Anda di halaman 1dari 22

PERSAMAAN LINEAR 1

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Analisa Numerik

Dosen: Sadat N. S Sidabutar, ST., MT

Disusun Oleh:
Arie Pambudi 187022874
Septian Nur Ichsan 177022840
Andika Laksono 187022994
Hardi Gibrael As. 187023005

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
BALIKPAPAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Analisa
Numerik tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan judul “Persamaan Linear 1“
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah dan memeperluas wawasan
mahasiswa tentang Persamaan Linear. Alur pemaparan dibuat dengan bahasa yang sederhana agar
para pembaca lebih mudah untuk memahaminya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga kami berharap adanya saran dan kritik yang membangun untuk kedepannya
dapat kami perbaiki.
Akhir kata dari kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampuh mata kuliah
Statistik Teknik dan rekan-rekan yang turut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Balikpapan, 7 Oktober 2020

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Persamaan Linear (SPL...........................................................................3


B. Metode Penyelesaian Sistem Persamaan Linier..................................................4
C. Contoh-Contoh Soal Sistem Persamaan Linier....................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang
Penyelesaian suatu sistem n persamaan dengan n bilangan tak diketahui banyak
dijumpai dalam permasalahan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti penyelesaian
numeris persamaan diferensial biasa dan diferensial parsial, analisis struktur, analisis
jaringan, dan sebagainya.
Di dalam penyelesaian sistem persamaan akan dicari nilai
𝑥1,1, … … … … … … , 𝑥𝑛, yang memenuhi sistem persamaan berikut :
𝑓1(𝑥1,𝑥2, … … … … … … , 𝑥𝑛,) = 0
𝑓2 (𝑥1,𝑥2, … … …… … …, 𝑥𝑛, ) = 0
.
.
.
𝑓3 (𝑥1,𝑥2, … … …… … …, 𝑥𝑛, ) = 0

Sistem persamaan linier di atas dapat linier atau tidak linier. Penyelesaian sistem
persamaan tak linier adalah sulit. Untungnya, sebagian besar permasalahan yang ada
merupakan persamaan linier. Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai sistem
persamaan linier, yang mempunyai bentuk umum berikut ini.

𝑎11 1+ 𝑎12 𝑥2 + … . +𝑎1 = 𝑏1


𝑎21 1+ 𝑎22 𝑥2 + … . +𝑎2 = 𝑏2
.
.
.
𝑎11 1+ 𝑎𝑛2 𝑥2 + … . +𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑛

Dengan 𝑎 adalah koefisien konstan, b adalah konstan, n adalah jumlah persamaan


dan 𝑥1,𝑥1, … … … … … … , 𝑥𝑛, adalah bilangan tak diketahui.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud sistem persamaan linier ?
2. Bagaimana metode penyelesaian sistem persamaan linier ?
3. Bagaimana contoh-contoh soal sistem persamaan linier ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Untuk menjelaskan sistem persamaan linier.
2. Untuk mengetahui metode penyelesaian sistem persamaan linier.
3. Untuk memahami contoh-contoh soal sistem persamaan linier.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Persamaan Linear (SPL)


1. Definisi SPL

Sistem persamaan linier merupakan salah satu model dan masalah matematika
yang banyak dijumpai dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk matematika, statistika,
fisika, biologi, ilmu-ilmu sosial, teknik dan bisnis. Sistem-sistem persamaan linier
muncul secara langsung dari masalah-masalah nyata dan merupakan bagian dari
proses penyelesaian masalah-masalah lain misalnya penyelesaian sistem persamaan
nonlinier simultan.

2. Bentuk Umum SPL

Bentuk umum suatu sistem persamaan linear yang sering kita jumpai pada
umumnya seperti :

a. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 atau 𝑎1𝑥 + 𝑏1𝑦 = 1

𝑝𝑥 + 𝑞𝑦 = 𝑟 𝑎2𝑥 + 𝑏2 = 𝑐2

b. Sistem Persamaan Linear Tiga Varibel (SPLTV)

𝑎𝑥 + + 𝑐𝑧 = 𝑑 𝑎1𝑥 + 𝑏1𝑦 + 𝑐1𝑧 = 1

𝑒𝑥 + 𝑓𝑦 + 𝑔𝑧 = ℎ atau 𝑎2𝑥 + 𝑏2𝑦 + 𝑐2𝑧 = 2

𝑖𝑥 + 𝑗𝑦 + 𝑘𝑧 = 𝑙 𝑎3𝑥 + 𝑏3𝑦 + 𝑐3𝑧 = 3

Akan tetapi bentuk umum yang akan dibahas dalam bab ini adalah bentuk suatu
sistem persamaan linier yang terdiri atas sejumlah berhingga persamaan linier dalam
sejumlah berhingga variabel. Bentuk yang dimaksud adalah :
𝑎11 1+ 𝑎12 𝑥2 + … . +𝑎1 = 𝑏1
𝑎21 1+ 𝑎22 𝑥2 + … . +𝑎2 = 𝑏2
.
.
.

