Oleh:
Luthfatul Amaliana, M.Si.
Dr. Ir. Maria Bernadetha Mitakda
Dr. Suci Astutik, S.Si., M.Si.
Nur Silviyah Rahmi, S.Si., M.Stat.
JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
0
DAFTAR ISI
0
BAB I
SISTEM PERSAMAAN LINIER
1
4𝑥1 − 𝑥2 + 3𝑥3 = −1
3𝑥1 + 𝑥2 + 9𝑥3 = −4
Penyelesaian : solusi yang memenuhi kedua persamaan tersebut adalah 𝑥1 = 1, 𝑥2 =
2, 𝑥3 = −1 maka sistem linier tersebut disebut sebagai SPL yang konsinten.
Sebuah sistem sebarang yang terdiri dari m persamaan linier dengan n bilangan
tak diketahui dituliskan sebagai:
𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑥𝑛 = 𝑥𝑏1
𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏2 (1.3)
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑚
dimana 𝑥1 , 𝑥2 , ⋯ , 𝑥𝑛 adalah bilangan-bilangan tak diketahui sedangkan 𝑎𝑖𝑗 dan 𝑏𝑖 (𝑖 =
1,2, … , 𝑚; 𝑗 = 1,2, … , 𝑛) menyatakan konstanta-konstanta. Sistem pada persamaan (1.3)
dapat dinyatakan dalam matriks sebagai berikut:
2
1.2 Operasi Baris Elementer (OBE)
Metode dasar untuk menyelesaikan SPL adalah dengan mengganti sistem yang
diberikan dengan sistem baru yang memiliki himpunan solusi yang sama tetapi lebih
mudah untuk dipecahkan. Sistem baru ini umumnya diperoleh dalam serangkaian
langkah yang disebut Operasi Baris Elementer (OBE) dengan menerapkan tiga jenis
operasi berikut:
1. Kalikan baris dengan konstanta bukan nol.
2. Pertukarkan dua baris.
3. Tambahkan kelipatan satu baris ke baris lainnya.
Cara tersebut dapat diterapkan pada baris dari matriks yang diperbesar sesuai dengan
persamaan dalam sistem yang terkait. Ketiga operasi bersesuaian dengan operasi-operasi
pada baris dari matriks yang diperbesar.
Contoh 4.
Kolom sisi kiri merupakan penyelesaian SPL dengan mengoperasikannya pada
persamaan dalam sistem tersebut, dan di kolom sisi kanan penyelesaian SPL yang sama
dengan mengoperasikannya pada baris dari matriks yang diperbesar.
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9 1 1 2 9
2𝑥 + 4𝑦 − 3𝑧 = 1 ~-2b1 [2 4 −3 1] −2𝑏1
3𝑥 + 6𝑦 − 5𝑧 = 0 3 6 −5 0
Tambahkan −2 kali baris pertama pada
Tambahkan −2 kali persamaan pertama
baris kedua
pada persamaan kedua
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9 1 1 2 9
2𝑦 − 7𝑧 = −17 [0 2 −7 −17]
3𝑥 + 6𝑦 − 5𝑧 = 0~-3b1 3 6 −5 0 −3𝑏1
Tambahkan −3 kali persamaan pertama Tambahkan −3 kali baris pertama pada
pada persamaan ketiga baris ketiga
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9 1 1 2 9
1 1
2𝑦 − 7𝑧 = −17~ 2 [0 2 −7 −17] × 2
0 3 −11 −27
3𝑦 − 11𝑧 = −27
1 1
Kalikan persamaan kedua dengan 2 Kalikan baris kedua dengan 2
3
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9 1 1 2 9
7 17 [0 1 −7/2 −17/2]
𝑦 − 2𝑧 = − 2 0 3 −11 −27 3𝑏2
3𝑦 − 11𝑧 = −27~-3b2
Tambahkanlah −3 kali baris kedua pada
Tambahkanlah −3 kali persamaan kedua
baris ketiga
pada persamaan ketiga
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9 1 1 2 9
7
𝑦 − 2𝑧 = −
17 [0 1 −7/2 −17/2]
2 0 0 −1/2 −3/2 × −2
1 3
− 2 𝑧 = − 2 ~-2
Kalikanlah persamaan ketiga dengan −2 Kalikanlah baris ketiga dengan −2
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9~-b2 1 1 2 9 −𝑏2
7 17 [0 1 −7/2 −17/2]
𝑦 − 2𝑧 = − 2 0 0 1 3
𝑧=3
Tambahkanlah −1 kali persamaan kedua
Tambahkanlah – 1 kali baris kedua pada
pada persamaan pertama
baris pertama
11 35 11 1 0 11/2 35/2 −11/2 𝑏3
𝑥 + 𝑧= ~− 𝑏3
2 2 2 [0 1 −7/2 −17/2] 7/2 𝑏3
7 17 7
𝑦 − 2𝑧 = − ~ 2 𝑏3 0 0 1 3
2
𝑧=3
11 11
Tambahkanlah − kali persamaan ketiga Tambahkan − kali baris ketiga pada baris
2 2
7 7
pada persamaan pertama dan 2 kali pertama dan 2 kali baris ketiga pada baris
persamaan ketiga pada persamaan kedua kedua
𝑥 =1 1 0 0 1
𝑦 =2 [0 1 0 2]
𝑧=3 0 0 1 3
4
4. Setiap kolom yang berisi pivot 1 memiliki nol di tempat lain di kolom itu.
5. Setiap matriks yang memiliki tiga sifat pertama dikatakan dalam bentuk eselon
baris.
Contoh 1.2
Matriks berikut merupakan matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi.
0 1 −2 0 1
1 0 0 4 1 0 0
0 0 0 1 3 0 0
[0 1 0 7 ], [0 1 0], [ ], [ ]
0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 −1 0 0 1
0 0 0 0 0
Matriks berikut merupakan matriks dalam bentuk eselon baris.
1 4 −3 7 1 1 0 0 1 2 6 0
[0 1 6 2], [0 1 0], [0 0 1 −1 0]
0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 1
Contoh 1.3
Misalkan matriks yang diperbesar untuk SPL yang telah direduksi oleh OBE ke bentuk
eselon baris tereduksi. Selesaikan sistem berikut
1 6 0 0 4 −2
1 0 0 5 1 0 0 4 −1 1 0 0 0
0 0 1 0 3 1
a.[0 1 0 −2] b.[0 1 0 2 6] c.[ ] d. [0 1 2 0]
0 0 0 1 5 2
0 0 1 4 0 0 1 3 2 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0
Penyelesaian a.
Sistem persamaan yang sesuai adalah
𝑥ₗ = 5
𝑥₂ = −2
𝑥₃ = 4
Penyelesaian b.
Sistem persamaan yang sesuai adalah
𝑥ₗ +4𝑥₄ = −1 𝑥ₗ = −1 − 4𝑥₄
𝑥₂ +2𝑥₄ = 6 ⟹ 𝑥₂ = 6 − 2𝑥₄
𝑥₃ +3𝑥₄ = 2 𝑥₃ = 2 − 3𝑥₄
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 merupakan pivot dan 𝑥4 bukan pivot tapi merupakan variabel bebas. Misal
diambil sebarang nilai 𝑥4 = 𝑡, maka ada tak terhingga solusi, dan solusi umum diberikan
oleh formula
𝑥ₗ=−1 − 4𝑡, 𝑥₂=6 − 2𝑡, 𝑥₃=2 − 3𝑡, 𝑥₄=𝑡
5
Penyelesaian c.
Baris nol menunjuk ke persamaan 0𝑥1 + 0𝑥2 + 0𝑥3 + 0𝑥4 + 0𝑥5 = 0 yang tidak ada
batasan pada solusinya. Dengan demikian, persamaan ini dapat dihilangkan dan sistem
yang sesuai dapat ditulis sebagai
𝑥ₗ + 6𝑥₂ +4𝑥₅ = −2 𝑥ₗ = −2 − 6𝑥₂ − 4𝑥₅
𝑥₃ +3𝑥₅ = 1 ⟹ 𝑥₂ = 1 − 3𝑥₅
𝑥₄ +5𝑥₅ = 2 𝑥₃ = 2 − 5𝑥₅
𝑥1 , 𝑥3 , 𝑥4 merupakan variabel pivot dan 𝑥2 , 𝑥5 bukan pivot tapi merupakan variabel bebas.
Misal diambil sebarang nilai 𝑥5 = 𝑡 dan 𝑥2 = 𝑠 maka ada tak terhingga solusi, dan solusi
umum diberikan oleh formula
𝑥1 = −2 − 6𝑠 − 4𝑡, 𝑥2 = 𝑠, 𝑥3 = 1 − 3𝑡, 𝑥4 = 2 − 5𝑡, 𝑥5 = 𝑡
Penyelesaian d.
Sistem persamaan yang sesuai dapat ditulis
0𝑥1 + 0𝑥2 + 0𝑥3 = 1
Karena persamaan ini tidak dapat dipenuhi, maka tidak ada solusi untuk sistem.
Prosedur eliminasi untuk mereduksi matriks apa pun yang menghasilkan bentuk
eselon baris disebut Eliminasi Gauss. Sedangkan prosedur eliminasi untuk mereduksi
matriks apa pun yang menghasilkan bentuk eselon baris tereduksi disebut Eliminasi
Gauss-Jordan. Bentuk eselon baris tereduksi dari suatu matriks adalah unik. Sebaliknya,
bentuk eselon baris dari suatu matriks yang diberikan tidak unik artinya urutan operasi
baris yang berbeda dapat menghasilkan bentuk eselon baris yang berbeda.
Contoh 1.4
Selesaikan dengan Eliminasi Gauss-Jordan.
𝑥ₗ +3𝑥₂−2𝑥₃ +2𝑥₅ = 0
2𝑥ₗ+6𝑥₂−5𝑥₃− 2𝑥₄ +4𝑥₅− 3𝑥₆ = −1
5𝑥₃+10𝑥₄ +15𝑥₆ = 5
2𝑥ₗ+6𝑥₂ + 8𝑥₄ +4𝑥₅+18𝑥₆ = 6
Penyelesaian
Matriks yang diperbesar untuk sistem adalah
1 3 −2 0 2 0 0
2 6 −5 −2 4 −3 −1
[ ]
0 0 5 10 0 15 5
2 6 0 8 4 18 6
6
Tambahkan -2 kali baris pertama ke baris kedua dan keempat diperoleh
1 3 −2 0 2 0 0
0 0 −1 −2 0 −3 −1
[ ]
0 0 5 10 0 15 5
0 0 0 8 0 18 6
Kalikan baris kedua dengan -1 kemudian tambahkan -5 kali dari baris kedua yang baru ke
baris ketiga dan tambahkan -4 kali di baris kedua yang baru ke baris keempat diperoleh
1 3 −2 0 2 0 0
0 0 1 2 0 3 1
[ ]
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 6 2
Tukar baris ketiga dan keempat dan kemudian kalikan baris ketiga dari matriks yang
dihasilkan sehingga diperoleh bentuk eselon baris
1 3 −2 0 2 0 0
0 0 1 2 0 3 1
[ ]
0 0 0 0 0 1 1⁄3
0 0 0 0 0 0 0
Tambahkan -3 kali baris ketiga ke baris kedua dan kemudian tambahkan 2 kali baris
kedua dari matriks yang dihasilkan ke baris pertama, didapatkan bentuk eselon baris
tereduksi
1 3 0 4 2 0 0
0 0 1 2 0 0 0
[ ]
0 0 0 0 0 ⁄
1 1 3
0 0 0 0 0 0 0
Sistem persamaan yang sesuai adalah
𝑥1 + 3𝑥2 + 4𝑥4 + 2𝑥5 =0
𝑥3 + 2𝑥4 =0
1
𝑥6 = 3
Persamaan 0𝑥1 + 0𝑥2 + 0𝑥3 + 0𝑥4 + 0𝑥5 + 0𝑥6 = 0 dihilangkan karena akan dipenuhi
secara otomatis oleh solusi dari persamaan yang tersisa. Jadi
𝑥1 = −3𝑥2 − 4𝑥4 − 2𝑥5
𝑥3 = −2𝑥4
1
𝑥6 = 3
7
Latihan 1.
1. Berikan masing-masing 3 contoh matriks yang mempunyai bentuk eselon baris dan
matriks yang mempunyai bentuk eselon baris tereduksi!
2. Misalkan bahwa matriks yang diperbesar untuk SPL telah direduksi dengan operasi
baris menjadi bentuk eselon baris tereduksi. Selesaikan sistem berikut:
a. 1 −6 0 0 3 −2 b. 1 −3 0 0 c. 1 0 0 −7 8
0 0 1 0 4 7 [0 0 1 0] [0 1 0 3 2]
[ ]
0 0 0 1 5 8 0 0 0 1 0 0 1 1 −5
0 0 0 0 0 0
3. Misalkan bahwa matriks yang diperbesar untuk SPL telah direduksi dengan operasi
baris menjadi bentuk eselon baris. Selesaikan sistem berikut:
a. 1 7 −2 0 −8 −3 b. 1 −3 7 1 c. 1 0 8 −5 6
0 0 1 1 6 5 [0 1 4 0] [0 1 4 −9 3]
[ ]
0 0 0 1 3 9 0 0 0 1 0 0 1 1 2
0 0 0 0 0 0
4. Selesaikan sistem berikut menggunakan eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss Jordan.
a. 𝑥ₗ− 2𝑥₂ + 𝑥₃ − 4𝑥₄ = 1 b. 3𝑥ₗ +2𝑥₂− 𝑥₃ = −15
𝑥ₗ+ 3𝑥₂ + 7𝑥₃ + 2𝑥₄ = 2 5𝑥ₗ +3𝑥₂+2𝑥₃ = 0
𝑥ₗ−12𝑥₂−11𝑥₃−16𝑥₄ = 5 3𝑥ₗ + 𝑥₂ +3𝑥₃ = 11
−6𝑥ₗ−4𝑥₂+2𝑥₃ = 30
c. 3𝑥ₗ+𝑥₂+𝑥₃+𝑥₄ = 0 d. 3𝑥ₗ−2𝑥₂ = 0
5𝑥ₗ−𝑥₂+𝑥₃−𝑥₄ = 0 6𝑥ₗ−4𝑥₂ = 0
8
BAB II
MATRIKS
Definisi 2.1.
1. Jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka 𝐴 + 𝐵 adalah
matriks yang diperoleh dengan menambahkan entri yang bersesuaian dari kedua
matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat ditambahkan.
2. Jika A adalah suatu matriks dan c adalah suatu skalar, maka hasil kali (product) cA
adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing-masing entri dari A oleh c.
3. Jika A adalah matriks 𝑚 × 𝑟 dan B adalah matriks 𝑟 × 𝑛, maka hasil kali AB adalah
matriks 𝑚 × 𝑛 yang entri-entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri
dalam baris i dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari
matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut
bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
4. Jika A adalah sebarang matriks 𝑚 × 𝑛, maka transpos A dinyatakan oleh 𝐴𝑡 dan
didefinisikan dengan matriks 𝑛 × 𝑚 yang kolom pertamanya adalah baris pertama
dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juga dengan kolom
ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
9
Perkalian matriks mempunyai penerapan penting terhadap SPL. Perhatikan sistem
pada persamaan (1.3) yang terdiri dari m persamaan linier dalam n bilangan tak diketahui.
Karena dua matriks dinyatakan sama jika dan hanya jika entri-entri yang bersesuaian
sama, maka m persamaan dalam sistem persamaan (1.3) dapat digantikan dengan
persamaan matriks tunggal sebagai berikut:
Contoh 2.1
Diketahui matriks-matriks 0 1 1 1 2 5 3 7
𝐴=[ ],𝐵 = [ ], 𝐶 = [ ], 𝐷 = [ ]
0 2 3 4 3 4 0 0
3 4 , juga 𝐴 ≠ 𝟎 dan 𝐷 ≠ 𝟎 tetapi 𝐴𝐷 = 𝟎.
Terlihat bahwa 𝐵 ≠ 𝐶 tetapi 𝐴𝐵 = 𝐴𝐶 = [ ]
6 8
Teorema 2.1
Dengan mengasumsikan bahwa ukuran matriks sedemikian sehingga operasi yang
ditunjukkan dapat dilakukan, maka aturan aritmatika matriks berikut adalah sahih.
10
(a) 𝐴 + 𝐵 = 𝐵 + 𝐴 (Hukum komutatif untuk penjumlahan)
(b) 𝐴 + (𝐵 + 𝐶) = (𝐴 + 𝐵) + 𝐶 (Hukum asosiatif untuk penjumlahan)
(c) 𝐴(𝐵𝐶) = (𝐴𝐵)𝐶 (Hukum asosiatif untuk perkalian)
(d) 𝐴(𝐵 + 𝐶) = 𝐴𝐵 + 𝐴𝐶 (Hukum distributif)
(e) (𝐵 + 𝐶)𝐴 = 𝐵𝐴 + 𝐶𝐴 (Hukum distributif)
(f) 𝐴(𝐵 − 𝐶) = 𝐴𝐵 − 𝐴𝐶
(g) (𝐵 − 𝐶)𝐴 = 𝐵𝐴 − 𝐶𝐴
(h) 𝑎(𝐵 + 𝐶) = 𝑎𝐵 + 𝑎𝐶
(i) 𝑎(𝐵 − 𝐶) = 𝑎𝐵 − 𝑎𝐶
(j) (𝑎 + 𝑏)𝐶 = 𝑎𝐶 + 𝑏𝐶
(k) (𝑎 − 𝑏)𝐶 = 𝑎𝐶 − 𝑏𝐶
(l) (𝑎𝑏)𝐶 = 𝑎(𝑏𝐶)
(m) 𝑎(𝐵𝐶) = (𝑎𝐵)𝐶 = 𝐵(𝑎𝐶)
Teorema 2.2
Dengan mengasumsikan bahwa ukuran matriks sedemikian sehingga operasi yang
ditunjukkan dapat dilakukan, maka aturan aritmatika matriks berikut sahih.
(a) 𝐴 + 𝟎 = 𝟎 + 𝐴 = 𝐴 (c) 𝟎 − 𝐴 = −𝐴
(b) 𝐴 − 𝐴 = 𝟎 (d) 𝐴𝟎 = 𝟎; 𝟎𝐴 = 𝟎
Teorema 2.3
Setiap SPL selalu mempunyai salah satu dari berikut: tidak mempunyai penyelesaian,
tepat satu penyelesaian, atau tak terhingga banyaknya penyelesaian.
Definisi 2.2
Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika dapat dicari matriks B sehingga 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼,
maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B dinamakan invers (inverse) dari A.
Jika tidak dapat ditemukan matriks B maka matriks A disebut matriks singular.
Contoh 2.2
3 5 2 −5
Matriks 𝐵=[ ] adalah invers dari 𝐴 = [ ] karena
1 2 −1 3
2 −5 3 5 1 0
𝐴𝐵 = [ ] [ ] = [ ] = 𝐼,
−1 3 1 2 0 1
3 5 2 −5 1 0
𝐵𝐴 = [ ] [ ] = [ ] = 𝐼
1 2 −1 3 0 1
11
Teorema 2.4 Jika B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C.
Teorema 2.5
Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan ukurannya sama, maka
(a) AB dapat dibalik
(b) (𝐴𝐵)−1 = 𝐵 −1 𝐴−1
Sebuah hasil kali matriks yang dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil kali
tersebut adalah hasil kali invers dalam urutan yang dibalik.
Contoh 2.3
1 2 3 2 7 6
Tinjau matriks-matriks 𝐴 = [ ], 𝐵 = [ ] , 𝐴𝐵 = [ ]
1 3 2 2 9 8
Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam Teorema 2.5, didapatkan
3 −2 1 −1 4 −3
𝐴−1 = [ ], 𝐵 −1 = [−1 3 ], (𝐴𝐵)−1 = [− 9 7 ]
−1 1 2 2 2
1 −1 3 −2 4 −3
Juga 𝐵 −1 𝐴−1= [−1 3 ] [ ] = [− 9 7 ]
2 −1 1 2 2
Definisi 2.3 Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, maka didefinisikan pangkat-pamgkat
bilangan bulat tak negatif A menjadi
𝐴0 = 𝐼 𝐴𝑛 = 𝐴𝐴 ⋯ 𝐴 (𝑛 > 0)
n faktor
Akan tetapi, jika A dapat dibalik, maka didefinisikan pangkat bilangan bulat negatif
menjadi
𝐴−𝑛 = (𝐴−1 )𝑛 = 𝐴−1 𝐴−1 ⋯ 𝐴−1
n faktor
Teorema 2.6
Jika A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka
𝐴𝑟 𝐴𝑠 = 𝐴𝑟+𝑠 , (𝐴𝑟 )𝑠 = 𝐴𝑟𝑠
Teorema 2.7 Jika A adalah sebuah matriks yang dapat dibalik, maka:
(a) 𝐴−1 dapat dibalik dan (𝐴−1 )−1 = 𝐴.
(b) 𝐴𝑛 dapat dibalik dan (𝐴𝑛 )−1 = (𝐴−1 )𝑛 untuk n = 0, 1, 2, . . . .
12
1
(c) Untuk setiap skalar 𝑘 ≠ 0 maka kA dapat dibalik dan (𝑘𝐴)−1 = 𝐴−1 .
𝑘
Teorema 2.8. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat dilakukan, maka
(a) (𝐴𝑡 )𝑡 = 𝐴 (c) (𝑘𝐴)𝑡 = 𝑘𝐴𝑡 , di mana k adalah sebarang skalar.
(b) (𝐴 + 𝐵)𝑡 = 𝐴𝑡 + 𝐵 𝑡 (d) (𝐴𝐵)𝑡 = 𝐵 𝑡 𝐴𝑡
Contoh 2.4
Berikut terdapat empat matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
1 0 0 0
1 0 3 1 0 0
1 0 0 0 0 1
[ ] [ ] [0 1 0] [0 1 0]
0 −3 0 0 1 0
0 0 1 0 0 1
0 1 0 0
Teorema 2.9
Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan sebuah operasi baris tertentu pada
𝐼𝑚 dan jika A adalah matriks 𝑚 × 𝑛, maka hasil kali EA adalah matriks yang dihasilkan
bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
Teorema 2.10
Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga matriks elementer.
Jika matriks B dapat diperoleh dari matriks A dengan melakukan urutan terhingga
dari dari operasi-operasi baris elementer, maka A dapat diperoleh kembali dari B dengan
melakukan invers dari operasi baris elementer dalam susunan yang sebaliknya. Proses
tersebut dikatakan ekivalen baris (row equivalent).
Teorema 2.11. Jika A adalah matriks 𝑛 × 𝑛, maka pernyataan-pernyataan berikut
ekivalen, yakni, semuanya benar atau semuanya salah.
(a) A dapat dibalik.
13
(b) 𝐴𝑋 = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial.
(c) 𝐴 ekivalen baris terhadap 𝐼𝑛 .
Contoh 2.5
Carilah invers dari matriks A berikut:
1 2 3
A=[2 5 3]
1 0 8
Penyelesaian:
Mereduksi A pada matriks satuan menggunakan OBE dan menerapkannya secara
serempak pada I untuk menghasilkan 𝐴−1. Caranya dengan menggandengkan matriks
satuan ke kanan A dan menerapkan OBE pada kedua ruas hingga ruas kiri terreduksi pada
I yakni mempunyai bentuk [𝐼 ⎸𝐴−1 ]. Perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut
1 2 3 1 0 0
(2 5 3 | 0 1 0)
1 0 8 0 0 1
Tambahkan −2 kali baris pertama pada baris
1 2 3 1 0 0
(0 1 −3 | −2 1 0) kedua dan −1 kali baris pertama pada baris
0 −2 5 −1 0 1 ketiga.
1 2 3 1 0 0
(0 1 −3 | −2 1 0) Tambahkan 2 kali baris kedua pada baris ketiga.
0 0 −1 −5 2 1
1 2 3 1 0 0 Kalikan baris ketiga dengan −1.
(0 1 −3 | −2 1 0)
0 0 1 5 −2 −1
1 0 0 −40 16 9
(0 1 0 | 13 −5 −3) Tambahkan −2 kali baris kedua pada baris pertama.
0 0 1 5 −2 −1
Jadi
−40 16 9
𝐴−1 = [ 13 −5 −3]
5 −2 −1
Contoh 2.6
Perhatikan matriks berikut:
1 6 4
𝐴 = [ 2 4 −1]
−1 2 5
14
Dengan menerapkan OBE maka akan menghasilkan
1 6 4 1 0 0
( 2 4 −1 | 0 1 0)
−1 2 5 0 0 1
1 6 4 1 0 0
Tambahkan −2 kali baris pertama ke baris kedua
(0 −8 −9 | −2 1 0)
0 8 9 1 0 1 dan menambahkan baris pertama ke baris ketiga.
1 6 4 1 0 0
(0 −8 −9 | −2 1 0) Tambahkan baris kedua ke baris ketiga.
0 0 0 −1 1 1
Diperoleh sebuah baris bilangan nol pada ruas kiri, maka A tidak dapat dibalik/tidak
mempunyai invers.
Contoh 2.7
1 2 3
Dapat ditunjukkan bahwa 𝐴 = [2 5 3] adalah sebuah matriks yang dapat dibalik.
1 0 8
Dari Teorema, dapat menyimpulkan bahwa sistem persamaan-persamaan
𝑥ₗ +2𝑥₂+3𝑥₃ = 0
2𝑥ₗ+5𝑥₂+3𝑥₃ = 0
𝑥ₗ +8𝑥₃ = 0
hanya mempunyai penyelesaian trivial.
Contoh 2.8
Perhatikan SPL berikut ini.
𝑥ₗ +2𝑥₂+3𝑥₃ = 5
2𝑥ₗ+5𝑥₂+3𝑥₃ = 3
𝑥ₗ +8𝑥₃ = 17
Dalam bentuk matriks, maka sistem ini dapat dituliskan sebagai 𝐴𝑋 = 𝐵, dimana
1 2 3 𝑥ₗ 5
𝐴 = [2 5 3], 𝑥 = [𝑥₂], 𝑏=[3]
1 0 8 𝑥₃ 17
Dapat ditunjukkan bahwa A merupaka matriks yang dapat dibalik dan
15
−40 16 9
𝐴−1 = [ 13 −5 −3]
5 −2 −1
Contoh 2.9
Selesaikan sistem-sistem
𝑥ₗ +2𝑥₂+3𝑥₃ = 4 𝑥ₗ +2𝑥₂+3𝑥₃ = 1
(a) 2𝑥ₗ+5𝑥₂+3𝑥₃ = 5 (b) 2𝑥ₗ+5𝑥₂+3𝑥₃ = 6
𝑥ₗ +8𝑥₃ = 9 𝑥ₗ +8𝑥₃ = −6
Penyelesaian.
Kedua sistem mempunyai matriks koefisien yang sama. Jika matriks koefisien diperbesar,
dengan kolom konstanta pada ruas kanan dari sistem-sistem ini, kemudian mereduksi
matriks tersebut menjadi bentuk eselon baris tereduksi maka diperoleh
1 2 34 1 1 0 01 2
[2 5 3|5| 6 ] ⟹ [0 1 0|0| 1 ]
1 0 8 9 −6 0 0 1 1 −1
16
𝑎 𝑏 𝑐 𝑎 𝑏 𝑐 𝑎 𝑏 𝑐 𝑎 𝑏 𝑐
[𝑑 𝑒 𝑓] bisa dipartisi seperti [𝑑 𝑒 𝑓 ] atau [𝑑 𝑒 𝑓] atau [𝑑 𝑒 𝑓] dan
𝑔 ℎ 𝑖 𝑔 ℎ 𝑖 𝑔 ℎ 𝑖 𝑔 ℎ 𝑖
𝑎 𝑏 𝑐 𝑎 𝑏 𝑐
lainnya. Penyelesaian [𝑑 𝑒 𝑓 ] dan [𝑑 𝑒 𝑓 ] bukan merupakan matriks partisi
𝑔 ℎ 𝑖 𝑔 ℎ 𝑖
karena tidak memisahkan seluruh kolom dan seluruh baris.
Contoh 2.10
2
7 1 5 7 1
𝑨 = (3
4 8) dan 𝑩 = ( 2 6 6)
5
2 4 0 2 2
2 7 5 7 1 1 7 14 2 7 14 2
[ ]+[ ] [ ]+[ ] [ ] [ ]
𝑨+𝑩=[ 3 4 2 6 8 6 ] = [ 5 10 14 ] = [5 10 14]
[5 2] + [0 1] [4] + [4] [5 4] [6] 5 4 6
2. Perkalian Matriks
𝑨𝟏𝟏 𝑨𝟏𝟐 𝑩𝟏𝟏 𝑩𝟏𝟐
𝑨𝑩 = [ ][ ]
𝑨𝟐𝟏 𝑨𝟐𝟐 𝑩𝟐𝟏 𝑩𝟐𝟐
𝑨𝟏𝟏 𝑩𝟏𝟏 + 𝑨𝟏𝟐 𝑩𝟐𝟏 𝑨𝟏𝟏 𝑩𝟏𝟐 + 𝑨𝟏𝟐 𝑩𝟐𝟐
=[ ] , jika syarat perkalian matriks terpenuhi.
𝑨𝟐𝟏 𝑩𝟏𝟏 + 𝑨𝟐𝟐 𝑩𝟐𝟏 𝑨𝟐𝟏 𝑩𝟏𝟐 + 𝑨𝟐𝟐 𝑩𝟐𝟐
Contoh 2.11
21 3 2 4 1
𝑨 = (13 1) dan 𝑩 = (1 2 3)
02 7 0 0 3
2 1 2 4 3 2 1 1 3
[ ][ ] + [ ] [0 0] [ ] [ ] + [ ] [3]
𝑨𝑩 = [ 1 3 1 2 1 1 3 3 1 ]
2 4 1
[0 2 ] [ ] + [7][0 0] [0 2] [ ] + [7][3]
1 2 3
5 10 0 0 5 9 5 10 14 5 10 14
[ ]+[ ] [ ]+[ ] [ ] [ ]
= [ 5 10 0 0 10 3 ]=[ 5 10 13 ] = [5 10 13]
[2 4] + [0 0] [6] + [2] [2 4] [27] 2 4 27
3. Kebalikan Matriks
17
Misalkan 𝑨 adalah matriks bujur sangkar berordo (𝑛 × 𝑥) yang mempunyai
kebalikan yaitu 𝑨−1 = 𝑩.
Karena 𝑨𝑩 = 𝑩𝑨 = 𝑰, maka diperoleh:
(1) 𝑨𝟏𝟏 𝑩𝟏𝟏 + 𝑨𝟏𝟐 𝑩𝟐𝟏 = 𝑰 (3) 𝑨𝟐𝟏 𝑩𝟏𝟏 + 𝑨𝟐𝟐 𝑩𝟐𝟏 = 𝑰
(2) 𝑨𝟏𝟏 𝑩𝟏𝟐 + 𝑨𝟏𝟐 𝑩𝟐𝟐 = 𝟎 (4) 𝑨𝟐𝟏 𝑩𝟏𝟐 + 𝑨𝟐𝟐 𝑩𝟐𝟐 = 𝟎
Contoh 2.12
1 3 3
1 3 3
𝑨 = [1 4 3] berarti 𝑨𝟏𝟏 = [ ], 𝑨𝟏𝟐 = [ ], 𝑨𝟐𝟏 = [1 3], dan 𝑨𝟐𝟐 = [4].
1 4 3
1 3 4
4 −3
𝑨𝟏𝟏 −1 = [ ]
−1 1
4 −3 3 3
𝑨𝟏𝟏 −1 𝑨𝟏𝟐 = [ ][ ] = [ ]
−1 1 3 0
4 −3
𝑨𝟐𝟏 𝑨𝟏𝟏 −1 = [1 3] [ ] = [1 0]
−1 1
3
𝑳 = 𝑨𝟐𝟐 − 𝑨𝟐𝟏 (𝑨𝟏𝟏 −1 𝑨𝟏𝟐 ) = [4] − [1 3] [ ] = 1
0
𝑳−1 = 1
𝑩 𝑩𝟏𝟐 7 −3 −3
−1
Jadi 𝑨 = [ 𝟏𝟏 ] = [−1 1 0]
𝑩𝟐𝟏 𝑩𝟐𝟐
1 0 1
18
Latihan 2.
1. Sebutkan jenis-jenis matriks dan berikan contohnya!
2. Sebutkan 4 contoh matriks elementer!
3. Jika diketahui matriks-matriks berikut:
1 0 0 0 5 11 7 3
3 4 −1 1 0 1
𝐴 = [1 0 3 ], 𝐵 = [0 1 1], 𝐶 = [
1 2 0 0] dan 𝐷 = [ 2 1 4 −5]
1 2 4 0 3 −2 8 7
2 5 −4 1 1 0
1 2 4 8 0 0 0 0
a. Apakah (𝐴 + 𝐵)𝑡 = 𝐴𝑡 + 𝐵𝑡 dan (𝐴𝐵)𝑡 = 𝐵𝑡 𝐴𝑡 ?
b. Carilah invers dari matriks yang diberikan jika matriks tersebut dapat dibalik,
gunakan metode seperti contoh 2.5 dan contoh 2.6.
4. Berikan 2 contoh matriks yang mempunyai invers dan berukuran 3×3! Sebut matriks
𝐴 dan 𝐵 serta inversnya 𝐴−1 dan 𝐵 −1.
a. Buktikan bahwa (𝐴𝐵)−1 = 𝐵−1 𝐴−1 .
b. Apakah (𝐴𝐵)2 = 𝐴2 𝐵2 merupakan matriks
identitas?
5. Selesaikan SPL berikut menggunakan metode dari contoh 2.8 dan contoh 2.9.
𝑥ₗ −3𝑥₂+ 𝑥₃ = 4 −xₗ−4x₂+2x₃+ x₄ = −32
a. 2𝑥ₗ− 𝑥₂ = −2 2xₗ − x₂ +7x₃+9x₄ = 14
b.
4𝑥ₗ −3𝑥₃ = 0 −xₗ+ x₂ +3x₃+ x₄ = 11
xₗ −2x₂+ x₃ −4x₄ = −4
6. Tinjau matriks-matriks pada latihan nomor 3. Bentuk sembarang matriks partisi untuk
matriks 𝐵, 𝐶 dan 𝐷.
a. Tentukan nilai 𝐶 + 𝐷
b. Tentukan nilai 𝐶𝐷.
c. Carilah invers dari matriks 𝐵 dan 𝐶 jika matriks tersebut dapat dibalik.
19
BAB III
DETERMINAN
Definisi 3.1
Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh M ij dan
didefinisikan sebagai determinan submatriks yang tersisa setelah baris ke i dan kolom ke
j dihapus dari A . Bilangan ( −1)i + j M ij dinyatakan oleh C ij dan dinamakan kofaktor
entri aij .
Contoh 3.1
Misalkan
3 1 −4
A = 2 5 6
1 4 8
Tentukan kofaktor a11 dan a32 .
Penyelesaian:
Minor entri a11 dan entri a32 berturut-turut adalah
3 1 −4 3 1 −4
5 6 3 −4
M 11 = 2 5 6 = = 16 M 32 = 2 5 6 = = 26
4 8 2 6
1 4 8 1 4 8
dan
Kofaktor a11 dan a32 berturut-turut adalah
C 11 = ( −1) C 32 = ( −1)
1+1 3+ 2
M 11 = M 11 = 16 dan M 32 = −M 32 = −26 .
Contoh 3.2
3 1 0
Misalkan A = −2 −4 3 .
5 4 −2
Tentukan kofaktor a11 , 𝑎12 , 𝑎13 , 𝑎21 , 𝑎31
Penyelesaian :
20
−4 3
𝐶11 = (−1)1+1 𝑀11 = 𝑀11 = | | = −4
4 −2
−2 3
𝐶12 = (−1)1+2 𝑀12 = −𝑀12 = − | | = −11
5 −2
−2 −4
𝐶13 = (−1)1+3 𝑀12 = 𝑀13 = | | = 12
5 4
1 0
𝐶21 = (−1)2+1 𝑀21 = −𝑀21 = − | |=2
4 −2
1 0
𝐶31 = (−1)3+1 𝑀31 = 𝑀31 = | |=3
−4 3
Contoh 3.3
Misalkan A adalah matriks dalam Contoh 3.2. Hitunglah det ( A ) dengan menggunakan
Contoh 3.4
Misalkan A adalah matriks dalam Contoh 3.2. Hitunglah det ( A ) dengan metode
21
Teorema 3.1
Jika A adalah matriks segitiga (segitiga atas atau segitiga bawah) 𝑛 × 𝑛, maka det(𝐴)
adalah hasil kali entri-entri pada diagonal utama; yakni, det(𝐴) = 𝑎11 𝑎22 … 𝑎𝑛𝑛 .
Contoh 3.5
Hitunglah det(𝐴), di mana
𝑎11 0 0 0
𝑎 𝑎22 0 0
𝐴 = [ 21
𝑎31 𝑎32 𝑎33 0 ]
𝑎41 𝑎42 𝑎43 𝑎44
Satu-satunya hasil kali elementer A yang tidak sama dengan nol adalah a11a22a33a44 . Jadi
det ( A ) = a11a22a33a44 .
Contoh 3.6
2 7 −3 8 3
0 −3 7 5 1
det ( A ) = 0 0 6 7 6 = ( 2 )( −3)( 6 )( 9 )( 4 ) = −1296
0 0 0 9 8
0 0 0 0 4
Teorema 3.2
Jika A adalah matriks kuadrat yang memuat satu baris bilangan nol atau satu kolom
bilangan nol, maka det(𝐴) = 0
Teorema 3.3
Jika A adalah matriks kuadrat, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = det (𝐴𝑇 )
Contoh 3.7
Berdasarkan pemeriksaan, maka matriks
1 −2 7
−4 8 5
2 −4 3
mempunyai determinan sebesar nol karena kolom pertama sebanding dengan kolom
kedua.
22
Teorema 3.4
Misalkan A adalah matriks berukuran n n .
a) Jika 𝐵 adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal atau kolom tunggal A
dikalikan oleh konstanta k , maka det(𝐵) = 𝑘 det(𝐴).
b) Jika 𝐵 adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris atau dua kolom A
dipertukarkan, maka det(𝐵) = − det(𝐴)
c) Jika 𝐵 adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan
pada baris lain atau kelipatan satu kolom A ditambahkan pada kolom lain, maka
det(𝐵) = det(𝐴).
Teorema 3.5
Misalkan 𝐸 adalah matriks elementer berukuran n n .
a) Jika 𝐸 adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal 𝐼𝑛 dikalikan oleh
konstanta tidak nol k , maka det(𝐸) = 𝑘
b) Jika 𝐸 adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris 𝐼𝑛 dipertukarkan, maka
det(𝐸) = −1
c) Jika 𝐸 adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris 𝐼𝑛 ditambahkan
pada baris lain, maka det(𝐸) = 1.
Contoh 3.8
Berikut adalah matriks elementer:
1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 7
𝐼4 = [0 1 0 0], 𝐸 = [0 3 0 0] , 𝐸 = [0 1 0 0] , 𝐸 = [0 1 0 0]
0 0 1 0 1 0 0 1 0 2 0 0 1 0 3 0 0 1 0
0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1
Tentukan Determinan matriks-matriks tersebut.
Penyelesaian:
det(𝐼4 ) = 1
det( 𝐸1 ) = 3 det(𝐼4 )=3 (baris ke-2 dari 𝐼4 dikalikan 3)
det(𝐸2 )) =− det(𝐼4 ) = −1 (baris ke-1 dan ke-4 dari 𝐼4 dipertukarkan
det(𝐸3 ) = det(𝐼4 )=1 (baris ke-4 dari 𝐼4 dikalikan 7 dan ditambahkan ke baris ke-1)
Teorema 3.6
Misalkan 𝐴 adalah matriks kuadrat dengan dua baris atau kolom yang proportional, maka
det(𝐴) = 0.
23
Contoh 3.9
Berikut adalah contoh matriks yang memiliki dua baris atau kolom yang proportional:
3 −1 4 −5
1 −2 7
−1 4 6 −2 5 2 ]
[ ], [−4 8 5], [
−2 8 5 8 1 4
2 −4 3
−9 3 −12 15
0 1 5
A = 3 −6 9
2 6 1
Penyelesaian
Dengan mereduksi A pada bentuk eselon baris dan dengan menerapkan Teorema, maka
didapatkan
0 1 5 3 −6 9
det ( A )
Baris pertama dan baris kedua
= 3 −6 9 = − 0 1 5 A dipertukarkan (Contoh 3.7)
2 6 1 2 6 1
1 −2 3 Faktor bersama sebesar 3 dari baris
= −3 0 1 5 pertama matriks terdahulu diambil melalui
tanda det tersebut (Contoh 3.7)
2 6 1
1 −2 3 −2 kali baris pertama dari
= −3 0 1 5 matriks terdahulu ditambahkan
pada baris ketiga.
0 10 −5
1 −2 3
−10 kali baris kedua dari
= −3 0 1 5 matriks terdahulu ditambahkan
0 0 −55 pada baris ketiga.
1 −2 3
Faktor bersama sebesar −55 dari
= ( −3)( −55 ) 0 1 5 baris terakhir matriks terdahulu
0 0 1 diambil melalui tanda det tersebut.
24
Contoh 3.11. Operasi Baris dan Ekspansi Kofaktor
3 5 −2 6
Hitunglah det ( A ) , dimana 𝐴 = [1 2 −1 1]
2 4 1 5
3 7 5 3
Penyelesaian:
baris kedua.
Contoh 3.12
3 1 15 5
Tinjaulah matriks-matriks A = dan 5A = .
2 2 10 10
Dengan perhitungan langsung maka det ( A ) = 4 dan det ( 5A ) = 100 . Ini sesuai dengan
Contoh 3.13
1 2 3 1 4 3
Tinjaulah matriks-matriks A = , B = dan A + B = .
2 5 1 3 3 8
25
Diperoleh det ( A ) = 1 , det ( B ) = 8 dan det ( A + B ) = 23 ; jadi det ( A + B ) det ( A ) +
det ( B ) .
Contoh 3.14
Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa
1 7 5 1 7 5 1 7 5
det 2 0 3 = det 2 0 3 + det 2 0 3
1 + 0 4 + 1 7 + ( −1) 1 4 7 0 1 −1
Teorema 3.7 Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka
det ( AB ) = det ( A ) det ( B )
Contoh 3.15
3 1 −1 3 2 17
Tinjaulah matriks-matriks A = , B = dan AB = .
2 1 5 8 3 14
Berdasarkan teorema diperoleh det ( A ) det ( B ) = (1)( −23) = −23 . Dengan perhitungan
Teorema 3.8 Sebuah matriks A kuadrat dapat dibalik jika dan hanya jika det ( A ) 0 .
Contoh 3.16
Karena baris pertama dan baris ketiga dari
1 2 3
A = 1 0 1
2 4 6
Definisi 3.3
Jika A adalah sebarang matriks n n dan C ij adalah kofaktor aij , maka matriks
𝐶11 𝐶12 ⋯ 𝐶1𝑛
𝐶 𝐶22 ⋯ 𝐶2𝑛
[ 21 ]
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝐶𝑚1 𝐶𝑚2 ⋯ 𝐶𝑚𝑛
26
Dinamakan matriks kofaktor A . Transpos matriks ini dinamakan adjoin A atau
adj ( A ) .
Teorema 3.9
1
Jika A adalah matriks yang dapat dibalik, maka A −1 = adj ( A )
det ( A )
Contoh 3.17
3 2 −1
Misal 𝐴 = [1 6 3 ]; 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 64 (Buktikan)
2 −4 0
Tentukan 𝐴−1 :
Penyelesaian.
12 4 12
64 64 64
1 1 12 4 12 6 2 10
𝐴−1 = 𝑎𝑑𝑗(𝐴) = [ 6 2 −10] = −
det(𝐴) 64 64 64 64
−16 16 16
16 16 16
−
[ 64 64 64 ]
Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linier dalam n bilangan tak
diketahui sehingga det ( A ) 0 , maka sistem tersebut mempunyai penyelesaian yang
di mana A j adalah matriks yang kita dapatkan dengan menggantikan entri-entri dalam
Contoh 3.18
Gunakanlah aturan Cramer untuk memecahkan
𝑥1 + +2𝑥3 = 6
−3𝑥1 + 4𝑥2 + 6𝑥3 = 30
−𝑥1 − 2𝑥2 + 3𝑥3 = 8
27
Penyelesaian
1 0 2 6 0 2
𝐴 = [−3 4 6]; 𝐴1 = [30 4 6]
−1 −2 3 8 −2 3
1 6 2 1 0 6
𝐴2 = [−3 30 6]; 𝐴3 = [−3 4 30]
−1 8 3 −1 −2 8
det (𝐴1 ) −40 −10
𝑥1 = = =
det (𝐴) 44 11
det (𝐴2 ) 72 18
𝑥2 = = =
det (𝐴) 44 11
det (𝐴3 ) 152 38
𝑥3 = = =
det (𝐴) 44 11
Teorema 3.11
(a) A invertible
(b) 𝐴𝐱 = 𝟎 hanya mempuyai solusi trivial
(c) Bentuk eselon baris reduksi dari A adalah 𝐼𝑛 .
(d) A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks elementer
(e) 𝐴𝐱 = 𝐛 adalah konsiten untuk setiap matriks b berukuran 𝑛 × 1
(f) 𝐴𝐱 = 𝐛 mempunyai solusi tunggal untuk setiap matriks b berukuran 𝑛 × 1
(g) det (𝐴) ≠ 0
Latihan 3
1. Buktikan bahwa det(𝑘𝐴) = 𝑘 𝑛 det (𝐴) dari matriks berikut:
−1 2
a. 𝐴 = [ ];𝑘 = 2
3 4
2 −1 3
b. 𝐵 = [3 2 1] ; 𝑘 = −2
1 4 5
28
d. Apakah matriks-matriks 𝐴, 𝐵 dapat dibalik? Berikan alasan anda!
e. Buktikan bahwa det ( A ) = det ( A t ) , juga det ( AB ) = det ( A ) det ( B ) .
29
BAB IV
VEKTOR-VEKTOR DI RUANG-2 DAN RUANG-3
Definisi 4.1
Jika v adalah vektor tak nol dan k bilangan riil tak nol (skalar), maka hasil kali kv
didefinisikan sebagai vektor yang panjangnya k kali panjang v dan yang arahnya sama
v + w = (v 1 + w 1 ,v 2 + w 2 ,v 3 + w 3 ) .
Contoh 4.1
Jika v = (1, −3, 2) dan w = (4, 2, 1), maka
v + w = (5, −1, 3), 2v = (2, −6, 4), − w = (−4, −2, −1), v – w = v + (−w) =
(−3, −5, 1)
c. u + 0 = 0 + u = u g. (k + l ) u = k u + lu
d. u + ( −u ) = 0 h. lu = u
Panjang sebuah vektor u sering dinamakan norma u dan dinyatakan dengan ‖𝒖‖.
Dari teorema Phythagoras bahwa norma vektor u = (𝑢1 , 𝑢2 ) di ruang-2 adalah ‖𝐮‖ =
√𝑢12 + 𝑢22 dan vektor u = (𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 ) di ruang-3 adalah ‖𝐮‖ = √𝑢12 + 𝑢22 + 𝑢32 . Jika
𝑃1 (𝑥1 , 𝑦1 ) dan 𝑃2 (𝑥2 , 𝑦2 ) adalah titik-titik di ruang-2, maka jarak di antara kedua titik
tersebut adalah d = (x 2 − x 1 ) + ( y 2 − y 1 )
2 2
. Demikian juga, jika 𝑃1 (𝑥1 , 𝑦1 , 𝑧1 ) dan
30
𝑃2 (𝑥2 , 𝑦2 , 𝑧2 ) adalah dua titik di ruang-3, maka jarak d di antara kedua titik tersebut
adalah d = (x 2 − x 1 ) + ( y 2 − y 1 ) + (z 2 − z 1 )
2 2 2
.
Contoh 4.2
Nama vektor u = (−3, 2, 1) adalah
Jarak d di antara titik 𝑃1 (2, −1, −5) dan titik 𝑃2 (4, −3, 1) adalah
Contoh 4.3
Jika sudut di antara vektor u = (0, 0, 1) dan vektor v = (0, 2, 2) adalah 45o, maka
Di lain pihak, misalkan u = (𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 ) dan v = (𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 ) adalah dua vektor tak
nol, maka 𝐮 ∙ 𝐯 = 𝑢1 𝑣1 + 𝑢2 𝑣2 + 𝑢3 𝑣3 . Jika u = (𝑢1 , 𝑢2 ) dan v = (𝑣1 , 𝑣2 ) adalah dua
vektor di ruang-2, maka rumus yang bersesuaian adalah 𝐮 ∙ 𝐯 = 𝑢1 𝑣1 + 𝑢2 𝑣2 .
31
Penyelesaian:
Untuk vektor yang diberikan kita dapat ‖𝐮‖ = ‖𝐯‖ = √6, sehingga dari persamaan (3.6)
Jadi, 𝜃 = 60°.
b. Jika u dan v adalah vektor-vektor tak nol dan adalah sudut di antara kedua
vektor tersebut, maka
lancip jika dan hanya jika u v 0
tumpul jika dan hanya jika u v 0
= 2 jika dan hanya jika u v = 0
Contoh 4.5
Jika u = (1, −2, 3), v = (−3, 4, 2), dan w = (3, 6, 3), maka
Jadi u dan v membentuk sudut tumpul, v dan w membentuk sudut lancip, dan u serta w
tegak lurus satu sama lain.
Vektor tegak lurus disebut juga vektor ortogonal. Vektor u dan v akan vektor
ortogonal jika dan hanya jika 𝐮 ∙ 𝐯 = 0 atau dapat ditulis sebagai 𝐮 ⊥ 𝐯.
Teorema 4.3
Jika u , v dan w adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan k adalah skalar, maka
a. u v = v u c. k ( u v ) = ( k u ) v = u ( k v )
Teorema 4.4
Jika u dan a adalah vektor di ruang-2 atau di ruang-3 dan jika a 0 , maka
u a
proyau = 2
a (komponen vektor u sepanjang a )
a
u a
u − proyau = u − 2
a (komponen vektor u yang ortogonal dengan a )
a
32
Contoh 4.6
Misalkan u = (2, −1, 3) dan a = (4, −1, 2). Carilah komponen vektor u sepanjang a dan
komponen vektor u yang ortogonal ke a.
Penyelesaian.
Jika θ menyatakan sudut diantara u dan a, maka 𝐮 ∙ 𝐚 = ‖𝐮‖ ‖𝐚‖ cos 𝜃. Dengan
demikian panjang komponen vektor u sepanjang a dapat diperoleh menggunakan rumus:
u a
proyau = u cos atau proyau =
a
33
atau dalam notasi determinan
u u 3 u1 u 3 u1 u 2
u v = 2 , ,
v 2 v 3 v1 v 3 v1 v 2
Contoh 4.7
Carilah u × v, dimana u = (1, 2, −2) dan v = (3, 0, 1)
Penyelesaian.
1 2 −2
[ ]
3 0 1
2 −2 1 −2 1 2
𝐮 × 𝐯 = (| |,| |,| |) = (2, −7, −6)
0 1 3 1 3 0
Contoh 4.8
Tinjaulah vektor u = (1, 2, −2) dan v = (3, 0, 1)
Penyelesaian.
Karena
Dan
u × v ortogonal baik untuk u maupun v.
Teorema 4.6
Jika u , v dan w adalah sebarang vektor di ruang-3 dan k adalah sebarang skalar, maka:
a. u v = − ( v u ) d. k ( u v ) = ( k u ) v = u ( k v )
b. u ( v + w ) = ( u v ) + ( u w ) e. u 0 = 0 u = 0
c. (u + v ) w = (u w ) + ( v w ) f. u u = 0
Contoh 4.9
Tinjaulah vektor-vektor
Masing-masing vektor ini mempunyai panjang 1 dan terletak sepanjang sumbu koordinat.
Vektor tersebut dinamakan vektor satuan baku (standard unit vectors) di ruang-3. Setiap
vektor v = (𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 ) di ruang-3 dapat dinyatakan dengan i, j, k, karenanya 𝐯 dapat ditulis
sebagai 𝐯 = (𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 ) = 𝑣1 (1, 0, 0) + 𝑣2 (0, 1, 0) + 𝑣3 (0, 0, 1) = 𝑣1 𝐢 + 𝑣2 𝐣 + 𝑣3 𝐤.
Misalnya (2, −3, 4) = 2𝐢 − 𝟑𝐣 + 4𝐤.
34
Hasil kali silang dapat dinyatakan secara simbolis dalam bentuk determinan 3 × 3:
𝐢 𝐣 𝐤 𝑢 𝑢3 𝑢1 𝑢3 𝑢1 𝑢2
𝐮 × 𝐯 = |𝑢1 𝑢2 𝑢3 | = |𝑣2 𝑣3 | 𝐢 − |𝑣1 𝑣3 | 𝐣 + |𝑣1 𝑣2 | 𝐤
2
𝑣1 𝑣2 𝑣3
Misalnya, jika u = (1, 2, −2) dan v = (0, 1, 0), maka
Contoh 4.10
Carilah luas segitiga yang ditentukan oleh titik-titik 𝑃1 (2, 2, 0), 𝑃2 (−1, 0, 2), 𝑃3 (0, 4, 3).
Penyelesaian. Luas segitiga A tersebut adalah ½ luas jajaran genjang yang ditentukan oleh
vektor-vektor ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃1 𝑃2 dan ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃1 𝑃3 .
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃1 𝑃2 = (−3, −2, 2) dan ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃1 𝑃3 = (−2, 2, 3).
Jelaslah bahwa
35
4.4 Garis dan Bidang di Ruang-3
Teorema 4.7
Jika a , b , c , dan d adalah konstanta dan a , b , serta c tidak semuanya nol, maka grafik
persamaan ax + by + cz + d = 0 adalah sebuah bidang yang mempunyai vektor
n = ( a, b , c ) sebagai normal.
Contoh 4.11
Carilah persamaan bidang yang melalui titik 𝑃1 (1, 2, −1), 𝑃2 (2, 3, 1) dan 𝑃3 (3, −1, 2).
Penyelesaian. Karena ketiga titik tersebut terletak pada bidang, maka koordinatnya harus
memenuhi persamaan umum 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐𝑧 + 𝑑 = 0 dari bidang tersebut. Jadi,
𝑎 + 2𝑏 − 𝑐 + 𝑑 = 0
2𝑎 + 3𝑏 + 𝑐 + 𝑑 = 0
3𝑎 − 𝑏 + 2𝑐 + 𝑑 = 0
9 1 5
Solusi dari sistem ini diperoleh 𝑎 = − 16 𝑡, 𝑏 = − 16 𝑡, 𝑐 = 16 𝑡 dan 𝑑 = 𝑡. Dengan
Teorema 4.8
Jarak D antara titik P0 ( x 0 , y 0 , z 0 ) dengan bidang ax + by + cz + d = 0 adalah
ax 0 + by 0 + cz 0 + d
D=
a2 + b 2 + c 2
Contoh 4.12
Carilah jarak D antara titik (1, −4, −3) dengan bidang 2𝑥 − 3𝑦 + 6𝑧 = −1.
Penyelesaian. Persamaan bidang dapat ditulis dalam bentuk 2𝑥 − 3𝑦 + 6𝑧 + 1 = 0
Kemudian
Contoh 4.13
Bidang 𝑥 + 2𝑦 − 2𝑧 = 3 dan 2𝑥 + 4𝑦 − 4𝑧 = 7 adalah sejajar karena bidang tersebut
normal, (1, 2, −2) dan (2, 4, −4), merupakan vektor sejajar. Carilah jarak antara bidang-
bidang tersebut.
Penyelesaian. Untuk mencari jarak D antara bidang-bidang, dapat dimilih sebarang titik
dalam sebuah bidang dan menghitung jaraknya pada bidang lainnya. Dengan melengkapi
36
𝑦 = 𝑧 = 0 dalam persamaan 𝑥 + 2𝑦 − 2𝑧 = 3, diperoleh titik 𝑃0 (3, 0, 0) pada bidang ini.
Dari (3.27), jarak antara 𝑃0 dan bidang 2𝑥 + 4𝑦 − 4𝑧 = 7 adalah
Latihan 4
Untuk soal no 1 s.d 4, diketahui vektor-vektor
a. u = (1, 2), v = (−6, 8) b. u = (−7, −3), v = (0, 1)
c. u = (−4, 1, 7), v = (3, −2, 2) d. u = (−3, 1, 2), v = (4, 2, −5),
1. Tentukan 𝐮 ∙ 𝐯
2. Tentukan sudut di antara vektor 𝐮 dan 𝐯;
𝟏
3. Tentukan ‖𝐮 + 𝐯‖; ‖𝐮‖ + ‖𝐯‖ ; ‖−2𝐮‖ + 2‖𝐮‖ ; ‖‖𝐮‖ 𝐮‖
11. Tentukan vektor yang ortogonal baik untuk u maupun v pada soal nomor 10.
12. Carilah luas segitiga yang mempunyai titik sudut 𝑃(2,0, −3), 𝑄(1,4,5) dan 𝑅(7,2,9)!
13. Carilah persamaan bidang yang melalui titik 𝑃1 (3, 2,1), 𝑃2 (2, 1, −1) dan 𝑃3 (−1,3, 2)!
14. Tentukan apakah bidang-bidang berikut sejajar?
a. 3𝑥 − 2𝑦 + 𝑧 = 4 dan 6𝑥 − 4𝑦 + 3𝑧 = 7.
b. 2𝑥 − 8𝑦 − 6𝑧 − 2 = 0 dan −𝑥 + 4𝑦 + 3𝑧 − 5 = 0.
Jika iya, tentukan jarak antara bidang-bidang tersebut!
37
BAB V
RUANG VEKTOR DIMENSI-N
38
ii. d(u,v) = 0 jika dan hanya jika u=v
iii. d(u,v) = d(v,u)
iv. d(u,v) ≤ d(v,w)+d(w,v) (𝑇𝑟𝑖𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒 𝑖𝑛𝑒𝑞𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦)
Teorema:
1 1
u.v = 4 ‖𝒖 + 𝒗‖2 − 4 ‖𝒖 − 𝒗‖2.
Contoh: Jika u = (1, 3, -2, 7) dan v = (0,7,2,2), maka panjang dan jarak vektor berdimensi-
4 (di R4 ) adalah:
‖𝒖‖ = √(1)2 + (3)2 + (−2)2 + (7)2 = √63 = 3√7
36
𝑤1 = 𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑥𝑛
𝑤2 = 𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑥𝑛
⋮ ⋮ ⋮
𝑤𝑚 = 𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛
atau dalam notasi matriks:
37
Refleksi terhadap sumbu y=x
𝑤1 = 𝑦 0 1
𝑤2 = 𝑥 [1 0
]
3) Operator Proyeksi
Proyeksi pada sumbu x
𝑤1 = 𝑥 1 0
𝑤2 = 0 [0 0]
38
𝑤1 = 𝑥 1 0 0
𝑤2 = 𝑦 [0 1 0]
𝑤3 = 0 0 0 0
5) Operator Rotasi
Rotasi terhadap sudut 𝜃
𝑤1 = 𝑥 cos 𝜃 − 𝑦 sin 𝜃 cos 𝜃 − sin 𝜃
[ ]
𝑤2 = 𝑥 sin 𝜃 + 𝑦 cos 𝜃 sin 𝜃 cos 𝜃
Rotasi berlawanan arah jarum jam pada sumbu x positif melalui sudut 𝜃
𝑤1 = 𝑥 1 0 0
𝑤2 = 𝑦 cos 𝜃 − 𝑧 sin 𝜃 [0 cos 𝜃 − sin 𝜃]
𝑤3 = 𝑦 sin 𝜃 + 𝑧 cos 𝜃 0 sin 𝜃 cos 𝜃
Rotasi berlawanan arah jarum jam pada sumbu y positif melalui sudut 𝜃
𝑤1 = 𝑥 cos 𝜃 + 𝑧 sin 𝜃 cos 𝜃 0 sin 𝜃
𝑤2 = 𝑦 [ 0 1 0 ]
𝑤3 = −𝑥 sin 𝜃 + 𝑧 cos 𝜃 −sin 𝜃 0 cos 𝜃
Rotasi berlawanan arah jarum jam pada sumbu z positif melalui sudut 𝜃
39
𝑤1 = 𝑥 cos 𝜃 − 𝑦 sin 𝜃 cos 𝜃 −sin 𝜃 0
𝑤2 = 𝑥 sin 𝜃 + 𝑦 cos 𝜃 [ sin 𝜃 cos 𝜃 0]
𝑤3 = 𝑧 0 0 1
𝑘 0
Dilatasi dengan faktor k pada 𝑅 2 (k ≥ 1) dengan [ ]
0 𝑘
𝑤1 = 𝑘𝑥
𝑤2 = 𝑘𝑦
𝑘 0 0
Kontraksi dengan faktor k pada 𝑅 3 (0 ≤ k ≤ 1) dengan [0 𝑘 0]
0 0 𝑘
𝑤1 = 𝑘𝑥
𝑤2 = 𝑘𝑦
𝑤3 = 𝑘𝑧
𝑘 0 0
Dilatasi dengan faktor k pada 𝑅 2 (k ≥ 1) dengan [0 𝑘 0]
0 0 𝑘
𝑤1 = 𝑘𝑥
𝑤2 = 𝑘𝑦
𝑤3 = 𝑘𝑧
40
Temukan matriks standar untuk operator linier 𝑇: 𝑅 3 → 𝑅 3 yang pertama-tama
memutar sebuah vektor berlawanan arah jarum jam pada sumbu z melalui sudut 𝜃, lalu
merefleksikan vektor yang dihasilkan pada bidang-yz, dan kemudian memproyeksikan
vektor tersebut secara orthogonal ke bidang-xy.
cos 𝜃 − sin 𝜃 0 −1 0 0
[𝑇1 ] = [ sin 𝜃 cos 𝜃 0] , [𝑇2 ] = [ 0 1 0] ,
0 0 1 0 0 1
1 0 0
[𝑇3 ] = [0 1 0]
0 0 0
Penyelesaian:
Transformasi linier T dapat dinyatakan sebagai komposisi 𝑇 = 𝑇3 𝑜 𝑇2 𝑜 𝑇1 di mana 𝑇1
adalah rotasi tentang sumbu z, 𝑇2 adalah refleksi tentang bidang yz, dan 𝑇3 adalah
proyeksi ortogonal pada bidang xy.
1 0 0 −1 0 0 cos 𝜃 − sin 𝜃 0 −cos 𝜃 sin 𝜃 0
[𝑇] = [0 1 0] [ 0 1 0] [ sin 𝜃 cos 𝜃 0] = [ sin 𝜃 cos 𝜃 0]
0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0
41
merupakan hasil pemetaan x di bawah 𝑇𝑨 , maka 𝑇𝐴−1 memetakan kembali ke x, karena
𝑇𝐴−1 (𝐰) = 𝑇𝑨 (𝑇𝐴−1 (𝐱)) = 𝐱.
Contoh: Tunjukkan bahwa operator linier 𝑇: 𝑅 2 → 𝑅 2 didefinisikan persamaan berikut:
𝑤1 = 2𝑥1 + 𝑥2
𝑤2 = 3𝑥1 + 4𝑥2
merupakan transformasi satu-satu dan temukan: 𝑇 −1 (𝑤1 , 𝑤2 ).
Penyelesaian: Matriks standar untuk T adalah:
[𝑇] = [2 1
]
3 4
Matriks ini invertible (jadi T merupakan one-to-one) dan matriks standar untuk 𝑇 −1
sebagai berikut:
4 1
−
[𝑇 −1 ] = [𝑇]−1 =[ 5 5]
3 2
−
5 5
Transformasi 𝑇: 𝑅 𝑛 → 𝑅 𝑚 linier jika dan hanya jika hubungan antara vektor u dan v
di 𝑅 𝑛 dan untuk setiap skalar c sebagai berikut:
a) T(u+v) = T(u) + T(v)
b) T(cu) = cT(u)
Jika 𝑇: 𝑅 𝑛 → 𝑅 𝑚 merupakan transformasi linier, dan 𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 merupakan vektor basis
standar untuk 𝑅 𝑛 , maka matriks standar untuk T adalah
[𝑇] = [𝑇(𝒆1 )|𝑇(𝒆2 )|. . |𝑇(𝒆𝑛 )]
Contoh 1. 𝑇: 𝑅 3 → 𝑅 3 adalah transformasi linier dari proyeksi orthogonal pada bidang-xy
1 0 0 1 0 0
𝑇(𝒆1 ) = 𝒆1 = [0] , 𝑇(𝒆2 ) = 𝒆2 = [1] , 𝑇(𝒆3 ) = 𝒆3 = [0] ; [𝑇] = [0 1 0]
0 0 0 0 0 0
−1 2 1
Contoh 2. Misalkan 𝑇: 𝑅 3 → 𝑅 2 merupakan perkalian matriks A = [ ], gambaran
3 0 6
dari vektor basis standar yang apat dibaca langsung dari kolom matris A sebagai berikut.
1 0 0
−1 2 1
𝑇𝑨 ([0]) = [ ], 𝑇𝑨 ([1]) = [ ], 𝑇𝑨 ([0]) = [ ].
3 0 6
0 0 1
Latihan 5
1. Temukan matriks standar untuk opreator linier 𝑇: 𝑅 3 → 𝑅 3 sebagai berikut.
𝑤1 = 3𝑥1 + 5𝑥2 − 𝑥3
𝑤2 = 4𝑥1 − 𝑥2 + 𝑥3
42
𝑤3 = 3𝑥1 + 2𝑥2 − 𝑥3
dan selanjutnya hitung T(-1,2,4) dengan mensubstitusikan secara langsung pada persamaan
dan juga dengan perkalian matriks.
2. 𝑇(𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ) = (2𝑥1 − 𝑥2 + 𝑥3 , 𝑥2 + 𝑥3 , 0); 𝐱 = (2,1, −3).
3. Gunakan perkalian matriks untuk menemukan refelksi dari (2,-5,3) pada bidang xy.
4. Gunakan perkalian matriks untuk menemukan refelksi dari (-1,2) pada bidang y=x.
5. Temukan matriks standar untuk komposisi dari operator linier dari 𝑅 2 dimana
merupakan sebuah refleksi terhadap sumbu x, diikuti dengan sebuah dilatasi dengan
faktor k=3.
6. Temukan matriks standar untuk komposisi dari operator linier dari 𝑅 3 dimana
merupakan sebuah rotasi dari 2700 terhadap sumbu x, diikuti dengan rotasi 900
terhadap sumbu y, diikuti dengan rotasi 1800 terhadap sumbu z.
43
BAB VI
MASALAH EIGEN
Contoh 1.
1 0 0
𝑨 = [0 1 0]
0 0 0
Karakteristik dari persamaan A adalah sebagai berikut.
𝜆−1 0 0
det(𝜆𝑰 − 𝑨) = [ 0 𝜆 − 1 0] = 0 atau (𝜆 − 1)2 𝜆 = 0
0 0 𝜆
Yang memiliki solusi λ = 0 dan λ = 1
𝜆−1 0 0 𝑥1 0
[ 0 𝜆 − 1 0] [𝑥2 ] = [0]
0 0 𝜆 𝑥3 0
Jika λ = 0 maka
−1 0 0 𝑥1 0
[ 0 −1 0] [𝑥2 ] = [0]
0 0 0 𝑥3 0
Solusi yang didapatkan x1 = 0, x2 = 0 x3 = t (memiliki vektor jawab) atau dalam bentuk
matiks bisa ditulis sebagai berikut.
44
𝑥1 0
[𝑥2 ] = [0]
𝑥3 𝑡
Jika λ = 1 maka menjadi
0 0 0 𝑥1 0
[0 0 𝑥
0] [ 2 ] = [0]
0 0 1 𝑥3 0
Yang memiliki solusi x1 = s, x2 = t, x3 = 0 (memiliki vector jawab) atau dalam bentuk
matiks bisa ditulis sebagai berikut.
𝑥1 𝑠
[𝑥2 ] = [ 𝑡 ]
𝑥3 0
Inilah vektor pada bidang xy.
Contoh 2.
Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks berikut.
𝑥1 + 3𝑥2 = 𝜆𝑥1
4𝑥1 + 2𝑥2 = 𝜆𝑥2
Penyelesaian.
Dalam bentuk matriks
3 𝑥1
1 𝑥1
[] [𝑥 ] = 𝜆 [𝑥 ]
4
2 2 2
1 3 𝑥1
sehingga 𝑨 = [ ] dan 𝒙 = [𝑥 ]
4 2 2
45
−3 −3 𝑥1
1. [
][ ] = 0
−4 −4 𝑥2
4 −3 𝑥1
2. [ ][ ] = 0
−4 3 𝑥2
solusi 𝑥1 dan 𝑥2 untuk (1) dan (2), diperoleh sebagai berikut.
−𝑡 −1 𝑡 1
𝐱 = [ ] = [ ] 𝑡 atau 𝐱 = [ ] = [ ] 𝑡
𝑡 1 −𝑡 −1
3 3 𝑡 1
𝐱 = [4 𝑡] = [ 4 ] 𝑡 atau 𝐱 = [4 𝑡] = [ 4 ] 𝑡
𝑡 1 3 3
−1
Jadi, vektor-vektor eigen untuk sistem persamaan linier tersebut adalah 𝒙𝟏 = [ ] dan
1
3
𝒙𝟐 = [ 4 ] yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 = −2 dan 𝜆2 = 5.
1
Latihan 6.1
Carilah nilai eigen dan vektor eigen!
10 0 2 1/2 0 0
1. 𝐀 = [ 0 10 4] 3. 𝐂 = [ −1 2/3 0 ]
2 4 2 5 −8 −1/4
0 1 0
2. 𝐁 = [0 0 1]
4 −17 8
−4 −3 2
[ 2 ] = 2 [ 1 ] + [0]
2 1 0
6.2. Diagonalisasi
Suatu matriks bujursangkar A dapat didiagonalisasi jika terdapat sebuah matriks P
yang invertible sedemikian sehingga 𝑷−1 𝑨𝑷 adalah suatu matriks diagonal. Matriks P
dikatakan mendiagonalisasi A. Berikut merupakan langkah-langkah diagonalisasi.
1. Tentukan n vektor eigen dari A yang bebas linier/linierly independent
2. Bentuk matriks P yang kolom-kolom nya merupakan n vektor eigen dari A
3. Bentuk matriks 𝑷−1
4. Bentuk matriks 𝑷−1 𝑨𝑷 yang merupakan matriks diagonal dengan diagonal utamanya
nilai-nilai eigen yang bersesuaian dengan vektor-vektor eigen dari A.
46
1 0 0
𝐀=[ 1 2 0]
−3 5 2
Penyelesaian.
Persamaan karakteristik dari A yaitu (𝜆 − 1)(𝜆 − 2)2 = 0
−1 0 −2
Vektor-vektor eigen dari A, diperoleh 𝐩𝟏 = [ 0 ] , 𝐩𝟐 = [1], 𝐩𝟑 = [ 1 ]
1 0 1
𝑎 𝐩𝟏 + 𝑏 𝐩𝟐 + 𝑐 𝐩𝟑 = 𝟎
1. -𝑎 + 0 − 2𝑐 = 0
2. 0 + b + c =0
3. 𝑎 + 0 + 𝑐 = 0
Dari persamaan 1 dan 3 dijumlahkan dapat -c=0 atau c=0
−1 0 −2
𝐩𝟏 = [ 0 ] , 𝐩𝟐 = [1], 𝐩𝟑 = [ 1 ]
1 0 1
−1 0 −2
Matriks P yang terbentuk yaitu 𝑷 = [ 0 1 1]
1 0 1
1 0 2
Invers dari matriks P yaiut 𝐏 −1 = [ 1 1 1]
−1 0 −1
1 0 2 1 0 0 −1 0 −2 2 0 0
Selanjutnya, 𝐏 −1 𝐀𝐏 = [ 1 1 1 ] [ 1 2 0] [ 0 1 1 ] = [0 2 0]
−1 0 −1 −3 5 2 1 0 1 0 0 1
48
Sehingga
𝑨𝟐 = (𝑷𝑫 𝑷−1 )(𝑷𝑫 𝑷−1 )
= 𝑷𝑫(𝑷−1 𝑷)𝑫 𝑷−1
= 𝑷𝑫𝟐 𝑷−1
Secara umum 𝑨𝒏 = 𝑷𝑫𝒏 𝑷−1
𝑑11000 … 0
𝟏𝟎𝟎𝟎 1000
Contoh 4. 𝑨 = 𝑷𝑫𝟏𝟎𝟎𝟎 𝑷−1 atau 𝑨𝟏𝟎𝟎𝟎 = 𝑷 [ … 𝑑… 0 ] 𝑷−1
0 … 𝑑𝑛1000
Latihan 6.2
Carilah matriks P yang dapat mendiagonalisasi matriks!
0 1 0 −1 2 4 0
1. 𝐀 = [0 0 1] 0 3 1 7
2. 𝐀=[ ]
4 −17 8 0 0 5 8
0 0 0 −2
49
6.4. Diagonalisasi Ortogonal
Matriks A dikatakan dapat di diagonalisasi ortogonal jika terdapat matriks ortogonal
P sedemikian sehingga 𝑷−1 𝑨𝑷 = 𝑫, 𝑫 adalah matriks diagonal, A adalah matriks simetris.
Matriks A dikatakan simetris jika 𝑨 = 𝑨𝑇 . Matriks A dikatakan ortogonal jika 𝑨−1 = 𝑨𝑇 .
Suatu vektor eigen dikatakan basis untuk ruang eigen jika merentang dan bebas linier.
Berikut langkah-langkah diagonalisasi ortogonal.
1. Tentukan n vektor eigen dari A yang membentuk basis ruang eigen untuk setiap nilai
eigen A.
2. Bentuk vektor-vektor eigen ortonormal melalui “proses Gram-Schmidt”. Misalkan
𝐯𝟏 = 𝐮𝟏
⟨𝐮𝟐 , 𝐯𝟏 ⟩
𝐯𝟐 = 𝐮𝟐 − 𝐯
‖𝐯𝟏 ‖𝟐 𝟏
⟨𝐮𝟑 ,𝐯𝟏 ⟩ ⟨𝐮𝟑 ,𝐯𝟐 ⟩
𝐯𝟑 = 𝐮𝟑 − ‖𝐯𝟏 ‖𝟐
𝐯𝟏 − ‖𝐯𝟐 ‖𝟐
𝐯𝟐
... dst
𝐯 𝐯 𝐯
𝐪𝟏 = ‖𝐯𝟏 ‖ , 𝐪𝟐 = ‖𝐯𝟐 ‖ , 𝐪𝟑 = ‖𝐯𝟑 ‖ , ... dst
𝟏 𝟐 𝟑
50
Latihan 6.4
Tentukan matriks ortogonal P yang mendiagonalisasi A dan tentukan 𝑷−1AP= 𝑷𝑇 AP.
2 −1 −1
1. 𝐀 = [−1 2 −1]
−1 −1 2
1 1 0
2. 𝐁 = [1 1 0]
0 0 0
−2 0 −36
3. 𝐂=[ 0 −3 0 ]
−36 0 −23
51
BAB VII
SVD, PERKALIAN KRONECKER, DAN BENTUK KUADRAT
52
4) Untuk λ = 12
(11 − 12)𝑥1 + 𝑥2 = 0
𝑥1 = −𝑥2
1
vektor eigen 𝒖2 = [ ] bersesuaian dengan nilai eigen λ = 12.
1
5) Normalisasi 𝒖1 dan 𝒖2 , diperoleh sebagai berikut.
1⁄ 1⁄
= [ √2 ] dan 𝒖
̅ 𝟐 = |𝒖𝟐 | = [ √2]
𝒖𝟏 𝒖
̅𝟏 =
𝒖 |𝒖𝟏 | −1⁄ 𝟐 1⁄
√2 √2
6) Selanjutnya diperoleh sebagai berikut.
1⁄ 1⁄
𝑼 = [ √2 √2 ]
1⁄ −1⁄
√2 √2
7) Tentukan vektor singular kanan (ATA), yaitu
10 0 2
𝑇
𝑨 𝑨=[0 10 4]
2 4 2
8) Nilai eigen dari 𝑨𝑇 𝑨 diperoleh λ = 0, λ = 10 dan λ = 12
9) Nilai singular dari 𝑨 yaitu 0, √10 dan √12.
10) Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen, diperoleh sebagai berikut.
1
𝒖𝟏 = [2] bersesuaian dengan nilai eigen λ = 12
1
2
𝒖𝟐 = [−1] bersesuaian dengan nilai eigen λ = 10
0
1
𝒖𝟑 = [ 2 ] bersesuaian dengan nilai eigen λ = 0
−5
11) Vektor-vektor singular kanan yang orthonormal, diperoleh sebagai berikut.
1⁄ 1⁄
2⁄ √30
√6
2 √5 2
̅𝟏 = ⁄
𝒗 ̅𝟐 = −1⁄
;𝒗 ̅𝟑 = ⁄
dan 𝒗
√6 √30
1⁄ √5
[ 0 ] −5
[ √6] [ ⁄√30]
Sehingga diperoleh sebagai berikut.
53
1⁄ 2⁄ 1⁄
√6 √6 √6
𝑇 2⁄ −1⁄ 0
𝑽 =
√5 √5
1⁄ 2⁄ −5⁄
[ √30 √30 √30]
54
1 −1 1 2
1 2
Contoh 1. Jika 𝑨 = [ ] dan 𝑩 = [ 3 2 0 1], tentukan 𝐴 ⊗ 𝐵.
−1 3
−1 0 2 3
1 −1 1 2 2 −2 2 4
3 2 0 1 6 4 0 2
−1 0 2 3 −2 0 4 6
Penyelesaian. 𝑨2𝑥2 𝑩3𝑥4 =
−1 1 −1 −2 3 −3 3 6
−3 −2 0 −1 9 6 0 3
[1 0 −2 −3 −3 0 6 9]
1 2 2 1 1 2
Contoh 2. Jika 𝑨 = [3 1 4] dan 𝑩 = [2 2 1], tentukan 𝐴 ⊗ 𝐵.
0 2 1 1 2 1
1 1 2 2 2 4 2 2 4
2 2 1 4 4 2 4 4 2
1 2 1 2 4 2 2 4 2
3 3 6 1 1 2 4 4 8
Penyelesaian. 𝑨3𝑥3 𝑩3𝑥3 = 6 6 3 2 2 1 8 8 4
3 6 3 1 2 1 4 8 4
0 0 0 2 2 4 1 1 2
0 0 0 4 4 2 2 2 1
[0 0 0 2 4 2 1 2 1]
a. AT definit positif
55
1 𝑟12 ⋯ 𝑟𝑛1 𝜎1 𝟐 𝜎12 ⋯ 𝜎𝑛1
𝑟 1 ⋯ 𝑟𝑛2 𝜎2 𝟐
𝑹 = ( 21 ) 𝑽 = 𝜎21 ⋯ 𝜎𝑛2
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝑟𝑛1 𝑟𝑛2 ⋯ 1 𝜎
( 𝑛1 𝜎𝑛2 ⋯ 𝜎𝑛 𝟐 )
𝟏 𝑥11 𝑥12 ⋯ 𝑥1𝑝
𝟏 𝑥21 𝑥22 ⋯ 𝑥2𝑝
𝑿=
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
(𝟏 𝑥𝑛1 𝑥𝑛2 ⋯ 𝑥𝑛𝑝 )
dimana R merupakan matriks korelasi, V matriks varias-kovarians, dan X matriks design
dalam regresi.
Latihan 7
Carilah SVD dari matriks:
1 2 1
1. 𝑩 = [2 3 2 ]
1 2 1
2 2
2. 𝑪=[ ]
−1 1
4 2 2
3. 𝑫 = [2 4 2]
2 2 4
1 3 4
4. 𝑨 = [3 2 8 ]
4 8 3
1 2 −1
5. 𝑬=[ ]
2 1 −1
56
BAB VIII
MATRIKS KEBALIKAN UMUM
57
Jika determinan 0, artinya pangkat sama dengan ordo/ukuran matriks dan
kondisi ini disebut berpangkat penuh atau full rank.
Contoh 1.
3𝑥1 + 2𝑥2 = 5
2𝑥1 + 𝑥2 = 3
3 2
Matriks Transformasi = [ ] maka rank(A) = 2 (det 0)
2 1
3 2 5
Matriks Augmen = [ ] maka rank(Ay) = 2 (det 0)
2 1 3
Karena rank(A) = rank(Ay), maka matriks SPL tersebut mempunyai solusi.
Contoh 2.
3𝑥1 + 2𝑥2 = 5
6𝑥1 + 4𝑥2 = 5
3 2
Matriks Transformasi = [ ] maka rank(A) = 1 (determinan 0)
6 4
3 2 5
Matriks Augmen = [ ] maka rank(Ay) = 2 (determinan 0)
6 4 5
Karena rank(A) rank(Ay), maka matriks SPL tersebut tidak mempunyai
solusi.
2) Bila hubungan linier antara baris matriks transformasi juga berlaku bagi
hubungan antar baris vektor Y.
Contoh 3.
3𝑥1 + 2𝑥2 = 5
6𝑥1 + 4𝑥2 = 10
58
𝑨−1 ada hanya jika det(𝑨) ≠ 0. Matriks A dikatakan singular jika A tidak mempunyai
invers. Sebaliknya, dikatakan sebagai matriks non-singular.
IA=A
A=A
Contoh 1.
2 3 7 5 2 −3
A = [3 6 8 ] dan A= [−10 4 7]
5 10 10 −5 −10 2
1) Langkah pertama adalah mencari det(A) dan rank(A).
2) Lalu, cari anak/sub matriks 2x2 yang non-singular (de t 0) dan terbesar.Ambil
matriks M yaitu baris 2 dan 3 dan kolom 2 dan 3 dari matriks A.
3) Hitung matriks invers dari M.
6 8
M=[ ], dimana M nonsingular, det(M) = -20, maka invers M atau
10 10
1 2
−2 5
M-1 =[ 1 3]
− 10
2
4) Mengganti unsur M dengan (M-1)T pada matriks A, dan diluar unsur M diganti dengan
0.
0 0 0
1 1
∗ 0 −
𝑨 = 2 2
2 3
[0 5 − ]
10
59
5) Matriks Kebalikan Umum (MKU) diperoleh dari transpose matriks A yaitu sebagai
berikut.
0 0 0
1 2
0 −
𝐀− = 2 5
1 3
[0 2
− ]
10
MKU ini bersifat general (tidak tunggal), tergantung bagaimana kita mengambil M.
Latihan 8
1. Buktikan bahwa AGA = A dimana G =𝑨− .
2. Carilah MKU dari
4 1 2 0
𝐀 = [1 1 5 15]
3 1 3 5
60
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. 1995. Aljabar Linier Elementer. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Silaban, P. dan
Susila, I. N. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Anton, H. dan Rorres, C. 2014. Elementary Linier Algebra Applications, 11th ed. John
Willey and Sons.
Basilevsky, A. 2005. Applied Matrix Algebra in the Statistical Sciences. Dover
Publication, Inc., USA.
Nasution, A. H. 1983. Aljabar Matriks. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
61