Anda di halaman 1dari 7

Diagnosis dan Penatalaksana dari Intoksikasi Metil Etil Keton

pada Pekerja Sol Sepatu


Shema Suluhpradipta Warella

102016150

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Email address: shemadoang@gmail.com

Pendahuluan

Penyakit akibat kerja terjadi disebabkan oleh seseorang yang terpajan faktor
fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor-faktor ini merupakan
permasalahan utama di setiap tempat kerja dan menentukan terjadinya penyakit akibat
kerja, sebagai contoh seseorang yang terpajan metil etil keton di tempat kerja
merupakan faktor utama terjadinya keracunan yang menimbulkan gejala-gejala
tertentu seperti pusing, mata berair, tampak lemas (mengantuk), dll. Perlu diketahui
juga bahwa terdapat juga faktor lain seperti kerentanan individual yang dapat
mempengaruhi perkembangan penyakit dari pekerja yang terpajan di tempat kerja.1 Di
dalam makalah ini akan dibahas tentang intoksikasi pelarut atau solvent pada pekerja
di pabrik sepatu dan juga langkah mengatasinya.1

1. Diagnosis Klinis

Anamnesis

Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.


Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis,
atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber
lain, yang disebut aloanamnesis.2

Pada Skenario ini anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui background


dari pasien. Anamnesis ini dimulai dari menanyakan identitas pasien (nama, umur,
pekerjaan, tempat tinggal), lalu tanyakan riwayat penyakit sekarang (keluhan, sejak
kapan, muncul pada saat melakukan apa, sebabnya), riwayat penyakit dahulu (pernah
mengalami hal yang sama atau tidak), riwayat penyakit kronis (diabetes melitus,
hipertensi, jantung, dll), riwayat pekerjaan (Sudah berapa lama berkerja sekarang,
durasi pekerjaan, riwayat pekerjaan sebelumnya, alat kerja, bahan kerja, proses kerja,
barang yang diproduksi, kemungkinan pajanan yang dialami, memakai APD/tidak,
hubungan gejala dan waktu kerja, pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama
atau tidak), riwayat pribadi (kebiasaan merokok, minum alkohol, alergi), dan
tanyakan juga mengenai riwayat sosial (kehidupan pribadinya terhadap lingkungan,
hubungannya di lingkungan kerja dengan sesama pekerja atau bos, hubungan di
lingkungan rumah, dll)2

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pertama-tama kita melihat keadaan umum pasien yang
ditemukan bahwa keadaan umum dan kesadaan umum pasien. Lalu kita melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital pasien yang terdiri dari tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, dan suhu. Lalu kita dapat melakukan pemeriksaan head to toe.
Pada skenario ini pemeriksaan fisik dalam batas normal.2

Pemeriksaan Penunjang

Pada skenario ini dapat dilakukan pemeriksaan penunjang jika diperlukan


seperti darah rutin (dapat ditemukan gambaran leukositosis), dapat juga dilakukan
urinalysis untuk mengecek apakah terdapat MEK atau tidak, dan CT scan datau MRI
juga dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya perubahan atrofi di lobus frontal dan
cerebellum atau lesi yang terdapat pada white matter karena pajanan terhadap metil
etil keton (MEK). Pemeriksaan neuropsikologi juga dapat membantu, jika ditakutkan
kalau terdapat adanya perubahan intelektual ataupun perilaku akibat paparan MEK.
Pada skenario ini pajanan kimia (MEK) yang berlebihan dan lama dapat
menyebabkan adanya penurunan fungsi kognitif, penurunan fokus, menurunnya
kemampuan visuospatial, memori, dan juga dapat mengganggu mood dari pekerja.2,3

Working Diagnosis dan Differential Diagnosis

Pada skenario ini pasien mengalami gejala seperti pusing dan mengantuk serta
mata berair yang diduga terkena pajanan kimiawi yang disebabkan oleh bahan sol
sepatu yaitu metil etil keton (MEK).

2. Pajanan yang Dialami


Pada skenario ini pasien bekerja sebagai perekat bagian bawah sepatu atau sol
sepatu. Diduga pada skenario ini pasien terkena pajanan kimiawi yakni bahan untuk
perekat sol sepatu yaitu metil etil keton (MEK). Metil etil keton sendiri merupakan
salah satu jenis pelarut atau solvent yang dipakai dalam industri. Dalam dunia industri
terdapat banyak pelarut yang biasanya digunakan untuk tujuan tertentu sepeti untuk
proses ekstraksi pada minyak makan, minyak wangi, bahan farmasi dll. Metil etil
keton digunakan secara luas dimana solven yang lebih polar dibutuhkan. Keton dalam
jumlah besar digunakan dalam industri digunakan untuk penyalut (the coatings
industry), industri sepatu (bottom sole). Metil etil keton sendiri merupakan pelarut
yang sangat mudah untuk menguap, karena dalam pemakaiannya mereka dengan
sengaja dilepaskan ke atmosfer setelah penggunaan.4

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Kebanyakan solven (salah satunya MEK) dapat menyebabkan neurotoksis


yang menimbulkan depresan pada susunan syaraf pusat. Pada permulaan seseorang
terpapar, dapat menghambat transmisi impuls yang menyebabkan pusing, pikiran serta
tubuhnya akan melemah (mengantuk). MEK merupakan pelarut yang dapat
menyebabkan irritan. Pemaparan yang terus menerus tanpa dilindungi dengan alat
pelindung diri, pada kulit pun sampai dapat mengelupaskan kulit dan juga dapat
menyebabkan terbentuknya kanker.3,4

Patofisiologi
Seperti aldehid, keton juga bersifat mengiritasi, dan dengan alasan itu ia tidak
dibenarkan diinhalasi dalam jumlah yang berbahaya. Keton, umumnya suatu senyawa
yang sangat atnan, dan hanya akan menyebabkan perasaan mengantuk dan iritasi pada
dosis yang tinggi. Metil etil keton sendiri dapat mengiiritasi tubuh dengan melalui
terhirupnya ke dalam tubuh dalam bentuk uap, gas, debu dll atau dapat melalui kontak
pada kulit.3,4

Sebagian besar dari bahaya-bahaya di lingkungan kerja diakibatkan oleh


terhirupnya berbagai jenis zat kimia dalam bentuk uap, gas, debu, dan aerosol, atau
kontak kulit dengan zat-zat tersebut. Tingkat resiko yang diakibatkannya tergantung
dari besar, luas dan lama pemaparan. Larutan tersebut akan diabsorbsi dari paru-paru
ke dalam darah, dan didistribusi terutama ke jaringan-jaringan yang mengandung
banyak lemak dan lipid, misalnya sistem syaraf pusat seperti contohnya adalah mielin
karena ia memiliki kandungan lemak yang tinggi sekitar 70%, hati, dan sumsum
tulang.4

Gejala klinis

Kebanyakan solven akan menyebabkan depresan pada susunan saraf pusat.


Solven atau salah satunya MEK sangat menyukai lemak dan maka dari itu MEK yang
masuk kedalam tubuh akan didistribusikan terutama pada jaringan yang mengandung
banyak lemak dan lipid seperti sistem saraf pusat. Pada permulaan seseorang terpapar,
dapat menyebabkan pusing, pikiran serta tubuhnya akan melemah (mengantuk),
konsentrasi menurun, iritasi pada mata (mata berair), hidung, tenggorokan, bahkan
jika pasien terpapar pada konsentrasi yang sudah cukup tinggi, dapat menyebabkan
vertigo, mual, dan bahkan sampai tidak sadarkan diri. Pada paru-paru, irritasi
menyebabkan cairan terkumpul. Pada kulit dapat menyebabkan irritasi pada kulit dan
pemaparan yang kronik dapat sampai menyebabkan retak-retak dan mengelupasnya
kulit.5

4. Seberapa Besar Konsentrasi Paparan dari Pajanan

Besarnya konsentrasi paparan dari pajanan dapat ditemukan dengan observasi


pada anamnesis serta observasi pada tempat kerja. Pada skenario ini pasien bekerja di
pabrik sepatu bagian produksi yang merekat sol bagian bawah sepatu yang
kemungkinan menggunakan pelarut/solven yang mengandungi MEK. Selain itu juga
tanyakan juga mengenai berapa jam sehari pasien bekerja dan sudah berapa lama,
pemakaian alat pelindung diri, dan berapa banyak pasien terkena pajanan. Pada
biological monitoring didapatkan nilai ambang batas MEK ialah 200 bds (batas dalam
sejuta) atau 590 mg/m3 dalam lingkungan sedangkan pada urin nilai ambang batas
MEK 5,1 mg/L, pada darah nilai ambang batas MEK 3,8 mg/L jika dihitung dalam
200 bds dalam lingkungan.4,5

5. Peranan Faktor Individu

Pada peranan faktor individu sendiri biasanya ditanyakan pada pasien apakah
ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Apakah pasien
mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami. Apakah gejala hanya pada pasien
ini sahaja tau juga pada teman sekerja? Factor individu mencakup status kesehatan
fisik pasien, faktor kesehatan mental pasien dan higinis perorangan pasien.5

Berdasarkan kasus, dari anamnesis dan juga skenario tidak dijelaskan adanya
permasalahan pada faktor individu.

6. Faktor Lain selain Pekerjaan

Pada faktor lain ini biasanya juga ditanyakan apakah ada faktor lain yang dapat
merupakan penyebab penyakit? Riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
risikonya meningkat. Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat
merupakan penyebab penyakit? Apakah pasein mempunyai kerja tambahan?
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk
menyingkirkan penyebab di tempat kerja.5

Berdasarkan kasus ini, dari anamnesis dan juga skenario tidak dijelaskan adanya
permasalahan pada faktor lain diluar pekerjaan.

7. Diagnosis Okupasi

Pada skenario ini didapatkan pasien mengalami pusing, mengantuk, serta mata
berair yang diketahui kemungkinan pasien terpapar lem dalam produksi sepatu. Salah
satu zat kimia yang dipakai pada lem ialah MEK yang jika terpapar pajanan akut
dapat menimbulkan iritasi saluran pernapasan, iritasi pada mata, sakit kepala, vertigo,
kelelahan (mengantuk), sulit konsentrasi, efek nerologis lain hingga kematian. Jadi
dapat kita katakan diagnosis okupasinya ialah PAK karena adanya intoksikasi solven
(MEK) yang dihirup dari pasien sampai pasien mengalami gejala yang serupa. Namun
untuk menentukan diagnosis okupasi yang pasti memerlukan data pendukung dari
pemeriksaan penunjang.5

Pengendalian Paparan Kimia

Pada kasus ini pengendalian paparan pada pasien sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya neurotoksis sebelum mengenai pasien lainnya. Pada lingkungan
kerjanya disediakan pertukaran udara yang cukup dengan membuat ventilasi udara di
ruang kerja. Kemudian menggunakan alat pelindung diri mulai dari perlindungan
pernapasan, perlndungan pada tangan (sarung tangan yang terbuat dari karet butil),
perlindungan mata (dengan menggunakan kacamata pelindung), perlindungan kulit
dan tubuh dengan memakai pakaian pelindung dan sepatu, dan paling akhir
melakukan tindakan higienis seperti mencuci tangan pada awal dan akhir setelah
melakukan aktivitas kerja.3,4,5

Tindakan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan

Pada pasien yang terkena pajanan kimia melalui udara (inhalasi) yang dapat
menyebabkan pernapasan pasien tidak teratur atau berhenti berikan pernapasan buatan
dan segera panggil dokter. Jika terpapar pada bagian kulit segera bersihkan dengan
sabun dan air mengalir, lalu lepaskan pakaian dan sepatu yang tercemar dan dicuci
sebelum dipakai kembali. Jika sampai mengenai mata, bilas mata baik-baik dengan air
sedikit selama 15 menit dan periksakan ke dokter. Jika tertelan segera dapatkan
bantuan medis.3

Penatalaksanaan

Secara medika mentosa pengobatan yang dilakukan ialah bersifat simptomatik saja,
seperti pada skenario kasus pasien merasa pusing, dengan gejala ini dapat
memberikan obat Paracetamol 500 mg untuk menghilangkan nyeri kepala tersebut
diminum jika kepala terasa nyeri saja.1,2

Kesimpulan

Dari skenario ini didapatkan pasien mengalami intoksikasi akibat metil etil
keton yang memberikan gejala seperti di skenario. Pengendalian paparan pada tempat
kerja tersebut sangatlah penting, jika tidak dilakukan segera dapat menurunkan
produktivitas suatu perusahaan, dan secara nasional.
Daftar Pustaka

1. Jeyaratnam J, David K. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Penerbit Buku


Kedokteran EGC 2010:3

2. Ridley J. Kecelakaan dalam ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi


ke-3. Jakarta: Erlangga 2012:113.

3. Chandra B. Imu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta: EGC


2011:213-4..

4. Orsi L, Monnereau A, Dananche B, Berthou C, Fenaux P, Marit G, et al.


Occupational exposure to organic solvents and lymphoid neoplasms in men:
results of a French case-control study. Occup Environ Med 2010 Oct;
67(10):664-72
5. LaDou J et al. Approach to the diagnosis of the occupational illness.
Occupational and Environmental Medicine. Lange Medical. 2nd ed. New
York, NY: McGraw-Hill Professional 2013.

Anda mungkin juga menyukai