𝑎11 𝑥1+ 𝑎𝑛2 𝑥2 + … . +𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑛

B. Metode Penyelesaian Sistem Persamaan Linear (SPL)


Menyelesaikan suatu sistem persamaan linier adalah mencari nilai-nilai variabel-
variabel tersebut yang memenuhi semua persamaan linier yang diberikan..

Pada dasarnya terdapat dua kelompok metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan suatu sistem persamaan linier. Metode pertama dikenal sebagai metode
langsung, yakni metode yang mencari penyelesaian suatu sistem persamaan linier dalam
langkah berhingga. Metode-metode ini dijamin berhasil dan disarankan untuk pemakaian
secara umum. Kelompok kedua dikenal sebagai metode tak langsung atau metode
iteratif, yang bermula dari suatu hampiran penyelesaian awal dan kemudian berusaha
memperbaiki hampiran dalam tak berhingga namunlangkah konvergen. Metode-metode
iteratif digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linier berukuran besar dan
proporsi koefisien nolnya besar, seperti sistem-sistem yang banyak dijumpai dalam
sIstem persamaan diferensial. Berikut diuraikan beberapa cara yang dapat kita lakukan
untuk menyelesaikan sistem persamaan linier

a. Notasi Matriks

Sebuah sistem persamaan linear dapat kita selesaikan dengan mengubahnya


terlebih dahulu ke dalam bentuk matriks. Matriks adalah suatu larikan bilangan-
bilangan yang berbentuk empat persegi panjang.

Matriks tersebut mempunyai bentuk :

𝑎11 𝑎12 𝑎13 … 𝑎1𝑛


21 𝑎22 𝑎23 … 𝑎2𝑛
𝐴=[
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ]
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 𝑎𝑚3 … 𝑎𝑚𝑛

Di dalam bentuk di atas, A adalah notasi matriks sedang 𝑎𝑖𝑗 adalah elemen
matriks. Deretan horizontal elemen-elemen disebut baris dan deretan vertikal disebut
kolom. Subskrip pertama i menunjukan nomor baris dimana elemen berada. Subskrip
kedua j menunjukan kolom. Misalkan elemen 𝑎23 adalah elemen yang terletak pada
baris ke 2 dan kolom ke 3.

Matriks di atas mempunyai m baris dan n kolom, dan disebut mempunyai


dimensi m x n. Matriks dengan dimensi baris m = 1, seperti:

𝐵 = [𝑏1, 𝑏2, … 𝑏𝑛]

disebut vektor baris. Untuk menyederhanakan penulisan, subskrip pertama dari tiap
elemen dihilangkan. Matriks dengan dimensi kolom n = 1, seperti :

𝑐1
2
𝐶=[ ]

𝑐𝑚

Disebut vektor kolom. Untuk menyederhanakan penulisan. Subskrip kedua


dihilangkan. Matriks dimana m = n disebut matriks bujur sangkar. Misalnya matriks 4
x 4 adalah :

𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎14


𝑎21 𝑎22 𝑎23 𝑎24
𝐴 = [𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎34 ]
𝑎41 𝑎42 𝑎43 𝑎44

Diagonal yang terdiri dari elemen 𝑎11 , 𝑎22 , 𝑎33 dan 𝑎44 adalah diagonal utama
matriks.
a. Beberapa tipe matriks bujur sangkar
Matriks bujur sangkar banyak digunakan dalam penyelesaian sistem persamaan
linier. Di dalam sistem tersebut, jumlah persamaan (baris) dan jumlah bilangan tak
diketahui (kolom) harus sama untuk mendapatkan penyelesaian tunggal.
Ada beberapa contoh matriks bujur sangkar, antara lain;
1. Matriks simetri
2. Matriks diagonal
3. Matriks identitas
4. Matriks segitiga atas
5. Matriks segitiga bawah
6. Matriks pita
b. Operasi matriks
Matriks dengan bentuk tertentu dapat dioperasikan dengan 3 cara yaitu
penjumlahan, pengurangan dan perkalian.
1. Kesamaan dua matriks
Dua matriks A dan B dikatakan sama apabila elemen-elemen matriks A
sama dengan elemen-elemen matriks B dan ukuran keduanya adalah sama, 𝑎𝑖𝑗 =

𝑏𝑖𝑗 untuk semua i dan j.


2. Penjumlahan dan pengurangan matriks
Apabila 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝐼𝐽] adalah dua matriks m x n, penjumlahan atau
pengurangan dari kedua matriks tersebut A ± B, adalah sama dengan matriks 𝐶 =
[𝑐𝐼𝐽] dengan dimensi m x n, dimana tiap elemen matriks C adalah jumlah atau
selisih dari elemen-elemen yang berkaitan dari A dan B.
𝐶 = 𝐴 ± 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 ± 𝑏𝑖𝑗 ] = [𝑐𝑖𝑗]
3. Perkalian matriks
Perkalian matriks A dengan skalar g diperoleh dengan mengalikan semua
elemen dari A dengan skalar g. Jika gA = C, maka 𝑐𝑖𝑗 = 𝑔𝑎𝑖𝑗
4. Matriks transpose (𝐴𝑇)
Matriks transpose adalah matriks yang terbentuk dengan mengganti baris
menjadi kolom dan kolom menjadi baris.
5. Matriks inversi
Di dalam matriks operasi pembagian matriks tidak didefinisikan. Akan
tetapi operasi matriks yang mrip dengan pembagian adalah matriks inversi.
Apabila A adalah matriks, maka matriks inversinya adalah 𝐴−1, sedemikian
sehingga :

𝐴𝐴−1 = −1
𝐴= 𝐼

6. Peningkatan matriks
Matriks dapat ditingkatkan dengan menambahkan kolom atau kolom-kolom pada
matriks asli.
c. Sistem persamaan dalam bentuk matriks

Sistem persamaan linier dapat ditulis dalam bentuk matriks. Misalnya sistem
persamaan berbentuk :

𝑎11 1+ 𝑎12 𝑥2 + … . +𝑎1 = 𝑏1


𝑎21 1+ 𝑎22 𝑥2 + … . +𝑎2 = 𝑏2
.
.
.
𝑎11 𝑥1+ 𝑎𝑛2 𝑥2 + …. +𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑛

Dapat ditulis dalam bentuk

𝑎11 𝑎12 … 𝑥1 𝑏1
𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎2 𝑥 2 𝑏
[ 𝑎22 … ] [ ] = [ 2] atau A X = B
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮

𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 𝑥𝑛 𝑏𝑛
𝑎𝑛𝑛

Dengan :

A : matriks koefisien n x n

X : kolom vektor n x 1 dari bilangan tak diketahui

B : kolom vektor n x 1dari konstanta

Di dalam penyelesaian sistem persamaan , di cari vektor kolom x berdasarkan


Persamaan (1.1). Salah satu cara untuk menyelesaiakannya adalah mengalikan
kedua ruas persamaan dengan matriks inversi.
𝐴−1𝐴𝑋 = 𝐴−1𝐵
Karena : 𝐴−1𝐴 = 𝐼, maka 𝑋 = 𝐴−1𝐵
Dengan demikian nilai X dapat dihitung.
Di dalam penyelesaian sistem persamaan linier juga sering digunakan matriks
yang di tingkatkan . misalkan matriks (3 x 3) akan ditingkatkan dengan matriks C
(3 x 1) sehingga berbentuk matriks (3 x 4) menjadi :
𝑎11 𝑎12 𝑎 𝑐1
13


[𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋮ 𝑐2 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33 ⋮ 𝑐3
Sebagian besar permasalahan yang dijumpai dapat digolongkan dalam dua
kategori yaitu suatu sistem persamaan dengan n kecil tetapi sedikit elemen nol,
dan suatu sistem dengan matriks order tinggi (n besar) tetapi banyak mengandung
elemen nol.

