota penuh terbuat dari porcelain fused to metal.
Pengurangan bagian oklusal
a) Menggunakan round edge wheel bur
b) Pengurangan dilakukan sebanyak 2 mm
c) Pengurangan bagian oklusal mengikuti bentuk permukaan oklusal dan
anatomi gigi
d) Pengurangan permukaan oklusal dapat dilakukan dengan membuat lubang-
lubang pedoman (depth gauge holes) sesuai dengan kedalaman yang sudah
direncanakan yaitu 2 mm
e) Memeriksa jarak dengan gigi antagonis
Pengurangan tonjol palatinal
a. Menggunakan round-end tapered diamond bur
b. Posisi bur seperti pada pembuatan bevel
Pengurangan permukaan bagian bukal dan palatinal
a. Menggunakan torpedo diamond atau tapered diamond bur
b. Pengurangan meluas sampai pada garis pertemuan dengan permukaan
interproksimal (interproximal embrassure), jangan sampai mengenai gigi
tetangganya
c. Pemotongan dilakukan secara sejajar atau sedikit miring ke arah oklusal
sebesar  60
d. Finishing line dibuat chamfer
Pengurangan bagian proksimal
a. Menggunakan torpedo diamond atau tapered diamond bur
b. Merupakan perluasan dari pengurangan permukaan bukal dan palatinal
c. Finishing line berupa chamfer
4. Pembuatan bevel dan penyelesaian hasil preparasi
a. Pada bucco-oclusal line angle dibuat slice bevel
b. Finish line membentuk chamfer dan terletak di subgingiva
c. Menghaluskan semua sudut yang runcing dengan menggunakan sand paper
disc

Preparasi Gigi 37
1. Pengurangan bagian oklusal
a. Menggunakan round-end tapered atau round-edge wheel bur
b. Dikurangi 1,5-2 mm sesuai bentuk anatomi permukaan oklusal
c. Memeriksa jarak terhadap gigi antagonis
2. Pengurangan bevel pada bucco-occlusal line angle
a. Menggunakan round-end tapered diamond bur
3. Pengurangan bagian bukal dan palatinal
a. Menggunakan torpedo atau tapered bur
b. Bur diletakkan secara mendatar pada permukaan gigi yang dipreparasi
c. Daerah finish line dibuat chamfer
4. Pengurangan bagian proksimal
a. Menggunakan tapered dan torpedo bur
b. Pemotongan dilakukan secara sejajar atau paralel antara dinding proksimal
sebelah mesial dan distal, atau sedikit menutup ke arah oklusal sebesar ±6o
5. Penyelesaian dan penghalusan hasil preparasi
a. Menggunakan torpedo bur atau sand papper disc
b. Sudut-sudut aksial ditumpulkan dengan menggunakan torpedo bur
c. Seluruh bagian yang tajam, runcing, tidak rata, dan undercut dihilangkan
untuk memperoleh hasil preparasi yang halus

Gambar 6. Bentuk gigi sebelum dipreparasi

Gambar 7. Bentuk gigi setelah dipreparasi

Pengurangan 35 :
Oklusal : 1,5 – 2 mm
Bukal : 0,5 – 1 mm
Lingual : 0,5 – 1 mm
Mesial : 1 – 1,5 mm
Distal : 1 – 1,5 mm

Pengurangan 37 :
Oklusal : 1,5 – 2 mm
Bukal : 0,5 – 1 mm
Lingual : 0,5 – 1 mm
Proksimal : Mesial : 1 – 1,5 mm
Distal : 1 – 1,5 mm
Pembuatan Model Kerja
Setelah preparasi gigi 35 dan gigi 37, model kerja dibuat dengan menggunakan:
a. Sendok cetak : perforated stock tray no. 2
b. Bahan cetak : Elastomer (Aquasyl)
c. Metode : double impression
d. Cara mencetak : mukostatik

Bahan cetak putty yang terdiri dari base (biru) dan katalis (abu-abu) dengan
perbandingan 1:1 diaduk kemudian setelah mencapai konsistensi tertentu, bahan cetak yang
telah diletakkan di sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut pasien hingga setting. Pada
hasil cetakan, daerah interdental dan gigi yang dipreparasi dikurangi. Bahan cetak injection
yang terdiri dari base (kuning) dan katalis (merah) dengan perbandingan 1:1 diaduk di atas
glass plate. Setelah mencapai konsistensi tertentu, bahan cetak dimasukkan kembali serta
dipaskan dalam mulut pasien kemudian ditekan pada daerah gigi yang dipreparasi. Setelah
bahan cetak setting, sendok cetak dikeluarkan dari mulut pasien. Hasil cetakan diisi dengan
glass stone. Selanjutnya model kerja dikirim ke laboratorium untuk pemrosesan gigi tiruan
cekat.

