Modul Hiperkes Dokter
Modul Hiperkes Dokter
1
1.3.2. Tujuan Instruksional Khusus
1. Para peserta pelatihan dapat menyebutkan kebijakan pemerintah tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Para peserta pelatihan dapat menjelaskan visi K3 Nasional
3. Para peserta pelatihan dapat menyebutkan peraturan perundangan K3 yang
berlaku di Indonesia
4. Para peserta pelatihan dapat menjelaskan program-program pemerintah
tentang K3
Undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa “Setiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pekerjaan
yang layak dalam konteks ini artinya bahwa pekerjaan yang dilakukan harus bersifat
manusiawi yang memungkinkan pekerja dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat
manusia.
Penjelasan tersebut lebih dipertegas lagi dalam undang-undang No.14 Tahun 1969
tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, yang selanjutnya diganti dengan
Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang No.13/2003
Paragraf 5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasal 86 menyebutkan :
VISI K3 NASIONAL
Terwujudnya budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia.
Untuk mencapai visi sebagaimana tersebut diatas, maka Misi K3 Nasional adalah:
1. Meningkatkan penerapan SMK3
2. Meningkatkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan K3
3. Meningkatkan peran serta pengusaha, tenaga kerja, masyarakat untuk mewujudkan
kemandirian dalam pelaksanaan K3.
STRATEGI
Sesuai dengan visi, misi dan kebijakan K3 nasional, maka telah disusun rencana strategi
dan program kerja utama K3 yaitu:
1. Menyusun dan meningkatkan kebijakan K3
2. Meningkatkan sumber daya manusia di bidang k3
3. Meningkatkan pembinaan penerapan SMK3
2
4. Meningkatkan sarana dan prasarana pengawasan K3
5. Meningkatkan jejaring dan peran serta instansi, lembaga, personil dan pihak pihak
terkait.
Dewasa ini Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sudah mulai memasyarakat,
khususnya dilingkungan perusahaan besar dan menengah di berbagai sektor kegiatan dan
wilayah. Pengusaha, pengurus dan tenaga kerja sudah sangat banyak yang memahami
dan menyadari arti pentingnya K3.
Dari kalangan ini dinilai adanya kebutuhan-kebutuhan untuk lebih mendalami peraturan,
ketentuan-ketantuan dan materi-materi K3. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya
pelatihan-pelatihan K3 yang diselenggarakan secara mandiri di perusahaan-perusahaan.
Dilain pihak, untuk perusahaan kecil dan beberapa perusahaan menengah baik pengusaha,
pengurus dan tenaga kerjanya belum mengenal dan memahami peraturan perundang-
undangan K3.
Dari uraian tersebut diatas dapat dimaklumi bahwa upaya pembinaan termasuk
penyuluhan, pelatihan, dan upaya persuasive lainnya meruopakan prioritas untuk dilakukan
dan sangat strategis dalam rangka pencegahan kemungkinan terjadinya kecelakaan di
tempat kerja secara dini.
Setiap Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia harus dapat
dikembalikan atau bersumber pada Hukum dasar tertulis yang tertinggi, yaitu Undang-
Undang Dasar 1945. Peraturan Perundang-undangan K3 terkait dengan UUd 1945 pasal
27 ayat (2).
Setiap ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945 masih bersifat sangat umum, oleh
karena itu untuk mewujudkan cita-cita tersebut khususnya di bidang ketenagakerjaan
dijabarkan lebih lanjut dengan Undang-undang No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja.
Dalam UU.No.14 tahun 1969 pasal 9 dan 10 mengatur tentang pembinaan dan
perlindungan tenaga kerja termasuk K3. Maka berdasarkan tersebut diatas Undang-undang
No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja disyahkan oleh Presiden RI pada tanggal 12
Januari 1970 atas persetujuan DPR.RI, dan sejak saat itulah VR 1910 Stbl. 406 dicabut.
UU.No.14 tahun 1969 telah dicabut dan kini berlaku UU. No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, namun K3 tetap menjadi perhatian dimana tertera pada pasal 86 dan 87.
Perbedaan pokok antara VR 1910 dengan Undang-undang No.1 tahun 1970 sebagai
berikut ;
1. Perluasan ruang lingkup.
2. Perubahan pengawasan repressife menjadi preventif.
3
3. Perumusan teknis yang lebih tegas.
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.
5. Tambahan pengaturan pembinaan K3 bagi manajemen dan tenaga kerja.
6. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi pengawasan.
Ayat (2),
Pengertian Pengurus juga harus benar-benar dimengerti oleh karena Penguruslah yang
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua ketentuan K3 ditempat
kerja. Pengurus dalam pengertian seseorang pimpinan suatu tempat kerja.
Bunyi ayat tersebut sebagai berikut ;
“Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri.
Ayat (3)
Pengertian dari “Pengusaha” tidak sama dengan “Pengurus”.
Pengurus adalah pimpinan sesuatu tempat kerja, sedangkan “Pengusaha” adalah orang
atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu tempat kerja. Bisa saja
pengusaha dan pengurus suatu tempat kerja adalah satu orang, yaitu terutama pada
perusahaan-perusahaan berskala kecil.
Bunyi pasal tersebut sbb ;
Pengusaha ialah ;
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha
bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b) , jika yang diwakili berkedudukan di Luar Indonesia.
Ayat (4),
Pengertian “Direktur” cukup jelas seperti tertulis pada ayat ini. Perlu dijelaskan bahwa
dalam prekteknya yang disebut Direktur adalah Dirjen Binwasnaker sesuai dengan
Kepmenaker No.Kep.79/Men/1977.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang
undang ini.
4
Ayat (5),
Dalam pengertian “Pegawai Pengawas” perlu dijelaskan pengertian “pegawai berkeahlian
khusus” yaitu artinya bahwa pegawai Kemnakertrans atau Dinas di Propinsi/Kota/Kabupaten
yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan untuk dapat ditunjuk sebagai Pengawas
harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana tertuang pada Permenaker No.:Per.03
tahun 1978 dan Permenaker No.Per.03/Men/1984 tentang pengawasan ketenagakerjaan
terpadu.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Pegawai Pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Depnaker yang ditunjuk
oleh Menteri tenaga Kerja.
Ayat (6),
Rumusan pengertian Ahli Keselamatan Kerja pada ayat ini cukup jelas. Dari rumusan
tersebut dimengerti bahwa untuk pengawasan terhadap pelaksanaan UU.No.1 tahun 1970,
Kemnakertans melibatkan tenaga teknis dari luar Kemnakertrans dari luar Dinas yang
membidangi pengawasan ketenagakerjaan di daerah, baik instansi/ lembaga pemerintah
maupun swasta yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan di dalam
Permenakertrans No.Per.04/Men/1987 dan Permenaker No.Per.02/Men/1992.
Latar belakang dari pemikiran/ konsep ini adalah bahwa Kemnakertrans tidak mungkin
mampu membentuk pegawai pengawas dalam jumlah maupun kemampuan dalam berbagai
bidang keahlian sesuai dengan perkembangan teknologi.
Walaupun persyaratan terhadap pelaksanaan UU.No.1 tahun 1970 dapat dilakukan oleh ahli
keselamatan kerja tersebut , namun kebijakan nasional K3 tetap berada pada
Menakertrans.
Walaupun di dalam ayat (5) dan (6) disebutkan bahwa yang mengangkat pegawai
pengawas maupun Ahli keselamatan Kerja adalah Menakertrans, akan tetapi dalam
pelaksanaannya adalah diangkat oleh Dirjen Binwasnaker sesuai keputusan
Menakertranskop No.Kep.599/Men/SJ/D/1979.
Ayat (2),
Ayat ini memperinci tempat-tempat bekerja yang termasuk tempat kerja sebagaimana
dimaksud ayat(1) yaitu huruf a sampai dengan r, dimana terdapat bahaya kerja yang
bertalian dengan ;
a. Keadaan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan lain sebagainya.
b. Lingkungan.
c. Cara kerja.
d. Proses produksi.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana;
a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan
atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau
peledakan.
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan
atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan
infeksi, bersuhu tinggi.
5
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran
rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran, atau
terowongan di bawah tanah dsb, atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan. Dan
seterusnya sampai dengan huruf r.
Ayat (3),
Ayat ini merupakan escape clausal dalam penataan ruang lingkup UU.No.1 tahun 1970,
sebab kemungkinan untuk waktu yang akan datang ditemukan tempat kerja baru selain
yang terperinci pada ayat (2) sehuibungan dengan perkembangan teknik dan teknologi.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-ruangan atau
lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja
dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat diubah perincian tersebut
dalam ayat (2).
Ayat (2),
Merupakan escape clausal dari apa yang telah di tetapkan pada ayat 91) sesuai
perkembangan teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru dikemudian hari.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1)
sesuai dengan perkembangan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru dikemudian
hari.
Pasal 4 ;
Ayat (1),
Menjelaskan sejak tahap apa atau kapan syarat/ketentuan K3 diterapkan yaitu sejak tahap
perencanaan dan seterusnya.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Ayat (2),
Ayat ini menjelaskan isi dari setiap ketentuan/ syarat K3, yaitu akan mengatur tentang
konstruksi, bahan dan lain sebagainya dari bahan, barang produk teknis dan aparat
produksi.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi,
bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perliundungan, pengujian, dan
6
pengecekan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas
bahan barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-
barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
Ayat (3),
Merupakan escape clausal ayat (1) dan (2).
Catatan : Pasal 4 tersebut diatas mencerminkan salah satu sifat preventif dari UU,No.1
tahun 1970.
Bab IV : Pengawasan,
Pasal 5 ;
Ayat (1)
Ayat ini menjelaskan tugas pokok Direktur, yaitu pelaksanaan umum UU.No.1 tahun 1970
dean tugas pokok pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja, yaitu mengawasi
langsung terhadap ditaatinya UU.No.1 tahun 1970 dan peraturan pelaksanaannya.
Bunyi ayat tersebut sbb ;
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para
pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan
langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
Ayat (2)
Dalam menjelaskan ayat ini dapat dijelaskan wewenang dan kewajiban Direktur sesuai
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.79/Men/1977.
Disamping itu dijelaskan wewenang dan kewajiban pegawai pengawas dan ahli K3 sesuai
Permenaker No.03/Men/1978 untuk ahli K3.
Dalam hal ini perlu diutarakan bahwa perbedaan kewenangan antara pegawai pengawas
dan ahli keselamatan kerja yaitu dalam hal penyidikan.
Pasal 6 ;
Pasal ini mengatur tentang Panitia Banding, yaitu sebagai sarana dan mekanisme
penyelesaian banding apabila pengurus tempat kerja tidak dapat menerima putusan Direktur
dimana putusan Panitia Banding ini tidak dapat dibanding lagi, artinya keputusannya
mengikat.
Pasal 7 ;
Pasal ini mengatur kewajiban pengusaha untuk membayar retribusi, yaitu sejumlah uang
sebagai imbalan jasa pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa peraturan pelaksanaan pasal ini adalah Permenaker No.06/Men/1986
tetapi Permenaker ini telah dicabut.
Bunyi pasal tersebut sbb ;
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini, pengusaha harus membayar retribusi
menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8 ;
Pasal ini menetapkan kewajiban pengurus untuk memeriksakan kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik baik secara awal bagi tenaga kerja yang baru diterima ataupun
dipindahkan. Disamping itu pada ayat (2) mewajibkan Pengurus untuk memeriksanakan
kesehatan seperti tersebut diatas secara berkala pada semua tenaga kerjanya.
Pemeriksaan kesehatan tersebut diatas ditretapkan dilakukan oleh dokter penguji kesehatan
badan tenaga kerja dan sesuai dengan Permenaker No.Per.02/Men/1982.
Bunyi ayat (1) sbb ;
7
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang akan diberikan kepadanya.
Ayat (2),
Inti dari ayat ini adalah Pengurus tidak dapat mempekerjakan tenaga kerja yang baru
diterima sebelum tenaga kerja yang bersangkutan memahami 4 hal/ pokok dimaksud ayat
(1).
Ayat (3),
Pengurus juga wajib melakukan pembinaan bagi tenaga kerjanya secara berkala tentang ;
a. Pencegahan kecelakaan.
b. Pemberantasan kebakaran.
c. Pertolongan pertama pada kecelakaan.
d. Hal-hal lain dalam rangka meningkatkan K3 di tempat kerjanya.
Ayat (4)
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati senua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang diwajibkan.
Bab IV : Panitia Pembina K3
Pasal ; 10,
Ayat (1),
Dimaklumi bahwa K3 adalah merupakan kepentingan dan kewajiban Pengurus
Pengusaha dan Tenaga Kerja, oleh karena itu mereka harus berkerja sama. Untuk
mewadahi kerja sama dimaksud Menakertrans berwenang membentuk P2K3 pada tempat-
tempat kerja tertentu.
Kebijaksanaan Menakertrans mengenai tempat kerja mana yang perlu dibentuk P2K3
termasuk mengenai Ahli K3 sebagaimana tertuang pada Permenaker No.Per.04/Men/1987
dan Permenaker No.Per.02/Men/1992.
Bunyi ayat (1) sbb ;
8
Menaker berwenang membentuk P2K3 guna memperkembangkan kerja sama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari Pengusaha atau Pengurus dan Tenaga Kerja dalam
tempat-tempat kerja yang melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang K3, dalam
rangka melancarkan usaha produksi.
Ayat (2),
Dalam ayat ini disebutkan bahwa susunan, tugas dan lain-lain yang berkaitan dengan P2K3
akan ditetapkan oleh Menaker.
Untuk ini telah diatur pada Permenaker sebagaimana tersebut diatas.
Bunyi ayat (2) sbb :
Susunan P2K3, tugas dan lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Ayat (1),
Pengurus diwajibkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya
pada pejabat yang ditunjuk oleh Menaker.
Ayat (2),
Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan dalam ayat (1) diatur dengan peraturan
perundangan.
9
BAB VI ; Ketentuan Penutup
Pasal 15;
Ayat (1),
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa sebagian besar ketentuan yang ada di dalam
UU.No.1 tahun 1970 masih bersifat umum dan perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
Ayat (2),
Menetapkan sangsi bagi pelanggaran terhadap UU.Nol.1 tahun 1970 dan peraturan
pelaksanaanya yaitu ;
a. Hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau
b. Denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- ( Seratus ribu rupiah ).
Ayat (3)
Adalah mengklasifikasikan pelanggaran dimaksud sebagai tindak pidana pelanggaran.
Pasal 16;
Pasal ini mewajibkan kepada Pengusaha untuk memenuhi ketentuan UU.No.1 Tahun 1970
paling lama 1 (satu) tahun setelah diundangkannya UU.No.1 tahun 1970.
Pasal 17;
Merupakan pasal yang mengatur tentang peralihan yaitu tetap memberlakukan semua
peraturan perundangan yang telah ada (kecuali VR) tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UU.No.1 tahun 1970.
Pasal 18;
Menetapkan nama penyebutan dari UU.No.1 tahun 1970.
10
22. Kepres terkait dengan Penyakit yang timbul dalam hubungan kerja.
23. Permenaker tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
24. Permenaker tentang Alat Pelindung diri.
25. Permenaker tentang P3K.
26. Dll.
Selain itu juga diterbitkan beberapa Instruksi Menaker, Surat Edaran Menaker dan
Surat Edaran Dirjen Binwasnaker.
11
BAB II
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
12
3. Penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja;
4. Pengukuran, Pemantauan dan Evaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;
5. Peninjauan secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3
secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja.
13
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan khususnya pada pasal 87 yaitu bahwa setiap perusahaan wajib
menerapkan SMK3. Pada pasal tersebut menjalaskan bahwa “setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan” dalam menerapkan SMK3 menggunakan pedoman penerapan yang telah
ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Penerapan SMK3 dilakukan
berdasarkan kebijakan nasional tentang SMK3. Kebijakan nasional tentang SMK3 tersebut
tertuang dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Kebijakan nasional yang tertuang dalam PP
tersebut menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menerapkan SMK3.
Penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh;
serta
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
Sebagaimana tercantum dalam PP Instansi pembina sektor usaha dapat
mengembangkan pedoman penerapan SMK3 sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meskipun di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 setiap perusahaan wajib
menerapkan SMK3 namun Kewajiban ditetapkan dalam PP No. 50 berlaku bagi
perusahaan:
1. Mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
2. Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan
Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat memperhatikan
konvensi atau standar internasional.
Penerapan SMK3 dilaksanakan meliputi :
1. Penetapan Kebijakan K3;
2. Perencanaan K3;
3. Pelaksanaan rencana K3;
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.
14
a.Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
b.Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
c.Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
d.Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan
keselamatan; dan
e. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
Kebijakan K3 disusun dengan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan serikat pekerja
dan atau serikat buruh yang terbentuk di perusahaan. Untuk itu sangatlah tepat kalau
penyusunan kebijakan tersebut dibuat melalui keberadaan P2K3 sehingga prosesnya sudah
mengakomodir keanggotaan P2K3 yang mengandung unsur serikat pekerja/buruh.
Syarat dalam penetapan kebijakan K3 adalah sebagai berikut:
a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor,
pemasok, dan pelanggan;
e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. Bersifat dinamik; dan
g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih
sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundang-
undangan.
2. Perencanaan K3
Perusahaan harus merencanakan untuk memenuhi kebijakan, sasaran dan tujuan K3
yang telah ditetapkan. Dalam menyusun rencana K3 hendaknya dilakukan berdasarkan:
a. Hasil penelaahan awal
Hasil penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang
telah dilakukan pada penyusunan kebijakan.
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
15
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harus dipertimbangkan
pada saat merumuskan rencana.
c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus:
1) Ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi dan diidentifikasi oleh perusahaan;
dan
2) Disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh.
d. Sumber daya yang dimiliki
Dalam menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang
dimiliki meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan
prasarana serta dana.
e. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat:
1) Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur
sesuai dengan perkembangan. Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit
memenuhi kualifikasi:
a) Dapat diukur;
b) Satuan/indikator pengukuran; dan
c) Sasaran pencapaian.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha harus berkonsultasi
dengan:
a) Wakil pekerja/buruh;
b) Ahli K3;
c) P2K3; dan
d) Pihak-pihak lain yang terkait.
2) Skala Prioritas
Skala prioritas merupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko,
dimana pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan
dalam perencanaan.
3) Upaya Pengendalian Bahaya
Upaya pengendalian bahaya, dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko
melalui pengendalian teknis, administratif, dan penggunaan alat pelindung
diri.
4) Penetapan Sumber Daya
Penetapan sumber daya dilaksanakan untuk menjamin tersedianya sumber
daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana yang
memadai agar pelaksanaan K3 dapat berjalan.
5) Jangka Waktu Pelaksanaan
Dalam perencanaan setiap kegiatan harus mencakup jangka waktu
pelaksanaan.
6) Indikator Pencapaian
Dalam menetapkan indikator pencapaian harus ditentukan dengan parameter
yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian tujuan penerapan
SMK3.
7) Sistem Pertanggung Jawaban
Sistem pertanggung jawaban harus ditetapkan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang
bersangkutan untuk menjamin perencanaan tersebut dapat dilaksanakan.
Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan
didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan SMK3,
dan memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan
kontribusi bagi SMK3. Berdasarkan hal tersebut pengusaha harus:
a) menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan
tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3 dan wewenang untuk
16
bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk semua
tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan
pengunjung;
b) mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap
perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh
terhadap sistem dan program K3; dan
c) memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang
menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.
3. Pelaksanaan Rencana K3
Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus
perusahaan atau tempat kerja dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi; dan
b. Menyediakan prasarana dan sarana yang memadai.
17
b) Menunjuk sumber daya manusia yang berwenang untuk bertindak dan
menjelaskan kepada semua tingkatan manajemen, pekerja/buruh,
kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung meliputi:
c) Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan
bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan;
d) Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber
daya yang berharga dan dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian
wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan
mengembangkan SMK3;
e) Mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap
perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh
terhadap sistem dan program K3;
f) Memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang
menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.
4) Pelatihan dan Kompetensi Kerja
Pelatihan dan kompetensi Kerja, dilakukan dengan melakukan
pengidentifikasian dan pendokumentasian standar kompetensi kerja K3.
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja atau
pekerja/buruh yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
18
3) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian
a) Prosedur operasi/kerja harus disediakan pada setiap jenis pekerjaan dan
dibuat melalui analisa pekerjaan berwawasan K3 (Job Safety Analysis)
oleh personil yang kompeten.
b) Prosedur informasi K3 harus menjamin pemenuhan kebutuhan untuk:
- Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, temuan
audit dan tinjauan ulang manajemen dikomunikasikan pada semua
pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki andil
dalam kinerja perusahaan;
- Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 dari luar
perusahaan; dan
- Menjamin bahwa informasi K3 yang terkait dikomunikasikan
kepada orang-orang di luar perusahaan yang membutuhkan.
19
- Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur;
- Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan
menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan;
dan
- Menunjuk bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk
perusahaan telah diterapkan.
e) Instruksi kerja
Instruksi kerja merupakan perintah tertulis atau tidak tertulis untuk
melaksanakan pekerjaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa setiap
pekerjaan dilakukan sesuai persyaratan K3 yang telah ditetapkan.
20
Tahap perancangan dan rekayasa meliputi :
a. Pengembangan;
b. Verifikasi;
c. Tinjauan ulang;
d. Validasi; dan
e. Penyesuaian.
Dalam pelaksanaan perancangan dan rekayasa harus memperhatikan unsur-unsur:
a. Identifikasi potensi bahaya;
b. Prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat
kerja; dan
c. Personil yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi
wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi
persyaratan SMK3.
3) Prosedur dan Instruksi Kerja
Prosedur dan instruksi kerja harus dilaksanakan dan ditinjau ulang secara berkala
terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan
oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang memiliki kompetensi kerja
dalam menggunakan prosedur.
4) Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Perusahaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain harus menjamin bahwa perusahaan lain tersebut memenuhi
persyaratan K3. Verifikasi terhadap persyaratan K3 tersebut dilakukan oleh personal
yang kompeten dan berwenang serta mempunyai tanggung jawab yang jelas.
5) Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa
Sistem pembelian/pengadaan barang dan jasa harus:
a. Terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja;
b. Menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan
memenuhi persyaratan K3; dan
c. Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus
menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa
tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
6) Produk Akhir
Produk akhir berupa barang atau jasa harus dapat dijamin keselamatannya dalam
pengemasan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan serta pemusnahannya.
7) Upaya Menghadapi Keadaan Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri
Perusahaan harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat
kecelakaan dan bencana industri, yang meliputi:
a. Penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai
sampai mendapatkan pertolongan medik; dan
b. Proses perawatan lanjutan.
Prosedur menghadapi keadaan darurat harus diuji secara berkala oleh personil
yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahaya
besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang untuk
mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang sebenarnya.
8) Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat
Dalam melaksanakan rencana dan pemulihan keadaan darurat setiap perusahaan
harus memiliki prosedur rencana pemulihan keadaan darurat secara cepat untuk
mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja
yang mengalami trauma.
21
Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran harus ditetapkan dan dipelihara
prosedurnya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya disesuaikan
dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
Prosedur pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran secara umum meliputi:
1) Personil yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang
cukup;
2) Catatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung
harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor
kerja yang terkait;
3) Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk
menjamin telah dipenuhinya standar K3;
4) Tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan
ketidaksesuaian terhadap persyaratan K3 dari hasil pemeriksaan, pengujian
dan pengukuran;
5) Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan penyebab
permasalahan dari suatu insiden; dan
6) Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.
22
c. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
d. Perubahan struktur organisasi perusahaan;
e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;
f. Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
g. Adanya pelaporan; dan/atau
h. Adanya saran dari pekerja/buruh.
23
Audit internal dilaksanakan oleh personil yang independen terhadap bagian yang
diaudit, bukan personil yang mempunyai hubungan langsung terhadap bagian yang
diaudit, bukan personil yang mempunyai hubungan terhadap bagian tersebut, sehingga
hasil yang didapat merupakan hasil yang obyektif. Disini personil yang melakukan audit
juga harus terlatih dan berpengalaman.
Pelaksanaan audit dilakukan oleh suatu tim sendiri atas berbagai unsur disiplin dan
fungsi dengan jumlah anggota tim tetap harus ganjil dan tidak melebihi dari 7 (tujuh)
orang, karena semakin banyak anggota tim akan mengakibatkan kurang efektifnya
kerja tim.
Komposisi anggota tim tetap ditentukan sebagai berikut :
- 1 orang tim manajemen senior;
- 2 orang anggota P2K3;
- 2 orang ahli dalam bidang operasi/produksi dan
- 2 orang ahli K3 atau ahli lain yang ditunjuk khusus.
24
2) Tugas & Tanggung Jawab Tim Audit.
Tim audit bertugas untuk :
a) Menentukan sasaran, cakupan periodisasi dan metoda audit serta menyusun
rencana kerja dan daftar pelaksanaan audit. Rencana kerja harus lengkap
dan mencakup daerah yang ditinjau, saat peninjauan, penyebaran laporan,
rencana tindak lanjut dan rencana tanggal pelaporan.
a) Mengembangkan daftar periksa (checklist) dan daftar pertanyaan
(questioner) serta standar penilaian yang akan digunakan. Untuk itu harus
mempelajari tentang unit yang akan diaudit, standar yang berlaku, hasil
inspeksi dan hasil audit masa lalu jika ada, dan lain-lain.
b) Melakukan pemeriksaan secara obyektif ke tempat/unit kerja, mereview
pelaksanaan prosedur dan manajemen, dan mengadakan wawancara
dengan pekerja untuk pembuktian (verifikasi).
c) Menyusun laporan hasil audit dan saran perbaikannya.
Seringkali tim merasa kesulitan untuk mengaudit kegiatan manajemen tetapi
dengan pengembangan daftar periksa yang baik dan verifiksi yang obtektif, hasil
audit akan membantu manajemen dalam mengendalikan kerugian akibat
kecelakaan. Tim audit bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan.
3) Tahapan Pelaksanaan Audit
Tahapan pelaksanaan audit secara garis besar adalah :
a) Mengkaji informasi yang didapat pada unit kerja yang akan diaudit :
Laporan hasil audit terdahulu
Rencana tindakan yang sedang dilaksanakan;
Pengalaman kecelakaan / penyakit akibat kerja tersebut;
Pernyataan / statement tentang tujuan dan kebijakan dari unit kerja
tersebut.
b) Menyiapkan lembaran kerja audit (checklis dan lain-lain) untuk unit kerja
yang akan diaudit berdasarkan Permen No. 05/MEN/1996.
c) Memahami semua informasi-informasi penting (dengan memeriksa catatan
dan prosedur tertulis, wawancara dan inspeksi) dan mengembangkan
temuan-temuan.
d) Menyiapkan rekomendasi untuk didiskusikan dengan unit kerja yang
bersangkutan.
e) Menyiapkan rekomendasi akhir.
f) Memberkas dan menyimpan semua lembaran kerja.
Di dalam pelaksanaannya tim audit :
a) Melaksanakan identifikasi terhadap obyek yang akan diaudit (sumber-sumber
bahaya yang ada) dengan menggunakan daftar periksa.
b) Mengevaluasi kecelakaan yang mungkin terjadi dan akibat-akibat yang timbul
dan atau ditimbulkan, melalui diskusi dan presentasi hasil temuan.
c) Menentukan metode yang paling efektif atau tepat untuk mencegah dan atau
mengurangi terjadinya kecelakaan dalam bentuk rekomendasi.
Agar dapat melaksanakan audit dengan baik, maka setiap auditor harus
mengetahui dasar-dasar pengetahuan, antara lain mengenai :
a) Sifat-sifat dan bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan
baku dan bahan-bahan pembantu yang dipergunakan untuk proses produksi
dalam kaitan dengan :
Sifat-sifat kimiawinya
Sifat fisiknya
Bahaya kebakaran dan ledakan yang dapat ditimbulkannya
Bahaya-bahaya lain yang dapat diakibatkannya, baik terhadap
personil / pekerja maupun lingkungan/ tempat kerjanya.
25
b) Tata cara penyimpanan dan pengelolaan dari bahan baku, bahan penimbun,
bahan bakar berupa gas, cair, atau padat dan bahan-bahan lain yang mudah
terbakar atau meledak.
c) Tata cara penyimpanan dan pengelolaaan bahan-bahan berupa gas, cair
atau padat yang dapat menimbulkan keracunan atau kerusakan terhadap
anggota tubuh manusia.
d) Proses dan peralatan yang digunakan untuk proses produksi, termasuk cara
penyimpanannya (storage system) selama dalam proses untuk bahan padat,
cair, dan gas.
e) Sistem transportasi di dalam pabrik dan atau pekarangan.
f) Tata cara pengepakan dan penyimpanan dari hasil produksi serta tata cara
transportasinya keluar perusahaan.
g) Tata cara pembuangan sampah/sisa produksi, baik dalam bentuk padat, cair
maupun gas/uap.
h) Ledakan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat menimbulkan /
membahayakan tenaga kerja dan peralatan antara lain faktor-faktor fisik,
kimia, biologis, ergonomi dan lain-lain.
i) Hazard Control meliputi :
Pencegahan dan deteksi kebocoran bahan bakar dan bahan baku
yang dapat membahayakan.
Pencegahan terjadinya penyebaran uap dan debu serta cairan yang
dapat membahayakan.
Mengontrol sumber-sumber penyalaan.
Fire detection dan fire control.
Exposure dan lain-lain.
Dengan dasar-dasar pengetahuan tersebut diatas dan digunakan dengan standar-
standar atau kode-kode yang digunakan, maka akan dapat dijadikan dasar
pelaksanaan audit.
4) Tahapan Audit
a) Persiapan Sebelum Pemeriksaan
Sebelum dilaksanakan audit, pimpinan perusahaan membuat keputusan
pelaksanaan audit lengkap dengan sasaran dan pembentukan tim audit.
Setelah keluarnya keputusan, dapat dengan segera dilakukan pelatihan
terhadap anggota tentang prinsip dan metoda audit. Codes of Practices dan
standar teknis yang dipergunakan.
Disamping itu, auditor harus mempelajari tentang organisasi dan unit/tempat
kerja yang akan diaudit sehingga unit/ tempat kerja tersebut secara cukup
baik dan perlu diadakan review terhadap laporan audit sebelumnya (jika
sudah pernah diaudit) struktur organisasi, deskripsi sifat dari operasi,
prosedur kerja yang berlaku dan penyiapan saran yang diperlukan untuk
pelaksanaan audit.
Sarana yang diperlukan antara lain :
- Daftar periksa (checklis) yang sudah disiapkan.
- Daftar pertanyaan lengkap dengan standar penilaiannya.
- Buku catatan.
- Kamera (jika dimungkinkan dan diizinkan).
- Blanko-blanko untuk wawancara dengan tenaga kerja dan
manajemen setempat.
- Prosedur kerja.
b) Pertemuan Pra-audit dengan Pimpinan Setempat
Pada pertemuan ini auditor memberikan penjelasan kepada pimpinan unit
kerja setempat tentang maksud dan tujuan pelaksaaan audit. Selain itu
26
mendiskusikan dan menanyakan berbagai hal yang terkait dengan
kebijaksanaan dan cara pengelolaan K3 di unit setempat, sehingga diperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang pelaksanaan K3 di unit tersebut.
c) Pemeriksaan Lapangan
Setelah diperoleh informasi tentang aspek manajemen di unit/tempat kerja,
auditor bersama petugas yang menguasai seluk beluk unit setempat
mengadakan pemeriksaan ke unit/tempat kerja untuk melihat secara
langsung sifat operasi, paparan resiko, iklim K3 di unit/tempat kerja tersebut,
perangkat lunak yang meliputi pelaksanaan prosedur, peraturan, peraturan,
organisasi dan karyawan. Pada saat yang bersamaan auditor dapat
mewawancarai tenaga kerja setempat untuk mendapat masukan apakah
benar program K3 benar-benar ada secara formal dan konsisten diterapkan.
d) Verifikasi Informasi
Ada beberapa cara untuk memastikan bahwa program K3 benar diterapkan
yaitu : memeriksa catatan, wawancara dengan karyawan dan jika perlu
pemeriksaan secara sample terhadap kondisi fisik karyawan. Oleh karena itu,
jika auditor merasa belum yakin dengan data yang ia peroleh dapat
melakukan verifikasi sesuai metoda diatas.
27
b) Pertemuan pra audit;
c) Kunjungan ke lapangan untuk orientasi
d) Wawancara pada manajemen
e) Verifikasi semua informasi hasil wawancara;
f) Pemeriksaan dokumen;
g) Wawancara pada tenaga kerja/ karyawan.
h) Verifikasi kondisi fisik di lapangan;
i) Pertemuan penutup (close of meeting).
28
kriteria penilaian, susulan yang ditolak dikembalikan kepada lembaga audit untuk
penyusunan ulang rencana tahunan audit dan segera disampaikan kembali kepada
Direktur Jenderal Binwasnaker untuk mendapatkan persetujuan.
d. Direktur Jenderal Binwasnaker mengirimkan keputusan rencana tahunan audit yang
telah disetujui kepada badan audit dan salinannya disampaikan kepada Kepala unit
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan tingkat
propinsi/kabupaten/kota serta perusahaan yang akan diaudit oleh lembaga audit.
e. Lembaga audit mengkonfirmasikan rencana audit kepada setiap perusahaan yang
terdaftar dalam rencana tahunan audit apabila perusahaan setuju atas rencana
tersebut segera mengkonfirmasikan kembali kepada lembaga audit guna persiapan
pelaksanaan audit.
f. Lembaga audit yang akan melaksanakan audit terlebih dahulu harus memberitahukan
rencana pelaksanaan audit kepada Kepala Dinas yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Ketenagakerjaan tingkat propinsi/kabupaten/kota yang harus
dipantau oleh pegawai pengawas setempat. Setelah selesai melaksanakan audit,
Badan audit segera menyusun laporan audit sesuai dengan formulir laporan audit
(lampiran III PP No. 50 Tahun 2012) untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal
Binwasnaker dengan tembusan kepada perusahaan yang bersangkutan.
g. Direktur Jenderal Binwasnaker melakukan evaluasi dan penilaian hasil audit,
berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian Direktur Jenderal Binwasnaker menerbitkan
sertifikat dan memberikan penghargaan berupa bendera sesuai dengan tingkat
pemenuhan terhadap kriteria audit dan disampaikan kepada perusahaan yang
bersangkutan.
h. Bagi perusahaan yang berdasarkan hasil evaluasi ditemukan adanya pelanggaran
atas peraturan perundangan, Dirjen Binwasnaker dapat mengambil tindakan baik
berbentuk pembinaan.
29
a. Potensi kecelakaan; semakin besar potensi kecelakaan terjadi semakin sering
dilakukan inspeksi.
b. Sejarah kecelakaan; Hal ini dapat dilihat pada riwayat kecelakaan masa lalu
mengacu pada catatan perawatan, produksi, laporan penyelidikan kecelakaan,
dan laporan inspeksi.
c. Persyaratan peralatan; mengacu pada petunjuk dari peralatan manufaktur.
d. Usia peralatan; semakin lama usia dari suatu peralatan semakin sering dilakukan
inspeksi.
e. Persyaratan hukum; hasil perundingan dengan departemen yang sesuai.
Setelah dijelaskan pengertian audit dan inspeksi di atas, dimana keduanya
merupakan kegiatan pengukuran dan pemeriksaan. Kegiatan tersebut berbeda, baik dalam
pendekatannya maupun metode penerapanannya meskipun masing-masing kegiatan
dimaksudkan untuk memperlihatkan kelemahan yang berpotensi menimbulkan bahaya,
kerusakan harta ataupun kecelakaan.
Untuk itu kita perlu mengetahui perbedaannya agar lebih jelas dalam pengertian
maupun penafsirannya. Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut ini.
No. AUDIT SMK3 INSPEKSI K3
5. Jangka panjang
Jangka panjang
Tabel. 2.2. Perbedaan Audit SMK3 dan Inspeksi K3
Audit SMK3 lebih ditekankan sebagai upaya untuk mengukur efektivitas dari suatu
sistem. Sedangkan inspeksi mengupayakan untuk menemukan kesesuaian dari suatu obyek
berdasarkan standar tertentu.
Audit difokuskan terhadap seluruh sistem K3 yang ada di perusahaan (keseluruhan
area) dimana kegiatannya menekankan terhadap suatu proses. Sedangkan inspeksi
terfokus pada aspek-aspek tertentu yang berupa obyek dimana tidak menekankan pada
prosesnya tetapi hasil akhir sehingga hasilnya sangat detail karena mengacu pada
kesesuaian terhadap standar.
Inspeksi K3 harus dilakukan lebih sering dibandingkan audit SMK3 (safety audit),
karena bersifat mencari identifikasi terhadap bahaya, maka potensi bahaya dapat diketahui
lebih awal sehingga tindakan dapat diambil segera. Sedangkan untuk audit membutuhkan
persiapan-persiapan yang cukup lama yang meliputi keseluruhan aspek yang ada di area/
plant sehingga audit dilakukan tahunan atau paling banyak 2 kali dalam setahun dan
idealnya jika dilakukan setahun sekali.
Audit SMK3 baik internal maupun internal berdasarkan PP No. 50 meliputi :
a. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
b. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3;
c. Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak;
30
d. Pengendalian dokumen;
e. Pembelian dan pengendalian produk;
f. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3;
g. Standar pemantauan;
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan;
i. Pengelolaan material dan perpindahannya;
j. Pengumpulan dan penggunaan data;
k. Pemeriksaan SMK3; dan
l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan.
31
5 Pembelian 5.1.1, 5.1.2, 5.1.3 5.1.4, 5.1.5, 5.3.1,
5..2.1 5.4.1, 5.4.2
6 Keamanan bekerja 6.1.1, 6.1.5, 6.1.2, 6.1.3, 6.1.8, 6.6.1, 6.6.2,
berdasarkan SMK3 6.1.6, 6.1.7, 6.1.4, 6.2.2, 6.9.1
6.2.1, 6.3.1, 6.2.3, 6.2.4,
6.3.2, 6.4.1, 6.2.5, 6.5.1,
6.4.2, 6.4.3, 6.5.5, 6.5.6,
6.4.4, 6.5.2, 6.5.10, 6.7.1,
6.5.3, 6.5.4, 6.7.2, 6.7.3,
6.5.7, 6.5.8, 6.7.5, 6.7.7
6.5.9, 6.7.4,
6.7.6, 6.8.1,
6.8.2
7 Standar pemantauan 7.1.1, 7.2.1, 7.1.2, 7.1.3, 7.3.1, 7.3.2
7.2.2, 7.2.3, 7.1.4, 7.1.5,
7.4.1, 7.4.3, 7.1.6, 7.1.7,
7.4.4, 7.4.5 7.4.2
8 Pelaporan dan 8.3.1 8.1.1, 8.2.1, 8.3.3, 8.3.4, 8.3.5,
perbaikan 8.3.2 8.3.6, 8.4.1
9 Pengelolaan material 9.1.1, 9.1.2, 9.1.3, 9.1.4, 9.2.2, 9.3.2
dan perpindahannya 9.2.1, 9.2.3, 9.3.5
9.3.1, 9.3.3,
9.3.4
10 Pengumpulan dan 10.1.1, 10.1.2, 10.1.3, 10.1.4
penggunaan jasa 10.2.1, 10.2.2
11 Audit SMK3 11.1.1, 11.1.2,
11.1.3
12 Pengembangan 12.2.1, 12.1.2, 12.1.4, 12.1.1, 12.1.3,
keterampilan dan 12.2.2, 12.1.5, 12.1.6, 12.1.7, 12.3.3
kemampuan 12.3.1, 12.3.2, 12.4.1
12.5.1
Tabel 2.3. Kriteria pada Tingkat Penerapan SMK3
2.6.6. Ketentuan Penilaian Hasil Audit SMK3
Penilaian hasil Audit SMK3 terdiri dari 3 kategori yaitu:
a. Kategori Tingkat awal
Perusahaan yang memenuhi 64 (enam puluh empat) kriteria, kriteria tersebut
sebagaimana tercantum dalam kolom 3 pada Tabel 2.3.
b. Kategori Tingkat Transisi
Perusahaan yang memenuhi 122 (seratus dua puluh dua) kriteria, kriteria tersebut
sebagaimana tercantum dalam kolom 3 dan kolom 4 pada Tabel 2.3.
32
2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian
penerapan baik.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian
penerapan memuaskan.
Tingkat penilaian penerapan SMK3 dapat dilihat pada Tabel 2.4:
Dalam hal penilaian perusahaan termasuk kategori kritikal atau mayor, maka dinilai
belum berhasil menerapkan SMK3 dan penilaian tingkat penerapan SMK3 tidak mengacu
pada Tabel 2.
33
Susunan laporan terdiri dari :
c. Lembaga audit;
d. Gubernur/Bupati/Kadisnakertrans prov/kab/kota
34
1. Semua perusahaan wajib menerapkan SMK3 sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, sedangkan dalam PP 50 Tahun
2012 perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 adalah perusahaan yang
mempunyai pekerja/buruh paling sedikit 100 orang atau mempunyai
potensi bahaya tinggi.
2. Dalam menerapkan SMK3 perusahaan berpedoman kepada kebijakan
nasional yaitu PP 50 Tahun 2012 yang meliputi :
Penetapan kebijakan, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3,
pemantauan dan evaluasi kinerja, dan peninjauan & peningkatan kinerja
SMK3. Langkah-langkah tersebut lebih detail dijelaskan dalam Lampiran I
PP No. 50 Tahun 2012.
3. Untuk menilai tingkat penerapan dilakukan penilaian melalui Audit
Ekesternal yang dilakukan oleh Badan Audit SMK3 berdasarkan
permohonan perusahaan, sedangkan bagi perusahaan dengan potensi
bahaya tinggi yaitu perusahaan pada sektor tambang, minyak dan gas
bumi wajib melakukan penilaian melalui audit eksternal.
4. Audit SMK3 meliputi 12 elemen yaitu :
35
5. Pengawasan SMK3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pada pusat,
provinsi dan kabupaten/kota sesuai kewenangannya, meliputi:
36
BAB III
37
3.2.2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu :
1. Menyebutkan dasar hukum yang berhubungan dengan keselamatan kerja
2. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup keselamatan kerja
3. Melakukan manajemen keselamatan kerja
4. Menerapkan keselamatan kerja
Kita tahu betapa pentingnya penerapan K3 tetapi pada saat ini masih banyak industri
yang belum melaksanakan K3 dengan baik. Berbagai alasan dikemukakan untuk tidak
38
menjalankan K3 secara benar di tempat kerja dan dianggap sebuah beban tambahan bagi
perusahaan, itulah sebabnya mengapa kecelakaan masih banyak terjadi. Sebagian besar
perusahaan masih bersikap reaktif dalam menghadapi bahaya di tempat kerja. hal ini
karena pengusaha belum mengetahui manfaat penerapan K3 yang sebenarnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Frank E. Bird mengenai Piramida Kecelakaan
menunjukkan bahwa kerugian yang dialami perusahaan akibat aktivitas perusahaan seperti
kecelakaan serius/kematian, kecelakaan ringan, kerusakan properti, nyaris celaka,
perbuatan dan kondisi tidak aman/bahaya memiliki perbandingan dari frekwensi kejadiannya
seperti gambar 3.1.
Gambar.3.1. Frank E Bird juga menyatakan bahwa penerapan K3 seperti Teori Gunung
Es
Manfaat
yang terlihat Penerapan SMK3
Menghindari/ mencegah
kerugian akibat
kecelakaan
5 s/d 50 X
39
Disini dapat dilihat bahwa penerapan K3 merupakan sebuah investasi bagi
kelangsungan perusahaan dalam melaksanakan proses produksinya dengan mencegah
terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan yang meliputi kerusakan bangunan,
peralatan, hasil produksi, kegagalan produksi, kehilangan waktu kerja, kehilangan sumber
daya manusia yang tentunya akan menelan biaya sangat besar melebihi biaya yang
digunakan untuk penerapan SMK3 di tempat kerja.
Ada penelitian yang menunjukkan tentang kondisi perusahaan sebelum dan sesudah
terjadi kecelakaan seperti gambar 3.3.
40
Gambar.3.4.
41
Kecelakaan Nihil dapat diraih dengan :
a. Kerja-sama yang baik antar tim (‘Help Others’’)
b. Punya rasa ‘’memiliki’’ (“Peer’s keeper”)
c. Peduli terhadap lainnya (‘’Care for others’’)
d. Punya rasa kebanggaan terhadap perusahaan (“Organizational
pride”)
e. Kontributor terhadap jaringan kerja (‘’Networking Contributor’’)
4. Pelaporan kecelakaan
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja
42
b. Hak tenaga kerja :
1) Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yang
diwajibkan
2) Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat K3 serta Alat-alat
perlindungan Diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertaggung jawabkan.
2. Pencegahan peledakan
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam pencegahan peledakan
sesuai Permenaker Per-01/MEN/1982, UU Uap tahun 1930 dan Peraturan Uap tahun 1930
sebagai berikut :
a. Memiliki ijin operasi
b. Konstruksi harus kuat dan memenuhi syarat, tidak retak atau bocor.
c. Memiliki sertifikat asli tidak memihak dan diakui
d. Memiliki alat pengaman yang memenuhi syarat
e. Memiliki tanda pengenal
f. Memiliki register riwayat pemakaian.
g. Operator yang mengoperasikan harus memiliki lisensi
3. K3 Bidang Mekanik
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam Bidang Mekanik sesuai
Permenaker No. Per-05/MEN/1985 dan No. Per-04/MEN/1985, sebagai berikut:
43
a. Memiliki ijin operasi
b. Memiliki landasan kerja yang sesuai.
c. Memiliki sertifikat asli tidak memihak dan diakui
d. Operator yang mengoperasikan harus memiliki lisensi
e. Memiliki alat pengaman dan tanda peringatan yang memenuhi syarat dan jelas
f. Memiliki prosedur operasional yang memenuhi syarat.
5. K3 Bidang Listrik
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam Bidang Listrik sesuai
Permenaker No. Per-02/MEN/1989 dan Kepmenaker No. Kep-75/MEN/2002 , sebagai
berikut:
a. Perencanaan, pembuatan, pemasangan, pemeliharaan dan pemeriksaan harus
dilakukan personil memiliki lisensi
b. Memiliki sertifikat asli tidak memihak dan diakui
c. Konstruksi Instalasi harus memenuhi syarat
d. Pemeriksaan dilakukan secara berkala meliputi :
1) Instalasi listrik secara umum, pembebanan, penataan kabel, pengamanan kabel
dan lain lain.
2) Instalasi Penyalur petir
44
BAB IV
45
4.5. Teori Dasar Kecelakaan Kerja
4.5.1. Definisi kecelakaan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/Men/1998, Bab 1 Pasal
1 ayat 1, Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula
yang dapat menimbulkan korban manusia dan harta benda.
Sesuai dengan Bab 2 Pasal 2 menyatakan bahwa kecelakaan yang dimaksud pada
ayat 1 terdiri dari :
a. Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja dibagi menjadi menjadi dua yaitu :
1) Kecelakaan yang terjadi pada saat tenaga kerja melaksanakan pekerjaan dan tidak
ada unsur-unsur kesengajaan atau perencanaan seperti sabotase atau tindakan
criminal bukan merupakan kecelakaan kerja.
2) Kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja di perusahaan disebut
kecelakaan akibat kerja seperti kecelakaan yang terjadi pada saat tenaga kerja
melakukan perjalanan ke dan dari tempat kerja seperti yang diatur dalam Undang-
undang No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja. Kejadian
kecelakaan di rumah dan perjalanan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
bukan merupakan kecelakaan kerja.
b. Kebakaran atau peledakan dan bahaya pembuangan limbah
1) Kebakaran
Di dalam melakukan proses produksi ada perusahaan yang menggunakan api
tetapi api yang digunakan adalah api yang dikehendaki dan terkendali. Kebakaran
adalah adanya api yang timbul di luar kendali dari tujuan proses produksi dan ini
dapat diakibatkan oleh adanya titik api akibat pertemuan segitiga api (O2, panas
dan bahan yang mudah terbakar) yang terjadi secara tidak terduga untuk itu perlu
upaya untuk memisahkan salah satu dari ketiga factor ini agar titik api yang tak
dikehendaki tidak terjadi.
Fakta lapangan yang dapat dijadikan sebagai referensi bahwa ada dua fakta
penyebab yang menonjol, yaitu api terbakar dan listrik
2) Peledakan
Banyak sekali aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi seperti pemakaian
tekanan, suhu panas, kecepatan aliran, bahan kimia dan lain-lain
Peledakan dapat terjadi karena adanya tekanan atau suhu panas, kecepatan
aliran yang tidak terkendali dalam proses produksi seperti pemakaian ketel uap,
bejana tekan, pipa-pipa penyalur dan lain-lain.
Bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi memerlukan penanganan
yang sesuai standar dari segi pengadaan, penyimpanan, pengangkutan dan
penggunaanya agar dapat dikendalikan dengan baik. Hal ini perlu adanya tenaga
ahli K3 kimia yang kompeten.
3) Pembuangan Limbah
Dalam proses produksi selalu menghasilkan produk sisa yang tidak terpakai
(limbah industri). Pembuangan limbah yang tidak sesuai prosedur dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan yang dapat merugikan lingkungan
perusahaan dan sekitarnya.
c. Kejadian berbahaya lainnya
Sesuai dengan Permenaker No. Per 03/Men/1998 Bab 1 Pasal Ayat 2, Kejadian
berbahaya lainnya adalah suatu kejadian yang potensial yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya
pembuangan limbah. Misalnya adanya penurunan daya dengar yang disebabkan oleh
pemaparan intensitas kebisingan yang tinggi dan tanpa perlindungan APD dalam jangka
waktu lama.
46
4.5.2. Teori kecelakaan
Kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki (Incident) terdiri dari dua macam
yaitu :
a. Kejadian yang tidak menimbulkan korban atau nyaris celaka (Nearmiss) yaitu suatu
kejadian yang tidak diinginkan dan apabila terjadi perubahan proses sedikit saja akan
menimbulkan korban.
b. Kejadian yang menimbulkan korban atau kecelakaan (Accident)
Dalam perkembangannya ada beberapa jenis teori kecelakaan yang ditemukan, teori
kecelakaan yang pertama kali ditemukan oleh William W. Heinrich pada tahun 1930
yaitu The Domino Theory. Dalam teorinya Heinrich menyatakan bahwa 88 % dari
kecelakaan disebabkan oleh pekerja, 10 % disebabkan oleh pekerjaan dan 2 % karena
takdir Tuhan. Namun kita tidak boleh menerima takdir begitu saja karena kita bisa
merubah nasib kita dengan berusaha mencegah atau memperkecil resiko terjadinya
kecelakaan.
Kecelakaan dapat terjadi karena adanya lima tahapan, dua tahapan ada di luar
perusahaan yaitu Lingkungan Sosial, Sifat-sifat individu dan tiga tahapan di dalam
perusahaan yaitu perbuatan/kondisi yang berbahaya, kecelakaan dan cidera/rusak.
DI LUAR PERUSAHAAN DI DALAM PERUSAHAAN
Cidera/
rusak
47
4.5.3. Jenis-jenis kecelakaan
Kecelakaan memiliki struktur sesuai jenis penyebab yaitu :
a. Penyebab utama atau Immediate causes
1) Aktivitas yang tidak aman (Unsafe Act)
Aktivitas yang tidak aman adalah semua pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai
prosedur seperti :
a) Melaksanakan pekerjaan tanpa menggunakan alat pengaman,
b) Sikap dan cara kerja yang kurang baik,
c) Penggunaan peralatan yang tidak aman
d) Melakukan gerakan-gerakan berbahaya.
e) Dan lain-lain
48
Semakin rinci potensi bahaya yang ditemukan di tempat kerja akan semakin banyak
pengendalian risiko bahaya bisa dilakukan untuk peningkatan program K3.
Ada beberapa elemen dasar yang harus diperhatikan dalam analisa risiko yaitu:
1. Potensi bahaya
Suatu situasi atau sifat-sifat alamiah dari sesuatu aktivitas yang berpotensi
menimbulkan kerusakan/kerugian (ringan s/d berat, kerusakan harta benda, kematian
dan luka permanen)
Contoh : Bahan-bahan (material) dan aktivitas kerja (proses kerja).
2. Resiko bahaya
Manifestasi/perwujudan potensi bahaya yang mengakibatkan kerugian menjadi lebih
besar dengan mempertimbangkan kemungkinan (probabilitas) terjadinya suatu
kerusakan / kecelakaan dalam suatu kurun waktu tertentu.
Meliputi frekwensi/probablitas, konsekwensi dan time frame (kurun waktu tertentu) suatu
kejadian.
Contoh : Seorang perokok berat memiliki resiko terkena kanker paru-paru dalam
waktu sepuluh tahun
3. Kebutuhan Analisa sebab dan akibat kecelakaan
Ada beberapa aktivitas yang membutuhkan analisa resiko yaitu pada saat:
a. Perencanaan suatu proses
b. Proses operasi setelah berjalan (terjadwal)
c. Maintenance (major shut down)
d. Penambahan peralatan baru
e. Adanya keluhan dari pemakai
f. Bila terjadi kecelakaan
4. Pembuatan cheklis analisa risiko
Cheklis dibuat untuk membantu mengidentifikasi berbagai kemungkinan atau bahaya
yang ada ditempat kerja. Untuk membuat cheklist harus dengan perencanaan yang
menyeluruh dan dibuat oleh orang yang mengerti tentang kondisi yang menyeluruh dari
proses produksi berdasar pedoman atau standar yang harus dipenuhi.
Contoh cheklist :
49
5. Pengukuran risiko bahaya dapat dilakukan dengan :
a. Pengukuran lingkungan kerja
Pengukuran lingkungan kerja dilakukan pada saat kita mencurigai suatu proses yang
dirasa sudah memberikan pengaruh terhadap ketidak nyamanan dalam bekerja.
Misalnya adanya kebisingan yang sudah mengganggu proses komunikasi, debu yang
sudah mengganggu pernapasan, gas yang sudah mengganggu konsentrasi kerja dan
lain-lain.
b. Pemeriksaan peralatan proses produksi
Pemeriksaan peralatan proses produksi dilakukan pada saat awal pemakaian dan
secara berkala. Peralatan yang sudah dicurigai kelayakan kerjanya harus diuji oleh
petugas yang kompeten dan tersertifikasi terutama peralatan produksi dan alat-alat
berat.
C. Investigasi Kecelakaan
Bila terjadi kecelakaan maka investigasi kecelakaan harus dilakukan dengan cara :
1) Mengidentifikasi korban dan kondisi kecelakaan (what, who, where,
when, why dan how)
2) Pemeriksaan khusus terhadap kecelakaan yang dilakukan oleh Ahli K3,
dokter perusahaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
3) Menentukan frekwensi dan tingkat keparahan kecelakaan (berat,
sedang, ringan)
4) Mengetahui sumber dan faktor bahaya yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan (penyebab langsung)
5) Memeriksa penyebab lain (faktor pendukung) yang mungkin
meningkatkan resiko kecelakaan.
Kelima tahapan ini untuk mengetahui akar permasalahan yang mengakibatkan
kecelakaan.
50
1) Pemeriksaan awal kerja bagi pegawai baru dan pegawai yang dipindahkan ke
lokasi lain yang memiliki faktor bahaya yang berbeda.
2) Pemeriksaan secara berkala bagi seluruh tenaga kerja minimal 1 tahun sekali
(medical check up)
3) Pemeriksaan khusus bagi tenaga kerja yang memiliki pekerjaan berisiko tinggi
dan apabila ada kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja
d. Training
Pelatihan dilakukan untuk memberi pengetahuan tentang K3 bagi tenaga. Ada 3
jenis pelatihan :
1) Pelatihan pada awal kerja bagi tenaga kerja baru
2) Pelatihan secara berkala bagi seluruh tenaga kerja untuk peningkatan
wawasan tentang K3
3) Pelatihan khusus bagi tenaga kerja yang harus memiliki kompetensi/ keahlian
khusus terutama bagi pekerjaan yang memiliki tanggung jawab dan resiko
tinggi.
e. Pemeliharaan peralatan dan fasilitas
Pemeliharaan peralatandan fasilitas perusahaan sangat penting bagi efisiensi dan
efektifitas proses produksi untuk itu harus dilakukan perawatan peralatan dan
fasilitas perusahaan secara berkala dan sesuai jadwal.
f. Pelaksanaan SOP
Semua aktivitas proses produksi harus dilaksanakan sesuai prosedur yang standar
dan secara berurutan agar risiko kecelakaan dapat diminimalkan.
g. Pemasangan Rambu-rambu peringatan
Pada kondisi tertentu tenaga kerja atau pengunjung tidak menyadari adanya faktor
bahaya yang ada. Untuk menghindari kecelakaan maka dilakukan Pemasangan
rambu-rambu peringatan berupa papan peringatan, poster, batas area aman dan
Safety Induction sesuai dengan faktor bahaya yang ada di tempat kerja.
h. Audit dan Inspeksi
Audit dan Inspeksi merupakan alat untuk memastikan efektivitas Sistem
Manajemen K3 dilakukan secara kosisten baik melalui audit dan inspeksi secara
internal maupun eksternal sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012
tentang Penerapan SMK3.
51
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenaga kerjaan
Departemen Tenaga Kerja No. Kep. 84/BW/1998.
b. Pelaporan ke Manajemen lini sebagai data masukan untuk melakukan strategi
pengendalian dan peningkatan program K3 di perusahaan serta sebagai
peringatan bagi tenaga kerja agar lebih berhati-hati dalam bekerja. Adapun
tujuan dari sistem pelaporan ini adalah untuk:
1) Memperkirakan penyebab dan besarnya permasalahan kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja dengan menganalisa data kecelakaan.
2) Mengidentifikasi pencegahan utama yang dibutuhkan sesuai skala prioritas
dari penilaian risiko.
3) Mengevaluasi efektivitas pencegahan yang sudah dilakukan.
4) Memonitor risiko bahaya, peringatan bahaya dan kampanye keselamatan
kerja
5) Mencari masukan informasi dari pencegahan yang sudah dilakukan pada
pihak-pihak yang terkait.
c. Pelaporan ke perusahaan asuransi untuk menentukan tingkat kecelakaan dan
besarnya santunan yang harus diberikan sesuai tingkat kecelakaan yang terjadi.
Jaminan Kecelakaan Kerja dapat dilihat pada Permenaker No 05 Tahun 1993
Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran
Santunan dan Pelayanan Jamsostek (Untuk Peserta Jamsotek) dan
Permenaker R.I. No. 04 Tahun 1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (Non
Peserta Jamsotek)
52
Jenis APD yang digunakan oleh tenaga kerja/pemakai, harus sesuai dengan bagian
tubuh yang dilindungi. Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya serta
nyaman dikenakan oleh tenaga kerja/pemakai. Peraturan yang berkaitan dengan APD
sebagai berikut:
53
Pemakaian APD harus diikuti dengan kedisiplinan dan kesadaran dalam
pelaksanaannya di lapangan, untuk itu perlu adanya kesadaran dari manajemen dari
segi pembinaan dan pengawasan serta tenaga kerja dari segi penggunaan APD di
tempat kerja.
4.9.3. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri dan Fungsinya
Sesuai dengan Permenakertrans No. 08/Men/VII/2010 Pasal 3 ayat (1) jenis-jenis
APD meliputi:
a. Pelindung kepala;
1) Fungsi alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda
keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas,
api,percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang
ekstrim.
2) Jenis-jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet) , topi
atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.
1) Fungsi Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya. Paparan partikel-
partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil,
panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun
yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau
benda tajam
2) Jenis Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman
(spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, dan kacamata
pengaman dalam kesatuan (full face masker).
c. Pelindung telinga;
1) Fungsi alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.
2) Jenis-jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup
telinga (ear muff).
d. Pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
1) Fungsi alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung
yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan
udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-
organisme,partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume,
dansebagainya
2) Jenis-jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker,
respirator, katrit, kanister,
Re-breather , Airline respirator, Continues Air Supply Machine= Air Hose Mask
Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing
Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency
breathing apparatus
e. Pelindung tangan; dan/atau
1) Fungsi pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin,
radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,benturan,
pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.
2) Jenis-jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit,
kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan
kimia.
f. Pelindung kaki.
1) Fungsi Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau
berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan
54
panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia
berbahaya dan jasad renik, tergelincir.
2) Jenis-jenis pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan
peleburan,pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang
berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin,
bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain
1) Fungsi pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau di
permukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur
keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam
(negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air.
2) Jenis - jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan
(life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device).
55
BAB V
Salah satu potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja diantaranya faktor
bahaya fisik (seperti : kebisingan, getaran, lingkungan kerja panas, lingkungan kerja dingin,
penerangan/pencahayaan, radiasi sinar UV), faktor bahaya kimia, faktor bahaya biologi,
faktor ergonomi, psikologi kerja. Khusus dalam modul ini hanya membahas tentang faktor
bahaya fisik yang berupa penerangan di tempat kerja. Penerangan selalu berhubungan
dengan sifat-sifat indera penglihatan manusia, dimana hampir setiap pelaksanaan pekerjaan
melibatkan fungsi mata untuk melihat benda-benda yang ada di sekitar dengan mudah.
Adapun standar sebagai acuan adalah Peraturan Menteri Perburuhan, yaitu : PMP
No. 7 tahun 1964, pada setiap tempat kerja harus mendapatkan penerangan yang cukup
untuk melakukan pekerjaan.
Untuk mengetahui seberapa besar pemaparan faktor fisik di lingkungan kerja dan
pengaruhnya terhadap kesehatan tenaga kerja, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan
yang memadai dalam mengenal, menilai/mengevaluasi dan mengendalikannya.
56
c. Jenis penerangan
d. Pengaruh penerangan terhadap mata
e. Kegunaan penerangan ditempat kerja
f. Cara mengatur penerangan
g. Pengukuran penerangan
h. Pengendalian
Sebuah benda akan terlihat bila benda tersebut memantulkan cahaya, baik yang
berasal dari benda itu sendiri maupun berupa pantulan yang datang dari sumber cahaya
lain, dengan demikian maksud dari pencahayaan dalam lingkungan kerja agar benda akan
jelas terlihat. Pencahayaan tersebut dapat diatur sedemikian rupa yang disesuaikan dengan
kesehatan mata dan kegairahan kerja atau membantu menciptakan lingkungan kerja yang
aman, nyaman sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi risiko kecelakaan,
meningkatkan produktifitas dan memperbaiki housekeeping.
Istilah-istilah yang sering digunakan didalam desain dan evaluasi pada tempat atau
ruangan yang diberi pencahayaan diantaranya adalah:
2. Lumen
Adalah satuan ukuran dari aliran sinar yang keluar dari sumber sinar. 1 candela = 4
lumen = 10 lm.
3. Level Illuminasi
Adalah banyaknya cahaya yang jatuh pada permukaan sebuah bidang, diukur dalam
satuan footcandle atau lux.
1 foot candle = 1 lm / ft2
1 Lux = 1 lm / m2 1 foot candle = 10,765 lux.
4. Luminance (kecerahan)
Adalah ukuran dari banyaknya cahaya yang dipancarkan dari permukaan sebuah
sumber sinar atau cahaya yang terpantul dari suatu permukaan yang dikenai cahaya.
57
Satuan yang dipakai adalah footlambert apabila area permukaan itu dihitung dalam
squarefeet (ft2). Permukaan yang memancarkan 1 lm/ft2 mempunyai luminance sebesar
1 footlambert. Jika permukaan diukur dalam satuan m2 maka luminance diukur dalam
satuan Candela/m2 .
5. Reflectance (daya pantul)
6. Luminaire
7. Lampu
8. Sumber cahaya
Berbagai jenis sumber cahaya yang dapat dipakai dan pada saat ini dipergunakan
antara lain ; lampu pijar/bohlam dan lampu neon/penerangan darurat (flurscent tube).
bila cahaya mengenai suatu permukaan yang kasar dan hitams maka semua cahaya
akan diserap, tetapi bila permukaan halus dan mengkilap maka cahaya akan
dipantulkan sejajar, sedangkan bila permukaan tidak rata maka pantulan cahaya akan
diffus. Pada pantulan cahaya sejajar mata tersebut akan melihat gambar dari sumber
cahaya, pada cahaya diffus mata melihat pada permukaan, sebagian dari pada
permukaan biasanya mempunyai sifat kombinasi sejajar dan diffus.
kemampuan mata untuk melihat sesuatu benda dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu :
- Ukuran objek/benda
- Cahaya pantul benda (Brighness)
- Kontras – waktu pengamatan
58
b. Pekerjaan yang harus membedakan barang-barang yang kecil, tetapi dilakukan
secara sepintas seperti mengerjakan barang-barang besi dan baja yang setengah
selesai, penggilingan padi, penyisihan bahan kapas, ruang penerima dan pengiriman
barang memerlukan pencahayaan sedikitnya 100 lux.
c. Pencahayaan untuk pekerjaan yang akan membedakan barang-barang kecil
dengan teliti seperti pemasangan alat-alat, pekerjaan bubut yang kasar, menjahit
bahan yang berwarna-warni, mengerjakan kayu dan melapisinya memerlukan
kekuatan pencahayaan sebesar 200 lux.
d. Pekerjaan yang membedakan secara teliti terhadap barang-barang yang kecil dan
halus seperti percobaan-percobaan yang teliti, pekerjaan dengan mesin yang rumit
dan membutuhkan ketelitian, pembuatan tepung, penenunan, pekerjaan kantor
dalam arti menulis, membaca, mengarsip dan menyeleksi surat-surat, membutuhkan
intensitas pencahayaan sebesar 300 lux.
e. Pencahayaan yang diperlukan untuk pekerjaan yang akan membedakan barang-
barang yang sangat halus dan kontras dalam waktu yang lama, seperti pekerjaan
dengan mesin-mesin yang halus, penyemiran yang halus dan pemotongan kaca,
mengukir kayu, mengetik, pekerjaan akuntansi, memerlukan intensitas pencahayaan
antara 500 – 1000 lux.
f. Pencahayaan untuk pekerjaan membedakan barang yang sangat halus dan kurang
kontras, seperti pekerjaan servis dan pembuatan jam tangan, tukang mas, penilaian
dan penyisihan tembakau, memerlukan intensitas pencahayaan sebesar 1000 lux.
Jika pencahayaan buatan menimbulkan kenaikan suhu di tempat kerja, kenaikan ini
tidak boleh mencapai lebih dari 320 C .
Sumber cahaya yang digunakan tidak boleh menyebabkan kesilauan pada mata,
berkedip-kedip atau menimbulkan bayangan yang dapat mengganggu.
Dalam ruang lingkup dengan pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran
objek, derajat kontras diantara objek dan sekelilingnya, luminensi (brightness) dari
penglihatan, yang tergantung dari pencahayaan dan pemantauan pada arah sipengamat
serta lamanya melihat.
59
5.8. Pengaruh Pencahayaan/penerangan
Penerangan buruk akan berakibat:
a. Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
b. Kelelahan mental.
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar mata.
d. Kerusakan indera mata.
e. Berpotensi meningkatan terjadinya kecelakaan.
f. Kesilauan
Silau merupakan gangguan utama terhadap penyesuaian dari retina dan dapat
dibedakan atas :
Kegunaan pencahayaan di tempat kerja adalah agar dapat melihat dengan mudah
objek kerja sehingga pekerjaan yang bersifat visual, dan membutuhkan ketelitian tinggi
dapat dilakukan dengan mudah, dapat memberikan lingkungan kerja yang aman dan
menjaga/ mempertahankan efisiensi kerja. Keuntungan yang diperoleh dari pencahayaan
yang baik antara lain; mengurangi kekeliruan/resiko kecelakaan, meningkatkan produksi dan
memperbaiki housekeeping. Pencahayaan di tempat kerja akan berpengaruh secara
langsung terhadap kapasitas visual pekerja.
a. Tajam Visual
Tajam Visual adalah kemampuan untuk membedakan secara cermat antara objek
dengan pelatarannya. Contohnya huruf-huruf pada circuit board printer lebih sukar
dilihat dibandingkan apabila huruf-huruf itu telah dicetak pada kertas meskipun ukuran
huruf itu sama kecilnya.
Tajam visual meningkat bersamaan dengan meningkatnya level iluminasi pada bidang
visual.
Tajam visual meningkat bersamaan dengan perbedaan luminance antara objek dengan
perantaranya.
Tajam visual akan lebih baik pada objek yang gelap diatas pelataran terang dibanding
objek terang diatas pelataran gelap.
b. Peka kontras
Peka kontrans adalah kemampuan untuk mengenali perbedaan meskipun sangat
sedikit. Misalnya melihat noda abu-abu pada pakaian berwarna akan lebih sukar
daripada noda itu pada pakaian putih. Peka kontras akan meningkat bersamaan
dengan meningkatnya level iluminasi.
60
c. Kecepatan persepsi
Adalah waktu yang diperlukan pada saat melihat suatu objek dengan persepsi
visualnya. Kecepatan persepsi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kecerahan
dan kekontrasan antara objek dengan peralatannya.
Dalam praktek ternyata apabila ada peningkatan pada tajam visual, maka secara
serentak akan dibarengi oleh peningkatan peka kontras dan kecepatan persepsi. Menurut
Lukiesh, meningkatnya level iluminasi dari 10 lux ke 1000 lux menimbulkan kenaikan tajam
visual 100 - 170 %, dan peka kontras menjadi 450 %. Pada saat yang sama akan
berkurang ketegangan otot serta angka kedipan mata. Keadaan ini disebabkan
berkurangnya ketegangan syaraf karena meningkatnya level iluminasi tersebut.
Untuk mengatur penerangan ruangan yang baik maka lima pedoman berikut perlu
diperhatikan :
Permukaan dari semua bidang dan objek yang besar pada bidang fisual mempunyai
kecerahan yang merata.
Bagian pusat dan tengah bidang fisual, kontras dari kecerahan permukaan tidak boleh
melampaui rasio 1 : 3.
Bagian Pusat dan Pelatarannya atau didalam bagian luar dari bidang visual,
kontrasnya tidak boleh melebihi rasio 1 : 10.
Permukaan Yang Cerah Harus Berada Di Pusat bidang visual dan menggelap kearah
pinggiran.
Kontras yang melampaui dibagian bawah atau samping dari bidang visual akan lebih
mengganggu dari pada bagian atas.
Kualitas pencahayaan selain ditentukan oleh level iluminasi dari sumber cahaya
dipengaruhi juga oleh daya pantul (reflectance) dari permukaan bidang-bidang yang dikenai oleh
cahaya.
Didalam ruang kerja, jumlah cahaya yang dipantulkan dari berbagai permukaan
sebaiknya :
Langit-langit : 80 – 90 %
Dinding : 40 – 60 %
61
Mebel : 25 – 45 %
Mesin, alat-alat : 30 – 50 %
Lantai : 20 – 40 %
Penerangan diukur dengan alat Lux Meter, alat ini bekerja berdasarkan pengubahan
energi cahaya menjadi listrik oleh foto electric cell, 1 Lux = 1 lumen/m2.
a. Peralatan Pengukuran
Alat untuk mengukur intensitas pencahayaan adalah Lux meter . Prinsip kerja luxmeter
adalah mengubah energi cahaya menjadi tenaga listrik oleh photoelectric cell.
b. Prosedur Pengukuran
Pengukuran Intensitas Penerangan Lokal
Caranya : Tempatkan lux meter dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan dan
ukur intensitas penerangannya.
1. Untuk ruang kerja < 10 m2, bagi ruangan kerja menjadi beberapa bagian yang
masing-masing berukuran 1 m x 1 m. Pengukuran dilakukan setinggi 1 m
dari lantai. Orang yang melakukan pengukuran dilarang membelakangi
sumber penerangan. Hasil dari pengukuran tersebut di rata-ratakan sebagai
intensitas penerangan umum.
3. Untuk ruang kerja > 100 m2 bagi ruangan kerja menjadi beberapa bagian yang
masing-masing berukuran 6 m x 6 m. Pengukuran dilakukan setinggi 1 m
dari lantai. Orang yang melakukan pengukuran dilarang membelakangi
sumber penerangan. Hasil dari pengukuran tersebut di rata-ratakan sebagai
intensitas penerangan umum.
5.12. Pengendalian
Data hasil pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja dicatat pada lembar
formulir berikut:
62
Formulir Data Pengukuran Intensitas Pencahayaan
Nama Perusahaan :
Alamat :
Jenis Perusahaan :
Tanggal Pengukuran :
Petugas :
Petugas
( ...................... )
63
Dalam praktek perlu dihindari hal-hal berikut ini:
Pemilihan lampu secara tepat, yang tidak menjadi pelambang kedudukan seseorang
melainkan dimasuksudkan untuk penerangan.
Penempatan sumber-sumber cahaya terhadap meja dan mesin, juga diperhitungkan
letak jendela.
Penggunaan alat-alat pelapis yang tidak atau mengkilat (untuk dinding, lanatai, meja,
dll)
Penyaringan sinar matahari langsung
Adanya debu atau kotoran yang menenpel pada bola lampu dan kap / penutupnya.
Cahaya yang keluar dari bola lampu semakin lama akan semakin menurun karena
pemakaian.
Sumber cahaya yang alami perlu mendapatkan perhatian dengan menjaga kebersihan
jendela, lobang-lobang.
Perencanaan penambahan, perubahan letak ataupun penggantian barang-barang yang
ada di ruang kerja, sebaiknya memperhatikan arah cahaya dan tidak mengganggu
penyebaran pencahayaan.
64
BAB VI
IKLIM KERJA PANAS
Perkembangan dan pertumbuhan sektor industri di Indonesia pada saat ini relatif
dinamis dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kondisi seperti ini dapat
mendatangkan keuntungan bagi pembangunan ekonomi, namun sisi lain juga dapat
menimbulkan dampak risiko terjadinya bahaya atau kecelakaan seperti kebakaran,
peledakan, penyakit akibat kerja dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan harta
benda dan nyawa manusia bahkan menimbulkan kerusakan lingkungan kerja dan
lingkungan sekitar.
Salah satu potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja diantaranya faktor
bahaya fisik (seperti : kebisingan, getaran, iklim kerja panas, iklim kerja dingin,
penerangan/pencahayaan, radiasi sinar UV), faktor bahaya kimia, faktor bahaya biologi,
faktor ergonomi, psikologi kerja. Khusus dalam modul ini hanya membahas tentang faktor
bahaya fisik yang berupa iklim kerja panas.
Adapun standar sebagai acuan adalah Peraturan Menteri Perburuhan, yaitu : PMP
No. 7 tahun 1964, pada setiap tempat kerja harus mendapatkan penerangan yang cukup
untuk melakukan pekerjaan.
Untuk mengetahui seberapa besar pemaparan faktor fisik di lingkungan kerja dan
pengaruhnya terhadap kesehatan tenaga kerja, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan
yang memadai dalam mengenal, menilai/mengevaluasi dan mengendalikannya.
a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2, pasal 3 ayat 1,f,g,I,j,k,l,m
pasal 5, pasal 8, pasal 9, dan pasal 14
b. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang persetujuan Konvensi ILO No. 120
mengetahui Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor pasal 7.
c. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan kebersihan
serta penerangan dalam tempat kerja
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
e. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/BW/BK/1984, tentang Pengesahan alat
pelindung diri.
Setelah mempelajari materi iklim kerja panas, peserta latih diharapkan dapat
mengerti dan menjelaskan mengenai iklim kerja panas di tempat kerja.
65
Menjelaskan evaluasi/pengukuran iklim kerja panas di tempat kerja.
Menjelaskan tentang Standar pemaparan di tempat kerja panas dan
menjelaskan cara pengendaliannya
Pada prinsipnya pengaruh lingkungan kerja panas terhadap tenaga kerja berlaku
teori fisika yang dikenal dengan perpindahan panas (heat transfer) dan keseimbangan
panas (heat balance). Yaitu apabila ada dua benda yang mempunyai perbedaan suhu,
maka benda yang ber-suhu lebih tinggi akan melepaskan panas dan yang ber-suhu lebih
rendah akan menerima panas.
Perpindahan panas tersebut berlangsung secara, konveksi, konduksi dan
radiasi.Sedang beban panas yang diterima akan dilepaskan melalui proses evaporasi untuk
menghindari timbulnya akumulasi panas. Namun kemampuan manusia untuk melepaskan
panas secara evaporasi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama kecepatan
gerakan udara, kelembaban dan individual.
Pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan, dapat ditunjukan pada
persamaan sebagai berikut :
M + K + C + R + E = 0
66
Keterangan :
M = panas metabolisme K = panas konduksi
C = panas konveksi R = panas radiasi
E = panas evaporasi
Pemaparan panas secara berlebihan dapat menimbulkan efek kesehatan dari yang
ringan sampai kehilangan kesadaran dan kematian. Beberapa gangguan kesehatan yang
dapat disebabkan oleh iklim kerja panas :
Heat Rash, timbulnya ruam-ruam pada kulit.
Heat Cramps, terjadi karena pengeluaran keringat secara berlebihan akibat
lingkungan yang sangat panas, sehingga menyebabkan tubuh kehilangan garam
Natrium. Gejalanya : kejang-kejang pada otot tubuh dan perut serta rasa sakit.
Heat Exhaustion, terjadi karena tubuh kehilangan banyak cairan, karena pengeluaran
keringat secara berlebihan, sehingga menimbulkan kelelahan, mual, pusing dan sakit
kepala.
Heat Stroke, penderita biasanya laki-laki dengan pekerjaan berat dan terpapar panas
yang sangat tinggi, dan belum beraklimatisasi. Gejala yang dapat timbul adalah
muka/mulit merah atau panas, suhu tubuh meningkat dan tidak sadarkan diri.
67
ISBB = 0,7 SBA + 0,2 SG + 0,1 SK (untuk di luar ruangan)
Pengukuran ISBB dapat dilakukan dengan menggunakan alat Heat Stress Monitor /
Thermal Environment Monitor (digital).
Prosedur pengukuran:
Pasang tripod penyangga Thermal Environment Monitor.
Letakan alat pada titik pengukuran dengan ketinggian > 1 m dari lantai.
Basahi kain kasa dengan aquades secukupnya pada alat pengukur suhu basah,
pastikan kain kasa dalam kondisi bersih.
Tekan tombol pada “I/O enter” hingga alat on dan menampakan menu utama.
Pastikan voltage batterei lebih dari atau sama dengan 6,4 volts, jika kurang gantilah
batterei dengan yang baru.
Tunggu kurang lebih 10 menit, agar sensor stabil.
Tekan tombol panah “V” atau “Δ” hingga layar menunjukan parameter yang
diinginkan (ISBB in, ISBB out, Wet, Dry, Globe, RH)
Tekan tombol “RUN STOP” untuk memulai pengumpulan data dengan cara data
logging.
Tekan tombol “RUN STOP” untuk mengakhiri pengumpulan data dengan cara data
logging.
Catat hasil pengukuran pada lembar formulir yang telah disediakan, jika dicatat
secara manual.
Tekan tombol “I/O enter” dan tahan hingga layer menunjukan angka 3-2-1 dan
akhirnya alat off.
Data hasil pengukuran iklim kerja dicatat pada lembar formulir sebagai berikut :
68
Formulir Data Pengukuran Iklim Kerja
Nama Perusahaan :
Alamat :
Jenis Perusahaan :
Tanggal Pengukuran :
Alat yang digunakan :
Petugas :
…. , ………………….. 20……
Petugas
( …………………. )
6.7.3. Penilaian
Dalam melakukan penilaian tingkat bahaya yang disebabkan oleh lingkungan kerja panas,
hasil ISBB dapat dibaca dengan tabel yang ditetapkan, sehingga dapat drekomendasikan
maksimum pemaparan yang diperkenankan (allowable exposure time), dan waktu minimum
yang diperlukan untuk istirahat (minimum recovery time).
69
Membaca tabel ISBB
a. Beban kerja “ringan”
ISBB=30,0o C, bisa kerja terus menerus selama 8 jam kerja
ISBB=30,6o C, kerja 45 menit, istirahat 15 menit
ISBB=31,4o C, kerja 30 menit, istirahat 30 menit
ISBB=32,2o C, kerja 15 menit, istirahat 45 menit
b. Beban kerja “sedang”
ISBB=26,7o C, bisa kerja terus menerus selama 8 jam kerja
ISBB=28,0 oC, kerja 45 menit, istirahat 15 menit
ISBB=29,4oC, kerja 30 menit, istirahat 30 menit
ISBB=31,1oC, kerja 15 menit, istirahat 45 menit
c. Beban kerja “berat”
ISBB=25,0oC, bisa kerja terus menerus selama 8 jam kerja
ISBB=25,9oC, kerja 45 menit, istirahat 15 menit
ISBB=27,9oC, kerja 30 menit, istirahat 30 menit
ISBB=30,0oC, kerja 15 menit, istirahat 45 menit
70
BAB VII
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Radiasi
dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengion, yaitu : Radiasi pengion
(ionizing radiation) dan radiasi non pengion (non-ionizing radiation).
71
Gambar.7.1. Sumber Pancaran Berbagai Jenis Radiasi
72
Pemanfaatan radiasi di bidang medis :
1. Diagnostic radiografi
Penggunaan X-ray untuk mendiagnosa suatu kelainan pada tubuh.
2. Radiasi nuklear:
Penggunaan bahan radioaktif untuk diagnosis dan pengobatan
3. Radioterapi
Terapi radiasi sinar-X untuk membunuh sel kanker
Berbagai kasus kebocoran bahan radioaktif telah banyak terjadi yang menimbulkan
penderitaan, korban jiwa maupun harta benda. Contohnya adalah Kasus Chernobyl (Rusia)
yang terjadi pada 27 April 1986. Ledakan dan kebakaran terjadi pada reaktor sehingga
menimbulkan kebocoran bahan radioaktif hingga ratusan mil. Dua orang pekerja meninggal
seketika akibat luka bakar. Ratusan orang dirawat akibat radiasi akut (radiation sickness)
dan 29 orang diantaranya meninggal dunia setelah dirawat beberapa minggu (1- 4 minggu)
akibat radiasi akut. Paparan radiasi tersebut juga menimbulkan dampak terhadap
lingkungan.
Paparan rata2
Populasi Jumlah
(mSv)
Petugas pengendali 240.000 >100
Petugas evakuasi 116.000 >33
Penduduk sekitar 270.000 >50
Paparan dari alam (sekitar) dan dari prosedur medis
Paparan dari alam/sekitar 2,4 mSv
(background)
73
Gambar 7.4. Paparan radiasi terhadap manusia dan lingkungan
74
Gambar. 7.5. Efek radiasi terhadap sel
75
sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh
dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang
menjadi jaringan ganas atau kanker.
Yang termasuk efek stokastik adalah mutagen (kerusakan gen atau
kromosom, teratogen (cacat bayi dalam kandungan), dan karsinogen
(menyebabkan kanker).
70 Muntah
76
90 Diare
100 perdarahan
400 Kematian dari dosis fatal Dalam 2 bulan
Kerusakan dinding usus
1000 Perdarahan dalam 1-2 minggu
kematian
Kerusakan sistem saraf
pusat Menit
2000
Kehilangan kesadaran jam sampai hari
kematian
Gambar 7.7. Efek paparan radiasi oleh lr-192 (185 GBq) selama 2 jam
77
Gambar 7.8. Luka pada telapak tangan dan paha akibat kecelakaan radiasi Cesium-
137
Pemajanan radiasi menimbulkan efek biologi yang tergantung pada beberapa hal,
yaitu :
1. Sifat dari sumber radiasi, intensitas radiasi mempengaruhi penetrasi atau
dalamnya radiasi menembus.
2. Sifat yang berkaitan dengan pemajanan, seperti waktu pemajanan dan jarak dari
sumber pemajanan.
3. Jenis jaringan tubuh/ sel, ukuran dan fungsi organ mempunyai kepekaan berbeda-
beda terhadap pajanan radiasi.
Faktor Risiko
Organ tubuh mempunyai sensitifitas yang berbeda terhadap paparan radiasi. Tabel
4. Menunjukkan faktor risiko timbulnya kanker pada organ tubuh menurut United Nation
Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation-UNSCEAR. Misal, jika 100 orang
terpapar radiasi sebesar 1 Sievert (Sv), maka terdapat kemungkinan bahwa 1 dari 100
orang tersebut akan terkena kanker pada organ reproduksinya.
78
No. Organ Tubuh Faktor Risiko
Tabel 7.3. Timbulnya kanker pada organ tubuh, menurut United Nation
Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation
UNSCEAR
Pemajanan radiasi dalam jaringan tubuh tergantung pada sifat fisik dan kimia dari
bahan radioaktif. Contoh:
Radioaktif iodine, umumnya mempengaruhi/terkonsentrasi pd kelenjar thyroid;
Strontium-90, mengendap pada tulang;
Cesium, pd jaringan lunak
Setelah terakumulasi dalam tubuh, konsentrasinya dapat menurun setelah beberapa
waktu melalui peluruhan atau proses biologi (lodine-131, waktu peluruhan 7 hr; plutonium-
239, 24 000th; strontium-90, 28 tahun).
7.5.3. Pengendalian
Mengingat bahaya radiasi terhadap kesehatan maka terdapat persyaratan proteksi
radiasi yang berlaku umum, yaitu :
a. Justifikasi
Tidak menerapkan/menggunakan radiasi, kecuali jika ada manfaat yang lebih
besar (positive net benefit)
b. Optimisasi
Tidak ada nilai/kadar radiasi yang diasumsikan benar-benar aman atau tanpa
resiko. Sehingga dalam pengendalian sebaiknya menggunakan prinsip ALARA
(Keep the Dose As Low As Reasonably Achievable), yaitu menekan pemajanan
serendah mungkin.
c. Limitasi
Jika paparan radiasi tidak dapat dilaksanakan serendah mungkin maka perlu
diterapkan berdasarkan Standar pemajanan/ Dosis sesuai rekomendasi.
Standar pemajanan atau ambang batas yang direkomendasikan oleh
'International Commission on Radiological Protection' didasarkan pada dosis
ekivalen yang diterima oleh seluruh tubuh dalam pemajanan setahun, yaitu :
20 mSv untuk tenaga kerja; dan
1 mSv untuk masyarakat umum
79
Pemasangan pagar, label dan tanda peringatan bahaya radiasi.
Penggunaan alat pelindung diri (pakaian, kaca mata, dsb) ,
Pelatihan dan pengawasan
Emergency preparadness, yaitu kesiap-siagaan jika terjadi keadaan darurat.
Gambar.7.10. Surveimeter
80
Gambar.7.11. Spektrum gelombang elektromaknetik
a. Gelombang Radio/ TV
Pemaparan radiasi gelombang radio/TV pada jangka panjang dapat menimbulkan
kelainan syaraf, gangguan pembentukan sel darah merah, leukemia, dsb.
81
b. Gelombang Mikro
Efek yang ditimbulkan gelombang mikro disebabkan oleh pengaruh termal dan non
termal (medan elektromagnet, molekular dan modulasi). Pemajanan terjadi melalui
proses absorbsi, dipantulkan dan dapat berpenetrasi ke dalam tubuh tergantung pada
panjang gelombangnya. Jaringan dengan kandungan air lebih besar akan
memudahkan absorbsi gelombang mikro ke dalam tubuh. Radiasi gelombang mikro
dapat menyebabkan gangguan sistem syaraf, gangguan reproduksi dan dugaan
leukemia.
c. Infra Merah
Radiasi sinar infra merah dapat menyebabkan katarak pada mata dan kulit terbakar.
Disamping itu juga ada dugaan dapat menimbulkan gangguan reproduksi, sistem
syaraf dan jantung.
d. Sinar Tampak
Sinar tampak mempunyai pengaruh/efek untuk lingkungan kerja khususnya sifat terang
dan redupnya cahaya/sinar. Pencahayaan yang kurang dan kesilauan (glare) dapat
menimbulkan kelelahan dan ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja.
e. Ultra Violet
Radiasi ultra violet dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi tenaga kerja,
khususnya pada pekerja yang melakukan pekerjaan dibawah sinar matahari (outdoor
work) dan di tempat kerja yang menggunakan peralatan yang memancarkan sinar ultra
violet.
Konjunctivitas, keratitis, kulit terbakar, dan keratosis terjadi pada pemajanan jangka
pendek, sedangkan katarak dan kanker kulit merupakan pemajanan radiasi UV jangka
panjang.
82
7.6.3. Pengendalian
Pada prinsipnya pengendalian bahaya radiasi non pengion adalah melalui
pembatasan waktu paparan; penyekatan; dan menjauhkan dari sumber paparan. Secara
hukum (peraturan perundangan), Permenaker No.13/Men/2011 tentang Nilai Ambang Batas
(NAB) faktor fisik dan kimia di tempat kerja, membatasi paparan radiasi non pengion
sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan bahaya radiasi non pengion di tempat kerja:
Untuk radiasi gelombang mikro dengan frekuensi 3 - 300 GHz adalah 10 mW/cm2,
berlaku untuk pemajanan seluruh tubuh dari satu sumber pemajanan atau lebih untuk
waktu maksimum 6 menit.
Untuk radiasi infra merah dengan panjang gelombang lebih dari 770 nm. Standar
pemajanan adalah 10 mW/cm2
Pemajanan radiasi sinar tampak dibatasi 10 mW/cm2 untuk 10.000 detik (atau 3 jam).
Iradiasi efektif (Eef) ultra violet (panjang gelombang 180 - 400 nm) untuk waktu 8 jam
per hari adalah 0,1 (iW/Cm2 .
83
BAB VIII
KEBISINGAN DAN VIBRASI
Salah satu potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja diantaranya faktor
bahaya fisik (kebisingan, getaran, lingkungan kerja panas, lingkungan kerja dingin,
penerangan/pencahayaan, radiasi sinar UV), faktor bahaya kimia, faktor bahaya biologi,
faktor ergonomi, psikologi kerja. Khusus dalam materi ini hanya membahas tentang faktor
bahaya fisik yang berupa kebisingan dan vibrasi di tempat kerja.
Pengaruh negatif akibat terpapar faktor bahya fisik terhadap tenaga kerja akan
uraikan pada masing-masing sub bab dalam modul ini. Nilai Ambang batas (NAB) faktor
bahaya fisik seperti kebisingan, getaran, iklim kerja diatur dalam Permenaker No.
13/MEN/X/ 2011, untuk pemaparan 8 jam kerja per-hari atau 40 jam kerja per-minggu
Untuk mengetahui seberapa besar pemaparan faktor fisik di lingkungan kerja dan
pengaruhnya terhadap kesehatan tenaga kerja, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan
yang memadai dalam mengenal, menilai/ mengevaluasi dan mengendalikannya.
Menjelaskan pengertian, karakteristik dan jenis paparan bising serta paremer vibrasi
(getaran).
84
Menjelaskan Fisiologi Pendengaran, Patologi NIHL dan Efek Kebisingan dan vibrasi
(getaran) terhadap Kesehatan.
Ruang lingkup materi ini adalah Kebisingan dan Vibrasi yang merupakan salah satu
komponen agar pekerja dapat bekerja dengan cepat, nyaman dan aman. Kebisingan dan
vibrasi tersebut dapat diatur sedemikian rupa yang disesuaikan dengan Nilai Ambang Batas
agar kesehatan dan kegairahan kerja para tenaga kerja meningkat dan membantu
menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman sehingga dapat meningkatkan efisiensi
kerja, mengurangi risiko kecelakaan, meningkatkan produktifitas dan memperbaiki
housekeeping.
8.5. Kebisingan
Bunyi atau suara adalah sesuatu yang dapat didengar. Bunyi merupakan energi
yang merambat melalui media (padat, cair, gas) yang kemudian diterima oleh telinga.
Kualitas bunyi ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi dan kecepatan. Nilai
Ambang Batas Kebisingan adalah besarnya level suara dimana tenaga kerja masih berada
dalam batas aman untuk bekerja 8 jam / hari atau 40 jam / minggu. Nilai Ambang Dengar
adalah suara yang paling lemah yang masih dapat di dengar telinga.
a. Frekuensi
Frekwensi adalah jumlah fluktuasi yang terjadi pada satu waktu. Satuan yang biasa
digunakan adalah siklus per detik atau Hertz (Hz). Telinga manusia dapat merespon
bunyi paling rendah pada 20 Hz dan paling tinggi adalah 20.000 Hz, hal ini tergantung
pada kepekaan masing-masing individu dan juga dipengaruhi oleh proses penuaan,
penyakit dan karena terpapar kebisingan. Suara atau bunyi yang terjadi umumnya
terdiri dari berbagai frekuensi dari berbagai sumber. Telinga manusia umumnya
memiliki sensitifitas pada frekuensi antara 1000 Hz hingga 4000 Hz.
b. Intensitas bunyi
Intensitas bunyi adalah besarnya energi yang digetarkan partikel udara yang ditangkap
oleh telinga. Intensitas bunyi dinyatakan dalam besarnya energi per unit waktu atau
biasa dinyatakan dalam N/m2 (atau Pascal). Telinga manusia mempunyai ambang
dengar terendah 0,00002 N/m2 dan ambang dengar tertinggi adalah 200 N/m2 karena
kisaran ambang dengar tersebut sangat besar maka untuk mempermudah
85
penggunaannya maka digunakan skala logaritma yang disebut desibel (dB). Besarnya
intensitas bunyi adalah bunyi dari sumber dengan ambang dengar standar dimana
orang dapat mendengar.
Keterangan :
Lp = intensitas bunyi
Dilingkungan industri, kebisingan bisa berasal dari lebih satu sumber bunyi, oleh
karena itu sumber-sumber tersebut tidak bisa diabaikan. tetapi harus diperhitungkan,
karena perhitungan intensitas bunyi dalam desibel logaritmik maka bunyi secara
kumulatif bukanlah pejumlahan secara aljabar. Efek kebisingan gabungan dapat
menggunakan tabel sederhana sebagai berikut:
86
Perbedaan intensitas bunyi dalam dB Penambahan pada
intensitas yg lebih tinggi
0 atau 1 3
2 atau 3 2
4 sampai 9 1
10 atau lebih 0
c. Kecepatan
Kecepatan bunyi (v) tergantung pada jumlah panjang gelombang (λ) dan frekuensi (f) .
Panjang gelombang adalah jarak antara 2 titik yang berbeda pada suatu gelombang.
Panjang gelombang (lamda) merupakan alat yang berguna untuk mengontrol
kebisingan dan dihitung berdasarkan frekwensi (f) dan velocity (c). Rumus panjang
gelombang adalah :
λ =c/f
V=f. λ
Kebisingan terus menerus ialah kebisingan yang sifatnya relatif stabil dan tidak
terputus-putus. Kebisingan jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin-mesin yang
berputar (rotary equipment) ataupun udara yang keluar dengan tekanan tinggi pada
saluran yang sempit. Bising seperti ini mudah dianalisa frekuensinya.
Impact noise adalah kebisingan yang menghentak dengan keras, seperti suara
dentuman meriam, bom meledak, dan lain-lain. Jarang ditemui kecuali pada pekerjaan
konstruksi. Tenaga kerja dilarang berada didaerah dengan impact noise mencapai
tingkat kebisingan peak 140 dBA.
a. Fisiologi Pendengaran
Fungsi dasar mekanisme pendengaran adalah mengumpulkan, meghantarkan dan
menerima suara dari lingkungan. Anatomi telinga dibagi dalam 3 bagian yaitu:
87
Bagian yang kelihatan dari luar adalah daun telinga berfungsi sebagai alat untuk
menyalurkan suara ke telinga bagian tengah. Saluran ini ditutupi oleh sejumlah
rambut dan mengandung kelenjar pelumas yang mengeluarkan “ lilin “ berlemak
berwarna coklat. Lilin tersebut berfungsi untuk melindungi telinga bagian tengah
terhadap masuknya benda-benda asing.
Bagian luar dan tengah berfungsi untuk menghantarkan gelombang suara ke bagian
dalam, syaraf pendengaran dan pusat otak
- Tinnitus
Kebisingan selain dapat menyebabkan tuli atau penurunan daya dengar yang
bersifat sementara atau menetap, juga dapat menyebabkan tinnitus dimana
telinga terasa berdengung yang sangat mengganggu.
88
- Trauma Akustik
Kebisingan yang sangat keras terutama akibat kebisingan impulsif seperti suara
ledakan. dapat menyebabkan kerusakan pendengaran yang disebut trauma
akustik. Suara bising yang sangat tinggi tidak hanya merusak sel rambut pada
telinga dalam tetapi juga dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga.
Gendang telinga dapat pulih kembali setelah beberapa waktu, namun sel rambut
yang rusak tidak dapat kembali.
- Presbicusis
Menurunnya daya dengar karena usia lanjut yang khususnya terjadi pada
frekwensi 4000 – 6000 Hz. Dengan pemajanan kebisingan maka penurunan daya
dengar karena usia lanjut itu akan makin cepat.
89
97 30 menit
100 15 menit
103 7,5 menit
106 3,75 menit
109 1,88 menit
112 1,44 menit
115 28,12 detik
118 14,06 detik
121 7,03 detik
124 3,52 detik
127 1,76 detik
130 0,88 detik
133 0,44 detik
136 0,22 detik
139 0,11 detik
Sound level meter adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya
tekanan suara atau intensitas suara dengan lokasi tetap dan waktu pengukuran
tertentu. Alat ini biasanya dilengkapi dengan mikrofon, preamplifier, frequency
weighting network, range control amplifer , detector, display dan output dan kalibrator,
namun alat ini akan semakin bermakna bila dilengkapi dengan octave band analyzer.
Sound level meter terdiri dari mikropon yang meneruskan fluktuasi bunyi (signal)
menjadi signal arus listrik dalam voltmeter dan kemudian dikalibrasi sehingga terbaca
sebagai desibel (dBA). Hasil pengukuran ini merupakan intensitas bunyi rata-rata.
90
Sound level meter dilengkapi juga dengan 2 indikator kecepatan menangkap suara
bising yang ditunjukan oleh jarum indikator serta bisa diatur pada pergerakan cepat
(Fast) atau lambat (Slow). Untuk mengukur suara yang tetap dan terputus-putus
digunakan pergerakan jarum lambat (Slow), sedangkan untuk suara yang cepat dan
menghentak digunakan indikator jarum yang bergerak cepat (Fast).
b. Noise dosimeter
Noise dosimeter merupakan jenis alat yang dapat digunakan untuk mengukur
kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja selama waktu kerja (8 jam) atau bagi
tenaga kerja yang mempunyai mobilitas kerja tinggi.
91
Formulir Data Pengukuran Kebisingan
Nama Perusahaan:
Alamat :
Jenis Perusahaan :
Tanggal Pengukuran :
Petugas
Petugas
( …………………………)
92
8.6. Getaran
8.6.1. Pengertian dan Ruang Lingkup
Getaran dapat terjadi karena adanya efek dinamis berupa gesekan antar bagian
mesin atau putaran mesin. Sumber pemaparan biasanya berasal dari peralatan kerja,
mesin kendaraan (forklift), mesin gergaji, mesin bor, gerinda dan lain-lain.
Getaran yang ditimbulkan oleh peralatan dan mesin yang bergetar dapat memapari
tubuh tenaga kerja. Getaran ini akan menjalar pada bagian tubuh yang terpapar, sehingga
bagian tubuh yang terpapar getaran dapat ikut bergetar. Contoh peralatan kerja dan mesin-
mesin yang dapat menyebabkan terjadinya getaran sbb:
Pada getaran ada 4 (empat) parameter utama, yaitu : frekuensi, akselerasi atau
percepatan (acceleration), kecepatan (velocity) dan simpangan (displacement).
93
Gambar 8.2. Besaran fisis getaran
Bila tubuh tenaga kerja terpapar oleh getaran dalam waktu lama,
3. Amplitudo getaran
Ada 2 (dua) jenis getaran yang dapat memapari tenaga kerja di tempat kerja, yaitu:
Biasanya getaran jenis ini dapat menyebabkan Hand Arm Vibration Syndrome
(HAVS) pada frekuensi 5 Hz – 1500 Hz, dan sering juga terjadi pada frekuensi 125 –
300 Hz. Pada gambar 3 dibawah diperlihatkan peralatan yang dapat menimbulkan
hand arm vibratin. Contoh dari peralatan yang dapat menimbulkan terjadinya Hand
Arm Vibration yaitu mesin gergaji, mesin bor atau martil pneumatik dan lain-lain.
94
Gambar 8.3. Sumber Hand Arm Vibration
95
Kehutanan Getaran Seluruh Tubuh dan Traktor, Gergaji listrik
Getaran Lengan Tangan
Pengecoran logam Getaran Lengan Tangan Pisau Pemotong, Peralatan
Pneumatic
Furnitur manifaktur Getaran Lengan Tangan Pahat Pneumatic
Maintenance Getaran Lengan Tangan
Besi dan Steel Getaran Lengan Tangan Peralatan tangan yang bergetar
Lumber Getaran Lengan Tangan Chainsaw
Pekerjaan metal Getaran Seluruh Tubuh dan Bor, Alat untuk menaburkan pasir
Getaran Lengan Tangan (sanders), Gerinda,
Stand Grinding
Pertambangan Getaran Seluruh Tubuh dan Kendaraan, Bor batu (rock drill)
Getaran Lengan Tangan
Tekstil Getaran Lengan Tangan Mesin jahit, Alat Tenun
Transportasi Getaran Seluruh Tbuh Kendaraan
96
Bila tenaga kerja terpapar oleh getaran lengan tangan, efek dalam jangka waktu
pendek yang akan timbul adalah kelelahan dan ketidak nyamanan saat bekerja
serta turunnya produktivitas kerja.
Risiko HVAS sering terjadi pada kumulatif trauma pemaparan getaran selama
2000 jam dan paling sering terjadi pada pemaparan lebih dari 8000 jam. Contoh
Hand Arm Vibration Syndrome adalah sebagai berikut:
97
Gambar 8.6. Carpal Tunnel Syndrome
Gejala yang timbul akibat hand arm vibration syndrome adalah mati rasa yang
sifatnya sementara pada ujung jari tetapi tidak mempengaruhi aktivitas kerja.
Selanjutnya ujung jari memutih, ada rasa sakit jika aliran darah kembali normal.
98
Gambar 8.7. Lower-back pain
99
8.6.5. Standar Pemaparan
Intensitas getaran diukur dalan percepatan dengan satuan (m/dt 2 ) atau kecepatan
(m/dt). Standar Nilai Ambang Batas (NAB) getaran di Indonesia didasarkan pada
Permenaker No. PER. 13/MEN/X/2011, sebagai berikut :
Monitoring dan pengukuran getaran perlu dilakukan secara berkala, baik terhadap tenaga
kerja yang terpapar hand arm vibration maupun terhadap whole body vibration.
100
Prosedur Pengukuran Getaran adalah:
- Pilih sensor atau tranduser untuk lengan dan tangan (sensor ukuran kecil
- Tekan tombol “Menu/ Enter” untuk memilih setting yang diinginkan (ikuti
- Mematikan alat, tekan tombol “Pausu” dan “Start-Stop” bersamaan sampai alat
OFF.
- Pilih sensor atau tranducer untuk getaran seluruh tubuh (sensor piringan hitam).
- Posisikan sensor pada titik yang ditentukan (kaki, punggung atau tempat
duduk).
- Mematikan alat, tekan tombol “Pause” dan “Start-Stop” bersamaan sampai alat
OFF.
101
Setelah melakukan pengukuran intensitas getaran, catat data tersebut pada formulir
sebagai berikut :
Nama Perusahaan :
Alamat :
Jenis Perusahaan :
Tanggal Pengukuran :
Petugas :
No. Bagian / Lokasi Waktu Getaran Acc Getaran Vel Sumber Ket
(m/det2) Getaran
(m/dt)
…… , ………………… 2009
Petugas
( …………………. )
102
BAB IX
103
9.2. Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan faktor kimia adalah:
1.UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.187/MEN/1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya
3.Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
4.Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.03/MEN/1985 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
104
6. Nilai Ambang Batas adalah adalah kadar rata-rata bahan kimia yang boleh memapari
tenaga kerja selama 8 jam kerja per hari atau 40 jam dalam seminggu tanpa
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan tenaga kerja.
a. Saluran pernapasan
Kontaminan seperti debu, uap, gas, aerosol dapat dengan mudah masuk kedalam
tubuh lewat jalur pernapasan.
b. Kulit
Kontaminan organik yang mudah larut dalam lemak dapat dengan mudah masuk
kedalam tubuh lewat kulit.
c. Melalui mulut
Biasanya kontaminan masuk kedalam tubuh lewat jalur mulut apabila seorang tenaga
kerja makan, merokok sementara tanggannya terkontaminasi oleh bahan kimia atau
mereka makan di tempat yang makanannya telah terkontaminasi oleh uap dari udara.
Contoh penyakit yang disebabkan kontaminan kimiawi debu di tempat kerja adalah
silikosis, antrakosilikosis.
105
Gambar 9.2. Serat asbes
a. Bahan kimia yang mudah meledak adalah bahan kimia yang karena suatu reaksi
(gesekan, pukulan atau jatuh) mengalami perubahan menjadi gas disertai tenaga
perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar disertai suara yang keras.
Contoh: TNT, Karbon disulfida, amonium nitrat dan lain-lain.
b. Bahan kimia yang mudah terbakar: adalah bahan kimia yang bila mengalami reaksi
oksidasi pada kondisi tertentu menghasilkan api, menimbulkan kebakaran. Contoh:
benzene, aseton, eter, eeksan dan lain-lain
c. Korosif: bahan kimia yang sering mengakibatkan kerusakan pada logam, bejana atau
penyimpannya, dan bila mengenai tubuh manusia dapat menyebabkan luka bakar pada
tubuh. Contoh: asam kuat, basa kuat, formaldehid
d. Bahan kimia beracun/toksin: adalah bahan kimia yang dalam konsentrasi relative
sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian.
Contoh: pestisida, fenol, karbon disulfida
e. Bahan kimia oksidator: adalah bahan kimia yang sangat reaktif dan dapat
menghasilkan oksigen, yang dapat menyebabkan kebakaran dengan bahan-bahan
lainnya. Contoh: asam perklorat, potasium perklorat
f. Bahan kimia reaktif terhadap air (Water Sensitive Substances) adalah bahan kimia
yang mudah bereaksi dengan air dan mengeluarkan panas serta gas yang mudah
terbakar. Contoh: alkali (Na, K), Ca, aluminium tribromida dan lain-lain.
g. Bahan kimia reaktif terhadap asam (Acid Sensitive Substances) adalah bahan kimia
yang mudah bereaksi dengan asam dan mengeluarkan panas serta gas yang mudah
terbakar gas yang beracun atau korosif. Contoh: kalium perklorat, asam kromat, kalium
permanganat.
h. Gas bertekanan (Compressed Gasses) adalah gas yang disimpan dibawah tekanan,
baik gas yang ditekan, maupun gas cair atau gas yang dilarutkan dalam pelarut
dibawah tekanan. Contoh: asetilen, hidrogen, nitrogen
106
i. Bahan radio aktif: adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk
memancarkan bahan sinar radio aktif, yang dapat membahayakan tubuh manusia.
Contoh: uranium plutonium
Klasifikasi berdasarkan pengaruh fisiologis dan Patologis bahan kimia:
a. Iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit atau selaput
lendir (saluran pernafasan, mata). Contoh: amoniak, ozone, nitrogen dioksida
b. Asphyksian adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan rasa sesak atau sakit pada
saat bernafas, bahan kimia menggantikan oksigen di udara, sehingga ada rasa tercekik
dan dapat menyebabkan kematian. Contoh : nitrogen, propan, argon, metana.
c. Zat pembius adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan,
mengantuk atau rasa mabuk yang ringan dan bila lebih lanjut akan menyebabkan
kejang-kejang dan kematian. Contoh: metilen klorida, trikloro etilen, alkohol dalam
bentuk metanol, etanol, butanol.
d. Bahan kimia beracun/toksin: adalah bahan kimia yang dalam konsentrasi relative
sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian.
Contoh: logam berat, pestisida, benzene, sianida dan lain-lain
e. Bahan kimia fibrotik adalah bahan kimia jika masuk kedalam tubuh dapat
menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotic. Contoh: asbestos, silika, debu kapas
f. Bahan kimia karsinogenik adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan peningkatan
keaktifan sel tubuh. Contoh: benzene, asbestos.
107
Kontaminan kimia/faktor kimia di tempat kerja, dapat diklasifikan berdasarkan
bentuknya, yaitu:
a. Debu
Debu merupakan suspensi partikel benda padat diudara. Debu dapat timbul
karena proses pekerjaan mekanisasi, seperti: pekerjaan gerinda, pemboran,
pemecahan dan penghancuran terhadap material seperti batu, biji besi, batubara,
biji-bijian. Ukuran debu sangat bervariasi mulai yang dapat dilihat dengan kasat
mata (50 m) sampai dengan yang tidak terlihat.
b. Fume
adalah partikel-partikel padat yang terbentuk dari hasil kondensasi dari bentuk
uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair. Uap dari logam cair
terkondensasi menjadi partikel-partikel padat didalam ruangan logam cair
tersebut. Misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan atau peleburan
logam.
Contoh: metal fume pada peleburan logam seperti ZnO, PbO dan lain-lain
c. Kabut
d. Asap
adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran kurang dari 0,5 m dan
bercampur dengan senyawa hidrokarbon, sebagai hasil pembakaran tidak
sempurna dari bahan bakar. Seperti pembakaran batubara, minyak
e. Smog
Adalah merupakan Suspensi antara asap (smoke) dan kabut (fog), bersama
diudara. Contoh pada pekerjaan pembuihan
a. Gas
adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup dan dapat
diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari gabungan
kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara
menjalar atau menyebar. Contoh : oksigen, nitrogen dan lain-lain.
108
b. Uap
adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal berbentuk
padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat dirubah kembali
menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu.
Bahan-bahan dengan titik didih yang rendah mudah menguap dibandingkan yang
mempunyai titik didih yang tinggi. Contoh: uap air, uap minyak, uap merkuri, uap
toluen, uap alkohol dan lain-lain
109
Pengujian yang mengarah pada penelitian ilmiah dari suatu lingkungan kerja,
dilakukan selama 8 jam, jumlah sampel yang dapat mewakili seluruh area
lingkungan kerja.
Potensi bahaya atau pengaruh bahan kimia terhadap kesehatan tenaga kerja
tergantung atau ditentukan oleh bagaimana cara penanganan/pengendalian bahan kimia
yang dipergunakan tersebut.
Pengendalian bahan kimia di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
110
2) Labelling, yaitu memberikan label yang jelas dengan semua informasi yang cukup
dari bahan-bahan kimia yang digunakan
3) Penyimpanan bahan, setiap bahan kimia harus disimpan sesuai dengan kelompok,
sifat dan besarnya potensi bahaya dari bahan tersebut, misalnya bahan kimia yang
mudah terbakar dan mudah meledak harus disimpan ditempat yang sejuk, ventilasi
harus baik, jauh dari sumber panas atau api, dan penting untuk menyediakan alat
pemadam kebakaran. Untuk bahan kimia beracun sebaiknya disimpan ditempat
yang benar-benar tertutup agar tidak terlepas keudara bebas.
4) Penanganan limbah dan sampah, limbah dan sampah bahan kimia harus diolah
dan ditangani secara khusus dan benar, sebelum dikeluarkan ke lingkungan
masyarakat limbah/sampah kimia harus bebas dari bahan-bahan berbahaya.
Limbah dan sampah yang dikelurkan kelingkungan masyarakat harus memenuhi
standar yang berlaku.
c. Alat Pelindung Diri (APD)
Pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan alat pelindung
diri. Pengendalian ini merupakan upaya terakhir jika tidak dapat dilakukan pengendalian
seperti secara teknis ataupun administrasi. Alat pelindung diri yang digunakan harus
disesuaikan dengan potensi bahaya di tempat kerja, yang pada prinsipnya adalah
mencegah masuknya potensi bahaya kimia kedalam tubuh manusia.
Macam-macam alat pelindung diri adalah: helm, kacamata pelindung, sarung tangan,
masker, apron, sepatu pelindung.
a. Nilai Ambang Batas tertimbang waktu (Threshold Limit Value – Time Weighted
Average).
Yaitu kadar rata-rata faktor kimia yang diperkenankan memapari pekerja selama 8
jam kerja per hari atau 40 jam dalam seminggu, dimana hampir seluruh pekerja
yang terpapar secara berulang-ulang tidak mengalami gangguan kesehatan.
b. Nilai Ambang Batas pemaparan singkat (Threshold Limit Value – Short Term
Exposure Limit).
Yaitu kadar faktor kimia yang boleh memapari pekerja dalam jangka waktu 15 menit
tanpa menyebabkan gangguan berupa iritasi, kerusakan jaringan yang
menahun/irreversibel, nekrosis (kematian jaringan).
c. Nilai Ambang Batas tertinggi (Threshold Limit Value – Ceiling).
Yaitu kadar faktor kimia yang tidak boleh dilampaui setiap saat.
111
9.9. PENGAMBILAN SAMPEL FAKTOR KIMIA
A. Sampling Toluen
Sampling atau pengambilan contoh faktor kimia yang akan disampaikan disini terdiri
dari sampling toluen di udara secara stasioner dan personal (NIOSH Methode 1501),
sampling debu total secara stationer (NIOSH Methode 0500) dan personal (NIOSH Methode
0600), serta sampling Pb di udara (NIOSH Methode 7082).
1) Sampling Toluen di Udara secara Stasioner Menggunakan Air Sampling Pump
a. Peralatan
- Vacuum pump kapasitas 0,01- 5,0 L/menit dilengkapi dengan selng silicon
atau selang Teflon
- Tripod
- Pemotong tabung kaca
- Obeng kecil
- Thermometer
- Heat Stress Monitoring
- Flowmeter
- Cool box
b. Bahan
1. Tahap Persiapan
112
- Buat laporan kegiatan sampling
113
Formulir Laporan
Praktikum Sampling Toluen di Udara secara Stasioner
1 Identifikasi
Nama perusahaan : .........................................................................
Alamat Perusahaan : ........................................................................
Jenis Perusahaan : ........................................................................
Tanggal Pengukuran : .........................................................................
Tanggal Analisa : .........................................................................
Lokasi Pengukuran : .........................................................................
Jumlah Tenaga Kerja : Pria: …………orang ; Wanita:……...Orang
Kondisi Pengukuran : - Cuaca : cerah/mendung/hujan
- RH : %
- Sk : ºC
- Sb : ºC
- Flowrate : L/menit
-Waktu Pengukuran: menit
2 Material/Bahan :
Media Sampling : Charcoal Tube (arang aktif)
Material/Bahan : ……………………mesh
Berat Charcoal : ……………………..mg
3 Peralatan
Pompa penghisap udara (Vacuum : ………...……..L/menit
pump),kapasitas
Kapasitas flowrate : ………...……..L/menit
Kondisi Desikator (RH) : ………...……..L/menit
Flowrate rata-rata sebelum : ………...……..L/menit
sampling
Flowrate rata-rata setelah sampling : ………...……..L/menit
4 Teknik Pengukuran
NIOSH Manual of Analytical
Methode, 1501
5 Penentuan Waktu Pengukuran
3. Ditenntukan berdasarkan TLV –
Time Weighted Average (TLV-
TWA)
4. Lama : Selama 8 jam kerja /hari
114
2) Sampling Toluen Secara Personal Pasive Sampling
a. Peralatan
b. Bahan
- Kertas label
c. Prosedur Kerja
1. Tahap Persiapan
lapangan
zone area)
3. Tahap pelaporan.
115
Formulir Laporan
Praktikum Sampling Toluen secara Personal
1. Identifikasi
Nama perusahaan : ……………………………………………
Alamat Perusahaan : …………………………………………...
Jenis Perusahaan : ……………………………………………
Tanggal Pengukuran : …………………………………………….
Tanggal Analisa : ……………………………………………….
Lokasi Pengukuran : ………………………………………………
Jumlah Tenaga Kerja : Pria: …………orang ; Wanita:……...Orang
Kondisi Pengukuran : - Cuaca : cerah/mendung/hujan
- RH : %
o
- Sk : C
o
- Sb : C
- Flowrate : L/menit
-WaktuPengukuran: menit
2. Material/Bahan
Media : arang aktif
Sampling : ………………mm
Ukuran Partikel
3. Peralatan
Passive sampling device
4. Teknik Pengukuran
NIOSH Manual of Analytical Methode,
116
3). Sampling Debu Total Secara Stasioner
a. Peralatan
- Dust sampler dilengkapi dengan pompa penghisap udara dengan kapasitas 0,5
L/menit – 15 L/menit dan selang silicon atau selang teflon
- Vacuum pump kapasitas 0,01- 5,0 L/menit dilengkapi dengan selang silicon atau
selang Teflon
- Timbangan Analitik dengan sensitivitas 0,01 mg
- Pinset
- Desikator
- Tripod
- Obeng kecil
- Thermometer
- Flowmeter
- Hygrometer
- Kaset Holder
b. Bahan
117
- Buat lapotan kegiatan sampling
Formulir Laporan
Praktikum Teknik Sampling Debu Total Secara Stationer
1. Identifikasi
Nama perusahaan : ……………………………………………
Alamat Perusahaan : …………………………………………...
Jenis Perusahaan : ……………………………………………
Tanggal Pengukuran : …………………………………………….
Tanggal Analisa : ……………………………………………….
Lokasi Pengukuran : ………………………………………………
Jumlah Tenaga Kerja : Pria: …………orang ; Wanita:……...Orang
Kondisi Pengukuran : - Cuaca : cerah/mendung/hujan
- RH : %
o
- Sk : C
o
- Sb : C
- Flowrate : L/menit
- Waktu Pengukuran : menit
2. Material/Bahan
Jenis Filter : PVC / Fiberglass
Diameter filter : ………………mm
Ukuran Pori Filter : ………………um
3. Peralatan
Pompa penghisap Udara (Vacuum Pump) : ………………….L/menit
Sensitivitas Timbangan Analitik : ………………………mg
Kapasitas flowmeter : …………………L/menit
Kondisi Desikator (RH) : ………………………%
Flowrate rata-rata sebelum sampling : …………… …..L/menit
Flowrate rata-rata sesudah sampling ……………… ..L/menit
Teknik Pengukuran
4. NIOSH Manual of Analytical Methode 0500
5. Penentuan Waktu Pengukuran
Ditentukan berdasarkan TLV – Time Weighted Average (TLV-TWA)
Lama : Selama 8 jam kerja /hari
118
4). Sampling Debu Respirable Secara Personal
a. Peralatan
- Personal Dust Sampler (Al Cyclone, two stage plastic cassette) dilengkapi
dengan pompa penghisap udara dengan kapasitas 1 L/menit – 5 L/menit dan
selang silicon atau selang teflon
- Timbangan Analitik dengan sensitivitas 0,01 mg
- Pinset
- Desikator
- Obeng kecil
- Flowmeter
- Kaset Holder
b. Bahan
- Filter hidrophobik seperti polyvinyl chloride (PVC) dengan ukuran pori 5 um
dan diameter 37 cm
- Cellulose Suport Pad
- Kertas label
c. Prosedur Kerja
1. Tahap Persiapan
- Filter PVC yang diperlukan disimpan dalam desikator selama 24 jam agar
mendapatkan kondisi stabil
- Filter kosong ditimbang sampai diperoleh berat konstan, minimal 3 kali
penimbangan, sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan sampling.
Catat berat filter blanko dan filter contoh masing-masing.
- Filter contoh dan cellulose support pad dimasukan kedalam two stage
cassette dengan menggunakan pinset dan hubungkan dengan Al Cyclone,
kemudian pasang selang silikon.
- Selanjutnya hubungkan dengan vacuum pump yang berkapasitas 1-5L/menit
- Hidupkan vacuum pump dan lakukan kaliberasi dengan kecepatan laju aliran
udara 2,5 L/menit dengan menggunakan flowmeter.
Kalibrasi harus dilakukan sebelum sampling dan pada saat akhir sampling,
masing-masing minimal 3 kali dan data dicatat.
Catatan: Flowmeter harus dikalibrasi oleh laboratorium yang terkalibrasi.
2. Tahap Pengambilan Contoh
- Respirable dust sampler dihubungkan dengan pompa penghisap udara
dengan menggunakan selang silicon atau Teflon.
- Rangkaian alat dipasang pada tenaga kerja dengan posisi vacuum pump
diikat pada pingang pekerja dan respirable dust sampler diletakan pada krah
baju pekerja (zona pernafasan).
- Pompa penghisap udara dihidupkan dan lakukan pengambilan contoh
dengan kecepatan laju aliran udara 2,5 L/menit.
- Pengambilan contoh dilakukan selama 8 jam terus menerus.
- Setelah selesai pengambilan contoh, alat dimatikan lepaskan cassette filter
holder dan debu pada bagian luar holder dibersihkan untuk menghindari
kontaminasi, kemudian tutup holder dengan cap plastik pada kedua
ujungnya.
- Setelah sampai di laboratorium dipindahkan ke desikator selama 24 jam.
- Catat hasil penimbangan blanko dan filter contoh sebelum pengukuran dan
sesudah pengukuran
- Catat hasil penimbangan blanko dan filter contoh sebelum pengukuran dan
sesudah pengukuran
3. Tahap pelaporan.
- Isi laporan teknis pada formulir yang sudah disediakan
- Buat lapotan kegiatan sampling
119
Formulir Laporan
1. Identifikasi
Nama perusahaan : ……………………………………………
Alamat Perusahaan : …………………………………………...
Jenis Perusahaan : ……………………………………………
Tanggal Pengukuran : …………………………………………….
Tanggal Analisa : ……………………………………………….
Lokasi Pengukuran : ………………………………………………
Jumlah Tenaga Kerja : Pria: …………orang ; Wanita:……...Orang
Kondisi Pengukuran : - Cuaca : cerah/mendung/hujan
- RH : %
o
- Sk : C
o
- Sb : C
- Flowrate : L/menit
- Waktu Pengukuran : menit
2. Material/Bahan
Jenis Filter : PVC
Diameter filter : ………………mm
Ukuran Pori Filter : ………………um
3. Peralatan
Pompa penghisap Udara (Vacuum Pump) : ………………….L/menit
Sensitivitas Timbangan Analitik : ………………………mg
Kapasitas flowmeter : …………………L/menit
Kondisi Desikator (RH) : ………………………%
Flowrate rata-rata sebelum sampling : …………… …..L/menit
Flowrate rata-rata sesudah sampling ……………… ..L/menit
4. Teknik Pengukuran
Berdasarkan NIOSH Manual of Analytical Methode 0600
5. Penetuan Waktu Pengukuran
120
5). Sampling Pb di Udara
a. Peralatan
- Personal sampling pump kapasitas 1-4 L/menit dilengkapi dengan selang silicon
- Timbangan Analitik
- Pinset
- Desikator
- Tripod
- Obeng kecil
- Thermometer
- Flowmeter
- Hygrometer
- Kaset Holder
b. Bahan
- Kertas label
c. Prosedur Kerja
1. Tahap Persiapan
121
Formulir Laporan
1. Identifikasi
Nama perusahaan : ……………………………………………
Alamat Perusahaan : …………………………………………...
Jenis Perusahaan : ……………………………………………
Tanggal Pengukuran : …………………………………………….
Tanggal Analisa : ……………………………………………….
Lokasi Pengukuran : ………………………………………………
Jumlah Tenaga Kerja : Pria: …………orang ; Wanita:……...Orang
Kondisi Pengukuran : - Cuaca : cerah/mendung/hujan
- RH : %
- Sk :
- Sb :
- Flowrate : L/menit
- Waktu Pengukuran : menit
2. Material/Bahan
Jenis Filter : Cellulose ester filter
Diameter filter : ………………mm
Ukuran Pori Filter : ………………um
3. Peralatan
Pompa penghisap Udara (Vacuum Pump) : ………………….L/menit
Sensitivitas Timbangan Analitik : ………………………mg
Kapasitas flowmeter : …………………L/menit
Kondisi Desikator (RH) : ………………………%
Flowrate rata-rata sebelum sampling : …………… …..L/menit
Flowrate rata-rata sesudah sampling ……………… ..L/menit
Teknik Pengukuran
122
BAB X
123
10.3. Tujuan Pembelajaran
10.3.1.Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan dapat mengerti dan memahami
tentang bahaya-bahaya faktor biologi yang mungkin timbul di tempat kerja, klasifikasi dan
upaya pengendaliannya.
124
10.6. Faktor Biologi Dan Klasifikasi
Faktor biologi dapat membahayakan kesehatan bagi pekerja yang terpapar, mulai
dari infeksi dan bahkan dapat menyebabkan risiko terhadap kematian. Agar tenaga kerja
dapat terlindungi dari penyakit, maka perlu upaya pengendalian terhadap faktor biologi yang
ada di tempat kerja, yaitu dengan mengenal dan mengidentifikasi dan mencegah agar tidak
terpapar.
Faktor biologi dapat masuk kedalam tubuh melalui jalur sebagai berikut:
a. Saluran pernapasan
Masuk kedalam tubuh lewat jalur pernapasan karena udara yang terpapar oleh faktor
biologi.
b. Pencernaan
Melalui makanan yang terkontaminasi oleh faktor biologi dan kemudian termakan.
c. Kulit, kulit tubuh yang luka atau terkena goresan
d. Infeksi
.
a. Mikro organisma dan toksinnya, seperti virus, bakteri, jamur dan produknya. Dapat
menyebabkan infeksi, imflammatory disease atau reaksi alergi.
b. Anthropoda (crustacea, arachnid, insect), gigitan atau sengatannya dapat
menyebabkan imflamasi kulit, intoksikasi sistemik, reaksi alergi.
c. Bahan alergen dan toksin dari tumbuhan tingkat tinggo, dapat menyebabkan
dermatitis kontak, alergi rhinitis, asma (akibat inhalasi).
d. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, pakis) dan hewan
invertebrata (parasit seperti: protozoa, flatworm seperti: schistoma dan roundworm
seperti ascaris).
.Mikro organisma
a. Bakteri
Bakteri merupakan hewan bersel tunggal yang dapat ditemukan di darat, laut dan
udara. Dapat berkembang biak secara vegetatif yaitu dengan membelah diri. Bakteri
mempunyai 3 bentuk yaitu, berbentuk bulat, batang dan spiral. Bakteri berbentuk bulat
mempunyai ukuran diameter 0,7 – 1,3 mikron, yang berbentuk batang mempunyai
ukuran lebar 0,2 – 2,0 mikron dan panjang 0,7 – 3,7 mikron.
125
Gambar 10.1. Bakteri
b. Virus
Virus berarti racun, mempunyai ukuran yang relatif sangat kecil yaitu sekitar 16 – 300
nm (dilihat secara mikroskopik dengan mikroskop elektron). Virus hanya dapat hidup
pada jaringan makhluk hidup lain dan hanya memiliki DNA atau RNA saja.
c. Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni. Ukurannya bervariasi dari mulai
mikroskopis sampai yang dapat dilihat dengan mata.
d. Parasit
Cacing dan protozoa adalah contoh dari parasit yang sering dijumpai di temukan di
lingkungan kerja. Protozoa merupakan hewan bersel tunggal yang hidup di tempat
yang berair dan tempat yang basah. Ukurannya bervariasi yaitu antara 3 – 1000
mikron.
Menurut The United Center of Disease Control and Prevention (CDC) faktor biologi
dapat diklasifikasikan kedalam 4 (empat) level yaitu:
Bio Safety Level I, Kurang berbahaya (Minimal hazard)
- Tidak berbahaya (risiko rendah)
- Contoh: Bacillus subtilis, canine hepatitis, Escherichia coli, varicella
(chicken pox/cacar).
- Cuci tangan dengan sabun, pakai sarung tangan,
- Letakkan buangan material yg mengandung FB kedalam wadah
khusus.
126
Bio Safety Level II Lebih berbahaya (Ordinary risk)
- Lebih berbahaya dari BSL-1
- Contoh: Hepatitis, Influenza A, HIV/AIDS, Salmonella
- Diperlukan safety precaution
Bio Safety Level III Berisiko Tinggi dan Infeksius (Higher risk dan infektius).
- Dapat menyebabkan kematian (fatal)
- Contoh: Anthrax,SARS virus, TBC, Thypusyellow fever, malaria.
- Laboratorium rarus ditutup rapat
Faktor biologi yang berbahaya di lingkungan kerja umumnya cukup bervariasi dan
tergantung pada lingkungannya. Umumnya staf medis, personil laboratorium dan tenaga
kesehatan adalah orang yang sangat berpotensi terkena paparan faktor biologi di tempat
kerja, karena dapat terinfeksi oleh mikroorganisma bila tidak dilakukan tindakan preventif
yang memadai. Staf rumah sakit setiap harinya dapat terpapar oleh banyak faktor biologi,
termasuk virus Human Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, Virus herpes, rubella dan
Tuberculosis dan lain-lain. Pada abad sekarang ini ditemukan banyak penyakit baru yang
dapat menginfeksi manusia seperti Bovine spongiform encephalopathy (BSE), hemorragic
fever.
Beberapa pekerjaan yang terkait dengan faktor biologi dan dapat memapari tenaga
kerja adalah sbb:
1. Sektor pertanian
Jenis pekerjaan: menanam, memanen tanaman, memelihara dan merawat
hewan, kehutanan, perikanan.
2. Produk pertanian
Pemotongan dan pengepakan bahan pangan, fasilitas penyimpanan (gudang
penyimpanan padi, tembakau), prosesing bulu hewan dan kulit hewan, tanaman
tekstil, prosesing kayu (sawmill, papermill, cork factories).
3. Laboratorium perawatan hewan
Merawat hewan
4. Perawatan kesehatan
Merawat pasien, medical, perawatan gigi
5. Farmasi dan produk herbal
Aktivitas produksi
6. Perawatan
Penataan rambut dan perawatan kaki
7. Laboratorium klinis dan lab. Penelitian
8. Bioteknologi
Fasilitas-fasilitas produksi
9. Pusat perawatan hewan
10. Perawatan gedung
11. Fasilitas pembuangan dan kompos
12. Sistim pembuangan limbah
127
10.6.4.Program Pengendalian Faktor Biologi
a. Administrasi kontrol
Seperti pemeriksaan kesehatan awal bagi karyawan baru, pemeriksaaan
kesehatan secara berkala bagi karyawan lama.
128
BAB XI
129
c. Menjelaskan sanitasi makanan
d. Menjelaskan pengendalian bahaya faktor kimia
e. Menjelaskan upaya pencegahan dan pembasmian vektor dan rodent.
f. Pengelolaan limbah industri
a. Kebersihan Umum
Kebersihan lingkungan kerja dapat bermanfaat untuk mencegah timbulnya penyakit
akibat kerja, contohnya penyakit dermatitis dapat dicegah bila tempat kerjanya bersih
dan tenaga kerja mematuhi aturan keselamatan dan kesehatan kerja. Kebersihan
lingkungan meliputi kebersihan di dalam perusahaan sepert dinding, lantai, atap,
peralatan dan perkakas, gudang penyimpanan bahan baku, gudang penyimpan produk
kerja serta kebersihan di luar perusahaan meliputi kebersihan halaman, jalanan.
b. Penyediaan air
Air sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk minum, makan,
mandi, cuci untuk proses produksi, untuk mengalirkan kotoran atau limbah industri dan
lain-lain.
Berdasarkan peruntukannya, air dalam industri dikategorikan sebagai berikut:
Kebutuhan domestik (rumah tangga), misalnya air yang digunakan untuk
makan, minum, mencuci, mandi danlain-lain. Standarnya ditentukan oleh
Departemen Kesehatan.
Kebutuhan proses produksi, misalnya air untuk sistimpendingin, keperluan
bahan penghasil uap (ketel uap), bahan pelarut, bahan baku, bahan pencuci, dan
lain-lain.
Air yang tidak perlu diolah, misalnya air tanah tanpa adanya kontaminasi.
130
Air yang hanya perlu desinfektan, misalnya air tanah atau air permukaan
dengan kontaminan kecil, bening dan kandungan organisme coliform lebih kecil
dari 50 /100 ml per bulan.
Air yang perlu pengolahan dan klorinasi, misalnya air yang kotor,
mengandung lumpur dan sekreta, kandungan organisme lebih dari 5000/100 ml
dalam lebih dari 20 % sampel, dan tidak lebih dari 2000/100 ml dalam lebih dari 5
% sampel.
Air yang perlu pengolahan spesifik, misalnya air laut.
Sanitasi air adalah proses perlakuak kimiawi, fisik, biologis yang dilakukan secara
terpadu dengan tujuan untuk menghilangkan faktor yang mencemari mutu air.
131
kesehatan dan memasak makanan sebelum dikonsumsi, pengelola makanan
mengerti tentang sanitasi makanan dan gizi kerja.
132
Gedung perusahaan dijaga agar tetap bersi, dicat, mempunyai penerangan
yang cukup dan mempunyai sistim sirkulasi udara/ ventilasi yang baik.
Mesin-mesin, peralatan dan perkakas kerja diatur sehingga aman dan efisien
untuk melakukan pekerjaan serta mudah untuk dibersihkan.
Bahan-bahan disimpan secara aman.
Alat-alat perlengkapan kerja disimpan secara aman didalam lemari atau rak.
Tempat pembuangan dan penyimpanan sampah harus tersedia, layak dan
harus sering dikosongkan dan diatur.
Tempat kerja harus terang, bersih, bebas dari kotoran dan gangguan.
Lantai harus dibersihkan, bebas dari hambatan, bebas dari bahan/barang
yang dapat menyebabkan terjatuh atau terpeleset (air, minyak, dll).
Ruangan, tempat lalu lintas, jalan keluar dari tempat kerja harus bebas dari
bahan buangan.
Semua sudut ruangan tempat kerja harus dibersihkan, mempunyai
penerangan yang cukup dan bebas dari bahan buangan.
Bahan yang mudah terbakar harus dibuang ditempat yang telah ditentukan
atau disimpan ditempat yang tertutup.
Sisa-sisa produksi yang bersih disimpan didalam wadah tertutup, kemudian
disimpan di suatu ruangan yang tahan api atau didalam lemari.
Bahan-bahan yang berbahaya harus disimpan diluar bangunan utama.
Tempat penyimpanan bahan-bahan harus diberi tanda (label).
Bahan-bahan yang kelebihan tidak boleh ditinggalkan di tempat kerja.
Lantai, dinding, atap, jendela, pipa, lampu harus dibersihkan secara berkala.
Alat kerja yang sudah tua atau tidak digunakan lagi harus dibuang atau
dipindahkan dari tempat kerja.
Tenaga kerja harus bekerja sesuai prosedur kerja yang berlaku di tempat
kerja dan harus membersihkan tempat kerja sesuai prosedur.
Inspeksi secara teratur untuk memastikan agar kondisi tempat kerja terjaga
kebersihannya.
1. Mempunyai nilai ekonomis, yaitu limbah yang dengan melakukan proses lanjut akan
memberikan nilai tambah.
2. Tidak mempunyai nilai ekonomis, yaitu limbah yang diolah dalam bentuk proses
apapun tidak dapat memberikan nilai tambah, tetapi hanya dapat mempermudah
sistim pembuangan.
133
Sedimen
Polusi radioaktif
Panas
134
Gambar 11.2. Proses Pengolahan Air
135
136
BAB XII
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Segala upaya harus dilakukan untuk mengurangi dampak negatif tersebut, karena
hanya pada kondisi kerja yang sehat dan aman seorang pekerja dapat bekerja dengan
aman, efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu program yang harus
ditingkatkan ialah mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan kerja,
khususnya toksikologi industri bagi kalangan dunia industri baik pihak pimpinan, manajer,
supervisor maupun tenaga kerja itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya modul untuk
pelatihan toksikologi yang baku sehingga memudahkan bagi tenaga pengajar dalam
menyampaikan materi pelatihan.
137
4. Nilai Ambang Batas dan Indeks Pajanan Biologis
12.6.1. Absorpsi
Sebagian besar bahan masuk kedalam tubuh (port d’entree/ route jalan masuk) melalui
saluran pernafasan (terhirup), saluran pencernaan (tertelan), dan kulit. Sebagian lagi dapat
masuk ke dalam tubuh melalui suntikan intravena, intra muskular, subkutan dan lain
sebagaimana. Efek/ reaksi yang paling cepat terjadi ialah bila melalui suntikan intra vena,
dan berturut-turut semakin kurang cepat reaksinya inhalasi, subkutan, intramuskular, oral
(melalui sistem pencernaan) dan topikal (kulit). Dalam industri pajanan bahan berbahaya
138
umumnya terjadi karena terhirup (inhalasi) ataupun lewat kulit, sedangkan melalui saluran
pencernaan (tertelan) umumnya terjadi karena kecelakaan.
12.6.2. Distribusi :
Setelah berbagai bahan kimia diserap tubuh melalui berbagai cara masuk, maka
bahan-bahan akan berada di dalam darah dan menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh.
Bahan-bahan kimia itu kemudian ditimbun pada organ-organ, semakin banyak dan cepat
aliran darah, maka semakin banyak di timbun pada organ tersebut, sehingga terjadi
akumulasi sampai terjadi reaksi tubuh.
Setelah bahan kimia itu diserap dan masuk ke dalam darah, maka dengan cepat
akan disebarkan ke seluruh tubuh. Kecepatan bahan kimia mencapai target organ
tergantung banyak aliran darah ke target organ, afinitas terhadap organ itu dan barrier organ
tersebut. Semakin banyak barrier maka akan semakin sulit bahan kimia tersebut ditimbun di
organ tersebut. Contohnya ialah methyl merkuri dapat menembus otak, sedangkan inorganic
merkuri tidak dapat menembus barrier otak, tetapi akan tertimbun di ginjal. Afinitas organ
yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi yang tinggi suatu bahan dalam organ tubuh.
Hati dan ginjal memiliki kapasitas mengikat bahan kimia yang tinggi dibandingkan organ lain
karena fungsinya sebagai organ yang memetabolisir dan membuang bahan berbahaya.
Karena itu konsentrasi bahan kimia akan tinggi di ke dua organ tersebut, contohnya 30
menit setelah pajanan timah hitam, maka konsentrasi di hati 50 kali lebih tinggi dari di
darah.
Untuk bahan-bahan yang mudah larut dalam lemak, maka jaringan lemak
merupakan tempat penimbunan bahan yang mudah larut dalam lemak. Contohnya DDT,
dieldrin, polychlorinated biphenyls (PCB). Sedangkan tulang merupakan tempat penimbunan
bahan-bahan seperti fluoride, timah hitam, dan strontium.
139
12.6.3. Ekskresi (Pengeluaran)
Setelah proses absropsi dan distribusi, maka bahan kimia akan dieksresikan dapat
tetap dalam bentuk bahan asalnya maupun metabolitnya. Ekskresi yang utama ialah melalui
ginjal, hampir semua bahan kimia berbahaya dikeluarkan melalui ginjal. Akan tetapi dapat
juga melalui hati dan paru-paru untuk bahan-bahan tertentu.
Ekskresi melalui ginjal terutama untuk bahan yang larut dalam air, dan melalui paru-
paru untuk bahan yang pada suhu tubuh masih berbentuk gas, karbon monoksida
contohnya. Beberapa bahan kimia berbahaya dikeluarkan melalui hati, empedu, misalnya
DDT, timah hitam. Bila bahan beracun akan di netralisir (detoksikasi) oleh hati dan dirubah
menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya (metabolit) untuk selanjutnya dikeluarkan
melalui empedu. Jalan eksresi yang lain ialah melalui air susu ibu terutama untuk bahan
yang larut lemak seperti DDT dan PCB, serta dapat melalui keringat.
Bila sistem ekskresi ini tidak berfungsi dengan baik, maka bahan-bahan berbahaya
akan tertimbun dalam tubuh dalam jumlah banyak dan menimbulkan reaksi pada tubuh.
140
12.8. Klasifikasi Bahan Toksik
Bahan-bahan beracun dapat diklasifikasikan berdasarkan pengelompokan tertentu
antara lain:
Berdasarkan penggunaan bahan antara lain :
a. Solven , yaitu bahan kimia yang fungsinya sebagai pelarut
Contoh : minyak tanah, bensin, alkohol
141
12.10. Faktor Yang Menentukan Tingkat Keracunan
Tingkat keracunan yang terjadi pada organisme dipengaruhi oleh banyak faktor, dan
yang paling utama ialah dosis dan lamanya pajanan. Faktor-faktor lainnya yang juga
mempengaruhi ialah factor tuan rumah (host), factor lingkungan, sifat fisik bahan kimia, serta
absorbsi, distribusi dan eksresi, serta sensitivitas target organ.
a. Sifat fisik
Bentuk fisik suatu bahan kimia berpengaruh terhadap efek toksik yang terjadi.
Bentuk yang lebih berbahaya ialah bila dalam bentuk cair atau gas yang mudah terinhalasi.
Hal ini biasanya berkaitan dengan cara masuk bahan tersebut. Besarnya partikel juga
sangat penting terutama bila bahan kimia tersebut terhisap (inhaled) oleh manusia karena
dengan mengetahui besarnya partikel kita dapat memprediksi sejauh mana debu bahan
kimia dideposit di dalam saluran pernafasan. Makin kecil partikel, semakin jauh terdeposit di
paru-paru.
b. Dosis (konsentrasi):
Semakin besar jumlah bahan kimia yang masuk kedalam tubuh, semakin besar efek
keracunan yang ditimbulkan. Bentuk yang konsentrasinya pekat akan menimbulkan efek
keracunan yang lebih parah. Hal ini dapat diformulasikan oleh formula Haber sebagai
berikut:
E=TXC
T : Time ( waktu )
C : Concentration
Sasaran upaya perlindungan tenaga kerja ialah menurunkan sekecil mungkin faktor
E, dan untuk itu dikenal Nilai Ambang Batas (NAB) untuk mengatur faktor C dan faktor T.
Nilai Ambang Batas ialah konsentrasi rata-rata bahan kimia yang masih aman bagi
pekerja yang terpajan bahan tersebut dalam waktu 8 jam kerja sehari atau 40 jam seminggu.
Pajanan bahan kimia juga dapat dibagi menjadi pajanan akut dan kronis, pajanan
akut ialah pajanan bahan berbahaya yang terjadi dalam waktu singkat (kurang dari 24 jam).
Efek yang terjadi pada pajanan akut dapat cepat timbulnya bila bahan tersebut mudah
diserap dan sebaliknya reaksi yang terjadi lambat bila bahan tidak mudah diserap.
Sedangkan pajanan kronis terjadi dalam waktu cukup lama dan efek yang terjadi setelah
terjadi akumulasi bahan kimia di dalam badan.
c. Lamanya Pemajanan :
Tingkat toksisitas sangat tergantung dari lamanya pemajanan, sehingga gejala yang
ditimbulkan dapat akut, subakut atau kronis. Semakin lama waktu terpajan, semakin banyak
yang di serap oleh tubuh, semakin parah gejala yang timbul.
142
e. Distribusi
Setelah berbagai bahan kimia diserap tubuh melalui berbagai cara masuk, maka
bahan-bahan akan berada di dalam darah dan menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh.
Bahan-bahan kimia itu kemudian ditimbun pada organ-organ, semakin banyak dan cepat
aliran darah, maka semakin banyak di timbun pada organ tersebut, sehingga terjadi
akumulasi sampai terjadi reaksi tubuh.
f. Pengeluaran (eksresi):
Setelah didistribusikan keseluruh tubuh maka bahan-bahan tersebut akan dieliminir
oleh tubuh melalui berbagai jalur pengeluaran. Ginjal merupakan salah satu organ
pengeluaran yang sangat penting karena hampir semua bahan kimia berbahaya dikeluarkan
melalui ginjal. Akan tetapi ada beberapa bahan yang jalur pengeluarannya melalui hati,
empedu midalnya DDT, timah hitam, dan melalui paru-paru terutama yang berbentuk gas
seperti karbonmonoksida. Bila sistem ekskresi ini tidak berfungsi dengan baik, maka bahan-
bahan berbahaya akan tertimbun dalam tubuh dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Faktor Genetik: keadaan genetik seseorang tidak sama dengan orang lainnya, ada
individu yang lebih sensitive terhadap bahan kimia tertentu tetapi tidak terhadap
bahan kimia lainnya.
Jenis Kelamin: juga berbeda antara pria dan wanita, umumnya pria lebih sensitif/
peka terhadap bahan kimia yang sifatnya racun terhadap ginjal, sebaliknya wanita
lebih peka terhadap bahan kimia yang beracun bagi hati. Hal ini mungkin
disebabkan karena perbedaan pada proses-proses fisiologis, misalnya wanita bisa
membuang bahan berbahaya melalui darah menstruasi, air susu ibu, atau ditransfer
ke janin bila sedang hamil. Faktor lainnya ialah pada wanita jaringan lemak relatif
lebih banyak dari pada wanita sehingga untuk bahan kimia berbahaya yang sifatnya
larut lemak akan mudah tertimbun pada tubuh wanita.
Faktor Umur: Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak umumnya lebih
rentan terhadap pajanan bahan kimia berbahaya karena volume udara pernafasan
dan kecepatan absorbsi ususnya relative lebih cepat, juga enzim-enzim yang
berfungsi menetralisir bahan racun belum berfungsi dengan sempurna. Di sisi lain
pada orang yang berusia lanjut juga lebih rentan terhadap pajanan bahan kimia
karena biasanya sudah terjadi akumulasi bahan-bahan berbahaya pada usia
sebelumnya. Dapat juga dengan bertambahnya usia fungsi enzim-enzim yang
berfungsi untuk menetralisir sudah menurun produksinya, atau ekresinya sudah
tidak berfungsi dengan baik.
Status Kesehatan: Status kesehatan seseorang sangat menentukan kepekaan
individu terhadap bahan berbahaya. Gizi yang cukup penting sekali untuk
berfungsinya enzim-enzim sistim pertahanan tubuh. Intake yang cukup protein,
vitamin dan mineral sangat penting untuk pembentukan enzim-enzim detoksikasi.
Demikian juga lemak dan karbohidrat harus cukup untuk mempermudah terjadinya
proses detoksikasi. Vitamin A dan E serta Selenium juga sangat diperlukan karnea
berfungsi sebagai antioksidan dan anti radikal bebas yang berfungsi melindungi
dari bahan kimia berbahaya. Akan tetapi makanan sendiri sering menjadi sumber
pajanan, contohnya arsen, merkuri, kadmium, timah hitam yang banyak pada
makanan laut (sea food), yang setelah bertahun-tahun akan terjadi akumulasi
bahan-bahan tersebut di dalam tubuh.
Higiene Perseorangan dan Perilaku Hidup Kebiasaan hidup yang buruk dapat
meningkatkan kepekaan seseorang individu. Kebiasaan merokok, mengkonsumsi
minuman beralkohol serta kebiasaan makan obat-obatan dapat menimbulkan
reaksi antara bahan yang terkandung dalam minuman, rokok dengan bahan kimia
143
yang terhirup oleh seorang individu. Ratusan macam bahan yang terkandung
dalam asap rokok dapat berinteraksi dengan bahan kimia yang masuk tubuh dan
menimbulkan efek negatif. Contohnya enzim sitokrom P.450 yang berfungsi penting
untuk proses detoksikasi dapat menurun fungsinya akibat bahan-bahan dalam
rokok. Kebiasaan minum alkohol juga meningkatkan kepekaan tubuh terhadap
pajanan bahan berbahaya, karena alkohol dapat meningkatkan kecepatan absorbsi
di usus (contohnya timah hitam).
12.11. Nilai Ambang Batas dan Indeks Pemaparan Biologis (Biological Exposure
Indices)
Untuk mengetahui apakah bahan-bahan berbahaya yang ada di udara/ lingkungan
kerja telah membahayakan kesehatan tenaga kerja, maka perlu diukur
kadar/konsentrasinya. Jika kadar telah melampaui dari NAB (Nilai Ambang Batas) yang
telah ditentukan, maka ini bearti telah membahayakan kesehatan tenaga kerja untuk bekerja
di ruangan tersebut. Keadaan ini harus dikendalikan yaitu dengan upaya-upaya menurunkan
kadarnya sehingga di bawah NAB (Nilai Ambang Batas) atau upaya memberikan alat
perlindungan diri.
Nilai Ambang Batas ialah konsentrasi rata-rata bahan kimia yang masih aman bagi
pekerja yang terpajan dalam waktu 8 jam kerja sehari atau 40 jam seminggu yang
dinyatakan dalam satuan ppm (bagian dalam sejuta) atau dalam mg/m3.
Indeks Pemaparan Biologis (Biological Exposure Indices) ialah suatu nilai yang
menunjukkan konsentrasi zat indikator biologis (determinan) pada pemantauan biologis dari
spesimen tenaga kerja yang dalam kondisi sehat dan terpajan bahan kimia pada waktu
bekerja dengan beban kerja dan aktivitas yang normal sesuai ketentuan pada Nilai
Aambang Batas.
Nilai Indeks pemaparan Biologis ini menjadi pedoman dalam pemantauan biologis
(biological monitoring), dimana bila pada pemantauan biologis didapatkan nilai (konsentrasi)
di bawah indeks pemaparan biologis maka umumnya tenaga kerja tidak mengalami
gangguan kesehatan.
Dengan demikian Indeks Pemaparan Biologis merupakan suatu nilai panduan untuk
menilai hasil pemantauan biologis yang penentuan nilainya ditentukan dengan mengacu
pada nilai NAB.
144
No Jenis Zat Beracun Jenis Bahan Gangguan Kesehatan
1 Logam/metaloid Pb Syaraf , ginjal dan darah
Hg (organic & inorganic) Syaraf, ginjal
Cadmium Hati, ginjal dan darah
2 Bahan pelarut Hidrokarbon alifatik Pusing dan koma
(bensin, minyak tanah)
Hidrokarbon terhalogenisasi Hati dan ginjal
(kloroform, CCl4)
Alkohol (etanol, methanol) Syaraf pusat, leukemia,
saluran pencernaan
Glikol Ginjal, hatidan tumor
3. Gas-gas beracun Aspiksian sederhana (N2, Sesak nafas, kekurangan
Argon, Helium) oksigen
Asam sianida ( HCN ) Pusing, sesak nafas
Asan sulfide (H2S) Sesak nafas, kejang,
Karbonmonoksida (CO) hilang kesadaran
Sesak nafas
Otak, syaraf dan jantung
4. Karsinogen Benzene Leukimia
Asbes Paru-paru
Bensidin Kandung kencing
Vinil klorida Hati, paru-paru, syaraf
pusat, darah
5. Pestisida Organoklorin,Organofosfat, Pusing, kejang, hilang
Karbamat, Arsenik kesadaran, kematian
145
potensial terpapar bahan berbahaya, dan untuk mengetahui risiko bahaya
terhadap kesehatan tenaga kerja dapat dilakukan pemantauan biologis.
c. Pemantauan Biologis (Biological Monitoring)
Bahan kimia yang bersifat racun dapat menimbulkan efek lokal (ditempat masuk
bahan kimia) atau efek sistemik (keseluruh tubuh atau ke organ tubuh). Tubuh akan
terganggu dengan masuknya zat racun tersebut dan dengan berbagai mekanisme tubuh
berusaha melakukan detoksikasi terutama oleh organ hati. Ada beberapa cara detoksikasi
dan hasil metabolitnya sebagian atau seluruhnya dikeluarkan/diekresikan melalui urine, tinja,
keringat atau udara pernafasan. Dapat pula bahan tersebut di timbun pada organ-organ
tubuh seperti kuku, rambut yang kadarnya sebanding dengan kadar dalam darah.
Untuk itu upaya pengendalian dan perlindungan dapat dilakukan dengan
pemantauan biologis terhadap tenaga kerja yaitu dengan melakukan pemeriksaan darah,
urine, ataupun tinja, atau bahkan kadang-kadang kuku, rambut sesuai dengan sifat bahan
kimia yang dicurigai. Jadi pemantauan biologis (biological monitoring) ialah suatu cara untuk
menilai pajanan dan risiko terhadap kesehatan tenaga kerja dengan cara mengukur
konsentrasi indikator bahan kimia (determinan) pada spesimen biologis dan merupakan
indikator uptake dari suatu bahan kimia secara inhalasi. Nilai yang didapat dibandingkan
dengan nilai Indeks Pemaparan Biologis (Biological Exposure Indices). Bila nilainya di
bawah dari nilai Indeks Pemaparan Biologis maka dapat dikatakan tenaga kerja tidak akan
terganggu kesehatannya.
Dengan demikian setiap kelainan yang menjurus pada penyakit akibat kerja dapat
diketahui secara dini. Contoh pada keracunan metil merkuri, karena rambut tumbuh relatif
konstan maka untuk mengetahui pajanan merkuri selama waktu tertentu digunakan rambut
sebagai indikator biologis. Kadar methyl merkuri yang ditimbun pada rambut kurang lebih
250 kali dibandingkan kadar dalam darah; 0.2mikrogram/g dalam darah = 50 mikrogram/ g
di rambut.
Indeks Pemaparan Biologis (Biological Exposure Indices) menunjukkan konsentrasi zat
indikator biologis (determinan) pada pemantauan biologis dari spesimen pekerja yang dalam
kondisi sehat dan terpajan bahan kimia pada waktu bekerja dengan beban kerja dan
aktivitas yang normal sesuai ketentuan pada NAB:
Bahan Kimia Spesimen Indikator Biologis BEI
Anilin Urine p-aminophenol 50 mg/g
Benzene Urine S-phenylmercapturic acid 25 µg/g
Cadmium urine cadmium 5 µg/g
darah 5 µg/L
CarbonDisulfida Urine 2-thiothiazolidine-4- 5 mg/g
carboxylic acid
Carbon darah carboxyhemoglobin < 3.5% Hb
monoksida nafas carbonmonoksida < 20 ppm
Chromium Urine chromium 10 µg /g
Fluoride Urine fluoride 3 mg/g
10 mg/g
Lead Darah total lead 30µg/100ml
Methanol Urine methanol 15 mg/L
Pestisida Darah cholinesterase 70 %
Organopospat
Phenol Urine total phenol 250 mg/g
Toluene urine hippuric acid 1.6 mg/g
darah toluene 0.05 mg/L
Xylene Urine methylhippuric acid 1.5g/g
146
d. Pengendalian teknis
Pengendalian teknis ditujukan untuk menjaga agar udara lingkungan kerja tidak
terkontaminasi oleh bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan tenaga kerja atau
kalaupun ada kontaminasi diupayakan tidak melebihi Nilai Ambang Batas yang ada. Dengan
demikian diharapkan tenaga kerja dapat selalu terpelilhara kesehatannya, dan meningkat
produktivitasnya. Ada berbagai cara pengendalian teknis ini, dan memerlukan pemilihan
cara yang tepat terutama dalam penggunaan jenis bahan baku, teknologi proses dan
pemeliharaan peralatan produksi. Beberapa cara pengendalian itu ialah:
Helm
Masker
Sarung tangan
Baju kerja
Sepatu Kerja
147
BAB XIII
148
13.5. Pekerjaan dan Kesehatan
Ilmu kedokteran kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kedokteran yang berhubungan
dengan diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan penyakit yang disebabkan atau
ditimbulkan akibat bahaya yang terjadi di tempat kerja. Oleh sebab itu seorang dokter
perusahaan harus terampil dalam ilmu kedokteran preventif dan kuratif yang dapat
diterapkan di lingkungan tempat kerja.
Ilmu Kesehatan Kerja adalah bidang studi yang mempelajari cara pengukuran,
evaluasi, dan penanggulangan bahaya di tempat kerja. Ahli di bidang ini disebut Ahli Higiene
kerja atau industry yang bertanggung jawab dalam penyimpanan zat kimia yang dapat
menimbulkan bahaya dan identifikasi, pengukuran serta penilaian resiko bahaya di tempat
kerja dan pengendalian.
Ilmu Keselamatan Kerja adalah bidang studi yang mempelajari cara untuk
memodifikasi peralatan dan proses kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan di tempat
kerja. Ahli di bidang ini disebut safety engineer, yang bertanggung jawab dalam penyelidikan
kecelakaan kerj, pemantauan pemeliharaan, efektivitas prosedur, peralatan atau sarana
untuk mencegah kecelakaan kerja.
Ergonomi adalah bidang studi yang mempelajari cara mendisain peralatan, mesin,
proses dan tempat kerja, yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang
menggunakannya. Ahli dibidang ini disebut ergonomis.
Kombinasi kemampuan teknis kesehatan dan keselamatan kerja dibutuhkan untuk
mencegah dan menanggulangi gangguan kesehatan akibat kerja. Jadi peranan seorang
dokter perusahaan sangat bervariasi bergantung pada besarnya tempat kerja. Perusahaan
besar dengan kebijakan pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja seyogyanya memiliki
ahli kesehatan dan keselamatan kerja yang terdiri dari para ahli yang telah disebutkan
sebelumnya dan dipimpin oleh oleh seorang dokter perusahaan. Dokter tersebut sebaiknya
memiliki latar belakang keahlian dokter kesehatan dan keselamatan kerja. Sebaliknya pada
perusahanan yang kebih kecil dokter perusahaan harus dapat bekerja sendiri. Oleh karena
itu dokter perusahaan harus memahami keempat bidang ilmu tersebut diatas.
Profesi lain yang dapat membantu pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja
antara lain; paramedis/perawat kesehatan dan keselamatan kerja, ahli toksikologi, ahli
audiologi, fisioterapis, psikolog pengacara, pengurus rehabilitasi medis, dan para spesialis
dibidang ilmu kedokteran (dokter ahli bedah tulang, ahli paru, dokter ahli penyakit dalam,
dan lain-lain).
Agar seseorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya yang berarti
bahwa yang bersangkutan dapat menjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya
secara optimal, maka perlu adanya keseimbangan yang positif konstruktif, antar unsur-
unsur:
1. Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud mungkin fisik,
mental, dan atau sosial. Seseorang tenaga kerja yang secara fisik bekerja berat seperti
149
halnya buruh bongkar muat barang di pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik dari
pada beban mental ataupun sosial. Berlainan dari itu adalah beban kerja seorang
pengusaha atau manajemen, tanggung jawabnya, merupakan beban mental yang relatif
jauh lebih besar dari pada beban fisik yang dituntut pekerjaannya. Adapun petugas
sosial misalnya penggerak lembaga sosial masyarakat atau gerakan mengentaskan
kemiskinan, mereka lebih menghadapi dan memikul beban kerja sosial
kemasyarakatan. Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hal
kapasitas menanggung beban kerjanya. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk
beban fisik atau mental, atau sosial. Namun demikian, terdapat kesamaan yang berlaku
umum yaitu mereka memiliki keterbatasan, hanya mampu untuk memikul beban sampai
tingkat tertentu. Selain dari batas maksimal beban, bagi masing-masing tenaga kerja
terdapat pembebannan kerja yang paling optimal bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Prinsip ini sebenarnya yang mendasari maksud penempatan seorang tenaga kerja yang
tepat pada pekerjaan yang tepat pula. Atau dengan lebih tegas lagi pemilihan tenaga
kerja tersehat untuk pekerjaan yang tersehat pula. Derajat tepat untuk penempatan
meliputi kecocokan pengalaman, pengetahuan, keahlian, keterampilan, motivasi, sikap
kerja dan lain sebagainya.
2. Beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja
Sebagai tambahan kepada beban kerja yang merupakan beban langsung akibat
pekerjaan atau beban pekerjaan yang sebenarnya, pekerjaan biasanya dilakukan dalam
suatu lingkungan atau situasi, yang menyebabkan adanya beban tambahan kepada
tenaga kerja baik jasmani maupun rohani. Terdapat 5 faktor yang menjadi beban
tambahan dimaksud:
a. Faktor Fisik, meliputi faktor penerangan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan
udara, kebisingan, vibrasi, radiasi gelombang elektromagnetik
b. Faktor kimiawi meliputi semua zat kimia organik dan anorganik yang mungkin wujud
fisiknya merupakan salah satu atau lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut,
fumeltulic (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat padat.
c. Faktor biologis, yaitu semua mahluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun
hewan dari yang paling sederhana bersel tunggal, sampai dengan yang paling tinggi
tingkatannya.
d. Faktor Fisiologis/ Ergonomis yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjannya seperti konstruksi mesin yang disesuaikan
dengan fungsi indera manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan
aspek antropometris dan fisiologi manusia
e. Faktor mental dan psikologis, meliputi reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana
kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja struktur dan prosedur
organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut yang sifatnya negatif dan dalam kadar yang cukup dapat
mengganggu daya kerja serta kesehatan seseorang tenaga kerja.
3. Kapasitas kerja
Kemampuan kerja seseorang berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat
bergantung kepada motivasi kerja, pengalaman, latar belakang pendidikan, keahlian,
keterampilan, kesesuaian, terhadap pekerjaan, kondisi kesehatan, keadaan gizi, jenis
kelamin, usia, dan ukuran antropometris tubuh serta reaksi kejiwaan.
150
a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e) Memberi alat-alat perlindungan diri kepada pekerja
f) Memberi pertolongan pertama pada kecelakaan
g) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, atau radiasi, suara, dan
getaran
h) Mencegah, dan mengendalikan timbulnya Penyakit Akibat Kerja baik Fisik, psikis,
keracunan, infeksi dan penularan
i) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
n) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang
o) Mengamankan dan memlihara segala jenis bangunan
p) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat perlakuan dan
penyimpanan barang
q) Mencegah terkena aliran listrik berbahaya
r) Menyesuaian dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
Dari syarat tempat kerja tersebut, mayoritas untuk mencapainya terkait lingkup
pengetahuan dan keterampilan yang hanya dimiliki dan dapat dijalankan oleh dokter
maupun paramedis. Sebagai contoh mewujudkan tempat kerja yang memberikan alat
pelindung diri kepada pekerja (huruf e) tentunya tidak hanya mempermasalahakan kepada
alatnya itu sendiri tapi juga kepada bahaya yang akan ditangkal hubungannya dengan
paparannya kepada tubuh, seperti halnya bagaimana sebuah masker dapat melindungi
pekerja jika besarnya partikel debu yang ada ditempat kerja dan jalan masuknya ke tubuh
pekerja tidak diperhitungkan. Tentunya dokter perusahaan yang dapat mengklarifikasi
sampai kepada dampak timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). Contoh lainnya adalah
paparan kebisingan tempat kerja, bagaimana jika penyediaan ear plug atau ear muff, hanya
didasarkan pada kebisingan yang tinggi saja dan tidak didasarkan kepada daya tangkap
maksimal dari telinga akan kebisingan selama bekerja atau 8 jam kerja. Dari hal diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menjalankan fungsi perlindungan tenaga kerja
dokter perusahaan perlu didukung oleh keterampilan dalam manajemen risiko melalui
kegiatan identifikasi bahaya, penilaian risiko, serta pengendalian atau kontrol yang mengacu
kepada standard an peraturan perundangan yang berlaku.
151
a) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan
khusus
b) Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
c) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
d) Pembinaan dan pengawasan sanitair
e) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
f) Pencegahan dan Pengobatan terhadap penyakit umum dan Penyakit Akibat Kerja
g) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
h) Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan
i) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan
alat pelindung diri yang diperlukan dan giziserta penyelenggaraan makanan di tempat
kerja
j) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
k) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan
tertentu dalam kesehatannya
l) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus
C. Fungsi Administratif
Fungsi administratif adalah fungsi pendukung jalannya fungsi perlindungan dan
pelayanan kesehatan kerja. Sebagai professional, pencatatan memberikan banyak mamfaat
terlaksananya semua fungsi tersebut diatas. Dalam Permenaker 02 tahun 1980 dikatakan
perlunya perencanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, dan memang apabila
perencanaan tersebut tidak dicatat dan dilaporkan akan terjadi tenaga kerja meninggalkan
tugasnya untuk pemeriksaan kesehatan atau sebaliknya tanpa koordinasi atau mendadak
sehingga salah satunya terbengkalai. Selain itu tenaga kerja juga seakan dipaksakan untuk
menerima pelayanan kesehatan sehingga hasil yang didapat tidak menunjukkan keadaan
kesehatan yang sesungguhnya. Pencatatan dan pelaporan bukan hanya kepada internal
perusahaan, tapi juga kepada eksternal perusahaan. Pencatatan kejadian kecelakaan kerja
atau penyakit akibat kerja adalah kewajiban perusahaan dan dokter perusahaan untuk
dapatnya kompensasi kepada tenaga kerja. Selain itu komunikasi kepada tenaga kerja dan
perusahaan adalah tujuan dari fungsi administrative. Pencatatan status kesehatan tenaga
kerja merupakan lembar indikator terhadap kejadian paparan lingkungan kepada tenaga
kerja.
Fungsi dokter perusahaan tersebut diatas tentunya akan dapat dilaksanakan jika didukung
seluruh komponan perusahaan yaitu manajemen, serikat pekerja, pekerja bahkan
pemerintah melalui pengawas ketenagakerjaan. Pimpinan atau pengurus perusahaan
sangat berkepentingan dalam peningkatan keuntungan perusahaan, dan dokter perusahaan
memastikan tersedianya tenaga kerja yang sehat untuk mencapai produktivitas yang
optimal. Memastikan juga bahwa tenaga kerja bukan hanya mau tapi juga mampu untuk
bekerja dengan prilaku dan lingkungan kerja yang sehat.
Adapun tugas dokter untuk kesehatan tenaga kerja adalah
1. Tugas bidang medis
Mencegah adalah lebih baik dari mengobati. Sebagai tenaga medis, dokter
perusahaan melakukan tugas medisnya terhadap tenaga kerja. Pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan tidak selalu bagi tenaga kerja yang sedang sakit, atau
dengan kata lain ada kewajiban pemeriksaan awal,berkala, dan khusus dimana yang
diperiksa tidak atau merasa tidak sakit, bisa saja pada pemeriksaan itu ditemukan
kelainan atau penyakit. Dari hal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas tersebut
terkait akan fungsi perlindungan, pelayanan kesehatan, serta pencatatan serta
pelaporan.
2. Tugas dalam bidang teknis lingkungan
Sebagaimana Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, telah
diamanahkan bahwa setiap tempat kerja harus memenuhi syarat keselamatan dalam
152
pasal Dokter perusahaan punya peran besar terutama kepada pemenuhan syarat
yang menyangkut kesehatan. sedianya terdapat faktor fisik, kimia, biologi, psikososial
dan ergonomi yang harus dikendalikan karena punya pengaruh bagi kesehatan tenaga
kerja. Pengukuran atau pengujian lingkungan kerja adalah bagian tugas yang
dilaksanakan dan bisa bekerjasama dengan ahli terkait yang ada di perusahaan
seperti ahli K3 Kimia, ahli toksikologi, dan sebagainya atau bisa juga menjalin
kerjasama dengan eksternal dalam hal ini Perusahaan Jasa K3 (PJK3)
3. Tugas terkait fungsi administratif
Pencacatan dan pelaporan adalah tugas yang harus dijalankan sebagai wujud dari
hubungan dengan berbagai init di lingkungan internal maupun dengan institusi
eksternal dalam hal ini Dinas tenaga kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Baadan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan maupun tenaga
kerja, dan lainnya.
153
BAB XIV
Mengapa sampai terjadi dampak negatif seperti itu antara lain karena kurangnya
pemanfaatan alih dan pilih teknologi dengan benar di satu pihak dan di lain pihak tidak
diterapkannya ergonomi dan fisiologi kerja. Segala usaha harus dilakukan untuk
mengatasinya, salah satunya adalah peningkatan pengetahuan tentang Keselamatan Kerja
dan Hiperkes, khususnya Ergonomi dan fisiologi kerja bagi kalangan dunia industri baik
pihak pimpinan, manajer, dokter perusahaan, supervisor maupun pekerja itu sendiri. Untuk
itu diperlukan adanya modul untuk pelatihan yang baku sehingga memudahkan bagi tenaga
pengajar dalam menyampaikan materi pelatihan.
154
g. Menjelaskan pengukuran antropometri
h. Menjelaskan pengukuran sarana kerja
i. Menjelaskan test bangku Harvard
j. Menjelaskan pengukuran kelelahan dengan Reaction timer
k. Menjelaskan pengukuran kelelahan dengan Fliker Fussion
l. Menjelaskan penerapan ergonomi di tempat kerja
14.5. Pengertian
14.5.1.Ergonomi
Istilah Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon yang artinya Kerja dan Nomos
yang artinya Aturan. Menurut International Ergonomic Association, Ergonomi didefinisikan
sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Di dalam
ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan
lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja
dengan manusianya.
14.5.2.Fisiologi Kerja
Ilmu tentang faal yang dikhususkan untuk manusia yg bekerja disebut ilmu faal
kerja/fisiologi kerja. Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi yang
sebaik-baiknya dari indera mata, telinga, peraba, perasa dan lain-lain, otak dan susunan
syaraf-syaraf di pusat dan di perifer, serta otot-otot. Selanjutnya untuk pertukaran zat
diperlukan peredaran darah ke dan dari otot-otot, dalam hal ini, jantung, paru-paru dan lain-
lain menunjang kelancaran proses pekerjaan. Dalam keadaan otot kekurangan energi,
timbunan glikogen di hati akan dimobilisasi ke otot. Sedangkan ginjal merupakan alat
pertukaran zat bagi bahan-bahan terlarut.
Otot-otot adalah salah satu organ yang terpenting terutama untuk pekerjaan fisik.
Otot bekerja dengan jalan kontraksi dan relaksasi. Terdapat 2 jenis kerja otot yaitu: kerja
otot dinamis yang ditandai dengan adanya proses berulang antara kontraksi dan relaksasi:
dan kerja otot statis ditandai dengan proses kontraksi yang berkepanjangan. Selama
155
kontraksi, darah di antara serat-serat otot terjepit, sehingga mengganggu peredaran darah.
Jadi pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi sebab kelelahan otot. Kelelahan
otot secara fisik antara lain akibat at-zat sisa metabolisme seperti asam laktat, CO2, dan
sebagainya. Namun kelelahan, sesuai dengan mekanisme kerja, tidak saja ditentukan oleh
keadaan ototnya sendiri, melainkan terdapat komponen mental psikologis dan lingkungan
kerja yang sering-sering juga besar pengaruhnya.
Otot dan tulang merupakan dua alat yang sangat penting dalam bekerja. Maka
berkembanglah ilmu biomekanik, yaitu ilmu tentang gerakan otot dan tulang, yang dengan
penerapannya diharapkan agar dengan tenaga sekecil-kecilnya dapat dicapai hasil kerja
sebesar-besarnya. Otot dan tulang merupakan faktor-faktor terpenting bagi ukuran-kuran
tubuh. Ukuran-ukuran ini menentukan pula kemampuan fisik tenaga kerja. Peralatan kerja
dan mesin perlu serasi dengan ukuran-ukuran tersebut. Maka berkembanglah ilmu yang
disebut antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran-ukuran tubuh, baik dalam keadaan statis
ataupun dinamis.
Ergonomi adalah suatu ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk memberikan
kenyamanan kerja secara optimal dengan menyerasikan pekerjaan dan lingkungan kerja
dengan manusia, dan mempunyai tujuan untuk tercapainya tingkat produktivitas dan
efisiensi kerja yang maksimal, dengan penerapan Ergonomi pada berbagai bidang
pekerjaan akan menyebabkan kenaikan produktivitas kerja yang cukup nyata.
a. Kesejahteraan fisik dan mental dengan mencegah cedera dan penyakit akibat kerja,
menurunkan beban fisik dan mental, serta mempromosikan kepuasan kerja.
b. Kesejahteraan sosial dalam bentuk meningkatkan kualitas kontak sosial dan
pengelolaan organisasi kerja.
c. Keseimbangan rasional antar aspek teknis, ekonomis, anthropologis dan budaya dari
sistem manusia-mesin, serta efisiensi sistem.
Dengan diterapkannya ergonomi di tempat kerja, hal ini akan memberikan banyak
manfaat antara lain :
Agar tujuan penerapan ergonomi di tempat kerja dapat berhasil secara optimum dan
dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, ada 8 Kelompok masalah ergonomi yang
perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Gizi kerja
2. Pemanfaatan tenaga dan otot
3. Sikap dan cara kerja
4. Kondisi lingkungan kerja
156
5. Waktu kerja
6. Kondisi informasi
7. Kondisi sosial
8. Interaksi mesin-mesin
14.5.4.Norma-norma Ergonomi
157
e. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat
f. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan
g. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yg melalui
pusat gravitasi tubuh
No Warna Efek
Jarak Suhu Psikis
1 Biru Jauh Sejuk Menyejukkan
2 Hijau Jauh Sangat sejuk/netral Menyegarkan
3 Merah Dekat Dekat Sangat
mengganggu
4 Oranye Sangat dekat Sangat hangat Merangsang
5 Kuning Dekat Sangat hangat Merangsang
6 Sawo Matang Sangat dekat Netral Merangsang
7 Ungu Sangat dekat Sejuk Agresif
F. Lingkungan Kerja
1. Lingkungan kerja harus memberi ruang gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota
badan sehingga dapt bergerak leluasa dan efisien
2. Penempatan tempat duduk, tangkai dan tombol-tombol pelayanan, alat-alat petunjuk
dan lain-lain diatur sedemikian agar efisien
3. Iklim diatur supaya nyaman sesuai sifat pekerjaan. Temperatur 24-26 C suhu kering
pada kelembaban 65-95%
4. Diusahakan agar perbedaan temperatur dengan udara luar tidak melebihi 5 C
5. Dianjurkan agar diutamakan ventilasi alamiah terkecuali dalam hal tidak dimungkinkan.
Untuk bekerja perlu energi hasil pembakaran. Semakin berat pekerjaan, semakin
besar tenaga yang diperlukan. Dalam hubungan ini jumlah kalori merupakan juga petunjuk
besarnya beban pekerjaan. Beban kerja ini menentukan berapa lama seseorang dapat
bekerja sesuai dengan kapasitas kerjanya.
Selain beban kerja fisiologi seperti tersebut diatas, pekerja juga akan menghadapi
“beban tambahan” dalam melaksanakan tugasnya di tempat kerja. Berdasarkan sumber dan
asalnya, beban tambahan dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok/faktor yang masing-
masing bertalian dengan sistem produksi yaitu:
Performa kerja merupakan penciptaan gerakan tubuh yang baik dan maksimal agar
dapat dicapai suatu hasil kerja yang optimal.
Performa kerja dapat dicapai dengan menerapkan prinsip-prinsip ergonomi yang bisa
dijadikan pegangan dalam menentukan desain dan cara kerja, agar didapatkan efisiensi,
158
kenyamanan dan peningkatan produktivitas. Berikut ini disajikan prinsip-prinsip ergonomi
sebagai berikut:
a) Untuk normalisasi ukuran mesin dan alat-alat industri, harus diambil ukuran terbesar
sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara, sehingga ukuran tersebut dapat
dikecilkan dan dapat dilayani oleh tenaga kerja yang lebih kecil.
Contoh: Kursi dapat diatuar naik turun dan maju mundur
b) Pembebanan sebaiknya dipilih yang optimum
c) Gerakan ritmis seperti mendayung, mengayuh pedal, memutar roda dan lain-lain
memerlukan frekuensi yang paling optimum yang menggunakan tenaga paling
sedikit.
d) Apabila seorang pekerja harus berjalan menanjak, maka derajatnya :
- Jalan menanjak sekitar 10 derajat
- Tangga rumah sekitar 30 derajat
e) Kemampuan seseorang bekerja seharinya adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisiensi
dan kualitas kerja sangat menurun
f) Waktu istirahat didasarkan pada keperluan atas dasar pertimbangan ergonomi.
Harus dihindari istirahat-istirahat sekehendak tenaga kerja. Istirahat oleh karena
menurunnya kapasitas tubuh dan istirahat curian.
A. Pengukuran Anthropometri
Metode yang digunakan adalah antropometri statis yang meliputi ukuran tubuh pada
sikap statis. Alat-alat yang digunakan : Antropometer set dan atau meteran gulung/meteran
tukang kayu, penggaris segitiga, kursi tanpa sandaran dengan uuran 40 x 40 x 40 untuk laki-
laki dan 35 x 35 x 35 cm untuk wanita dan timbangan badan.
Parameter pengukuran:
a) Posisi berdiri :
- Tinggi badan
- Tinggi bahu
- Tinggi siku
- Tinggi pinggul
- Tinggi bahu
- Lebar pinggul
- Panjang Lengan
- Panjang lengan atas
- Panjang lengan bawah
- Jangkauan atas
- Panjang depan
b) Posisi duduk :
- Tinggi duduk
- Tinggi siku duduk
- Tinggi pinggul duduk
- Tinggi lutut duduk
- Panjang tungkai atas
- Panjang tungkai bawah
Hasil Pengukuran:
Data tiap parameter diolah secara statistik yaitu : Rata-rata, Range, Simpangan Baku,
Persentile 5% dan 95%
159
B. Pengukuran sarana Kerja
Parameter pengukuran:
- Tempat Duduk
a. Tinggi tempat duduk
b. Panjang alas duduk
c. Lebar tempat duduk
d. Sandaran pinggang
e. Sudut alas duduk
f. Sandaran tangan :
- Jarak antara sandaran tangan
- Tinggi sandaran tangan
- Panjang sandaran tangan
- Meja kerja
a. Tinggi meja kerja
b. Tebal daun meja
c. Permukaan meja
d. Lebar meja
e. Luas pandangan: Vertikal dan Horisontal
Hasil Pengukuran
Ukuran-ukuran yang dianjurkan sesuai norma-norma ergonomi yang disepakati (The
Recommended Ergonomic Norms).
1. Bangku tes yg mempunyai tinggi 47,5 cm untuk pri dan 42,5 cm untuk wanit
2. Stetoskop
3. Stopwatch
4. Metronome
5. Pulsa meter
6. Alat tulis untuk mencatat
Pelaksanaan pengukuran
Waktu pengukuran 5 menit, sedangkan detak metronome dengan frekuensi 120 kali
per menit. Setelah waktu yang ditentukan selesai, tenaga kerja segera duduk istirahat.
Setelah 1 menit istirahat, denyut nadinya dihitung dengan pulsa meter selama 30 detik. Cara
menghitung denyut nadi : Nadi dihitung selama 3 kali: 1 s/d 1,5 menit, 3 s/d 3,5 menit
Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran kesegaran jasmani dihitung dengan rumus sebagai berikut:
160
Kriteria Indeks Kesegaran Jasmani adalah sebagai berikut :
D. Pengukuran Kelelahan
Kelelahan dapat diukur dengan Reaction timer dan flicker fussion, yakni:
- Metoda Pengukuran Kelelahan dengan Reaction timer
Catat angka pada penampil langsung yang menunjukkan waktu reaksi dengan
satuan mili detik
Ulangi memberikan rangsang cahaya/ suara sampai 15 kali, data pertama
sampai ke 5 dihapus, sedangkan data ke 6 sampai ke 15 dijumlah dan dibagi 10
- Metoda Pengukura Kelelahan dengan Flicker Fussion
Kedipan dimulai dari frekuensi rendah, pelan-pelan ditingkatkan sampai pasien
merasa bukan kedipan melainkan cahaya kontinyu, catat frekuensi tersebut
Ulangi pemeriksaan 5 kali dan dirata rata
Hasil pengukuran
1. Standar pengukuran dengan reaction timer:
150-240 Normal
241-410 Kelelahan Ringan
411-580 Kelelahan Sedang
>580 Kelelahan Berat
2. Standar Pengukuran dengan Flicker Fussion
- Bagi orang yang tidak lelah frekuensi ambang kerling mulus adalah 2 Hz (jika
cahaya pendar) atau 0,6 Hz (jika cahaya siang)
- Jika orangnya lelah maka akan menunjukkan nilai ambang kurang dari 2 Hz atau
0,6 Hz
161
pengguna, mudah digunakan, produk dan pengguna serasi, dan umpan balik
pengguna
4. Sosio-budaya: teknologi tersebut harus dapat meliputi norma, nilai, kebiasaan,
keinginan , impian , agama, kepercayaan dan kebutuhan pemakai
5. Hemat akan energi: Hemat akan energi berarti bahwa produk harus mempunyai
kontribusi yang bermakna terhadap prinsip pembangunan berlanjut dan tidak
malahan menghancurkan keberadaannya.
6. Tidak merusak lingkungan: dimaksudkan agar produk tidak memberkan sesuatu
kepada lingkungannya, seperti kantong plastik, polusi ke berbagai sasaran seperti
lahan, sungai, air dan udara.
162
BAB XV
163
Pelayanan Kesehatan kerja (PKK) adalah sarana penerapan upaya kesehatan
kerja yang bersifat komprehensif, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Sesuai dengan kaidah perlindungan yang universal, PKK lebih
mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif, disamping tetap melaksanakan
upaya kuratif dan rehabilitatif. Dalam Pasal 2 disebutkan tugas PKK salah satunya adalah
melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala dan khusus
d. Kepmennakertrans No. Kep. 187/Men/1999 tentang Pengendalian bahaya kimia
berbahaya di tempat kerja
Pasal 16 menyebutkan bahwa perusahaan yang mempunyai potensi bahaya besar akibat
penggunaan bahan kimia berbahaya harus melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali
e. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian Hepatitis B dalam
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja tidak boleh
digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga kerja.
164
salah satunya dapat bersumber dari pekerja yang tidak sehat sehingga produktivitasnya
menurun.
Dalam dunia kerja dan industri, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah
kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan status kesehatan dan kapasitas
kerja fisik, serta mencegah terjadinya cedera atau penyakit dengan cara melindungi pekerja
dari efek buruk pajanan hazard di tempat kerja. Selain itu juga kesehatan kerja berperan
dalam membentuk perilaku sehat dan perilaku kerja yang kondusif bagi keselamatan dan
kesehatannya. Hasil akhirnya adalah pekerja menjadi sehat, selamat, sejahtera, produktif
dan performa kerjanya optimal serta berdaya saing kuat, demikian pula perusahaan atau
organisasi menjadi berdaya saing kuat dalam memenuhi tuntuan pasar global.
165
tersebut. Risiko semakin besar bila konsekuensi gangguan kesehatan yang ditimbulkan
berat dan peluang atau frekuensi kejadian tersebut kerap terjadi.
Hazard kesehatan di tempat kerja dapat berupa:
a. Hazard tubuh pekerja (somatic hazards)
Merupakan hazard yang berasal dari dalam tubuh pekerja, yaitu kapasitas kerja dan
status kesehatan pekerja. Contoh pekerja yang buta warna bila mengerjakan alat
elektronik dengan kabel listrik warna warni dapat membahayakan dirinya atau orang di
sekitarnya bila ia salah menyambung kabel yang berpotensi menimbulkan ledakan atau
kebakaran.
b. Hazard perilaku kesehatan (behavioural hazards)
Merupakan hazard yang terkait perilaku pekerja. Contohnya adalah kebiasaan
menggunakan telepon genggan saat memperbaiki mesin menyebabkan tangan mekanik
dapat tersayat gerinda.
c. Hazard lingkungan kerja (enviromental hazards), berupa faktor fisika, kimia dan biologi
yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bila kadar atau intensitas pajannan
melampau ambang batas yang ditetapkan atau melampaui toleransi kemampuan tubuh
pekerja.
Jenis-jenis bahaya yang termasuk faktor fisik antara lain:
- Bahaya mekanik
- Bising
- Getar atau vibrasi
- Suhu ekstrim panas atau dingin
- Cahaya
- Tekanan
- Radiasi pengion
- Radiasi bukan pengion (gelombang elektromagnetik)
Faktor bahaya kimia berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang luas
spektrumnya, dari yang ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal, sampai cacat berat
seperti kelainan organ hati dan saraf, gagal ginjal, gangguan paru, kanker, cacat pada
janin dan kematian. Bahan kimia di tempat kerja beragam jenis dan bentuknya. Yang
paling sering digunakan dalam dunia kerja adalah:
- Logam berat
Contoh: timbal yang digunakan di industri baterai, kabel; merkuri yang digunakan di
industri kloral kali dan di dunia kedokteran; titanium yang digunakan untuk peralatan
angkasa luar; arsen yang digunakan untuk pestisida.
- Pelarut organik
Merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang banyak digunakan sebagai pelarut
hidrokarbon lain, memproduksi polimer, membuat pupuk asam fosfat, serat tekstil
buatan, mengencerkan cat, tinta, perekat, menghilangkan oli pada mesin, mencuci
pakaian cara kering, sebagai bahan pemutih.
- Gas dan uap
Gas dan uap ada yang bersifat asfiksian, iritasi lokal, sensitisasi dan toksik. Gas
asfiksian menyebabkan tubuh kekurangan oksigen dengan cara menggantikan
oksigen secara fisik (seperti karbondioksida, nitrogen, helium, argon, metana, etana,
propana, butana) dan melalui reaksi kimia atau menghambat transportasi oksigen
(seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida. Gas karbondioksida
sering terjadi saat keabakran atau pada tambang bawah tanah yang kurang
ventilasinya, metana dihasilkan oleh proses pembusukan bahan organik, biasanya
ditemukan di tambang batubara, sianida digunakan pada proses ekstraksi emas,
hidrogen sulfida bersumber dari proses pemurnian minyak bumi dan pembusukan
senyawa organik.
Gas dan uap yang menyebabkan iritasi lokal terutama pada mukosa mata dan
saluran napas. Contohnya adalah amoniak di pabrik pupuk, klorin sebagai pembersih
di rumah tangga, desinfektan di kolam renang dan fasilitas kesehatan, oksida
166
nitrogen dan oksida sulfur sebagai gas buang pembakaran dari kendaraan bermotor
dan cerobong.
Gas dan uap yang bersifat sensitisasi menimbulkan respon imun berlebih sehingga
terjadi reaksi alergi. Contohnya adalah isosianat yang digunakan dalam
pembentukan plastik poliuretan.
Gas dan uap yang bersifat toksik, contohnya adalah gas karbon sulfida, hidrokarbon
alifatik dan uap pelarut organik yang toksik terhadap susunan saraf pusat, arsen
toksisk terhadap sistem pembentukan darah, formaldehid, nikel karbonil, vinil klorida
bersifat karsinogen.
- Pestisida
Merupakan kelompok bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan serangga,
jamur, hama tanaman, binatang pengerat serta vektor penyakit lain. Contohnya
adalah organofosfat (paration, malation), organoklorin (DDT), karbamat, walfarin,
parakuat. Pekerja berisiko adalah pekerja di pabrik pembuat pestisida, petani di
perkebunan serta petugas kesehatan yang melakukan penyemprotan.
- Partikel di udara
Partikel dapat bersifat organik seperti debu kapas, rami, kayu, gandum dan biji-bijian
lain; dan anorganik seperti partikel logam (merkuri, besi, arsen, mangan) dan non
logam (silika bebas, asbes, debu batu bara0
Faktor bahaya biologi berpotensi menimbulkan penyakit infeksi akibat kerja, dari yang
paling ringan seperti flu sampai HIV-AIDS bagi pekerja kesehatan. Jenis mikroorganisme
yang termasuk faktor biologi antara lain virus (hepatitis, HIV-AIDS), bakteri (tuberkulosis,
bruselosis, leptospirosis), jamur (koksidiomikosis, aktinomikosis) serta parasit (malaria).
d. Hazard ergonomik (ergonomic hazards) berupa faktor risiko ergonomik
Faktor ini terkait kondisi pekerjaan dan peralatan kerja yang digunakan pekerja seperti
rancangan alat kerja/mesin, cara kerja, kerja yang monoton, fatigue, gerakan kerja
repetitif
e. Hazard pengorganisasian pekerjaan (work organization hazards) dan hazard budaya
kerja (work culture hazards) berupa faktor stres kerja.
Contohnya adalah faktor stres kerja berupa beban kerja berlebih atau pembagian
pekerjaan yang tidak proporsional, budaya kerja sampai jauh malam dan mengabaikan
kehidupan sosial pekerja.
Apabila faktor bahaya tersebut di atas tidak dilakukan pengendalian dan terus
menerus tenaga kerja terpapar oleh faktor bahaya yang ada, maka tenaga kerja berisiko
untuk terkena penyakit akibat kerja dan dapat menurunkan tingkat produktivitas. Misalnya
pada lingkungan kerja dengan faktor bahaya fisik kebisingan, maka tenaga kerja berisiko
untuk terjadinya gangguan fungsi pendengaran yang disebut Noise Induced Hearing Loss
(NIHL).
Proses pekerjaan/ industri terdapat 3 (tiga) komponen yang saling berinteraksi yaitu
komponen manusia/ tenaga kerja, peralatan/ mesin dan bahan. Hubungan ini dapat dilihat
sebagai berikut :
167
Ketiga komponen ini saling berproses, dengan dampak negatif pada masing-masing
interaksi. Interaksi antara tenaga kerja dengan peralatan mempunyai risiko untuk terjadinya
kecelakaan kerja. Interaksi antara tenaga kerja dengan bahan berisiko untuk terjadinya
penyakit akibat kerja, dan interaksi antara bahan dan alat mempunyai risiko untuk terjadinya
lingkungan kerja yang tidak sehat, yang akhirnya juga berakibat buruk pada kesehatan
tenaga kerja. Dengan demikian setiap tempat kerja mempunyai faktor bahaya dan
merupakan risiko untuk terjadinya penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja.
168
Perhatian utama dibidang kesehatan kerja lebih ditujukan kearah pencegahan
terhadap kemungkinan timbulnya penyakit atau kecelakaan kerja serta pemeliharaan
kesehatan seoptimal mungkin. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No 3 tahun 1982, pelayanan kesehatan kerja mencakup:
1. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, baik kesehatan awal sebelum mulai bekerja,
pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakuakan setahun sekali, maupun pemeriksaan
kesehatan khusus yang dilakukan pada kasus/hal khusus.
2. Penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.
3. Pembinaan & pengawasan lingkungan kerja.
4. Pembinaan & pengawasan sanitair.
5. Pembinaan & pengawasan perlengkapan utk kesehatan. tenaga kerja.
6. Pencegahan terhadap penyakit umum & penyakit akibat kerja.
7. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dana pelatihan untuk petugas P3K.
8. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi kerja serta penyelenggaraan
makanan di tempat kerja.
9. Membantu usaha rehabiitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
10. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan
tertentu dalam kesehatannya.
11. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus.
Untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja di perusahaan dapat
dilaksanakan dengan berbagai pilihan antara lain:
1. Diselenggarakan sendiri oleh pengurus
2. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter atau
pelayanan kesehatan lainnya
3. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama menyelenggarakan suatu
pelayanan kesehatan kerja.
4. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dipimpin dan dijalankan oleh seorang
dokter yang disetujui direktur.
5. Pengurus wajib memberikan kebebasan professional kepada dokter yang menjalankan
pelayanan kesehatan kerja.
6. Dokter dan tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kerja bebas
memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan
keterangan yang diperlukan.
7. Pengurus wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja kepada
direktur.
Sebelum mulai kegiatan kesehatan kerja di suatu perusahaan, maka sangat
diperlukan adanya dukungan dari pihak top management berupa komitmen yang tinggi.
Tanpa adanya dukungan dari pihak manajemen, maka mustahil kegiatan ini dapat
terlaksana dengan baik.
Sejalan dengan tujuan kesehatan kerja dan lebih mengutamakan kegiatan
pencegahan, penerapannya dilakukan dalam kegiatan:
- Identifikasi dan monitoring faktor bahaya di lingkungan kerja dan tindakan
pengendalliannya
Kegiatan terutama ditujukan untuk mengenali faktor bahaya yang ada dilingkungan kerja,
melakukan pengendalian terhadap faktor bahaya tersebut sehingga didapatkan kondisi
lingkungan kerja yang aman, sehat dan selamat.
- Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus, biological monitoring
Kegiatan ini ditujukan terutama untuk mendapatkan tenaga kerja yang sehat, dan
memelihara agar tetap sehat. Apabila ada kelainan dapat diketahui secara dini dan cepat
dilakukan tindakan koreksi.
- Pelayanan kesehatan kerja
Kegiatan ini bersifat komprehensif dan lebih mengutamakan tindakan pencegahan
(promotif dan preventif), bukan semata-mata hanya mengobati keluhan dan gejala saja.
- Penanganan, pencegahan dan penanggulangan kedaruratan dalam industri
169
- Pengendalian lingkungan
Pengendallian ini tidak hanya terhadap faktor bahaya saja tetapi juga cara/ sistem kerja
dan dilaksanakan dengan keahlian disiplin ilmu lainnya misal ahli higiene perusahaan,
sanitasi dan lain sebagainya.
- Konsultasi dan komunikasi
Dilaksanakan dengan berbagai institusi yang berhubungan dengan kesehatan kerja
seperti dokter spesialis kedokteran okupasi, berbagai organisasi profesi lainnya
- Pelatihan-pelatihan
Dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja, terutama
yang berkaitan dengan kerja yang sehat dan selamat.
Kegiatan lainnya dapat ditambahkan dalam pelaksanaan program kesehatan kerja seperti
pemberian makanan tambahan (extra fooding), gerakan hidup sehat, peningkatan
kebugaran, termasuk juga pelaksanaan program Keluarga Berencana.
170
keperluan kompensasi bila kelak terjadi penyakit atau kecacatan pada pekerja setelah
bekerja sesuai dengan peraturan jaminan sosial yang berlaku.
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap,
kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang
dianggap perlu sesuai dengan faktor bahaya yang didapat pekerja. Untuk pekerjaan-
pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan guna
mencegah bahaya yang diperkirakan timbul.
Pengusaha atau pengurus perusahaan dan dokter wajib menyusun pedoman
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai
dengan kesehatan dan pekerjaan yang akan dilakukannya. Pedoman tersebut dapat
dikembangkan mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan ilmu kedokteran dalam
keselamatan dan kesehatan kerja.
Pemeriksaan kesehatan awal dapat tidak dilakukan bila 3 (tiga) bulan sebelumnya
telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter dan tidak ada keraguan-raguan
mengenai hasil pemeriksaan.
171
Pemeriksaan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan-keluhan
diantara tenaga kerja, atau atas pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan
kesehatan kerja, atau atas penilaian instansi berwenang, atau atas pendapat umum di
masyarakat.
Pengurus perusahaan wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan sesudah pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Direktur
Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan melalui Dinas Tenaga Kerja setempat. Peranan dan
fungsi paramedis dalam pemeriksaan kesehatan kerja ditetapkan lebih lanjut oleh dokter
perusahaan.
Kesimpulan hasil pemeriksaan kesehatan khusus adalah:
1. Sehat
2. Perlu tindak lanjut terhadap kelainan medis
3. Perlu tindak lanjut dari segi pekerjaan, bila ada yang dapat mengganggu keselamatan
172
Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang hazard somatik, hazard perilaku dan status kesehatan pekerja, untuk
keperluan penempatan yang sesuai, selain pemeriksaan kesehatan umum, diperlukan
pemeriksaan kesehatan spesifik berdasarkan hazard yang ada di tempat kerja (hazard
based medical examination).
Kesimpulan dari hasil pemeriksaan kesehatan dapat berupa:
‘Fit’ untuk semua pekerjaan
‘Fit’ untuk pekerjaan tertentu
‘Unfit’ sementara, perlu pengobatan dan kembali diperiksa ulang
‘Unfit’ untuk semua pekerjaan
Untuk menentukan tingkat kesehatan pekerja, dokter perusahaan/ pemeriksa
kesehatan kerja harus mengetahui faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja di
lingkungan kerjanya, kesehatan jiwa, faktor penyakit secara umum yang dapat
mempengaruhi pekerjaan atau adanya kecacatan fisik yang berhubungan dengan jenis
pekerjaannya. Pertimbangan berdasarkan jenis pekerjaan dan lingkungan kerja seperti
dicontohkan di bawah ini:
a. Lingkungan kerja perkantoran
- Memperhatikan pencegahan terhadap penyakit infeksi menular dan penyakit lain
yang berhubungan dengan risiko kerja perkantoran, seperti tuntutan kerja pada
ruangan dingin (menggunakan air conditioner), faktor alergi dingin dan debu.
- Bila menuntut waktu kerja yang lebih, mempunyai tingkat stres tinggi dan
berhubungan dengan faktor gizi kerja lebih atau kurang, maka harus memperhatikan
pencegahan terhadap penyakit seperti jantung koroner, obesitas.
b. Lingkungan kerja yang terpajan bahan kimia berbahaya dalam berbagai bentuk
- Memperhatikan sistem pernapasan : tidak sedang menderita penyakit asma, rhinitis
alergika, sinusitis, infeksi paru. Bila akan menggunakan respirator dipastikan tidak
ada gangguan fungsi paru.
- Memperhatikan adanya penyakit kulit : menderita dermatitis alergika, infeksi kulit
kronis dan berulang akibat bahan kimia tertentu.
- Tidak mengalami gangguan fungsi ginjal, fungsi hati, sistem sirkulasi (leukemia,
anemia), sistem saraf pusat.
c. Lingkungan kerja dengan terpajan panas
- Tidak menderitakelainan jantung dan pembuluh darah, gangguan fungsi ginjal,
infeksi kulit kronis
d. Pekerja supir
- Tidak buta warna total, tidak mempunyai kelainan lapang pandang
- Tidak mempunyai kelainan jantung dan hipertensi yang tidak terkontrol, tidak sedang
menderita penyakit status asmatikus dan penyakit paru onstruksi menahun
- Tidak mengalami gangguan pendengaran sedang samapi berat bilateral
- Tidak mengalami pendengaran komunikasi dan kelainan lain yang dapat
mempengaruhi kesulitan berkonsentrasi
e. Yang berhubungan dengan aspek ergonomik (untuk pekerjaan repetitif berulang) :
- Tidak menderita kelainan syaraf perifer dan pusat yang menetap (khusus anggota
tubuh yang digunakan untuk bekerja), gangguan koordinasi alat gerak seperti tremor,
kecekatan dan reflek yang berkurang.
f. Bekerja di ketinggian :
- Tidak menderita kelainan organ yang berhubungan dengan keseimbangan
- Tidak menderita hipertensi sedang sampai berat dan hipertensi yang tidak terkontrol
- Tidak mengalami kelainan yang dapat mempengaruhi kesulitan berkonsentrasi
g. Lingkungan kerja bising
- Tidak dalam keadaan kelainan saraf pendengaran/ gangguan pendengaran konduktif
sedang sampai berat
- Tidak menderita penyakit infeksi telinga yang disertai kerusakan gendang telinga
permanen
173
h. Pekerja kantin atau pengolah makanan :
- Tidak sedang menderita infeksi menular seperti diare, tifus abdominalis dan hepatitis
A
Kondisi kesehatn pekerja dapat berubah tergantung kondisi keseharian pekerja.
Pemeriksaan kesehatan merupakan kondisi saat itu, sehingga perlu adanya evaluasi dan
pemeriksaan berkala.
174
- Nadi
- Ketajaman penglihatan, buta warna
- Pemeriksaan gigi
e. Pemeriksaan penunjang
- Analisis urin (protein, glukosa, darah, sedimen)
- Foto toraks
- EKG
- Analisis darah rutin
Pemeriksaan spesifik sebagai tambahan harus dilakukan berdasarkan risiko
pekerjaan, misalnya audiometri (bagi pekerja yang terpapar bising), spirometri/ tes fungsi
paru (bagi pekerja yang menggunakan aparatus pernafasan), antibodi hepatitis B surface
antigen (bagi pekerja kesehatan), pemeriksaan mikroskopik atau kultur feses (bagi
pengelola makanan).
175
Transmigrasi, dan telah disahkan pada tanggal 6 Juli 2010. DKK dapat berkonsultasi
kepada Dokter Spesialis Okupasi, bila memerlukan rujukan di bidang Kedokteran Kerja,
dan dokter spesialis lain di bidang pengobatan yang terkait, misalnya Dokter Spesialis
Paru, Dokter Spesialis THT, Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialialis Kulit dan Kelamin.
b. Perawat Kesehatan Kerja yang terlatih (ke depan adalah perawat yang telah lulus uji
kompetensi)
c. Paramedis yang dapat melaksanakan pemeriksaan audiometri, spirometri dan
bersertifikat atau lulus uji kompetensi.
d. Petugas administrasi yang mahir menggunakan komputer dan membuat catatan serta
pelaporan.
176
BAB XVI
GIZI KERJA
177
Rakyat dan Petunjuk Pelaksanaannya, dimana Program Pangan dan Gizi berdimensi
Produktivitas Kerja penanggung jawabnya dipercayakan kepda Departemen Tenaga
Kerja.
i. Surat Edaran Dirjen Binawas No. 86/BW/ 1989 tentang Catering Bagi Tenaga Kerja.
j. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 03 Men/1999 tentang Peningkatan Pengawasan
dan Penertiban terhadap Pengadaan Kantin dan Toilet di Perusahaan.
16.5. Definisi
a. Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubungannya untuk mencapai tingkat kesehatan tubuh yang optimal (Almatsier, 2010).
b. Zat gizi adalah zat yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta menagtur proses-
proses kehidupan (Almatsier, 2010).
c. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/
ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila
dimasukkan ke dalam tubuh (Almatiser , 2010).
d. Gizi kerja adalah ilmu gizi yang mempelajari secara khusus tenaga kerja sebagai sumber
daya manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yang berkaitan dengan
produktivitas kerja serta faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi gizi dan kesehatan
tenaga kerja (Kamal, 2011).
e. Asupan gizi yang dianjurkan adalah perkiraan dari kebutuhan rata-rata asupan harian
yang memenuhi kebutuhan zat gizi dari hampir semua (97-98%) individu sehat dari
kelompok umur dan jenis kelamin tertentu. Istilah ini oleh World Health Organization
(WHO) disebut sebagai Recommended Nutrient Intake (RNI) dan Institute of Medicine
(IOM) menggunakan istilah Recommeded Dietary Allowance (RDA) (FAO/WHO, 2001 &
IOM, 2006).
f. Angka kecukupan gizi adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua
orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal (Kepmenkes No.1593/Menkes/SK/XI/2005).
g. Penyakit gizi kerja merupakan penyakit gizi sebagai akibat kerja ataupun ada hubungan
dengan kerja. Sebagai contoh: Penyakit anemi gizi dapat menyebabkan konsentrasi
kerja menurun dan daya ingat yang lambat, selanjutnya akan menurunkan produktivitas,
178
sebaliknya anemia juga dapat diakibatkan oleh lingkungan kerja. Contoh lain adalah
defisiensi vitamin B1 dan kurang energi dan protein. Penyakit-penyakit lain yang tidak
tergolong penyakit gizi, tetapi dapat menyebabkan kurang gizi sehingga dapat
menurunkan produktivitas kerja, antara lain gastritis, diare, anoreksia, dan lain-lain.
Kecukupan energi
Energi dibutuhkan untuk mempertahankan berbagai fungsi tubuh, seperti
pernapasan, sirkulasi, metabolisme, kerja fisik dan sintesis protein. Keseimbangan energi
seseorang tergantung pada asupan makanan sumber energi dan energi total yang
digunakan/ total energi expenditure (TEE).
Komponen dari penggunaan energi mencakup (IOM, 2006):
- Metabolisme basal dan istirahat
Laju metabolisme basal/ basal metabolic rate (BMR) adalah energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan aktivitas metabolik dari sel dan jaringan, ditambah energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah, pernapasan, pencernaan dan fungsi
ginjal saat tubuh terjaga, pada kondisi puasa dan istirahat dengan nyaman. BMR
mencakup penggunaan energi agar tubuh tetap dalam keadaan terjaga. Laju
metabolisme tidur/ sleeping metabolic rate (SMR) selama pagi hari adalah sekitar 5-10
persen lebih rendah dibanding BMR selama pagi hari.
BMR umumnya diperkirakan untuk waktu 24 jam, yang kemudian disebut sebagai
penggunaan energi basal/ basal energy expenditure (BEE), dengan satuan Kalori per 24
jam. Laju metabolik istirahat/ resting metabolic rate (RMR) menggambarkan penggunaan
energi dalam kondisi istirahat dan cenderung lebih tinggi 10-20 persen dalam kondisi
basal, karena peningkatan penggunaan energi yang disebabkan oleh makanan yang
baru saja diasup atau oleh efek tunda dari aktivitas fisik yang baru saja selesai.
- Thermic effect of food (TEF)
TEF adalah peningkatan penggunaan energi yang disebabkan oleh konsumsi makanan,
termasuk proses pencernaan, transpor, metabolisme dan penyimpanannya.
- Termoregulasi
179
Termoregulasi adalah proses mamalia mengatur suhu tubuh dalam batas tertentu.
- Aktivitas fisik
Energi yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas fisik, yang bervariasi antar individu,
tergantung tingkat aktivitas.
- Tingkat aktivitas fisik/ physical activity level (PAL)
PAL adalah rasio dari TEE dan BEE (TEE : BEE). Kategori PAL dibagi menjadi sangat
ringan (PAL ≥1,0 <1,4), aktif ringan (PAL ≥1,4 <1,6), aktif (PAL ≥1,6 <1,9) dan sangat
aktif(PAL ≥1,9 <2,5)
- Penggunaan energi total/ total energy expenditure (TEE)
TEE adalah penjumlahan dari BEE, TEF, aktivitas fisik, termoregulasi dan energi yang
digunakan untuk deposisi jaringan baru (pada bayi, anak dan remaja) dan produksi air
susu (pada wanita hamil). Ketidakseimbangan antara asupan energi dan penggunaannya
menghasilkan penumpukan atau hilangnya komponen tubuh, terutama lemak.
Kecukupan energi individu dihitung berdasarkan Estimated Energy Requirement
(EER) yaitu asupan energi rata-rata yang diprediksi dapat mempertahankan keseimbangan
energi pada orang dewasa sehat sesuai umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan
tingkat aktivitas fisik dan konsisten untuk kesehatan yang terjaga baik.
Berat badan adalah indikator dari kecukupan atau ketidakcukupan asupan energi.
Beberapa faktor mempengaruhi penggunaan dan kebutuhan energi, termasuk umur,
komposisi tubuh, jenis kelamin dan ras. Konsumsi energi yang berlebihan akan
menyebabkan tubuh beradaptasi untuk tingkat kebutuhan energi yang tinggi sehingga terjadi
pertambahan berat badan dan menyebabkan risiko penyakit kronis, seperti diabetes tipe 2,
hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit kandung empedu, osteoartritis dan beberapa
tipe kanker.
Perhitungan kecukupan energi yang terkini didasarkan model persamaan yang
dikembangkan oleh IOM. Model persamaan ini diperoleh dari data energi basal yang diukur
dengan metode doubly labeled water (DLW), yaitu metode yang digunakan untuk mengukur
pengunaan energi total rata-rata dari makhluk hidup selama beberapa hari (biasanya 10
sampai 14), didasarkan pada dosis air yang hilang yang telah diperkaya dengan isotop stabil
2H dan 18O. Metoda DLW mengukur seluruh komponen dari penggunaan energi, termasuk
BMR, termoregulasi, aktivitas fisik dan energi untuk sintesa jaringan baru
Perempuan hamil
Estimated Energy Requirement (Kal/hari) = EER tidak hamil + Deposisi energi saat hamil
Perempuan menyusui
Estimated Energy Requirement (Kal/hari) = EER tidak hamil + Energi air susu – Kehilangan BB
Keterangan:
180
EER = Estimated Energy Requirement.
Tabel 16.2. Koefisien aktivitas fisik yang digunakan untuk perhitungan EER
Sangat ringan Aktif ringan Aktif Sangat aktif
(PAL 1.0–1.39) (PAL 1.4–1.59) (PAL 1.6–1.89) (PAL 1.9–2.5)
Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas
sehari-hari sehari-hari sehari-hari sehari-hari
(seperti kerja ditambah 30- ditambah ditambah
rumah tangga, 60 menit paling tidak 60 paling tidak
berjalan ke aktivitas menit aktivitas 60 menit
bis) sedang sedang aktivitas
(seperti sedang
berjalan 5-7 ditambah 60
km/jam) menit aktivitas
berat atau
120 menit
aktivitas
sedang
Laki-laki ≥ 19 tahun 1,00 1,11 1,25 1,48
Perempuan ≥ 19 tahun 1,00 1,12 1,27 1,45
Keterangan:
PAL = Physical Activity Level
Perhitungan Angka Kecukupan Energi (AKE) pada WNPG 2012 didasarkan pada
model persamaan estimasi energi yang dibuat IOM 2006. Data BB dan TB didasarkan pada
median berat badan dan tinggi badan normal penduduk Indonesia menurut kelompok umur
dan jenis kelamin berdasarkan data Riskesdas 2010 terhadap standar WHO.
Tabel 16.3. Koefisien aktifitas fisik dan rumus perhitungan kecukupan energi pada
WNPG 2012
Kelompok umur Kecukupan energi (Kal)
181
Kecukupan protein
Protein adalah komponen struktural dan fungsional utama dari setiap sel tubuh.
Protein adalah bagian dari enzim, molekul pembawa pada membran, molekul transpor pada
darah, matriks intraseluler, rambut, kuku, serum albumin, keratin dan kolagen serta berbagai
hormon. Asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor asam nukleat,
hormon, vitamin dan molekul penting lainnya.
Asam amino diklasifikasikan menjadi asam amino esensial, non esensial dan semi
esensial. Kualitas atau mutu makanan sumber protein tergantung pada kemampuan untuk
menyediakan kebutuhan nitrogen dan asama amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perawatan dan perbaikan sel tubuh. Kebutuhan protein orang dewasa didasarkan terutama
pada studi keseimbangan nitrogen. (IOM, 2006)
Protein hewani seperti daging, unggas, ikan, telur, susu, keju dan yogurt
menyediakan seluruh 9 asam amino esensial dan disebut sebagai protein yang lengkap.
Protein nabati, legume, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan cenderung memiliki
kekurangan satu atau lebih asam amino esensial, sehingga disebut protein yang tidak
lengkap (IOM, 2006).
Kecukupan protein dipengaruhi oleh berat badan, usia dan mutu protein. Mutu
protein makanan ditentukan salah satunya komposisi dan jumlah asam amino esensial.
Pangan hewani mempunyai mutu protein lebih baik dibandingkan pangan nabati. Selain itu
mutu protein ditentukan oleh daya cerna protein tersebut, yang berbeda antar jenis pangan.
Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya
cerna protein suatu jenis pangan, maka semakin tinggi mutu proteinnya. Semakin rendah
kandungan serat dan lembut tekstur suatu jenis pangan, semakin baik mutu proteinnya
(Gibney dkk, 2002 dalam Hardinsyah, dkk, 2012).
Perhitungan Angka Kecukupan protein (AKP) pada WNPG 2012 didasarkan pada
kecukupan protein pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin anjuran IOM 2005 dan
WHO 2007. Perhitungan kecukupan protein disesuaikan dengan rata-rata berat badan sehat
sehat penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin, serta dikoreksi
dengan faktor koreksi mutu protein. Berikut rumus perhitungan kecukupan protein:
Kecukupan protein = (AKP x BB) x faktor koreksi mutu protein
Keterangan :
AKP = Angka kecukupan protein (g/kgBB/hari)
BB = Berat badan aktual (kg)
Faktor koreksi mutu protein umum = 1,3 bagi dewasa dan 1.5 bagi anak dan remaja
Faktor koreksi mutu protein Perempuan hamil = 1,2
Tabel 16.4. RDA untuk protein total sesuai kelompok umur (IOM, 2006)
RDA (g/kg/hari)
Laki-laki Perempuan
Kelompok umur
19 - 30 tahun 0,80 0,80
31 - 50 tahun 0,80 0,80
51 - 70 tahun 0,80 0,80
Anjuran kisaran sebaran energi gizi makro (AMDR) bagi penduduk Indonesia dalam
estimasi kecukupan gizi (WNPG 2012) adalah 5-15% energi protein, 25-35% energi lemak,
182
dan 40-60% energi karbohidrat, yang penerapannya tergantung umur atau tahap
pertumbuhan dan perkembangan. (Hardinsyah dkk, 2012).
Kecukupan lemak
Lemak adalah sumber energi utama tubuh yang berperan dalam perkembangan
jaringan dan absorpsi vitamin larut lemak (A,D,E,K). Lemak makanan mengandung asam
lemak yang dapat dikategorikan menjadi: asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh
tunggal dengan ikatan cis, asam lemak tidak jenuh ganda dengan ikatan cis (asam lemak n-
6 dan n-3), asam lemak dengan ikatan trans dan asam linoleat terkonjugasi.
Perkiraan AMDR untuk lemak total adalah 20-35% dari kebutuhan energi untuk
dewasa dan anak berusia 4 tahun ke atas (IOM, 2006). Sumber utama lemak total adalah
butter, margarin, minyak nabati, lemak daging dan unggas, susu, kuning telur, kacang-
kacangan .
Pola makan tinggi lemak yang melebihi kebutuhan energi dapat menyebabkan
obesitas. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara asupan tinggi lemak dan
meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner, kanker dan resistensi insulin.
Perhitungan Angka Kecukupan Lemak (AKL) pada WNPG 2012 didasarkan pada
anjuran sebaran persentase energi dari lemak (AMDR) dan kebutuhan asam lemak esensial
bagi setiap kelompok umur dan jenis kelamin yang dianjurkan IOM 2005 dan FAO/WHO
2008. Merujuk pada anjuran perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan
lemak di Amerika Serikat (IOM, 2005) dan menyelaraskan dengan Pedoman Gizi Seimbang
Indonesia serta perhitungan hasil konsumsi pangan Riskesdas 2010, maka anjuran
kecukupan lemak dalam konteks AMDR bagi penduduk Indonesia dalam WNPG 2012 dibagi
ke dalam tiga kelompok penduduk seperti disajikan pada tabel di bawah ini (Hardinsyah,
2012).
Tabel 16.5. Anjuran proporsi energi dari lemak, karbohidrat dan protein pada
dewasa
Persen terhadap total energi (%)
Zat gizi makro Dewasa
Protein 15 (10-30)
Lemak 25 (20-30)
Karhohidrat 60 (45-65)
Angka dalam kurung merupakan kisaran anjuran di Amerika Serikat (IOM,
2005)
Angka kecukupan untuk asam lemak esensial: asam lemak tidak jenuh ganda n-6
(asam linoleat) tidak melebihi 10%. Anjuran kecukupan asam lemak esensial menurut
WNPG 2012 di sajikan pada tabel di bawah ini (Hardinsyah, 2012).
Tabel 16.6. Anjuran kecukupan asam lemak esensial n-3 dan n-6 berdasarkan
proporsi energi (%-energi)
Persen terhadap energi
Asam lemak esensial total*)
Dewasa
n-3 polyunsaturated fatty acids
( asam α-linolenat) 0.6 – 1.2
183
*) Diadopsi dari kisaran anjuran di Amerika Serikat (IOM, 2005)
Anjuran kecukupan asam lemak esensial menurut WNPG 2012 yang diadopsi dari
IOM di sajikan pada tabel di bawah ini (Hardinsyah, 2012).
Perempuan hamil
Semua umur TD 13 1.4
Perempuan meyusui
Semua umur TD 13 1.3
Keterangan:
TD = tidak ditetapkan
Kecukupan karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk
menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai
karbohidrat berupa glukosa. Karbodidrat dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah unit gula
(glukosa) yang dikandungnya. Bila mengandung satu unit gula disebut mono sakarida,
seperti glukosa dan fruktosa yang banyak terdapat dalam larutan gula dan buah-buahan.
Bila mengandung dua unit gula disebut disakarida, seperti sukrosa (dalam gula meja, buah
dan sayur), laktosa (dalam susu) dan maltosa (dalam karamel). Bila mengandung 3-10 unit
gula disebut oligosakarida, seperti rafinosa and stakiosa yang banyak dijumpai dalam
kacang-kacangan. Bila mengandung lebih dari sepuluh unit gula disebut polisakarida seperti
pati, glikogen dan selulosa.
Total serat pangan terdiri dari serat pangan fungsional dan serat pangan. Serat
pangan fungsional adalah karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan mempunyai efek
manfaat fisiologis bagi manusia. Serat pangan adalah karbohidrat yang tidak dapat dicerna
dan lignin yang terdapat dalam tanaman. Serat pangan merupakan komponen polisakarida
yang bukan pati pembentuk struktur tanaman seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, gum,
lignin dan lain-lain. (IOM, 2005).
Kecukupan energi, kecukupan karbohidrat seseorang dipengaruhi oleh ukuran tubuh
(berat badan), usia atau tahap pertumbuhan dan perkembangan, dan aktifitas fisik. Ukuran
tubuh dalam arti masa otot yang semakin besar dan aktifitas fisik yang semakin tinggi
berimplikasi pada kecukupan karbohidrat yang semakin tinggi.
Kebutuhan karbohidrat bagi setiap kelompok umur dan jenis kelamin dapat dihitung
dengan cara by difference. Ini artinya kecukupan karbohidrat dihitung dengan total
kecukupan energi dikurangi total energi dari kecukupan protein dan kecukupan lemak.
Perhitungan kecukupan karbohidrat dengan prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Keb Energi (Kal) – (Keb Protein (g) x 4) Kal – (Keb Lemak (g) x 9)
Karbohidrat = Kal
4
184
Kecukupan total serat pangan pada remaja dan dewasa didasarkan pada tinjauan
IOM (2005) tentang penelitian manfaat total serat pangan dalam mengendalikan kolesterol
terkait dengan menurunkan risiko penyakit jantung koroner, yaitu 14 g/1000 kkal. Konsumsi
serat harus disertai dengan anjuran minum yang memenuhi kecukupan air. Anjuran rasio
serat pangan tidak larut air dan serat pangan larut air adalah 3 : 1. Tidak ada bukti bahwa
kebutuhan total serat pangan bumil dan busui berbeda dengan perempuan dewasa (IOM,
2005).
Kecukupan vitamin
Vitamin adalah zat gizi mikro yang sangat diperlukan tubuh manusia meski dalam
jumlah sedikit. Berbagai masalah gizi di Indonesia banyak disebabkan oleh kurangnya
asupan zat gizi ini. Terdapat 13 vitamin yang telah diketahui esensial bagi kesehatan
manusia yang dapat dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu vitamin yang larut di dalam
lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K dan vitamin larut air, yaitu C, B1, B2, B6, B12, Folat,
Niacin, Pantotenat, dan Biotin. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) umumnya terdapat
bersama-sama dalam bagian lemak atau minyak dari makanan.
Defisiensi dapat terjadi bila diet secara konsisten rendah vitamin ini atau secara
tanpa sengaja hilang dari saluran pencernaan atau terlarut dalam lemak yang tidak dicerna.
Tiap penyakit yang menyebabkan malabsorpsi lemak dapat menyebabkan defisiensi vitamin
larut lemak. Defisiensi juga terjadi bila orang makan diet yang sangat rendah lemak yang
menyebabkan penyerapan vitamin ini terganggu. Kemampuan vitamin larut lemak untuk
disimpan selain dapat mencegah terjadinya defisiensi karena asupan dari makanan yang
sewaktu-waktu kurang, juga dapat memberi peluang untuk terjadinya keracunan bila terjadi
kelebihan konsumsi, terutama dalam bentuk suplemen. Berbeda dengan vitamin larut lemak,
vitamin larut air tidak dapat disimpan dalam tubuh sehingga harus selalu tersedia dalam diet.
Penyempurnaan AKG vitamin pada WNPG 2012 dilakukan dengan
mempertimbangkan perkembangan iptek dan fakta-fakta baru terkait peran dan fungsi
vitamin serta pola konsumsi masyarakat serta berbagai kesepakatan internasional maupun
regional (Sulaeman dkk, 2012).
Fungsi dan sumber makanan dari beberapa vitamin adalah sebagai berikut:
- Vitamin A
Fungsi dari vitamin A yaitu untuk penglihatan, diferensiasi sel dan pembelahan sel,
kekebalan tubuh, pertumbuhan serta reproduksi. Sumber vitamin A yang didalam pangan
hewani adalah hati, telur, susu dan minyak ikan. Sedangkan dari pangan nabati
provitamin A dapat diperoleh dari sayuran berwarna hijau dan tumbuhan yang
mempunyai pigmen warna merah, orange atau kuning, misalnya : bayam, kangkung,
wortel, papaya, tomat dll.
- Vitamin D
Penting untuk pembentukan skeleton dan homeostasis mineral, termasuk untuk
peningkatan absorpsi kalsium dan fosfor. Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar
matahari, vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan. Defisiensi vitamin D ditandai
dengan tidak maksimalnya proses mineralisasi tulang. Pada dewasa dapat meyebabkan
hipokalsemia dan pada tingkat lanjut dapat menyebabkan osteomalasia. Kelebihan
konsumsi vitamin D dapat menyebabkan penumpukan kalsium dalam jaringan,
penurunan fungsi ginjal dan gangguan jantung.
- Vitamin E
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang mencegah terjadinya oksidasi
lemak tidak jenuh dengan jalan menangkap radikal bebas peroksil. Sumber pangan
utama vitamin E adalah minyak nabati, kacang dan biji-bijian serta kecambah. Gejala
defisiensi vitamin E adalah turunnya fungsi reproduksi, distrofi muskular dan gangguan
saraf.
- Vitamin K
185
Fungsi vitamin K sangat penting untuk protrombin dan protein lain yang juga untuk
pengaturan pembekuan darah. Manusia jarang sekali mengalami kekurangan vitamin K
karena vitamin K dapat disintesa dari bakteri yang terdapat pada yeyunum maupun
duodenum. Vitamin ini hanya diberikan sebagai suplemen pada individu tertentu, seperti
saat setelah menjalani operasi.
- Vitamin C
Fungsi utama vitamin c adalah untuk pembentukan protein kolagen melalui proses
hidroksilasi. Fungsi lain adalah sebagai metaloenzim, untuk pembentukan norepinefrin,
karnitin, elastin dan nukleosida. Vitamin ini berfungsi juga sebagai agen pereduksi yaitu
meningkatkan absorpsi Fe non heme dan pereduksi komponen metal untuk aktivitas
katalitik enzim terkait serta menghambat pembentukan nitrosamin. Defisiensi vitamin C
dapat mengakibatkan scurvy, perdarahan gusi, rasa lelah letih lesu dan melemahnya
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber vitamin C diperoleh dari buah-buahan,
sayuran hijau dan serelia.
- Vitamin B1 (tiamin)
Tiamin diperoleh terutama dari serelia, biji-bijian, kacang-kacangan dan hewani (hati,
jantung, ginjal). Defisiensi tiamin akan menyebabkan menyebabkan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, beri-beri secara awal ditandai dengan terganggunya sistem
saraf dan kardiovaskuler, anoreksia, lemah otot serta edema.
Kecukupan mineral
Mineral adalah zat inorganik, yang berarti zat itu tidak dibentuk oleh tubuh mahluk
hidup dan tidak mengandung karbon. Tubuh manusia memerlukan mineral secara terus
menerus walaupun hanya dalam jumlah yang relatif sedikit. Mineral terbagi menjadi dua:
1. Mineral makro
> 0,05 % BB.
Terdiri dari : kalsium, magnesium, fosfor, kalium, natrium
2. Mineral mikro
<0,05% BB
Terdiri dari : zat besi, iodium, seng, selenium, dan lain-lain.
186
daging, telur, kerang dan terdapat juga di serelia. Defisiensi Zn dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan, pertumbuhan terhambat, perubahan kulit dan turunnya
kekebalan.
- Iodium
Mineral iodium penting dalam pembentukan hormon tiroksin yang berperan dalam
metabolisme. Bila konsumsi sangat rendah kelenjar gondok akan membesar. Prevalensi
GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) di Indonesia masih tinggi. Oleh karena itu
masyarakat dianjurkan mengkonsumsi garam beriodium.
- Selenium (Se)
Fungsi utama selenium adalah sebagai faktor penting dalam enzim glutation peroksidase.
Enzim ini merupakan salah satu faktor yang ,mempengaruhi terjadinya berbagai penyakit
degeneratif.
- Tembaga
Tembaga berfungsi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sel darah
merah. Selain itu tembaga merupakan komponen enzim, berperan dalam penyembuhan
luka dan secara metabolisme dibutuhkan untuk melepas energi.
- Kromium
Mineral kromium sangat penting untuk menguatkan kerja insulin sehingga mempengaruhi
metabolisme kerja karbohidrat, protein dan lemak.
- Natrium
Natrium adalah kation yang dominan dalam mempertahankan volume cairan
ekstraselular. Volume cairan ekstraselular diatur dengan cara mengatur osmose cairan
yaitu mengatur kadar natrium (Na) dan klor (Cl).
- Kalium
Merupakan kation utama dalam sel. Berfungsi mempertahankan tekanan osmose dalam
cairan sel, setara dengan tekanan osmose cairan ekstraselular. Penurunan kadar kalium
dalam sel mengakibatkan turunnya fungsi eksitasi sel, irama jantung abnormal,
kelemahan otot, gangguan syaraf.
bh = buah g = gram
bj = biji kcl = kecil
btg = batang ptg = potong
btr = butir sdg = sedang
bsr = besar sdm = sendok makan
gls = gelas (240 ml) sdt = sendok teh
kh = kandungan karbohidrat
Berikut ini dicantumkan 8 golongan bahan makanan penukar. Bahan makanan pada
tiap golongan dalam jumlah yang dinyatakan pada daftar, bernilai gizi hampir sama, oleh
karena itu satu sama lain dapat saling menukar dan disebut dengan istilah 1 satuan
penukar.
187
I. Sumber karbohidrat 40 4 - 175
II. Sumber protein hewani 50
Rendah lemak - 7 2 75
Lemak sedang - 7 5 150
Tinggi lemak - 7 13 75
III. Sumber protein nabati 7 5 3 75
IV. Sayuran
Golongan A - - - -
Golongan B 5 1 - 25
Golongan C 10 3 - 50
V. Buah-buahan dan gula 12 - - 50
VI. Susu
Tanpa lemak 10 7 - 75
Lemak sedang 10 7 6 125
Tinggi lemak 10 7 10 150
VII. Minyak
Lemak tidak jenuh - - 5 50
Lemak jenuh - - 5 50
VIII. Makanan tanpa kalori
Tabel 16.8. Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan Penukar
Bahan makanan yang mengandung zat gizi tertentu lebih banyak atau kurang diberi kode:
Na + Natrium 200–400 mg
Na ++ Natrium >400 mg
Ko+ Tinggi kolesterol
P- Rendah protein
S+ Serat 3-6 gr
S++ Serat > 6g
Tj+ Sumber lamak jenuh tunggal
K+ Tinggi kalium
Pr+ Purin sedang
Pr++ Tinggi purin
188
Mi kering 1 gls 50 Na+
Nasi beras giling ¾ gls 100
Nasi beras ½ giling ¾ gls 100
Nasi ketan hitam ¾ gls 100
Nasi ketan putih ¾ gls 100
Roti putih 2 iris 70 Na+
Roti gandum 2 iris 70 S+
Singkong 1 ½ ptg 120 K+, P-, S+
Sukun 3 ptg sdg 150 S++
Talas ½ bj sdg 125 S+
Tape beras ketan 5 sdm 100
Tape singkong 1 ptg sdg 100 S++, P-
Tepung tapioka 8 sdm 50 K+, P-
Tepung beras 8 sdm 50
Tepung hunkwee 10 sdm 50
Tepung sagu 8 sdm 50 P-
Tepung singkong 5 sdm 50 P-
Tepung terigu 5 sdm 50
Ubi jalar kuning 1 bj sdg 135 S++, P-, K+
189
Teri kering 1 sdm 15
Teri nasi 1/3 gls 20
Udang segar 5 ekor sdg 35 Ko+
2. Lemak sedang
Satu satuan penukar mengandung :
7 gr protein 5 gr lemak 75 kalori
Bahan makanan URT Gram Keterangan
Bakso 10 bj sdg 170
Daging anak sapi 1 ptg sdg 35
Daging domba 1 ptg sdg 40
Daging kambing 1 ptg sdg 40
Daging sapi 1 ptg sdg 35 Ko+
Ginjal sapi 1 ptg bsr 45 Ko+, Pr++
Hati ayam 1 bh sdg 30 Pr++, Ko+
Hati babi 1 ptg sdg 35 Ko+, Pr++
Hati sapi 1 ptg sdg 35 Ko+, Pr++
Otak 1 ptg bsr 60 Ko+, Pr++
Telur ayam 1 btr 55 Ko+
Telur bebek asin 1 btr 50 Kp+, Na+
Telur penyu 2 btr 60
Telur puyuh 5 btr 55
Usus sapi 1 ptg bsr 50 Ko+, Pr++
3. Tinggi lemak
Satu satuan penukar mengandung :
7 gr protein 13 gr lemak 150 kalori
Bahan makanan URT Gram Keterangan
Bebek 1 ptg sdg 45 Pr++
Belut 3 ekor kcl 50
Corned beef 3 sdm 45 Na+
Daging ayam dengan kulit 1 ptg sdg 55 Ko+
Daging babi 1 ptg sdg 50 Ko+
Ham 1 ½ ptg kcl 40 Na++, Ko+, Pr++
Kuning telur ayam 4 btr 45 Ko+
Sardencis ½ ptg sdg 35 Pr++, Na+
Sosis ½ ptg 50 Na++
Telur bebek 1 btr 55 Ko+
Telur ikan 1 ptg sdg 40
190
Kembang tahu 1 lembar 20
Oncom 2 ptg kcl 40 S++
Pete segar ½ gls 55
Selai kacang tanah 1 sdm 15 Tj+, Na+
Tahu 1 bj bsr 110
Tempe 2 ptg sdg 50 S=
GOLONGAN IV (Sayuran)
Merupakan sumber vitamin dan mineral, terutama karoten, vitamin C, zat kapur, zat
besi dan fosfor. Hendaknya digunakan campuran dari daun-daunan seperti: bayam,
kangkung, daun singkong, dengan kacang panjang, buncis, wortel, labu kuning, dan
sebagainya. Satu penukar adalah 100 gram sayuran campur lebih kurang 1 gelas (setelah
dimasak dan ditiriskan). Golongan sayuran dibagi menjadi 3 macam berdasarkan zat
gizinya.
1. Sayuran A
Digunakan sekehendak karena sangat sedikit sekali kandungan kalorinya
Baligo Lettuce S+
Gambas (oyong) S+ Lobak S++
Jamur kuping segar S++ Selada S+, K+
Ketimun S+, K+ Selada air S+
Labu air Tomat
2. Sayuran B
Satu satuan penukar (dalam 100gr) mengandung:
5 gr karbohidrat 1 gr protein 25 kalori
Bawang bombay Kangkung S+, Pr+
Bayam K+, Pr+ Kacang buncis S++, K+
Bit K+ Kacang panjang S+
Brokoli S+ Kapri muda K+
Buncis S++, Pr+ Kecipir (Buah muda) S+
Cabe merah besar S++ Kembang kol S++, K+
Cabe hijau besar S++ Kucai S+
Caisim S++ Kol S+, K+
Daun bawang S+, K+ Labu siam
Daun bluntas Labu waluh K+
Daun kacang panjang S++ Leunca
Daun kecipir Pare S++
Daun kemangi Pe-cay S+, K+
Daun koro S+ Pepaya muda S+
Daun lobak Rebung S+, K+
Daun lompong tales Sawi S+, K+
Daun pakis S++ Seledri S++
Genjer Taoge kacang hijau S+, K+
Jagung muda S+ Terong S++
Jagung pisang S+ Wortel S+
3. Sayuran C
Satu satuan penukar (dalam 100gr) mengandung:
10 gr karbohidrat 3 gr protein 50 kalori
Bayam merah S+, K+ Daun talas S+
Daun katuk S++ Kacang kapri S+
Daun labu siam Kluwih Ka+
Daun mangkokan Melinjo Pr+
191
Daun melinjo S++, Pr+ Nangka muda S+
Daun pepaya K+ Taoge kacang kedele
Daun singkong S+, K+, Pr+
GOLONGAN V (Buah-buahan dan gula)
Merupakan sumber vitamin terutama karoten vitamin B1, B6 dan vitamin C. Juga
merupakan sumber mineral. Berat buah-buahan dalam daftar ditimbang tanpa kulit dan biji
(berat bersih).
Satu satuan penukar mengandung :
12 gr karbohidrat 50 kalori
Bahan makanan URT Gram Keterangan
Anggur 15 bh sdg 125 S++, K+
Apel merah 1 bh kcl 85
Apel malang 1 bh sdg 75 S+
Arbei 6 bh sdg 135 K+
Belimbing 1 bh bsr 140 S++, K+
Blewah 1 ptg sdg 70 S+
Cempedak 7 bj sdg 45 S++
Duku 9 bh sdg 80 K+
Durian 2 bj bsr 35
Jambu air 2 bh bsr 110 S+
Jambu biji 1 bh bsr 100 K+
Jambu bol 1 bh kcl 90 S+
Jambu monyet 1 bh bsr 80
Jeruk bali 1 ptg 105 S+, K+
Jeruk garut 1 bh sdg 115 S+, K+
Jeruk manis 2 bh sdg 110 K+
Jeruk nipis 1 ¼ gls 135 K+
Kedondong 2 bh sdg 120 S++
Kemang 1 bh bsr 105
Kesemek ½ bh 65 S+
Kolang-kaling 5 bj sdg 25 S++
Kurma 3 bh 15
Kiwi 1 ½ bh 110 S+
Lontar 16 bh 185 S++
Leci 10 bh 75
Mangga ¾ bh bsr 90
Manggis 2 bh sdg 80 S++
Markisa ¾ bh sdg 35 S++
Melon 1 ptg bsr 190 S+
Menteng 4 bh sdg 75
Nangka masak 3 bj sdg 45 S++
Nenas ¼ bh sdg 95
Pala (daging) 4 bh sdg 120 S++
Peach 1 bh kcl 115 S++
Pear ½ bh sdg 85 S++
Pepaya 1 ptg bsr 110 S+, K+
Pisang ambon 1 bh kcl 50 K+
Pisang kepok 1 bh 45 K+
Pisang mas 2 bh 40 S+, K+
Pisang raja sereh 2 bh kcl 40 K+
Plum 2 ½ bh 140 S+
Rambutan 8 bh 75
Salak 2 bh sdg 65 S+
192
Sawo 1 bh sdg 55
Semangka 2 ptg sdg 180
Sirsak ½ gls 60 S+
Srikaya 2 bh bsr 50 S+
Strawberry 4 bh bsr 215 S++
Gula 1 sdm 13
Madu 1 sdm 15
GOLONGAN VI (Susu)
Merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat dan vitamin (terutama vitamin A dan
niasin), serta mineral (zat kapur dan fosfor). Menurut kandungan lemaknya, susu dibagi
menjadi 3 kelompok
1. Susu tanpa lemak
Satu satuan penukar mengandung:
10gr karbohidrat 7 gr protein 75 kalori
Bahan makanan URT Gram Keterangan
Susu skim cair 1 gls 200 K+
Tepung susu skim 4 sdm 20 K+
Yogurt non fat 2/3 gls 120 K+
193
Minyak kacang tanah 1 sdt 5 Tj+
Minyak safflower 1 sdt 5
Minyak zaitun 1 sdt 5 Tj+
2. Lemak jenuh
Bahan makanan URT Gram Keterangan
Lemak babi 1 ptg kcl 5
Mentega 1 sdt 5
Santan (peras dengan air) 1/3 gls 40 K+
Kelapa 1 ptg kcl 15 K+
Keju krim 1 ptg kcl 15
Minyak kelapa 1 sdt 5
Minyak inti kelapa sawit 1 sdt 5
194
a. Pengaruh frekuensi makan dan komposisi makanan
- Pemberian kesempatan untuk makan pada saat-saat istirahat kerja membantu
memperbaiki produktivitas dan dapat mengurangi timbulnya kelelahan kerja.
- Makan pagi mempunyai pengaruh penting kepada produktivitas kerja dan
merupakan salah satu aspek dari kebiasaan atau cara hidup sehat.
- Makanan yang diberikan dalam pekerjaan harus bersifat ringan, mudah dicerna dan
berfungsi menambah kalori yang diperlukan. Makanan yang berat atau susah
dicerna dapat berakibta menurunkan produktivitas kerja, oleh karena alat
pencernaan memikul pembebanan dalam proses cerna.
- Jika nilai gizi makanan dipenuhi untuk kebutuhan kalori termasuk kalori kerja, maka
tidak perlu ditambah frekuensi makan, kecuali makanan selingan pada waktu
istirahat kerja
- Tidak perlu tambahan protein dari makanan untuk kegiatan otot yang lebih besar,
asalkan kebutuhan sehari-hari akan protein telah terpenuhi. Demikian juga vitamin
dan mineral tidak perlu diberikan sebagai suplemen, asal kuantitas yang dibutuhkan
telah dipenuhi dari makanan.
b. Pekerja yang beraktivitas pada tempat kerja yang bersuhu tinggi harus diperhatikan
secara khusus kebutuhannya akan air dan garam sebagai pengganti cairan untuk
penguapan keringat. Pada lingkungan kerja panas dan jenis pekerjaan dengan beban
berat diperlukan sekurang-kurangnya 2,8 liter air minum, sedangkan untuk kerja ringan
dianjurkan sekitar 1,9 liter. Pekerja yang bekerja di tempat dingin, makanan dan
minuman hangat sangat diperlukan dan dianjurkan.
c. Zat gizi tertentu dapat mengurangi pengaruh zat beracun, seperti vitamin C terhadap
keracunan logam berat, larutan kimia organis seperti terhadap derivat anilin, fenol,
sianida, dan lain-lain (Sumakmur, 2009). Contoh lain adalah vitamin E bersifat sebagai
antioksidan dan seng dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Makanan ekstra berfungsi
memperbaiki kesehatan tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh secara umum,
tetapi tidak menghilangkan efek racun. Sering terjadi kesalahan, yaitu dengan diberikan
makanan ekstra seolah-olah risiko bahaya dari suatu zat beracun, padahal hanya
merupakan upaya meningkatkan kesegaran jasmani dan daya kerja.
195
tubuh berkurang dan dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Untuk
memperbaiki anemia maka dapat disarankan pada pekerja yang menderiata anemia
untuk makan makanan yang mengandung zat besi dan bila perlu minum obat tambah
darah (setelah berkonsultasi dengan dokter).
- Asupan gizi yang berlebih
Hasil medical check up menunjukkan kasus hiperkolesterolemia dan dislipidemia, yaitu
peningkatan kolesterol total, LDL dan penurunan kolesterol HDL menduduki urutan
terbanyak. Hiperkolesterolemia dan dislipidemia ini terjadi pada lebih dari 60% karyawan.
Setelah dianalisa ternyata hal ini terjadi seiring dengan beberapa penyakit degeneratif
lain, yaitu kelebihan berat badan, gangguan jantung iskemik, peningkatan asam urat,
peningkatan gula darah dan hipertensi. Hal ini berhubungan dengan faktor kebiasaan
makan makanan yang tinggi lemak dan karbohidrat serta kurangnya olahraga serta
kemungkinan adanya faktor stres psikis dalam pekerjaan. Hal ini perlu menjadi perhatian
pihak manajemen perusahaan untuk meningkatkan program kepedulian kesehatan gizi
kerja pada seluruh pekerja, khususnya pentingnya olahraga dan gizi seimbang dan
mengurangi makanan yang mengandung asam lemak jenuh.
196
- Melaksanakan pertemuan kesehatan dan keselamatan kerja secara berkala dan
teratur untuk menjalankan program higiene dan sanitasi
- Mengorganisasikan pertemuan umum bagi semua tenaga kerja, bila mungkin dengan
organisasi Serikat Pekerja untuk memperoleh dukungan menyeluruh bagi
terlaksananya program higiene dan sanitasi
- Menyelenggarakan program penyuluhan dalam higiene dan sanitasi serta kesehatan
yang melibatkan seluruh tenaga kerja dalam perusahaan
- Memperkerjakan staf khusus yang bertanggung jawab atas masalah sanutasi, higiene
dan kebersihan dalam perusahaan
c. Persyaratan kesehatan makanan:
- Bahan makanan yang digunakan tersedia dalam keadaan memenuhi syarat
kesehatan, bebas dari bakteri dan bahan beracun serta bahan yang memiliki
kelembaban yang dapat merusak makanan
- Air yang digunakan untuk makan dan minum serta mencuci peralatan tidak berbau,
segar, tidak berwarna, tidak berasa, tidak mengandung garam yang membahayakan
dan pada waktu tertentu air harus diperiksa oleh laboratorium kesehatan
- Untuk makanan yang dikemas, harus memenuhi persyaratan: kemasan tidak rusak,
pecah atau kembung, belum kadaluarsa, kemasan digunakan untuk satu kali
penggunaan
- Untuk makanan tidak dikemas, harus memenuhi persyaratan: baru dan segar, tidak
basi, tidak busuk, tidak rusak, tidak berjamur dan tidak mengandung bahan yang
dilarang
- Untuk makanan jadi, maka makanan tidak boleh busuk, tidak rusak atau tidak basi
yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma dan
pengotoran lainnya serta memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan
yang berlaku
- Penyimpanan makanan yang telah dimasak/ diolah, harus dalam kemasan tertutup
dan disimpan pada suhu +/- 10oC
- Penyimpanan makanan jadi harus terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya,
serangga dan hewan; makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 oC
atau lebih atau disimpan pada suhu dingin 4oC atau kurang
- Penyimpanan makanan tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan
dengan bahan makanan mentah
d. Persyaratan kesehatan pengolahan makanan
- Alat makan atau masak sesudah dipakai selalu dibersihkan dengan air sabun dan air
panas kemudian dikeringkan dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan
- Dapur, kamar makan dan alat keperluan makan selalu berada dalam keadaan bersih
dan rapi
- Tempat sampah seperti kantong plastik/ kertas, bak sampah tertutup tersedia cukup
dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat
menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah
- Penanggung jawab perusahaan catering memelihara semua bangunandan fasilitas/
alat-alat dengan baik untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran
terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad renik, meningkatnya suhu, akumulasi
sampah, membiaknya serangga atau tikus dan terjadinya genangan air.
- Tersedia sedikitnya 1 (satu) buah lemari es untuk penyimpanan makanan/ bahan yang
cepat busuk
- Tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu -5 oC dan -10oC
dengan kapasitas yang cukup memadai sesuai dengan jenis makanan/ bahan
makanan yang digunakan
- Tersedia pembuangan asap dapur yang dilengkapi dengan penangkap asap (hood),
alat pembuang asap dan cerobong asap
- Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan terbuat dari bahan yang kuat,
permukaan halus dan mudah dibersihkan; dan setiap peralatan dibebashamakan
sedikitnya dengan larutan kaporit 50 bds atau air panas 80oC selama 2 menit
197
- Untuk ruang pengolahan makanan, tersedia lemari penyimpanan dingin untuk
makanan secara terpisah sesuai dengan jenis/ bahan makanan yang digunakan
seperti daging, telur, unggas, ikan, sayuran dan buah dengan suhu yang dapat
mencapai kebutuhan yang disyaratkan
- Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan makanan kering,
makanan terolah dan bahan makanan yang mudah membusuk
- Alat pengolahan makanan, bila kontak dengan makanan, tidak mengeluarkan logam
berat beracun yang membahayakan, seperti: timah hitam, arsenikum, tembaga, seng,
kadmiun, antimon
Peraturan lain yang berhubungan dengan upaya pencegahan keracunan makanan
adalah Permenkes No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan higiene sanitasi
jasaboga, yang mengatur persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas; persyaratan higiene
sanitasi makanan; persyaratan higiene sanitasi pengolahan makanan; dan persyaratan
kesehatan pemyimpanan makanan.
198
BAB XVII
Tenaga kerja yang sehat, termotivasi dan puas merupakan dasar kesejahteraan
sosial dan ekonomi bagi bangsa apapun. Untuk mencapai tenaga kerja seperti itu, tidak
cukup untuk mencegah bahaya pekerjaan atau untuk melindungi pekerja dari bahaya
pekerjaan. Itu juga diperlukan untuk mengambil langkah-langkah positif untuk meningkatkan
kesehatan dan untuk mempromosikan budaya keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.
Langkah tersebut termasuk promosi kesehatan.
199
17.3. Tujuan Pembelajaran
17.3.1.Tujuan Instruksional Umum
Ruang lingkup PKDTK adalah serangkaian kegiatan yang terkait dengan pendidikan
dan pengorganisasian serta keterlibatan komunitas lingkungan, yang di desain khusus untuk
mendukung secara kondusif perilaku kesehatan (perilaku hidup dan perilaku bekerja)
pekerja dan keluarganya.
17.5. Pengertian
Defenisi sehat yang tertera dalam UU No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Promosi Kesehatan didefinisikan sebagai ilmu dan seni yang membantu orang
merubah perilaku hidupnya untuk menuju kesehatan yang optimal. Kesehatan yang optimal
didefinisikan sebagai keseimbangan antara kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual dan
intelektual.
200
Gambar 17.1. Model Tempat kerja yang sehat
17.6. Tujuan
17.7. Manfaat
Manfaat PKDTK bagi pemberi kerja atau manajemen dan pekerja, antara lain
sebagai berikut:
1. Bagi pihak manajemen tempat kerja
Meningkatkan dukungan terhadap program promosi kesehatan kerja di
tempat kerja
Citra perusahaan positif
Meningkatnya moral pekerja
Menurunnya pemutusan hubungan kerja
201
Menurunnya angka absensi
Lingkungan kerja yang sehat, meningkatnya produktivitas
Menurunnya biaya kesehatan atau biaya asuransi.
2. Bagi pekerja
Meningkatnya percaya diri
Meningkatnya poduktivitas
Menurunnya resiko penyakit
Menurunnya stress
Meningkatnya kepuasan dan semangat kerja
Meningkatnya kemampuan mengenali dan mencegah penyakit
Meningkatnya kesehatan individu
Adapun keluaran yang diharapkan dalam penerapan promosi kesehatan kerja adalah
hidup sehat di tempat kerja yang ditandai dengan adanya:
a. Sehat fisik
b. Sehat mental
c. Sehat suasana kerja
d. Sehat peralatan kerja
e. Sehat lingkungan kerja
Dengan memilih skala prioritas program dan adanya keluaran yang jelas, maka
diharapkan produktivitas akan meningkatkan dan keuntungan perusahaan akan meningkat
pula.
1. Komprehensif
Menggabungkan antara intervensi individu dan organisasi, yang dapat menciptakan
lingkungan kerja yang sehat dan aman yang menimbulkan adanya perubahan perilaku.
2. Partisipasi dan pemberdayaan
Seluruh pegawai terlibat dalam menentukan kebutuhan dan solusi
3. Kerjasama multisektoral dan multidisiplin
Melibatkan berbagai sektor dan profesional dalam mengatasi faktor – faktor yang
mempengaruhi kesehatan.
4. Keadilan sosial
Semua pekerja dilibatkan dalam program tanpa memperhatikan peringkat, jenis
kelamin, kelompok etnis atau status pekerja.
5. Berkesinambungan
202
Promosi harus disesuaikan dengan budaya kerja dan manajemen agar dapat
berkelanjutan dari waktu ke waktu.
1. Pemberdayaan
Upaya memandirikan masyarakat pekerja agal proaktif. Strategi ini ditujukan kepada
sasaran primer yaitu pekerja melaui kegiatan kampanye, survei, ceramah, penyuluhan,
latihan bagi karyawan sesuai tingkatanya penyebarluasan informasi keselamatan,
kesehatan kerja.
2. Bina Suasana
Upaya untuk menciptakan suasana kondusif untuk menunjang pembangunan
kesehatan sehingga masyarakat pekerja terdorong untuk melakukan perilaku hidup
bersih dan sehat. Strategi ini lebih diarahkan untuk sasaran sekunder yang
menghasilkan kemitraan dan opini, misalnya melalui kegiatan seminar, orientasi dan
kehumasan.
3. Advokasi
Pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil keputusan agar dapat memberikan
dukungan kemudahan, perlindungan pada upaya pembangunan kesehatan. Strategi ini
ditujukan untuk sasaran tersier yang menghasilkan kebijakan
Adapun materi/ pesan untuk pemberdayaan dapat melihat kondisi dan skala prioritas
misalnya tentang:
Sedangkan materi/ pesan untuk bina suasana dan advokasi antara lain:
203
Pendekatan Langkah Area Faktor Perilaku sehat Visi dan Harapan
intervensi pengelolaan Prioritas Pengaruh dan positif
program
Komitmen
Manajemen
Keterlibatan pekerja
Keterlibatan
Gambar 17.3.
205
Monitoring lingkungan kerja dan survelen kesehatan dengan tenaga ahli higiene
perusahaan dan kesehatan untuk memperoleh data tentang paparan faktor fisik, kimia
dan biologi yang terjadi terhadap pekerja
Survei tertulis
Diskusi melalui pertemuan- pertemuan dengan pembahasan yang spesifik. Hal ini juga
berguna untuk validasi informasi yang diperoleh dari survei tertulis
.
d. Prioritas
Setelah data terkumpul, saatnya menentukan yang menjadi prioritas. Dalam
menentukan yang menjadi prioritas berdasarkan pentingnya dan urgensi.
Metode lain dalam menentukan prioritas berdasarkan tingkat kebutuhan pada hierarki
Maslow. Dalam banyak kasus, masalah yang berkaitan dengan keselamatan fisik dan
kesehatan merupakan kebutuhan yang lebih mendasar dan pengobatan segera lebih
penting daripada kesehatan mental dan kesejahteraan.
Gambar 17.4.
e. Perencanaan
Pada tahap perencanaan memiliki program pengembangan dan implementasi pada
meningkatkan aktivitas pekerja. Perencanaan harus memiliki tujuan jangka panjang,
sehingga pada masa mendatang dapat ditentukan tingkat keberhasilannya.
f. Pelaksanaan
Pada tahap ini adalah implementasi dari perencanaan, dan penting melibatkan pekerja.
g. Evaluasi
Penilaian terhadap proses dan hasil kegiatan program yang telah dilaksanakan.
h. Perbaikan
Tahap terakhir atau tahap awal pada siklus baru adalah untuk membuat perubahan
berdasarkan evaluasi hasil, perbaikan program yang telah diimplementasikan, atau
menambah program. Pada tahap evaluasi memungkinkan ditemukannya kebutuhan
yang emergensi yang dapat direncakaan, sehingga diperlukan revisi program. Atau
beberapa teknik yang digunakan tidak maksimal dan diperlukan adanya perbaikan.
206
17.10. Pencegahan HIV – AIDS di Tempat Kerja
Prinsip – prinsip kunci dari ILO tentang HIV/AIDS dan dunia kerja yang berlaku bagi
semua aspek pekerjaan dan semua tempat kerja, termasuk sektor kesehatan:
207
BAB XVIII
Segala usaha harus dilakukan untuk mencapai usaha rehabilitasi di tempat kerja
yang efektif. Salah satu usaha yang harus ditingkatkan ialah mengusahakan peningkatan
pengetahuan tentang keselamatan kerja dan hiperkes, khususnya program rehabilitasi di
tempat kerja bagi kalangan dunia industri baik pihak pimpinan, manajer, dokter perusahaan,
supervisor maupun pekerja itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya modul untuk pelatihan
yang baku sehingga memudahkan bagi tenaga pengajar dalam menyampaikan materi
pelatihan.
208
18.4. Pengertian
18.5. Perencanaan
Tiga unsur perencanaan yang utama dalam program rehabilitasi di tempat kerja
adalah:
Hal terpenting pada perencanaan sumber daya manusia dalam program rehabilitasi
di tempat kerja adalah terbentuknya komite bersama/ tim antara pekerja dan manajemen
yang meliputi wakil-wakil dari serikat pekerja, manajemen keselamatan dan kesehatan kerja,
bagian produksi dan keuangan. Setelah terbentuknya tim, baru kemudian dilakukan
penunjukan koordinator program rehabilitasi dan penyelenggara jasa rehabilitasi.
209
Peran dan tanggung jawab perusahaan :
a. Menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja --- asuransi tenaga kerja ---
menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
b. Melaksanakan program rehabilitasi sehingga tenaga kerja dapat bekerja kembali,
dan sedapat mungkin menghindari PHK akibat kecelakaan atau penyakit
c. Memasang isi program rehabilitasi di tempat kerja
d. Menunjuk koordinator/ tim/ organisasi
e. Memberi keringanan sehubungan dengan keterbatasan medis
f. Monitoring program rehabilitasi
g. Memberikan keringanan dalam tugas dan jam kerja pada tenaga kerja yang
mempunyai keterbatasan secara medis
h. Membantu pembiayaan bagi tenaga kerja yang sedang dirawat termasuk
penyelesaian dengan pihak asuransi
210
pentahapan, metode pemantauan, modifikasi yang dibutuhkan dan orang yang dapat
dihubungi bila terjadi masalah
h. Terlibat dalam pelatihan untuk koordinator, manager dll sesuai kebutuhan
i. Membantu modifikasi situasi rumah, konseling manajemen stress dan kecemasan,
saran fasilitas transportasi, pelatihan kerja, pendidikan tatalaksana kecelakaan dan
pencegahannya, saran psikologis dan sosial untuk peningkatan kualitas hidup,
memberitahu koordinator, pimpinan perusahaan dan organisasi pekerja bila akan
menempatkan pada posisi kerja yang lain dari sebelumnya
j. Bekerja sama dengan pimpinan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pekerja di
luar perusahaan dalam rangka proses rehabilitasi
b) Unsur Operasional
Dasar kesepakatan :
211
Prosedur :
Dasar kesepakatan :
Perusahaan menjamin pekerja yang mengalami kecelakaan dapat bekerja kembali dengan
segera
Prosedur:
Dasar kesepakatan :
Prosedur:
212
c. Pekerjaan lain yang diusulkan harus mempertimbangkan kesesuaian dengan
kemampuan pekerja, persetujuan dokter yang mengobati, berguna bagi rehabilitasi
pekerja dan fleksibel dalam jam kerja, adanya pelatihan kerja yang sesuai
d. Usulan pekerjaan lain harus tertulis dengan rincian sbb: Jenis pekerjaan,
spesifikasi dan pembatasan tugas, jam kerja, perubahan metode kerja, tanggal
mulai bekerja, mekanisme tahapan bekerja termasuk waktu tinjauan ulang dan
orang yang memantau, petugas yang ditunjuk dilaporkan bila terjadi masalah,
jumlah gaji tidak boleh kurang dari jumlah yang diterima sebelum terjadi
kecelakaan dan antisipasi perode kerja
e. Dampak beban kerja pada pekerja lain harus dikurangi.
f. Pekerja dan pengawas harus mengetahui seluruh pembatasan tugas
g. Seluruh prosedur dan hasil pemantauan program rehabilitasi harus
didokumentasi
h. Perusahaan melakukan modifikasi organisasi kerja termasuk tempat kerja
dan meningkatkan ketrampilan pekerja
i. Pekerjaan lain yg diusulkan tidak memberatkan dan mengganggu
produktivitas
j. Seluruh posisi di tempat kerja yang fleksibel dengan modifikasi
tempat/kondisi kerja dan membatasi jam kerja
c) Unsur Komunikasi
Dasar kesepakatan :
Prosedur :
Komitmen 2 : Komunikasi eksternal dengan tidak berburuk sangka pada pekerja yang
cedera/ sakit
Prosedur:
a. Pekerja mendapat jaminan tertulis untuk bekerja kembali pada posisi lain
sesuai saran medis bila tidak dapat bekerja kembali pada pekerjaan semula.
213
b. Kesepakatan tertulis akan dilakukan konsultasi antara pekerja, koordinator,
dokter, penyelenggara jasa rehabilitasi dan organisasi pekerja bila terdapat
perubahan jenis pekerjaan.
c. Laporan kemajuan program akan dibuat oleeh penyelenggara jasa
rehabilitasi, koordinator dan organisasi pekerja sesuai dengan kebijaksanaan
administrasi dan prosedur kerahasiaan. Laporan kemajuan tersebut tersedia bagi
orang/badan yang menginginkannya dengan persetujuan (informed consent)
pekerja yang cedera/sakit.
d. Bila terdapat perselisihan klaim asuransi, pembiayaan rehabilitasi awal akan
dibayar oleh perusahaan terlebih dahulu
e. Seluruh hak pekerja akan diberikan selama proses rehabilitasi
f. Tidak ada PHK bagi pekerja yang cedera/sakit tanpa suatu persetujuan/saran
dari panel ahli K3, organisasi pekerja dan pekerja
18.6. Pelaksanaan
Program rehabilitasi di tempat kerja ditujukan kepada tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan/ sakit agar dapat pulih kembali untuk bekerja dan mempertahankan fungsinya
semula, atau paling tidak dapat melakukan fungsinya sesuai kemampuan yang dimilikinya
setelah mengalami kecelakaan/sakit. Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, bahwa
kegiatan, pelayanan dan intervensi dalam program rehabilitasi di tempat kerja dilaksanakan
dengan berbagai upaya yaitu :
a) Rehabilitasi Medis
Diagnosa penyakit
Perawatan dan pengobatan
Penilaian kecacatan
Rehabilitasi fisik dan psikis
Pengawasan kemajuan
a. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 79/2003 tentang pedoman
diagnostik dan penilaian kecacatan karena kecelakaan PAK
b. Peraturan Pemerintah No. 14/1993 tentang penyelenggaraan program jamsostek
214
Sedangkan kegiatan rehabilitasi fisik dan psikis biasanya dilakukan di RS atau klinik khusus
rehabilitasi dengan memulai langkah awal memperbaiki kejiwaan penderita cacat. Upaya
selanjutnya berupa pelatihan motorik dan sensorik, fisioterapi, terapi wicara dan sebagainya
untuk mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi ketergantungan. Disamping itu
dapat dilakukan bimbingan/konseling mengenai alat bantu seperti kursi roda, kaki palsu
yang mungkin diperlukan bagi penderita cacat. Seleksi penentuan alat bantu sebaiknya
mempertimbangkan kondisi dan persyaratan kerja di masa depan.
b) Rehabilitasi kerja
a. Evaluasi Prakerja
Setelah dinyatakan pulih kesehatannya (secara medis), maka perlu dilakukan
evaluasi untuk mengetahui sisa kemampuan, kecakapan, ketrampilan, potensi, dan
motivasi dari tenaga kerja yang bersangkutan. Sehingga akan memberikan
kemudahan dalam menempatkan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai. Dalam
hal ini dilakukan pemeriksaan status mental, pemeriksaan fisik, kemampuan
melakukan kegiatan harian dan kualitas hidup. Penentuan pulihnya kondisi
kesehatan (fit or unfit) ini dilakukan oleh dokter melalui medical certificate yang
menyatakan kondisi tenaga untuk melakukan: pekerjaan normal, atau dibatasi untuk
pekerjaan tertentu, atau disarankan suatu pekerjaan alternatif, atau dinyatakan
belum pulih kondisinya (unfit).
Pelarangan bekerja dilakukan bila pekerja menderita penyakit infeksi menular yang
terdaftar dalam undang-undang wabah atau menderita penyakit yang bertambah
parah bila bekerja berdasarkan pertimbangan medis.
b. Bimbingan/Konseling Pekerjaan
Bimbingan ini bertujuan untuk memberikan arahan mengenai pekerjaan yang
mungkin dilakukan dan sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang bersangkutan serta
kemungkinan kesempatan kerja yang tersedia. Bila tenaga kerja dirawat lebih dari
sebulan, perawat atau dokter perusahaan harus melakukan bimbingan segera
dengan mengunjungi atau membesuk. Membesuk tenaga kerja sakit mempunyai
maksud untuk mengetahui kondisi dan kemajuan pasien serta arahan mengenai
pekerjaan.
c. Pelatihan Kerja
Pada tenaga kerja yang mengalami cacat/ ketidakmampuan akibat kecelakaan atau
penyakit, perlu diberikan pelatihan untuk mempersiapkan tenaga kerja tersebut
215
beradaptasi pada pekerjaan semula atau pada jenis pekerjaan lain yg memerlukan
ketrampilan khusus.
d. Penempatan Kerja
Penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya
merupakan hal penting dalam proses rehabilitasi kerja, karena hal tersebut juga
mempengaruhi keberhasilan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya. Sebelum
penempatan kerja sebaiknya dilakukan studi perbandingan antara persyaratan kerja
(secara medis) dengan kemampuan penderita cacat sehingga didapatkan kondisi
optimal.
Jika sudah tidak memungkinkan bagi tenaga kerja untuk bekerja di tempat semula,
maka perlu dilakukan mutasi sehingga dihindari terjadinya PHK, yaitu dengan memindahkan
tenaga kerja pada tempat kerja/pekerjaan yang sesuai dengan persyaratan kerja (secara
medis). Contoh persyaratan kerja bagi penderita cacat :
c) Rehabilitasi Psikososial
Contoh:
Tenaga kerja yg mengalami tuli akibat bising akan bertambah parah dengan
terbentuknya perasaan minder (negative self image) dan reaksi sosial yang buruk. Sehingga
menimbulkan kecacatan/kendala untuk berintegrasi secara sosial dan kerja.
Untuk itu perlu program rehabilitasi yang efektif yang memerlukan intervensi
rehabilitasi psikososial dengan pendekatan situasi khusus baik di tempat kerja, masyarakat
dan keluarga.
Berikut ini diberikan contoh rehabilitasi psikososial dengan pendekatan situasi di tempat
kerja bagi penderita tuli akibat bising.
216
4) Kendala peningkatan profesional
Penderita cacat mempunyai hak yang sama dibandingkan pekerja normal untuk
mendapatkan peningkatan profesi. Dengan modifikasi kerja, para penderita cacat
dapat mempunyai kesempatan bekerja pada level yang lebih tinggi.
2) Faktor lain
- Situasi perusahaan yang tidak mendukung tenaga kerja untuk kembali bekerja
- Pesangon yg ditawarkan bila tidak bekerja lebih menguntungkan
- Diagnosis dan perawatan yang tidak tepat menghambat pemulihan tenaga kerja
untuk dapat kembali bekerja
- Situasi ekonomi yang tidak menguntungkan dan tingginya angka pengangguran
menghambat tenaga kerja yang kemampuannya terbatas untuk berkompetisi
217
Lampiran A
KECELAKAAN/PENYAKIT
NAMA : ...............................................................................
LOKASI :................................................................................
TELEPHONE : ..............................................................................
TUGAS KOORDINATOR
Bekerja kembali pada pekerjaan semula atau pekerjaan lain yang sesuai kemampuan atau
mengikuti pelatihan kerja yang dibutuhkan
218
BAB XIX
PSIKOLOGI INDUSTRI
219
19.5. Pengertian
Ilmu psikologi industri dan organisasi menurut Munsterberg (dalam Berry 1998)
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam dunia kerja. Munandar (2001)
memberikan pengertian yang lebih rinci bahwa ilmu psikologi I/O adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai
konsumen, baik secara perorangan maupun secara kelompok, dengan maksud agar
temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk kepentingan dan
kemanfaatan bersama. Tujuan penerapan psikologi industri adalah menciptakan dan
memelihara suasana kerja yang baik, sehat, nyaman, manatp, serasi dan aman, yang akan
mendukung upaya peningkatan produktivitas kerja.
1. Intelegensia
Tingkat intelegensia seseorang sangat menentukan kesuksesan dalam bekerja.
Intelegensia yang tinggi memberikan kemampuan untuk menyelesaikan/
memecahkan persoalan dengan baik
3. Minat
Minat seseorang merupakan salah satu faktor yang menentukan hubungan orang itu
dengan pekerjaannya dan perpaduan antara bakat dan minat menentukan tingkat
prestasi.
4. Kepribadian
Sifat kebribadian seseorang sangat berhubungan dengan kesuksesan dalam
bekerja. Pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian tenaga kerja, memberi hasil
kerja yang baik. Penyesuaian kepribadian yang tidak baikk mungkin mengalami
keseukaran dalam penyesuaian diri di dalam latihan atau situasi kerja
5. Temperamen
Temperamen dapat diartikan sebagai syarat kemampuan penyesuaian diri yang
ditujukan kepada tenaga kerja untuk tipe – tipe khusus yang berhubungan denngan
situasi pekerjaan tempayt ia bekerja. Temperamen sangat menentukan keberhasilan
seseorang dalam melaksanakan jabatan.
6. Motivasi
Tenaga kerja perlu diperlakukan sesuai dengan motivasi yang mendorongnya
bekerja
7. Edukasi
Untuk dapat mencapai kesuksesan dalam bekerja dituntut tingkat pendidikan yang
sesuai dengan jabatan yang dipegang
220
19.7. Penerapan Psikologi Kerja
Adanya tuntutan akan kebutuhan dalam diri manusia membuat seseorang tergerak
melakukan aktivitas untuk memenuhi tuntutan tersebut. Dorongan untuk melakukan
kegiatan yang mengarah tercapainya tujuan disebut sebagai motivasi. Tujuan yang, jika
berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan – kebutuhan tersebut.
Motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang
proaktif akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan – kemampuannya sesuai dengan
yang dituntut oleh pekerjaannya dan / atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan/
atau menciptakan peluangn dimana ia dapat menggunakan kemampuan – kemampuannya.
Sebaliknya motibasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung mneunggu upaya atau
tawaran dari lingkungannya.
Pengurangan Gambar
Tujuan tercapai19.1.
Ketegangan (kebutuhan telah Kegiatan/ Perilaku
dipuaskan)
Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang
paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, hal
tersebut tidak akan lagi memotivasi perilaku, tetapi kebutuhan pada tingkat berikutnya
menjadi lebih dominan. Maslow mengemukakan teori kebutuhan manusia dalam lima
tingkatan yakni:
221
3. Kebutuhan sosial
Kebutuhan ini mencakup member dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa
memiliki. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.
Kebutuhan harga diri meliputi faktor internal seperti kebutuhan harga diri,
kepercayaan diri dan factor eksternal seperti kebutuhan untuk dikenali dan diakui,
dan status.
Menurut Locke, dua unsur yang penting dalam menentukan kepuasan kerja adalah
nilai – nilai pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan dasar, dimana nilai – nilai dasar pekerjaan
harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan
dengan motivasi kerja.
1. Faktor Motivator
Faktor – faktor menimbulkan kepuasan kerja, mencakup faktor – faktor yang mencakup
isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu:
Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari
pekerjaannya.
2. Faktor Higiene
Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan yang diterima oleh tenaga
kerja
222
Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk – kerjanya
Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja denga proses pelaksanaan tugas
pekerjaannya
Jika faktor – faktor motivator tidak (dirasakan) ada, maka tenaga kerja tidak lagi
puas. Jika faktor – faktor higiene dirasakan kurang atau tidak diberikan maka tenaga kerja
merasa tidak puas.
Proses seleksi dan penempatan tenaga kerja dilakukan untuk menilai atau menaksir
sejauh mana merekan memiliki ciri – ciri pribadi yang dipersyaratkan, sejauh mana mereka
memenuhi persyaratan yang ditentukan semula oleh perusahaan. Dapat diukur dengan
berbagai macam alat ukur, tes, kuesioner, wawancara, dan sebagainya. Berdasarkan hasil –
hasil ukuran ini para calon ditaksir sejauh mana mereka akan berhasil dalam pekerjaannya
nanti kalau diterima.
Pengetahuan, sikap dan keterampilan tenaga kerja yang di terima sebagai hasil
seleksi dan penempatan masih perlu disesuaikan dengan yang diperlukan perusahaan.
Tenaga kerja dilatih dan dikembangkan agar memperlihatkan perilaku sesuai yang
diharapkan/ dituntut perusahaan.
223
dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Sedangkan pengembang adalah proses
pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir,
sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk
tujuan umum.
19.7.4.Produktivitas Kerja
Masalah psikososial dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun
sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai
faktor penyebab terjadinya gangguan fisik dan psikis secara nyata pada individu tersebut.
224
Stress adalah suatu keadan yang bersifat internal yang bisa disebabkan oleh
tuntutan fisik, atau lingkungan dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak
terkontrol. Stressor psikososial adalah penyebab stress yang berasal dari resiko bahaya
potensial psikososial.
Jenis Contoh
Job Content Kurangnya variasi atau pendeknya siklus kerja, kerja yang
diagi dalam bagian- bagian kecil atau kurang bermakna,
kemampuan pekerja lebih tinggi dibandingkan tugas yang
dibebeankan kepadanya, ketidakpastian status pekerjaan,
pekerjaan yang secaraa rutin harus berinteraksi dengan
berbagai karakter manusia
Beban kerja dan kecepatan Beban kerja berlebih atau berkurang, kecepatan mesin
kerja (machine pacing), terus menerus berhadapan dengan tenggat
waktu yang singkat (continually subject to deadlines)
Jadwal kerja Kerja gilir, kerja malam,jadwal kerja yang tidak fleksibel, jam
kerja yang tidak pasti, jam kerja panjang, unsociable hours
Hubungan antar pribadi di Isolasi sosial atau fisik, hubungan yang buruk denga atasan,
tempat kerja konflik antar pribadi, kurangnya dukungan sosial, bullying,
pelecehan
Peran dalam organisasi Ketidakjelasan peran (role ambiquity), konflik peran (role
conflict), dan adanya tanggung jawab terhadap orang – orang
(responsibility for people)
Pengembangan karir Karir tidak jelas dan mandek, kurang promosi tau promosi
berlebihan, bayaran yang buruk, ketidaknyamanan pekerjaan
(job insecurity)
225
perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga yang bekerja.
Faktor – faktor di perkerjaan yang dapat menimbulkan stress adalah:
1. Tuntutan fisik
Kondisi lingkungan kerja dapat mempengaruhi kondisi faal dan dan psikologis tenaga
kerja. Bising dapat menyebabkan peningkatan kesiagaan dan kestidakseimbangn
psikologis, yang mana memudahkan timbulnya kecelakaan. Akibat paparan bising
dalam bentuk perilaku adalah penurunan unjuk-kerja/ produktivitas, terjadinya
kecelakaan, penurunan perilaku membantu, menurunkan kepuasan bekerja,
menurunkan motivasi bekerja, bersikap lebih negatif terhadap orang lain. Paparan
bising juga dapat mengakibatkan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung dan
penurunan konsentrasi.
Berdasarkan penelitian, Kerr (1950) menemukan korelasi antara tingkat bising rata –
rata dan jumlah kecelakaan, peningkatan terus menerus dari level kebisingan (dB)
dapat menyebabkan tekanan darah meningkat (Melamed, Fried, & Froom, 2001),
peningkatan penyakit akibat kerja (Cohen, 1972), penurunan perilaku kurang
membantu (Fisher,Bell, & Baum, 1984), Hal yang menarik, walaupun paparan bising
di kantor rendah, ditemukan adanya peningkatan stress pada pekerja dan penurunan
motivasi bekerja (Evans, Johnson, 2000).
2. Tuntutan tugas
Menurut Monk dan Folkard (1983) ada tiga faktor yang harus baik keadaannya
agar dapat berhasil menghadapi kerja shift: tidur, kehidupan sosial dan
berkeluarga dan ritme circadian. Faktor – faktor tersebut saling berkaitan,
sehingga salah satu dapat membatalkan efek positif dari keberhasilan yang
telah dicapai dengan kedua faktor lain.
226
Beban kerja
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan stressor.
Beban kerja dapat dibedakan menjadi beban kerja berlebi/ terlalu sedikit
‘kuantitatif’ yang timbul sebagai akibat dari tugas – tugas yang terlalu banyak/
sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu,
dan beban kerja berlebih/ terlalu sedikit ‘ kualitattif’ yaitu jika orang merasa
tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan
keterampilan dan/ atau potensi dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja
berlebihkuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja
selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber atmbahan
dari stress.
Beban kerja secara fisikal ataupun mental yaitu harus melakukan terlalu
banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang
menimbulkan beban berlebih kuantitatif ini adalah desakan waktu. Pada saat –
saat tertentu, dalam hal tertentu waktu akhir (deadline) justru dapat
meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun
bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau
menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan
cerminan adanya beban berlebih kuantitatif. Pada saat ini desakan waktu
menjadi destruktif.
Adanya fluktuasi beban kerja juga merupakan stressor. Untuk jangka waktu
tertentu bebannya sangat ringan, tetapi untuk saat – saat lain beban kerjanya
berlebihan. Situasi tersebut dapat kita jumpai pada tenaga kerja yang
mengatur perjalanan bagi orang lain pada biro-biro perjalanan, yang menjadi
pemandu wisata, tenaga kerja yang bekerja di biro-biro konsultasi, pramuniaga
di toko – toko. Keadaan yang tidak tetap ini menimbulkan kecemasan,
ketidakpuasaan kerja dan kecenderungan hendak meninggalkan pekerjaan.
227
Jika memiliki kemampuan menampung keempat faktor tersebut, maka tenaga
kerja melakukan pekerjaan yang bagus dan berprestasi memuaskan.
Sebaliknya, faktor – faktor tersebut juga dapat menjadi stressor, menjadi
destruktif akibatnya timbul kelelahan mental dan reaksi-reaksi emosional dan
fisik.
Beban kerja terlalu sedikit kualitatif dapt merusak pengaruhnya seperti beban
kerja berlebih kualitatif, dalam hal tenaga kerja tidak diberi peluang untuuk
menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan
kecakapan potensialnya. Beban kerja terlalu sedikit yang disebakan kurang
adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah
untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa dia ’tidak maju-maju’ dan
merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya
(Sutherland & Cooper, 1988).
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai perannya dalam organisasi. Namun tenaga kerja
tidak selalu berhasil memainkan perannya. Konflik peran timbul jika ekspektasi terhadap
pekerjaan dan apa yang kita pikir seharusnya dapat kita lakukan dengan pekerjaan
sebenarnya yang sudah kita lakukan (Role Concfict).
Konflik peran dibedakan menjadi empat jenis: (Miles & Perreault, 1976)
1. Konflik peran–pribadi: Tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda dari yang
sarankan daari pekerjaannya
2. Konflik ‘Intrasender’: tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki tenaga kerja
yang cukup untuk menyelesaikan tugas
4. Peran dengan beban berlebih: Tenaga kerja mendapat penugasan kerja yang terlalu
banyak dan tidak dapat ditangani secara efektif.
Ketidak jelasan peran (Role Ambiquity) dirasakan seorang tenaga kerja yang tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau
merealisasi harapan – harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor – faktor
yang dapat menimbulkan ketidak jelasan peran: (Everly & Girdano)
1. Ketidakjelasan sasaran
228
4. Kesamaran tentang apa yang diharapkan orang lain
c. Pengembangan karir
Stress yang timbul karena over promotion memberikan kondisi yang sama dengan
beban kerja berlebih.
Hubungan yang baik antar anggota dari suatu kelompok kerja merupakan faktor utama
dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap
dalam gejala –gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang
rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi.
Faktor stress pada kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat
atau berperan serta dan pada support sosial. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja
berkaitan dengan penilaian dari struktur dan ilim organisasi.
Stress akibat kerja adalah respon fisik dan emosional yang berbahaya yang timbul
bila tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan pekerja (NIOSH).
Tuntutan Tugas
Resiko terjadinya
kecelakaan dan
penyakit akibat kerja
Faktor individu
dan kondisinya
Gambar. 19.3. Model Stress Akibat Kerja (NIOSH)
Gejala fisiologis berupa otot tegang, jantung berdebar-debar, perut mual dan keringat
dingin
Gejala psikologis berupa mudah marah, emosi meledak – ledak, mudah panik
229
Gejala psikosimatik dalam bentuk gangguan muskuloskletal (nyeri otot, kram),
gangguan sistem pernafasan (asma, spasmus bronchitis), gangguan kardiovaskuler
(migrain, hipertensi), gangguan kulit (eksim, jerawat), kelenjar endokrin (hipertiroid,
diabetes, infertilitas), gangguan sistem saraf (neurostenia), mata (glaucoma),
gastrointestinal (gastritis, peptic ulcer, diare), genitourinarial (dismenorhea,
gangguan haid).
Manajemen stres
Perubahan di Organisasi
Gambar. 19.4.
230
Ambang stress meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi
sebagai penuh stress;
Toleransi terhadap stress meningkat, dapat lebih lama bertahan dalam situasi
yang penuh stress, tidak cepat menunjukkan akibat yang merusak dari stress
pada badan.
Dapat pula dilakukan strategi yang diajukan oleh Everly &Girdano, yaitu Sasaran
berdasarkan Kerja (Work by Objectives) dan Manajemen Waktu (Time Management)
yang khusus berlaku untuk para manajer menengah keatas.
Sasaran berdasarkan Kerja (SbK) terdiri dari empat langkah yaitu:
a. Menetapkan sasaran realistik bagi satuan kerjanya, yang dapat dicapai dalam
waktu yang dimiliki
b. Merancang perangkat perencanaan, tindakan atau metode untuk dapat
mencapai sasaran
c. Menciptakan strategi untuk dapat mengukur keberhasilan mencapai sasaran –
sasaran pada akhir suatu periode tertentu
d. Pada akhir waktu yang sudah ditentukan mengukur keberhasilan mencapai
sasaran – sasarannya.
2. Kerekayasaan Kepribadian
Strategi yang digunakan dalam kerekayasaan kepribadiaan ini adalah untuk
menimbulkan perubahan – perubahan dalam kepribadian individu agar dapat dicegah
timbulnya stress dan agar ambang stress dapat ditingkatkan, yakni:
a. Program pelatihan keterampilan dan program pelatihan orientasi bagi tenaga
kerja yang baru
b. Pembentukan tim (Team Building) dapat mencegah aatau mengatasi stress yang
timbul akibat adanya konflik peran, ketidakjelasan peran, hubungan interpersonal
yang tidak baik, serta struktur dan iklim organisasi.
c. Pemberian penyuluhan jabatan kepada tenaga kerja
231
Tujuan teknik ini adalah untuk mengurangi kegiatan pikiran, jika berhasil maka rasa
cemas dan khawatir akan berkurang sehingga pikiran menjadi tenang dan stress
berkurang. Teknik – teknik penenang pikiran meliputi:
Meditasi
Pelatihan relaksasi autogenik
Pelatihan relaksasi neuromuscular
4. Teknik penenangan melalui aktivitas fisik
Tujuan utama penggunaan teknik penenangan melaui aktivitas fisik ialah:
Untuk menghamburkan atau untuk menggunakan sampai hasil – hasil stres
yang diproduksi oleh ketakutan dan anacaman, atau yang mengubah sistem
hormon dan saraf kita ke dalam sikap mempertahankan.
Menurunkan reaktivitas kita terhadap stress di masa mendatang dengan cara
mengkondisiskan relaksasi
Aktivitas yang sesuai dalam hal ini ialah latihan fisik seperti berenang, lari, menari,
bersepeda. Aktivitas fisik memiliki sifat preventif .
232
BAB XX
Industri dan produknya mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia.
Disatu sisi memberikan keuntungan berupa terciptanmya lapangan kerja, mempermudah
komunikasi dan trasportasi serta akhirnya terjadi peningkatan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat. Dipihak lain timbul dampak negatif karena pejanan bahan-bahan yang terjadi
pada proses industri atau oleh karena produk-produk hasil industri tersebut. Pejanan bahan-
bahan tersebut mempengaruhi kesehatan lingkungan antara lain berupa pencemaran air
karena pembuangan limbah dari pabrik-pabrik, pencemaran udara dari bahan-bahan yang
diolah atau karena asap pabrik yang paparannya terhadap manusia dapat menimbulkan
penyakit.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) disebabkan oleh karena pejanan bahan kimia, dan
biologis serta bahaya fisik di tempat kerja. Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil
dibandingkan penyakit utama penyebab cacat lain, terdapat bukti bahwa penyakit ini
mengenai cukup banyak orang, khususnya dinegara-negara yang giat mengembangkan
industri.
Berbagai kelainan dan penyakit dapat timbul dan mengenai berbagai organ tubuh,
seperti kelainan kulit, kelainan gastrointestinal kelainan mata serta penyakit, dan kelainan
saluran nafas. Kelainan yang terjadi bervariasi, mulai dari yang ringan sampai kerusakan
berat sehingga menimbulkan kecacatan pada penderitanya.
233
3. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK)
4. Jenis Penyakit Akibat Kerja (PAK)
5. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja (PAK)
6. Pencegahan Dan Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
7. Pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
20.5. Pengertian
Tabel.20.1. Perbedaan Penyakit Akibat Kerja dengan Penyakit Yang Bertalian Dengan
Pekerjaan
234
d) Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit Caison Deseases
e) Pencahayaan yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera
pengelihatan atau kesilauan.
2. Faktor kimiawi, yaitu antara lain :
a) Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis diantaranya; silikosis, asbestosis,
dan lainnya
b) Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis
(penyakit kulit), akibat kerja, atau keracunan oleh zat toksik uap formaldehida
c) Gas dapat menyebabkan keracunan misalnya oleh sebab CO, H2S, dan
lainnya
d) Larutan zat kimia misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit
e) Awan atau kabut
3. Faktor biologis misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan
penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit
4. Faktor fisiologis/ergonomis yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan
yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya
menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat
terjadi perubahan fisik.
5. Faktor mental-psikologis misalnya pada hubungan kerja atau hubungan industrial
yang tidak baik yang menyebabkan depresi atau penyakit psikosomatis
235
kerja pasien, terutama potensi bahaya yang ada. Secara umum komponen yang
ditanyakan pada pemeriksaan pekerjaan dan lingkungan kerja antara lain:
Deskripsi pekerjaan atau sifat pekerjaan
Jumlah jam kerja atau jam giliran kerja
Tipe bahaya
Pekerjaan sebelumnya
Pekerjaan lain
Pejanan dalam rumah tangga
Hobi
Apakah pekerja lain menderita penyakit yang sama ?
Kebiasaan merokok
Hubungan waktu antara pekerjaan dan timbulnya gejala
Derajat pejanan
Alat Pelindung Diri
Selain pekerjaan dan lingkungan kerja anamnesis riwayat sosial menanyakan juga status
perkawinan atau kondisi kehidupan yang sekaligus memberi gambaran dukungan sosial
mengahadapi penyakitnya.
Anamnesis diakhiri pada pertanyaan yang mengarah adanya keluhan sistem tubuh
seperti kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, hepar dan traktus bilier, hematologis,
genitourinarius, musculoskeletal, neurologis, dan endokrin.
2. Pemeriksaan klinis dimaksudkan untuk menemukan tanda yang sesuai untuk suatu
sindrom, yang khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Misalnya, keracunan kronis timah
hitam (Pb;timbal) terdapat gejala dan tanda penyakit seperti garis timah hitam di gusi,
anemia, kolik usus, wrist drop (kelumpuhan syaraf lengan nervus ulnaris dan atau nervus
radialis), dllnya. Atau gejala dan tanda cepat terganggunya emosi, hipersalivasi dan
tremor yang khas pada keracunan oleh merkuri (air raksa atau Hg). Pemeriksaan klinis
dilakukan dari mulai ujung atas kepala sampai telapak kaki, dan menggunakan peralatan
periksa medis seperti tensi meter, stetoskop, otoskop, thermometer, sentrer, hammer,
audiometric, spirometri dan sebagainya.
3. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya penyebab
penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja. Guna
menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekedar pembuktian
secatra kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus
ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif.
Sebagai ilustrasi, adanya timah hitam dalam darah tenaga kerja tidak cukup
menunjukkan yang bersangkutan keracunan timah hitam; namun kadar timah hitam
darah yang tinggi misalnya 0,8 mg per 100 cc darah lengkap merupakan indikasi sangat
kuat bahwa tenaga kerja dimaksud menderita keracunan timah hitam. Selain kadarnya
dalam darah, kadar faktor kimiawi dalam urin atau bahan lainnya dapat membantu dalam
upaya menegakkan suatu diagnosis penyakit akibat kerja.
4. Pemeriksaan rontgen sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit
akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan penimbunan debu dalam paru dan
reaksi jaringan paru terhadapnya yaitu yang dikenal dengan nama pneumoconiosis. Hasil
pemeriksaan rontgen baru ada maknanya jika dinilai hubungan riwayat penyakit dengan
pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja.
5. Pemeriksaan kondisi pekerjaan serta lingkungan kerja, dimaksudkan untuk memastikan
adanya faktor penyebab penyakit ditempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran kuantitatif
di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil
kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya
atau tidak untuk menyebabkan sakit. Misalnya, kandungan udara 0,005 mg timah hitam
per meter kubik udara ruang kerja tidaklah menyebabkan keracunan Pb, kecuali jika
terdapat absorbsi timah hitam dari sumber lain atau jam kerja per hari dan minggunya
sangat jauh melebihi batas waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
236
Apabila dalam pemeriksaan kesehatan ditemukan Penyakit Akibat Kerja (PAK),
pengurus perusahaan wajib ;
1. Dokter pemeriksa membuat laporan medik diagnose PAK (lampiran 2,
Kepmenakertrans Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEPTS 333/MEN/1989
tentang Diagnosa Dan Pelaporan PAK)
2. Membuat dan melaporkan tertulis kepada Dinas Tenaga Kerja Setempat dalam
waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya (lampiran
1, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEPTS 333/MEN/1989 tentang Diagnosa
Dan Pelaporan PAK)
3. Membuat dan melaporkan tertulis kepada pihak Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan)
dalam waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya
4. Melakukan tindakan preventif agar Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang sama tidak
terulang kembali
5. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri untuk pencegahan PAK
237
Baik dalam membuat diagnosis penyakit akibat kerja dan juga penilaian cacat
karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, dokter wajib memegang teguh Kode Etik
Dokter pada umumnya dan Kode Etik Kedokteran Kerja (Kode Etik Hiperkes Medis) yang
antara lain menyatakan bahwa dokter melaksanakan tugas sebagai suatu amal ilmiah yang
obyektifitas dan terpadu dan hanya membuat sesuatu pernyataan dan atau persetujuan atas
dasar hasil pengamatan dan pandangan yang jujur.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP
79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan Dan
Penyakit Akibat Kerja atau disingkat KepMen No. 79/MEN/2003, terdapat informasi
klinis/medis tentang diagnosis dan juga penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit
akibat kerja menurut spesialisasi kedokteran. Informasi klinis demikian harus digunakan
dalam rangka pola metodologi diagnosis penyakit akibat kerja dan cacat karena kecelakaan
kerja atau cacat karena penyakit akibat kerja.
238
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun;
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun;
12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun;
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbale (Pb,timah hitam) atau persenyawaanya yang
beracun
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun;
15. Penyakit yang disebabkan oleh Karbon disulfide;
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivate halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatis atau aromatis yang beracun;
17. Penyakit yang disebabkan oleh Benzen atau homolognya yang beracun;
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari Benzen dan
homolognya yang beracun
19. Penyakit yang disebabkan oleh Nitrogliserin atau Ester asam nitrat lainnya
20. Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol atau Keton
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hydrogen sianida, Hidrogen sulfida atau derifat yang
beracun, amoniak, seng, braso dan nikel ;
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
23. Penyakit kulit yang disebabkan oleh getaran mekanis (kelainan-kelainan otot, urat,
tulang, persendian, pembuluh darah tepi, atau saraf tepi);
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih;
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan radiasi yang mengion;
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab sisis, kimiawi atau
biologis
27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak
mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut;
28. Kanker paru atau mesitelioma yang disebabkan oleh asbes;
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam
suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus;
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi;
31. Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan obat.
Bila diperhatikan dengan seksama, 31 jenis penyakit akibat kerja menurut Kepres
22 tahun 1993 dapat pula dikelompokkan atas dasar 3 (tiga) kategori utama yaitu ;
1. Penyakit akibat kerja yang tegas dinyatakan penyebabnya, yang dalam hal ini factor-
faktor kimiawi, fisis, dan biologis
2. Penyakit Akibat Kerja yang mengenai system organ sasaran, yaitu system pernafasa,
kulit, dan musculoskeletal (otot rangka)
3. Kanker akibat kerja
Contoh kategori utama atas dasar penyebabnya adalah keracunan oleh air raksa atau
persenyawaan yang beracun (contoh faktor kimiawi) atau penyakit akibat kerja oleh radiasi
yang mengion (contoh faktor fisis) dan penyakit antraks akibat kerja (contoh faktor biologis).
Contoh kategori utama atas dasar system organ sasaran adalah asbestosis (contoh sistem
alat pernafasan), vitiligo akibat kerja (contoh kulit sebagai organ sasaran dan kelainan otot
rangka akibat kerja yang disebabkan vibrasi mekanis (contoh sistem otot rangka). Contoh
kategori utama kanker akibat kerja adalah kanker oleh karena Vinil Klorida atau debu kayu
keras dari pekerjaan ditempat kerja. Pengelompokan Penyakit Akibat Kerja atas ketiga
kategori utama ini merupakan suatu kecenderungan baru dalam menangani masalah
penyakit akibat kerja.
239
20.9. Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Peraturan Jaminan Sosial untuk Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per-01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja dan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEPTS 333 tahun 1989 telah memberi penagasan hukum
untuk wajib melaporkan dan mengikuti sistem pelaporan. Pada tahap awal atau pertama,
pengusaha wajib melaporkan PAK tersebut 2 x 24 jam sejak menerima diagnosa dari dokter
pemeriksa, dengan menggunakan Formulir Jamsostek 3. Sesuai Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. KEPTS 333/MEN/1989 tentang diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja,
pelaporan dokter pemeriksa harus meliputi:
1. Identitas, yang meliputi; nama penderita; nomor induk pokok; umur; jenis kelamin;
jabatan; unit/ bagian kerja; lama kerja; nama perusahaan; jenis perusahaan dan
alamat perusahaan.
2. Anamnesis yang meliputi ; riwayat pekerjaan; keluhan yang diderita; dan riwayat
penyakit.
3. Hasil pemeriksaan mental dan fisik (status present), yang meliputi pemeriksaan
mental (kesadaran, sikap dan tingkah laku; kontak psikis, dan perhatian, dan lain-
lain) ; pemeriksaan fifik (tinggi badan dalam sentimeter ; berat badan dalam kilogram;
tensi sistolik dan diastolic dalam mmHg; denyut nadi permenit dan kualitasnya
lemah/sedang/cukup/kuat serta regular atau irregular; suhu aksiler; kepala; dan
muka; rambut; mata ; strabismus; reflek pupil, kornea dan konjungtivita; hidung ;
mukosa, penciuman, epistaksis; tenggorokan; tonsil, suara; romgga mulut; mukosa
lidah, gigi; leher; kelenjar gondok; toraks; bentuk, pergerakan, paru, jantung,;
abdomen; hati, limpa; genitalia; tulang punggung; ekstremitas; reflex;
fisiologis/patologis; koordinasi otot; tromor,tonus,paresis,paralisis; dan lain-lain);
pemeriksaan rontgen (paru,jantung,dan lain-lain); elektrokardiogramm (EKG atau
ECG); pemeriksaan laboratories; darah, urine; tinja; pemeriksaan
tambahan/monitoring biologis; pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit
didalam tubuh tenaga kerjamisalnya kadar dalam urine, darah, dan sebagainyadan
hasil uji/pemeriksaan fungsi organ tubuh tertentu akibat pengaruh bahan kimia
tersebut misalnya uji fungsi paru, dan sebagainya; pemeriksan patologis anatomis;
serta kesimpulannya.
4. Hasil pemeriksaan lingkungan kerja dan cara kerja yang meliputi faktor lingkungan
kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis,
psikososial); faktor cara kerja yang berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan
kerja, proses produksi , ergonomic) ; waktu paparan nyata (per hari, per minggu)
dan alat pelindung diri.
5. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yang meliputi pemeriksaan kesehatan
sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan kerja, pemeriksaan
kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus, (dilakukan/tidak dilakukan;
kelainan yang ditemukan)
6. Resume, yang meliputi faktor-faktor yang mendukung diagnosis, penyakit akibat
kerja, dari anamnesis; pemeriksaan medis ( mental, fisik, laboratories, monitoring
biologis, rontgen, patologis anatomis) ; pemeriksaan lingkungan kerja dan cara kerja
tenaga kerja; dan waktu paparan nyata.
7. Kesimpulan, yaitu: penderita/tenaga kerja yang bersangkutan menderita atau tidak
menderita penyakit akibat kerja; diagnosis; diagnosis menurut jenis penyakit akibat
kerja atas dasar Kepres No. 22 Th 1993 dan atau menurut klasifikasi Internasional
Penyakit (International Classification of Disease atau disingkat ICD)
Tahap kedua, pengusaha wajib melaporkan PAK dalam waktu 2 x 24 jam,
menggunakan formulir Jamsostek 3a sejak menerima surat keterangan dari dokter melalui
formulir 3c yang menerangkan ;
a) Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
b) Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya
c) Keadaan cacat total untuk selama-lamanya
240
d) Meninggal dunia
Tahap pertama maupun tahap kedua, hasil pemelaporan tersebut disampaikan
kepada dinas tenaga kerja setempat dan kantor Jamsostek.
Pada Undang-undang mengenai Jamsostek disebutkan adanya sanksi bagi
pengusaha yang tidak melaporkan PAK, yaitu hukuman sekurang-kurangnya selama 6
bulan penjara atau denda setinggi-tingginya 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
241
BAB XXI
242
9. Peraturan ini mengatur mengenai ketentuan penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
10. Keputusan Presiden RI. Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
11. Pasal 1 menjelaskan pengertian penyakit yang timbul karena hubungan kerja, yaitu
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Keputusan Presiden ini
melampirkan daftar penyakit yang tergolong penyakit akibat hubungan kerja, sebanyak
33 jenis penyakit. Pasal 2 menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang
timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
12. Permenaker No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
13. Permenakertrans No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja
14. Peraturan ini menyebutkan bahwa penyakit akibat kerja harus dilaporkan secara tertulis
dalam waktu paling lama 2 x 24 jam.
15. Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaaat Lebih Baik dari Paket
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja
17. Peraturan ini memuat ketentuan kewajiban mengikutsertakan semua tenaga kerja
dalam jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek, apabila belum melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik dari program dasar Jamsostek.
Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan yang telah disetujui oleh Kepala Kantor
Wilayah Depnaker tidak boleh meniadakan pelayanan kesehatan kerja yang telah ada
di perusahaan dan harus memanfaatkan untuk meningkatkan penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan.
18. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada
Jaminan Kesehatan Nasional
19. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 333 Tahun 1989 Tentang Diagnosa dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
20. Diagnosa penyakit akibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosa sewaktu
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan sewaktu penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat kerja didiagnosa harus dilaporkan
dalam waktu 2x24 jam.
243
- Mekanisme pengajuan ganti rugi
21.5. Pengertian
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan bentuk tanggung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Indonesia mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security,
yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja
di sektor formal.
Tonggak penting lahirnya jaminan sosial bagi tnaga kerja adalah kelaurnya Undang-
Undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Program
Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi
tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan
yang hilang akibat risiko sosial. PT. Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4
(empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan
Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi
seluruh tenaga kerja dan keluarganya.
Pada akhir tahun 2004, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan bahwa jaminan sosial
wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).. Undang-undang tersebut berhubungan
dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi:
"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan".
Tahun 2011 ditetapkanlah Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS
terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT. Jamsostek
berubah menjadi Badan Hukum Publik dan dipercaya untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan
Pensiun mulai 1 Juli 2015.
BPJS Kesehatan dahulu bernama Askes, bertugas mengelola jaminan kesehatan,
dan bersama BPJS Ketenagakerjaan merupakan program pemerintah dalam
kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
244
b. Bukan PBI jaminan kesehatan.
Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri dari:
1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang
bekerja pada pemberi upah kerja dengan menerima gaji atau upah. Pekerja
penerima upah terdiri atas:
Pegawai Negeri Sipil.
Anggota TNI.
Anggota POLRI.
Pejabat Negara.
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri.
1) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Tidak Tetap,
Pegawai Honorer, Staf Khusus dan pegawai lain yang dibayarkan oleh Anggaran
Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Pegawai Swasta.
Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.
2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya.
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha
atas risiko sendiri. Pekerja bukan penerima upah terdiri dari:
- Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri.
- Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah.
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya
Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar
iuran Jaminan Kesehatan. Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas:
- Investor.
- Pemberi kerja.
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah
atau imbalan dalam bentuk lainnya.
- Penerima pensiun.
- Veteran.
- Perintis Kemerdekaan.
- Bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.
245
administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar
oleh Pemberi Kerja.
21.6.2.BPJS Ketenagakerjaan
NO JENIS PROGRAM KONTRIBUSI
PENGUSAHA PEKERJA
GRATIS
1 Jaminan KEC KERJA 0,24 %
(PAK)
RISIKO
DITEMPAT
KERJA
0,54 %
0,89 %
1,27 %
1,74 %
246
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri atas:
1. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik); dan
2. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik);
c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pelayanan kesehatan bagi Peserta dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis dimulai dari Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama bagi peserta diselenggarakan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
peserta terdaftar. Dalam keadaan tertentu, tidak berlaku bagi Peserta yang berada di
luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar atau dalam
keadaan kedaruratan medis.
Dalam hal peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas
indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan Sistem Rujukan yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat
diberikan atas rujukan dari Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Pelayanan kesehatan
tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua
atau tingkat pertama. Ketentuan tersebut dikecualikan pada keadaan gawat darurat,
bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non
spesialistik yang meliputi:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pelayanan promotif dan preventif;
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. Ttransfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.
Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis mencakup:
a. Rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat diselesaikan secara
tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
b. Pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi;
c. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam bagi
Puskesmas PONED;
d. Pertolongan neonatal dengan komplikasi; dan
e. Pelayanan transfusi darah sesuai kompetensi Fasilitas Kesehatan dan/atau kebutuhan
medis.
Obat dan Alat Kesehatan Program Nasional yang telah ditanggung oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah, tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, yang meliputi:
a. Alat kontrasepsi dasar;
b. Vaksin untuk imunisasi dasar; dan
c. Obat program pemerintah.
247
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi :
a. Administrasi pelayanan;
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis;
c. Tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi
medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
f. Rehabilitasi medis;
g. Pelayanan darah;
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;
j. Perawatan inap non intensif; dan
k. Perawatan inap di ruang intensif.
Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya,
dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya
yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
Peserta berhak mendapat pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai penge
lolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hi dup bersih dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan
Hepatitis B (DPT HB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi
bekerja sama dengan lembaga yang mem bidangi keluarga berencana. Vaksin untuk
imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Pelayanan
skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan selektif. Yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu,
meliputi: diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, kanker leher rahim, kanker payudara dan
penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai (untuk biaya
pelayanan kesehatan dan transportasi), pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan
fasilitas kesehatan tertentu.
248
Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan
Seterusnya 50% x upah sebulan
3. Biaya Pengobatan/Perawatan
Rp 20.000.000,- (maksimum) dan Pergantian Gigi tiruan Rp. 2.000.000,- (Maksimum)
4. Santunan Cacat
Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah
Total-tetap:
- Sekaligus: 70% x 80 bulan upah
- Berkala (24 bulan) Rp 200.000,- per bulan*
- Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah
1. Santunan Kematian
Sekaligus 60% x 80 bulan upah
Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan*
Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-*
2. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang
ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari
harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,-
Prothese/alat penganti anggota badan
Alat bantu/orthose (kursi roda)
3. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan
sama dengan poin ke-2 dan ke-3.
Iuran :
- Kelompok I: 0.24 % dari upah sebulan;
- Kelompok II: 0.54 % dari upah sebulan;
- Kelompok III: 0.89 % dari upah sebulan;
- Kelompok IV: 1.27 % dari upah sebulan;
- Kelompok V: 1.74 % dari upah sebulan;
-
*) sesuai dengan PP Nomor 84 tahun 2010
Tata Cara Pengajuan Jaminan :
1. Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3 (laporan
kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek (Persero) tidak lebih dari
2 x 24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan
2. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter yang merawat,
pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada PT
Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan
sembuh/meninggal. Selanjutnya PT Jamsostek (Persero) akan menghitung dan
membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga
kerja/ahli waris.
3. Form Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan
disertai bukti-bukti:
- Fotokopi kartu peserta (KPJ)
- Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form Jamsostek 3b atau 3c
- Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan
21.7.3.Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek
yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai
upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun
santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian
sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari
Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman* dan santunan
berkala.
Manfaat Program JK (sesuai dengan PP Nomor 76 Tahun 2007)
Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:
249
1. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,-
2. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-
3. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)
250
3. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik
Indonesia dilampiri dengan:
a. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia
b. Photocopy Paspor
c. Photocopy VISA
4. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum usia 55
thn dilampiri:
a. Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan
b. Photocopy Kartu keluarga
5. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan
sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun telah melewati masa
tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja,
dilampiri dengan:
a. Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan
b. Surat pernyataan belum bekerja lagi
c. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri
Sipil/POLRI/ABRI
Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut, BPJS ketenagakerjaan melakukan
pembayaran JHT.
251
BAB XXII
252
3. Menjelaskan jenis-jenis rancangan penelitian
4. Menjelaskan manajemen data
5. Menjelaskan surveilans kesehatan kerja
22.5. Sejarah
Epidemiologi memiliki peran penting dalam meningkatkan kesehatan populasi.
Epidemiologi mulai berkembang pada masa lebih dari 2000 tahun lalu, yaitu saat
Hippocrates melakukan observasi bahwa faktor lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya
suatu penyakit.
Pada abad ke-19, pengukuran distribusi penyakit pada kelompok populasi manusia
semakin meluas. Mulailah epidemiologi dikenal sebagai ilmu secara formal dengan
beberapa pencapaian spektakuler, dimulai oleh penemuan John Snow bahwa risiko penyakit
kolera di London berhubungan dengan air minum yang disediakan oleh suatu perusahaan.
Membandingkan laju penyakit pada kelompok-kelompok populasi manusia
merupakan praktek yang umum dilakukan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Pendekatan ini tidak saja diterapkan untuk mengendalikan penyakit menular, tapi juga
membuktikan hubungan antara kondisi lingkungan atau agen dengan suatu penyakit
spesifik. Setelah pertengahan abad ke-20, metoda ini diterapkan pada penyakit tidak
menular kronis seperti penyakit jantung dan kanker.
Epidemiologi berkembang menjadi bentuk yang lebih modern dan menggunakan
metoda kuantitatif untuk mempelajari penyakit pada populasi manusia dalam upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit. Sebagai contoh, pada tahun 1950-an Richard Doll
dan Andrew Hill mempelajari hubungan antara merokok dan kanker paru, yang dilakukan
dengan studi eksperimental mengenai efek karsinogenik tar dalam rokok dan melalui
observasi klinis yang mencari hubungan antara merokok dan faktor lain yang dapat
menyebabkan kanker paru. Dengan menggunakan studi kohort jangka panjang, mereka
dapat membuktikan hubungan antara merokok dan kanker paru.
253
faktor penyebab, yang mengarah pada perancangan kebijakan kesehatan untuk mencegah
penyakit, cedera dan kematian dini (Merletti, F. et al., 2011).
Dalam hubungannya dengan kesehatan dan keselamatan kerja, WHO
mendefinisikan epidemiologi sebagai studi mengenai distribusi dan determinan dari status
atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan pada suatu populasi spesifik
berdasarkan pekerjaan, dan penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan yang
berhubungan dengan pekerjaan (WHO, 1989).
ILO mendefinisikan epidemiologi kesehatan dan keselamatan kerja sebagai studi
dari efek paparan tempat/ lingkungan kerja terhadap frekuensi dan distribusi penyakit serta
cedera pada suatu populasi. Metoda yang digunakan serupa dengan metoda yang
digunakan pada epidemiologi secara umum (Merletti, F. et al., 2011).
Tujuan utama dari epidemiologi kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya
pencegahan melalui identifikasi akibat dari paparan tempat kerja terhadap kesehatan.
Tujuan lainnya adalah menggunakan hasil studi untuk menurunkan atau mengeliminasi
faktor risiko pada populasi dalam skala besar. Jadi hasil dari studi epidemiologi kesehatan
dan keselamatan kerja juga berperan untuk mengestimasi risiko yang dihubungkan dengan
paparan yang sama dengan tingkat terendah yang dialami oleh populasi umum karena
kontaminasi lingkungan dari proses industri biasanya akan berdampak memberikan paparan
pada tingkatan yang lebih rendah daripada yang terdapat di lingkungan kerja (Merletti, F. et
al., 2011).
Tingkatan dari penerapan epidemiologi kesehatan dan keselamatan kerja adalah
(Merletti, F. et al., 2011):
- Surveilans untuk menggambarkan kejadian penyakit berdasarkan kategori pekerjaan
sehingga menyediakan sinyal peringatan dini dari faktor risiko bahaya pekerjaan yang
tidak dikenali atau dengan kata lain memperkirakan besar masalah kesehatan di suatu
populasi.
- Pembuatan dan pengujian dari sebuah hipotesis bahwa suatu paparan mungkin
membahayakan dan pengukuran dari efek yang terjadi atau dengan kata lain
menetapkan hubungan antara faktor risiko dan efek kesehatan yang ditimbulkan.
- Evaluasi dari suatu intervensi untuk mengetahui tingkat keberhasilan intervensi (misalnya
tindakan preventif seperti penurunan tingkat paparan dengan mengukur perubahan
status kesehatan dari suatu populasi pada suatu jangka waktu).
254
menunjukkan bahwa epidemi kanker paru di Schneeberg masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang besar, bahkan setelah seabad berlalu sejak 1879.
Pada awal tahun 1950-an epidemiologi keselamatan dan kesehatan kerja modern
dan metodologinya mulai berkembang, diawali oleh studi kanker kandung kemih pada
pekerja pewarna/ dye (Case dan hosker 1954) dan kanker paru pada pekerja gas (Doll
1952).
Lingkup
Fokus dari studi epidemiologi adalah populasi secara geografis atau lingkup lainnya,
sebagai contoh kelompok spesifik dari pasien rumah sakit atau pekerja pabrik. Populasi
dipilih dari suatu area spesifik pada suatu waktu yang spesifik. Kelompok populasi dapat
dibagi sesuai jenis kelamin, kelompok umur atau etnis. Struktur dari populasi dapat
bervariasi antara area geografis dan periode waktu. Analisis epidemiologi harus
memperhitungkan variasi ini.
Trias epidemiologi
Segitiga epidemiologi (trias epidemiologi) merupakan konsep dasar epidemiologi
yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan
dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga ini merupakan
gambaran interaksi antara tiga faktor, yaitu:
a. Host (tuan rumah = pejamu)
Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi tempat terjadinya
proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor yang mempengaruhi pejamu adalah
umur, jenis kelamin, ras, genetik, status gizi, kondisi fisiologis dan imunologis, tingkah
laku dan faktor personal lainnya.
b. Agent (agen = faktor penyebab)
Agen adalah unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan
terjadinya suatu penyakit. Agen dapat berupa unsur biologis, kimiawi, fisika atau nutrisi.
Pada beberapa penyakit agen dapat menjadi penyebab tunggal, misalnya pada penyakit
infeksi, tetapi dapat pula terdiri dari beberapa agen yang bekerja sama, seperti pada
penyakit kanker. Karakteristik agen dipengaruhi oleh infektivitas, patogenisitas, virulensi,
toksisitas, invasitas dan antigenisitas.
c. Environment (lingkungan)
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan
fisik (seperti geografik, iklim), biologis (seperti flora sebagai sumber tersedianya bahan
makanan dan fauna sebagai sumber tersedianya protein) atau sosial (contoh adanya
migrasi atau urbanisasi, kondisi perumahan, perang)
Timbulnya penyakit berkaitan dengan gangguan interaksi antara ketiga faktor ini.
Keterhubungan antara pejamu, agen dan lingkungan ini merupakan suatu kesatuan dinamis
yang berada dalam keadaan seimbang (equilibrium) pada seorang individu sehat.
Variabel epidemiologi
Gambaran distribusi suatu masalah atau penyakit harus dapat dijelaskan dengan informasi
dari tiga variabel berikut:
a. Orang
Beberapa faktor yang melekat pada orang, seperti umur, jenis kelamin, predisposisi
genetik, status fisiologis, imunitas, aktivitas fisik, status pernikahan, pola makan,
merokok, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, tingkat pendidikan, status
sosioekonomi, pekerjaan, agama, dan lain-lain, mempengaruhi kejadian penyakit atau
masalah kesehatan. Contoh: kejadian cedera akibat olahraga dan rekreasi yang
ditangani unit gawat darurat di Amerika Serikat (AS) pada periode Juli 2000 – Juni 2001
terdistribusi tinggi pada orang berusia 10-14 tahun dan lebih tinggi pada pria dibanding
wanita pada semua kelompok umur. Contoh lainnya : walaupun ras Afroamerika meliputi
hanya 12% populasi penduduk AS, kelompok ini menyumbang 33% kasus tuberkulosis
(TBC) yang dilaporkan pada tahun 1997; hal ini dapat dijelaskan terjadi karena adanya
255
faktor risiko untuk berkembangnya penyakit TBC pada negara-negara bagian tertentu,
adanya infeksi HIV dan kondisi fasilitas perawatan dan tempat tinggal (Gerstman, 2003)
b. Tempat
Variasi geografis pada terjadinya beberapa kejadian dapat berhubungan dengan satu
atau lebih beberapa faktor, seperti:
- lingkungan fisik, kimia, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda.
- konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda.
- variasi kultural akan suatu kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene.
- variasi administratif seperti tersedianya dan efisiensi pelayanan medis, program
higiene, dan lain-lain.
Contoh : laju mortalitas akibat kanker payudara pada tahun 1958-1959 di Jepang lebih
rendah dibanding negara barat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kontibusi
faktor genetik dan lingkungan. Penelitian selanjutnya di AS menunjukkan laju mortalitas
akibat kanker payudara pada wanita keturunan Jepang di AS cenderung sama seperti
wanita di AS. Studi-studi selanjutnya menunjukkan kecenderungan peningkatan laju
kanker di Jepang tahun-tahun belakangan ini. Observasi-observasi tersebut mendukung
hipotesis bahwa faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab. Para peneliti membuat
beberapa hipotesis penyebab seperti masa menyusui yang panjang pada wanita Jepang
tradisional, berat badan yang rendah, perbedaan pola makan (terutama konsumsi lemak),
usia menarche dan masa siklus menstruasi (Gertsman, 2003).
c. Waktu
Variabilitas waktu dapat dianalisa dengan melakukan plot data dalam bentuk kurva
epidemi sehingga dapat dilihat pola temporal, seperti:
- Sporadis (jarang terjadi dan tidak tentu)
- Endemis (kejadian dapat diprediksi dengan sedikit fluktuasi)
- Point epidemic (terjadi sangat banyak pada suatu waktu, kemudian kembali ke
normal)
- Propagating epidemic (terjadi banyak kemudian berlanjut meningkat dari waktu ke
waktu)
Melakukan investigasi laju penyakit dari waktu ke waktu berguna dalam memperkirakan
kejadian di masa mendatang untuk tujuan perencanaan pencegahan. Contoh : pada
tahun 1953 lebih dari 84 ribu kasus TBC terjadi di AS. Dari tahun 1953 sampai 1985 laju
TBC menurun drastis, namun antara tahun 1985 dan 1992 mulai terdapat peningkatan
akibat epidemi HIV, meningkatnya imigrasi dari negara dimana TBC endemis dan
transmisi dari orang yang tinggal di lingkungan risiko tinggi seperti tunawisma
(Gerstman, 2003).
256
mempunyai masa inkubasi tersendiri dan pengetahuan ini dapat digunakan untuk
identifikasi jenis penyakit.
- Tahap dini
Tahap ini sudah terjadi gangguan patologis walaupun penyakit masih dalam masa
subklinis dan dapat muncul gejala penyakit ringan. Seandainya memungkinkan
diagnosa penyakit dapat ditegakkan secara dini.
- Tahap lanjut
Merupakan tahap dimana penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah berat
dengan segala kelainan patologis dan diagnosa relatih mudah ditegakkan.
- Tahap akhir/ paska patogenesis
Pada tahap ini perjalanan penyakit berakhir yang dapat berupa:
Sembuh sempurna
Sembuh dengan cacat
Karier
Penyakit berlangsung kronis
Kematian
Dari riwayat alamiah penyakit dapat diperoleh beberapa informasi penting seperti:
- Masa inkubasi atau masa laten, yaitu masa atau waktu yang diperlukan selama
perjalanan suatu penyakit untuk menyebabkan seorang jatuh sakit
- Kelengkapan keluhan (symptom) yang menjadi bahan informasi dalam menegakkan
diagnosis
- Lama dan beratnya keluhan yang dialami oleh penderita
- Kejadian penyakit menurut musim, kapan penyakit tersebut lebih sering kejadiannya
- Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit
- Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi pencegahan
penyakit dan pembunuhan kuman penyebab
Informasi-informasi tersebut dapat memberikan manfaat untuk kepentingan diagnostik,
pencegahan dan terapi.
Upaya pencegahan
Upaya pencegahan dapat dilakukan sesuai perkembangan patologis penyakit dari
waktu ke waktu. Dikenal empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu:
a. Pencegahan tingkat awal (primordial prevention), yaitu pemantapan status kesehatan,
misalnya: makan makanan bergizi rendah lemak jenuh, pengendalian pelarangan
merokok
b. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention), yaitu meliputi;
- Promosi kesehatan, misalnya: pendidikan kesehatan, konsultasi gizi, penyediaan air
bersih, sanitasi lingkungan, konsultasi genetik
- Pencegahan khusus, misalnya: pemberian imunisasi, vitamin A dan tablet besi,
penggunaan alat pelindung diri
c. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention), yaitu meliputi:
- Diagnosis awal dan pengobatan tepat, misalnya: skrining, penemuan kasus,
pemeriksaan khusus laboratorium, pemberian obat yang rasional dan efektif
- Pembatasan kecacatan, misalnya: operasi plastik pada bagian tubuh/ organ yang
cacat, pemasangan pin pada tungkai yang patah
d. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention), yaitu berupa rehabilitasi fisik, sosial
maupun kerja.
257
studi diharapkan mampu menjelaskan siapa yang terkena, di mana dan kapan
terjadinya masalah itu.
b. Epidemiologi analitik
Epidemiologi ini merupakan studi dalam upaya menganalisis faktor penyebab
(determinan) masalah kesehatan, sehingga diharapkan mampu menjawab pertanyaan
kenapa atau apa penyebab terjadinya masalah.
c. Epidemiologi eksperimental
Salah satu hal yang perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor sebagai
penyebab terjadinya penyakit adalah diuji kebenarannya dengan percobaan
(eksperimen)
Ketiga jenis epidemiologi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, saling berkaitan
dan mempunyai peranan masing-masing sesuai tingkat kedalaman pendekatan
epidemiologi yang dihadapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengungkapan dan
pemecahan masalah epidemiologi dimulai dengan epidemiologi deskriptif, lalu diperdalam
dengan epidemiologi analitik dan dilanjutkan dengan melakukan epidemiologi eksperimental.
258
Ada dua unsur kausalitas, yaitu necessary cause dan sufficient cause. Necessary
cause adalah faktor risiko yang harus ada dan mendahului suatu akibat sehingga
menghasilkan suatu hubungan sebab-akibat, misalnya debu batu bara adalah
necessary cause dari penyakit coal worker’s pneumonoconiosis yang terjadi pada
penambang batu bara; debu batu bara terdapat di lingkungan kerjanya dan masuk ke
dalam paru pekerja sebelum terjadinya pneumonokoniosis. Sedangkan sufficient cause
mengacu pda konsep gangguan kesehatan yang multifaktor atau multikausal. Misalnya
duduk dengan posisi janggal dalam waktu lama dapat menimbulkan nyeri pinggang
bawah pada pengemudi taksi, faktor risiko ini adalah sufficient cause karena ada faktor
risiko lain yang berkontribusi, seperti obesitas, kurang aktivitas fisik, jarang melakukan
peregangan otot selama mengemudi.
b. Hubungan paparan dan efek serta hubungan paparan dan respon.
Hubungan ini paparan dan efek (dose-effect relationship) menggambarkan hubungan
antara dosis papran dan efek yang ditimbulkan; apabila intensitas paparan semakin
tinggi dan waktu paparan semakin panjang maka masalah kesehatan yang timbul
semakin berat. Sejalan dengan itu hubungan paparan dan respon (dose-response
relationship) menggambarkan hubungan antara dosis paparan dan banyaknya pekerja
yang memberi respon sesuai efek yang diteliti; apabila intensitas paparan semakin
tinggi dan waktu paparan semakin panjang maka populasi pekerja yang mengalami
gangguan kesehatan akan semakin banyak.
c. Efek pada pekerja sehat.
Pekerja yang sakit atau cacat biasanya tidak bekerja lagi untuk sementara waktu atau
selamanya, hal ini akan mengacaukan hasil perhitungan prevalensi penyakit. Selain itu
hasil penelitian dapat terkecoh dengan pengakuan pekerja yang memperberat kondisi
penyakitnya karena keinginan pindah tempat kerja atau menuntut kompensasi; atau
sebaliknya pekerja menutup-nutupi penyakitnya dalam rangka menghindari pemecatan
atau pemindahan ke tempat kerja yang tidak diinginkan.
d. Faktor perancu (confounding) lainnya.
Perancu dapat diartikan sebagai tercampurnya efek dari faktor risiko yang diteliti
terhadap kejadian penyakit oleh faktor ketiga. Studi dimana faktor A adalah faktor risiko
dari penyakit B, maka faktor X dikatakan sebagai faktor perancu bila diketahui faktor X
juga sebagai faktor risiko penyakit B, atau faktor X berhubungan dengan faktor A tapi
bukan sebagai akibat faktor A.
Metode ilmiah
Epidemiologi adalah salah satu metode penelitian yang bersifat ilmiah. Pertanyaan
hubungan sebab akibat antara faktor risiko dan efek kesehatan hanya dapat dijawab dengan
penelitian yang menggunakan metode ilmiah.
Metode ilmiah merupakan cara berpikir deduktif dan induktif, yaitu suatu kegiatan
yang sistematik dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah dan merupakan proses
kelimuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik. Metode
ilmiah terbuka untuk dikritik karena dapat dibantah atau ditolak jika terdapat fakta atau bukti
baru. Penelitian yang dilakukan berpedoman pada berbagai informasi (teori) yang telah
dihasilkan dari penelitian terdahulu. Hal ini bertujuan untuk menambah atau
menyempurnakan teori yang menjadin sasaran kajian.
Suatu penelitian ilmiah memerlukan suatu rencana kerja yang terdiri atas langkah-
langkah menurut pola tertentu dan disusun secara sistematis, yang terdiri atas:
1. Perumusan masalah dan tujuannya
2. Perumusan hipotesis
3. Penetapan metode kerja dan bahan penelitian
4. Pengumpulan data sebagai hasil penelitian
5. Pengolahan data dan diskusinya
6. Penyimpanan hasil penelitian
7. Publikasi hasil
259
Ukuran epidemiologi
Ada dua parameter yang biasa digunakan untuk mengukur frekuensi atau rate kejadian
penyakit atau masalah kesehatan, yeitu:
a. Insidensi
Insidensi menggambarkan banyaknya kasus baru yang timbul pada suatu populasi
berisiko selama periode waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan pengukuran penyakit
di tempat kerja, perhitungan yang digunakan adalah Densitas Insiden (DI). Pengukuran
Di bertujuan untuk menghitung insidensi kasus baru yang terjadi pada suatu populasi
pekerja berisiko dengan berbagai periode pengamatan yang berbeda. Kalkukasi DI
adalah sebagai berikut:
b. Prevalensi
Prevalensi menggambarkan jumlah kasus yang ada (kasus lama maupun baru) dalam
populasi pada suatu waktu atau periode tertentu. Kalkulasi dari prevalensi adalah
sebagai berikut:
Insidensi dan atau prevalensi dapat digunakan untuk membandingkan risiko pada
dua atau lebih kelompok pekerja dengan karakteristik dan atau riwayat paparan faktor risiko
dan didapatkan angka risiko relatif (RR). Contoh insidensi katarak pada pekerja peniup
gelas adalah 12% dan pekerja di kantor adalah 2%, risiko relatifnya adalah 6, maka
dikatakan bahwa pekerja peniup gelas berisiko 6 kali lebih besar dibandingkan dengan
pekerja di kantor. Pekerja peniup gelas terpapar api pembakaran gelas, maka diduga sinar
ultraviolet dari api pembakaran berhubungan dengan kejadian katarak.
RR membandingkan kejadian penyakit atau efek kesehatan lainnya antara populasi terpapar
dan populasi tidak terpapar. Bila nilai RR lebih besar dari 1, maka berarti paparan tersebut
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit. Semakin besar risiko relatif semakin kuat
hubungan antara paparan faktor risiko dan efek kesehatan
Jenis-jenis penelitian
Setelah hipotesis dibuat, langkah selanjutnya adalah ahli epidemiologi membuat
desain penelitian. Klasifikasi jenis penelitian epidemiologi adalah sebagai berikut:
a. Studi observasional
- Studi deskriptif, terdiri dari : laporan kasus dan serial kasus, studi ekologi, potong
lintang (cross sectional)
- Studi analitik, terdiri dari : studi kohort (cohort), kasus kontrol (case control) dan
potong lintang (cross sectional)
b. Studi eksperimental, terdiri dari : pra-eksperimen, eksperimen murni dan eksperimen
kuasi
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa studi observasional hanya melakukan
observasi kejadian yang ada tanpa melakukan intervensi dan selanjutnya membandingkan
efek pada kelompok terpajan dan tidak terpajan; sedangkan studi eksperimental merupakan
260
studi yang dilakukan dengan intervensi, kemudian hasil intervensi dibandingkan dengan
sebelum intervensi.
Di bidang epidemiologi hiperkes dan keselamatan kerja sebagian besar studi bersifat
observasional, sedangkan studi eksperimental hanya dilakukan pada hewan uji coba atau
kadang-kadang dilakukan dalam rangka intervensi untuk tindakan perbaikan.
Studi kohort
Studi ini dilakukan dengan model pendekatan waktu prospektif untuk mengkaji
hubungan antara faktor risiko dan efek/ penyakit. Penelitian dimulai dengan memilih sampel
kelompok sehat dari suatu populasi dan identifikasi adanya faktor risiko. Kemudian subyek
diikuti sampai dengan periode waktu tertentu untuk melihat terjadinya efek yang diteliti. Studi
akan menilai perbedaan risiko seberapa sering terjadinya efek/ kasus/ masalah kesehatan
pada kelompok terpapar dibandingkan dengan kelompok tidak terpapar, atau disebut juga
risiko relatif/ relative risk (RR), yang mempunyai nilai netral sebesar 1. Artinya RR adalah
tidak ada hubungan jika nilainya 1.
Keterangan:
E = exposure (paparan)
D = disease (efek kesehatan)
Insidensi pada kelompok terpapar (E+) = a/(a+b)
Insidensi pada kelompok tidak terpapar (E-) = c/(c+d)
Risiko relatif (RR) = a/(a+b) : c/(c+d)
Attributable risk (AR) = a/(a+b) - c/(c+d)
261
Studi kasus kontrol
Studi ini dilakukan dengan pendekatan waktu retrospektif. Penelitian diawali dengan
memilih sampel orang dari kasus dari penyakit yang diteliti, kemudian dipilih sampel
kelompok kontrol (yang tidak menderita sakit). Dari subyek ini (kasus dan kontrol) dilakukan
identifikasi keadaan faktor-faktor keterpaparan yang telah terjadi pada mereka sebelumnya
sehingga mendapat kemungkinan jatuh sakit. Studi ini tidak dapat menghitung insidensi atau
prevalensi dan akan menghasilkan perhitungan hubungan antara faktor keterpaparan
dengan kasus-kontrol yang disebut odds ratio (OR) yang mempunyai nilai netral sebesar 1.
Bentangan nilai OR adalah nol sampai tak terhingga. Jika nilainya kurang dari satu maka
faktor keterpaparan disebut faktor protektif. Jika nilai OR lebih besar dari satu maka faktor
keterpaparan disebut faktor risiko.
Keterangan:
E = exposure (paparan)
D = disease (efek kesehatan)
Risiko relatif dinyatakan dengan odds ratio (OR) = ad : bc
Studi potong-lintang
Penelitian ini melakukan potongan melintang situasi yang ada dalam populasi
penelitian sehingga hasilnya hanya menggambarkan keadaan pada saat itu. Pengukuran
faktor risiko dan efek hanya satu kali pada satu saat secara simultan. Studi ini dapat bersifat
deskriptif, misalnya penentuan nilai normal antropometrik; atau dapat pula bersifat analitik,
misalnya pengukuran kadar asam urat pada kelompok usia lanjut yang berat badannya
normal dibandingkan dengan kelompok usia lanjut yang obes. Studi ini hanya dapat
mengukur prevalensi dan hasil yang didapat adalah prevalence ratio (PR) atau OR.
262
Gambar 22.3. skema dasar studi potong-lintang
Keterangan:
E = exposure (paparan)
D = disease (efek kesehatan)
Keterangan:
E = exposure (paparan)
D = disease (efek kesehatan)
Risiko relatif dinyatakan dengan odds ratio (OR) = ad : bc atau
membandingkan prevalensi efek pada kelompok terpapar (E+) dengan kelompok
tidak terpapar (E-), dinyatakan sebagai Prevalence Ratio (PR) = a/(a+b) : c /(c+d)
263
- Laporan epidemi
- Investigasi laboratorium
- Investigasi kasus individu
- Investigasi lapangan epidemik
- Survei
- Studi reservoir binantang dan distribusi vektor
- Penggunaan biologik dan obat
- Pengetahuan populasi dan lingkungan
Data yang diperlukan untuk surveilans kesehatan dan keselamatan kerja dapat
diperoleh dari bagian sumber daya manusia untuk data distribusi dan karakteristik pekerja;
data kesehatan dapat diperoleh dari rekam medis, hasil pemeriksaan kesehatan dan
kunjungan klinik, kuesioner mengenai keluhan kesehatan; data hazard lingkungan kerja
diperoleh dari pengukuran oleh bagian higiene industri, data kecelakaan kerja, penilaian
risiko; data lainnya seperti absensi pekerja, laporan pekerja mengenai kondisi atau kejadian
yang berhubungan dengan masalah kesehatan atau kecelakaan kerja.
Data yang diperoleh belum tentu selalu sesuai keinginan pihak yang memerlukan.
Masalah data selain memperolehnya juga mencakup cara membaca, menginterpretasi dan
menyebarluaskannya. Kemungkinan dalam menghadapi data dapat berupa:
- Tidak tersedianya atau kesulitan memperoleh data yang diinginkan
- Ketidaklengkapan data. Antara data yang tersedia dan informasi yang dibtuhkan terdapat
kesenjangan, karena itu mungkin diperlukan usaha tambahan untuk menjajaki berbagai
sumber data dan bahkan mengumpulkan data sendiri.
- Ketidakserasian data yang diperoleh dari berbagai sumber
- Kemungkinan bias/ terdapat kesalahan. Diperlukan teknik dan proses pengambilan yang
tepat untuk menghindari kemungkinan kesalahan, baik karena kesalahan sumber atau
cara pengambilan.
- Pola penyakit yang memungkinakan sulit mendapatkan kasus karena banyak kasus yang
sebenarnya tersembunyi (iceberg phenomenon)
Pengumpulan data yang akurat memerlukan desain dan metode pengumpulan yang
tepat. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:
a. Menurut cara pengumpulan
- Langsung : dengan wawancara, pengumpul data berhadapan langsung dengan
sumber informasi.
- Tidak langsung : melalui telepon, surat, atau media lain untuk mencapai responden.
b. Menurut sumber pengumpulan
- Data primer: data dikumpulkam langsung oleh pihak yang memerlukan dari responden
atau subyek penelitian.
- Data sekunder : data diperoleh dari pihak yang sudah mengumpulkan data itu
sebelumnya.
Agar informasi yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan, maka manejemen data
harus dilakukan secara sistematis. Penggunaan format-format pengumpulan data dengan
format standar menjadi bagian penting yang harus secara otomatis tersedia dengan proses
pemasukan data yang biasanya dilakukan secara rutin.
Data yang dikumpulkan dapat dikonsultasikan kepada para ahli yang relevan dengan
permasalahan yang ada untuk konfirmasi akurasi informasi. Sistem manajemen data harus
bersifat lugas, dalam arti dapat diinterpretasi secara sama oleh petugas yang berbeda
sehingga proses coding dan pemasukan data harus semaksimal mungkin bebas kesalahan.
Sebelum data dianalisis maka manajemen data melalui proses sebagai berikut:
- Editing, terhadap kuesioner atau data mentah yang telah diisi. Apabila ditemukan
kejanggalan segera dilakukan pengecekan ulang ke lapangan
- Entry data, dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer
- Cleaning data, dilakukan dengan cara melihat frekuensi distribusi data mentah. Apabila
ditemukan kesalahan maka dilakukan pengecekan ulang lagi ke kuesioner/ formulir isian
data.
Yang mendasar dari manajemen data adalah:
264
- Penyajian data kasar sulit dimengerti, sehingga perlu pengolahan lebih lanjut agar
menjadi data yang komunikatif
- Bentuk penyajian yang jelas berguna untuk pembanding dua atau lebih kelompok/
populasi
- Perlu penguasaan dasar data (diskrit dan kontinyu); ukuran tendensi sentral (mean,
median, modus); variabilitas (range, standar deviasi) dan ukuran frekuensi (rate, ratio,
proporsi)
265
Manfaat
Manfaat surveilans kesehatan kerja dalam menunjang pelaksanaan upaya
kesehatan kerja antara lain sebagai berikut;
a. Kondisi kesehatan pekerja terpantau dan terkendali melalui deteksi dini dengan
membandingkan data baseline dengan data serial dari tahun ke tahun.
b. Dalam praktiknya, selain mendeteksi PAK, dapat pula mendeteksi penyakit umum
lainnya, baik menular maupun tidak menular.
c. Hasil penilaian risiko lebih akurat karena faktor risiko dari lingkungan kerja dan
pekerjaan diidentifikasi dan diukur secara kuantitatif dan berkesinambungan.
d. Program kesehatan kerja menjadi lebih fokus, terarah, terukur dan dapat dievaluasi
secara kuantitatif karena hasil surveilans dapat digunakan sebagai dasar penentuan
program kesehatan kerja.
e. Terjalin koordinasi yang baik antara dokter kesehatan kerja atau perawat kesehatan
kerja dengan ahli higiene industri dan ahli ergonomi dalam menilai keberhasilan
pengendalian risiko kesehatan.
f. Pemeriksaan kesehatan menjadi efektif dan efisien karena terjadi seleksi pekerja yang
membutuhkan surveilans kesehatan (population at risk), maka dapat dilakukan
pemeriksaan kesehatan berdasarkan paparan di tempat kerja (hazard based medical
examination).
g. Peningkatan citra perusahaan atau organisasi karena memenuhi persyaratan
perundangan dan tanggung jawab moral bagi pekerja serta bangsa dan negara pada
umumnya..
Bila ditemukan suatu gangguan kesehatan atau penyakit, dalam menentukan apakah
penyakit tersebut akibat kerja atau tidak, ada beberapa pertanyaan yang perlu diketahui dan
jawabannya bisa didapat dari hasil surveilans, yaitu:
- Siapa atau kelompok pekerja yang mana yang menderita? Apakah ada populasi pekerja
yang berisiko?
- Kapan dan dimana kejadiannya?
- Apakah ada hubungan antara gejala dan hari kerja (terkait hari libur atau shift kerja)?
- Apakah ada kejadian yang sama pada pekerja lain?
- Apakah ada dugaan pekerja tentang hubungan antara hazard di tempat kerja dengan
penyakit?
- Apakah ada faktor risiko lain yang berkontribusi?
- Apakah berlaku hukum aksi massa (yaitu semakin besar intensitas dan durasi paparan
semakin berat gangguan kesehatannya)?
266
ergonomi agar penilaian dapat menyeluruh dan terpadu. Untuk memudahkan maka
proses identifikasi hazard dan penilaian risiko dapat dilaksanakan berdasarkan dua
pendekatan, yatiu penilaian berdasarkan tempat kerja (area specific) atau berdasarkan
pekerjaan (job specific).
Sarana yang dibutuhkan antara lain : denah lokasi dan proses kerja, buku instruksi
penggunaan alat kerja termasuk Safety Data Sheet, laporan kecelakaan dan insidensi
atau prevalensi penyakit pada pekerja termasuk catatan keluhan gangguan kesehatan
yang dilaporkan pekerja, catatan inspeksi atau hasil pengamatan sebelumnya. Kegiatan
dimulai dengan survei jalan selintas (walk through survey) di area kerja, dapat
menggunakan lemabar tilik, dengan memperhatikan sumber hazard yang berpotensi
menimbulkan risiko, fokus pada sumber bahaya yang berisiko besar namun tetap
memperhatikan yang mungkin menimbulkan risiko terkecil. Sejalan dengan itu, dapat
dilakukan dialog dengan pekerja di lokasi dengan menyiapkan lembar pertanyaan
singkat dan relevan tentang apa yang menjadi keluhan serta gangguan kesehatan apa
yang sering dialami serta apa yang dikhawatirkan.
- Perencanaan program.
Setelah mendapatkan hasil HRA, proses selanjutnya adalah menyusun rencana
program awal yang akan dikomunikasikankepada pihak manajemen. Program yang
disusun terutama adalah penetapan pekerja berisiko dan ruang lingkup surveilans yang
mencakup jenis hazard dan jenis pemeriksaan kesehatan yang ditujukan untuk
mendeteksi timbulnya efek kesehatan. .
- Penetapan pekerja berisiko.
Setelah hazard teridentifikasi, dokter dan ahli higiene industri menetapkan pekerja
berisiko yang akan dilaksanakan surveilans efek kesehatan kerja. Dari data medis
ditetapkan pekerja yang rentan, mereka dihindari dari paparan sekecil apapun dengan
melakukan mutasi ke pekerjaan yang bebas dari hazard terkait.
- Penetapan jenis hazard dan efek kesehatan yang dipantau.
Setelah hazard teridentifikasi, proses selanjutnya adalah menilai risiko dan kemudian
menetapkan hazard apa yang akan dipantau berdasarkan tingkat risikonya. Selanjutnya
dilakukan identifikasi efek kesehatan apa yang dapat timbul oleh hazard terkait dan
hasilnya akan menjadi dasar penetapan jenis pemeriksaan kesehatan.
- Penetapan jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan faktor risiko.
Surveilans efek kesehatan agar efisien dan efektif (juga dalam hal pembiayaan), dokter
harus mendesain jenis dan parameter pemeriksaan kesehatan berdasarkan jenis
paparan hazard yang didapat dari hasil identifikasi hazard dan penilian risiko yang
dilakukan oleh ahli hygiene industry, atau paket pemeriksaan kesehatan berdasarkan
jabatan.
267
Operator VDU Visual acuity
Fire fighter Audiogram, fungsi paru
Operator alat berat Visus, lapang pandang, acuity, depth, buta warna,
audiometric, spirometri, CTD
Welders Urinalisis, biomonitoring
Petugas medis Serologi HBV, foto toraks CTD
268
Tahap pelaksanaan surveilans kesehatan kerja
Surveilans kesehatan kerja dilakukan dalam tiga tahapan yang berkesinambungan,
yaitu:
- Tahap pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer dan sekunder. Sumber data harus
diperhatikan lingkupnya, populasi yang dicakup, akurasi dan realibilitas, waktu dan
durasi pengumpulan data, alat, metode dan pelaksana pengumpul data, aksesibilitas
dan koneksi pada sumber data lain. Data yang dikumpulkan adalah data faktor risiko
dan data gangguan kesehatan yang mungkin ditimbulkan serta pemantauan biologik
bila ada.
- Tahap analisis data dan surveilans PAK.
Pada tahap ini dilakukan analisis trend dan interaksi anatara paparan, hasil pemantauan
biologic dan efek kesehatan yang ditimbulkan, baik perorangan maupun kelompok
pekerja. Analisis hasil surveilans hazard kesehatan kerja yang dibandingkan dengan
nilai ambang batas (NAB) akan didapatkan “apa”, “dimana” dan “bila mana” kadar
hazard melampaui NAB, dengan kata lain akan didapat data distribusi frekuensi kadar
hazard berdasarkan faktor risiko yang diduga berpengaruh, seperti area kerja, alat atau
mesin tertentu. Begitu pula dengan melakukan surveilans efek kesehatan akan didapat
apa”, “siapa”, “dimana” dan “bila mana” gangguan kesehatan terjadi, dengan kata lain
akan didaptkan distribusi frekuensi penyakit berdasarkanbeberapa faktor risiko yang
diduga berpengaruh, termasuk karakteristik pekerja, demografi, waktu dan tempat kerja,
masa kerja dan jabatan atau pekerjaan tertentu. Dengan menggabungkan data
surveilans hazard kesehatan dan efek kesehatan dapat dilakukan analisis epidemiologi
untuk menyajikan atau menjelaskan “mengapa” dan “bagaimana” suatu gangguan
kesehatan timbul, antara lain disajikan perbandingan ‘rate’ kejadian penyakit antar
kelompok menurut karakteristik demografi, tingkat paparan dan faktor risiko lain, dengan
demikian masalah kesehatan kerja dapat dikenal lebih dini untuk dikendalikan dengan
segera. Dapat pula dilakukan perbandingan risiko relatif atau odds ratio pada pekerja
terpapar dengan tidak terpapar, maka akan lebih jelas hubungan atau asosiasi antara
faktor risiko dan efek yang ditimbulkan.
- Tahap pelaporan dan pemanfaatan hasil surveilans untuk perbaikan
Pelaporan hasil analisis dan pengajuan rekomendasi dilakukan untuk merencanakan
program pencegahan penyakit dan program promosi kesehatan. Pelaporan sebaiknya
disampaikan dalam forum yang melibatkan semua manajemen, tujuannya adalah agar
memperluas pencapaian dan mendapat umpan balik dari semua pihak sehingga
bermanfaat sebagai masukan dan dapat menjadi bahan pertimbanagn dalam perbaikan
pada surveilans berikutnya.
269
DAFTAR PUSTAKA
Hopkins HL. Et. Al, 1983.Rehabilitasi Approach, in Occupational Therapy, 6th ed., H.L.
Hopkis & HD Smith, JB Lippincotf Co., Philadelphia.
The working environment body for Management and Labour, Stockholm, 1987
International Labour Office, Encyclopaediaof Occupational Health and Safety Vol. III, 4 th
Edition, Geneva, 1997
Abu Bakar Che Man dan David Gold, 1998. “Keselamatan dan Kesehatan pada
Penggunaan Bahan Kimia di tempat Kerja”, ILO.
Hetu, R., 1998.Rehabilitasi and Noise Induced Hearing Loss. In Encyclopaedia Health
and Safety, 4 th ed., J.M. Stelman, ILO, Geneva.
ACGIH, 2002.TLVs and BEIs Based on the Documentation of the Threshold Limit
Values for Chemical Substances and Physical Agents & Biological Exposure Indices.
Baker, J.L., Coleman, B.L., & Sormin, S. 2002. Workplace Health Promotion: Assessing
Employees’ Health-Related Needs. St. Thomas, Ontario: Elgin-St. Thomas Health Unit.
Budiono, A.M, et al. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang :
Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
270
Gerstman, B. 2003. Epidemiology Kept Simple.
Institute of Medicine of The National Academies, 2005. Dietary Reference Intakes For
Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids.
Washington, DC : The National Academies Press.
Institute of Medicine of The National Academies, 2006. Dietary Reference Intakes : The
Essential Guide to Nutrient Requirements. Washington, DC : The National Academies
Press.
Bonita, R., et al. 2006. Basic Epidemiology 2nd edition. Geneva : WHO Press.
________. 2008. Modul Epidemiologi Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Pusat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kurniawijaya, L.M. 2008. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : UI Press.
Grantham, David, 2009. Occupational Health and Hygiene, Guide Book for the WHSO.
Sumakmur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta :
CV. Sagung Seto.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
DuPont Safety Resource, bahan presentasi Program K3 PT. Tirta Investama, 2009
Himpunan peraturan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Merletti, F., et al. 2011. Epidemiological Method Applied to Occupational Health and
Safety. Geneva : ILO.
Kamal, K. 2011. Penerapan Kesehatan Kerja Praktis Bagi Dokter dan Manajemen
Perusahaan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Hardinsyah, dkk. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat dalam
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X.
Kartono, D. & Soekatri, M. 2012. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Yang Dianjurkan dan
Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (DKZGP) dalam Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi X.
271
Kartono, D. & Soekatri, M. 2012. Angka Kecukupan Gizi Mineral dalam Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi X.
Sulaeman, A. dkk. 2012. Angka Kecukupan Vitamin dalam Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi X.
Doull,J, Klaassen, C, Amdur, M, Casarett and Doull’s Toxicology, The Basic Science of
Poissons, 2nd ed, Macmillan pusblishing Co., Inc, NewYork.
ACGIH, TLVs and BEIs Based on the Documentation of the Threshold Limit Values for
Chemical Substances and Physical Agents & Biological Exposure Indices, 2013.
Kemenkes. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dan Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/pdf.php?pg=JKN-
SOSIALISASI-ISI_FA_REV pada tanggal 16 April 2014.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2004. Angka Kecukupam Gizi Yang Dianjurkan bagi
Bangsa Indonesia.
Frank C.L, Basic Toxicology, Fundamentals, Target Organs, and Risk Assessment, 2nd
ed, Hemisphere Publishing Corporation, Florida.
www.bpjs.info
272
273
LAMPIRAN
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284