Disusun Oleh:
Kelompok 14
Universitas Diponegoro
202
OPTIMALISASI KINERJA PERUSAHAAN
Organisasi yang inovatif adalah organisasi yang sadar atas terjadinya kesalahan
Organisasi yang memiliki uraian kompetensi atau performance behaviours, memiliki peluang
yang lebih baik untuk mengurangi terjadinya kesalahan karena adanya penjelasan yang
objektif mengenai apa yang dianggap kinerja tinggi, menengah, dan rendah. Namun tidak
Terdapat aspek pelatihan yang dapat mengurangi kesalahan penilaian adalah pelatihan frame
of reference yang dapat membantu para manajer untuk menyatukan pandangan atau kalibrasi
terhadap skala penilaian. Riset membuktikan bahwa pelatihan frame of reference ini
Akurasi penilaian adalah masalah tentang motivasi manajer daripada keterampilan yang
dimiliki manajer. Memberikan penilaian tinggi, akan menjadikan kinerja manajer tampil lebih
baik dan membuat diskusi dengan staf-staf lebih lancar dan nyaman. Hal ini tidak selamanya
baik, karena kinerja yang diberikan bukanlah kinerja yang sesungguhnya karena terdapat
kebiasan. Review oleh atasannya manajer, penilai eksternal, dan tim dapat juga mengurangi
bias tersebut. Selain itu, riset juga menyimpulkan bahwa manajer dapat menilai lebih akurat
jika percaya dengan sistem penilaian dan diberikan insentif untuk akurasi penilaian.
Perusahaan perlu menciptakan buy ini dari semua pihak yang terlibat dalam penilaian dan
Perusahaan perlu memberikan feedback yang membangun dan dapat diterapkan. Hal ini
berfungsi untuk peningkatan kinerja organisasi secara menyeluruh. Selain frekuensi, mutu
feedback juga perlu diperhatikan, karena jika feedback tidak baik, maka kinerja perusahaan
2. Himbau dan gunakan input dari semua pihak sebelum penilaian dimulai
setiap unit kerja dan memiliki hubungan kerja yang baik dengan semua unit kerja
tersebut.
4. Berikan feedback yang seimbang antara kekuatan unit kerja dan area yang perlu
dikembangkan
5. Garis Bawahi area yang perlu dikembangkan dalam waktu tertentu bersama dengan
8. Beri kesempatan kepada unit kerja untuk challenge atau mendebatkan penilaian
Dari kedelapan cara tersebut, hal ini berfokus pada tingkah laku manajemen, maka pelatihan
keterlibatan semua unit kerja, meningkatkan akurasi penilaian akan dapat menunjang
baik, organisasi yang inovatif akan membangun fondasi yang kuat akan manajemen human
capital yang solid. Hal ini berlaku juga dalam hal rekrutmen, pemilihan karyawan,
sukses.
perusahaan unggul.
1. Telkom Indonesia Sang Pelopor (sebagai contoh)
Implementasi Kriteria Baldrige di Telkom harus dirunut jauh ke belakang, yaitu saat
Setyanto P. Santosa yang ingin membawa Telkom sebagai operator kelas dunia. Sebagai
perwujudannya, Telkom go public tahun 1996 dan mencatatkan pula sahamnya di Bursa
Saham New York. Salah satu janji Telkom dalam prospektus perusahaan saat go public
mencanangkan World Class Operator (WCO), yang kemudian lebih dikenal dengan istilah T-
2001 (Telkom 2001). Targetnya tahun 2001 (paling lambat 5 tahun setelah go public),
Telkom telah menjadi operator kelas dunia. Secara internal, Telkom membuat kumpulan
pengukuran pencapaiannya hanya dilakukan secara internal berdasarkan kriteria yang dibuat
oleh Telkom.
Pengukuran oleh internal Telkom ini tentu menimbulkan pertanyaan terhadap validitasnya.
Didasari perlunya sebuah tool untuk menilai pencapaian T-2001 itu. Salah satu caranya,
selain menerapkan ISO Telkom mengundang gabungan dari Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia, universitas, dan pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari sejumlah segi,
yaitu aspek pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari sejumlah segi, yaitu aspek
pelanggan, finansial, SDM, dan proses. Program penilain ini berlangsung 1999-2000.
Berbagai informasi dikumpulkan Telkom, termasuk melalui survei terhadap beberapa
perusahaan di negara-negara Eropa, Singapura, dan Amerika Serikat. Beberapa negara Eropa
dan Singapura sudah menyusun standar mutu nasional mereka, dan ternyata semuanya
menginduk atau mengacu kepada Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA).
Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence (MBCFPE), yang sering disingkat
dengan Kriteria Baldrige (Baldrige Criteria). Inilah sebuah sistem paling komprehensif untuk
Rapat Dewan Direksi memutuskan untuk menerapkan Kriteria Baldrige, dan mulai
mengadopsinya tahun 2000. Target Telkom adalah meraih nilai minimal 650. Training untuk
pemahaman Kriteria Baldrige langsung diberikan oleh Paul Steel, director and COB of Total
Quality, Inc. USA sekaligus senior assessor of Baldrige Criteria. Training ini
diselenggarakan secara nasional, diikuti oleh dewan direksi dan seluruh pejabat Telkom
hingga lingkup divisi regional (Divre). Untuk mendorong perubahan, Telkom membuat tim
change agent di kantor pusat maupun di tingkat Divre. Dalam mewujudkan Kriteria Baldrige
di Telkom, sosok Abdul Haris menjadi orang yang tak terpisahkan. Ia termasuk orang
Telkom yang sangat serius memahami dan mengadopsi Kriteria Baldrige. Awalnya, ia
merasa kesulitan juga memahami Kriteria Baldrige, sehingga mengajak beberapa rekannya
lulusan luar negeri untuk membantunya. Kesulitan untuk memahami, adalah penyebab di
balik lambatnya proses adopsi Kriteria Baldrige. Namun manajemen terus berupaya sungguh-
sungguh.
Kesungguhan Abdul Haris kembali berbuah. Divre V berhasil menjadi yang terbaik tahun
2001 (nilai 473) dan 2002 (nilai 553). Saat duet kepemimpinan Sumilan- Abdul Haris
dipindah ke Divre II Jakarta tahun 2003, dan ia kembali menjadi tim leader implementasi
Kriteria Baldrige, Divre II justru berhasil menjadi yang terbaik dengan meraih nilai 650 tahun
itu juga, nilai tertinggi dalam sejarah Telkom. Penilaian tersebut dilakukan oleh senior
assessor langsung dari Amerika. Implementasi Baldrige di Telkom menunjukan hasil yang
sangat menggembirakan. Selain peningkatan kinerja secara finansial, Telkom juga berhasil
meningkatkan kinerja kepuasan pelanggan dan hubungan dengan karyawan. Beberapa kali
Telkom berhasil menjadi BUMN terbaik. Telkom juga berhasil ke luar sebagai BUMN
Terbaik dalam implementasi Kriteria Baldrige tahun 2005 yang diselenggarakan Kementerian
Kriteria Baldrige merupakan panduan penilaian dan kerangka kerja untuk meraih
kinerja unggul. Kriteria Baldrige memiliki 7 kategori dari proses hingga hasil bisnis yang
benar – benar komprehensif. Kriteria Baldrige ini bukanlah sebuah tool dalam manajemen.
tahun 1991. Lean ini berkaitan dengan peningkatan kecepatan proses dengan mengurangi
pemborosan dan menghilangkan langkah yang tidak bernilai tambah. Sedangkan Six Sigma
memperbaiki kinerja dengan fokus kepada aspek – aspek yang menyimpang di dalam proses
– proses tersebut. Alat manajemen ini menggunakan metodologi DMAIC (Define, Measure,
Analyze, Improve, dan Control). Implementasi Lean dan Six Sigma memunculkan sebuah
masalah karena kegiatan dan operasi di perusahaan menjadi bertambah kompleks. Karena ada
1. Finansial
2. Proses Internal
3. Pelanggan
4. Pembelajaran Pertumbuhan
ke dalam setiap perspektif, unit bisnis dan bahkan individu. BSc bisa menghasilkan kinerja
yang tinggi, namun tidak bisa membedakan apakah kinerja yang tinggi disebabkan oleh mutu
manajemen atau karena pasarnya masih baru dan mengalami pertumbuhan yang cepat. Hasil
penilaian BSc sebuah perusahaan tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan lain yang
ISO mensyaratkan adanya standarisasi proses yang harus dipatuhi dalam mengontrol
mutu. Tetapi terdapat beberapa masalah yang terkait dengan ISO sendiri, yaitu :
1. Perusahaan yang memperoleh sertifikasi ISO tidak berarti selamanya mampu meraih
standar ISO
2. Standar atau sistem mutu yang ditetapkan untuk satu perusahaan bisa berbeda dengan
3. Banyak terjadi sertifikasi ISO yang diperoleh perusahaan hanya untuk bagian atau
unit bisnis tertentu saja, bukan untuk seluruh bagian atau unit perusahaan.
Adanya kritik terhadap berbagai kelemahan beberapa metode atau alat manajemen di
atas terjawab melalui Malcom Bridge Criteria for Performance Excellence (MBCFPE) atau
Kriteria Baldrige. Karena dibandingkan dengan ISO 9000 pun Kriteria Baldrige berbeda dan
jauh lebih sempurna baik dari sisi tujuan maupun dari kandungan isi dan fokusnya. Menurut
pejabat NIST, registrasi ISO 9000 hanya mencakup kurang dari 10% dari Kriteria Baldrige.
Kriteria Baldrige ini akan membantu mengukur kinerja dan menyusun perencanaan
menghadapi lingkungan yang tidak menentu. Jadi, untuk perusahaan yang telah menerapkan
sejumlah metode atau alat manajemen, implementasi Kriteria Baldrige ini tidak akan menjadi
masalah.
3. Fokus pada pelanggan dan pasar. Kategori ini meneliti bagaimana organisasi
aset pengetahuan untuk mendukung proses kunci perusahaan juga meneliti bagaimana
6. Manajemen Proses. Kategori ini meneliti bagaimana aspek kunci dari manajemen
proses organisasi, termasuk proses kunci terkait produk dan jasa, untuk menghasilkan
7. Hasil Bisnis. Kategori ini menentukan seperti apa kinerja dan peningkatan dalam
seluruh bidang kunci hasil – hasil terkait produk dan jasa, kepuasan pelanggan,
Ketujuh kategori ini akan menentukan seperti apa kinerja dan peningkatan dalam
seluruh bidang kunci hasil – hasil terkait produk dan jasa, kepuasan pelanggan, kinerja
keuangan dan pasar, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial. Kategori ini juga meneliti
heran jika seorang eksekutif perusahaan menguasai kriteria Baldrige, 80% pencapaian kinerja
dan menguasai kriteria Baldrige tidak perlu lagi mengambil program MBA atau bahkan
dokter manajemen.”
Ketujuh Kriteria Baldrige sejatinya memiliki empat karakteristik kinerja unggul, yaitu
pertama, kriteria Baldrige berfokus kepada hasil (focus on result). Pencapaian kinerja
merupakan tujuan utama Kriteria Baldrige, dan semuanya dikuantifikasikan dengan panduan
nilai yang jelas. Kedua, Kriteria Baldrige tidak kaku dan dapat disesuaikan (non prescriptive
and adaptable). Kriteria ini tidak mensyaratkan adanya kesamaan (standar) antar perusahaan
dalam mewujudkan kriteria tersebut. Ia bukan harga mati, yang tidak bisa disesuaikan dengan
alignment). Seluruh kategori dan aspek pengelolaan kinerja perusahaan merupakan sebuah
sistem yang saling terkait satu sama lain. Tolak ukur proses dan strategi perusahaan menjadi
dasar pencapaian kinerja excellence secara konsisten. Keempat, Kriteria Baldrige berbasis
penilaiannya merupakan dua sistem evaluasi untuk digunakan diagnosis terhadap kinerja
sebuah perusahaan. Kriteria Baldrige merupakan rangkaian dari tujuh kategori dan Sembilan
belas jenis persyaratan yang digunakan untuk menuntun perusahaan mencapai kinerja
fakto-faktor utama.
5. Gesit (Agility)
D. Implementasi Baldrige
dilakukan adalah menanamkan kesadaran (awareness) CEO dan pemimpin senior dalam
organisasi terhadap Kriteria Baldrige secara utuh. Layaknya sebuah perubahan atau langkah
besar, para CEO haruslah menjadi agen perubahan (change agent) utama. Apalagi bagi kultur
organisasi di Indonesia, dimana sistem paternalistik masih sangat menonjol, nyata sekali
bedanya, perusahaan dimana CEO nya mengerti betul tentang kriteria Baldrige dengan tidak.
Atas dasar itu, seorang auditor dari BPK dan ikut dalam Tim Penyusunan
Perencanaan Strategi BPK, melihat factor Buy-in manajemen senior sangat penting untuk
keberhasilan implementasi kriteria Baldrige. “dari sejak awal awareness di level pimpinan
Tidak seperti bayangan banyak orang, Kriteria Baldrige tidak berisi patokan dalam
mengelola perusahaan, misalnya perusahaan harus punya ini, itu, atau menjalankan ini, itu,
tetapi berisi lebih dari delapan puluh delapan pertanyaan mencakup tujuh kategori diatas.
dari setiap jawaban tersebut keluarlah skornya. Penilaian terhadap pemenuhan Kriteria
Baldrige bisa saja dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan (self assessment).
Agar penilaiannya lebih objektif, umumnya melibatkan pihak ketiga sebagai
konsultan maupun asesor. Perusahaan yang melakukan self assessment juga membuat
dokumen pencapaian kriteria Baldrige sebagaimana layaknya perusahaan yang ikut ajang
perebutan perusahaan Baldrige. Dari self assessment tersebut bisa diketahui skor perusahaan
dan mengidentifikasi gap antara kondisi yang ingin dicapai dengan kondisi saat ini. Gab
tersebut merupakan patokan bagi perusahaan untuk melaksanakan perbaikan lebih lanjut.
berakena hasil yang lebih baik, hubungan karyawan, produktivitas, kepuasan pelanggan,
pangsa pasar dan profitabilitas. Menurut laporan conference Board, organisasi keanggotaan
bisnis, “mayoritas perusahaan besar Amerika menggunakan kriteria Baldrige untuk perbaikan
diri, dan fakta-fakta menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara penggunaan
kelompok!
Karena dapat terjadi adanya bias, dimana dengan memberikan penilaian kinerja tinggi
baik atau tampil tidak baik. Sehungga perlu adanya faktor lain dalam melakukan
akurasi penilaian.
Implementasi Kriteria Baldrige di Telkom harus dirunut jauh ke belakang, yaitu saat
Setyanto P. Santosa yang ingin membawa Telkom sebagai operator kelas dunia. Sebagai
perwujudannya, Telkom go public tahun 1996 dan mencatatkan pula sahamnya di Bursa
Saham New York. Salah satu janji Telkom dalam prospektus perusahaan saat go public
mencanangkan World Class Operator (WCO), yang kemudian lebih dikenal dengan istilah T-
2001 (Telkom 2001). Targetnya tahun 2001 (paling lambat 5 tahun setelah go public),
Telkom telah menjadi operator kelas dunia. Secara internal, Telkom membuat kumpulan
pengukuran pencapaiannya hanya dilakukan secara internal berdasarkan kriteria yang dibuat
oleh Telkom.
validitasnya. Didasari perlunya sebuah tool untuk menilai pencapaian T-2001 itu. Salah satu
caranya, selain menerapkan ISO Telkom mengundang gabungan dari Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia, unversitas, dan pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari
sejumlah segi, yaitu aspek pelanggan, untuk menguji pencapaian T-2001 dari sejumlah segi,
perusahaan di negara-negara Eropa, Singapura, dan Amerika Serikat yang sudah menyusun
standar mutu nasional mereka, dan ternyata semuanya menginduk atau mengacu kepada
(Baldrige Criteria).
Selain peningkatan kinerja secara finansial, Telkom juga berhasil meningkatkan kinerja
kepuasan pelanggan dan hubungan dengan karyawan. Beberapa kali Telkom berhasil menjadi
BUMN terbaik. Telkom juga berhasil ke luar sebagai BUMN Terbaik dalam implementasi
Kriteria Baldrige tahun 2005 yang diselenggarakan Kementerian Negara BUMN (IQA for
BUMN).
Karena adanya kritik terhadap berbagai kelemahan beberapa metode atau alat manajemen,
solusinya terjawab melalui Malcom Bridge Criteria for Performance Excellence (MBCFPE)
atau Kriteria Baldrige. Karena dibandingkan dengan ISO 9000 pun Kriteria Baldrige berbeda
dan jauh lebih sempurna baik dari sisi tujuan maupun dari kandungan isi dan fokusnya.
Menurut pejabat NIST, registrasi ISO 9000 hanya mencakup kurang dari 10% dari Kriteria
Baldrige. Kriteria Baldrige ini akan membantu mengukur kinerja dan menyusun perencanaan
5. Sebut dan jelaskan empat karakteristik kinerja unggul yang menjadi ciri-ciri utama
dari persyaratan business excellence untuk keseluruhan kategori, yang dimiliki oleh
Kriteria Baldrige
Kriteria ini tidak mensyaratkan adanya kesamaan (standar) antar perusahaan dalam
mewujudkan kriteria tersebut. Ia bukan harga mati, yang tidak bisa disesuaikan
sistem yang saling terkait satu sama lain. Tolak ukur proses dan strategi perusahaan