Pembuatan Jembatan Sementara


Sebelum pasien pulang terlebih dahulu dibuatkan jembatan sementara. Jembatan
sementara dibuat dari bahan self curing acrylic. Tahapan pembuatan jembatan sementara,
antara lain:
a. Pada model studi di area gigi yang hilang dibuatkan mahkota dengan menggunakan
malam inlei.
b. Setelah gigi abutment dipreparasi lalu dicetak dengan menggunakan alginat kemudian
diisi untuk mendapatkan cetakan positifnya.
c. Dibuat cetakan negatif dari model studi yang telah dibuatkan malam inlei.
d. Self cured acrylic dituangkan pada alginat di kuadran gigi yang akan dibuatkan GTC,
lalu cetakan positif gigi setelah dipreparasi dimasukkan ke dalam cetakan negatif gigi.
e. Setelah self cured acrylic mengeras lalu dilepaskan dan dipaskan pada gigi pasien.
f. Jembatan sementara akrilik dilekatkan dengan semen seng oksida eugenol (ZOE) atau
semen fletcher.

Kunjungan III (Try in)


Try in atau pengepasan GTC dilakukan dengan sementasi menggunakan zinc okside
eugenol (ZOE) selama 1 minggu. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pengepasan
GTC yaitu: (1) kontak proksimal, (2) tekanan pada gingiva, (3) kontak oklusal, (4) retensi,
(5) stabilisasi, dan (6) finish line. Penyemenan GTC secara sementara dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Gigi tiruan cekat dibersihkan dan disterilkan lalu dikeringkan, gigi yang akan dipasangi
GTC juga dikeringkan. Semen sementara (zink okside eugenol) diaduk dan dioleskan
pada gigi yang dipreparasi serta bagian dalam GTC.
2. Gigi tiruan cekat dipasang dengan tekanan maksimal, gulungan kapas diletakkan pada
permukaan oklusal GTC dan pasien diinstruksikan untuk menggigit selama beberapa
menit.
3. Dilakukan pemeriksaan oklusi dan estetis.
4. Dilakukan pemeriksaan margin gingiva.
5. Diberikan instruksi pada pasien untuk menjaga kebersihan mulut dan menghindari
makanan keras terlebih dahulu. Pasien diintruksikan untuk datang satu minggu
kemudian untuk penyemenan GTC secara permanen.

Kunjungan IV (Insersi)
Pada kunjungan IV dilakukan pemeriksaan subyektif, yaitu apakah terdapat keluhan
dari pasien setelah GTC dipasang dan digunakan selama 1 minggu. Pemeriksaan obyektif
juga dilakukan, yaitu untuk melihat keadaan jaringan lunak di sekitar daerah GTC. Apabila
tidak terdapat keluhan dari pasien dan gingiva normal, maka dilakukan penyemenan GTC
secara permanen dengan tahapan sebagai berikut:
1. Dinding bagian dalam GTC dibersihkan dan disterilkan dengan alkohol lalu
dikeringkan, gigi yang akan dipasangi GTC juga dikeringkan. Semen permanen
(semen ionomer kaca Tipe 1) diaduk sesuai dengan konsistensi luting dan dioleskan
pada gigi yang dipreparasi serta bagian dalam GTC kecuali pada bagian oklusal.
2. GTC dipasang dengan tekanan maksimal, gulungan kapas diletakkan pada permukaan
oklusal GTC dan pasien diinstruksikan untuk menggigit selama beberapa menit.
3. Dilakukan pemeriksaan oklusi dan estetis.
4. Diberikan instruksi pada pasien untuk menjaga kebersihan mulut dan menghindari
makanan keras terlebih dahulu. Apabila terdapat keluhan seperti rasa sakit
maka segera dilakukan kontrol.