b. Metode Eliminasi Gauss


Metode eliminasi Gauss digunakan untuk menyelesaikan sebuah system
persamaan linier dengan mengubah SPL tesebut ke dalam bentuk system persamaan
linier berbentuk segitiga atas, yakni yang semua koefisien di bawah diagonal
utamanya bernilai nol. Bentuk segitiga atas ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan substitusi (penyulihan) balik. Untuk mendapatkan bentuk SPL segitiga
dari SPL yang diketahui, metode eliminasi Gauss menggunakan sejumlah roperasi
Baris Elementer (OBE) :
1. Menukar posisi dua buah persamaan (dua baris matriks augmented).
2. Menambah sebuah persamaan (baris matriks augmented) dengan suatu kelipatan
persamaan lain (baris lain).
3. Mengalikan sebuah persamaan (baris matriks augmented) dengan sebarang
konstanta taknol.
Pemakaian operasi-operasi baris elementer di atas pada sebuah SPL tidak akan
mengubah penyelesaikan SPL yang bersangkutan. Jelas bahwa penyelesaian sebuah
SPL tidak tergantung pada susunan penulisan persamaan, sehingga operasi baris
nomor 1 dapat dipakai. Dalam setiap persamaan, kedua ruas menyatakan nilai yang
sama, sehingga operasi baris nomor 2 dapat digunakan. Demikian pula, operasi baris
nomor 3 menghasilkan persamaan yang ekivalen.
𝑎11 𝑎12 𝑎 𝑏 𝑎11 𝑎12 𝑎 𝑏1
13 1 13

⋮ ⋮
[𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋮ 𝑏2 ] ⟹ [ 𝑎22 𝑎23 ⋮ 𝑏′2 ]
0
𝑎31 𝑎32 𝑎33 ⋮ 𝑏3 0 0 𝑎33 ⋮ 𝑏′′3

𝑥3
𝑏′′3
= 𝑎′′ 33

𝑥2 (𝑏′ 2−𝑎′ 23𝑥3


= 𝑎′22
𝑥1 (𝑏1−𝑎12 𝑥2−𝑎13 𝑥3)
= 𝑎11

Gambar 2.1 Gambaran prosedur hitungan metode eliminasi Gauss.


c. Metode Gauss-Jordan
Metode gauss jordan mirip dengan metode eliminasi Gauss. Dalam metode Gauss-
Jordan Bilangan tak diketahui di eliminasi dari semua persamaan, yang dalam metode
Gauss bilangan tersebut di eliminasi dari persamaan berikutnya. Dengan demikian langkah-
langkah eliminasi menghasilkan matriks identitas, seperti ditunjukan

prosedur hitungan metode Gauss-Jordan.


1 1
𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑏1 1 0 0 𝑥1 = 𝑏∗
𝑏∗


[𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋮ 𝑏2 ] ⟹ 1 0 ⋮ 𝑏∗ ] ⟹ 𝑥2 = 𝑏∗ ]
[0 [
𝑎31 𝑎32 𝑎33 ⋮ 𝑏3 0 0 1 1 = 𝑏∗2
𝑏2∗

3 3

d. Matriks Tridiagonal (Metode Sapuan Ganda)

Dalam penyelesaian sistem persamaan yang berbentuk matriks tridiagonal,


metode penyelesaian langsung sering disebut metode sapuan ganda atau metode
Choleski. Metode ini pemakaiannya mudah dan matriks tridiagonal banyak dijumpai
dalam banyak permasalahan, terutama dalam penyelesaian persamaan diferensial orde
dua.

Jika A matriks nyata, simetris dan definit positif, maka kita dapat menemukan
suatu matriks segitiga bawah L sedemikian hingga 𝐴 = 𝐿 𝐿𝑇. Cara ini dikenal sebagai
faktorisasi Choleski.matriks L dihitung dengan menyelesaikan persamaan-persamaan
𝑟−1 𝑖−1
∑ 𝑙2 + 𝑙2 = 𝑎 = ∑ 𝑙2 𝑙2 + 𝑙 𝑙 =𝑎
𝑟𝑗 𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑗 𝑖𝑗 𝑟𝑖 𝑖 𝑟𝑖
𝑗=1 𝑗=
1

Untuk r = 1, 2, 3, ... , n dan untuk setiap r, i = 1, 2, ..., r – 1.

e. Matriks Inversi
Apabila matriks A adalah bujur sangkar, maka terdapat matriks lain yaitu 𝐴−1,
yang disebut matriks inversi dari A, sedemikian hingga :
𝐴𝐴−1 = 𝐴 −1𝐴 = 𝐼
Dengan I adalah matriks identitas.
Matriks inversi dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem yang berbentuk :
AX = C
X = 𝐴−1 C

Persamaan di atas menunjukan bahwa x dapat di hitung dengan mengalikan


matriks inversi dari koefisien matriks A dengan ruas kanan dari sistem persamaan yaitu C.
Metode Gauss-Jordan dapat di gunakan untuk mencari matriks inversi. Untuk itu
koefisien matriks ditingkatkan dengan matriks identitas. Metode gauss-jordan
digunakan untuk mereduksi koefisien matriks menjadi matriks identitas. Setelah selesai,
sisi kanan dari matriks yang ditingkatkan merupakan matriks inversi. adalah gambaran
prosedur hitungan matriks inversi.

𝑎11 𝑎12 𝑎13


⋮ 1 0 0 1 0 0 ⋮ 𝑎− 1 𝑎− 1 𝑎−1
11 12 13
[𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋮ 0 1 0] ⟹ [0 1 0 ⋮ 𝑎−211 −1
𝑎22 −1
𝑎23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33 ⋮ 0 0 1 0 0 1 ⋮ 𝑎−311 𝑎−321 𝑎−1
33

𝐴 𝐼 𝐼 𝐴−1

f. Metode Iterasi
Metode iterasi lebih baik di banding dengan metode langsung, misalnya untuk matriks
yang tersebar yaitu matriks dengan banyak elemen nol. Metode ini juga dapat
digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan tidak linier. Metode iterasi terbagi
menjadi dua, yaitu metode Jacobi dan Gauss-Seidel.
1. Metode Jacobi
Misalkan terdapat sistem 3 persamaan dengan 3 bilangan tak diketahui :
𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + 𝑎13𝑥3 = 𝑏1
𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + 𝑎23 𝑥3 = 𝑏2
𝑎31 𝑥1 + 𝑎32 𝑥2 + 𝑎33 𝑥3 = 𝑏3

Persamaan pertama dari sistem di atas dapat digunakan untuk menghitung 𝑥1 dan
𝑥 3. Demikian juga persamaan kedua dan ketiga untuk menghitung 𝑥2 dan 𝑥 3,
sehingga didapat :
𝑥1 (𝑏1−𝑎12 𝑥 −𝑎13 𝑥3)
= 𝑎11
𝑥
(𝑏2−𝑎21 𝑥1−𝑎23 𝑥3)
2 =
𝑥3 𝑎22

(𝑏3−𝑎31 𝑥1−𝑎32 𝑥3)


= 𝑎33

Hitungan dimulai dengan nilai perkiraan awal sebarang untuk variabel yang
dicari nilai perkiraan awal tersebut di subtitusikan kedalam ruas kanan dari sistem
persamaan. Selanjutnya nilai variabel yang didapat tersebut disubtitusikan ke ruas
kanan dari sistem lagi untuk mendapatkan nilai perkiraan kedua. Prosedur tersebut
diulangi lagi sampai nilai setiap variabel pada iterasi ke n mendekati nilai pada iterasi
ke n-1. Apabila superskrip n menunjukan jumlah iterasi, maka persamaan (6.2)
dapat ditulis menjadi :

(𝑏1 − 𝑎12 𝑥 𝑛−1 − 𝑎13 𝑥 𝑛−1)


2 3
𝑥1𝑛 =
𝑎11
(𝑏2 − 𝑎21 𝑥1𝑛− 1 − 𝑎 𝑥 3𝑛−1)
𝑥2𝑛 = 23
𝑎
22
(𝑏 − 𝑎31 𝑥1𝑛− 1 − 𝑎 𝑥 2𝑛−1)
𝑥3𝑛 = 3 𝑎 32
33

Iterasi hitungan berakhir setelah :

𝑥 𝑛−1 ≈ 𝑥 𝑛, 𝑥 𝑛−1 ≈ 𝑥 𝑛 dan 𝑥𝑛−1 ≈ 𝑥 𝑛


1 1 2 2, 3 3

atau telah dipenuhi kriteria berikut :

𝑥𝑖 𝑛 − 𝑥 𝑖𝑛−1
𝜀a = | | 100% < 𝜀𝑠
𝑥𝑖𝑛

dengan 𝜀𝑠 adalah batasan ketelitian yang dikehendaki.

2. Metode Gauss-Seidel
Di dalam metode Jacobi nilai 𝑥1 yang dihitung dari persamaan pertama tidak
digunakan untuk menghitung nilai 𝑥2 dengan persamaan kedua. Demikian juga
nilai 𝑥2 tidak digunakan untuk mencari 𝑥3 , sehingga nilai-nilai tersebut tidak
dimanfaatkan. Sebenarnya nilai- nilai baru tersebut labih baik dari nilai-nilai yang
lama. Di dalam metode Gauss Seidel nilai-nilai tersebut dimanfaatkan untuk
menghitung variabel berikutnya.
C. Contoh - Contoh Soal Sistem Persamaan Linear

Contoh 1

Perhatikan SPL

𝑥1 + 3𝑥2 = 5

3𝑥1 + 9𝑥2 = 7

Penyelesaian
Jika persamaan kedua dikurangi tiga kali persamaan pertama maka kita dapatkan 0 = 7 
15. Ini artinya SPL tersebut tidak mempunyai penyelesaian. Apabila kita plot kedua garis
yang menyajikan kedua persamaan linier di atas kita dapatkan dua buah kurva linier yang
tidak berpotongan.

Contoh 2
Selesaikan sistem persamaan berikut dengan metode Gauss Jordan :
3x + y – z = 5
4x + 7y – 3z = 20
2x  2y + 5z = 10
Penyelesaian
Sistem persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut :
3 1 −1 𝑥1 5
[4 7 3 ] [ 𝑥 2 ] = [ 20]
2 −2 5 𝑥3 10
Baris pertama dalam persamaan (2) dibagi dengan elemen pertama dari
persamaan pertama, yaitu 3, sehingga persamaan menjadi
1 0,3333 −0,3333 1,6666
𝑥
[4 7 −3 ][ 𝑦 ] = [ 20 ]
2 −2 5 𝑧 10
Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan kedua, yaitu 4, dan
kemudian dikurangkan terhadap persamaan kedua. Dengan cara yang sama untuk
persamaan ketiga, sehingga didapat :
1 0,3333 −0,3333 𝑥 1,6666
[0 5,6668 −1,6668][𝑦] = [13,3336]
0 −2,6666 5,6666 𝑧 6,6668
Baris kedua dari persamaan di atas dibagi dengan elemen pertama tidak nol dari
baris kedua, yaitu 5,6668, sehingga sistem persamaan menjadi :
1 0,3333 −0,3333 𝑥 1,6666
[0 1 −0,2941][𝑦] = [2,3529]
0 −2,6666 5,6666 𝑧 6,6668
Persamaan kedua dikalikan dengan elemen kedua dari persamaan pertama
(0,3333) dan kemudian dikurangkan terhadap persamaan pertama. Kemudian dengan
cara yang sama untuk persamaan ketiga, sehingga didapat :
1 0 −0,2353 𝑥 0,8824
[0 1 −0,2941] [𝑦] = [ 2,3529 ]
0 0 4,8824 𝑧 12,9410
Persamaan ketiga dibagi dengan elemen pertama tidak nol dari baris ketiga yaitu
4,8824 sehingga persamaan menjadi :
1 0 −0,2353 0,8824
𝑥
[0 1 −0,2941][𝑦] = [2,3529]
0 0 1 𝑧 2,6505
Persamaan ketiga dikalikan elemen ketiga dari persamaan pertama dan kemudian
dikurangkan terhadap persamaan pertama. Kemudian dengan cara yang sama untuk
persamaan kedua, sehingga didapat :
1 0 0 𝑥 1,5061
[0 1 0] [ ] = [3,1324]
𝑦
0 0 1 𝑧 2,6505
Dari sistem persamaan di atas, didapat nilai x, y dan z berikut ini :
x = 1,5061
y = 3,1324
z = 2,6505
Contoh 3
Selesaikan sistem persamaan berikut dengan metode iterasi Jacobi dan Gauss-Seidel.
3x + y – z = 5
4x + 7y  3z = 20
2x  2y + 5z = 10
Penyelesaian
a. Iterasi Jacobi
5−𝑦+𝑧
𝑥=
3
20 − 4𝑥 + 3𝑧
𝑦=
7
10 − 2𝑥 + 2𝑧
𝑧=
7
Langkah pertama dicoba nilai x = y = z = 0 dan dihitung nilai x’, y’, dan z’.
5−0+0
𝑥′ = = 1,66667
3
20 − 0 + 0
𝑦′ = = 2,85714
7

10 − 0 + 0
𝑧= 5 =2
Nilai x’, y’, dan z’ yang diperoleh tidak sama dengan nilai pemisalan. Iterasi dilanjutkan
dengan memasukan nilai x’, y’ dan z’ ke dalam persamaan (2) untuk menghitung x’’, y’’
dan z’’ dan kesalahan yang terjadi.

′′
5 − 2,857714 + 2
𝑥 = 3 = 1,38095

𝜀𝑥 = 1,38095 − 1,66667
100% = 20,69%
1,38095

′′
20 − 4(1,66667) + 3(2)
𝑦 = 7 = 2,76190

𝜀𝑦 = 2,76190 − 2,85714
100% = 3,45%
2,76190

′′
10 − 2(1,66667) + 2(2)
𝑧 = 5 = 2,13333

𝜀𝑧 = 2,13333 − 2
100% = 6,25%
2,13333

b. Iterasi Gauss-Seidel
Langkah pertama dicoba nilai y = z = 0 dan dan dihitung x’ dengan menggunakan
persamaan
(𝑏1 − 𝑎12 𝑥 0 − 𝑎13 𝑥 0)
2 3
𝑥11 =
𝑎11

Menjadi :
5−0+0
𝑥′= = 1,6667
3
(𝑏2−𝑎21 𝑥 −𝑎23
Persamaan 𝑥 1 = 11 0
𝑥 3)digunakan untuk menghitung nilai y’ :
2 𝑎22


20 − 4(1,66667) + 3(0)
𝑦= 7 = 1,90476
(𝑏3−𝑎31
Nilai z’ dihitung dari persamaan 𝑥 1 = 0
𝑥11−𝑎32 𝑥 )
3 𝑎33
2
:


10 − 2(1,66667) + 2(1,90467)
𝑧= 5 = 2,09524

Nilai x’, y’, dan z’ yang diperoleh tidak sama dengan nilai pemisalan. Iterasi
dilanjutkan dengan prosedur di atas untuk menghitung x’’, y’’, dan z’’ dan kesalahan
yang terjadi.

′′
5 − 1,90476 + 2,09524
𝑥 = 3 = 1,73016

𝜀𝑥 = 1,73016 − 1,66667
100% = 3,67%
1,73016

′′
20 − 4(1,73016) + 3(2,09524)
𝑦 = 7 = 2,76644

𝜀𝑦 = 2,76644 − 1, 90476
100% = 31,15%
2,76644

′′
10 − 2(1,73016) + 2(2,76644)
𝑧 = 5 = 2,41451

𝜀𝑧 = 2,41451 − 2,09524
100% = 13,22%
2,41451
BAB III

PENUTU

A. Kesimpulan
Sistem persamaan linier merupakan salah satu model dan masalah matematika
yang banyak dijumpai dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk matematika, statistika,
fisika, biologi, ilmu-ilmu sosial, teknik dan bisnis sistem-sistem persamaan linier muncul
secara langsung dari masalah-masalah nyata. Masalah –masalah tersebut dapat di ubah
dalam bentuk persamaan :
𝑎11 1+ 𝑎12 𝑥2 + … . +𝑎1 = 𝑏1
𝑎21 1+ 𝑎22 𝑥2 + … . +𝑎2 = 𝑏2
.
.
.

𝑎11 𝑥1+ 𝑎𝑛2 𝑥2 + … . +𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑛


Persamaan di atas dapat dicari penyelesaiannya dengan menggunakan matriks,
metode eliminasi Gauss, metode Gauss-Jordan, matriks tridiagonal, matriks inversi
maupun metode iterasi. Masing-masing metode memiliki keunikan tersendiri. Dari
beberapa metode yang ada metode penyelesaian yang paling mudah dan sederhana
digunakan adalah metode iterasi.

B. Saran

Sistem persamaan linier merupakan model matematika yang berkaitan erat dalam
kehidupan kita setiap hari. Oleh dan sebab itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari
secara mendalam cara memecahkan suatu model persamaan linier. Sangat disarankan
kepada para pembaca untuk menambah resensi materi tentang sistem persamaan linear
dari sumber-sumber lain seperti buku diktat atau modul SPL atau internet.
DAFTAR PUSTAKA

http://aning.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/27626/numerik.doc

http://yuliana.lecturer.pens.ac.id/Metode%20N umerik/Teori/MetN um4-SPL.ppt

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131930136/KomputasiN umerikBab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai