Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAJEMEN KINERJA

OPTIMALISASI KINERJA PERUSAHAAN

Disusun Oleh:

Kelompok 14

Safira Nurmalitasari (12010117120041)

Adli Mustaghfirin Anshor (12010117130133)

Fimelia Wikan Praudia (12010117130155)

Siti Yuliani (12010119186004)

Program Studi S1-Manajemen

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro

202
OPTIMALISASI KINERJA PERUSAHAAN

A. Gambaran Umum Optimalisasi Kinerja Perusahaan

Organisasi yang inovatif adalah organisasi yang sadar atas terjadinya kesalahan

sehingga memotivasi manajer untuk melakukan penilaian kinerja seakurat mungkin.

Organisasi yang memiliki uraian kompetensi atau performance behaviours, memiliki peluang

yang lebih baik untuk mengurangi terjadinya kesalahan karena adanya penjelasan yang

objektif mengenai apa yang dianggap kinerja tinggi, menengah, dan rendah. Namun tidak

semua organisasi memiliki performance behaviours.

Terdapat aspek pelatihan yang dapat mengurangi kesalahan penilaian adalah pelatihan frame

of reference yang dapat membantu para manajer untuk menyatukan pandangan atau kalibrasi

terhadap skala penilaian. Riset membuktikan bahwa pelatihan frame of reference ini

membantu organisasi dalam meningkatkan akurasi penilaian perusahaan.

Akurasi penilaian adalah masalah tentang motivasi manajer daripada keterampilan yang

dimiliki manajer. Memberikan penilaian tinggi, akan menjadikan kinerja manajer tampil lebih

baik dan membuat diskusi dengan staf-staf lebih lancar dan nyaman. Hal ini tidak selamanya

baik, karena kinerja yang diberikan bukanlah kinerja yang sesungguhnya karena terdapat

kebiasan. Review oleh atasannya manajer, penilai eksternal, dan tim dapat juga mengurangi

bias tersebut. Selain itu, riset juga menyimpulkan bahwa manajer dapat menilai lebih akurat

jika percaya dengan sistem penilaian dan diberikan insentif untuk akurasi penilaian.
Perusahaan perlu menciptakan buy ini dari semua pihak yang terlibat dalam penilaian dan

mencari feedback. Cara efektif dalam meningkatkan buy in adalah:

1. Menjelaskan secara rinci dan berkala sistem tersebut

2. Menyediakan dokumentasi penunjang

3. Help desk, berkonsultasi tentang kebutuhan yang diperlukan

Perusahaan perlu memberikan feedback yang membangun dan dapat diterapkan. Hal ini

berfungsi untuk peningkatan kinerja organisasi secara menyeluruh. Selain frekuensi, mutu

feedback juga perlu diperhatikan, karena jika feedback tidak baik, maka kinerja perusahaan

akan statis atau malah menurun.

Terdapat delapan cara efektif untuk meningkatkan buy in sekaligus feedback,yaitu:

1. Penilaian harus berbasis standar kinerja yang terdokumentasi dan sudah

dikomunikasikan dengan baik

2. Himbau dan gunakan input dari semua pihak sebelum penilaian dimulai

3. Feedback disampaikan oleh orang-orang yang mengetahui dengan baik pekerjaan

setiap unit kerja dan memiliki hubungan kerja yang baik dengan semua unit kerja

tersebut.

4. Berikan feedback yang seimbang antara kekuatan unit kerja dan area yang perlu

dikembangkan

5. Garis Bawahi area yang perlu dikembangkan dalam waktu tertentu bersama dengan

kegiatan spesifik yang akan menunjang perkembangan tersebut.

6. Fokus hanya pada 1 atau 2 area perkembangan setiap kali diskusi


7. Dorong setiap unit untuk menjadi peserta yang aktif dalam diskusi penilaian

8. Beri kesempatan kepada unit kerja untuk challenge atau mendebatkan penilaian

Dari kedelapan cara tersebut, hal ini berfokus pada tingkah laku manajemen, maka pelatihan

manajerial mengenai cara-cara memberikan feedback yang membangun, meningkatkan

keterlibatan semua unit kerja, meningkatkan akurasi penilaian akan dapat menunjang

keefektifan sistem penilaian organisasi secara menyeluruh.

Dengan membangun, mendokumentasikan, dan mengkomunikasikan sistem penilaian yang

baik, organisasi yang inovatif akan membangun fondasi yang kuat akan manajemen human

capital yang solid. Hal ini berlaku juga dalam hal rekrutmen, pemilihan karyawan,

kompensasi, penghargaan, pelatihan, pengembangan, talent management, dan manajemen

sukses.

B. Implementasi Kriteria Baldrige di Indonesia

Sejumlah perusahaan di Indonesia telah menerapkan Kriteria Baldrige untuk menjadi

perusahaan unggul.
1. Telkom Indonesia Sang Pelopor (sebagai contoh)

Implementasi Kriteria Baldrige di Telkom harus dirunut jauh ke belakang, yaitu saat

perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu melakukan perubahan total di era

kepemimpinan (alm) Gacuk Sudarijanto. Perubahan tersebut dilanjutkan oleh penggantinya

Setyanto P. Santosa yang ingin membawa Telkom sebagai operator kelas dunia. Sebagai

perwujudannya, Telkom go public tahun 1996 dan mencatatkan pula sahamnya di Bursa

Saham New York. Salah satu janji Telkom dalam prospektus perusahaan saat go public

adalah janji untuk menjadi perusahaan kelas dunia itu.

Setelah go public, manajemen Telkom berusaha mewujudkan visi tersebut dengan

mencanangkan World Class Operator (WCO), yang kemudian lebih dikenal dengan istilah T-

2001 (Telkom 2001). Targetnya tahun 2001 (paling lambat 5 tahun setelah go public),

Telkom telah menjadi operator kelas dunia. Secara internal, Telkom membuat kumpulan

program dan indikator-indikator untuk mewujudkan business operation excellence, dan

pengukuran pencapaiannya hanya dilakukan secara internal berdasarkan kriteria yang dibuat

oleh Telkom.

Pengukuran oleh internal Telkom ini tentu menimbulkan pertanyaan terhadap validitasnya.

Didasari perlunya sebuah tool untuk menilai pencapaian T-2001 itu. Salah satu caranya,

selain menerapkan ISO Telkom mengundang gabungan dari Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia, universitas, dan pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari sejumlah segi,

yaitu aspek pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari sejumlah segi, yaitu aspek

pelanggan, finansial, SDM, dan proses. Program penilain ini berlangsung 1999-2000.
Berbagai informasi dikumpulkan Telkom, termasuk melalui survei terhadap beberapa

perusahaan di negara-negara Eropa, Singapura, dan Amerika Serikat. Beberapa negara Eropa

dan Singapura sudah menyusun standar mutu nasional mereka, dan ternyata semuanya

menginduk atau mengacu kepada Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA).

MBNQA merupakan program penghargaan berdasarkan pencapaian organisasi terhadap

Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence (MBCFPE), yang sering disingkat

dengan Kriteria Baldrige (Baldrige Criteria). Inilah sebuah sistem paling komprehensif untuk

mengukur dan menjadikan kinerja sebuah organisasi menjadi excellence.

Rapat Dewan Direksi memutuskan untuk menerapkan Kriteria Baldrige, dan mulai

mengadopsinya tahun 2000. Target Telkom adalah meraih nilai minimal 650. Training untuk

pemahaman Kriteria Baldrige langsung diberikan oleh Paul Steel, director and COB of Total

Quality, Inc. USA sekaligus senior assessor of Baldrige Criteria. Training ini

diselenggarakan secara nasional, diikuti oleh dewan direksi dan seluruh pejabat Telkom

hingga lingkup divisi regional (Divre). Untuk mendorong perubahan, Telkom membuat tim

change agent di kantor pusat maupun di tingkat Divre. Dalam mewujudkan Kriteria Baldrige

di Telkom, sosok Abdul Haris menjadi orang yang tak terpisahkan. Ia termasuk orang

Telkom yang sangat serius memahami dan mengadopsi Kriteria Baldrige. Awalnya, ia

merasa kesulitan juga memahami Kriteria Baldrige, sehingga mengajak beberapa rekannya

lulusan luar negeri untuk membantunya. Kesulitan untuk memahami, adalah penyebab di

balik lambatnya proses adopsi Kriteria Baldrige. Namun manajemen terus berupaya sungguh-

sungguh.

Kesungguhan Abdul Haris kembali berbuah. Divre V berhasil menjadi yang terbaik tahun

2001 (nilai 473) dan 2002 (nilai 553). Saat duet kepemimpinan Sumilan- Abdul Haris

dipindah ke Divre II Jakarta tahun 2003, dan ia kembali menjadi tim leader implementasi
Kriteria Baldrige, Divre II justru berhasil menjadi yang terbaik dengan meraih nilai 650 tahun

itu juga, nilai tertinggi dalam sejarah Telkom. Penilaian tersebut dilakukan oleh senior

assessor langsung dari Amerika. Implementasi Baldrige di Telkom menunjukan hasil yang

sangat menggembirakan. Selain peningkatan kinerja secara finansial, Telkom juga berhasil

meningkatkan kinerja kepuasan pelanggan dan hubungan dengan karyawan. Beberapa kali

Telkom berhasil menjadi BUMN terbaik. Telkom juga berhasil ke luar sebagai BUMN

Terbaik dalam implementasi Kriteria Baldrige tahun 2005 yang diselenggarakan Kementerian

Negara BUMN (IQA for BUMN).

2. Mengupas Kriteria Baldrige, Menjadi Organisasi terunggul

Kriteria Baldrige merupakan panduan penilaian dan kerangka kerja untuk meraih

kinerja unggul. Kriteria Baldrige memiliki 7 kategori dari proses hingga hasil bisnis yang

benar – benar komprehensif. Kriteria Baldrige ini bukanlah sebuah tool dalam manajemen.

● Kilas Balik (Konsep Lean dan Six Sigma)


Konsep Lean dan Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Motorola Corp pada

tahun 1991. Lean ini berkaitan dengan peningkatan kecepatan proses dengan mengurangi

pemborosan dan menghilangkan langkah yang tidak bernilai tambah. Sedangkan Six Sigma

memperbaiki kinerja dengan fokus kepada aspek – aspek yang menyimpang di dalam proses

– proses tersebut. Alat manajemen ini menggunakan metodologi DMAIC (Define, Measure,

Analyze, Improve, dan Control). Implementasi Lean dan Six Sigma memunculkan sebuah

masalah karena kegiatan dan operasi di perusahaan menjadi bertambah kompleks. Karena ada

permasalahan ini, kemudian muncul Balanced Scorecard (BSc) dan ISO.

● Kilas Balik (BSc dan ISO)

BSc menyelaraskan strategi perusahaan dalam 4 perspektif utama yaitu :

1. Finansial

2. Proses Internal

3. Pelanggan

4. Pembelajaran Pertumbuhan

Strategi perusahaan kemudian diturunkan menjadi KPI (Key Performance Indicator)

ke dalam setiap perspektif, unit bisnis dan bahkan individu. BSc bisa menghasilkan kinerja

yang tinggi, namun tidak bisa membedakan apakah kinerja yang tinggi disebabkan oleh mutu

manajemen atau karena pasarnya masih baru dan mengalami pertumbuhan yang cepat. Hasil

penilaian BSc sebuah perusahaan tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan lain yang

sejenis maupun tidak.

ISO mensyaratkan adanya standarisasi proses yang harus dipatuhi dalam mengontrol

mutu. Tetapi terdapat beberapa masalah yang terkait dengan ISO sendiri, yaitu :
1. Perusahaan yang memperoleh sertifikasi ISO tidak berarti selamanya mampu meraih

standar ISO

2. Standar atau sistem mutu yang ditetapkan untuk satu perusahaan bisa berbeda dengan

perusahaan sejenis lainnya

3. Banyak terjadi sertifikasi ISO yang diperoleh perusahaan hanya untuk bagian atau

unit bisnis tertentu saja, bukan untuk seluruh bagian atau unit perusahaan.

● Munculnya Kriteria Baldrige

Adanya kritik terhadap berbagai kelemahan beberapa metode atau alat manajemen di

atas terjawab melalui Malcom Bridge Criteria for Performance Excellence (MBCFPE) atau

Kriteria Baldrige. Karena dibandingkan dengan ISO 9000 pun Kriteria Baldrige berbeda dan

jauh lebih sempurna baik dari sisi tujuan maupun dari kandungan isi dan fokusnya. Menurut

pejabat NIST, registrasi ISO 9000 hanya mencakup kurang dari 10% dari Kriteria Baldrige.

Kriteria Baldrige ini akan membantu mengukur kinerja dan menyusun perencanaan

menghadapi lingkungan yang tidak menentu. Jadi, untuk perusahaan yang telah menerapkan

sejumlah metode atau alat manajemen, implementasi Kriteria Baldrige ini tidak akan menjadi

masalah.

Kriteria Baldrige memiliki 3 tujuan utama, yaitu :

1. Memberikan nilai peningkatan terus – menerus terhadap pelanggan dan stakeholder

sehingga berkontribusi terhadap kelanggengan organisasi

2. Meningkatkan efektivitas dan kapabilitas organisasi secara menyeluruh

3. Mendorong pembelajaran pada level organisasi dan individu.


Kriteria Baldrige memiliki 7 kategori, yaitu :

1. Kepemimpinan. Kategori ini mengukur seberapa jauh pemimpin senior memandu

dan melanggengkan keberadaan organisasi, tata kelola perusahaan, dan bagaimana

organisasi menunaikan segala tanggung jawabnya terhadap publik serta bertindak

sebagai warga negara yang baik.

2. Perencanaan Strategis. Kategori ini meneliti bagaimana organisasi menyusun

perencanaan strategis dan menetapkan rencana tindakannya.

3. Fokus pada pelanggan dan pasar. Kategori ini meneliti bagaimana organisasi

menentukan persyaratan, kebutuhan, harapan dan preferensi pelanggan dan pasar.

4. Pengukuran, analisis, dan pengelolaan pengetahuan. Kategori ini memilih,

mengumpulkan, menganalisis, mengelola, dan menyempurnakan data, informasi, dan

aset pengetahuan untuk mendukung proses kunci perusahaan juga meneliti bagaimana

organisasi mengukur kinerjanya.

5. Fokus pada SDM. Kategori ini meneliti bagaimana organisasi memungkinkan

karyawan selaras dengan objektif, strategi, dan rencana tindakan perusahaan.

6. Manajemen Proses. Kategori ini meneliti bagaimana aspek kunci dari manajemen

proses organisasi, termasuk proses kunci terkait produk dan jasa, untuk menghasilkan

nilai bagi pelanggan dan organisasi.

7. Hasil Bisnis. Kategori ini menentukan seperti apa kinerja dan peningkatan dalam

seluruh bidang kunci hasil – hasil terkait produk dan jasa, kepuasan pelanggan,

kinerja keuangan dan pasar, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial.

Ketujuh kategori ini akan menentukan seperti apa kinerja dan peningkatan dalam

seluruh bidang kunci hasil – hasil terkait produk dan jasa, kepuasan pelanggan, kinerja
keuangan dan pasar, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial. Kategori ini juga meneliti

sejauh mana perusahaan secara relatif terhadap pesaing.

Memperhatikan ketujuh kriteria Baldrige, terlihat komprehensif dan tajamnya kriteria

tersebut ‘menangkap’ simpul-simpul kunci yang menentukan keberhasilan perusahaan. Tak

heran jika seorang eksekutif perusahaan menguasai kriteria Baldrige, 80% pencapaian kinerja

perusahaan unggul sudah di tangannya. Seseorang berkelakar, “Seseorang yang memahami

dan menguasai kriteria Baldrige tidak perlu lagi mengambil program MBA atau bahkan

dokter manajemen.”

Ketujuh Kriteria Baldrige sejatinya memiliki empat karakteristik kinerja unggul, yaitu

pertama, kriteria Baldrige berfokus kepada hasil (focus on result). Pencapaian kinerja

merupakan tujuan utama Kriteria Baldrige, dan semuanya dikuantifikasikan dengan panduan

nilai yang jelas. Kedua, Kriteria Baldrige tidak kaku dan dapat disesuaikan (non prescriptive

and adaptable). Kriteria ini tidak mensyaratkan adanya kesamaan (standar) antar perusahaan

dalam mewujudkan kriteria tersebut. Ia bukan harga mati, yang tidak bisa disesuaikan dengan

kebutuhan dan karakteristik perusahaan. Ketiga , Kriteria Baldrige mendukung sebuah

perspektif kesisteman ( a systems perspective to maintaining organization-wide goal

alignment). Seluruh kategori dan aspek pengelolaan kinerja perusahaan merupakan sebuah

sistem yang saling terkait satu sama lain. Tolak ukur proses dan strategi perusahaan menjadi

dasar pencapaian kinerja excellence secara konsisten. Keempat, Kriteria Baldrige berbasis

diagnosis (goal based diagnosis). Persyaratan-persyaratan kriteria Baldige dan panduan

penilaiannya merupakan dua sistem evaluasi untuk digunakan diagnosis terhadap kinerja

sebuah perusahaan. Kriteria Baldrige merupakan rangkaian dari tujuh kategori dan Sembilan

belas jenis persyaratan yang digunakan untuk menuntun perusahaan mencapai kinerja

excellence. Sedangkan panduan penilaian digunakan untuk mengevaluasi dua dimensi


penilaian proses (kategori 1-6) dan hasil (kategori 7). Masing-masing dimensi memiliki

fakto-faktor utama.

Faktor utama pada dimensi proses meliputi pendekatan-pendekatan (approaches),

penerapan (deployments), pembelajaran (learning), dan perbaikan-perbaikan (improvements).

Sementara factor-faktor utama pada dimensi hasil mencakup kecenderungan hasil,tingkat

kerja dibandingkan dengan pesaing, dan keterkaitannya dengan proses-proses.

C. Nilai inti perusahaan unggul

1. Kepemimpinan yang punya visi (visionary leadership)

2. Kinerja excellence didorong pelanggan (customer-driven excellence)

3. Pembelajaran organisasi dan personal (organizational and personal learning)

4. Menghargai karyawan dan mitra (valuing employes and partners)

5. Gesit (Agility)

6. Berfokus pada masa depan (focus on the future)

7. Mengelola inovasi (managing for innovation)


8. Mengelola berdasarkan fakta (managing by fact )

9. Memiliki tanggung jawab sosial ( social responsibility)

10. Fokus terhadap hasil (focus on result and creating value)

11. Perspektif kesisteman(systems perspective)

D. Implementasi Baldrige

Sebelum mencoba menerapkan Kriteria Baldrige, langkah pertama yang harus

dilakukan adalah menanamkan kesadaran (awareness) CEO dan pemimpin senior dalam

organisasi terhadap Kriteria Baldrige secara utuh. Layaknya sebuah perubahan atau langkah

besar, para CEO haruslah menjadi agen perubahan (change agent) utama. Apalagi bagi kultur

organisasi di Indonesia, dimana sistem paternalistik masih sangat menonjol, nyata sekali

bedanya, perusahaan dimana CEO nya mengerti betul tentang kriteria Baldrige dengan tidak.

Atas dasar itu, seorang auditor dari BPK dan ikut dalam Tim Penyusunan

Perencanaan Strategi BPK, melihat factor Buy-in manajemen senior sangat penting untuk

keberhasilan implementasi kriteria Baldrige. “dari sejak awal awareness di level pimpinan

sudah harus matang sebelum prose implementasi dijalankan.” Tambahnya.

Tidak seperti bayangan banyak orang, Kriteria Baldrige tidak berisi patokan dalam

mengelola perusahaan, misalnya perusahaan harus punya ini, itu, atau menjalankan ini, itu,

tetapi berisi lebih dari delapan puluh delapan pertanyaan mencakup tujuh kategori diatas.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggali sangat detail praktik manajemen perusahaan, dan

dari setiap jawaban tersebut keluarlah skornya. Penilaian terhadap pemenuhan Kriteria

Baldrige bisa saja dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan (self assessment).
Agar penilaiannya lebih objektif, umumnya melibatkan pihak ketiga sebagai

konsultan maupun asesor. Perusahaan yang melakukan self assessment juga membuat

dokumen pencapaian kriteria Baldrige sebagaimana layaknya perusahaan yang ikut ajang

perebutan perusahaan Baldrige. Dari self assessment tersebut bisa diketahui skor perusahaan

dan mengidentifikasi gap antara kondisi yang ingin dicapai dengan kondisi saat ini. Gab

tersebut merupakan patokan bagi perusahaan untuk melaksanakan perbaikan lebih lanjut.

Pada akhirnya perusahaan yang telah menggunakan Kriteria Baldrige mendapatkan

berakena hasil yang lebih baik, hubungan karyawan, produktivitas, kepuasan pelanggan,

pangsa pasar dan profitabilitas. Menurut laporan conference Board, organisasi keanggotaan

bisnis, “mayoritas perusahaan besar Amerika menggunakan kriteria Baldrige untuk perbaikan

diri, dan fakta-fakta menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara penggunaan

Kriteria Baldrige dan kinerja bisnis yang meningkat.


Jawaban

1. Mengapa akurasi penilaian lebih identik dengan masalah memotivasi karyawan

daripada keterampilan yang dimiliki manajer?Jelaskan menurut pendapat

kelompok!

Karena dapat terjadi adanya bias, dimana dengan memberikan penilaian kinerja tinggi

untuk si manajer menjadikan manajer tidak benar-benar melakukan kinerjanya dengan

baik atau tampil tidak baik. Sehungga perlu adanya faktor lain dalam melakukan

akurasi penilaian.

2. Sebutkan dan jelaskan contoh implementasi Kriteria Baldrige di Indonesia

TELKOM INDONESIA SANG PELOPOR

Implementasi Kriteria Baldrige di Telkom harus dirunut jauh ke belakang, yaitu saat

perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu melakukan perubahan total di era

kepemimpinan (alm) Gacuk Sudarijanto. Perubahan tersebut dilanjutkan oleh penggantinya

Setyanto P. Santosa yang ingin membawa Telkom sebagai operator kelas dunia. Sebagai

perwujudannya, Telkom go public tahun 1996 dan mencatatkan pula sahamnya di Bursa
Saham New York. Salah satu janji Telkom dalam prospektus perusahaan saat go public

adalah janji untuk menjadi perusahaan kelas dunia itu

Setelah go public, manajemen Telkom berusaha mewujudkan visi tersebut dengan

mencanangkan World Class Operator (WCO), yang kemudian lebih dikenal dengan istilah T-

2001 (Telkom 2001). Targetnya tahun 2001 (paling lambat 5 tahun setelah go public),

Telkom telah menjadi operator kelas dunia. Secara internal, Telkom membuat kumpulan

program dan indikator-indikator untuk mewujudkan business operation excellence, dan

pengukuran pencapaiannya hanya dilakukan secara internal berdasarkan kriteria yang dibuat

oleh Telkom.

Pengukuran oleh internal Telkom ini tentu menimbulkan pertanyaan terhadap

validitasnya. Didasari perlunya sebuah tool untuk menilai pencapaian T-2001 itu. Salah satu

caranya, selain menerapkan ISO Telkom mengundang gabungan dari Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia, unversitas, dan pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari

sejumlah segi, yaitu aspek pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari sejumlah segi,

yaitu aspek pelanggan, finansial, SDM, dan proses.

Berbagai informasi dikumpulkan Telkom, termasuk melalui survei terhadap beberapa

perusahaan di negara-negara Eropa, Singapura, dan Amerika Serikat yang sudah menyusun

standar mutu nasional mereka, dan ternyata semuanya menginduk atau mengacu kepada

Malcoln Baldrige National Quality Award (MNBQA). MNBQA merupakan program

penghargaan berdasarkan pencapaian organisasi terhadap Malcolm Baldrige Criteria for

Performance Excellence (MBCFPE), yang sering disingkat dengan Kriteria Baldrige

(Baldrige Criteria).

Implementasi Baldrige di Telkom menunjukan hasil yang sangat menggembirakan.

Selain peningkatan kinerja secara finansial, Telkom juga berhasil meningkatkan kinerja

kepuasan pelanggan dan hubungan dengan karyawan. Beberapa kali Telkom berhasil menjadi
BUMN terbaik. Telkom juga berhasil ke luar sebagai BUMN Terbaik dalam implementasi

Kriteria Baldrige tahun 2005 yang diselenggarakan Kementerian Negara BUMN (IQA for

BUMN).

3. Apa yang mendasari munculnya kriteria Baldrige?

Karena adanya kritik terhadap berbagai kelemahan beberapa metode atau alat manajemen,

solusinya terjawab melalui Malcom Bridge Criteria for Performance Excellence (MBCFPE)

atau Kriteria Baldrige. Karena dibandingkan dengan ISO 9000 pun Kriteria Baldrige berbeda

dan jauh lebih sempurna baik dari sisi tujuan maupun dari kandungan isi dan fokusnya.

Menurut pejabat NIST, registrasi ISO 9000 hanya mencakup kurang dari 10% dari Kriteria

Baldrige. Kriteria Baldrige ini akan membantu mengukur kinerja dan menyusun perencanaan

menghadapi lingkungan yang tidak menentu.

4. Sebutkan dan jelaskan 3 tujuan utama Kriteria Baldrige

 Memberikan nilai peningkatan terus – menerus terhadap pelanggan dan stakeholder

sehingga berkontribusi terhadap kelanggengan organisasi

 Meningkatkan efektivitas dan kapabilitas organisasi secara menyeluruh

 Mendorong pembelajaran pada level organisasi dan individu

5. Sebut dan jelaskan empat karakteristik kinerja unggul yang menjadi ciri-ciri utama

dari persyaratan business excellence untuk keseluruhan kategori, yang dimiliki oleh

Kriteria Baldrige

1. kriteria Baldrige berfokus kepada hasil (focus on result)

Pencapaian kinerja merupakan tujuan utama Kriteria Baldrige, dan semuanya

dikuantifikasikan dengan panduan nilai yang jelas.


2. Kriteria Baldrige tidak kaku dan dapat disesuaikan (non prescriptive and adaptable)

Kriteria ini tidak mensyaratkan adanya kesamaan (standar) antar perusahaan dalam

mewujudkan kriteria tersebut. Ia bukan harga mati, yang tidak bisa disesuaikan

dengan kebutuhan dan karakteristik perusahaan.

3. Kriteria Baldrige mendukung sebuah perspektif kesisteman ( a systems perspective

to maintaining organization-wide goal alignment)

Seluruh kategori dan aspek pengelolaan kinerja perusahaan merupakan sebuah

sistem yang saling terkait satu sama lain. Tolak ukur proses dan strategi perusahaan

menjadi dasar pencapaian kinerja excellence secara konsisten.

4. Kriteria Baldrige berbasis diagnosis (goal based diagnosis)

Persyaratan-persyaratan kriteria Baldrige dan panduan penilaiannya merupakan dua

sistem evaluasi untuk digunakan diagnosis terhadap kinerja sebuah perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai