Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

PEMBUKTIAN RUMUS MATEMATIKA KELAS XII

OLEH KELOMPOK 5 :

1. EVA MAHARANI
2. HAERIAH
3. HILDA ROMDANI
4. SITI USNAINI
5. SURYADI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HAMZANWAD

2021
PEMBUKTIAN RUMUS MATEMATIKA WAJIB KELAS XII\

Materi :

1. Dimensi Tiga
2. Statistika
3. Peluang
4. Kekongruenan dan Kesebangunan
1. Pembuktian Rumus Dimensi Tiga

DIMENSI TIGA

A. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Dimensi Tiga


Dimensi tiga terbentuk dari 3 elemen yaitu titik, garis, dan
bidang. Titik adalah lukisan tanda noktah yang dibubuhi nama menggunakan
huruf kapital. Suatu titik tidak memiliki besaran dan tidak
berdimensi. Garis adalah himpunan titik-titik yang hanya memiliki ukuran
panjang dan berdimensi satu. Sedangkan bidang adalah himpunan titik-titik
yang memiliki ukuran panjang dan luas, sehingga dikatakan berdimensi
dua. Bidang adalah luasan (bidang datar), dan hanya dapat dibentuk dari :
1. Tiga titik berbeda
2. Satu titik dan satu garis
3. Dua garis yang berpotongan atau sejajar.

Contoh titik, garis, dan bidang digambarkan di bawah ini :


Suatu titik, garis, ataupun bidang memiliki suatu posisi atau kedudukannya
satu sama lain. Kedudukan ini mempunyai syarat-syarat khusus yaitu sebagai
berikut :

B. Kedudukan titik terhadap garis


1. Titik terletak pada garis
Titik berada pada garis karena garis itu melalui titik. Contohnya titik A, P,
dan titik B pada gambar 2.
2. Titik berada di luar garis
Titik berada di luar garis karena garis itu tidak melalui titik. Contohnya
titik

.
C. Kedudukan titik terhadap bidang
Titik berada pada bidang terjadi karena :
1. Bidang melalui titik.
2. Titik berada pada garis yang terletak pada bidang itu.
Contohnya titik P
Titik berada di luar bidang
Titik berada di luar bidang terjadi karena :
1. Bidang tidak melalui titik
2. Titik tidak berada pada garis yang berada pada bidang itu.
Contohnya titik Q

D. Kedudukan garis terhadap bidang adalah sebagai berikut :


1. Garis berada terletak pada bidang contohnya garis AB,AC, dll (gambar
4). Garis berada pada bidang karena ada dua titik yang dilalui garis pada
bidang itu.
2. Garis memotong atau menembus bidang yaitu contohnya garis PQ. Garis
menembus/memotong bidang karena ada satu titik yang dilalui garis pada
bidang itu (titik tembus).
3. Garis sejajar dengan bidang contohnya garis RS. Garis sejajar dengan
bidang karena garis itu sejajar dengan salah satu garis pada bidang itu
atau tidak memiliki satupun titik persekutuan.
E. Kedudukan Bidang terhadap Bidang lain
1. Dua bidang yang saling sejajar.
Dua bidang sejajar apabila tidak ada satupun garis berpotongan bidang
dari kedua bidang.

2. Dua bidang saling berpotongan


Dua bidang berpotongan apabila terdapat garis perpotongan bidang, yaitu
garis persekutuan yang merupakan bagian dari kedua bidang.
3. Dua bidang saling berimpit
Dua bidang saling berimpit ( α, β). Apabila setiap titik yang terletak pada
bidang α juga terletak pada bidang β atau setiap titik yang terletak pada
bidang β juga terletak pada bidang α.

Kedudukan titik, garis dan bidang memiliki suatu


aksioma. Aksioma adalah

sebuah pernyataan dimana pernyataan yang kita terima sebagai suatu


kebenaran

dan bersifat umum. Tanpa perlu adanya pembuktian dari kita sendiri.
Aksioma

terhadap kedudukan garis, dan bidang adalah sebagai berikut :


1. Apabila dua buah bidang berpotongan tegak lurus, maka seluruh garis
dari bidang 1 terhadap bidang 2 juga tegak lurus.
2. Hasil perpotongan dua bidang adalah garis, sedangkan hasil
perpotongan tiga bidang dapat berupa garis atau titik.

F. Proyeksi Titik dan Garis Pada Bidang


Proyeksi adalah proses penjatuhan (pemindahan) titik dan garis pada
suatu bidang. Proyeksi dapat disebut juga dengan pencerminan. Proyeksi
dilakukan dengan cara menjatuhkan titik atau titik tersebut pada garis tegak
lurus terhadap bidang, dan biasanya dilambangkan dengan tanda aksen
(‘). Berikut di bawah ini adalah bentuk-bentuk proyeksi titik atau garis ke
suatu bidang.
G. Jarak dari Titik ke Titik, Titik ke Garis, dan Titik ke Bidang
Jarak adalah panjang ruas garis penghubung kedua bangun itu yang terpendek
dan bernilai positif.
1. Jarak antara titik dan titik
Jarak antara titik A dan titik B adalah panjang ruas garis AB.

2. Jarak antara titik dan garis


Jarak antara titik A dan garis g (titik A terletak di luar garis g) adalah
panjang ruas garis AA’, dengan titik A’ merupakan proyeksi titik A pada
garis g. Dengan perkataan lain jarak antara titik A dan garis g ditentukan
dengan cara menarik garis dari titik A tegak lurus garis g sehingga
memotong garis g dititik A’, maka garis AA’ adalah jarak antara titik A
dan garis g. (lihat gambar 11 (a) ).
Jika garis g terletak pada suatu bidang dan titik A berada di luar
bidang tersebut, maka untuk menentukan jarak antara titik A dan garis g
ditempuh dengan membuat garis AB yang tegak lurus bidang, kemudian
tariklah garis BC yang tegak lurus garis g, sehingga diperoleh panjang
ruas garis AC yang merupakan jarak antara titik A dan garis g. (lihat
gambar 11 (b) ).

3. Jarak antara titik dan bidang


Jarak antara titik A dan bidang α adalah panjang ruas garis AA’. Dengan
titik A’ merupakan proyeksi titik A pada bidang α .
Karena AA’ ⊥ a dan AA’ b maka hasilnya adalah AA’ bidang α

H. Jarak Dua Garis Sejajar, Jarak Garis dan Bidang Yang Sejajar, Jarak
Dua Bidang Sejajar
1. Jarak Dua Garis Sejajar
Jarak antara garis g dan h yang sejajar adalah garis AB, dengan titik A
adalah sebarang titik pada garis g dan titik B merupakan proyeksi titik A
pada garis h.

2. Jarak antara garis dan bidang yang sejajar


Jarak antara garis g dan bidang α = panjang ruas garis AB ( AB tegak
lurus bidang α dan garis g).

3. Jarak dua bidang yang saling sejajar


Bidang α sejajar dengan bidang β maka jarak kedua bidang = panjang
ruas garis AB ( AB tegak lurus dengan kedua bidang).
I. Sudut Antara Garis dan Bidang
Sudut adalah kemiringan yang dihasilkan antara garis dengan garis
atau garis dengan bidang. Sudut pada dimensi tiga biasa disimbolkan dengan
α, β, atau θ. Jika garis b tidak tegak lurus pada bidang α maka sudut antara
garis b dan bidang α adalah sudut lancip yang dibentuk oleh garis g dan
proyeksi garis g pada bidang α.
1. Jika garis B tegak lurus pada bidang α maka sudut antara garis b dan
bidang α adalah 900
2. Jika garis B terletak pada bidang α atau sejajar dengan bidang α maka
sudut antara garis B dan bidang α adalah 00
J. Sudut Antara Dua Bidang
Sudut antara dua bidang (yang berpotongan) adalah sudut yang terbentuk oleh
dua garis pada masing-masing bidang tadi di mana setiap garis itu tegak lurus
pada garis potong kedua bidang tersebut di satu titik.
Garis ( α, β) = perpotongan bidang α dan β.
AB dan BC tegak lurus ( α, β)

Contoh soal dimesnsi tiga

Contoh Soal 1: Jarak Titik dengan Garis

Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. Tentukan jarak antara
titik F dengan diagonal ruang BH.

Pembahasan
Jarak titik F dengan garis BH sama dengan panjang garis PF. Jika luas segitiga BHF
diketahui

Luas BHF = atau Luas BHF = , maka:


Contoh Soal 2: Volume Bangun Ruang

Kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. Titik P dan Q berturut-turut


terletak pada pertengahan FG dan HG. Perpanjangan garis BP, DG dan CG
berpotongan di titik T. Tentukan volume limas T.BCD.

Pembahasan
Sudut CDT sama dengan sudut GQT maka :

Maka luas limas :


Contoh Soal 3: Sudut Pada Bangun Ruang

Kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. Q dan P adalah titik tengah HG
dan FG. Jika adalah sudut yang dibentuk bidang BDPQ dengan bidang ABCD
maka nilai adalah ….

Pembahasan

Berdasarkan soal 2 diketahui , sehingga :


=

Dan

Maka :

= =

Diperoleh :

2. Pembuktian Rumus Statistika


a. Mean ( Rata-rata )
Rumus :

Catatan : untuk pembuktian rumus dari mean tidak dapat


dibuktikan secara deduktif akan tetapi bisa dibuktikan
secara induktihf ( secara langsung ) menggunakan data
yang di sajikan
Contoh :

Nilai Frekuensi (fi) Titik tengah fi.xi


(xi)
47-49 3 48 144
50-52 6 51 306
53-55 8 54 432
56-58 7 57 399
59-61 6 60 360

∑ = 30 ∑ = 1641

Jadi, rata-rata dari data diatas ialah :


∑ 𝑓𝑖.𝑥𝑖
X(rata-rata ) =
𝛴𝑓𝑖
1641
= 30

= 54, 7
b. Median ( Nilai Tengah )
Rumus :

Keterangan :
Tb : Tepi bawah kelas median
n : Banyak Data
fk : Jumlah frekuensi sebelum kelas median
f Me : Frekuensi kelas median
C : Panjang kelas interval median

Dari grfaik diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ;


Me = Tb + Panjang AE
Dapat di lihat dari grafik diatas, segitiga AEB ~ ADC sehingga
𝐴𝐸 𝐵𝐸
=
𝐴𝐷 𝐶𝐷
𝐵𝐸
Dimana AE = AD x
𝐶𝐷

1
BE = 𝑛 – fk
2
CD = frekuensi kelas median = f Me
AD = panjang interval kelas median = C
Jadi,
Me = Tb + AE
𝐵𝐸
Me = Tb + AD x
𝐶𝐷
1
𝑛 – 𝑓𝑘
2
Me = Tb + C
𝑓 𝑀𝑒
c. Modus ( nilai yang sering muncul )
Dari bagan diatas dapat kita simpulkan bahwa
Mo = Tb + BG
Dapat dilihat dari bagan di atas, bahwa segitiga AGC ~ Segitiga DGF
𝐵𝐺 𝐺𝐸
Sehingga, = 𝐹𝐷
𝐴𝐶
Panjang GE dapat di cari dengan C- BG
GE = C- BG
𝐵𝐺 𝐶 − 𝐵𝐺
=
𝑑1 𝑑2
d2 . BG = d1 ( C – BG )
d2 . BG = d1 . C – d1 .BG
d1. BG + d2 . BG = d1 . C
BG ( d1 + d2 ) = d1 . C
𝑑1
BG = C
𝑑1+𝑑2
Dimana BG = Mo
𝑑1
Jadi , Mo = C
𝑑1+𝑑2
3. Pembuktian Rumus Peluang

MATERI : PELUANG

KELAS : XII

❖ PERMUTASI

Definisi 1 [Definisi Permutasi]

Permutasi dari sebuah himpunan dengan objek yang berbeda adalah sebuah susunan
terurut dari objek-objek tersebut. Permutasi – 𝑟 adalah susunan terurut 𝑟 objek dari
sebuah himpunan yang terdiri atas𝑛 objek yang berbeda.

Sebagai contoh: Misalkan S={1,2,3}susunan terurut 3,2,1 adalah sebuah


permutasi dari S sedangkan susunan urutan 3,2 merupakan permutasi-2 dari S.
Banyaknya permutasi−𝑟 dari 𝑛 objek yang berbeda dinotasikan
dengan P(n,r) atau nPr atau Pn,r. Untuk menemukan P(n,r) dapat menggunakan
aturan perkalian

Contoh 1

Misalkan S={a,b,c}, permutasi-2 dari S adalah susunan huruf a,b; a,c; b,a; b,c; c,a;
dan c,b. Akibatnya ada enam permutasi-2 dari himpunan dengan tiga elemen. Dengan
menggunakan aturan perkalian, ada 3 cara untuk memilih elemen pertama dan ada 2
cara untuk memilih elemen kedua pada susunan huruf tersebut. Sehingga banyaknya
susunan huruf adalah P(3,2)=3.2=6
Teorema 1

Jika 𝑛 adalah bilangan bulat positip dan 𝑟 adalah bilangan bulat dengan 1 ≤ 𝑟 ≤ 𝑛,
maka permutasi −𝑟 dari himpunan dengan 𝑛 elemen berbeda adalah
𝑃(𝑛, 𝑟) = 𝑛(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) … (𝑛 − 𝑟 + 1)

Bukti: Kita akan menggunakan aturan perkalian untuk menunjukkan bahwa rumus
tersebut benar. Asumsikan permutasi −𝑟 sebagai aktifitas dengan dengan
panjang 𝑟 langkah. Elemen pertama pada permutasi−𝑟 dapat dipilih dalam 𝑛 cara
(karena ada 𝑛 elemen berbeda dalam himpunan). Selanjutnya ada 𝑛 − 1 cara untuk
memilih elemen kedua pada permutasi−𝑟 (karena ada 𝑛 − 1 elemen yang tersisa
setelah memilih posisi pada elemen pertama). Dengan cara yang sama, ada 𝑛 − 2 cara
untuk memilih elemen ketiga, dan seterusnya hingga 𝑛 − (𝑟 − 1) = 𝑛 − 𝑟 + 1 cara
untuk memilih elemen ke−𝑟. Akibatnya, berdasarkan aturan perkalian:
𝑃(𝑛, 𝑟) = 𝑛(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) … (𝑛 − 𝑟 + 1)
adalah permutasi−𝑟 pada himpunan dengan nn elemen berbeda.
Sebagai catatan, 𝑃(𝑛, 0) = 1 untuk 𝑛 elemen bilangan bulat non negatif karena
pada permutasi tersebut tepat ada satu cara untuk mengurutkan elemen nol yaitu satu
daftar tanpa elemen didalamnya yang disebut daftar kosong.

Akibat
𝑛!
Jika 𝑛 dan 𝑟 adalah bilangan bulat dengan 0 ≤ 𝑟 ≤ 𝑛 maka 𝑃(𝑛, 𝑟) = (𝑛−𝑟)!

Bukti: Sejak 𝑛 dan 𝑟 adalah bilangan bulat dengan 0 ≤ 𝑟 ≤ 𝑛, dengan teorema 1


diperoleh
𝑛!
𝑃(𝑛, 𝑟) = 𝑛(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) … (𝑛 − 𝑟 + 1) =
(𝑛 − 𝑟)!

𝑛! 𝑛!
Karena (𝑛−0)! = 𝑛! =1 dengan 𝑛 bilangan bulat nonnegatif, maka kita telah melihat
𝑛!
bahwa 𝑃(𝑛, 𝑟) = (𝑛−𝑟)! juga berlaku untuk 𝑟 = 0.

Berdasarkan Teorema 1, jika 𝒏 ∈ 𝒁 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝑷(𝒏, 𝒏) = 𝒏!

Contoh2 Jawab: Banyaknya cara memilih tiga


Berapa banyak cara memilih pemenang adalah banyaknya susunan
pemenang pertama, pemenang kedua, terurut tiga elemen dari 100 elemen, yaitu
dan pemenang ketiga dari 100 orang banyaknya permutasi-3 dari himpunan
yang berbeda yang mengikuti sebuah dengan 100 elemen. Akibatnya,
kontes? jawabannya:
P(100,3)=100.99.98=970.200

❖ KOMBINASI

Definisi 2 [Definisi Kombinasi]

Kombinasi dari sebuah himpunan dengan objek yang berbeda adalah sebuah susunan
tidak terurut dari objek-objek tersebut. Kombinasi−𝑟 adalah susunan tak
terurut 𝑟 objek dari sebuah himpunan yang terdiri atas 𝑛 objek yang berbeda.

Sebagai contoh: misalkan S={1,2,3} susunan tak terurut 3,2,1 adalah sebuah
kombinasi dari S sedangkan susunan 3,2 merupakan kombinasi-2 dari S (catatan: 3,2
memiliki kombinasi-2 yang sama dengan 2,3 karena urutan elemen dalam susunan
tidak diperhatikan). Banyaknya kombinasi 𝑟 dari 𝑛 objek yang berbeda dinotasikan
dengan 𝐶(𝑛, 𝑟)𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑛𝐶𝑟

Teorema 2
Banyaknya kombinasi−𝑟 dari himpunan dengan 𝑛 elemen, dimana 𝑛 adalah bilangan
bulat positip dan 𝑟 adalah bilangan bulat dengan 1 ≤ 𝑟 ≤ 𝑛 , adalah
𝑛
𝐶(𝑛, 𝑟) =
𝑟! (𝑛 − 𝑟)!

Bukti: Banyaknya permutasi−𝑟 dari himpunan dengan nn elemen 𝑃(𝑛, 𝑟)dapat


diperoleh dengan membentuk kombinasi−𝑟 himpunan tersebut (𝐶(𝑛, 𝑟)) dan
selanjutnya mengurutkan elemen-elemen pada masing-masing kombinasi−𝑟 yang
dalam hal ini dapat dilakukan dalam 𝑃(𝑟, 𝑟) cara. Akibatnya, berdasarkan aturan
perkalian diperoleh:
𝑃(𝑛, 𝑟) = 𝐶(𝑛, 𝑟). 𝑃(𝑟, 𝑟)

ini mengimplikasikan
𝑛!
𝑃(𝑛,𝑟) (−𝑟)! 𝑛!
𝐶(𝑛, 𝑟) = = 𝑟! = 𝑟!(𝑛−𝑟)!
𝑃(𝑟,𝑟)
(𝑟−𝑟)!

Contoh Jawab:
Berapa banyak cara memilih 5 kartu Karena dalam memilih kartu tidak
dari 52 kartu dan berapa banyak memperhatikan urutan, maka banyaknya
memilih 47 kartu dari 52 kartu? cara memilih 5 kartu dari 52 kartu
52!
adalah 𝐶(52,5) = 5!.47!

sedangkan banyaknya cara memilih 47


kartu dari 52 kartu adalah
52!
𝐶(52,47) = 5!.47!

Dari contoh ini, dapat dilihat bahwa


𝐶(52,5) = 𝐶(52,47) . Ini adalah kasus
khusus untuk kombinasi−𝑟 pada
himpunan dengan nn elemen yang
selanjutnya akan dijabarkan pada Akibat
2

Akibat2

Misalkann dan 𝑟 adalah bilangan bulat nonnegatif dengan r ≤ n maka


C(n, r) = C(n, n − r)

Bukti: Dari Teorema 2:


𝑛!
𝐶(𝑛, 𝑟) =
𝑟! (𝑛 − 𝑟)!

dan
𝑛! 𝑛!
𝐶(𝑛, 𝑛 − 𝑟) = =
(𝑛 − 𝑟)! [𝑛 − (𝑛 − 𝑟)]! (𝑛 − 𝑟)! 𝑟!

Karenanya, 𝐶(𝑛, 𝑟) = 𝐶(𝑛, 𝑛 − 𝑟).

4. Pembuktian Kesebangunan dan Kekongruenan


a. Membuktikan Kesebangunan dan Kekongruenan pada Segitiga:

Teorema dan Contohnya


1. Pada prinsipnya untuk membuktikan bahwa dua bangun datar
dikatakan sebangun jika kita mampu menunjukkan dua hal yaitu 1)
Sudut-sudut yang bersesuaian besarnya sama dan 2) perbandingan
panjang sisi-sisi yang bersesuaian adalah sama. Jika perbandingan
panjang sisi-sisi yang bersesuaian sama dengan 1 maka dua
bangun datar tersebut dikatakan kongruen. Namun, untuk
membuktikan kesebangunan dan kekongruenan pada segitiga, kita
tidak perlu membuktikan satu per satu setiap sisi dan sudut yang
bersesuaian. Ada teorema yang bisa digunakan untuk
membuktikan kesebangunan dan kekongruenan segitiga dengan
lebih efisien. Bagaimana caranya? Mari kta pelajari!

Awalnya untuk membuktikan bahwa dua segitiga tersebut sebangun maka harus
dibuktikan bahwa:

Ternyata untuk membuktikan bahwa kedua segitiga tersebut sebangun tidak perlu
dibandingkan semua panjang sisi dan besar sudut yang bersesuaian. Bagaimana
caranya?
1. Teorema Sisi, Sisi, Sisi ( S – S – S )
Jika perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian dari dua segitiga adalah
sama, maka dua segitiga tersebut sebangun. Kenapa bisa begitu? Karena jika
panjang tiga sisi suatu segitiga diketahui maka hanya ada satu jenis segitiga
yang sesuai dengan apa yang diketahui. Untuk melihat bukti teorema ini
silahkan klik disini.

Contoh Soal 1: Apakah dua segitiga di bawah ini sebangun?

Jawab:

Perhatikan sisi-sisi yang bersesuaian pada segitiga PRQ dan ABC. Perbandingan
panjang sisi yang bersesuaian adalah:

Karena perbandingan panjang sisi yang bersesuaian pada dua segitiga adalah sama
maka menurut teorema S – S – S, segitiga PQR dan ABC sebangun dengan 3/5.

2. Teorema Sudut, Sudut, Sudut, ( Sd – Sd – Sd )


Jika sudut-sudut yang bersesuaian pada dua segitiga besarnya sama maka dua
segitiga tersebut sebangun. Untuk melihat bukti teorema kesebanguna segitiga
Sd – Sd – Sd silahkan klik disini.

Contoh Soal 2:

Diketahui dua segitiga berikut. Buktikan bahwa dua segitiga tersebut sebangun!

Karena sudut-sudut yang bersesuaian besarnya sama maka berdasarkan teorema Sd-
Sd – Sd, segitiga ABC dan PRQ sebangun.

3. Teorema Sisi, Sudut, Sisi ( S – Sd – S )


Jika dua segitiga memiliki dua pasang sisi bersesuaian yang sebanding dan
satu pasang sudut bersesuaian yang sama besar terletak pada masing-masing
segitiga dalam urutan Sisi – Sudut – Sisi maka dua segitiga tersebut adalah
sebangun. Kenapa bisa begitu? Bukti teorema tersebut dapat dilihat pada link
berikut.

Contoh Soal 3:

Diketahui bangun datar sebagai berikut. Panjang CA = 4 cm, AF = 6 cm, EA


= 3 cm, dan BA = 8 cm. Buktikan bahwa segitiga ABC dan segitiga AFE sebangun!
Jawab:

Perhatikan sisi dan sudut yang bersesuaian pada segitiga ABC dan segitiga AFE!

Karena dua segitiga di atas memiliki dua pasang sisi yang bersesuaian dengan
rasio sama dan satu pasang sudut bersesuaian sama besar dengan urutan S – Sd – S
maka segitiga ABC dan AFE sebangun dengan rasio panjang sisi 4/3.

4. Teorema Sudut, Sisi, Sudut ( Sd – S – Sd )


Jika dua segitiga memiliki dua pasang sudut bersesuaian yang sama besar dan
satu pasang sisi bersesuaian yang diketahui perbandingannya, terletak pada
segitiga tersebut dengan urutan Sudut – Sisi – Sudut maka dua segitiga
tersebut sebangun. Untuk bukti teorema ini silahkan klik link berikut.

Contoh Soal 4:

Diketahui bangun segitiga seperti gambar dibawah ini:


Buktikan bahwa segitiga ABC dan segitiga DBA sebangun!

Jawab:

Perhatikan sisi dan sudut yang bersesuaian pada segitiga ABC dan DBA:

Karena dua segitiga di atas memiliki dua pasang sudut bersesuaian yang sama
besar dan satu pasang sisi bersesuaian dengan perbandingan 17/15, terletak pada
segitiga dengan urutan Sudut – Sisi – Sudut, maka segitiga ABC dan DBA sebangun
dengan rasio 17/15.

Teorema-teorema diatas juga berlaku untuk membuktikan kekongruenan pada


dua segitiga. Perbedaannya adalah pada perbandingan sisi yang bersesuaian nilainya
harus 1 atau sisinya sama panjang. Namun, teorema Sudut-Sudut-Sudut tidak dapat
digunakan karena kita tidak dapat mengecek rasio panjang sisi dua segitiga yang
dibuktikan.
Sebenarnya teorema yang dapat digunakan untuk membuktikan kesebangunan dan
kekongruenan pada segitiga masih ada dua yaitu Sudut – Sisi – Sisi dan Sisi- Sudut –
Sudut. Namun, dalam penggunaannya ada syarat tambahan yang berbeda dengan
teorema-teorema di atas.
PEMBUKTIAN RUMUS MATEMATIKA PEMINATAN
Materi :
1. Limit fungsi trigonometri
2. Limit ketakhinggaan fungsi aljabar dan trigonometri
3. Asimtot fungsi aljabar dan trigonometri
4. Turunan fungsi trigonometri
5. Nilai maksimum dan minimum selang kemonotonan dan kemiringan garis
singgung kurva fungsi trigonometri

1. Pembuktian Rumus Limit Fungsi Trigonometri


2. Pembuktian Rumus Ketakhinggaan Fungsi Aljabar Dan Trigonometri
a. Membuktikan rumus limit fungsi tak hingga fungsi aljabar
➢ Bentuk ∞ - ∞
Contoh
Buktikan bahwa

Lim
𝑏−𝑝
X –> ∞ √𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 - √𝑎𝑥 2 + 𝑝𝑥 + 𝑞 = 2√𝑎

Bukti
Lim
X –> ∞ √𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 - √𝑎𝑥 2 + 𝑝𝑥 + 𝑞
= Lim
√𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐 + √𝑎𝑥 2 +𝑝𝑥+𝑞
X –> ∞ √𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 - √𝑎𝑥 2 + 𝑝𝑥 + 𝑞 ( sifat a –
√𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐 + √𝑎𝑥 2 +𝑝𝑥+𝑞
b dan a + b sekawan)

𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐−(𝑎𝑥 2 +𝑝𝑥+𝑞)
= lim X –> ∞ [sifat (√𝒎 + √𝒏 ) (√𝒎 - √𝒏 )
√𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐 + √𝑎𝑥 2+𝑝𝑥+𝑞
=m–n]

= lim
𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐−𝑎𝑥 2 −𝑝𝑥−𝑞
X –> ∞
√𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐 + √𝑎𝑥 2+𝑝𝑥+𝑞
= lim
𝑏𝑥+𝑐−𝑝𝑥−𝑞
X –> ∞
√𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐 + √𝑎𝑥 2 +𝑝𝑥+𝑞
= lim
(𝑏−𝑝)𝑥+𝑐−𝑞
X –> ∞ sifat [ mx – nx = (m-n) x ]
√𝑎𝑥 2 +𝑏𝑥+𝑐 + √𝑎𝑥 2 +𝑝𝑥+𝑞

= lim
(𝑏−𝑝)𝑥 (𝑐−𝑞)
𝑥( + ) 𝒎 𝒏
𝑥 𝑥
X –> ∞ sifat m + n = r ( 𝒓 + 𝒓 )
𝑎𝑥2 𝑏𝑥 𝑐 𝑎𝑥2 𝑝𝑥 𝑞
√𝑥 2 ( 2 + 2 + 2) + √𝑥 2 ( 2 + 2 + 2 )
𝑥 𝑥 𝑥 𝑥 𝑥 𝑥

= lim
(𝑐−𝑞)
𝑥 ((𝑏−𝑝)+ 𝑥 )
X –> ∞ 𝑏 𝑐 𝑝 𝑞
√𝑥 2 (𝑎+ + 2 ) + √𝑥 2 (𝑎+ + 2 )
𝑥 𝑥 𝑥 𝑥

= lim
(𝑐−𝑞)
𝑥 ((𝑏−𝑝)+ 𝑥 )
X –> ∞ sifat √𝒎 𝒙 𝒏 = √𝒎 x
𝑏 𝑐 𝑝 𝑞
√𝑥 2 √(𝑎+ + 2 ) + √𝑥 2 √(𝑎+ + 2 )
𝑥 𝑥 𝑥 𝑥

√𝒏

= lim
(𝑐−𝑞)
𝑥 ((𝑏−𝑝)+ 𝑥 )
X –> ∞ sifat √𝒎𝟐 = m
𝑏 𝑐 𝑝 𝑞
𝒙√ (𝑎+𝑥+ 2 ) + 𝒙√ (𝑎+𝑥 + 2 )
𝑥 𝑥

= lim
(𝑐−𝑞)
𝑥 ((𝑏−𝑝)+ 𝑥 )
X –> ∞ sifat xm + xn = x (m + n)
𝒃 𝒄 𝒑 𝒒
𝒙 (√(𝒂+𝒙+ 𝟐 )+√(𝒂+𝒙+ 𝟐 ))
𝒙 𝒙

= lim
(𝑐−𝑞)
((𝑏−𝑝)+ )
𝑥
X –> ∞ 𝑏 𝑐 𝑝 𝑞
√ (𝑎+ + 2 ) + √(𝑎+ + 2 )
𝑥 𝑥 𝑥 𝑥

(𝑐−𝑞)
((𝑏−𝑝)+ )

=
𝑏 𝑐 𝑝 𝑞
√ (𝑎+ + 2 ) + √(𝑎+ + 2 )
∞ ∞ ∞ ∞

(𝑏−𝑝)+0
=
√ 𝑎+0+0 + √𝑎+0+0

𝑏−𝑝 𝑏−𝑝
= = 2√ 𝑎
√ 𝑎 + √𝑎

Jadi,
Lim
𝑏−𝑝
X –> ∞ √𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 - √𝑎𝑥 2 + 𝑝𝑥 + 𝑞 = 2√𝑎 (terbukti)

3. Pembuktian Rumus Asimtot Fungsi Aljabar Dan Trigonometri


A. Asimtot Miring Fungsi Aljabar
𝑓(𝑥)
Suatu fungsis y = kemungkinan akan memiliki asimtot miring jika
𝑔(𝑥)

pangkat tertinggi pembilangnya harus lebih besar dari pangkat tertinggi


penyebutnya. Hasil bagi f (x) dengan g(x) di sebut sebagai persamaan
asimtot dengan syarat hasil bagi tersebut harus berderajat satu (fungsi
linear ). Artinya dapat disimpulkan pangkat tertinggi pembilangnya harus
lebih dari satu pangkat tertinggi penyebutnya.
Langkah- langkah dalam menentukan persamaan asimtot miring fungsi y
𝑓(𝑥)
= yaitu kita bagi dulu f(x) dengan g(x). misalkan hasil bagi dari f(x)
𝑔(𝑥)

dan g(x) itu yaitu H(x)= ax + b, dan sisanya S(x). dapat kita tuliskan:
𝑓(𝑥) 𝑆(𝑥)
= 𝐻(𝑥) + 𝑔(𝑥)
𝑔(𝑥)
𝑓(𝑥) 𝑆(𝑥)
= (𝑎𝑥 + 𝑏) + 𝑔(𝑥)
𝑔(𝑥)
Maka persamaan asimtot miringnya adalah y = ax +b
4. Pembuktian Rumus Turunan Fungsi Trigonometri
a. Turunan fungsi sinus
f(x) = sin x
f(x+h) = sin (x+h)

f’ (x) = lim
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
h–>0

= lim
𝑠𝑖𝑛(𝑥+ℎ)−𝑠𝑖𝑛(𝑥)
h–>0

= lim
sin 𝑥 cos ℎ+cos 𝑥 sin ℎ−sin 𝑥
h–>0

= lim
sin 𝑥 cos ℎ−sin 𝑥+cos 𝑥 sin ℎ
h–>0

= lim
sin 𝑥 (cos ℎ−1)+cos 𝑥 sin ℎ
h–>0

= lim
cos ℎ−1 sin ℎ
h–>0 [sin 𝑥 + cos 𝑥 ]
ℎ ℎ

= sin x lim cos x lim


cos ℎ−1 sin ℎ
h–>0 + h–>0
ℎ ℎ

= (sin x) (0) + (cos x) (1) = cos x

b. Turunan fungsi cosinus

(x) = cos x
f(x+h) = cos (x+h)

f’ (x) = lim
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
h–>0

= lim
𝑐𝑜𝑠(𝑥+ℎ)−𝑐𝑜𝑠(𝑥)
h–>0

= lim
cos 𝑥 cos ℎ−sin 𝑥 sin ℎ−cos 𝑥
h–>0

= lim
cos 𝑥 cos ℎ−cos 𝑥−sin 𝑥 sin ℎ
h–>0

= lim
cos 𝑥 (cos ℎ−1)−sinx sinh
h–>0

= lim
cos ℎ−1 sin ℎ
h–>0 [cos 𝑥 − sin 𝑥 ]
ℎ ℎ

= cos x lim sin x lim


cos ℎ−1 sin ℎ
h–>0 - h–>0
ℎ ℎ
= (cos x) (0) - (sin x) (1) = - sin x

c. Turunan Fungsi Tan x


𝑢 𝑢′ .𝑣−𝑢.𝑣′
F(x)= 𝑣 , maka f’(x)= 𝑉2
Jika f(x)=tan x, amka:
sin 𝑥
F(x)=tan x=cos 𝑥,
Misal : u= sin x
v= cos x
u’= cos x
v’= -sin x
𝑢′ .𝑣−𝑢.𝑣′
f’x = 𝑉2
cos 𝑥.cos 𝑥−(𝑠𝑖𝑛𝑥).(− sin 𝑥)
= 𝑐𝑜𝑠2 x
𝑐𝑜𝑠2 x+𝑠𝑖𝑛2 x
=
𝑐𝑜𝑠2 x
1
=𝑐𝑜𝑠2 x
=sec2x
d. Turunasn Fungsi sec x
1
sec x=cos 𝑥
Jika f(x)=sec x, maka:
1
F(x)= sec x=cos 𝑥
Misal : u= 1
v= cos x
u’= 0
v’= -sin x
𝑢′ .𝑣−𝑢.𝑣′
f’x = 𝑉2
0.cos 𝑥−1.(sin 𝑥)
= 𝑐𝑜𝑠2 x
1.sin x
= 𝑐𝑜𝑠2 x
1 sin x
= .
cos x cos x
= sec x. tan x
e. Turunan Fungsi csc x
1
cesc x=sin 𝑥
Jika f(x)=csc x, maka:
1
F(x)= csc x=sin 𝑥
Misal : u= 1
v= sin x
u’= 0
v’= cos x
𝑢′ .𝑣−𝑢.𝑣′
f’x = 𝑉2
0.sin 𝑥−1.(cos 𝑥)
= 𝑠𝑖𝑛2 x
−1.cos x
= 𝑠𝑖𝑛 2 x
−1 cos x
=sin x. sin x
= -csc x. cot x
f. Turunan Fungsi cot x
Jika f(x)=cot x, maka:
cos 𝑥
F(x)= cot x=
sin 𝑥
Misal : u= cos x
v= sin x
u’= -sin x
v’= cos x
𝑢′ .𝑣−𝑢.𝑣′
f’x = 𝑉2
− sin 𝑥.sin 𝑥−cos 𝑥.cos 𝑥
= 𝑠𝑖𝑛2 x
−𝑠𝑖𝑛 2 x−𝑐𝑜𝑠2 x
= 𝑠𝑖𝑛2 x
−(𝑠𝑖𝑛 2 x+𝑐𝑜𝑠2 x)
= 𝑠𝑖𝑛2 x
−1
=𝑠𝑖𝑛2x
= -csc2x
5. Pembuktian Rumus Nilai Maksimum dan MinimumFungsi Trigonometri

NILAI MAKSIMUM dan MINIMUM

• Menentukan nilai maksimum dan minimum funsi yang berbentuk


𝑓(𝑥) = 𝑎 sin 𝑥 + 𝑏𝑐𝑜𝑠 𝑥

Nilai maksimum dan minimum diperoleh jika 𝑓 ′ (𝑥) = 0


𝑓 ′ (𝑥) = 𝑎 cos 𝑥 − 𝑏 sin 𝑥 𝑎 cos 𝑥 − 𝑏 sin 𝑥 = 0
𝑎 cos 𝑥 = 𝑏 sin 𝑥 (𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑟𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑏 cos 𝑥)
𝑎 sin 𝑥 𝑎
= 𝑐𝑜𝑠𝑥 𝑡𝑎𝑛𝑥 = 𝑏
𝑏
Untuk a, b>0
𝑎
𝑠𝑖𝑛𝑥 =
√𝑎2 + 𝑏2
𝑏
𝑐𝑜𝑠𝑥 =
√𝑎2 + 𝑏2
𝑎. 𝑎 𝑏. 𝑏
𝑓(𝑥) = +
√𝑎2 + 𝑏2 √𝑎2 + 𝑏2
𝑎.𝑎 𝑏.𝑏 𝑎2 +𝑏2
𝑓(𝑥) = √𝑎2 + √𝑎2 = = √𝑎2 + 𝑏2
+𝑏2 +𝑏2 √𝑎2 +𝑏2
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑎, 𝑏 > 0
−𝑎
𝑠𝑖𝑛𝑥 =
√𝑎2 + 𝑏2

−𝑏
𝑐𝑜𝑠𝑥 =
√𝑎2 + 𝑏2
𝑎. (−𝑎) 𝑏. (−𝑏) −𝑎2 + −𝑏2
𝑓(𝑥) = + = = −√𝑎 2 + 𝑏 2
√𝑎2 + 𝑏2 √𝑎2 + 𝑏2 √𝑎2 + 𝑏2

Anda mungkin juga menyukai