Kunjungan V (Kontrol)
Pemeriksaan subyektif : Menanyakan apakah terdapat keluhan dari pasien setelah
GTC dipasang dan digunakan.
Pemeriksaan obyektif : Melihat keadaan jaringan lunak disekitar daerah GTC,
retensi, dan oklusi pasien.
V. DISKUSI

Pasien perempuan berusia 21 tahun mengeluhkan kenyamanan fungsi pengunyahan


yang terganggu setelah hilangnya gigi 36 yang dicabut tiga tahun lalu. Klasifikasi daerah tak
bergigi pada kasus ini termasuk dalam Klas VI Applegate Kennedy. Dengan didukung oleh
hasil pemeriksaan penunjang, yaitu foto rontgen untuk mengetahui keadaan gigi abutment
dan pendukungnya, rencana perawatan yang akan dilakukan pada kasus ini adalah dengan
pembuatan Gigi Tiruan Cekat (GTC).
Dari hasil foto rontgen diketahui bahwa gigi 35 dan 37 yang akan digunakan sebagai
abutment memiliki akar yang lebih panjang dari mahkota giginya. Selain itu, tidak
ditemukan adanya kelainan pada daerah sekitar apeks gigi dan jaringan periodontal. Gigi 35
dan 37 dipilih sebagai gigi penyangga karena sesuai dengan Hukum Ante bahwa luas
jaringan periodonsium gigi abutment hendaknya sama/ lebih besar daripada luas jaringan
periodonsium gigi yang akan diganti.

GTC pada kasus ini adalah GTC 3 unit yang terdiri dari satu buah pontik dan dua
buah retainer yang dihubungkan secara rigid oleh konektor (fixed-fixed bridge). Gigi
abutment dipreparasi full crown yang diharapkan mampu mengatasi daya kunyah yang besar.
Desain pontik yang digunakan pada GTC ini adalah tipe hygiene pontic dimana pontik jenis
ini tidak menempel pada edentulous ridge sehingga menjamin self cleansing.

GTC dibuat dari bahan Porcelain Fused to Metal (PFM). Metal yang digunakan pada
umumnya adalah alloy nickel-chromium. Keuntungan penggunaan porselin yaitu:

1. Menciptakan estetis yang baik karena porselin sangat translusen (terlihat seperti struktur
gigi asli)
2. Mempunyai respon yang baik terhadap gingiva (margin gingiva dan subgingiva)
VI. PROGNOSIS

Prognosa pembuatan GTC pada pasien ini adalah baik, karena:

1.Gigi abutment kuat untuk mendukung GTC


2.Jaringan pendukung sehat
3.Kesehatan umum dan kebersihan mulut baik
4.Pasien komunikatif dan kooperatif
5.Sosial ekonomi pasien baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Barclay., C. W., dan Walmsley, A. D., 2001, Fixed and Removable Prosthodontic, Harcourt
Publisher, Edinburgh
Ewing, E.J., 1959, Fixed Partial Prosthesis, 2nd ed., Lea and Febinger, Philadelphia.
Grundy, J. R., dan Jones, J. G., 1992, A Colour Atlas of Clinical Operative Dentistry Crown
and Bridges, 2nd ed., Wolfe Publishing Ltd., Aylesbury.
Johnson, J.F., 1960, Modern Pracice in Crown and Bridge Prosthodontics, WB Saunders,
Philadelpia.
Martanto, P., 1981, Teori dan Praktek Ilmu Mahkota & Jembatan Fixed Partial
Prosthodontics, Bandung: Penerbit Alumni.
Nallaswamy, D., Ramalingam, K., dan Bhat, V., 2003, Textbook of Prosthodontics, Jaypee
Brothers Medical Publishers, New Delhi.
Rosenstiel, S. F., Land, M. F., Fujimoto, J., 1988, Contemporary Fixed Prosthodontics, 1st
Ed, The C. V. Mosby Company, St Louis.
Soratur, S.H., 2006, Essentials of Prosthodontics, Jaypee Brothers Medical Publishers, New
Delhi.

24

Anda mungkin juga menyukai