Anda di halaman 1dari 134

BAHAN AJAR

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA


MAT210/3 SKS/ MODUL 1 – MODUL 6

Penyusun
Windarto

Departemen Matematika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
2013

i
Kata Pengantar

Segala puji syukur bagi Alloh, Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Penulis
memanjatkan syukur kepada-Nya. Atas rahmat dan karunia-Nya semata, Penulis
dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad dan ahlul bait (keluarga) beliau.
Mata kuliah Persamaan Diferensial Biasa (MAT210) merupakan salah satu
mata kuliah wajib bagi mahasiswa S1 Matematika Universitas Airlangga. Mata kuliah
ini mempunyai beban kredit 3 SKS, dan diberikan kepada mahasiswa S1 Matematika
pada semester ketiga. Melalui perkuliahan persamaan diferensial biasa, mahasiswa
diharapkan dapat menjelaskan keterkaitan antara matematika dengan bidang sains
dan rekayasa. Hal ini mengingat bahwa banyak fenomena fisis dalam bidang sains dan
rekayasa yang dapat dimodelkan ke dalam suatu model matematika yang berbentuk
persamaan diferensial biasa atau sistem persamaan diferensial biasa.
Penulis berharap semoga bahan ajar ini dapat memudahkan mahasiswa,
khususnya mahasiswa program S1 Matematika Universitas Airlangga dalam
mengikuti perkuliahan Persamaan Diferensial Biasa. Mahasiswa dapat membaca
materi perkuliahan dan berlatih memecahkan soal-soal latihan yang terdapat dalam
bahan ajar ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Fatmawati, Dr. Miswanto,
Ahmadin, M.Si. atas kerja sama yang baik dalam penyelenggaraan perkuliahan
Persamaan Diferensial Biasa di Program Studi S1 Matematika Universitas Airlangga.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan dosen di Program Studi
S1 Matematika Universitas Airlangga atas rasa kekeluargaan yang tinggi. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada isteri dan putera-puteri Penulis atas dukungan
yang diberikan kepada Penulis selama ini. Jazaakumullahu khairan katsiran. Semoga
Alloh memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda.

Surabaya, 25 September 2013


Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………….. ii
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………… iii
Modul 1 Pengantar Persamaan Diferensial Dalam Bidang Sains …………………… 1
1.1 Definisi dan Klasifikasi Persamaan Diferensial ……………………………………… 1
1.2 Daerah Definisi dan Solusi Persamaan Diferensial ………………………………… 5
1.3 Persamaan Diferensial dengan Nilai Awal ……………………………………………… 7
1.4 Model Matematika Berbentuk Persamaan Diferensial dalam Bidang Sains 9
Modul 2 Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu ………………………………………… 18
2.1 Persamaan Diferensial Variabel Terpisah ……………………………………………… 18
2.2 Persamaan Diferensial Homogen …………………………………………………………… 22

2.3 Persamaan Diferensial Eksak ………………………………………………………………… 25


2.4 Faktor Integrasi …………………………………………………………………………………… 29
2.5 Persamaan Diferensial Linear Orde Satu ……………………………………………….. 32
2.6 Persamaan Bernoulli …………………………………………………………………………….. 36
Modul 3 Persamaan Diferensial Biasa Linear Orde Dua ………………………………… 38
3.1 Pendahuluan: Teori tentang Persamaan Diferensial Biasa Linear ……………. 38
3.2 Persamaan Diferensial Linear Orde Dua Homogen Koefisien Konstan …….. 45
3.3 Metode Koefisien Tak Tentu Untuk Persamaan Diferensial Tak Homogen 49
3.4 Metode Variasi Parameter ……………………………………………………………………… 56
3.5 Persamaan Cauchy-Euler ……………………………………………………………………….. 60
Modul 4 Transformasi Laplace …………………………………………………………………….. 67
4.1 Definisi dan Sifat Transformasi Laplace ………………………………………………….. 67
4.2 Sifat Translasi pada Transformasi Laplace ……………………………………………… 71
4.3 Transformasi Laplace dari Turunan Suatu Fungsi …………………………………… 75
4.4 Invers Transformasi Laplace dan Sifat Invers Transformasi Laplace ……….. 78
4.5 Aplikasi Transformasi Laplace ……………………………………………………………….. 80
Modul 5 Aplikasi Persamaan Diferensial Biasa Orde Dua ………………………………. 84
5.1 Gerak pada Sistem Massa-Pegas …………………………………………………………….. 84
Modul 6 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear ……………………………………... 100
6.1 Pendahuluan …………………………………………………………………………………………. 100
6.2 Teori Dasar tentang Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Satu ……….. 107
6.3 Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Satu Homogen Koefisien Konstan …. 113
6.4 Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Satu Non Homogen Koefisien 125
Konstan ……………………………………………………………………………………………………….
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………………….. 131

iii
iv
MODUL 1
Pengantar Persamaan Diferensial Dalam Bidang Sains

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memperoleh capaian


pembelajaran sebagai berikut:
(1) Mahasiswa dapat menjelaskan definisi-definisi dasar yang terkait dengan
persamaan diferensial, termasuk menentukan orde suatu persamaan diferensial,
menentukan apakah persamaan diferensial merupakan persamaan diferensial linear
atau tak linear.
(2) Mahasiswa dapat menentukan apakah suatu fungsi merupakan penyelesaian
(solusi) dari suatu persamaan diferensial biasa.
(3) Mahasiswa dapat menentukan apakah suatu fungsi merupakan penyelesaian
(solusi) dari suatu persamaan diferensial biasa dengan nilai awal.
(4) Mahasiswa dapat menjelaskan dan menurunkan kembali beberapa model
persamaan diferensial dalam bidang sains.

1.1. Definisi dan Klasifikasi Persamaan Diferensial

Inti suatu atom terdiri dari proton dan netron, kecuali inti atom hidrogen
𝐻11 yang hanya terdiri dari satu proton. Sebagian inti atom tersebut tidak stabil, yaitu
atom tersebut meluruh dan berubah menjadi atom lainnya. Inti atom yang tidak stabil
tersebut dinamakan bersifat radoaktif. Salah satu contoh atom radioaktif adalah
Radium-226 atau Ra-226 (𝑅𝑎226 ) yang meluruh menjadi atom Radon-222 atau Rn-222
yang berupa gas. Misalkan y(t) menyatakan banyaknya atom suatu zat radioaktif pada
saat t. Berdasarkan pengamatan empiris, nilai y(t) memenuhi persamaan
𝑑𝑦
𝑦̇ = 𝑑𝑡
= −𝑘𝑦, 𝑘 > 0. (1.1)

Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri. Misalkan z(t) menyatakan
banyaknya bakteri pada saat t. Ketika kondisi lingkungan masih mendukung
perkembangbiakan bakteri, laju pertumbuhan banyaknya bakteri pada saat t dapat
dihampiri dengan persamaan
𝑑𝑧
𝑧̇ = 𝑑𝑡
= 𝑘𝑧, 𝑘 > 0. (1.2)

Persamaan (1.1) dan (1.2) merupakan beberapa contoh persaman diferensial.


Persamaan diferensial dapat didefinisikan sebagai berikut.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 1


Definisi 1.1 Persamaan Diferensial
Suatu persamaan yang mengandung turunan suatu variabel dependen terhadap
satu atau lebih variabel independen dinamakan dengan persamaan diferensial.
Suatu persamaan diferensial dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe persamaan
diferensial, orde (tingkat) persamaan diferensial, dan tinjauan apakah suatu persamaan
diferensial merupakan persamaan diferensial linear atau persamaan diferensial tak
linear.

Tipe/Jenis Persamaan Diferensial

Berdasarkan tipenya, persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua jenis,


yaitu persamaan diferensial biasa (ordinary differential equation) dan persamaan
diferensial parsial (partial differential equation). Jika suatu persamaan diferensial hanya
mepunyai satu variabel independen (artinya turunan pada persamaan diferensial
tersebut merupakan turunan biasa), maka persamaan diferensial tersebut dinamakan
persamaan diferensial biasa. Berikut diberikan beberapa contoh persamaan diferensial
biasa.
Contoh 1.1. Beberapa contoh persamaan diferensial biasa
𝑑𝑦
(a) 𝑑𝑥 − 𝑦 = 𝑥 atau 𝑦 ′ − 𝑦 = 𝑥 .

(b) 𝑦 ′′ + 4𝑦 = 0.
𝑑𝑥 𝑑𝑦
(c) 𝑥̇ = 𝑑𝑡
= 3𝑥 − 2𝑦; 𝑦̇ = 𝑑𝑡
= 2𝑥 − 2𝑦.

Persamaan diferensial yang memuat turunan parsial satu atau lebih variabel dependen
terhadap satu atau lebih variabel independen dinamakan persamaan diferensial parsial
(partial differential equation). Berikut diberikan beberapa contoh persamaan diferensial
parsial.
Contoh 1.2. Beberapa contoh persamaan diferensial parsial
𝜕𝑢 𝜕𝑢
(a) 𝜕𝑡 + 𝜕𝑥 = 0 atau 𝑢𝑡 + 𝑢𝑥 = 0.
𝜕𝑢 𝜕2 𝑢
(b) 𝜕𝑡 = 𝜕𝑥 2 .
𝜕2 𝑢 𝜕2 𝑢
(c) 𝜕𝑡 2
= 𝜕𝑥 2 .

Orde (Tingkat) Suatu Persamaan Diferensial


Persamaan diferensial (baik persamaan diferensial biasa atau persamaan
diferensial parsial) juga dapat diklasifikasikan berdasarkan orde persamaan diferensial
tersebut. Orde suatu persamaan diferensial adalah orde turunan tertinggi pada
persamaan diferensial tersebut. Persamaan diferensial pada Contoh 1.1.a, Contoh 1.1.c,

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 2


dan Contoh 1.2.a merupakan persamaan diferensial orde satu, karena turunan tertinggi
pada persamaan diferensial tersebut adalah turunan pertama. Persamaan diferensial
pada Contoh 1.1.b, Contoh 1.2.b, dan Contoh 1.2.c merupakan persamaan diferensial
orde dua, karena turunan tertinggi pada persamaan diferensial tersebut merupakan
turunan kedua.

Persamaan diferensial biasa orde satu dapat dituliskan dalam bentuk:

(i) Bentuk diferensial, yaitu 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦) = 0. (1.3)


𝑑𝑦
(ii) Bentuk normal, yaitu 𝑑𝑥 = 𝑓(𝑥, 𝑦). (1.4)

Persamaan diferensial biasa orde n dapat dituliskan ke dalam bentuk:


(i) Bentuk umum, yaitu 𝐹�𝑥, 𝑦 ′ , 𝑦 ′′ , . . . , 𝑦 (𝑛) � = 0. (1.5)
𝑑𝑛 𝑦
(ii) Bentuk normal, yaitu 𝑑𝑥 𝑛 = 𝑓�𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , . . . , 𝑦 (𝑛−1) �. (1.6)

Klasifikasi Persamaan Diferensial Biasa (PDB): PDB Linear dan PDB Tak Linear
Persamaan diferensial dapat diklasifikasikan menjadi persamaan diferensial
linear dan persamaan diferensial tak linear. Persamaan diferensial biasa orde n dalam
(1.5) dikatakan linear jika F merupakan fungsi linear dalam 𝑦, 𝑦 ′ , 𝑦 ′′ , . . . , 𝑦 (𝑛) . Dengan
perkataan lain, persamaan diferensial biasa dalam (1.5) dikatakan persamaan
diferensial linear jika (1.5) dapat dituliskan ke dalam bentuk
𝑎𝑛 (𝑥)𝑦 𝑛 + 𝑎𝑛−1 (𝑥)𝑦 𝑛−1 +. . . +𝑎2 (𝑥)𝑦 ′′ + 𝑎1 (𝑥)𝑦 ′ + 𝑎0 (𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥). (1.7)
Persamaan diferensial biasa orde satu dan orde dua berturut-turut dapat dituliskan ke
dalam bentuk
𝑎1 (𝑥)𝑦 ′ + 𝑎0 (𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), (1.8)
dan
𝑎2 (𝑥)𝑦 ′′ + 𝑎1 (𝑥)𝑦 ′ + 𝑎0 (𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥). (1.9)
Berdasarkan (1.7), persamaan diferensial biasa linear mempunyai ciri:
(i) Variabel dependen y dan semua turunan y yaitu 𝑦 ′ , 𝑦 ′′ , . . . , 𝑦 (𝑛) dalam bentuk linear,
yaitu y dan semua turunan y berpangkat satu.
(ii) Koefisien y dan semua turunan y, yaitu 𝑎0 (𝑥), 𝑎1 (𝑥), . . . , 𝑎𝑛 (𝑥)berupa konstanta atau
fungsi dengan variabel bebas x.
Oleh karena itu, persamaan diferensial biasa pada contoh berikut merupakan
persamaan diferensial tak linear.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 3


Contoh 1.3 Beberapa contoh persamaan diferensial biasa tak linear
𝑑𝑦
(a) 𝑦 𝑑𝑥 + 𝑥 = 0.
𝑑2 𝑦
(b) 𝑑𝑥 2 + sin 𝑦 = 0.
𝑑4 𝑦
(c) 𝑑𝑥 4 + 𝑦 2 = 0.

Persamaan diferensial pada Contoh 1.3.a merupakan persamaan diferensial biasa tak
linear orde satu, karena ada suku perkalian antara y dan turunan y (koefisien turunan
𝑑𝑦
pertama y, yaitu koefisien 𝑑𝑥 bukan fungsi dari variabel independen x). Persamaan

diferensial pada Contoh 1.3.b merupakan persamaan diferensial tak linear orde dua,
karena ada suku sin y yang merupakan suku tak linear. Persamaan diferensial pada
Contoh 1.3.c merupakan persamaan diferensial tak linear orde empat, karena ada suku
y2 yang merupakan suku tak linear.

Latihan 1.1
Tentukan apakah persamaan diferensial berikut merupakan persamaan diferensial
linear atau persamaan diferensial tak linear. Tentukan juga orde dari persamaan
diferensial tersebut.
1) (1 − 𝑥)𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 = sin 𝑥.
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
2) 𝑥 𝑑𝑥 2 − 𝑑𝑥 + 𝑦 2 = 0.
𝑑3 𝑦 𝑑2 𝑦
3) 𝑡 3 𝑑𝑡 3 − 𝑡 2 𝑑𝑡 2 + 6𝑦 = 0.
𝑑2 𝑢 𝑑𝑢
4) 𝑑𝑟 2
+ 𝑑𝑟 + 𝑢 = cos 𝑟.

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦 2
5) 𝑑𝑥 2
= �1 + �𝑑𝑥 � .

𝑑2 𝑅 1
6) 𝑑𝑡 2
= √1+𝜀𝑅2 , dengan ε suatu konstanta positif.
𝑑2 𝑢 𝑑𝑢
7) 𝑑𝑟 2
+ 𝑑𝑟 + 𝑢 = cos 𝑟.
𝑥̇ 2
8) 𝑥̈ − �1 − � 𝑥̇ + 𝑥 = 0.
2
𝑑𝑃 𝑃
9) 𝑑𝑡
= 𝑎𝑃 �1 − 𝐾�, dengan a dan K adalah suatu konstanta positif.

10) 𝑚𝑥̈ + 𝑙𝑥̇ + 𝑘𝑥 = 0, dengan m, l, dan k adalah suatu konstanta positif.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 4


1.2. Daerah Definisi dan Solusi Persamaan Diferensial

Daerah Definisi dari Suatu Persamaan Diferensial Biasa


Misalkan diberikan suatu persamaan diferensial biasa orde n. Dalam bentuk
normal, persamaan diferensial biasa tersebut dituliskan dalam (1.6), yaitu:
𝑑𝑛 𝑦
𝑑𝑥 𝑛
= 𝑓�𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , . . . , 𝑦 (𝑛−1) �. (1.10)

Himpunan semua nilai x sehingga persamaan diferensial biasa pada (1.9) terdefinisi
dengan baik dinamakan dengan daerah definisi persamaan diferensial biasa tersebut.
Biasanya, daerah definisi suatu persamaan diferensial biasa berupa suatu interval buka.
Berikut diberikan beberapa contoh terkait penentuan daerah definisi suatu persamaan
diferensial biasa.
Contoh 1.4. Tentukan daerah definisi (yang mungkin) pada persamaan
diferensial biasa berikut
𝑑𝑦
(a) 𝑑𝑥 − 𝑦 = 𝑥.
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
(b) 𝑥 2 𝑑𝑥 2 + 4𝑥 𝑑𝑥 + 2𝑦 = 0.
𝑑𝑦
(c) 𝑦 𝑑𝑥 + 𝑥 = 0.

Penyelesaian:
𝑑𝑦
(a) Persamaan diferensial 𝑑𝑥 − 𝑦 = 𝑥 terdefinisi dengan baik untuk setiap bilangan real

x (𝑥 ∈ 𝑅). Akibatnya, daerah definisi persamaan diferensial tersebut adalah


himpunan semua bilangan real.
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
(b) Persamaan diferensial 𝑥 2 𝑑𝑥 2 + 4𝑥 𝑑𝑥 + 2𝑦 = 0. terdefinisi dengan baik asalkan

𝑥 ≠ 0. Akibatnya daerah definisi persamaan diferensial tersebut adalah salah satu


dari interval buka {𝑥 ∈ 𝑅: 𝑥 > 0} atau {𝑥 ∈ 𝑅: 𝑥 < 0}.
𝑑𝑦
(c) Persamaan diferensial 𝑦 𝑑𝑥 + 𝑥 = 0. terdefinisi dengan baik asalkan 𝑦 ≠ 0 .

Akibatnya, daerah definisi persamaan diferensial tersebut adalah 𝑥 ∈ 𝑅: 𝑦(𝑥) ≠ 0.


Catatan: Untuk mendapatkan daerah definisi persamaan diferensial pada Contoh 1.4.c
secara eksplisit, solusi eksplisit persamaan diferensial tersebut perlu ditentukan
terlebih dahulu.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 5


Solusi (Penyelesaian) Persamaan Diferensial Biasa
Misalkan diberikan suatu persamaan diferensial biasa orde n dengan variabel
bebas x dan terdefinisi pada suatu himpunan buka 𝐵 ⊆ 𝑅 yaitu:
𝑑𝑛 𝑦
𝑑𝑥 𝑛
= 𝑓�𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , . . . , 𝑦 (𝑛−1) �. (1.11)

Misalkan diberikan suatu fungsi g, 𝑔: 𝐵 ⊆ 𝑅 → 𝑅 yang memenuhi kondisi:


(1) Turunan pertama, kedua, sampai turunan ke n dari g terdefinisi pada interval buka
B ⊆ R,
(2) Fungsi g memenuhi persamaan diferensial biasa (1.11), artinya jika fungsi g
disubtitusikan ke dalam variabel y pada kedua ruas (1.11) akan menghasilkan suatu
identitas;
maka fungsi g tersebut merupakan penyelesaian persamaan diferensial biasa orde n pada
(1.11). Berikut diberikan beberapa contoh terkait pengecekan bahwa suatu fungsi
merupakan penyelesaian dari suatu persamaan diferensial biasa.
Contoh 1.5. Verifikasilah bahwa fungsi yang ditunjukkan di sebelah kanan
persamaan diferensial merupakan penyelesaian persamaan diferensial tersebut.
(a) 𝑦 ′ + 𝑦 = 0; 𝑦 = 𝑒 −𝑥 .
(b)𝑦 ′′ + 4𝑦 = 0; 𝑦 = sin 2𝑥.
𝑑𝑦 −𝑥
(c) 𝑑𝑥 = 𝑦
; 𝑥 2 + 𝑦 2 = 9.

Penyelesaian:
(a) Diketahui 𝑦 = 𝑒 −𝑥 , sehingga 𝑦 ′ = −𝑒 −𝑥 . Akibatnya 𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑒 −𝑥 + (−𝑒 −𝑥 ) = 0.
Oleh karena itu terbukti bahwa 𝑦 = 𝑒 −𝑥 merupakan penyelesaian dari
persamaan diferensial 𝑦 ′ + 𝑦 = 0.
(b) Diketahui 𝑦 = sin 2𝑥, sehingga 𝑦 ′ = 2 cos 2𝑥 dan 𝑦 ′′ = −4 sin 2𝑥. Akibatnya
𝑦 ′′ + 4𝑦 = −4 sin 2𝑥 + 4 sin 2𝑥 = 0.Oleh karena itu terbukti bahwa 𝑦 = sin 2𝑥
merupakan penyelesaian dari persamaan diferensial 𝑦 ′′ + 4𝑦 = 0.
(c) Diketahui 𝑥 2 + 𝑦 2 = 9, sehingga dengan mendiferensialkan kedua ruas terhadap
𝑑𝑦 −𝑥
x diperoleh 2𝑥 + 2𝑦𝑦 ′ = 0. Akibatnya, 𝑦 ′ = 𝑑𝑥 = 𝑦
. Oleh karena itu terbukti

bahwa 𝑥 2 + 𝑦 2 = 9 merupakan penyelesaian (implisit) persamaan diferensial


𝑑𝑦 −𝑥
𝑑𝑥
= 𝑦
.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 6


Latihan 1.2
Pada soal berikut, tentukan daerah definisi dari persamaan diferensial.
1) 𝑥𝑦 ′′ + 2𝑦 = 0.
2) (𝑥 − 1)2 𝑦 ′′ − 7(𝑥 − 1)𝑦 ′ + 15𝑦 = 0.
𝑑𝑃 𝑃
3) 𝑑𝑡
= 𝑎𝑃 �1 − 𝐾�, dengan a dan K adalah suatu konstanta tak nol.

4) 𝑚𝑥̈ + 𝑙𝑥̇ + 𝑘𝑥 = 0, dengan m, l, dan k adalah suatu konstanta tak nol.


Pada soal berikut, tentukan nilai m sehingga 𝑦 = 𝑥 𝑚 merupakan penyelesaian dari
persamaan diferensial.
5) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑦 = 0.
6) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 7𝑥𝑦 ′ + 15𝑦 = 0.
Pada soal berikut, tentukan nilai m sehingga 𝑦 = 𝑒 𝑚𝑥 merupakan penyelesaian dari
persamaan diferensial.
7) 𝑦 ′ + 3𝑦 = 0.
8) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ − 3𝑦 = 0.
Pada soal berikut, tentukan nilai m sehingga 𝑦 = sin 𝑚𝑥 , 𝑚 ≠ 0 merupakan
penyelesaian dari persamaan diferensial.
9) 𝑦 ′′ + 4𝑦 = 0.
10)𝑦 ′′ + 16𝑦 = 0.

1.3 Persamaan Diferensial dengan Nilai Awal

Dalam permasalahan fisis, sering dijumpai persamaan diferensial yang


terdefinisi pada suatu interval buka 𝐵 ⊆ 𝑅 dan berbentuk

𝑑𝑛 𝑦
𝑑𝑥 𝑛
= 𝑓�𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , . . . , 𝑦 (𝑛−1) �, (1.12)

yang memenuhi
𝑦(𝑥0 ) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (𝑥0 ) = 𝑦1 , … , 𝑦 (𝑛−1) (𝑥0 ) = 𝑦𝑛−1 , (1.13)

dengan 𝑦0 , 𝑦1 , … , 𝑦𝑛−1 merupakan konstanta bilangan real yang diketahui nilainya.

Persamaan diferensial (1.12) dan memenuhi kondisi (1.13) dinamakan persamaan


diferensial orde n dengan nilai awal (nth-order Initial Value Problem). Nilai
𝑦0 , 𝑦1 , … , 𝑦𝑛−1 , yaitu nilai y(x) dan 𝑛 − 1 turunan pertama dari y pada titik x0,
dinamakan nilai awal. Istilah nilai awal diadopsi dari system fisis dengan variable
independen pada sistem fisis tersebut adalah waktu (t). Pada suatu sistem fisis,

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 7


𝑦(𝑡0 ) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (𝑡0 ) = 𝑦1 berturut-turut menyatakan posisi awal dan kecepatan awal
suatu obyek pada sistem fisis tersebut pada saat waktu awal t0.
Bentuk umum persamaan diferensial orde satu dengan nilai awal diberikan oleh
𝑦 ′ = 𝑓(𝑥, 𝑦); 𝑦(𝑥0 ) = 𝑦0 . (1.14)
Bentuk umum persamaan diferensial orde dua dengan nilai awal diberikan oleh
𝑦 ′′ = 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ ); 𝑦(𝑥0 ) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (𝑥0 ) = 𝑦1 . (1.15)
Misalkan persamaan diferensial (1.14) dan (1.15) terdefinisi pada suatu interval buka
𝐵 ⊆ 𝑅. Grafik penyelesaian persamaan diferensial pada (1.14) diketahui melalui titik
(x0, y0), dengan 𝑥0 ∈ 𝐵. Grafik penyelesaian persamaan diferensial pada (1.15) diketahui
juga melalui titik (x0, y0), dengan 𝑥0 ∈ 𝐵. Selain itu, gradient grafik penyelesaian
persamaan diferensial (1.15) pada titik (x0, y0) adalah sebesar y1. Berikut diberikan
beberapa contoh yang berhubungan dengan penentuan solusi (penyelesaian) suatu
persamaan diferensial dengan nilai awal.
Contoh 1.6. Penentuan penyelesaian persamaan diferensial dengan nilai awal
1
(a) Diketahui bahwa untuk sebarang 𝑘 ∈ 𝑅, 𝑦 = 1+𝑘𝑒 −𝑥 merupakan penyelesaian dari

persamaan diferensial 𝑦 ′ = 𝑦 − 𝑦 2 . Tentukan penyelesaian persamaan diferensial


1
𝑦 ′ = 𝑦 − 𝑦 2 , 𝑦(0) = 2.

(b) Diketahui bahwa untuk sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅, 𝑥 = 𝑎 cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡 merupakan


penyelesaian dari persamaan diferensial 𝑥̈ + 𝑥 = 0. Tentukan penyelesaian
persamaan diferensial 𝑥̈ + 𝑥 = 0, 𝑥(0) = 2, 𝑥̇ (0) = 1.
Penyelesaian:

1 1 1 1
(a) Dengan melakukan subtitusi 𝑦(0) = 2 ke dalam 𝑦(𝑥) = 1+𝑘𝑒 −𝑥 diperoleh 1+𝑘
= 2,
1
sehingga diperoleh 𝑘 = 1 . Akibatnya, 𝑦 = 1+𝑒 −𝑥 merupakan penyelesaian dari
1
persamaan diferensial 𝑦 ′ = 𝑦 − 𝑦 2 , 𝑦(0) = 2.

(b) Dengan melakukan subtitusi 𝑥(0) = 2 ke dalam 𝑥 = 𝑎 cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡, diperoleh nilai
𝑎 = 2. Dengan menurunkan kedua ruas 𝑥 = 𝑎 cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡 terhadap t, diperoleh
𝑥̇ (𝑡) = −𝑎 sin 𝑡 + 𝑏 cos 𝑡 = − 2 sin 𝑡 + 𝑏 cos 𝑡 . Selanjutnya, dengan melakukan
subtitusi 𝑥̇ (0) = 1 ke dalam 𝑥̇ (0) = −2 sin 𝑡 + 𝑏 cos 𝑡 ,diperoleh nilai 𝑏 = 1. Dengan
demikian diperoleh 𝑥 = 2 cos 𝑡 + sin 𝑡 merupakan penyelesaian dari persamaan
diferensial 𝑥̈ + 𝑥 = 0 yang memenuhi syarat awal 𝑥(0) = 2, 𝑥̇ (0) = 1.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 8


Latihan 1.3
1
Pada soal berikut, tunjukkanlah bahwa 𝑦 = 𝑘+𝑥 2 merupakan penyelesaian persamaan

diferensial 𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 2 = 0.Tentukan penyelesaian persamaan diferensial 𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 2 = 0


yang memenuhi syarat awal yang diberikan.
1) 𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 2 = 0, 𝑦(0) = 1.
1
2) 𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 2 = 0, 𝑦(2) = 8.
1
3) 𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 2 = 0, 𝑦(−1) = 3.

4) 𝑦 ′ + 2𝑥𝑦 2 = 0, 𝑦(1) = 1.
Pada soal berikut, tentukan nilai m dan C sehingga 𝑦 = 𝐶𝑥 𝑚 merupakan penyelesaian
dari persamaan diferensial.
5) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑦 = 0, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 𝑚.
6) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 7𝑥𝑦 ′ + 15𝑦 = 0, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 𝑚.
Pada soal berikut, tentukan nilai m dan C sehingga 𝑦 = 𝐶𝑒 𝑚𝑥 merupakan penyelesaian
dari persamaan diferensial.
7) 𝑦 ′ + 3𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1.
8) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ − 3𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 𝑚.
Pada soal berikut, tentukan nilai m dan C sehingga 𝑦 = 𝐶 sin 𝑚𝑥 , 𝑚 ≠ 0 merupakan
penyelesaian dari persamaan diferensial.
9) 𝑦 ′′ + 4𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦 ′ (0) = 𝑚.
10)𝑦 ′′ + 16𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦 ′ (0) = 𝑚.

1.4. Model Matematika Berbentuk Persamaan Diferensial dalam


Bidang Sains

Sebuah model matematika adalah deskripsi dari suatu sistem real menggunakan
konsep-konsep matematika. Proses pengembangan model matematika dari suatu
sistem real dinamakan dengan pemodelan matematika. Model matematika dapat
digunakan untuk memodelkan sistem real yang terkait dengan sains/ilmu alam (seperti
fisika, biologi, ilmu bumi, meteorologi), ilmu teknik/rekayasa (misalnya ilmu komputer,
kecerdasan buatan), dan ilmu-ilmu sosial (seperti ekonomi, psikologi, sosiologi dan
bahkan dapat digunakan dalam ilmu politik). Menurut Dr. Gerda de Vries dari
University of Alberta, model matematika dapat digunakan untuk:
(a) mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena dalam suatu sistem real.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 9


(b) membuat prediksi mengenai fenomena real.
(c) mengkaji pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan permasalahan real
yang teramati.
Pada Gambar 1.1, diberikan ilustrasi yang menggambarkan tahapan-tahapan
dalam pemodelan matematika. Secara umum, ada empat tahapan pemodelan
matematika yaitu:
(1) Pemahaman permasalahan real.
(2) Konstruksi model matematika.
(3) Penentuan solusi model matematika.
(4) Interpretasi model.
Untuk dapat memahami permasalahan real dengan baik, informasi relevan yang terkait
dengan permasalahan real tersebut perlu dicatat dan dikumpulkan dengan baik. Kata
kunci berupa kata Tanya yang terangkum dalam singkatan 5W-1H (What, Who, Where,
When, Why, dan How) dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengumpulkan
informasi-informasi relevan yang terkait dengan permasalahan real. Misalnya seorang
peneliti ingin meneliti tentang penyebaran suatu penyakit, maka daftar pertanyaan
berikut dapat digunakan sebagai alat bantu, yaitu:
(1) Apakah penyakit tersebut merupakan penyakit penular?
(2) Apakah yang menyebabkan penyakit tersebut?
(3) Dimana penyakit tersebut mulai menyebar?
(4) Kapan penyakit tersebut mulai ditemukan?
(5) Siapa yang telah mengkaji dan meneliti penyakit tersebut?
(6) Bagaimana proses penularan penyakit tersebut?
Berdasarkan informasi relevan yang telah diperoleh terhadap suatu
permasalahan real, dapat dikonstruksi suatu model matematika yang berkaitan dengan
permalahan real tersebut. Model matematika dapat berbentuk suatu persamaan yang
menggambarkan hubungan antar variabel dalam suatu sistem real, persamaan
diferensial biasa (sistem persamaan diferensial biasa), persamaan diferensial parsial,
ataupun model optimasi. Berikut disajikan beberapa contoh model matematika dalam
bidang sains yang berbentuk persamaan diferensial biasa.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 10


Gambar 1.1. Tahapan pemodelan matematika

Dinamika Pertumbuhan Penduduk


Ilmuwan yang mula-mula menggunakan pendekatan matematika untuk
memodelkan dinamika pertumbuhan penduduk adalah seorang ekonom berkebangsaan
Inggris yang bernama Thomas Malthus pada tahun 1798. Model matematika yang
dikembangkan oleh Malthus (model Malthus) berdasarkan asumsi bahwa laju
perubahan jumlah penduduk pada suatu negara akan naik sebanding dengan jumlah
penduduk negara tersebut pada saat itu. Misalkan P(t) menyatakan banyaknya
penduduk suatu negara pada saat t, maka model Malthus dapat dituliskan dengan
𝑑𝑃
𝑑𝑡
= 𝑘𝑃, (1.16)

dengan k suatu konstanta. Model Malthus merupakan model matematika sederhana,


karena banyak faktor yang tidak diperhatikan pada model Malthus. Sebagai contoh,
model Malthus tidak mempertimbangkan perubahan penduduk akibat imigrasi dan
emigrasi.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 11


Dinamika Populasi Bakteri
Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri. Misalkan z(t) menyatakan
banyaknya bakteri pada saat t. Populasi bakteri dapat berkurang akibat kematian alami.
Laju pertambahan bakteri akibat pembelahan diri diasumsikan sebanding
(proporsional) terhadap banyaknya bakteri pada waktu itu. Hal ini berarti bahwa
semakin besar populasi bakteri, semakin besar pula pertambahan bakteri akibat
pembelahan diri. Demikian pula laju pengurangan populasi bakteri akibat kematian
alami diasumsikan sebanding dengan populasi bakteri pada saat itu. Hal ini berarti
bahwa semakin besar populasi bakteri, semakin besar pula banyaknya kematian alami
pada populasi bakteri tersebut. Diagram skematik dinamika populasi bakteri disajikan
pada Gambar 1.2.

aZ bZ
Z(t)

Gambar 1.2. Diagram skematik dinamika populasi bakteri.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka dinamika populasi bakteri dapat


dimodelkan menjadi bentuk
𝑑𝑍
𝑍̇ = 𝑑𝑡 = 𝑎𝑍 − 𝑏𝑍 = 𝑘𝑍, (1.17)

dengan 𝑘 = 𝑎 − 𝑏. Dalam hal a > b, yaitu ketika laju pertambahan populasi bakteri
akibat pembelahan diri lebih besar dari laju pengurangan karena kematian alami, maka
populasi bakteri akan meningkat. Sebaliknya, dalam hal a < b, yaitu ketika laju
pertambahan populasi bakteri akibat pembelahan diri lebih kecil dari laju pengurangan
akibat kematian alami, maka populasi bakteri akan mengalami penuruan. Model
matematika pada (1.17) tidak memperhatikan besarnya daya dukung lingkungan
terhadap perkembangan populasi bakteri. Akibatnya, model matematika pada (1.17)
hanya valid ketika kondisi lingkungan masih mendukung perkembangbiakan bakteri.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 12


Peluruhan Zat Radioaktif

Inti suatu atom terdiri dari proton dan netron, kecuali inti atom hidrogen
𝐻11 yang hanya terdiri dari satu proton. Sebagian inti atom tersebut tidak stabil, yaitu
atom tersebut meluruh dan berubah menjadi atom lainnya. Inti atom yang tidak stabil
tersebut dinamakan bersifat radoaktif. Salah satu contoh atom radioaktif adalah
Radium-226 atau Ra-226 (𝑅𝑎226 ) yang meluruh menjadi atom Radon-222 atau Rn-222
yang berupa gas. Misalkan y(t) menyatakan banyaknya atom suatu zat radioaktif pada
saat t. Model matematika peluruhan zat radioaktif diturunkan berdasarkan asumsi
bahwa laju perubahan zat radioaktif (y(t)) terhadap waktu berbanding linear dengan
banyaknya zat radioaktif (y(t)) pada saat itu. Secara matematis, hal ini dapat dituliskan
sebagai
𝑑𝑦
𝑦̇ = 𝑑𝑡
= −𝑘𝑦, 𝑘 > 0. (1.18)

Hukum Newton tentang Pendinginan dan Penghangatan Suatu Benda

Secara empiris, laju perubahan suhu suatu benda terhadap waktu berbanding
linear dengan perbedaan suhu benda tersebut dengan suhu lingkungan di sekitar benda.
Suhu lingkungan di sekitar benda dikenal sebagai suhu lingkungan (ambient
temperature) . Misalkan T(t) menyatakan suhu benda pada saat t, dan Ts menyatakan
suhu lingkungan di sekitar benda. Ketika suhu lingkungan lebih rendah dari suhu benda,
maka suhu benda akan mengalami penurunan. Ketika suhu lingkungan lebih rendah
dari suhu benda, maka suhu benda akan mengalami penurunan. Sebaliknya, ketika suhu
lebih tinggi dari suhu benda, maka suhu benda akan mengalami kenaikan. Model
matematika untuk masalah pendinginan suatu benda dapat dirumuskan dengan
𝑑𝑇
𝑑𝑡
= −𝑘(𝑇 − 𝑇𝑠 ), 𝑘 > 0. (1.19)

Penyebaran Suatu Penyakit

Suatu penyakit dapat menular dari seorang penderita kepada orang lain melalui
kontak langsung atau kontak tidak langsung. Flu, cacar air, AIDS merupakan beberapa
contoh penyakit menular. Misalkan pada saat awal terdapat satu orang terinfeksi suatu
penyakit menular, dan terdapat sejumlah (n) orang sehat. Misalkan x(t) dan y(t)
berturut-turut menyatakan banyaknya orang yang terinfeksi penyakit dan banyaknya
orang sehat pada saat t. Dapat diasumsikan bahwa laju perubahan banyaknya orang
𝑑𝑥
terinfeksi terhadap waktu � 𝑑𝑡 � sebanding dengan banyaknya kontak antara orang-

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 13


orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat. Secara matematis, hal ini dapat
dituliskan sebagai
𝑑𝑥
𝑑𝑡
= 𝑘𝑥𝑦, 𝑘 > 0, 𝑥(0) = 1. (1.20)

Pada (1.20) dapat dapat diinterpretasikan sebagai rata-rata banyaknya kontak dengan
orang-orang yang sehat perindividu terinfeksi. Dengan asumsi bahwa tidak ada
pertambahan populasi dan pengurangan populasi akibat kematian, maka banyaknya
populasi adalah konstan sebesar n+1 individu. Oleh karena itu, untuk setiap saat t,
berlaku hubungan

𝑥(𝑡) + 𝑦(𝑡) = 𝑛 + 1. (1.21)

Dengan melakukan subtitusi (1.21) ke (1.20), diperoleh model


𝑑𝑥
𝑑𝑡
= 𝑘𝑥(𝑛 + 1 − 𝑥), 𝑘 > 0, 𝑥(0) = 1. (1.22)

Pemodelan Reaksi Kimia

Misalkan senyawa (zat kimia) A bereaksi dengan senyawa B membentuk


senyawa C, dan reaksi kimia tersebut berlangsung mengikuti persamaan reaksi berikut

𝐴 + 𝐵 → 𝐶. (1.23)

Persamaan reaksi pada (1.23) menyatakan bahwa satu mol zat A dan satu mol zat B
bereaksi membentuk satu mol zat C. Misalkan pada awal reaksi, belum ada senyawa C
yang terbentuk, dan banyaknya senyawa A dan B berturut-turut adalah α dan β.

Misalkan x(t) menyatakan banyaknya senyawa C yang terbentuk pada saat t.


Banyaknya zat A dan zat B yang dibutuhkan untuk membentuk X zat C adalah sebanyak
x. Oleh karena itu, banyaknya zat A dan zat B yang tersisa pada saat t berturut-turut
adalah α − x dan β − x. Dapat diasumsikan bahwa laju perubahan zat C yang terbentuk
𝑑𝑥
terhadap waktu � 𝑑𝑡 � sebanding dengan banyaknya zat A dan zat B pada saat itu. Secara

matematis, asumsi ini dapat dituliskan sebagai


𝑑𝑥
𝑑𝑡
= 𝑘(𝛼 − 𝑥)(𝛽 − 𝑥), 𝑘 > 0, 𝑥(0) = 0. (1.24)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 14


Rangkaian Listrik

Misalkan terdapat suatu sirkuit rangkaian listrik tertutup yang terdiri dari
induktor, resistor dan kapasitor seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.3. Besarnya
arus yang mengalir pada rangkaian tersebut pada saat t setelah saklar tertutup
dinotasikan dengan i(t) dan besarnya muatan listrik yang mengalir pada kapasitor
dinotasikan dengan q(t). Simbol L, R, dan C berturut-turut merupakan konstanta yang
menyatakan induktansi dari induktor, hambatan dari resistor, dan kapasitas dari
kapasitor. Berdasarkan hukum Kirchoff kedua, besarnya tegangan yang dihasilkan oleh
sumber tegangan E(t), sama dengan besarnya penurunan tegangan (voltage drop) pada
rangkaian tertutup. Besarnya penurunan tegangan yang melalui induktor kapasitor, dan
𝑑𝑖 𝑞
resistor berturut-turut sebesar 𝐿 𝑑𝑡 , 𝑖𝑅 dan 𝐶. Besarnya kuat arus i(t) dan muatan yang
𝑑𝑞 𝑑𝑖 𝑑2 𝑞
mengalir dalam kapasitor memenuhi 𝑖 = 𝑑𝑡
, sehingga 𝑑𝑡
= 𝑑𝑡 2
. Oleh karena itu,

besarnya tegangan yang dihasilkan oleh sumber tegangan E(t) memenuhi persamaan
diferensial

𝑑2 𝑞 𝑑𝑞 𝑞
𝐿 𝑑𝑡 2 + 𝑅 𝑑𝑡 + 𝐶
= 𝐸(𝑡). (1.25)

Gambar 1.3. Suatu rangkaian listrik tertutup yang terdiri dari induktor, resistor dan
kapasitor

Latihan 1.4.

1) Misalkan P(t) menyatakan banyaknya penduduk suatu negara pada saat t.


Konstruksikan model matematika tentang dinamika penduduk P(t) jika ada
imigrasi ke negara tersebut sebesar A individu tiap satuan waktu.

2) Konstruksikan model matematika tentang dinamika penduduk P(t) seperti pada

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 15


soal (1) dan dengan adanya emigrasi dari negara tersebut sebesar B individu tiap
satuan waktu.

3) Misalkan P(t) menyatakan banyaknya populasi ikan pada suatu perairan


tertutup. Konstruksikan model matematika dinamika populasi ikan P(t) jika laju
pertambahan ikan diasumsikan sebanding dengan populasi ikan pada saat itu,
dan laju kematian ikan diasumsikan sebanding dengan kuadrat dari banyaknya
populasi ikan pada saat itu.

4) Konstruksikan model matematika banyaknya populasi ikan P(t) seperti pada


soal (3) dan dengan adanya pemanenan ikan sebesar h ikan tiap satuan waktu.

5) Konstruksikan model matematika banyaknya populasi ikan P(t) seperti pada


soal (3) dan dengan adanya pemanenan ikan dan laju pemanenan ikan sebanding
dengan banyaknya ikan pada saat itu.

6) Misalkan terdapat seorang mahasiswa terinfeksi flu masuk ke dalam suatu


komunitas kampus tertutup yang berpenghuni 1000 mahasiswa sehat. Misalkan
x(t) menyatakan banyaknya mahasiswa yang terinfeksi flu pada saat t.
Konstruksikan suatu model matematika yang menggambarkan dinamika x(t) jika
laju penyebaran penyakit flu sebanding dengan banyaknya interaksi/kontak
antara mahasiswa yang telah terinfeksi flu dengan mahasiswa yang belum
terinfeksi flu.

7) Pada saat t = 0, seseorang memperkenalkan suatu teknologi ke dalam suatu


komunitas masyarakat yang terdiri dari n individu. Misalkan x(t) menyatakan
banyaknya orang yang telah mengadopsi teknologi pada saat t. Konstruksikan
suatu model persamaan diferensial yang menggambarkan dinamika x(t) jika laju
perubahan x(t) terhadap waktu sebanding dengan banyaknya orang yang
mengadopsi teknologi tersebut dan banyaknya orang yang belum mengadopsi
teknologi tersebut.

8) Suatu obat diinfuskan ke dalam aliran darah seorang pasien dengan laju tetap
sebesar r gram per detik. Pada saat yang bersamaan, obat tersebut dengan laju
yang sebanding dengan banyaknya obat dalam aliran darah. Misalkan x(t)
menyatakan banyaknya obat dalam aliran darah pada saat t. Konstruksikan
model persamaan diferensial untuk x(t).

9) Suatu rangkaian listrik terdiri dari sebuah induktor dan resistor, seperti

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 16


diilustrasikan pada Gambar berikut.

Tentukan model persamaan diferensial untuk arus i(t), jika besarnya hambatan
resistor sebesar R dan induktansi dari induktor sebesar L.

10)Suatu rangkaian listrik terdiri dari sebuah kapasitor dan resistor, seperti
diilustrasikan pada Gambar berikut.

Tentukan model persamaan diferensial untuk besarnya muatan q(t), jika


besarnya hambatan resistor sebesar R dan kapasitas dari kapasitor sebesar C.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 17


MODUL 2
Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memperoleh capaian


pembelajaran sebagai berikut:
(1) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial biasa orde satu
variabel terpisah.
(2) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial biasa homogen
orde satu.
(3) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial biasa eksak
orde satu.
(4) Mahasiswa dapat menentukan faktor integrasi sehingga penyelesaian persamaan
diferensial biasa menjadi persamaan diferensial eksak.
(5) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial biasa linear
orde satu.
(6) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial Bernoulli.

2. 1. Persamaan Diferensial Variabel Terpisah

Pada bagian ini akan dipelajari teknik penyelesaian persamaan diferensial yang
paling sederhana, yaitu persamaan diferensial biasa orde satu dengan variabel bebas
dan variabel tak bebas dalam bentuk terpisah. Bentuk persamaan diferensial tersebut
dinamakan persamaan diferensial variabel terpisah. Prasyarat yang dibutuhkan adalah
teknik pengintegralan. Bentuk paling sederhana untuk persamaan diferensial variabel
terpisah adalah
𝑑𝑦
𝑑𝑥
= 𝑓(𝑥). (2.1)

Dengan mengintegralkan kedua ruas (2.1) terhadap variabel x, diperoleh penyelesaian


persamaan diferensial tersebut yang berbentuk
𝑦 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 𝐺(𝑥) + 𝐶, (2.2)
dengan C suatu konstanta sebarang.
Definisi 2.1 Persamaan Diferensial Variabel Terpisah
Persamaan diferensial biasa orde pertama yang dapat dituliskan ke dalam bentuk
𝑑𝑦
= 𝑓(𝑥)𝑔(𝑦),
𝑑𝑥
dinamakan persamaan diferensial variabel terpisah.

Dengan membagi kedua persamaan diferensial variabel terpisah pada Definisi 2.1.
dengan g(y), maka persamaan diferensial tersebut dapat dituliskan menjadi

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 18


𝑑𝑦
ℎ(𝑦) 𝑑𝑥 = 𝑓(𝑥), (2.3)
1
dengan ℎ(𝑦) = 𝑔(𝑦). Misalkan y = S(x) menyatakan suatu penyelesaian persamaan

diferensial terpisah pada (2.3), maka


ℎ�𝑆(𝑥)�𝑆 ′ (𝑥) = 𝑓(𝑥). (2.4)
Dengan mengintegralkan kedua ruas pada (2.4) terhadap variabel x, diperoleh
∫ ℎ�𝑆(𝑥)�𝑆 ′ (𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥. (2.5)
Karena 𝑦 = 𝑆(𝑥), maka 𝑑𝑦 = 𝑆′(𝑥)𝑑𝑥, sehingga (2.5) dapat dituliskan menjadi bentuk
∫ ℎ(𝑦) 𝑑𝑦 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥, atau 𝐻(𝑦) = 𝐹(𝑥) + 𝐶, (2.6)
dengan H(y) dan F(x) adalah antiturunan dari h(y) dan f(x), dan C menyatakan
konstanta integrasi. Persamaan (2.6) menunjukkan prosedur penentuan penyelesaian
persamaan diferensial terpisah pada (2.3).
Berikut diberikan beberapa contoh yang terkait dengan penyelesaian persamaan
diferensial variabel terpisah.
Contoh 2.1. Tentukan penyelesaian persamaan diferensial berikut:
a) (1 − 𝑥) 𝑑𝑦 − 𝑦 𝑑𝑥 = 0.
𝑑𝑦 𝑥
b) 𝑑𝑥
= − 𝑦 , 𝑦(3) = 4.
𝑑𝑦
c) 𝑑𝑥
= 𝑦 2 − 1.
𝑑𝑦
d) 𝑑𝑥
= sin(𝑥 2 ), 𝑦(0) = 1.

Penyelesaian:
𝑑𝑦 𝑦
a) Untuk x ≠ 1 dan y ≠ 0, maka persamaan diferensial 𝑑𝑥 = 1−𝑥 tersebut dapat
𝑑𝑦 𝑑𝑥
dituliskan menjadi bentuk 𝑦
= 1−𝑥.

Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diperoleh


𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑐
∫ 𝑦
= ∫ 1−𝑥, sehingga ln|𝑦| = − ln|1 − 𝑥| + ln |𝑐|, atau ln |𝑦| = ln �1−𝑥� .
𝑐 𝐾
Akibatnya, 𝑦 = ± 1−𝑥 = 1−𝑥 , 𝐾 = ±𝑐 . Oleh karena itu, penyelesaian umum
𝑑𝑦 𝑦 𝐾
persamaan diferensial 𝑑𝑥 = 1−𝑥 adalah 𝑦 = 1−𝑥, K konstanta sebarang.
𝑑𝑦 𝑦
Untuk y = 0, maka 𝑑𝑥 = 0 dan 1−𝑥 = 0, sehingga y = 0 merupakan penyelesaian
𝑑𝑦 𝑦 𝐾
persamaan diferensial 𝑑𝑥 = 1−𝑥. Penyelesaian y = 0 dapat diperoleh dari 𝑦 = 1−𝑥

dengan memilih nilai K = 0.


b) Persamaan diferensial tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk
𝑦𝑑𝑦 = −𝑥𝑑𝑥.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 19


Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diperoleh
1 1
∫ 𝑦𝑑𝑦 = ∫ −𝑥𝑑𝑥, sehingga 2 𝑦 2 + 2 𝑥 2 = 𝑐, atau 𝑦 2 + 𝑥 2 = 𝑑, 𝑑 = 2𝑐.

Dengan melakukan subtitusi y(3)=4, diperoleh nilai 𝑑 = 32 + 42 = 25 .


Akibatnya, diperoleh penyelesaian implisit persamaan diferensial
𝑑𝑦 𝑥
𝑑𝑥
= − 𝑦 , 𝑦(3) = 4, yaitu 𝑦 2 + 𝑥 2 = 25.
𝑑𝑦
c) Untuk y ≠ − 1 dan y ≠ 1, maka persamaan diferensial 𝑑𝑥 = 𝑦 2 − 1 tersebut dapat

dituliskan menjadi bentuk


1
�𝑦 2 −1� 𝑑𝑦 = 𝑑𝑥.

Dengan menggunakan pecahan rasional, bentuk diferensial tersebut dapat


dituliskan menjadi
1 1 1

2 𝑦−1
− 𝑦+1� 𝑑𝑦 = 𝑑𝑥.

Dengan mengintegralkan kedua ruas, diperoleh


1 1 1
∫ 2 �𝑦−1 − 𝑦+1� 𝑑𝑦 = ∫ 𝑑𝑥, sehingga

1 1
ln|𝑦 − 1| − ln|𝑦 + 1| = 𝑥 + 𝑐
2 2
𝑦−1
atau 𝑙𝑛 �𝑦+1� = 2𝑥 + 𝑑, 𝑑 = 2𝑐,
𝑦−1
atau 𝑦+1
= ±𝑒 2𝑥 𝑒 𝑑 .

Dengan melakukan subtitusi 𝑒 𝑑 dengan konstanta K, diperoleh penyelesaian


𝑑𝑦
umum persamaan diferensial 𝑑𝑥
= 𝑦 2 − 1, yaitu
𝑦−1
𝑦+1
= 𝐾𝑒 2𝑥 , K konstanta, y ≠ − 1 dan y ≠ 1.
𝑑𝑦
Untuk y = 1, maka 𝑑𝑥
= 0 dan 𝑦 2 − 1 = 0 , sehingga y = 1 merupakan
𝑑𝑦
penyelesaian persamaan diferensial 𝑑𝑥
= 𝑦 2 − 1. Penyelesaian y = 1 dapat
𝑦−1
diperoleh dari 𝑦+1 = 𝐾𝑒 2𝑥 dengan memilih nilai K = 0.
𝑑𝑦
Untuk y = −1, maka 𝑑𝑥 = 0 dan 𝑦 2 − 1 = 0, sehingga y = −1 juga merupakan
𝑑𝑦
penyelesaian persamaan diferensial 𝑑𝑥 = 𝑦 2 − 1. Penyelesaian y = −1 dinamakan

penyelesaian singular, karena tidak dapat diperoleh dari penyelesaian umum


𝑦−1
𝑦+1
= 𝐾𝑒 2𝑥 .

d) Fungsi f, dengan f(x) = sin(𝑥 2 ) merupakan fungsi kontinu pada himpunan


semua bilangan real. Akan tetapi, integral fungsi f tersebut bukan fungsi

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 20


elementer. Dengan menggunakan variabel buatan (dummy variabel) t sebagai
variabel pengintegralan, diperoleh
𝑥 𝑑𝑦 𝑥 𝑥
∫0 𝑑𝑡
𝑑𝑡 = ∫0 sin(𝑡 2 ) 𝑑𝑡 , atau 𝑦(𝑡)|0𝑥 = ∫0 sin(𝑡 2 ) 𝑑𝑡.

Dengan melakukan subtitusi nilai y pada batas integrasi, diperoleh


𝑥
𝑦(𝑥) − 𝑦(0) = � sin(𝑡 2 ) 𝑑𝑡.
0

Oleh karena itu, penyelesaian persamaan diferensial tersebut adalah


𝑥 𝑥
𝑦(𝑥) = 𝑦(0) + � sin(𝑡 ) 𝑑𝑡 = 1 + � sin(𝑡 2 ) 𝑑𝑡.
2
0 0

Latihan 2.1.
Tentukan penyelesaian persamaan diferensial berikut.
𝑑𝑦
(1) 𝑑𝑥
= 𝑒 𝑥 𝑥 2 + 1.
𝑑𝑦
(2) 𝑑𝑥
= 𝑦 − 2.
𝑑𝑦
(3) 𝑥 𝑑𝑥 = 2𝑦.
𝑑𝑦
(4) 𝑑𝑥
+ 2𝑥𝑦 2 = 0.
𝑑𝑦
(5) 𝑑𝑥
= 𝑒 𝑥+𝑦 .
𝑑𝑃
(6) 𝑑𝑡
= 𝑘𝑃.
𝑑𝑃
(7) 𝑑𝑡
= 𝑃 − 𝑃2 .
𝑑𝑃
(8) 𝑑𝑡
= 𝑘(𝑃 − 90).
𝑑𝑦 2
(9) 𝑑𝑥
= 𝑦𝑒 −𝑥 , 𝑦(2) = 1.
𝑑𝑦
(10) 𝑑𝑥
= cos(𝑥 2 ) , 𝑦(0) = 1.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 21


2. 2. Persamaan Diferensial Homogen

Persamaan diferensial homogen orde satu terkait dengan fungsi homogen. Oleh
karena itu, sebelum pembahasan persamaan diferensial homogen, akan disajikan
pengertian (definisi) fungsi homogen.

Definisi 2.2. Fungsi Homogen


Misalkan f merupakan fungsi dengan variabel bebas x dan y, dinotasikan dengan
f(x,y). Fungsi f dinamakan fungsi homogen derajat n jika untuk sebarang (x,y) dalam
domain fungsi f dan untuk sebarang bilangan real λ dengan λ ≠ 0 memenuhi
𝑓(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = 𝜆𝑛 𝑓(𝑥, 𝑦).

Contoh 2.2. Tentukan apakah fungsi berikut merupakan fungsi homogen


a) 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 3 + 2𝑥 2 𝑦 − 𝑥𝑦 2 + 𝑦 3 .
b) 𝑔(𝑥, 𝑦) = 2𝑥 2 + 𝑥𝑦 + 1.
𝑥
c) ℎ(𝑥, 𝑦) = sin �𝑦� + 1.

Penyelesaian:
a) Diketahui 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 3 + 2𝑥 2 𝑦 − 𝑥𝑦 2 + 𝑦 3 .
Dari definisi fungsi f tersebut diperoleh
𝑓(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = (𝜆𝑥)3 + 2(𝜆𝑥)2 (𝜆𝑦) − (𝜆𝑥)(𝜆𝑦)2 + (𝜆𝑦)3 , atau
𝑓(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = 𝜆3 𝑥 3 + 2𝜆3 𝑥 2 𝑦 − 𝜆3 𝑥𝑦 2 + 𝜆3 𝑦 3 .
Akibatnya, 𝑓(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = 𝜆3 (𝑥 3 + 𝑥 2 𝑦 − 𝑥𝑦 2 + 𝑦 3 ) = 𝜆3 𝑓(𝑥, 𝑦).
Oleh karena itu, fungsi f tersebut merupakan fungsi homogen derajat tiga.
b) Diketahui 𝑔(𝑥, 𝑦) = 2𝑥 2 + 𝑥𝑦 + 1.
Dari definisi fungsi g tersebut diperoleh
𝑔(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = 2(𝜆𝑥)2 + (𝜆𝑥)(𝜆𝑦) + 1, atau
𝑔(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = 𝜆2 (2𝑥 2 + 𝑥𝑦) + 1 ≠ 𝜆2 𝑔(𝑥, 𝑦).
Akibatnya, g bukan fungsi homogen derajat dua. Lebih jauh, g bukan fungsi
homogen orde n, untuk n sebarang bilangan bulat.
𝑥
c) Diketahui ℎ(𝑥, 𝑦) = sin �𝑦� + 1.

Dari definisi fungsi h tersebut diperoleh


𝜆𝑥 𝑥
ℎ(𝜆𝑥, 𝜆𝑦) = sin �𝜆𝑦� + 1 = sin �𝑦� + 1 = ℎ(𝑥, 𝑦).

Akibatnya, h adalah fungsi homogen derajat nol.


Lema berikut membicarakan tentang sifat fungsi homogen.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 22


Lema 2.3. Sifat Fungsi Homogen
Misalkan f merupakan fungsi dengan dua variabel bebas dan f merupakan fungsi
homogen. Untuk sebarang (x,y) dalam domain fungsi f dengan x ≠0, berlaku
𝑦
𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 𝑛 𝑓 �1, �.
𝑥
Bukti Lema:

Diambil sebarang (x,y) dalam domain fungsi f dengan x ≠ 0. Didefinisikan variabel u,


𝑦
dengan 𝑢 = 𝑥 . Diperoleh

𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑓(𝑥, 𝑥𝑢).

Karena f fungsi homogen derajat n, maka


𝑦
𝑓(𝑥, 𝑥𝑢) = 𝑥 𝑛 𝑓(1, 𝑢) = 𝑥 𝑛 𝑓 �1, �.
𝑥

Oleh karena itu, untuk sebarang (x,y) dalam domain fungsi f dengan x ≠ 0, berlaku
𝑦
𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 𝑛 𝑓(1, 𝑢) = 𝑥 𝑛 𝑓 �1, 𝑥 �.

Dengan cara serupa, dapat ditunjukkan bahwa jika g merupakan fungsi dengan dua
variabel bebas dan g merupakan fungsi homogen derajat n, maka untuk sebarang (x,y)
dalam domain fungsi g dengan y ≠ 0, berlaku
𝑥
𝑔(𝑥, 𝑦) = 𝑦 𝑛 𝑔 � , 1�.
𝑦

Definisi 2.4. Persamaan Diferensial Homogen

• Persamaan diferensial biasa orde satu yang berbentuk


𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0
dinamakan persamaan diferensial homogen jika M(x,y) dan N(x,y) merupakan
fungsi homogen berderajat sama.
• Persamaan diferensial biasa orde satu yang berbentuk
𝑑𝑦
= 𝑓(𝑥, 𝑦)
𝑑𝑥
dinamakan persamaan diferensial homogen jika f(x,y) merupakan fungsi
homogen.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 23


Dengan melakukan subtitusi atau 𝑦 = 𝑢𝑥 atau 𝑥 = 𝑣𝑦 , maka persamaan diferensial
homogen ditransformasi menjadi sebuah persamaan diferensial variabel terpisah.
Berikut diberikan contoh penyelesaian persamaan diferensial homogen orde satu.

Contoh 2.5. Tentukan penyelesaian persamaan diferensial


(𝒙 − 𝒚)𝒅𝒙 + (𝒙 + 𝒚)𝒅𝒚 = 𝟎.
Penyelesaian:
Fungsi M dan N, dengan M(x,y) = x – y dan N(x,y) = x + y merupakan fungsi homogen
derajat satu. Dengan melakukan transformasi variabel
𝑦 = 𝑢𝑥,
diperoleh
𝑑𝑦 = 𝑢 𝑑𝑥 + 𝑥 𝑑𝑢.
Dengan melakukan subtitusi y dan dy ke dalam persamaan diferensial, diperoleh
𝑥(1 − 𝑢)𝑑𝑥 + 𝑥(1 + 𝑢)(𝑢 𝑑𝑥 + 𝑥 𝑑𝑢) = 0.
Untuk x ≠ 0, maka persamaan diferensial tersebut dapat disederhanakan menjadi
bentuk
(1 + 𝑢2 )𝑑𝑥 + 𝑥(1 + 𝑢)𝑑𝑢 = 0,
atau
(𝑢 + 1) 1
𝑑𝑢 = − 𝑑𝑥.
(𝑢2 + 1) 𝑥
Dengan mengintegralkan kedua ruas pada persamaan diferensial tersebut, diperoleh
(𝑢 + 1) 1
� 2
𝑑𝑢 = � − 𝑑𝑥,
(𝑢 + 1) 𝑥
atau
1
arctan 𝑢 + 2 ln(𝑢2 + 1) = − ln|𝑥| + 𝑐, dengan c konstanta

sebarang. Dengan mengingat y = ux, maka penyelesaian umum persamaan diferensial


tersebut adalah
𝑦 1 𝑦 2 +𝑥 2
arctan �𝑥 � + 2 ln � � = − ln|𝑥| + 𝑐, dengan c konstanta sebarang.
𝑥2

Latihan 2.2.
Tentukan penyelesaian persamaan diferensial berikut.
(1) (𝑥 − 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑥𝑑𝑦 = 0.
(2) 𝑥 𝑑𝑥 + (𝑦 − 2𝑥)𝑑𝑦 = 0.
(3) (𝑥 + 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑥𝑑𝑦 = 0.
(4) (𝑥𝑦 + 𝑦 2 )𝑑𝑥 + 𝑥 2 𝑑𝑦 = 0.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 24


(5) (𝑥𝑦 + 𝑦 2 )𝑑𝑥 − 𝑥 2 𝑑𝑦 = 0.
𝑑𝑦 𝑦−𝑥
(6) 𝑑𝑥
= 𝑦+𝑥.
𝑑𝑦 𝑥+3𝑦
(7) 𝑑𝑥
= 3𝑥+𝑦.
𝑑𝑦
(8) 𝑥 𝑑𝑥 = 𝑦 + �𝑥 2 − 𝑦 2 .
𝑑𝑦
(9) 𝑥𝑦 2 𝑑𝑥 = 𝑦 3 − 𝑥 3 , 𝑦(1) = 2.
𝑑𝑦
(10) (𝑥 2 + 2𝑦 2 ) 𝑑𝑥 = 𝑥𝑦, 𝑦(−1) = 1.

2. 3. Persamaan Diferensial Eksak

Persamaan diferensial biasa orde satu yang berbentuk

𝑦𝑑𝑥 + 𝑥𝑑𝑦 = 0 (2.7)

merupakan persamaan diferensial variabel terpisah. Persamaan diferensial tersebut


dapat dituliskan menjadi bentuk

𝑦𝑑𝑥 + 𝑥𝑑𝑦 = 𝑑(𝑥𝑦) = 0. (2.8)

Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diferensial tersebut, diperoleh


penyelesaian implisit persamaan diferensial yang berbentuk 𝑥𝑦 = 𝐶, C konstanta. Ruas
kiri (2.7) merupakan bentuk diferensial 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑦.

Pada bagian ini akan dipelajari persamaan diferensial biasa orde satu dengan
bentuk umum 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0, dengan 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 merupakan
diferensial dari suatu fungsi f(x,y). Persamaan diferensial yang memenuhi kondisi
tersebut dinamakan persamaan diferensial eksak.

Misalkan 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) merupakan suatu fungsi dua variabel, dengan turunan


parsial pertama dari z kontinu pada suatu himpunan buka 𝐵 ⊆ 𝑅 2 . Diferensial fungsi z
tersebut adalah
𝜕𝑓 𝜕𝑓
𝑑𝑧 = 𝜕𝑥 𝑑𝑥 + 𝜕𝑦 𝑑𝑦. (2.9)

Untuk kurva ketinggian (level curve) 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝐶, C konstanta, maka (2.9) berbentuk
𝜕𝑓 𝜕𝑓
𝜕𝑥
𝑑𝑥 + 𝜕𝑦 𝑑𝑦 = 0. (2.10)

Misalkan diberikan satu keluarga fungsi 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝐶, dengan C konstanta. Dengan


menghitung diferensial kedua ruas, dapat diperoleh suatu persamaan diferensial orde
satu.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 25


Definisi 2.6. Persamaan Diferensial Eksak

• Ekspresi diferensial 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 merupakan diferensial eksak pada suatu
himpunan buka 𝐵 ⊆ 𝑅 2 jika 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 diperoleh dari suatu fungsi f(x,y).
• Persamaan diferensial 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 disebut persamaan diferensial
eksak jika 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 merupakan suatu diferensial eksak.

Teorema berikut memberikan syarat perlu dan syarat cukup agar persamaan
diferensial 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 merupakan persamaan diferensial eksak.

Teorema 2.7. Kriteria Persamaan Diferensial Eksak


Misalkan M(x,y) dan N(x,y) merupakan fungsi kontinu dan mepunyai turunan
parsial kontinu pada suatu daerah D = {(x,y): a < x < b, c < y < d}. Persamaan
diferensial 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 merupakan diferensial eksak jika dan
hanya jika
𝜕𝑀 𝜕𝑁
= . (2.11)
𝜕𝑦 𝜕𝑥

Bukti:

(⇒) Untuk penyederhanaan, misalkan M(x,y) dan N(x,y) merupakan fungsi kontinu dan
mepunyai turunan parsial kontinu pada setiap titik (x,y) ∈ R2. Diketahui bahwa
persamaan diferensial 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 merupakan diferensial eksak.
𝜕𝑀 𝜕𝑁
Akan ditunjukkan bahwa 𝜕𝑦
= 𝜕𝑥
.

Karena 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 merupakan diferensial eksak, maka terdapat
fungsi f(x,y) sedemikian hingga untuk setiap titik (x,y) ∈ D
𝜕𝑓 𝜕𝑓
𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 𝜕𝑥 𝑑𝑥 + 𝜕𝑦 𝑑𝑦.

𝜕𝑓 𝜕𝑓
Oleh karena itu, 𝑀(𝑥, 𝑦) = 𝜕𝑥 dan 𝑁(𝑥, 𝑦) = 𝜕𝑦.

Akibatnya,

𝜕𝑀 𝜕 𝜕𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕𝑁 𝜕 𝜕𝑓 𝜕2 𝑓
𝜕𝑦
= 𝜕𝑦 �𝜕𝑥 � = 𝜕𝑦𝜕𝑥 dan 𝜕𝑥 = 𝜕𝑥 �𝜕𝑦� = 𝜕𝑥𝜕𝑦.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 26


Karena M(x,y) dan N(x,y) mempunyai turunan parsial kontinu pada daerah D, maka
turunan parsial kedua dari fungsi f juga kontinu pada daerah D. Akibatnya untuk
𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕𝑀 𝜕𝑁
setiap (x,y) ∈ D, 𝜕𝑦𝜕𝑥 (𝑥, 𝑦) = 𝜕𝑥𝜕𝑦 (𝑥, 𝑦). Oleh karena itu, terbukti bahwa 𝜕𝑦
= 𝜕𝑥
.

(⇐) Diketahui bahwa M(x,y) dan N(x,y) merupakan fungsi kontinu dan mepunyai
turunan parsial kontinu pada suatu daerah D = {(x,y): a < x < b, c < y < d}, dan fungsi
𝜕𝑀 𝜕𝑁
M dan N memenuhi kondisi 𝜕𝑦
= 𝜕𝑥
. Akan dikonstruksi fungsi f(x,y) sedemikian

hingga 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 merupakan diferensial dari f(x,y)=c, c konstanta.
𝜕𝑓
Pilih fungsi f, sedemikian hingga 𝜕𝑥 = 𝑀(𝑥, 𝑦). Integralkan M(x,y) terhadap x

dengan memandang y konstan, diperoleh

𝑓(𝑥, 𝑦) = ∫ 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑔(𝑦). (2.12)

𝜕𝑓
Dengan mengasumsikan bahwa 𝜕𝑦 = 𝑁(𝑥, 𝑦) dan menurunkan (2.12) terhadap y,

diperoleh
𝜕𝑓 𝜕
𝜕𝑦
= 𝑁(𝑥, 𝑦) = 𝜕𝑦 (∫ 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥) + 𝑔′ (𝑦).

Akibatnya,
𝜕
𝑔′ (𝑦) = 𝑁(𝑥, 𝑦) − 𝜕𝑦 (∫ 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥) (2.13)

Fungsi g(y) diperoleh dengan mengintegralkan (2.13) terhadap y. Selanjutnya,


fungsi f(x,y) diperoleh dengan mensubtitusikan g(y) ke (2.12). Dengan konstruksi
fungsi f tersebut, terbukti bahwa 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 merupakan diferensial
eksak dari fungsi f. Selain itu, diperoleh juga bahwa penyelesaian implisit
persamaan diferensial eksak 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 adalah 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑐, c
konstanta.

Contoh 2.8. Tentukan penyelesaian persamaan diferensial


2𝑥(𝑦 − 1)𝑑𝑥 + (𝑥 2 + 1)𝑑𝑦 = 0. (2.14)

Penyelesaian:

Persamaan diferensial tersebut berbentuk 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0, dengan


fungsi M dan N berturut-turut adalah 𝑀(𝑥, 𝑦) = 2𝑥(𝑦 − 1), dan
𝜕𝑀 𝜕𝑁
𝑁(𝑥, 𝑦) = (𝒙𝟐 + 𝟏). Diperoleh 𝜕𝑦
= 2𝑥 = 𝜕𝑥
.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 27


Oleh karena itu, persamaan diferensial pada (2.14) merupakan persamaan diferensial
eksak. Penyelesaian umum persamaan diferensial (2.14) berbentuk
𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑐, c konstanta, (2.15)
dengan f(x,y) akan ditentukan.
Ekspresi f(x,y) pada (2.15) diperoleh dengan mengintegralkan M(x,y) terhadap x
dengan memandang variabel y bernilai konstan.
𝑓(𝑥, 𝑦) = ∫ 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 = ∫ 2𝑥(𝑦 − 1)𝑑𝑥 = 𝑥 2 (𝑦 − 1) + 𝑔(𝑦). (2.16)
𝜕𝑓
Dengan mengasumsikan bahwa 𝜕𝑦
= 𝑁(𝑥, 𝑦) dan menurunkan (2.16) terhadap y,

diperoleh
𝜕𝑓 𝜕
𝜕𝑦
= 𝜕𝑦 (∫ 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥) + 𝑔′ (𝑦) = 𝑁(𝑥, 𝑦),

atau

𝑥 2 + 𝑔′ (𝑦) = 𝑥 2 + 1.

Oleh karena itu, 𝑔′ (𝑦) = 1, sehingga g(y) = y. Dengan mensubtitusikan g(y) = y ke


(2.16), diperoleh penyelesaian umum persamaan diferensial (2.14), yaitu

𝑥 2 (𝑦 − 1) + 𝑦 = 𝑐, c konstanta.

Latihan 2.3.
Tentukan apakah persamaan diferensial berikut merupakan persamaan diferensial
eksak. Jika Ya, tentukan penyelesaian persamaan diferensial tersebut.
(1) (2𝑥 + 𝑦)𝑑𝑥 + (𝑥 + 6𝑦)𝑑𝑦 = 0.
(2) (5𝑥 + 4𝑦)𝑑𝑥 + (4𝑥 − 𝑦 2 )𝑑𝑦 = 0.
(3) (𝑥 2 − 𝑦 2 )𝑑𝑥 + (𝑥 2 − 2𝑥𝑦)𝑑𝑦 = 0.
(4) (𝑥 3 + 𝑦 3 )𝑑𝑥 + 3𝑥𝑦 2 𝑑𝑦 = 0.
Tentukan penyelesaian persamaan diferensial berikut dengan syarat awal yang
diberikan
(5) (𝑥 + 𝑦)2 𝑑𝑥 + (2𝑥𝑦 + 𝑥 2 − 1)𝑑𝑦 = 0, 𝑦(1) = 1.
(6) (𝑒 𝑥 + 𝑦)𝑑𝑥 + (2 + 𝑥 + 𝑦𝑒 𝑦 )𝑑𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1.
3𝑦 2 −𝑡 2 𝑑𝑦 𝑡
(7) � � 𝑑𝑡 + 2𝑦 4 = 0, 𝑦(1) = 1.
𝑦5
1 𝑑𝑦
(8) �1+𝑦 2 + cos 𝑥 − 2𝑥𝑦� 𝑑𝑥 = 𝑦(𝑦 + sin 𝑥), 𝑦(0) = 1.

Tentukan nilai k sehingga persamaan diferensial berikut merupakan persamaan


diferensial eksak.
(9) (𝑦 3 + 𝑘𝑥𝑦 4 − 2𝑥)𝑑𝑥 + (3𝑥𝑦 2 + 20𝑥 2 𝑦 3 )𝑑𝑦 = 0.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 28


(10) (6𝑥𝑦 3 + cos 𝑦)𝑑𝑥 + (2𝑘𝑥 2 𝑦 2 − 𝑥 sin 𝑦)𝑑𝑦 = 0.

2. 4. Faktor Integrasi

Misalkan diketahui bahwa persamaan diferensial biasa orde satu yang berbentuk

𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0. (2.17)

bukanlah suatu persamaan diferensial eksak. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan


untuk mengubah persamaan diferensial tidak eksak pada (2.17) menjadi suatu
persamaan diferensial eksak. Teknik yang dapat dilakukan adalah mengalikan
persamaan diferensial pada (2.17) dengan suatu fungsi 𝜇(𝑥, 𝑦), sehingga persamaan
diferensial baru yang dihasilkan merupakan persamaan diferensial eksak. Fungsi
𝜇(𝑥, 𝑦) yang bersifat demikian disebut sebagai faktor integrasi dari persamaan
diferensial pada (2.17).

Misalkan persamaan diferensial (2.17) dikalikan dengan suatu fungsi 𝜇(𝑥, 𝑦),
sehingga diperoleh

𝑀(𝑥, 𝑦)𝜇(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝜇(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0. (2.18)

Kondisi yang harus dipenuhi agar persamaan diferensial pada (2.18) berupa persamaan
diferensial eksak adalah

𝜕 𝜕
(𝜇𝑀) = (𝜇𝑁),
𝜕𝑦 𝜕𝑥

atau

𝜕𝜇 𝜕𝑀 𝜕𝜇 𝜕𝑁
𝑀 +𝜇 =𝑁 +𝜇 .
𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥

Akibatnya, agar 𝜇(𝑥, 𝑦) merupakan faktor integral dari persamaan diferensial pada
(2.17), maka 𝜇(𝑥, 𝑦) harus memenuhi
𝜕𝜇 𝜕𝜇 𝜕𝑀 𝜕𝑁
𝑁 𝜕𝑥 − 𝑀 𝜕𝑦 − � 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � 𝜇 = 0. (2.19)

Penentuan fungsi 𝜇(𝑥, 𝑦) yang memenuhi (2.19) tidak mudah, karena:


1) Persamaan (2.19) merupakan persamaan diferensial parsial linear dalam 𝜇(𝑥, 𝑦),
dan bukan suatu persamaan diferensial biasa. Kajian tentang penentuan solusi
dari suatu persamaan diferensial parsial di luar cakupan modul ini.

2) Fungsi 𝜇(𝑥, 𝑦) yang memenuhi (2.19) mungkin tidak tunggal.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 29


Untuk beberapa kasus khusus, fungsi 𝜇(𝑥, 𝑦) yang memenuhi (2.19) dapat
ditentukan dengan lebih mudah. Beberapa kasus khusus tersebut antara lain adalah:

(1) Fungsi 𝜇 hanyalah bergantung pada variabel x saja, dinotasikan dengan 𝜇(𝑥). Jika 𝜇
hanyalah fungsi dari variabel x saja, maka (2.19) dapat disederhanakan menjadi
𝑑𝜇 1 𝜕𝑀 𝜕𝑁
𝑑𝑥
= 𝑁 � 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � 𝜇. (2.20)

Agar faktor integral dari (2.18) hanyalah fungsi dari variabel x, maka kondisi yang
1 𝜕𝑀 𝜕𝑁
harus dipenuhi adalah bahwa ekspresi 𝑁 � 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � hanyalah bergantung kepada
1 𝜕𝑀 𝜕𝑁
variabel x semata. Jika 𝑁 � 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � hanya bergantung pada variabel x, maka faktor

integral 𝜇(𝑥) dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan diferensial


variabel terpisah pada (2.20).
1 𝜕𝑀 𝜕𝑁
Sebaliknya, jika � − 𝜕𝑥 � bergantung pada variabel x dan y, maka faktor integral
𝑁 𝜕𝑦

𝜇(𝑥, 𝑦) juga bergantung pada variabel x dan y.

(2) Fungsi 𝜇 hanyalah bergantung pada variabel y saja, dinotasikan dengan 𝜇(𝑦). Jika 𝜇
hanyalah fungsi dari variabel y saja, maka (2.19) dapat disederhanakan menjadi
𝑑𝜇 1 𝜕𝑁 𝜕𝑀
𝑑𝑦
= 𝑀 � 𝜕𝑥 − 𝜕𝑦
� 𝜇. (2.21)

Agar faktor integral dari (2.18) hanyalah fungsi dari variabel y, maka kondisi yang
1 𝜕𝑁 𝜕𝑀
harus dipenuhi adalah bahwa ekspresi 𝑀 � 𝜕𝑥 − 𝜕𝑦
� hanyalah bergantung kepada
1 𝜕𝑁 𝜕𝑀
variabel y semata. Jika 𝑀 � 𝜕𝑥 − 𝜕𝑦
� hanya bergantung pada variabel y, maka faktor

integral 𝜇(𝑦) dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan diferensial


variabel terpisah pada (2.21).
1 𝜕𝑁 𝜕𝑀
Sebaliknya, jika 𝑀
� 𝜕𝑥 − 𝜕𝑦
� bergantung pada variabel x dan y, maka faktor integral

𝜇(𝑥, 𝑦) juga bergantung pada variabel x dan y.

Contoh 2.9. Tentukan apakah persamaan diferensial berikut merupakan persamaan


diferensial eksak
(3𝑥𝑦 + 𝑦 2 )𝑑𝑥 + (𝑥 2 + 𝑥𝑦)𝑑𝑦 = 0. (2.22)
Jika tidak, cek apakah faktor integral dari persamaan diferensial hanyalah bergantung
pada variabel x saja. Jika Ya, tentukan faktor integral dari persamaan diferensial
tersebut. Selanjutnya, tentukan penyelesaian persamaan diferensial (2,22) tersebut.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 30


Penyelesaian:

Persamaan diferensial (2.22) mempunyai bentuk 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 + 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0


dengan 𝑀(𝑥, 𝑦) = (3𝑥𝑦 + 𝑦 2 ), 𝑁(𝑥, 𝑦) = (𝑥 2 + 𝑥𝑦). Turunan parsial M dan N terhadap
variabel y dan x berturut-turut adalah

𝜕𝑀 𝜕𝑁
= 3𝑥 + 2𝑦, = 2𝑥 + 𝑦.
𝜕𝑦 𝜕𝑥

Persamaan diferensial (2.22) tersebut bukan persamaan diferensial eksak, karena


𝜕𝑀 𝜕𝑁
𝜕𝑦
≠ 𝜕𝑥
. Dapat diperiksa bahwa

1 𝜕𝑀 𝜕𝑁 (𝑥+𝑦) 1
𝑁
� 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � = 𝑥(𝑥+𝑦) = 𝑥, asalkan x,y ≠ 0.

Oleh karena itu, faktor integral µ(x) dari (2.22) berupa fungsi yang hanya bergantung
pada variabel x, dan memenuhi persamaan diferensial
𝑑𝜇 1 𝜕𝑀 𝜕𝑁 1
𝑑𝑥
= 𝑁 � 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � 𝜇 = 𝑥 𝜇. (2.23)

Salah satu faktor integral µ(x) yang memenuhi (2.23) adalah µ(x) = x.

Dengan mengalikan kedua ruas persamaan (2.22) dengan µ(x) = x, diperoleh


persamaan diferensial

(3𝑥 2 𝑦 + 𝑥𝑦 2 )𝑑𝑥 + (𝑥 3 + 𝑥 2 𝑦)𝑑𝑦 = 0. (2.24)


Persamaan diferensial (2.24) merupakan persamaan diferensial eksak. Penyelesaian
persamaan diferensial (2.24) diberikan oleh
1
𝑥 3 𝑦 + 2 𝑥 2 𝑦 2 = 𝐶, dengan C konstanta.

Latihan 2.4.
Pada soal (1) – (7) berikut, tunjukkanlah bahwa persamaan diferensial yang diberikan,
bukan persamaan diferensial eksak. Tunjukkan juga bahwa persamaan diferensial
tersebut menjadi persamaan diferensial eksak dengan mengalikannya dengan faktor
integral yang diberikan. Selanjutnya, tentukan penyelesaian persamaan diferensial
eksak tersebut.
1
(1) 𝑥 2 𝑦 3 + 𝑥(1 + 𝑦 2 )𝑦 ′ = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑦 3 .
sin 𝑦 cos 𝑦+2𝑒 −𝑥 cos 𝑥
(2) � 𝑦
− 2𝑒 −𝑥 sin 𝑥� 𝑑𝑥 + � 𝑦
� 𝑑𝑦 = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑦𝑒 −𝑥 .

(3) 𝑦𝑑𝑥 + (2𝑥 − 𝑦𝑒 𝑦 )𝑑𝑦 = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑦.


(4) (𝑥 + 2) sin 𝑦 𝑑𝑥 + 𝑥 cos 𝑦 𝑑𝑦 = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑒 𝑥 .
(5) 6𝑥𝑦 𝑑𝑥 + (4𝑦 + 9𝑥 2 )𝑑𝑦 = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑦 2 .

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 31


(6) (2𝑦 cos 𝑥 − 𝑥𝑦 sin 𝑥)𝑑𝑥 + (2𝑥 cos 𝑥)𝑑𝑦 = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑦.
1
(7) (𝑥 2 + 2𝑥𝑦 − 𝑦 2 )𝑑𝑥 + (𝑦 2 + 2𝑥𝑦 − 𝑥 2 )𝑑𝑦 = 0, 𝜇(𝑥, 𝑦) = (𝑥+𝑦)2
.

Tentukan faktor integral pada persamaan diferensial berikut sehingga menjadi suatu
persamaan diferensial eksak. Selanjutnya, tentukan penyelesaian persamaan diferensial
eksak tersebut.
(8) (𝑥𝑦)𝑑𝑥 + (2𝑠 2 + 3𝑦 2 − 20)𝑑𝑦 = 0. Petunjuk: Faktor integral 𝜇(𝑦) hanya
bergantung pada variabel y.
(9) 𝑦(𝑥 + 𝑦 + 1)𝑑𝑥 + (𝑥 + 2𝑦)𝑑𝑦 = 0. Petunjuk: Faktor integral 𝜇(𝑥) hanya
bergantung pada variabel x.
(10) (2𝑦 2 + 3𝑥)𝑑𝑥 + (2𝑥𝑦)𝑑𝑦 = 0. Petunjuk: Faktor integral 𝜇(𝑥) hanya
bergantung pada variabel x.
2. 5. Persamaan Diferensial Linear Orde Satu

Pada bagian ini akan dipelajari persamaan diferensial linear orde satu. Bentuk
umum persamaan diferensial linear orde satu diberikan pada definisi berikut.
Definisi 2.8. Bentuk Umum Persamaan Diferensial Linear Orde Satu
Persamaan diferensial biasa orde satu yang dapat dituliskan ke dalam bentuk
𝑑𝑦
𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑏(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎(𝑥) ≠ 0. (2.25)

dinamakan persamaan diferensial linear orde satu dengan variabel tak bebas y.
Jika g(x) = 0, persamaan (2.25) dinamakan persamaan diferensial linear orde satu
homogen. Jika g(x) ≠ 0, persamaan (2.25) dinamakan persamaan diferensial linear
orde satu tak homogen.

Dengan membagi kedua ruas pada (2.25) dengan a(x), diperoleh bentuk standar
persamaan diferensial biasa linear orde satu, yaitu
𝑑𝑦
𝑑𝑥
+ 𝑃(𝑥)𝑦 = 𝑓(𝑥), (2.26)
𝑏(𝑥) 𝑔(𝑥)
dengan 𝑃(𝑥) = 𝑎(𝑥) , 𝑓(𝑥) = 𝑎(𝑥).

Sifat dan Prosedur Penyelesaian Persamaan Diferensial Biasa Linear

Penyelesaian persamaan diferensial biasa linear pada (2.26) dapat


didekomposisikan menjadi 𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑘 , dengan yh adalah penyelesaian homogen dari
(2.26), yaitu yh adalah penyelesaian dari
𝑑𝑦
𝑑𝑥
+ 𝑃(𝑥)𝑦 = 0, (2.27)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 32


dan yk merupakan penyelesaian khusus dari (2.26), yaitu yk memenuhi
𝑑𝑦𝑘
+ 𝑃(𝑥)𝑦𝑘 = 𝑓(𝑥). (2.28)
𝑑𝑥

Persamaan diferensial biasa linear homogen orde satu pada (2.27) merupakan
persamaan diferensial variable terpisah, mengingat (2.27) dapat dituliskan ke dalam
bentuk
1
𝑦
𝑑𝑦 = −𝑃(𝑥)𝑑𝑥.

Akibatnya penyelesaian persamaan diferensial pada (2.27) atau penyelesaian


persamaan homogen dari persamaan diferensial pada (2.26) adalah

𝑦ℎ = 𝐶 𝑒𝑥𝑝(− ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥) = 𝐶𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 , (2.29)

dengan C pada menyatakan konstanta integrasi.

Penyelesaian khusus persamaan diferensial pada (2.26) dapat diperoleh melalui


“metode variasi parameter”. Tuliskan yk ke dalam bentuk

𝑦𝑘 = 𝑢(𝑥)𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 , (2.30)

dengan u(x) akan ditentukan kemudian. Bentuk penyelesaian khusus yk pada (2.30)
serupa dengan penyelesaian homogen yh pada (2.29), kecuali konstanta integrasi C pada
(2.29) digantikan oleh fungsi u(x) pada (2.30). Dengan melakukan subtitusi (2.30) ke
(2.26), diperoleh

𝑑[𝑢𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 ]
𝑑𝑥
+ 𝑃(𝑥)𝑢𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 = 𝑓(𝑥), atau

𝑑𝑢 𝑑𝑢
𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 𝑑𝑥 = 𝑓(𝑥), sehingga 𝑑𝑥 = 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 𝑓(𝑥).

Akibatnya, 𝑢(𝑥) = ∫ 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥. Oleh karena itu, penyelesaian khusus yk
berbentuk

𝑦𝑘 = 𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 ∫ 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥. (2.31)

Dengan demikian, penyelesaian umum persamaan diferensial biasa linear orde satu
pada (2.26) diberikan oleh

𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑘 = 𝐶𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 + 𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 ∫ 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥, (2.32)

dengan C adalah konstanta sebarang.

Formula umum pada (2.32) tidak perlu dihafalkan oleh para mahasiswa. Proses
terpenting adalah pemahaman terhadap prosedur penyelesaian persamaan diferensial

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 33


biasa linear orde satu. Prosedur penyelesaian persamaan diferensial biasa linear orde
satu pada (2.26) adalah:

(1) Tentukan faktor integral pada persamaan diferensial (2.26), yaitu 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 .

(2) Kalikan kedua ruas (2.26) dengan faktor integral 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 , sehingga diperoleh
bentuk persamaan

𝑑[𝑦𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 ]
𝑑𝑥
= 𝑓(𝑥)𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 . (2.33)

(3) Integralkan kedua ruas persamaan diferensial pada (2.33) terhadap x, sehingga
dapat diperoleh penyelesaian umum persamaan diferensial tersebut.

Contoh 2.10. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial

(a) y ′ + 2y = 4.

(b) y ′ − 2xy = 1, y(0) = 1.

Penyelesaian:

(a) Persamaan diferensial tersebut merupakan bentuk standar persamaan diferensial


biasa linear orde satu, dengan P(x) = 2. Faktor integral pada persamaan diferensial
tersebut adalah 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 = 𝑒 ∫ 2 𝑑𝑥 = 𝑒 2𝑥 . Dengan mengalikan kedua ruas pada
persamaan diferensial dengan faktor integral 𝑒 2𝑥 , diperoleh

𝑑𝑦 𝑑�𝑦𝑒 2𝑥 �
𝑒 2𝑥 𝑑𝑥 + 2𝑒 2𝑥 𝑦 = 4𝑒 2𝑥 , atau 𝑑𝑥
= 4𝑒 2𝑥 .

Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diferensial terhadap variable x,


diperoleh penyelesaian umum persamaan diferensial yang berbentuk

𝑦𝑒 2𝑥 = 2𝑒 2𝑥 + 𝐶 atau 𝑦 = 2 + 𝐶𝑒 −2𝑥 , C konstanta sebarang.

(b) Persamaan diferensial tersebut merupakan bentuk standar persamaan diferensial


biasa linear orde satu, dengan P(x) = −2x. Faktor integral pada persamaan
2
diferensial tersebut adalah 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 = 𝑒 ∫ −2𝑥 𝑑𝑥 = 𝑒 −𝑥 . Dengan mengalikan kedua
2
ruas pada persamaan diferensial dengan faktor integral 𝑒 −𝑥 , diperoleh
2
2 𝑑𝑦 2 2 𝑑�𝑦𝑒 −𝑥 � 2
𝑒 −𝑥 𝑑𝑥
− 2𝑥𝑒 −𝑥 𝑦 = 𝑒 −𝑥 , 𝑦(0) = 1; atau = 𝑒 −𝑥 , 𝑦(0) = 1.
𝑑𝑥

2
Fungsi f, dengan f(x) = 𝑒 −𝑥 merupakan fungsi kontinu pada himpunan semua
bilangan real. Akan tetapi, integral fungsi f tersebut bukan fungsi elementer. Dengan

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 34


menggunakan variabel buatan (dummy variabel) u sebagai variabel pengintegralan,
diperoleh

−𝑢2 �
𝑥 𝑑�𝑦𝑒 𝑥 2 2 𝑥 2
∫𝑢=0 𝑑𝑢 𝑑𝑢 = ∫𝑢=0 𝑒 −𝑢 𝑑𝑢 atau 𝑦(𝑢)𝑒 −𝑢 |0𝑥 = ∫𝑢=0 𝑒 −𝑢 𝑑𝑢.

Dengan melakukan subtitusi nilai y pada batas integrasi, diperoleh


2 𝑥 2 2 𝑥 2
𝑦(𝑥)𝑒 −𝑥 − 1 = ∫0 𝑒 −𝑢 𝑑𝑢, atau 𝑦(𝑥)𝑒 −𝑥 = 1 + ∫0 𝑒 −𝑢 𝑑𝑢.
Oleh karena itu, penyelesaian persamaan diferensial tersebut adalah
𝑥
2 2 2
𝑦(𝑥) = 𝑒 𝑥 + 𝑒 𝑥 � 𝑒 −𝑢 𝑑𝑢.
0

Latihan 2.5.
Tentukan penyelesaian umum pesamaan diferensial berikut.
𝑑𝑦
(1) 𝑑𝑥
+ 3𝑦 = 0.
𝑑𝑦
(2) 𝑑𝑥
+ 2𝑦 = 𝑥 + 2.
𝑑𝑦
(3) 𝑑𝑥
+ 2𝑥𝑦 = 𝑥 2 .
𝑑𝑦
(4) 𝑥 𝑑𝑥 + 2𝑥𝑦 = 𝑥 2 + 1.
𝑑𝑦
(5) 𝑑𝑥
= 𝑦 + 𝑥 2 + 𝑥 + 1.
𝑑𝑦
(6) 𝑥 𝑑𝑥 = 𝑦 + 𝑥 2 sin 𝑥 + 𝑥 2 cos 𝑥.
𝑑𝑦
(7) 𝑥 𝑑𝑥 = 𝑦 + 1.

Tentukan penyelesaian persamaan diferensial berikut dengan syarat awal yang


diberikan.
𝑑𝑦
(8) 𝑥 𝑑𝑥 + 𝑦 = 𝑒 𝑥 , 𝑦(1) = 1.
𝑑𝑖
(9) 𝐿 𝑑𝑡 + 𝑅 = 𝐸, 𝑖(0) = 𝐾, dengan L, R, E, K adalah konstanta positif.
𝑑𝑇
(10) 𝑑𝑡
= 𝑘(𝑇 − 𝑇𝑚 ), 𝑇(0) = 𝐴, dengan k, Tm, A adalah konstanta positif.

2. 6. Persamaan Bernoulli

Pada bagian ini akan dibahas prosedur penyelesaian persamaan Bernoulli.


Persamaan Bernoulli merupakan persamaan diferensial biasa orde satu yang
mempunyai bentuk umum
𝑑𝑦
𝑑𝑥
+ 𝑃(𝑥)𝑦 = 𝑓(𝑥)𝑦 𝑛 , (2.34)

dengan n merupakan bilangan real.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 35


Untuk n = 0 atau n = 1, persamaan Bernoulli pada (2.34) merupakan persamaan
diferensial biasa linear orde satu.

Untuk n > 0, y(x) = 0 memenuhi (2.34), sehingga y(x) = 0 merupakan


penyelesaian dari persamaan Bernoulli. Untuk n ≠ 0 dan n ≠ 1, maka persamaan
Bernoulli dapat ditransformasi menjadi persamaan diferensial linear dengan memilih
subtitusi

𝑧 = 𝑦1−𝑛 . (2.35)

Contoh 2.11. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial

dy
x + y = x2y3 .
dx

Penyelesaian:

Untuk x ≠ 0, maka persamaan diferensial tersebut dapat dituliskan ke dalam


bentuk

𝑑𝑦 1
+ 𝑦 = 𝑥𝑦 3 .
𝑑𝑥 𝑥

Dengan memilih subtitusi 𝑧 = 𝑦 1−𝑛 = 𝑦 −2 atau 𝑦 = 𝑧 −1/2 , diperoleh


𝑑𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑧 1 𝑑𝑧
𝑑𝑥
= 𝑑𝑧 𝑑𝑥
= − 2 𝑧 −3/2 𝑑𝑥.

𝑑𝑦 1 𝑑𝑧
Dengan melakukan subtitusi 𝑦 = 𝑧 −1/2 dan 𝑑𝑥
= − 2 𝑧 −3/2 𝑑𝑥 ke dalam persamaan

Bernoulli, diperoleh
1 𝑑𝑧 1 𝑑𝑧 2
− 2 𝑧 −3/2 𝑑𝑥 + 𝑥 𝑧 −1/2 = 𝑥𝑧 −3/2 , atau 𝑑𝑥 − 𝑥 𝑧 = −2𝑥.

Persamaan yang dihasilkan merupakan persamaan diferensial linear orde satu


2
dengan faktor integral 𝑒 − ∫𝑥𝑑𝑥 = 𝑒 −2ln |𝑥| = 𝑥 −2 . Dengan mengalikan kedua ruas pada
persamaan diferensial dengan faktor integral 𝑥 −2, diperoleh

𝑑𝑧 2 2 𝑑�𝑧𝑥 −2 � 2
𝑥 −2 𝑑𝑥 − 𝑥 3 𝑧 = − 𝑥, atau 𝑑𝑥
= − 𝑥.

Dengan mengintegralkan kedua ruas terhadap variable x, diperoleh

𝑧𝑥 −2 = −2 ln|𝑥| + 𝐶, C konstanta sebarang.

Mengingat 𝑧 = 𝑦 −2, maka penyelesaian umum persamaan Bernoulli tersebut adalah


1
𝑦 −2 𝑥 −2 = −2 ln|𝑥| + 𝐶 atau 𝑥 2 𝑦 2 + 2 ln|𝑥| = 𝐶, C konstanta sebarang.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 36


Catatan: y(x) = 0 juga merupakan penyelesaian persamaan Bernoulli.
Penyelesaian 𝑦(𝑥) = 0 merupakan penyelesaian singular persamaan Bernoulli, karena
penyelesaian 𝑦(𝑥) = 0tidak dapat diperoleh dari penyelesaian umum persamaan
1
Bernoulli yang berbentuk 𝑥2𝑦2
+ 2 ln|𝑥| = 𝐶, C konstanta sebarang.

Latihan 2.6.
Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial berikut dengan memilih subtitusi
yang tepat.
𝑑𝑦 1
(1) 𝑥 𝑑𝑥 + 𝑥𝑦 = 𝑦2
.
𝑑𝑦 1
(2) 𝑥 𝑑𝑥 − 𝑥𝑦 = 𝑦2
.
𝑑𝑦
(3) 𝑑𝑥
+ 𝑦 = 𝑒 𝑥 𝑦2.
𝑑𝑦
(4) 𝑑𝑥
+ 𝑥𝑦 = 𝑒 𝑥 𝑦 2 .
𝑑𝑦
(5) 𝑑𝑥
− 𝑦(𝑥𝑦 3 − 1) = 0.
𝑑𝑦
(6) 𝑥 𝑑𝑥 + (1 + 𝑥)𝑦 = 𝑥𝑦 2 .
𝑑𝑦
(7) 𝑑𝑥
− (1 + 𝑥)𝑦 = 𝑥𝑦 3 .
𝑑𝑦
(8) 𝑑𝑥
− 𝑦 = 𝑒 𝑥 𝑦2.

Tentukan penyelesaian persamaan diferensial berikut dengan nilai awal yang diberikan
𝑑𝑦
(9) 𝑥 2 𝑑𝑥 − 2𝑥𝑦 = 𝑦 3 , 𝑦(1) = 1.
𝑑𝑦
(10) 𝑦1/2 𝑑𝑥 + 𝑦 3/2 = 1, 𝑦(0) = 1.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 37


MODUL 3
Persamaan Diferensial Biasa Linear Orde Dua

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memperoleh capaian


pembelajaran sebagai berikut:
(1) Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa teori dasar pada persamaan diferensial
linear orde dua.
(2) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial biasa linear orde
dua homogen koefisien konstan.
(3) Mahasiswa dapat menggunakan metode koefisien tak tentu untuk menentukan
penyelesaian persamaan diferensial biasa linear orde dua tak homogen koefisien
konstan.
(4) Mahasiswa dapat menggunakan metode variasi parameter untuk menyelesaikan
persamaan diferensial linear orde dua koefisien konstan.
(5) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan Cauchy-Euler.

3.1. Pendahuluan: Teori tentang Persamaan Diferensial Biasa Linear


Pada bagian ini akan dibahas beberapa konsep penting yang terkait dengan
persamaan diferensial biasa linear, terutama persamaan diferensial biasa linear orde
dua.

3.1.1. Masalah Nilai Awal dan Masalah Syarat Batas

Persamaan diferensial biasa orde dua mempunyai bentuk umum


𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑑𝑥 2
= 𝑓 �𝑥, 𝑦, 𝑑𝑥 �. (3.1)

Persamaan diferensial biasa orde dua disebut linear jika (3.1) dapat dituliskan ke
dalam bentuk
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2 + 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑐(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎(𝑥) ≠ 0. (3.2)

Jika persamaan diferensial biasa orde dua tidak dapat dituliskan ke dalam bentuk (3.2),
maka persamaan diferensial biasa tersebut dikatakan tidak linear. Jika pada (3.2)
𝑔(𝑥) = 0, maka persamaan diferensial yang diperoleh dinamakan persamaan
diferensial linear ode dua homogen. Jika 𝑔(𝑥) ≠ 0, maka (3.2) merupakan persamaan
diferensial linear orde dua tak homogen.

Pada modul pertama, telah diperkenalkan persamaan diferensial dengan nilai


awal. Misalkan suatu persamaan diferensial terdefinisi pada suatu interval buka 𝐵 ⊆ 𝑅.
Masalah nilai awal pada persamaaan diferensial linear orde dua mempunyai bentuk
umum

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
Tentukan penyelesaian: 𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2 + 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑐(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎(𝑥) ≠ 0. (3.3)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 38


yang memenuhi kondisi: 𝑦(𝑥0 ) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (𝑥0 ) = 𝑦1 . (3.4)

Perhatikan bahwa grafik penyelesaian persamaan diferensial pada (3.3) diketahui


melalui titik (x0, y0), dengan 𝑥0 ∈ 𝐵. Selain itu, gradien grafik penyelesaian persamaan
diferensial (3.3) pada titik (x0, y0) adalah sebesar y1.

Teorema berikut memberikan syarat cukup agar masalah nilai awal pada
persamaan diferensial linear orde dua yang diberikan dalam (3.3)-(3.4) mempunyai
penyelesaian tunggal (tepat satu penyelesaian).

Teorema 3.1 Keberadaan dan ketunggalan penyelesaian masalah nilai awal


Misalkan persamaan diferensial linear orde dua berikut
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
𝑎(𝑥) 2
+ 𝑏(𝑥) + 𝑐(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎(𝑥) ≠ 0
𝑑𝑥 𝑑𝑥
terdefinisi pada suatu interval buka 𝐵 ⊆ 𝑅. Misalkan untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐵, 𝑎(𝑥) ≠ 0,
dan 𝑎(𝑥), 𝑏(𝑥), 𝑐(𝑥), 𝑔(𝑥) merupakan fungsi kontinu pada interval buka B. Untuk
sebarang x0 ∈ B, masalah nilai awal pada persamaan diferensial orde dua yang
diberikan pada (3.3)-(3.4) mempunyai penyelesaian dan penyelesainnya tunggal.

Contoh 3.1. Buktikanlah bahwa 𝑦 = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥 merupakan satu-satunya


penyelesaian dari persamaan diferensial 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥, 𝑦(0) = 2 𝑦 ′ (0) = −1.
Penyelesaian:

Akan ditunjukkan bahwa 𝑦 = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥 merupakan penyelesaian dari persamaan


diferensial 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −1. Karena 𝑦(𝑥) = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥 , maka
𝑦 ′(𝑥) = 𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥 − 1 dan 𝑦 ′′(𝑥) = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 .

Akibatnya, 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − (𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥) = 𝑥. Selain itu diperoleh 𝑦(0) = 2 dan


𝑦 ′(0) = −1. Oleh karena itu, 𝑦 = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥 merupakan penyelesaian dari
persamaan diferensial 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −1.

Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa 𝑦 = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥 merupakan satu-


satunya penyelesaian dari persamaan diferensial 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −1.
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
Persamaan diferensial 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥 berbentuk 𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2 + 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑐(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥),

dengan 𝑎(𝑥) = 1, 𝑏(𝑥) = 0, 𝑐(𝑥) = −1, 𝑔(𝑥) = 𝑥. Hipotesis Teorema 3.1 terpenuhi
karena a(x), b(x), c(x) dan g(x) merupakan fungsi kontinu pada himpunan bilangan real,
dan a(x) ≠ 0 untuk setiap bilangan real. Akibatnya, persamaan diferensial dengan nilai
awal 𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −1 mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu
𝑦 = 𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 − 𝑥.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 39


Contoh 3.2. Tentukan interval buka terpanjang sehingga penyelesaian persamaan
diferensial biasa dengan nilai awal berikut

(𝑡 2 − 3𝑡)𝑦 ′′ + 𝑡𝑦 ′ − (𝑡 + 1)𝑦 = 0, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 0

ada (terdefinisi).

Penyelesaian:

𝑑2 𝑡 𝑑𝑦
Persamaan diferensial tersebut berbentuk 𝑎(𝑡) 𝑑𝑡 2 + 𝑏(𝑡) 𝑑𝑡 + 𝑐(𝑡)𝑦 = 𝑔(𝑡) dengan

𝑎(𝑡) = (𝑡 2 − 3𝑡), 𝑏(𝑡) = 𝑡, 𝑐(𝑡) = −(𝑡 + 1), 𝑔(𝑡) = 0. Misalkan 𝐵⊆𝑅 merupakan
interval buka terpanjang sehingga persamaan diferensial tersebut mempunyai
penyelesaian. Telah diketahui bahwa 1 ∈ 𝐵, yaitu interval buka B memuat nilai t = 1.
Fungsi b(t), c(t), dan g(t) kontinu pada himpunan bilangan real R, sehingga b(t), c(t),
dan g(t) juga kontinu pada interval buka 𝐵 ⊆ 𝑅. Agar hipotesis Teorema 3.1 terpenuhi,
maka 𝑎(𝑡) = (𝑡 2 − 3𝑡) = 𝑡(𝑡 − 3) ≠ 0, atau 𝑡 ≠ 0 dan 𝑡 ≠ 3. Ada tiga kemungkinan
interval buka sehingga 𝑎(𝑡) = 𝑡(𝑡 − 3) ≠ 0, yaitu:

(i) (−∞, 0) = {𝑡 ∈ 𝑅: 𝑡 < 0}.

(ii) (0,3) = {𝑡 ∈ 𝑅: 0 < 𝑡 < 3}.

(iii) (3, ∞) = {𝑡 ∈ 𝑅: 𝑡 > 3}.

Interval buka yang memuat nilai t = 1 adalah interval (ii), sehingga interval buka
terpanjang yang menjamin keberadaan solusi persamaan diferensial tersebut adalah
𝐵 = (0,3) = {𝑡 ∈ 𝑅: 0 < 𝑡 < 3}.

3.1.2. Masalah Syarat Batas

Tipe lain yang berhubungan dengan persamaan diferensial biasa orde dua atau
orde yang lebih tinggi adalah masalah syarat batas. Berikut merupakan contoh bentuk
masalah syarat batas untuk persamaan diferensial linear orde dua.

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
Tentukan penyelesaian: 𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2 + 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑐(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎(𝑥) ≠ 0. (3.5)

yang memenuhi syarat batas: 𝑦(𝛼) = 𝑦0 , 𝑦(𝛽) = 𝑦1 . (3.6a)

Misalkan persamaan diferensial (3.5) tersebut terdefinisi pada suatu interval buka
𝐵 ⊆ 𝑅 . Perhatikan bahwa grafik penyelesaian persamaan diferensial pada (3.5)
diketahui melalui titik (α, y0) dan (β, y1) dengan 𝛼, 𝛽 ∈ 𝐵.

Selain (3.6), syarat batas untuk persamaan diferensial (3.5) dapat berbentuk

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 40


Syarat batas: 𝑦(𝛼) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (𝛽) = 𝑦1 . (3.6b)

Syarat batas: 𝑦 ′ (𝛼) = 𝑦0 , 𝑦(𝛽) = 𝑦1 . (3.6c)

Syarat batas: 𝑦 ′ (𝛼) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (𝛽) = 𝑦1 . (3.6d)

Meskipun kondisi pada Teorema 3.1. terpenuhi, masalah syarat batas pada
persamaan diferensial biasa mungkin mempunyai tepat satu penyelesaian,
mempunyai banyak penyelesaian, atau tidak mempunyai penyelesaian sama
sekali. Hal ini berbeda dengan masalah nilai awal pada persamaan diferensial biasa.
Contoh berikut menunjukkan bahwa masalah syarat batas pada persamaan diferensial
biasa dapat mempunyai tepat satu penyelesaian, banyak penyelesaian, atau tidak
mempunyai penyelesaian.

Contoh 3.3. Pada Modul 1 telah ditunjukkan bahwa 𝑦 = a cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡 merupakan
satu-satunya penyelesaian dari persamaan diferensial 𝑦̈ + 𝑦 = 0.
(a) Misalkan ingin ditentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dengan syarat
batas 𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦(𝜋) = 0.

Dengan melakukan subtitusi 𝑦(0) = 0 ke dalam 𝑦 = a cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡, diperoleh a = 0,


sehingga 𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡. Untuk setiap bilangan real b, 𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡 juga memenuhi
kondisi 𝑦(𝜋) = 0. Akibatnya, untuk setiap bilangan real b, 𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡 merupakan
penyelesaian masalah syarat batas 𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦(𝜋) = 0. Oleh karena itu,
masalah syarat batas 𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦(𝜋) = 0 mempunyai banyak (tak
hingga) penyelesaian.

(b) Misalkan ingin ditentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dengan syarat
𝜋
batas 𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦 �2 � = 2.

Dengan melakukan subtitusi 𝑦(0) = 0 ke dalam 𝑦 = a cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡, diperoleh a = 0,


𝜋
sehingga 𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡. Selanjutnya, dengan melakukan subtitusi 𝑦 �2 � = 2 ke

dalam 𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡, diperoleh b = 2. Oleh karena itu, masalah syarat batas
𝜋
𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦 �2 � = 2 mempunyai tepat satu penyelesaian, yaitu y = 2 sin

t.

(c) Misalkan ingin ditentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dengan syarat
batas 𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦(𝜋) = 1.

Dengan melakukan subtitusi 𝑦(0) = 0 ke dalam 𝑦 = a cos 𝑡 + 𝑏 sin 𝑡, diperoleh a = 0,


sehingga 𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡. Selanjutnya, dengan melakukan subtitusi 𝑦(𝜋) = 1 ke dalam

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 41


𝑦(𝑡) = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝑡, diperoleh kontradiksi karena 1 = 𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝜋 = 0. Oleh karena itu,
masalah syarat batas 𝑦̈ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦(𝜋) = 1 tidak mempunyai
penyelesaian.

3.1.3. Sifat Persamaan Diferensial Linear Homogen: Prinsip Superposisi

Teorema berikut menyatakan bahwa kombinasi linear dari penyelesaian suatu


persamaan diferensial linear homogen, juga merupakan penyelesaian persamaan
diferensial linear homogen tersebut.

Teorema 3.2 Prinsip superposisi pada persamaan diferensial linear homogen


Misalkan diberikan persamaan diferensial linear orde dua homogen yang berbentuk
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2 + 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑐(𝑥)𝑦 = 0, 𝑎(𝑥) ≠ 0 (3.7)

yang terdefinisi pada suatu interval buka 𝐵 ⊆ 𝑅. Misalkan untuk setiap 𝑥 ∈


𝐵, 𝑎(𝑥) ≠ 0, dan 𝑎(𝑥), 𝑏(𝑥), 𝑐(𝑥) merupakan fungsi kontinu pada interval buka B.
Jika y1 dan y2 merupakan penyelesaian dari (3.7), maka untuk sebarang konstanta
real α, β, 𝑦 = 𝛼𝑦1 + 𝛽𝑦2 juga merupakan penyelesaian dari (3.7).
Bukti:

Diambil sebarang α, β bilangan real. Karena y1 dan y2 merupakan penyelesaian


dari (3.7), maka

𝑑2 𝑦1 𝑑𝑦1
𝑎(𝑥) + 𝑏(𝑥) + 𝑐(𝑥)𝑦1 = 0, (3.8)
𝑑𝑥 2 𝑑𝑥

𝑑2 𝑦2 𝑑𝑦2
dan 𝑎(𝑥) + 𝑏(𝑥) + 𝑐(𝑥)𝑦2 = 0. (3.9)
𝑑𝑥 2 𝑑𝑥

Dengan mengalikan (3.8) dan (3.9) dengan konstanta α dan β, diperoleh

𝑑2 (𝛼𝑦1 ) 𝑑(𝛼𝑦1 )
𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2
+ 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥
+ 𝑐(𝑥)(𝛼𝑦1 ) = 0, (3.10)

𝑑2 (𝛽𝑦2 ) 𝑑(𝛽𝑦2 )
dan 𝑎(𝑥) + 𝑏(𝑥) + 𝑐(𝑥)(𝛽𝑦2 ) = 0. (3.11)
𝑑𝑥 2 𝑑𝑥

Dengan menjumlahkan kedua ruas pada (3.10) dan (3.11), diperoleh

𝑑2 (𝛼𝑦1 +𝛽𝑦2 ) 𝑑(𝛼𝑦1 +𝛽𝑦2 )


𝑎(𝑥) 𝑑𝑥 2
+ 𝑏(𝑥) 𝑑𝑥
+ 𝑐(𝑥)(𝛼𝑦1 + 𝛽𝑦2 ) = 0. (3.12)

Akibatnya, 𝑦 = 𝛼𝑦1 + 𝛽𝑦2 juga merupakan penyelesaian dari (3.7).∎

Melalui pemeriksaan langsung, dapat ditunjukkan bahwa y(x) = 0 merupakan


penyelesaian dari persamaan diferensial linear homogen pada (3.7). Penyelesaian

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 42


𝑦(𝑥) = 0 disebut penyelesaian trivial. Penyelesaian trivial 𝑦(𝑥) = 0 diperoleh dari
kombinasi linear penyelesaian y1 dan y2 dengan memilih konstanta α = β = 0.

3.1.4. Bebas Linear dan Bergantung Linear

Konsep dasar lain yang terkait dengan persamaan diferensial linear adalah
konsep bebas linear dan bergantung linear.

Definisi 3.3. Bebas linear dan bergantung linear


Himpunan fungsi {𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 } dikatakan bergantung linear pada interval buka B
jika terdapat konstanta 𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 yang tidak semuanya bernilai nol dan memenuhi
𝑐1 𝑓1 (𝑥) + 𝑐2 𝑓2 (𝑥) + ⋯ + 𝑐𝑛 𝑓𝑛 (𝑥) = 0
untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐵. Jika himpunan fungsi {𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 } tidak bergantung linear
pada interval buka B, maka himpunan fungsi {𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 } tersebut dikatakan bebas
linear.
Dengan perkataan lain, himpunan fungsi {𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 } dikatakan bebas linear pada
interval buka B jika terdapat 𝑥 ∈ 𝐵 sehingga kondisi

𝑐1 𝑓1 (𝑥) + 𝑐2 𝑓2 (𝑥) + ⋯ + 𝑐𝑛 𝑓𝑛 (𝑥) = 0


hanya terpenuhi untuk konstanta 𝑐1 = 𝑐2 = ⋯ = 𝑐𝑛 = 0.

Definisi 3.4. Wronskian


Misalkan fungsi-fungsi f1, f2, …, fn mempunyai turunan pertama, turunan kedua,
hingga turunan ke (n – 1). Determinan
𝑓1 𝑓2 … 𝑓𝑛
𝑓1′ 𝑓2′ … 𝑓𝑛′
𝑊(𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 ) = � ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ �
(𝑛−1) (𝑛−1) (𝑛−1)
𝑓1 𝑓2 … 𝑓𝑛
dinamakan wronskian dari fungsi-fungsi f1, f2, …, fn. Notasi aksen pada definisi
tersebut menyatakan turunan.
Teorema berikut memberikan kriteria lain untuk kondisi bebas linear dari sejumlah
berhingga fungsi.

Teorema 3.5. Kriteria bebas linear menggunakan Wronskian


Misalkan fungsi-fungsi y1, y2, …, yn merupakan penyelesaian dari suatu persamaan
diferensial biasa linear homogen orde berorde n pada suatu interval buka B.
Himpunan fungsi tersebut bebas linear pada interval buka B jika dan hanya jika
𝑊(𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 ) ≠ 0 untuk setiap titik x dalam interval buka B tersebut.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 43


Latihan 3.1

Pada soal-soal berikut, tentukan Wronskian dari pasangan fungsi yang diberikan.
Tentukan juga apakah pasangan fungsi tersebut bebas linear atau tak bebas linear
(bergantung linear).
1) 𝑓1 (𝑡) = 𝑒 2𝑡 , 𝑓2 (𝑡) = 𝑒 3𝑡 .
2) 𝑓1 (𝑡) = cos 𝑡 , 𝑓2 (𝑡) = sin 𝑡.
3) 𝑓1 (𝑡) = 𝑒 −2𝑡 , 𝑓2 (𝑡) = 𝑡𝑒 −2𝑡 .
4) 𝑓1 (𝑡) = 𝑒 −𝑡 cos 2𝑡 , 𝑓2 (𝑡) = 𝑒 −𝑡 sin 2𝑡.
5) 𝑓1 (𝑥) = cos 2𝑥 − 1 , 𝑓2 (𝑡) = cos 2𝑥 + 1.
Pada soal (6) – (10) berikut, tentukan interval buka terpanjang sehingga persamaan
diferensial dengan nilai awal berikut mempunyai solusi yang diferensiabel (dapat
diturunkan) hingga turunan kedua. Catatan: Jangan mencari solusi dari persamaan
diferensial biasa tersebut.
6) 𝑡𝑦 ′′ + 2𝑦 = 𝑡, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 2.
7) (𝑥 − 1)𝑦 ′′ − 3𝑥𝑦 ′ + 4𝑦 = sin 𝑥 , 𝑦(−2) = 2, 𝑦 ′ (−2) = 1.
8) 𝑡(𝑡 − 4)𝑦 ′′ + 3𝑡𝑦 ′ + 4𝑦 = 1, 𝑦(3) = 0, 𝑦 ′ (3) = 1.
9) 𝑦 ′′ + (cos 𝑡) 𝑦 ′ + (ln|𝑡|)𝑦 = 0, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 0.
10) (𝑥 − 4)𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ + (ln |𝑥|) 𝑦 = 0, 𝑦(2) = 0, 𝑦 ′ (2) = 1.
11) Jika wronskian 𝑊(𝑓, 𝑔) = 3𝑒 4𝑡 , 𝑓(𝑡) = 𝑒 2𝑡 , maka tentukan g(t).
12) Jika wronskian 𝑊(𝑓, 𝑔) = 𝑡 2 𝑒 𝑡 , 𝑓(𝑡) = 𝑡, maka tentukan g(t).

3. 2. Persamaan Diferensial Linear Orde Dua Homogen Koefisien


Konstan
Persamaan diferensial biasa linear orde dua homogen koefisien konstan dengan
variable bebas x dan variable tak bebas y mempunyai bentuk umum
𝑎𝑦 ′′ + 𝑏𝑦 ′ + 𝑐𝑦 = 0, 𝑎 ≠ 0. (3.13)
Untuk memperoleh penyelesaian umum persamaan diferensial pada (3.13), perhatikan
persamaan diferensial linear orde satu koefisien konstan berikut
𝑏
𝑎𝑦 ′ + 𝑏𝑦 = 0, 𝑎 ≠ 0 atau 𝑦 ′ = − 𝑎 𝑦, 𝑎 ≠ 0. (3.14)

Penyelesaian umum persamaan diferensial linear orde satu pada (3.14) adalah
𝑦 = 𝐶𝑒 −𝑏𝑥/𝑎 , dengan C konstanta real sebarang.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 44


Berdasarkan penyelaian umum persamaan diferensial (3.14), maka dapat diduga
bahwa penyelesaian umum persamaan diferensial linear orde dua pada (3.13) juga
merupakan suatu fungsi eksponensial. Misalkan diduga bahwa 𝑦 = 𝑒 𝑚𝑥 merupakan
penyelesaian persamaan diferensial pada (3.13). Untuk 𝑦 = 𝑒 𝑚𝑥 , maka 𝑦 ′ = 𝑚𝑒 𝑚𝑥 , 𝑦 ′′ =
𝑚2 𝑒 𝑚𝑥 . Dengan mensubtitusikan nilai-nilai ini ke (3.13) diperoleh
𝑒 𝑚𝑥 (𝑎𝑚2 + 𝑏𝑚 + 𝑐) = 0, 𝑎 ≠ 0.
Karena 𝑒 𝑚𝑥 ≠ 0, maka haruslah dipenuhi kondisi
𝑎𝑚2 + 𝑏𝑚 + 𝑐 = 0. (3.15)
Persamaan (3.15) dinamakan persamaan karakteristik (auxiliary equation) untuk
persamaan diferensial linear orde dua pada (3.13). Akar-akar persamaan (3.15) adalah
−𝑏+√𝑏2 −4𝑎𝑐 −𝑏−√𝑏2 −4𝑎𝑐
𝑚1 = 2𝑎
, 𝑚2 = 2𝑎
. Oleh karena itu, ada tiga kasus (kemungkinan),

yaitu:
(1) Akar-akar m1 dan m2 real dan berbeda.
(2) Akar-akar m1 dan m2 merupakan bilangan real sama (akar kembar).
(3) Akar-akar m1 dan m2 merupakan bilangan kompleks sekawan (konjugat).

Kasus 1: Akar-akar (3.15) real berbeda

Misalkan akar-akar (3.15) merupakan bilangan real berbeda (m1 ≠ m2), maka
𝑦1 = 𝑒 𝑚1 𝑥 dan 𝑦2 = 𝑒 𝑚2 𝑥 merupakan fungsi-fungsi yang bebas linear. Wronskian dari
𝑦1 = 𝑒 𝑚1 𝑥 dan 𝑦2 = 𝑒 𝑚2 𝑥 adalah
𝑒 𝑚1 𝑥 𝑒 𝑚2 𝑥
𝑊(𝑒 𝑚1 𝑥 , 𝑒 𝑚2 𝑥 ) = � � = (𝑚2 − 𝑚2 )𝑒 (𝑚2 +𝑚2 )𝑥 .
𝑚1 𝑒 𝑚1 𝑥 𝑚2 𝑒 𝑚2 𝑥
Karena m1 ≠ m2, maka untuk setiap bilangan real x, 𝑊(𝑒 𝑚1 𝑥 , 𝑒 𝑚2 𝑥 ) ≠ 0. Akibatnya,
𝑦1 = 𝑒 𝑚1 𝑥 dan 𝑦2 = 𝑒 𝑚2 𝑥 merupakan penyelesaian persamaan diferensial (3.13) yang
bebas linear. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial (3.13) adalah
𝑦 = 𝐶1 𝑒 𝑚1 𝑥 + 𝐶2 𝑒 𝑚2 𝑥 , (3.16)
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.

Kasus 2: Akar-akar (3.15) real kembar

Misalkan akar-akar (3.15) merupakan akar real kembar (m1 = m2 = α), maka
hanya diperoleh satu penyelesaian persamaan diferensial (3.13), yaitu 𝑦1 = 𝑒 𝛼𝑥 dengan
−𝑏
𝛼= 2𝑎
. Mengingat (3.13) merupakan persamaan diferensial linear, maka penyelesaian

lain persamaan diferensial (3.13) yang bebas linear dengan y1 dapat diperoleh melalui

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 45


reduksi orde persamaan diferensial. Misalkan y2 merupakan penyelesaian lain
persamaan diferensial (3.13) yang bebas linear dengan y1. Tuliskan y2 dalam bentuk
𝑦2 = 𝑢(𝑥)𝑦1 = 𝑢(𝑥)𝑒 𝛼𝑥 , (3.17)
Dengan u(x) akan ditentukan.
Dengan melakukan subtitusi (3.17) ke (3.13), diperoleh
𝑢𝑒 𝛼𝑥 (𝑎𝛼 2 + 𝑏𝛼 + 𝑐) + 𝑒 𝛼𝑥 (𝑎𝑢′′ ) + 𝑒 𝛼𝑥 𝑢′ (2𝛼𝑎 + 𝑏) = 0. (3.18)
−𝑏
Mengingat 𝛼 = 2𝑎
merupakan akar dari (3.15) dan a ≠ 0, maka (3.18) dapat

disederhanakan menjadi
𝑢′′ (𝑥) = 0. (3.19)
Penyelesaian umum dari (3.19) adalah u(x) = A + Bx, untuk sebarang konstanta real A
dan B. Dengan memilih A = 0, B = 1 atau u(x) = x, maka diperoleh
𝑦2 = 𝑥𝑒 𝛼𝑥
sebagai penyelesaian lain dari persamaan diferensial (3.13). Wronskian dari 𝑦1 =
𝑒𝑚𝑥 dan 𝑦2=𝑥𝑒𝛼𝑥 adalah
𝑒 𝛼𝑥 𝑥𝑒 𝛼𝑥
𝑊(𝑒 𝛼𝑥 , 𝑒 𝛼𝑥 ) = � 𝛼𝑥 � = 𝑒 𝛼𝑥 ≠ 0.
𝛼𝑒 𝑒 𝛼𝑥 (1 + 𝛼𝑥)
Akibatnya, 𝑦1 = 𝑒 𝑚𝑥 dan 𝑦2 = 𝑥𝑒 𝛼𝑥 merupakan penyelesaian persamaan diferensial
(3.13) yang bebas linear. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial
(3.13) adalah
𝑦 = 𝐶1 𝑒 𝛼𝑥 + 𝐶2 𝑥𝑒 𝛼𝑥 , (3.20)
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.

Kasus 3: Akar-akar (3.15) kompleks sekawan

Misalkan akar-akar (3.15) merupakan bilangan kompleks sekawan (konjugat).


Akar-akar kompleks sekawan tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖
dan 𝑚1 = 𝛼 − 𝛽𝑖, dengan α, β bilangan real dan β > 0. Fungsi
𝑦1 = 𝑒 (𝛼+𝛽𝑖)𝑥 dan 𝑦2 = 𝑒 (𝛼−𝛽𝑖)𝑥 merupakan penyelesaian persamaan diferensial (3.13)
yang bebas linear. Dari identitas Euler
𝑦1 = 𝑒 (𝛼+𝛽𝑖)𝑥 = 𝑒 𝛼𝑥 𝑒 𝛽𝑖 = 𝑒 𝛼𝑥 (cos 𝛽𝑥 + 𝑖 sin 𝛽𝑥),
𝑦2 = 𝑒 (𝛼−𝛽𝑖)𝑥 = 𝑒 𝛼𝑥 𝑒 −𝛽𝑖 = 𝑒 𝛼𝑥 (cos 𝛽𝑥 − 𝑖 sin 𝛽𝑥).
diperoleh 𝑦1 + 𝑦2 = 2 𝑒 𝛼𝑥 cos 𝛽𝑥 dan 𝑦1 − 𝑦2 = 2𝑖 𝑒 𝛼𝑥 sin 𝛽𝑥.
Mengingat (3.13) merupakan persamaan diferensial linear homogen, maka
berdasarkan teorema 3.2 (teorema superposisi), kombinasi linear dari y1 dan y2 juga
menrupakan penyelesaian persamaan diferensial (3.13). Akibatnya, fungsi-fungsi

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 46


𝑦3 = 𝑒 𝛼𝑥 cos 𝛽𝑥 dan 𝑦4 = 𝑒 𝛼𝑥 sin 𝛽𝑥 merupakan penyelesaian persamaan (3.13).
Wronskian dari y3 dan y4 adalah
𝑒 𝛼𝑥 cos 𝛽𝑥 𝑒 𝛼𝑥 sin 𝛽𝑥
𝑊(𝑒 𝛼𝑥 cos 𝛽𝑥 , 𝑒 𝛼𝑥 sin 𝛽𝑥) = � 𝛼𝑥 �
𝛼𝑒 cos 𝛽𝑥 − 𝛽𝑒 𝛼𝑥 sin 𝛽𝑥 𝛼𝑒 𝛼𝑥 sin 𝛽𝑥 + 𝛽𝑒 𝛼𝑥 cos 𝛽𝑥
= 𝛽𝑒 𝛼𝑥 ≠ 0.
Akibatnya, y3 dan y4 merupakan penyelesaian persamaan diferensial (3.13) yang bebas
linear. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial (3.13) adalah
𝑦 = 𝑒 𝛼𝑥 (𝐶1 cos 𝛽𝑥 + 𝐶2 sin 𝛽𝑥), (3.21)
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.

Contoh 3.4. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial

(a) 2𝑦 ′′ + 3𝑦 ′ − 2𝑦 = 0.
(b) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = 0.
(c) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 5𝑦 = 0, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 1.
Penyelesaian:
(a) Persamaan karakteristik pada persamaan diferensial tersebut adalah
2𝑚2 + 3𝑚 − 2 = (2𝑚 − 1)(𝑚 + 2) = 0. Akar-akar persamaan karakteristik
1
adalah 𝑚1 = 2 dan 𝑚2 = −2. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan

diferensial tersebut adalah 𝑦 = 𝐴𝑒 𝑥/2 + 𝐵𝑒 −2𝑥 dengan A, B konstanta real


sebarang.
(b) Persamaan karakteristik pada persamaan diferensial tersebut adalah
𝑚2 + 2𝑚 + 1 = (𝑚 + 1)(𝑚 + 1) = 0. Akar-akar persamaan karakteristik adalah
𝑚1 = 𝑚2 = −1. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial
tersebut adalah 𝑦 = 𝑒 −𝑥 (𝐴 + 𝐵𝑥) dengan A, B konstanta real sebarang.
(c) Persamaan karakteristik pada persamaan diferensial tersebut adalah
𝑚2 + 4𝑚 + 5 = 0. Akar-akar persamaan karakteristik adalah 𝑚1 = −2 + 𝑖 dan
𝑚2 = −2 − 𝑖. Oleh karena itu, penyelesaian persamaan diferensial tersebut
berbentuk 𝑦 = 𝑒 −2𝑥 (𝐴 cos 𝑥 + 𝐵 sin 𝑥) dengan A, B konstanta real yang
ditentukan dari syarat awal. Dengan melakukan subtitusi y(0) = 2, sehingga
diperoleh A = 2. Turunan dari y adalah 𝑦 ′ = −2𝑒 −2𝑥 (2 cos 𝑥 + 𝐵 sin 𝑥) +
𝑒 −2𝑥 (−2 sin 𝑥 + 𝐵 cos 𝑥) . Dengan melakukan subtitusi 𝑦 ′ (0) = 1 diperoleh
−4 + 𝐵 = 1 sehingga B = 5. Oleh karena itu, penyelesaian persamaan diferensial
dengan syarat awal tersebut adalah
𝑦 = 𝑒 −2𝑥 (2 cos 𝑥 + 5 sin 𝑥).

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 47


Latihan 3.2.

Pada soal – soal berikut, tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial berikut.
(1) 𝑦 ′′ − 9𝑦 = 0.
(2) 𝑦 ′′ − 4𝑦 ′ + 3𝑦 = 0.
(3) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 4𝑦 = 0.
(4) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 5𝑦 = 0.
(5) 𝑦 ′′ + 4𝑦 = 0.
(6) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 4𝑦 = 0.
Pada soal-soal berikut, tentukanlah penyelesaian persamaan diferensial dengan syarat
awal yang diberikan.
(7) 𝑦 ′′ + 9𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = −3 .
𝑑2 𝑦 𝜋 𝜋
(8) 𝑑𝜃2 + 𝑦 = 0, 𝑦 �4 � = 2, 𝑦 ′ �4 � = 0.

(9) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 5𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦 ′ (0) = 4 .


(10) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 2𝑦 = 0, 𝑦(0) = 𝑦 ′ (0) = 0 .
(11) 𝑦 ′′ − 2𝑦 ′ + 𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 2 .
(12) 4𝑦 ′′ − 4𝑦 ′ − 3𝑦 = 0, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −1 .
Pada soal-soal berikut, tentukanlah penyelesaian persamaan diferensial dengan syarat
batas yang diberikan.
(13) 𝑦 ′′ + 6𝑦 ′ + 9𝑦 = 0, 𝑦(0) = 2, 𝑦(1) = 0.
(14) 𝑦 ′′ + 9𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1, 𝑦(𝜋) = −1.
(15) 𝑦 ′′ + 9𝑦 = 0, 𝑦(0) = 0, 𝑦(𝜋) = 1.
3.3. Metode Koefisien Tak Tentu Untuk Persamaan Diferensial Tak
Homogen
Pada bagian ini, akan dibahas metode untuk menyelesaikan persamaan
diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu. Persamaan
diferensial linear tak homogen orde dua dengan variabel bebas x dan variabel tak bebas
y dapat dituliskan ke dalam bentuk
𝑦 ′′ + 𝑝(𝑥)𝑦 ′ + 𝑞(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑔(𝑥) ≠ 0 (3.22)
dengan p(x), q(x) dan g(x) fungsi-fungsi kontinu yang terdefinisi pada suatu interval
buka 𝐵 ⊆ 𝑅. Jika 𝑔(𝑥) = 0 pada (3.22), maka persamaan diferensial pada (3.22)
berubah menjadi persamaan diferensial homogen
𝑦 ′′ + 𝑝(𝑥)𝑦 ′ + 𝑞(𝑥)𝑦 = 0. (3.23)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 48


Teorema berikut mendeskripsikan struktur penyelesaian suatu persamaan
diferensial linear tak homogen.
Teorema 3.6. Sifat penyelesaian persamaan diferensial linear tak homogen
Misalkan Y1 dan Y2 merupakan penyelesaian persamaan diferensial linear tak
homogen pada (3.22), maka 𝑌1 − 𝑌2 merupakan penyelesaian persamaan
diferensial linear homogen pada (3.23). Selain itu, jika y1 dan y2 bebas linear dan
merupakan penyelesaian persamaan diferensial linear homogen pada (3.23), maka
𝑌1 − 𝑌2 = 𝑐1 𝑦1 + 𝑐2 𝑦2 untuk suatu konstanta c1 dan c2.

Bukti:
Mengingat Y1 dan Y2 merupakan penyelesaian persamaan diferensial linear tak
homogen pada (3.21), maka
𝑌1′′ + 𝑝(𝑥)𝑌1′ + 𝑞(𝑥)𝑌1 = 𝑔(𝑥)
dan
𝑌2′′ + 𝑝(𝑥)𝑌2′ + 𝑞(𝑥)𝑌2 = 𝑔(𝑥).
Akibatnya,
(𝑌1 − 𝑌2 )′′ + 𝑝(𝑥)(𝑌1 − 𝑌2 )′ + 𝑞(𝑥)(𝑌1 − 𝑌2 ) = 0.
Oleh karena itu, 𝑌1 − 𝑌2 merupakan penyelesaian persamaan diferensial linear homogen
pada (3.23).
Selanjutnya, jika y1 dan y2 merupakan penyelesaian yang bebas linear dari
(3.23), maka setiap penyelesaian persamaan diferensial linear homogen pada (3.23)
merupakan kombinasi linear dari y1 dan y2. Oleh karena itu, terdapat konstanta c1 dan
c2 sehingga 𝑌1 − 𝑌2 = 𝑐1 𝑦1 + 𝑐2 𝑦2 . ∎
Teorema 3.7. Penyelesaian persamaan diferensial linear tak homogen
Penyelesaian umum persamaan diferensial linear tak homogen pada (3.22) dapat
ditulis ke dalam bentuk
𝑦 = 𝑐1 𝑦1 (𝑥) + 𝑐2 𝑦2 (𝑥) + 𝑌𝑝 (𝑥)

dengan y1(x) dan y2(x) merupakan penyelesaian persamaan diferensial linear


homogen pada (3.23) yang bebas linear; c1 dan c2 konstanta sebarang; dan Yp(x)
merupakan penyelesaian khusus persamaan diferensial linear tak homogen pada
(3.22).

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 49


Bukti:
Diketahui bahwa Yp(x) penyelesaian khusus persamaan diferensial linear tak homogen
(3.22). Misalkan y sebarang penyelesaian persamaan diferensial linear tak homogen
(3.22). Berdasarkan teorema 3.6, diperoleh
𝑦 − 𝑌𝑝 (𝑥) = 𝑐1 𝑦1 (𝑥) + 𝑐2 𝑦2 (𝑥),
Dengan y1 dan y2 penyelesaian (3.23) yang bebas linear dan c1,c2 suatu konstanta. Oleh
karena itu, untuk y sebarang penyelesaian persamaan diferensial linear tak homogen
(3.22), maka y dapat dituliskan ke dalam bentuk
𝑦 = 𝑐1 𝑦1 (𝑥) + 𝑐2 𝑦2 (𝑥) + 𝑌𝑝 (𝑥). ∎
Berdasarkan teorema 3.6 dan teorema 3.7 tersebut, prosedur untuk
menentukan penyelesaian umum persamaan diferensial linear orde dua tak homogen
adalah sebagai berikut:
(i) Tentukanlah fungsi y1 dan y2 yang bebas linear dan merupakan penyelesaian
persamaan diferensial linear homogen pada (3.23).
(ii) Tentukanlah fungsi Yp yang merupakan penyelesaian khusus persamaan
diferensial linear tak homogen pada (3.22).
(iii) Penyelesaian umum persamaan diferensial linear orde dua tak homogen
berbentuk 𝑦 = 𝑐1 𝑦1 (𝑥) + 𝑐2 𝑦2 (𝑥) + 𝑌𝑝 (𝑥), dengan c1 dan c2 adalah konstanta
sebarang.
Selanjutnya, akan dibahas metode penyelesaian persamaan diferensial linear
orde dua tak homogen dengan koefisien konstan, yang mempunyai bentuk umum
𝑎𝑦 ′′ + 𝑏𝑦 ′ + 𝑐𝑦 = 𝑔(𝑥), (3.24)
dengan a, b, c konstanta, dan a ≠ 0. Pada metode koefisien tak tentu, penyelesaian
khusus persamaan diferensial linear tak homogen pada (3.24) dimotivasi oleh bentuk
fungsi g(x). Metode koefisien tak tentu memiliki keterbatasan, yaitu hanya dapat
digunakan untuk menentukan penyelesaian khusus persamaan diferensial pada
(3.24) ketika g(x) mempunyai bentuk:
(i) g(x) berupa fungsi polinomial. Jika g(x) berupa polinomial orde n, maka
tebakan awal untuk solusi khusus Yp(x) juga merupakan polynomial.
(ii) g(x) berupa fungsi eksponensial 𝑒 𝑎𝑥 . Jika g(x) berupa fungsi eksponensial,
maka tebakan awal untuk solusi khusus Yp(x) juga berupa fungsi eksponensial.
(iii) g(x) berupa fungsi sinus atau fungsi cosinus (sin 𝛽𝑥 atau cos 𝛽𝑥). Jika g(x)
berupa fungsi sinus atau cosinus (sin 𝛽𝑥 atau cos 𝛽𝑥), maka tebakan awal

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 50


untuk solusi khusus Yp(x) merupakan kombinasi linear dari fungsi sinus dan
cosinus.
(iv) g(x) berupa perkalian fungsi polinomial dengan fungsi eksponensial, perkalian
fungsi polinomial dengan fungsi sinus atau cosinus, atau perkalian fungsi
eksponensial dengan fungsi sinus atau cosinus. Jika g(x) berupa perkalian
fungsi pada kasus (i)-(iii), maka tebakan penyelesaian khusus Yp(x) juga
berupa perkalian fungsi-fungsi yang sejenis pada kasus (i)-(iii).
Tebakan untuk penyelesaian khusus Yp(x) mengikuti bentuk fungsi g(x). Pada
Tabel 3.1 disajikan bentuk tebakan untuk penyelesaian khusus Yp(x) untuk berbagai
bentuk fungsi g(x).
Tabel 3.1. Tebakan untuk penyelesaian khusus Yp(x)
No. G(x) Tebakan Yp(x)
1 𝑘 ≠ 0, k konstan A
2 𝑝𝑥 + 𝑞, 𝑝≠0 Ax + B
3 𝑝𝑥 2 + 𝑞𝑥 + 𝑟, 𝑝≠0 𝐴𝑥 2 + 𝐵𝑥 + 𝐶
4 𝑝 𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥, 𝑝 ≠ 0 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + 𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥
5 𝑝 𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥, 𝑝≠0 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + 𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥
6 𝑘𝑒 𝑎𝑥 ; 𝑘, 𝑎 ≠ 0 𝐴𝑒 𝑎𝑥
7 (𝑝𝑥 2 + 𝑞𝑥 + 𝑟)𝑒 𝑎𝑥 ; 𝑝, 𝑎 ≠ 0 (𝐴𝑥 2 + 𝐵𝑥 + 𝐶)𝑒 𝑎𝑥
8 𝑒 𝑎𝑥 𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 𝑒 𝑎𝑥 (𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + 𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥)
9 𝑒 𝑎𝑥 𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥 𝑒 𝑎𝑥 (𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + 𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥)
10 (𝑞𝑥 + 𝑟)𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥, 𝑞≠0 (𝐴𝑥 + 𝐵)𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + (𝐶𝑥 + 𝐷)𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥
11 (𝑞𝑥 + 𝑟)𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥, 𝑞≠0 (𝐴𝑥 + 𝐵)𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + (𝐶𝑥 + 𝐷)𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥
12 (𝑝𝑥 2 + 𝑞𝑥 + 𝑟)𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥, 𝑝≠0 (𝐴𝑥 2 + 𝐵𝑥 + 𝐶)𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥 + (𝐷𝑥 2 + 𝐸𝑥 + 𝐹)𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥
13 (𝑝𝑥 2 + 𝑞𝑥 + 𝑟)𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥, 𝑝≠0 (𝐴𝑥 2 + 𝐵𝑥 + 𝐶)𝑠𝑖𝑛 𝛽𝑥
+ (𝐷𝑥 2 + 𝐸𝑥 + 𝐹)𝑐𝑜𝑠 𝛽𝑥

Contoh 3.5. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial

(a) 𝑦 ′′ + 3𝑦 ′ + 2𝑦 = 𝑒 −3𝑥 + 𝑥 2 + 1.
(b) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑥 sin 𝑥.
(c) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 3𝑦 = 𝑒 −3𝑥 .
Penyelesaian:
(a) Persamaan diferensial linear homogen yang bersesuaian adalah
𝑦 ′′ + 3𝑦 ′ + 2𝑦 = 0.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 51


Persamaan karakteristik untuk persamaan diferensial linear homogen tersebut
adalah 𝑚2 + 3𝑚 + 2 = 0. Akar-akar persamaan karakteristik tersebut adalah
𝑚1 = −1, 𝑚2 = −2. Akibatnya, penyelesaian persamaan diferensial homogen
tersebut adalah
𝑦ℎ = 𝐶1 𝑒 −𝑥 + 𝐶2 𝑒 −2𝑥 ,
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.
Selanjutnya, akan ditentukan penyelesaian khusus (partikulir)
persamaan diferensial linear pada Contoh 3.5.(a) tersebut. Karena fungsi g pada
ruas kanan persamaan berbentuk 𝑔(𝑥) = 𝑒 −3𝑥 + 𝑥 2 + 1, maka penyelesaian
khusus yp diasumsikan berbentuk
𝑦𝑝 = 𝐴𝑒 −3𝑥 + 𝐵𝑥 2 + 𝐶𝑥 + 𝐷,
dengan A, B, C, dan D konstanta yang akan ditentukan nilainya.
Dengan asumsi bentuk yp tersebut, diperoleh
𝑦𝑝′ = −3𝐴𝑒 −3𝑥 + 2𝐵𝑥 + 𝐶 dan 𝑦𝑝′′ = 9𝐴𝑒 −3𝑥 + 2𝐵.
Dengan melakukan subtitusi 𝑦𝑝 , 𝑦𝑝′ , 𝑦𝑝′′ ke ruas kiri persamaan diferensial pada
contoh 3.5.(a), dan menyamakannya dengan 𝑔(𝑥) = 𝑒 −3𝑥 + 𝑥 2 + 1, diperoleh
𝑒 −3𝑥 (9𝐴 − 9𝐴 + 2𝐴) + 2𝐵𝑥 2 + (6𝐵 + 2𝐶)𝑥 + (2𝐵 + 3𝐶 + 2𝐷) = 𝑒 −3𝑥 + 𝑥 2 + 1.
Karena kedua ruas persamaan tersebut identik, diperoleh
2𝐴 = 1, 2𝐵 = 1,6𝐵 + 2𝐶 = 0, 2𝐵 + 3𝐶 + 2𝐷 = 1
atau
1 3 9
𝐴 = 𝐵 = ,𝐶 = − ,𝐷 = .
2 2 4
Akibatnya, penyelesaian khusus (partikulir) persamaan diferensial linear pada
Contoh 3.5.(a) tersebut adalah
1 1 3 9
𝑦𝑝 = 𝑒 −3𝑥 + 𝑥 2 − 𝑥 + .
2 2 2 4
Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial linear tak homogen
pada Contoh 3.5.(a) tersebut adalah
1 1 3 9
𝑦 = 𝑦𝑐 + 𝑦𝑝 = 𝐶1 𝑒 −𝑥 + 𝐶2 𝑒 −2𝑥 + 𝑒 −3𝑥 + 𝑥 2 − 𝑥 + ,
2 2 2 4
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.
(b) Persamaan diferensial linear homogen yang bersesuaian adalah
𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = 0.
Persamaan karakteristik untuk persamaan diferensial linear homogen tersebut
adalah 𝑚2 + 2𝑚 + 1 = 0. Akar-akar persamaan karakteristik tersebut adalah

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 52


𝑚1 = 𝑚2 = −1. Akibatnya, penyelesaian persamaan diferensial homogen
tersebut adalah
𝑦ℎ = 𝐶1 𝑒 −𝑥 + 𝐶2 𝑥𝑒 −𝑥 ,
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.
Selanjutnya, akan ditentukan penyelesaian khusus (partikulir)
persamaan diferensial linear pada Contoh 3.5.(b) tersebut. Fungsi g pada ruas
kanan persamaan berbentuk 𝑔(𝑥) = 𝑥 sin 𝑥. Tebakan awal yang mungkin untuk
penyelesaian khusus berbentuk
𝑦𝑝 = (𝐴𝑥 + 𝐵) sin 𝑥 .
Akan tetapi, turunan pertama dan turunan kedua dari yb tersebut adalah
𝑦𝑝′ = 𝐴𝑥𝑐𝑜𝑠 𝑥 + 𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝑥 + 𝐵 cos 𝑥 dan 𝑦𝑝′′ = 2𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝑥 − 𝐴𝑥𝑠𝑖𝑛 𝑥 − 𝐵 𝑠𝑖𝑛 𝑥.
Dapat dilihat bahwa turunan pertama dan turunan kedua yp memuat fungsi –
fungsi cos x, sin x, x cos x dan x sin x. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa
penyelesaian khusus yp berbentuk
𝑦𝑝 = (𝐴𝑥 + 𝐵) sin 𝑥 + (𝐶𝑥 + 𝐷)𝑐𝑜𝑠 𝑥,
dengan A, B, C, dan D konstanta yang akan ditentukan nilainya.
Dengan asumsi bentuk yp tersebut, diperoleh
𝑦𝑝′ = (𝐴 − 𝐷) sin 𝑥 + (𝐵 + 𝐶) cos 𝑥 + 𝐴𝑥 cos 𝑥 − 𝐶 x sin 𝑥 dan
𝑦𝑝′′ = (2𝐴 − 𝐷) cos 𝑥 − (𝐵 + 2𝐶) sin 𝑥 − 𝐴𝑥 sin 𝑥 − 𝐶𝑥 cos 𝑥.
Dengan melakukan subtitusi 𝑦𝑝 , 𝑦𝑝′ , 𝑦𝑝′′ ke ruas kiri persamaan diferensial pada
contoh 3.5.(b), dan menyamakannya dengan 𝑔(𝑥) = 𝑥 sin 𝑥, diperoleh
𝑦𝑝′′ + 2𝑦𝑝′ + 𝑦𝑝 = 𝑥 sin 𝑥
atau
2(𝐴 + 𝐵 + 𝐶) cos 𝑥 + 2(𝐴 − 𝐶 − 𝐷) sin 𝑥 + 2𝐴𝑥 cos 𝑥 − 2𝐶𝑥 sin 𝑥 = 𝑥 sin 𝑥.
Karena kedua ruas persamaan tersebut identik, diperoleh
𝐴 + 𝐵 + 𝐶 = 0; 𝐴 − 𝐶 − 𝐷 = 0; 2𝐴 = 0; −2𝐶 = 1
atau
1 1 1
𝐴 = 0, 𝐶 = − , 𝐵 = , 𝐷 = .
2 2 2
Akibatnya, penyelesaian khusus (partikulir) persamaan diferensial linear pada
Contoh 3.5.(b) tersebut adalah
1 1 1
𝑦𝑝 = 2 sin 𝑥 + 2 cos 𝑥 − 2 𝑥 cos 𝑥.

Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial linear tak homogen
pada Contoh 3.5.(b) tersebut adalah

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 53


1 1 1
𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝐶1 𝑒 −𝑥 + 𝐶2 𝑥𝑒 −𝑥 + sin 𝑥 + cos 𝑥 − 𝑥 cos 𝑥.
2 2 2
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.
(c) Persamaan diferensial linear homogen yang bersesuaian adalah
𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 3𝑦 = 0.
Persamaan karakteristik untuk persamaan diferensial linear homogen tersebut
adalah 𝑚2 + 4𝑚 + 3 = (𝑚 + 1)(𝑚 + 3) = 0. Akar-akar persamaan karakteristik
tersebut adalah 𝑚1 = −1, 𝑚2 = −3. Akibatnya, penyelesaian persamaan
diferensial homogen tersebut adalah
𝑦ℎ = 𝐶1 𝑒 −𝑥 + 𝐶2 𝑒 −3𝑥 ,
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.
Selanjutnya, akan ditentukan penyelesaian khusus (partikulir)
persamaan diferensial linear pada Contoh 3.5.(c) tersebut. Fungsi g pada ruas
kanan persamaan berbentuk 𝑔(𝑥) = 𝑒 −3𝑥 . Tebakan awal yang mungkin untuk
penyelesaian khusus berbentuk
𝑦𝑝 = 𝐴𝑒 −3𝑥 .
Akan tetapi, dengan melakukan subtitusi yp dan turunan-turunannya ke ruas kiri
persamaan diferensial pada Contoh 3.5.(c), diperoleh
𝑒 −3𝑥 (9𝐴 + 4(−3𝐴) + 3𝐴) = 0.
Oleh karena itu, 𝑦𝑝 = 𝐴𝑒 −3𝑥 bukanlah penyelesaian khusus persamaan
diferensial pada Contoh 3.5.(c), karena 𝑦𝑝 = 𝐴𝑒 −3𝑥 merupakan penyelesaian
persamaan homogen.
Tebakan penyelesaian khusus untuk yp dalam bentuk sederhana dan
bebas linear dengan 𝑦𝑝 = 𝐴𝑒 −3𝑥 adalah 𝑦𝑝 = 𝐴𝑥𝑒 −3𝑥 , dengan A konstanta yang
akan ditentukan nilainya. Tebakan ini dimotivasi oleh penyelesaian umum
persamaan diferensial linear homogen koefisien konstan ketika akar-akar
persamaan karakteristiknya merupakan akar real kembar. Dengan tebakan
tersebut, turunan pertama dan turunan kedua yp adalah
𝑦𝑝′ = 𝐴𝑒 −3𝑥 − 3𝐴𝑥𝑒 −3𝑥 dan 𝑦𝑝′′ = −6𝐴𝑒 −3𝑥 + 9𝐴𝑥𝑒 −3𝑥 .
Dengan melakukan subtitusi 𝑦𝑝 , 𝑦𝑝′ , 𝑦𝑝′′ ke ruas kiri persamaan diferensial pada
contoh 3.5.(c), dan menyamakannya dengan 𝑔(𝑥) = 𝑒 −3𝑥 , diperoleh
𝑦𝑝′′ + 4𝑦𝑝′ + 3𝑦𝑝 = 𝑒 −3𝑥
atau
𝑥𝑒 −3𝑥 (9𝐴 + 4(−3𝐴) + 3𝐴) + 𝑒 −3𝑥 (−6𝐴 + 4𝐴) = 𝑒 −3𝑥 .

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 54


Karena kedua ruas persamaan tersebut identik, diperoleh −2𝐴 = 1 atau
1
𝐴 = − 2. Akibatnya, penyelesaian khusus (partikulir) persamaan diferensial

linear pada Contoh 3.5.(c) tersebut adalah


1
𝑦𝑝 = − 2 𝑥𝑒 −3𝑥 .

Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial linear tak homogen
pada Contoh 3.5.(c) tersebut adalah
1
𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝐶1 𝑒 −𝑥 + 𝐶2 𝑒 −3𝑥 − 𝑥𝑒 −3𝑥 ,
2
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.

Latihan 3.3.

Pada soal – soal berikut, tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial berikut.
(1) 𝑦 ′′ − 4𝑦 = 𝑥 − 4.
(2) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑥𝑒 −𝑥 .
(3) 𝑦 ′′ + 3𝑦 ′ = 1 + sin 𝑥 𝑒 −𝑥 .
(4) 𝑦 ′′ + 5𝑦 ′ + 6𝑦 = 𝑥 cos 𝑥.
1
(5) 𝑦 ′′ + 4𝑦 = cosh 𝑥. Catatan cosh 𝑥 = 2 (𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 ).
1
(6) 𝑦 ′′ − 𝑦 ′ − 6𝑦 = sinh 3𝑥. Catatan sinh 𝑥 = 2 (𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥 ).

(7) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 2𝑦 = sin 2𝑥 + 𝑒 −𝑥 cos 2𝑥.


(8) 𝑦 ′′ + 16𝑦 = cos 4𝑥 + 𝑥𝑠𝑖𝑛 4𝑥.
Pada soal-soal berikut, tentukanlah penyelesaian persamaan diferensial dengan syarat
awal yang diberikan.
(9) 𝑦 ′′ + 16𝑦 = 16 + sin 4𝑥 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = −3 .
𝑑2 𝑦 𝜋 𝜋
(10) 𝑑𝜃2
+ 𝑦 = 1 + cos 𝑥 , 𝑦 �4 � = 2, 𝑦 ′ �4 � = 0.

(11) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 5𝑦 = 10, 𝑦(0) = 0, 𝑦 ′ (0) = 4 .


(12) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 2𝑦 = 𝑒 −𝑥 cos 2𝑥 , 𝑦(0) = 𝑦 ′ (0) = 0 .
(13) 𝑦 ′′ − 2𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑥𝑒 𝑥 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 2 .
(14) 4𝑦 ′′ − 4𝑦 ′ − 3𝑦 = 𝑒 −𝑥/2 , 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −1 .
3.4. Metode Variasi Parameter
Pada bagian ini akan dibahas metode lain untuk mencari penyelesaian khusus
(partikulir) dari suatu persamaan diferensial linear tak homogen. Metode ini dinamakan
metode variasi parameter yang mula-mula diperkenalkan oleh Lagrange. Metode variasi

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 55


parameter dapat dipandang sebagai pelengkap dari metode koefisien tak tentu. Metode
variasi parameter merupakan metode yang lebih umum dari metode koefisien tak tentu.
Perhatikan suatu persamaan diferensial linear tak homogen orde dua yang
berbentuk
𝑦 ′′ + 𝑝(𝑥)𝑦 ′ + 𝑞(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑔(𝑥) ≠ 0 (3.24)
dengan p(x), q(x) dan g(x) fungsi-fungsi kontinu yang terdefinisi pada suatu interval
buka 𝐵 ⊆ 𝑅. Misalkan 𝑦1 dan 𝑦2 merupakan fungsi – fungsi yang bebas linear dan
merupakan penyelesaian persamaan diferensial homogen
𝑦 ′′ + 𝑝(𝑥)𝑦 ′ + 𝑞(𝑥)𝑦 = 0. (3.25)
Pada metode variasi parameter, penyelesaian umum dan penyelesaian khusus
(partikulir) untuk persamaan diferensial linear (3.24) diasumsikan mempunyai bentuk
𝑦 = 𝑢1 (𝑥)𝑦1 (𝑥) + 𝑢2 (𝑥)𝑦2 (𝑥), (3.26)
dengan 𝑢1 dan 𝑢2 merupakan fungsi – fungsi yang akan ditentukan nilainya. Perlu
diperhatikan bahwa ada dua besaran fungsi yang tidak diketahui dan akan ditentukan
nilainya, yaitu 𝑢1 dan 𝑢2 . Kondisi (persamaan) yang diketahui satu persamaan, yaitu
(3.26) memenuhi persamaan diferensial (3.24). Untuk dapat menentukan 𝑢1 dan 𝑢2
diperlukan satu persamaan tambahan. Persamaan tambahan yang dapat dipilih adalah
𝑢1′ 𝑦1 + 𝑢2′ 𝑦2 = 0. (3.27)
Dari (3.26), diperoleh turunan pertama dan turunan kedua y pada (3.26)
berturut-turut adalah
𝑦′ = 𝑢1′ 𝑦1 + 𝑢2′ 𝑦2 + 𝑢1 𝑦1′ + 𝑢2 𝑦2′ (3.28)
dan
𝑦′′ = 𝑢1′′ 𝑦1 + 2𝑢1′ 𝑦1′ + 𝑢1 𝑦1′′ + 𝑢′′2 𝑦2 + 2𝑢2′ 𝑦2′ + 𝑢2 𝑦2′′ . (3.29)
Dengan pemilihan 𝑢1 dan 𝑢2 pada (3.27), maka turunan pertama dan turunan kedua y
pada (3.28) – (3.29) dapat disederhanakan menjadi
𝑦′ = 𝑢1 𝑦1′ + 𝑢2 𝑦2′ (3.30)
dan
𝑦′′ = 𝑢1′ 𝑦1′ + 𝑢1 𝑦1′′ + 𝑢2′ 𝑦2′ + 𝑢2 𝑦2′′ . (3.31)
Dengan melakukan subtitusi (3.26), (3.30) dan (3.31) ke ruas kiri persamaan
diferensial (3.24), diperoleh
𝑢1 (𝑦1′′ + 𝑝(𝑥)𝑦1′ + 𝑞(𝑥)𝑦1 ) + 𝑢2 (𝑦2′′ + 𝑝(𝑥)𝑦2′ + 𝑞(𝑥)𝑦2 ) + 𝑢1′ 𝑦1′ + 𝑢2′ 𝑦2′ = 𝑔(𝑥).
(3.32)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 56


Karena 𝑦1 dan 𝑦2 merupakan penyelesaian persamaan diferensial linear homogen pada
(3.25), maka dua suku pertama pada ruas kiri (3.22) bernilai nol, sehingga (3.22) dapat
disederhanakan menjadi bentuk
𝑢1′ 𝑦1′ + 𝑢2′ 𝑦2′ = 𝑔(𝑥). (3.33)
Fungsi 𝑢1 dan 𝑢2 yang hendak dicari memenuhi sistem persamaan (3.27) dan
(3.33). Dengan menggunakan aturan Cramer, penyelesaian untuk 𝑢1′ dan 𝑢2′ berturut –
turut adalah
0 𝑦2
� �
𝑔(𝑥) 𝑦2′ 𝑦2 𝑔(𝑥)
𝑢1′ = 𝑦 𝑦2 = − 𝑊(𝑦 , 𝑦 )
1 1 2
�𝑦 ′ 𝑦2′ �
1

dan
𝑦 0
� 1′ � 𝑦1 𝑔(𝑥)
′ 𝑦1 𝑔(𝑥)
𝑢2 = 𝑦 𝑦 = .
1 2
�𝑦 ′ 𝑦 ′ � 𝑊(𝑦 1 , 𝑦2 )
1 2

Fungsi - fungsi 𝑢1 dan 𝑢2 diperoleh dengan mengintegralkan 𝑢1′ dan 𝑢2′ . Nilai Wronskian
𝑊(𝑦1 , 𝑦2 ) tidak sama dengan nol karena 𝑦1 dan 𝑦2 merupakan fungsi-fungsi yang bebas
linear.
Contoh 3.6. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial
3
4𝑦 ′′ + 9𝑦 = 2 csc � 𝑥�.
2
Penyelesaian:
Persamaan homogen untuk persamaan diferensial tersebut adalah
4𝑦 ′′ + 9𝑦 = 0.
Persamaan karakteristik yang sesuai dengan persamaan diferensial homogen tersebut
3
adalah 4𝑚2 + 9 = 0, dengan akar-akar persamaan 𝑚12 = ± 2 𝑖. Akibatnya, penyelesaian

persamaan diferensial homogen tersebut adalah


3 3
𝑦ℎ = 𝐶1 cos � 𝑥� + 𝐶2 sin � 𝑥�
2 2
dengan 𝐶1 dan 𝐶2 adalah sebarang konstanta real.
Untuk memperoleh penyelesaian partikulir persamaan diferensial pada Contoh
3.6 tersebut diubah menjadi bentuk standar
9 1 3
𝑦 ′′ + 4 𝑦 = 2 csc �2 𝑥�.

Penyelesaian partikulir persamaan diferensial pada Contoh 3.6 berbentuk


3 3
𝑦𝑝 = 𝑢1 cos �2 𝑥� + 𝑢2 sin �2 𝑥�.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 57


Turunan fungsi 𝑢1 , 𝑢2 yaitu 𝑢1′ , 𝑢2′ memenuhi sistem persamaan linear
3 3
cos �2 𝑥� sin �2 𝑥� 𝑢1′ 0
� 3 �� � = � csc �2 𝑥��.
1 3
3
− 2 sin �2 𝑥�
3
cos �2 𝑥�
3 𝑢2′ 2
2

Penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah


3
0 sin �2 𝑥�
�1 3 3 3
� 1 3 3
2
csc �2 𝑥� 2
cos �2 𝑥� csc �2 𝑥� sin �2 𝑥� 1
2
𝑢1′ = =− 3 =− .
3
cos �2 𝑥� sin �2 𝑥�
3 3
2
� 3 3 3 3

− 2 sin �2 𝑥� 2
cos �2 𝑥�

dan
3
cos �2 𝑥� 0
� 3 3 1 3
� 1 3 3
− 2 sin �2 𝑥� 2
csc �2 𝑥� csc �2 𝑥� cos �2 𝑥� 1 3
2
𝑢2′ = = 3 = cot � 𝑥�.
cos � 𝑥�
3
sin �2 𝑥�
3 3 2
2
� 3 23 3 3

− 2 sin �2 𝑥� 2
cos �2 𝑥�

Dengan mengintegralkan 𝑢1′ dan 𝑢2′ tersebut, diperoleh


1
𝑢1 = − 𝑥 + 𝐴
3
dan
2 3
𝑢2 = 9 𝑙𝑛 �sin �2 𝑥�� + 𝐵

dengan A dan B konstanta integral. Akibatnya, penyelesaian partikulir persamaan


diferensial pada Contoh 3.6 adalah
1 3 2 3 3
𝑦𝑝 = − 𝑥 cos � 𝑥� + 𝑙𝑛 �sin � 𝑥�� sin � 𝑥�.
3 2 9 2 2
Pada akhirnya, penyelesaian umum persamaan diferensial pada Contoh 3.6 adalah
3 3 1 3 2 3 3
𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝐶1 cos � 𝑥� + 𝐶2 sin � 𝑥� − 𝑥 cos � 𝑥� + 𝑙𝑛 �sin � 𝑥�� sin � 𝑥�
2 2 3 2 9 2 2
dengan 𝐶1 dan 𝐶2 adalah sebarang konstanta real.

Latihan 3.4.

Pada soal – soal berikut, tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial berikut.
(1) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = 3𝑒 −𝑥 .
(2) 𝑦 ′′ − 𝑦 ′ − 2𝑦 = 4𝑒 −𝑥 .
(3) 𝑦 ′′ + 𝑦 = tan 𝑥 + sin x.
(4) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑥 2 𝑒 −2𝑥 .

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 58


1
(5) 𝑦 ′′ − 2𝑦 ′ + 𝑦 = cosh 𝑥. Catatan cosh 𝑥 = 2 (𝑒 𝑥 + 𝑒 −2𝑥 ).
1
(6) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = sinh 𝑥. Catatan sinh 𝑥 = 2 (𝑒 𝑥 − 𝑒 −2𝑥 ).
𝑒𝑥
(7) 𝑦 ′′ − 𝑦 ′ + 𝑦 = .
1+𝑥 2
(8) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = sin 𝑒 𝑥 .
(9) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑒 −𝑥 arctan 𝑥.
(10) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑒 −𝑥 ln 𝑥.
Pada soal-soal berikut, tentukanlah penyelesaian persamaan diferensial dengan syarat
awal yang diberikan.
(11) 4𝑦 ′′ − 𝑦 = 𝑥𝑒 𝑥/2 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 0.
(12) 2𝑦 ′′ + 𝑦 ′ − 𝑦 = 𝑥 + 1, 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 0 .
(13) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ − 8𝑦 = 2𝑒 −2𝑥 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 0 .
(14) 𝑦 ′′ + 4𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑒 −2𝑥 (𝑥 + 1), 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 0 .
Pada soal-soal berikut, periksalah bahwa fungsi-fungsi 𝑦1 dan 𝑦2 yang diberikan
merupakan penyelesaian persamaan diferensial homogen. Selanjutnya, tentukan
penyelesaian khusus (partikulir) dari persamaan diferensial tak homogen.
1
(15) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑦 = 3𝑥 2 − 1, 𝑥 > 0; 𝑦1 (𝑥) = 𝑥 2 , 𝑦1 (𝑥) = 𝑥.

(16) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 𝑥(𝑥 + 2)𝑦 ′ + (𝑥 + 2)𝑦 = 2𝑥 3 , 𝑥 > 0; 𝑦1 (𝑥) = 𝑥, 𝑦1 (𝑥) = 𝑥𝑒 𝑥 .


(17) 𝑥𝑦 ′′ − (1 + 𝑥)𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑥 2 𝑒 2𝑥 , 𝑥 > 0; 𝑦1 (𝑥) = 1 + 𝑥, 𝑦1 (𝑥) = 𝑒 𝑥 .
(18) (1 − 𝑥)𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ − 𝑦 = 2(𝑥 − 1)2 𝑒 −𝑥 , 0 < 𝑥 < 1; 𝑦1 (𝑥) = 𝑥, 𝑦1 (𝑥) = 𝑒 𝑥 .
(19) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 3𝑥𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑥 2 ln 𝑥 , 𝑥 > 0; 𝑦1 (𝑥) = 𝑥 2 , 𝑦1 (𝑥) = 𝑥 2 ln 𝑥.
1 sin 𝑥 cos 𝑥
(20) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ + �𝑥 2 − 4� 𝑦 = 3𝑥 3/2 sin 𝑥 , 𝑥 > 0; 𝑦1 (𝑥) = , 𝑦1 (𝑥) = .
√𝑥 √𝑥

3.5. Persamaan Cauchy-Euler


Persamaan Cauchy – Euler orde n mempunyai bentuk umum
𝑎0 𝑥 𝑛 𝑦 (𝑛) + 𝑎1 𝑥 𝑛−1 𝑦 (𝑛) + ⋯ + 𝑎𝑛−1 𝑥𝑦 ′ + 𝑎𝑛 𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎0 ≠ 0 (3.34)
dengan 𝑎0 , 𝑎1 , … , 𝑎𝑛 merupakan konstanta. Bentuk umum persamaan Cauchy – Euler
orde dua mempunyai bentuk umum
𝑎𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑏𝑥𝑦 ′ + 𝑐𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑎 ≠ 0. (3.35)
Jika 𝑔(𝑥) = 0 pada (3.35) maka diperoleh persamaan Cauchy – Euler orde dua homogen
yang mempunyai bentuk umum
𝑎𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑏𝑥𝑦 ′ + 𝑐𝑦 = 0, 𝑎 ≠ 0. (3.36)
Untuk memperoleh penyelesaian persamaan Cauchy – Euler orde dua homogen
pada (3.36), digunakan tebakan 𝑦 = 𝑥 𝑚 , dengan m suatu konstanta yang akan

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 59


ditentukan nilainya. Untuk 𝑦 = 𝑥 𝑚 , diperoleh turunan pertama dan turunan kedua y
berturut-turut adalah 𝑦 ′ = 𝑚𝑥 𝑚−1 , 𝑦 ′′ = 𝑚(𝑚 − 1)𝑥 𝑚−2 . Dengan mensubtitusikan nilai-
nilai ini ke (3.36) diperoleh
𝑥 𝑚 (𝑎𝑚2 + (𝑏 − 𝑎)𝑚 + 𝑐) = 0, 𝑎 ≠ 0.
Karena 𝑥 𝑚 ≠ 0, maka haruslah dipenuhi kondisi
𝑎𝑚2 + (𝑏 − 𝑎)𝑚 + 𝑐 = 0. (3.37)
Persamaan (3.37) dinamakan persamaan karakteristik (auxiliary equation) untuk
persamaan diferensial linear orde dua pada (3.36). Akar-akar persamaan (3.37) adalah
𝑎−𝑏+�(𝑏−𝑎)2 −4𝑎𝑐 𝑎−𝑏−�(𝑏−𝑎)2 −4𝑎𝑐
𝑚1 = , 𝑚2 = . Oleh karena itu, ada tiga kasus
2𝑎 2𝑎
(kemungkinan), yaitu:
(1) Akar-akar m1 dan m2 real dan berbeda.
(2) Akar-akar m1 dan m2 merupakan bilangan real sama (akar kembar).
(3) Akar-akar m1 dan m2 merupakan bilangan kompleks sekawan (konjugat).

Kasus 1: Akar-akar (3.37) real berbeda

Misalkan akar-akar (3.37) merupakan bilangan real berbeda (m1 ≠ m2), maka
𝑦1 = 𝑥 𝑚1 dan 𝑦2 = 𝑥 𝑚2 merupakan fungsi-fungsi yang bebas linear. Wronskian dari
𝑦1 = 𝑥 𝑚1 dan 𝑦2 = 𝑥 𝑚2 adalah
𝑥 𝑚1 𝑥 𝑚2
𝑊(𝑥 𝑚1 , 𝑥 𝑚2 ) = � � = (𝑚2 − 𝑚2 )𝑥 𝑚2 +𝑚2 −1 .
𝑚1 𝑥 𝑚1 −1 𝑚2 𝑥 𝑚2 −1
Karena m1 ≠ m2, maka untuk setiap bilangan real x tak nol, 𝑊(𝑥 𝑚1 , 𝑥 𝑚2 ) ≠ 0. Akibatnya,
𝑦1 = 𝑥 𝑚1 dan 𝑦2 = 𝑥 𝑚2 merupakan penyelesaian persamaan Cauhy-Euler orde
homogen pada (3.36) yang bebas linear. Oleh karena itu, penyelesaian umum
persamaan Cauchy-Euler (3.36) adalah
𝑦 = 𝐶1 𝑥 𝑚1 + 𝐶2 𝑥 𝑚2 , (3.38)
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.

Kasus 2: Akar-akar (3.37) real kembar

Misalkan akar-akar (3.15) merupakan akar real kembar (m1 = m2 = α), maka
hanya diperoleh satu penyelesaian persamaan Cauchy-Euler pada (3.36), yaitu 𝑦1 = 𝑥 𝛼
𝑎−𝑏
dengan 𝛼 = 2𝑎
. Mengingat (3.36) merupakan persamaan diferensial linear, maka

penyelesaian lain persamaan diferensial (3.36) yang bebas linear dengan y1 dapat
diperoleh melalui reduksi orde persamaan diferensial. Misalkan y2 merupakan

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 60


penyelesaian lain persamaan diferensial (3.36) yang bebas linear dengan y1. Tuliskan y2
dalam bentuk
𝑦2 = 𝑢(𝑥)𝑦1 = 𝑢(𝑥)𝑥 𝛼 , (3.39)
dengan u(x) adalah suatu fungsi yang akan ditentukan.
Dengan melakukan subtitusi (3.39) ke (3.36), diperoleh
𝑢𝑥 𝛼 [𝑎𝛼 2 + (𝑏 − 𝑎)𝛼 + 𝑐] + 𝑥 𝛼+1 [𝑎𝑥𝑢′′ + (2𝑎𝛼 + 𝑏)𝑢′ ] = 0. (3.40)
𝑎−𝑏
Mengingat 𝛼 = 2𝑎
merupakan akar dari (3.37), maka suku pertama pada ruas kiri

(3.40) bernilai nol. Akibatnya, (3.40) dapat disederhakan menjadi bentuk


𝑥 𝛼+1 [𝑎𝑥𝑢′′ + (2𝑎𝛼 + 𝑏)𝑢′ ] = 0. (3.41)
𝑎−𝑏
Selanjutnya, dengan melakukan subtitusi 𝛼 = 2𝑎
ke (3.41), diperoleh persamaan

diferensial untuk u(x) yang berbentuk


𝑎𝑥 𝛼+1 [𝑥𝑢′′ + 𝑢′ ] = 0,
atau
𝑥𝑢′′ + 𝑢′ = 0. (3.42)
Penyelesaian umum persamaan diferensial (3.42) adalah 𝑢(𝑥) = 𝐴 + 𝐵 ln 𝑥, untuk
sebarang konstanta real A dan B. Dengan memilih A = 0, B = 1 atau 𝑢(𝑥) = ln 𝑥, maka
diperoleh
𝑦2 = 𝑥 𝛼 ln 𝑥
sebagai penyelesaian lain dari persamaan diferensial (3.36). Wronskian dari 𝑦1 =
𝑥𝛼 dan 𝑦2=𝑥𝛼 ln𝑥 adalah
𝑥𝛼 𝑥 𝛼 ln 𝑥
𝑊(𝑥 𝛼 , 𝑥 𝛼 ln 𝑥) = � 𝛼−1 � = 𝑥 2𝛼−1 (1 + ln 𝑥 − 𝛼) ≠ 0.
𝛼𝑥 𝑥 𝛼−1 (1 + ln 𝑥)
Akibatnya, 𝑦1 = 𝑥 𝛼 dan 𝑦2 = 𝑥 𝛼 ln 𝑥 merupakan penyelesaian persamaan diferensial
(3.36) yang bebas linear. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial
(3.36) adalah
𝑦 = 𝐶1 𝑥 𝛼 + 𝐶2 𝑥 𝛼 ln 𝑥 (3.43)
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.

Kasus 3: Akar-akar (3.37) kompleks sekawan

Misalkan akar-akar (3.37) merupakan bilangan kompleks sekawan (konjugat).


Akar-akar kompleks sekawan tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖
dan 𝑚1 = 𝛼 − 𝛽𝑖, dengan α, β bilangan real dan β > 0. Fungsi
𝑦1 = 𝑥 (𝛼+𝛽𝑖) dan 𝑦2 = 𝑥 (𝛼−𝛽𝑖) merupakan penyelesaian persamaan diferensial (3.36)
yang bebas linear. Perlu diketahui bahwa

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 61


𝑥 𝛽𝑖 = 𝑒 (ln 𝑥)𝛽𝑖 = 𝑒 𝑖𝛽 ln 𝑥
Selanjutnya, dari identitas Euler diperoleh
𝑥 𝛽𝑖 = 𝑒 (ln 𝑥)𝛽𝑖 = 𝑒 𝑖𝛽 ln 𝑥 = cos (𝛽 ln 𝑥) + 𝑖 sin(𝛽 ln 𝑥).
Akibatnya,
𝑦1 = 𝑥 𝛼+𝛽𝑖 = 𝑥 𝛼 𝑥 𝛽𝑖 = 𝑥 𝛼 [cos ( 𝛽 ln 𝑥) + 𝑖 sin(𝛽 ln 𝑥)],
𝑦2 = 𝑥 (𝛼−𝛽𝑖) = 𝑥 𝛼 𝑥 −𝛽𝑖 = 𝑥 𝛼 𝑥 𝛼 [cos ( 𝛽 ln 𝑥) + 𝑖 sin(𝛽 ln 𝑥)]
Sehingga diperoleh 𝑦1 + 𝑦2 = 2 𝑥 𝛼 cos (𝛽 ln 𝑥) dan 𝑦1 − 𝑦2 = 2𝑖 𝑥 𝛼 sin(𝛽 ln 𝑥).
Mengingat (3.36) merupakan persamaan diferensial linear homogen, maka
berdasarkan teorema3.2 (teorema superposisi), kombinasi linear dari y1 dan y2 juga
menrupakan penyelesaian persamaan Cauchy – Euler pada (3.36). Akibatnya, fungsi-
fungsi 𝑦3 = 𝑥 𝛼 cos(𝛽 ln 𝑥) dan 𝑦4 = 𝑥 𝛼 sin(𝛽 ln 𝑥) merupakan penyelesaian persamaan
(3.36). Wronskian dari y3 dan y4 adalah
𝑊(𝑥 𝛼 cos(𝛽 ln 𝑥) , 𝑥 𝛼 sin(𝛽 ln 𝑥)) = 𝛽𝑥 2𝛼−1 ≠ 0.
Akibatnya, y3 dan y4 merupakan penyelesaian persamaan diferensial (3.36) yang bebas
linear. Oleh karena itu, penyelesaian umum persamaan diferensial (3.36) adalah
𝑦 = 𝑥 𝛼 (𝐶1 cos(𝛽 ln 𝑥) + 𝐶2 sin(𝛽 ln 𝑥)), (3.44)
dengan C1 dan C2 konstanta real sebarang.
Contoh 3.7. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial
(a) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 𝑥𝑦 ′ − 3𝑦 = 0.
(b) 4𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑦 = 0.
(c) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 𝑥𝑦 ′ + 5𝑦 = 0, 𝑦(1) = 2, 𝑦 ′ (1) = 2.
(d) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑥𝑦 ′ + 2𝑦 = 𝑥 2 .
Penyelesaian:
(a) Dengan mengambil 𝑦 = 𝑥 𝑚 dan mensubtitusikannya ke dalam persamaan
diferensial pada Contoh 3.7.(a) tersebut, diperoleh persamaan karakteristik
𝑚2 − 2𝑚 − 3 = (𝑚 + 1)(𝑚 − 3) = 0.
Akar-akar persamaan karakteristik tersebut adalah 𝑚1 = −1, dan 𝑚2 = 3. Oleh
karena itu, penyelesaian persamaan Cauchy-Euler pada Contoh 3.7.(a) tersebut
adalah
𝐴
𝑦= + 𝐵𝑥 3
𝑥
dengan A dan B adalah konstanta sebarang.
(b) Dengan mengambil 𝑦 = 𝑥 𝑚 dan mensubtitusikannya ke dalam persamaan
diferensial pada Contoh 3.7.(b) tersebut, diperoleh persamaan karakteristik

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 62


4𝑚2 − 4𝑚 + 1 = (2𝑚 − 1)(2𝑚 − 1) = 0.
1
Akar-akar persamaan karakteristik tersebut adalah 𝑚1 = 𝑚2 = 2. Oleh karena

itu, penyelesaian persamaan Cauchy-Euler pada Contoh 3.7.(b) tersebut adalah


𝑦 = √𝑥(𝐴 + 𝐵𝑙𝑛 𝑥)
dengan A dan B adalah konstanta sebarang.
(c) Dengan mengambil 𝑦 = 𝑥 𝑚 dan mensubtitusikannya ke dalam persamaan
diferensial pada Contoh 3.7.(c) tersebut, diperoleh persamaan karakteristik
𝑚2 − 2𝑚 + 5 = 0.
Akar-akar persamaan karakteristik tersebut adalah 𝑚1 = 1 + 2𝑖, dan
𝑚2 = 1 − 2𝑖. Oleh karena itu, penyelesaian persamaan Cauchy-Euler pada
Contoh 3.7.(c) tersebut adalah
𝑦 = 𝑥[𝐴 cos(2 ln 𝑥) + 𝐵 sin(2 𝑙𝑛 𝑥)]
dengan A dan B adalah konstanta yang ditentukan dari syarat awal yang
diberikan. Dengan melakukan subtitusi 𝑦(1) = 2, diperoleh 𝐴 = 2. Turunan
fungsi y tersebut adalah
𝑦 ′ = (2 + 2𝐵) cos(2 ln 𝑥) + (𝐵 − 4) sin(2 ln 𝑥) .
Dengan melakukan subtitusi 𝑦′(1) = 2, diperoleh 𝐵 = 0. Akibatnya, penyelesaian
persamaan Cauchy-Euler dengan syarat awal pada Contoh 3.7.(c) tersebut adalah
𝑦 = 2𝑥 cos(2 ln 𝑥).
(d) Persamaan homogen yang bersesuaian dengan persamaan diferensial pada
Contoh 3.7.(d) adalah
𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑥𝑦 ′ + 2𝑦 = 0.
Penyelesaian persamaan homogen tersebut adalah
𝑦ℎ = 𝐴𝑥 + 𝐵𝑥 2
dengan A dan B adalah konstanta sebarang. Selanjutnya akan ditentukan
penyelesaian khusus (partikulir) dari persamaan diferensial
𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑦 ′ + 2𝑦 = 𝑥 2 .
Untuk menentukan penyelesaian khusus (partikulir), dapat digunakan metode variasi
parameter. Sebelumnya, persamaan diferensial pada Contoh 3.7.(d) diubah menjadi
bentuk standar 𝑦 ′′ + 𝑝(𝑥)𝑦 ′ + 𝑞(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥). Dengan membagi kedua ruas persamaan
pada Contoh 3.7.(d) dengan 𝑥 2 , diperoleh
2 2
𝑦 ′′ − 𝑦′ + 2 𝑦 = 1.
𝑥 𝑥
Penyelesaian partikulir persamaan diferensial pada Contoh 3.7.(d) berbentuk

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 63


𝑦𝑝 = 𝑢1 𝑥 + 𝑢2 𝑥 2 .
Turunan fungsi 𝑢1 , 𝑢2 yaitu 𝑢1′ , 𝑢2′ memenuhi sistem persamaan linear

�𝑥 𝑥 2 � �𝑢1 � = �0�

1 2𝑥 𝑢2 1
Penyelesaian dari system persamaan linear tersebut adalah
2
�0 𝑥 � 𝑥2
𝑢1′ = 1 2𝑥2 = − 2 = −1.
𝑥 𝑥 𝑥
� �
1 2𝑥
dan
𝑥 0
� � 𝑥 1

𝑢2 = 1 1 = = .
𝑥 𝑥2 2
� � 𝑥 𝑥
1 2𝑥
Dengan mengintegralkan 𝑢1′ dan 𝑢2′ tersebut, diperoleh
𝑢1 = −𝑥 + 𝐴
dan
𝑢2 = ln 𝑥 + 𝐵
dengan A dan B konstanta integral. Akibatnya, penyelesaian partikulir persamaan
diferensial pada Contoh 3.7.(d) adalah
𝑦𝑝 = −𝑥 2 + 𝑥 2 ln 𝑥.
Pada akhirnya, penyelesaian umum persamaan diferensial pada Contoh 3.7.(d) adalah
𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝐶1 𝑥 + 𝐶2 𝑥 2 − 𝑥 2 + 𝑥 2 ln 𝑥
dengan 𝐶1 dan 𝐶2 adalah sebarang konstanta real.

Latihan 3.5.

Pada soal – soal berikut, tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial berikut.
(1) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 6𝑦 = 0.
(2) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 𝑥𝑦′ + 𝑦 = 0.
(3) 𝑥𝑦 ′′ + 2𝑦′ = 0.
(4) 4𝑥 2 𝑦 ′′ − 8𝑥𝑦′ + 9𝑦 = 0.
(5) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 3𝑥𝑦 ′ + 3𝑦 = 0.
(6) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 7𝑥𝑦 ′ + 8𝑦 = 0.
(7) 𝑥𝑦 ′′ − 3𝑦′ = 𝑥 3 .
(8) 2𝑥 2 𝑦 ′′ + 5𝑥𝑦 ′ + 𝑦 = 𝑥 2 + 𝑥.
(9) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 𝑥𝑦 ′ + 𝑦 = 4𝑥 + 1.
(10) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ − 𝑦 = 2𝑥 + ln 𝑥.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 64


(11) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 2𝑥𝑦 ′ + 2𝑦 = 𝑥 2 𝑒 𝑥 .
1
(12) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ − 𝑦 = 𝑥+1.

Pada soal-soal berikut, tentukanlah penyelesaian persamaan diferensial dengan syarat


awal yang diberikan.
(13) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 3𝑥𝑦′ = 0, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 4.
(14) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 5𝑥𝑦 ′ + 8𝑦 = 0, 𝑦(2) = 32, 𝑦 ′ (2) = 0 .
(15) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ + 𝑦 = 0, 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = 2 .
(16) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 3𝑥𝑦 ′ + 4𝑦 = 0, 𝑦(1) = 5, 𝑦 ′ (1) = 3 .
1
(17) 𝑥 2 𝑦 ′′ + 𝑥𝑦 ′ = 𝑥 2 , 𝑦(1) = 1, 𝑦 ′ (1) = − 2.

(18) 𝑥 2 𝑦 ′′ − 5𝑥𝑦 ′ + 8𝑦 = 𝑥 2 , 𝑦(1) = 0, 𝑦 ′ (1) = 0.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 65


MODUL 4
Transformasi Laplace

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memperoleh capaian


pembelajaran sebagai berikut:
(1) Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dan sifat-sifat penting transformasi Laplace.
(2) Mahasiswa dapat menjelaskan sifat translasi pada transformasi Laplace.
(3) Mahasiswa dapat menentukan transformasi Laplace dari turunan suatu fungsi.
(4) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian invers transformasi Laplace.
(5) Mahasiswa dapat menjelaskan sifat invers transformasi Laplace.
(6) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian persamaan diferensial biasa linear
dengan syarat awal menggunakan transformasi Laplace.

4.1. Definisi dan Sifat Transformasi Laplace


Transformasi Laplace merupakan salah satu bentuk transformasi integral.
Misalkan f suatu fungsi, dengan f : I ⊆ R → R. Transformasi integral T atas fungsi f
mempunyai bentuk umum:
𝑏
F(s) = T{f(t)} ∶= ∫𝑎 𝐾(𝑡, 𝑠)𝑓(𝑡)𝑑𝑡 . (4.1)

Pada (4.1), K(t,s) merupakan kernel pada transformasi integral T tersebut. Untuk kasus
khusus dengan a = 0, b = ∞, dan 𝐾(𝑡, 𝑠) = 𝑒 −𝑠𝑡 , maka transformasi integral pada (4.1)
merupakan transformasi Laplace atas fungsi f. Dengan demikian, transformasi Laplace
atas fungsi f didefinisikan sebagai

F(s) = L{f(t)} ∶= ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 . (4.2)

Secara fisis, transformasi Laplace mentrasformasikan suatu fungsi f dalam domain


waktu t ke dalam fungsi L{f} dalam domain frekuensi s. Fungsi F(s) dinamakan fungsi
transfer atas sinyal fungsi f(t).

Transformasi Laplace didefinisikan melalui suatu integral tak wajar (improper


integral), yaitu integral atas interval [0, ∞). Nilai integral pada (4.2) tersebut
didefinisikan sebagai
∞ 𝐴
∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = lim𝐴→∞ ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 . (4.3)

Jika nilai limit pada ruas kanan (4.3) ada, maka integral pada ruas kanan (4.3) dikatakan
konvergen ke suatu nilai. Jika tidak demikian, maka integral pada ruas kanan (4.3)
dikatakan divergen. Berikut sebuah contoh integral tak wajar dari suatu fungsi.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 66



Contoh 4.1. Misalkan f : [0, ∞) → R suatu fungsi, dengan 𝑓(𝑡) = 𝑒 𝑐𝑡 , 𝑐 ≠ 0. ∫0 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 =
∞ 𝐴 1 𝐴 1
∫0 𝑒 𝑐𝑡 𝑑𝑡 = lim𝐴→∞ ∫0 𝑒 𝑐𝑡 𝑑𝑡 = lim 𝑐 𝑒 𝑐𝑡 | = lim 𝑐 (𝑒 𝑐𝐴 − 1).
𝐴→∞ 0 𝐴→∞
Ada tiga kasus untuk nilai c, yaitu c > 0, c = 0, dan c < 0.
• Untuk c > 0, nilai limit tersebut menuju tak hingga, sehingga integral tak wajar
tersebut divergen.
• Untuk c = 0, nilai f(t) = 1, sehingga integral tak wajar tersebut juga divergen.
• Untuk c < 0, integral tak wajar tersebut konvergen.
Teorema berikut memberikan syarat cukup agar transformasi Laplace dari suatu
fungsi f terdefinisi (ada).
Teorema 4.1. Syarat cukup eksistensi tranformasi Laplace suatu fungsi

Misalkan f suatu fungsi, dengan f : [0, ∞) → R, dan f memenuhi:


(1) Untuk sebarang bilangan positif A, f merupakan fungsi kontinu bagian demi
bagian pada interval 0 ≤ t ≤ A.
(2) Fungsi f merupakan fungsi berorde eksponensial, yaitu terdapat bilangan real
K, b, dan M sehingga untuk setiap 𝑡 ≥ 𝑀 berlaku |𝑓(𝑡)| ≤ 𝐾𝑒 𝑏𝑡 .

Jika kedua kondisi tersebut terpenuhi, maka integral ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 terdefinisi,
sehingga transformasi Laplace dari fungsi f ada (terdefinisi dengan baik) untuk s
> b.

Dengan menggunakan definisi transformasi Laplace pada (4.2), dapat diperoleh hasil-
hasil seperti pada contoh berikut.

Contoh 4.2. Misalkan f : [0, ∞) → R suatu fungsi, dengan 𝑓(𝑡) = 1. Diperoleh


∞ 1 𝐴 1
𝐿{1} = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡 = lim − 𝑠 𝑒 −𝑠𝑡 | = 𝑠 .
𝐴→∞ 0
Contoh 4.3. Misalkan f : [0, ∞) → R suatu fungsi, dengan 𝑓(𝑡) = 𝑒 𝑎𝑡 . Diperoleh
∞ 1 𝐿 1
𝐿{𝑒 𝑎𝑡 } = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑒 𝑎𝑡 𝑑𝑡 = lim − 𝑠−𝑎 𝑒 −(𝑠−𝑎)𝑡 � = 𝑠−𝑎.
𝐿→∞ 0
Contoh 4.4. Misalkan f : [0, ∞) → R suatu fungsi, dengan 𝑓(𝑡) = sin 𝑎𝑡. Diperoleh
∞ 𝐿
𝐿{sin 𝑎𝑡} = 𝐹(𝑠) = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 sin 𝑎𝑡 𝑑𝑡 = lim ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 sin 𝑎𝑡 𝑑𝑡.
𝐿→∞

Dengan menggunakan integrasi parsial, diperoleh


𝑒 −𝑠𝑡 cos 𝑎𝑡 𝑠 𝐿 1 𝑠 𝐿
𝐹(𝑠) = lim �− 𝑎
− 𝑎 ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 cos 𝑎𝑡 𝑑𝑡� = 𝑎 − 𝑎 lim ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 cos 𝑎𝑡 𝑑𝑡.
𝐿→∞ 𝐿→∞

Dengan menggunakan integrasi parsial untuk kedua kali, diperoleh

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 67


𝐿
1 𝑠2 −𝑠𝑡
1 𝑠2
𝐹(𝑠) = − 2 lim � 𝑒 sin 𝑎𝑡 𝑑𝑡 = − 2 𝐹(𝑠).
𝑎 𝑎 𝐿→∞ 𝑎 𝑎
0
𝑎
Akibatnya, diperoleh 𝐿{sin 𝑎𝑡} = 𝐹(𝑠) = 𝑠2 +𝑎2 .

Pada dasarnya, transformasi Laplace merupakan transformasi (operator)


integral. Telah diketahui bahwa operator integral merupakan operator linear. Oleh
karena itu, transformasi Laplace merupakan transformasi linear. Teorema berikut
menyatakan bahwa transformasi Laplace merupakan suatu operator linear.
Teorema 4.2. Transformasi Laplace merupakan operator linear
Transformasi Laplace merupakan suatu transformasi linear, yaitu untuk sebarang
fungsi f, g dengan L{f}, L{g} terdefinisi dan untuk sebarang bilangan real α,
transformasi Laplace L memenuhi:
(i). 𝐿{𝑓 + 𝑔} = 𝐿{𝑓} + 𝐿{𝑔}.
(ii). 𝐿{𝛼𝑓} = 𝛼𝐿{𝑓}.

Bukti:
Diambil sebarang fungsi f dan g, dengan L{f}, L{g} terdefinisi, dan diambil sebarang
bilangan real α.
∞ ∞ ∞
(i). 𝐿{𝑓 + 𝑔} = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 [𝑓(𝑡) + 𝑔(𝑡)]𝑑𝑡 = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 + ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑔(𝑡)𝑑𝑡 . Akibatnya
𝐿{𝑓 + 𝑔} = 𝐿{𝑓} + 𝐿{𝑔}.
∞ ∞
(ii). 𝐿{𝛼𝑓} = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝛼𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = 𝛼 ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = 𝛼𝐿{𝑓}. ∎
Selanutnya, teorema berikut menyajikan sifat hasil transformasi Laplace dari
fungsi kontinu bagian demi bagian dan berorde eksponensial.

Teorema 4.3. Sifat F(s) untuk s → ∞


Misalkan f sebarang fungsi kontinu bagian demi bagian dan berorde eksponensial,

dan 𝐹(𝑠) = 𝐿{𝑓} = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡, maka lim 𝐹(𝑠) = 0.
𝑠→∞

Bukti:
Diambil sebarang fungsi f yang kontinu bagian demi bagian dan berorde eksponensial.
Karena f berorde eksponensial, maka terdapat konstanta real b, K dan N sehingga untuk
setiap t ≥ N, |𝑓(𝑡)| ≤ 𝐾𝑒 𝑏𝑡 .
Selain itu, karena f kontinu bagian demi bagian, khususnya kontinu bagian demi bagian
pada interval [0,N], maka f fungsi terbatas pada interval [0,N]. Akibatnya, terdapat

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 68


konstanta L sehingga untuk setiap t dalam interval [0,N], fungsi f memenuhi
|𝑓(𝑡)| ≤ 𝐿 = 𝐿𝑒 0 .
Definisikan 𝑎 = maks {0, 𝑏} dan 𝑀 = maks{𝐾, 𝐿}. Akibatnya, untuk setiap t≥ 0, berlaku
|𝑓(𝑡)| ≤ 𝑀𝑒 𝑎𝑡 . Selanjutnya, diperoleh
∞ ∞ ∞
|𝐹(𝑠)| = �∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡� ≤ ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 |𝑓(𝑡)|𝑑𝑡 ≤ 𝑀 ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑒 𝑎𝑡 𝑑𝑡.

Oleh karena itu,



𝑀
|𝐹(𝑠)| ≤ 𝑀 � 𝑒 −(𝑠−𝑎)𝑡 𝑑𝑡 = , 𝑠 > 𝑎.
𝑠−𝑎
0

Akibatnya,
𝑀 −𝑀 𝑀
lim |𝐹(𝑠)| ≤ lim 𝑠−𝑎 = 0, atau lim 𝑠−𝑎 ≤ lim 𝐹(𝑠) ≤ lim 𝑠−𝑎.
𝑠→∞ 𝑠→∞ 𝑠→∞ 𝑠→∞ 𝑠→∞
−𝑀 𝑀 −𝑀 𝑀
Karena lim 𝑠−𝑎 = 0, lim 𝑠−𝑎 = 0 dan 0 = lim 𝑠−𝑎 ≤ lim 𝐹(𝑠) ≤ lim 𝑠−𝑎 = 0 , maka
𝑠→∞ 𝑠→∞ 𝑠→∞ 𝑠→∞ 𝑠→∞

terbukti bahwa lim 𝐹(𝑠) = 0. ∎


𝑠→∞

Berikut diberikan sebuah contoh penentuan transformasi Laplace dari suatu fungsi
yang kontinu bagian demi bagian pada interval [0, ∞).
Contoh 4.5. Tentukan transformasi Laplace dari fungsi f :[0,∞) → R, dengan f(t)
0, 0 ≤ 𝑡 < 2
diberikan oleh 𝑓(𝑡) = � .
1, 𝑡 ≥ 2
∞ 𝟐 𝑳
−𝒔𝒕 −𝒔𝒕
𝟏 −𝒔𝒕 𝑳 𝒆−𝟐𝒔
𝑳{𝒇} = � 𝒆 𝒇(𝒕)𝒅𝒕 = � 𝟎 𝒅𝒕 + 𝒍𝒊𝒎 � 𝒆 𝒅𝒕 = 𝒍𝒊𝒎 − 𝒆 | = .
𝑳→∞ 𝑳→∞ 𝒔 𝟐 𝒔
𝟎 𝟎 𝟐

Latihan 4.1.

Kerjakanlah soal-soal berikut.


1) Tentukan transformasi Laplace dari fungsi f : [0, ∞) → R, dengan:
a) f(t) = t.
b) f(t)= t2.
c) f(t) = tn, n bilangan bulat positif.
2) Tentukan transformasi Laplace dari fungsi f, dengan f(t) = cos at, a konstanta real
tak nol.
𝑒 𝑎𝑡 +𝑒 −𝑎𝑡 𝑒 𝑎𝑡 −𝑒 −𝑎𝑡
Dengan mengingat bahwa cosh 𝑎𝑡 = , sinh 𝑎𝑡 = tentukan
2 2

transformasi Laplace dari fungsi-fungsi berikut.


3) f(t) = cosh 𝑎𝑡.
4) f(t) = sinh 𝑎𝑡.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 69


5) f(t) = emt cosh 𝑎𝑡.
6) f(t) = emt sinh 𝑎𝑡.
Dengan menggunakan integrasi parsial, tentukan transformasi Laplace dari
fungsi-fungsi berikut; n bilangan bulat positif dan a konstanta real tak nol.
7) f(t) = teat
8) f(t) = t sin at.
9) f(t) = t cos at.
10)f(t) = t cosh at.
11)f(t) = t sinh at.
12)f(t) = t n eat .
13)f(t) = t 2 sin at.
14)f(t) = t 2 cos at.
15)f(t) = t 2 cosh at.
16)f(t) = t 2 sinh at.
Tentukan transformasi Laplace dari fungsi kontinu bagian demi bagian pada
soal-soal berikut.
2, 0 ≤ 𝑡 < 2
17)𝑓(𝑡) = �
0, 𝑡 ≥ 2
1, 0 ≤ 𝑡 < 1
18)𝑓(𝑡) = �
𝑡, 𝑡 ≥ 1
sin 𝑡 , 0 ≤ 𝑡 < π
19)𝑓(𝑡) = � .
0, 𝑡 ≥ π
cos 𝑡 , 0 ≤ 𝑡 < π/2
20)𝑓(𝑡) = � .
0, 𝑡 ≥ π/2

4.2. Sifat Translasi pada Transformasi Laplace

4.2.1. Translasi pada sumbu s

Misalkan diketahui transformasi Laplace dari suatu fungsi f, L{f(t)} = F(s).


Dengan memanfaatkan sifat translasi dari transformasi Laplace, dapat ditentukan
dengan mudah transformasi Laplace dari 𝐿{𝑒 𝑎𝑡 𝑓(𝑡)}, yaitu hanya dengan menggunakan
sifat translasi atau pergeseran. Sifat ini dikenal dengan teorema translasi (pergeseran)
pertama.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 70


Teorema 4.4. Sifat pergeseran pertama dari transformasi Laplace
Misalkan f suatu fungsi dengan 𝐿{𝑓(𝑡)} = 𝐹(𝑠). Untuk sebarang bilangan real a,
berlaku sifat 𝐿{𝑒 𝑎𝑡 𝑓(𝑡)} = 𝐹(𝑠 − 𝑎).
Bukti:

Berdasarkan definisi transformasi Laplace, diperoleh


∞ ∞

𝐿{𝑒 𝑎𝑡 𝑓(𝑡)} = � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑒 𝑎𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = � 𝑒 −(𝑠−𝑎)𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = 𝐹(𝑠 − 𝑎). ∎


0 0

Dalam bentuk simbolik, teorema 4.4 tersebut dapat dituliskan


𝐿{𝑒 𝑎𝑡 𝑓(𝑡)} = 𝐿{𝑓(𝑡)}|𝑠→𝑠−𝑎 .
Contoh 4.6. Tentukan (a) 𝐿{𝑒 2𝑡 𝑡 4 } (b) 𝐿{𝑒 −2𝑡 cos 3𝑡}.
Penyelesaian:
4! 24
(a) 𝐿{𝑒 2𝑡 𝑡 4 } = 𝐿{𝑡 4 }|𝑠→𝑠−2 = 𝑠5 � = (𝑠−2)5 .
𝑠→𝑠−2
𝑠 𝑠+2
(b) 𝐿{𝑒 −2𝑡 cos 3𝑡} = 𝐿{cos 3𝑡}|𝑠→𝑠+2 = 𝑠2 +9� = (𝑠+2)2 +9.
𝑠→𝑠+2

4.2.2. Translasi pada sumbu t

Dalam bidang teknik, seringkali ditemui fungsi-fungsi dalam bentuk “off” dan “on”.
Sebagai contoh, gaya luar yang bekerja pada suatu sistem mekanik atau suatu beda
tegangan pada suatu rangkaian listrik dapat diset pada posisi “off” setelah periode
waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan bidang matematika, untuk memudahkan
penulisan, didefinisikan suatu fungsi khusus yang bernilai nol (“off”) sampai dengan
waktu tertentu dan kemudian bernilai satu (“on”) setelah waktu tertentu tersebut.
Fungsi yang demikian disebut dengan fungsi tangga satuan (unit step function) atau
fungsi Heaviside.
Definisi 4.5. Fungsi tangga satuan
Fungsi tangga satuan U(t – a) didefinisikan sebagai
0, 0 ≤ 𝑡 < 𝑎
𝑈(𝑡 − 𝑎) = �
1, 𝑡 > 𝑎.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 71


Grafik fungsi tangga satuan diilustrasikan pada Gambar 4.1.

a t

Gambar 4.1. Ilustrasi grafik fungsi tangga satuan U(t – a).


Teorema 4.4. pada bagian sebelumnya menyatakan bahwa kelipatan
eksponensial dari suatu fungsi f(t) menghasilkan translasi (pergeseran) F(s) pada
sumbu s. Pada teorema berikut ditunjukkan bahwa 𝑒 −𝑎𝑠 𝐹(𝑠) merupakan hasil
transformasi Laplace dari 𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎). Sifat ini dikenal dengan teorema translasi
kedua.

Teorema 4.6. Sifat pergeseran kedua dari transformasi Laplace


Misalkan f suatu fungsi dengan 𝐿{𝑓(𝑡)} = 𝐹(𝑠). Untuk sebarang bilangan real a >
0, berlaku sifat 𝐿{𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = 𝑒 −𝑎𝑠 𝐹(𝑠).

Bukti:

Berdasarkan definisi transformasi Laplace, diperoleh


𝐿{𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)𝑑𝑡.


0

Dengan menggunakan sifat aditif pada integral, diperoleh


𝑎 ∞
−𝑠𝑡
𝐿{𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = � 𝑒 𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)𝑑𝑡 + � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)𝑑𝑡.
0 𝑎

Berdasarkan definisi fungsi tangga satuan, 𝐿{𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)}dapat disederhanakan


menjadi bentuk

𝐿{𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑑𝑡.


𝑎

Dengan melakukan subtitusi variabel 𝑣 = 𝑡 − 𝑎, diperoleh


∞ ∞

𝐿{𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡 − 𝑎)𝑑𝑡 = 𝑒 −𝑎𝑠 � 𝑒 −𝑠𝑣 𝑓(𝑣)𝑑𝑣 = 𝑒 −𝑎𝑠 𝐹(𝑠). ∎
𝑡=𝑎 𝑣=0

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 72


Transformasi Laplace dari suatu fungsi tangga satuan dapat diperoleh dengan
relatif mudah.
∞ ∞
𝑒 −𝑎𝑠
𝐿{𝑈(𝑡 − 𝑎)} = � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡 = 𝑒 −𝑎𝑠 � 𝑒 −𝑠𝑣 𝑑𝑣 = 𝑒 −𝑎𝑠 𝐿{1} = .
𝑠
𝑡=𝑎 𝑣=0

Dengan menggunakan definisi transformasi Laplace, definisi fungsi tangga satuan U( t –


a) dan subtitusi v = t – a, dapat diperoleh
∞ ∞

𝐿{𝑔(𝑡)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑔(𝑡)𝑑𝑡 = 𝑒 −𝑎𝑠 � 𝑒 −𝑠(𝑣+𝑎) 𝑔(𝑣 + 𝑎)𝑑𝑣 = 𝑒 −𝑎𝑠 𝐿{𝑔(𝑡 + 𝑎)}.
𝑡=𝑎 𝑣=0

Akibatnya, teorema 4.6 dapat dituliskan dalam bentuk alternative seperti yang
diberikan pada teorema 4.7 berikut.

Teorema 4.7. Bentuk alternatif sifat pergeseran kedua dari transformasi


Laplace
Misalkan f suatu fungsi dengan 𝐿{𝑓(𝑡)} = 𝐹(𝑠). Untuk sebarang bilangan real a >
0, berlaku sifat 𝐿{𝑓(𝑡)𝑈(𝑡 − 𝑎)} = 𝑒 −𝑎𝑠 𝐹(𝑠 + 𝑎).

Contoh 4.7. Tentukan 𝐿{cos 𝑡 𝑈(𝑡 − 𝜋)}.


Penyelesaian:
𝑠
𝐿{cos 𝑡 𝑈(𝑡 − 𝑎)} = 𝑒 −𝜋𝑠 𝐿{cos(𝑡 + 𝜋)} = −𝑒 −𝜋𝑠 𝐿{cos 𝑡} = − 𝑒 −𝜋𝑠 .
𝑠2 +1

Latihan 4.2.

Kerjakanlah soal-soal berikut. Dengan memanfaatkan sifat translasi pada transformasi


Laplace, tentukan transformasi Laplace dari fungsi-fungsi berikut.
1) 𝐿{t e10t }
2) 𝐿{ t 3 e−2t }
3) 𝐿{t (et + e2t )2 }
4) 𝐿{ e−t sin 3𝑡}
5) 𝐿{ e2t (t − 1)2 }
6) 𝐿{ e2t cos 5𝑡}
Pada soal berikut, nyatakan fungsi yang diberikan dalam bentuk fungsi tangga satuan
(unit step function). Selanjutnya, tentukanlah transformasi Laplace dari fungsi tersebut.
1, 0 ≤ 𝑡 < 3
7) 𝑓(𝑡) = �
−1, 𝑡 ≥ 3.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 73


1, 0 ≤ 𝑡 ≤ 4
8) 𝑓(𝑡) = � 0, 4 < 𝑡 < 5
1, 𝑡 ≥ 5.
0, 0 ≤ 𝑡 < 1
9) 𝑓(𝑡) = �
𝑡, 𝑡 ≥ 1.
0, 0 ≤ 𝑡 < 𝜋
10) 𝑓(𝑡) = �
sin 𝑡 , 𝑡 ≥ 𝜋.
𝑡, 0 ≤ 𝑡 < 1
11) 𝑓(𝑡) = �
0, 𝑡 ≥ 1.
sin 𝑡 , 0 ≤ 𝑡 < 𝜋
12) 𝑓(𝑡) = �
0, 𝑡 ≥ 𝜋.
0, 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑎
13) 𝑓(𝑡) = � 1, 𝑎 < 𝑡 < 𝑏
0, 𝑡 ≥ 𝑏.
4.3. Transformasi Laplace dari Turunan Suatu Fungsi
Transformasi Laplace dari 𝑓 ′ (turunan fungsi f) berhubungan (berelasi) dengan
transformasi Laplace dari fungsi f. Teorema berikut menyatakan relasi tersebut.
Teorema 4.8. Transformasi Laplace dari turunan suatu fungsi
Misalkan f fungsi kontinu dan untuk sebarang bilangan real A, 𝑓 ′ kontinu bagian
demi bagian pada interval 0≤ t ≤ A. Selain itu, misalkan f juga fungsi berorde
eksponensial, yaitu terdapat konstanta K, a, dan M sehingga untuk setiap≥t M,
|𝑓(𝑡)| ≤ 𝐾𝑒 𝑎𝑡 . Jika kondisi tersebut terpenuhi, maka 𝐿{𝑓 ′ } terdefinisi, dan
𝐿{𝑓 ′ } = 𝑠𝐿{𝑓} − 𝑓(0).

Bukti:
Diketahui bahwa 𝑓 ′ kontinu bagian demi bagian. Misalkan {t1, t2, …, tn} merupakan titik-
titik dimana 𝑓 ′ tak kontinu. Perhatikan integral
𝐴 𝑡 𝑡 𝐴
∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓 ′ (𝑡)𝑑𝑡 = ∫0 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓 ′ (𝑡)𝑑𝑡 + ∫𝑡 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓 ′ (𝑡)𝑑𝑡 + ⋯ + ∫𝑡 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓 ′ (𝑡)𝑑𝑡.
1 2
1 𝑛

Dengan menggunakan integral parsial pada suku-suku di ruas kanan, diperoleh


𝐴
𝑡 𝑡 𝐴
� 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓 ′ (𝑡)𝑑𝑡 = 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)| 1 + 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)|𝑡1 + ⋯ + 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)|
0 1 𝑡1
0
𝑡1 𝑡2 𝐴

+ 𝑠 �� 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 + � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 + ⋯ + � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡�.


0 𝑡1 𝑡𝑛

Karena f fungsi kontinu, maka integral tersebut dapat dituliskan


𝐴 𝐴
−𝑠𝑡 ′ (𝑡)𝑑𝑡
�𝑒 𝑓 = 𝑠 � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 + 𝑒 −𝑠𝐴 𝑓(𝐴) − 𝑓(0).
0 0

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 74


Untuk t ≥ M, maka |𝑓(𝑡)| ≤ 𝐾𝑒 𝑎𝑡 atau −𝐾𝑒 𝑎𝑡 ≤ 𝑓(𝑡) ≤ 𝐾𝑒 𝑎𝑡 . Khususnya, untuk nilai t =
A yang cukup besar, −𝐾𝑒 𝑎𝐴 ≤ 𝑓(𝐴) ≤ 𝐾𝑒 𝑎𝐴 . Akibatnya,
−𝐾𝑒 −(𝑠−𝑎)𝐴 ≤ 𝑒 −𝑠𝐴 𝑓(𝐴) ≤ 𝐾𝑒 −(𝑠−𝑎)𝐴 .
Untuk s > a dan A → ∞, diperoleh lim𝐴→∞ 𝑒 −(𝑠−𝑎)𝐴 = 0, sehingga lim𝐴→∞ 𝐾𝑒 −𝑠𝐴 𝑓(𝐴) = 0.
Oleh karena itu,
𝐴 𝐴

lim � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓 ′ (𝑡)𝑑𝑡 = 𝑠 lim � 𝑒 −𝑠𝑡 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 + lim 𝑒 −𝑠𝐴 𝑓(𝐴) − 𝑓(0),
𝐴→∞ 𝐴→∞ 𝐴→∞
0 0

atau
𝐿{𝑓 ′ } = 𝑠𝐿{𝑓} − 𝑓(0). ∎
Dengan cara serupa, dapat diperoleh teorema berikut.
Teorema 4.9. Bentuk yang lebih umum untuk transformasi Laplace dari
turunan suatu fungsi

Misalkan 𝑓, 𝑓 ′ , … , 𝑓 (𝑛−1) merupakan fungsi kontinu pada [0,∞) dan berorde


eksponensial. Misalkan juga untuk sebarang bilangan real A, 𝑓 (𝑛) kontinu bagian
demi bagian pada interval 0 ≤ t ≤ A. Jika kondisi tersebut terpenuhi, maka 𝐿{𝑓 (𝑛) }
terdefinisi, dengan
𝐿�𝑓 (𝑛) � = 𝑠 𝑛 𝐿{𝑓} − 𝑠 𝑛−1 𝑓(0) − ⋯ − 𝑠𝑓 (𝑛−1) (0) − 𝑓 (𝑛) (0).

Berdasarkan teorema 4.8 dan teorema 4.9, transformasi Laplace dapat


digunakan untuk mengubah persamaan diferensial dengan nilai awal menjadi suatu
persamaan aljabar.
Contoh 4.7. Dengan menggunakan transformasi Laplace, ubahlah persamaan
diferensial linear dengan nilai awal berikut
𝑦 ′ + 𝑦 = sin 𝑡, 𝑦(0) = 2
menjadi bentuk aljabar.
Penyelesaian:
Dengan mengambil transformasi Laplace pada kedua ruas persamaan diferensial,
diperoleh
𝐿{𝑦 ′ + 𝑦} = 𝐿{𝑦 ′ } + 𝐿{𝑦} = 𝐿{sin 𝑡},
atau
1
𝑠𝐿{𝑦} − 𝑦(0) + 𝐿{𝑦} = .
𝑠2 +1

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 75


Dengan melakukan subtitusi nilai awal y(0) = 2,dan memisalkan 𝑌(𝑠) = 𝐿{𝑦}, diperoleh
1 2 1
(𝑠 + 1)𝑌(𝑠) = 2 + , atau 𝑌(𝑠) = + .
𝑠 2 +1 𝑠+1 (𝑠 2 +1)(𝑠+1)

Contoh 4.8. Dengan menggunakan transformasi Laplace, ubahlah persamaan


diferensial linear dengan nilai awal berikut
𝑦 ′′ + 𝑦 = sin 2𝑡, 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0.
menjadi bentuk aljabar.
Penyelesaian:
Dengan mengambil transformasi Laplace pada kedua ruas persamaan diferensial,
diperoleh
𝐿{𝑦 ′′ + 𝑦} = 𝐿{𝑦 ′′ } + 𝐿{𝑦} = 𝐿{sin 2𝑡},
atau
2
𝑠 2 𝐿{𝑦} − 𝑠𝑦(0) − 𝑦 ′ (0) + 𝐿{𝑦} = .
𝑠2 +4
Dengan melakukan subtitusi nilai awal y(0) = 2,dan memisalkan 𝑌(𝑠) = 𝐿{𝑦}, diperoleh
2 2𝑠 2
(𝑠 2 + 1)𝑌(𝑠) = 2𝑠 + , atau 𝑌(𝑠) = + .
𝑠 2 +4 𝑠 2 +1 (𝑠 2 +1)(𝑠 2 +1)

Latihan 4.3.

Dengan menggunakan transformasi Laplace, ubahlah persamaan diferensial linear


dengan nilai awal berikut menjadi bentuk aljabar.
1) 𝑦 ′ − 𝑦 = 1, 𝑦(0) = 1.
2) 2𝑦 ′ + 𝑦 = 1, 𝑦(0) = −2.
3) 𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑒 4𝑡 , 𝑦(0) = 2.
4) 𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑒 −4𝑡 , 𝑦(0) = 1.
5) 𝑦 ′ − 𝑦 = 2 cos 3𝑡 , 𝑦(0) = 1.
6) 𝑦 ′′ + 5𝑦 ′ + 4𝑦 = 0, 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 0.
7) 𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ = 6𝑒 3𝑡 − 3𝑒 −𝑡 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = −1.
8) 𝑦 ′′ + 𝑦 = sin 2𝑡 , 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0.
9) 𝑦 ′ + 𝑦 = e−t sin 2𝑡 , 𝑦(0) = 2.
10)𝑦 ′′ + 2𝑦 ′ + 5𝑦 = cos 2𝑡 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 2.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 76


4.4. Invers Transformasi Laplace dan Sifat Invers Transformasi
Laplace
Invers transformasi Laplace dari suatu fungsi transformasi F(s) adalah suatu
fungsi f(t) yang memenuhi sifat 𝐿{𝑓(𝑡)} = 𝐹(𝑠), dengan L menyatakan transformasi
Laplace. Tabel berikut memberikan beberapa contoh terkait invers transformasi
Laplace.
Tabel 4.1 Beberapa contoh invers transformasi Laplace
Transformasi Laplace Invers transformasi Laplace
1 1
𝐿{1} = 𝐿−1 � � = 1
𝑠 𝑠
1 1
𝐿{𝑡} = 2 𝐿−1 � 2 � = 𝑡
𝑠 𝑠
𝑛!
𝐿{𝑡 𝑛 } = 𝑠𝑛+1 , n bilangan 𝑛!
𝐿−1 � 𝑛+1 � = 𝑡 𝑛
𝑠
bulat positif
1 1
𝐿{𝑒 𝑎𝑡 } = 𝐿−1 � � = 𝑒 𝑎𝑡
𝑠−𝑎 𝑠−𝑎
𝑏 𝑏
𝐿{sin 𝑏𝑡} = 2 𝐿−1 � 2 � = sin 𝑏𝑡
𝑠 + 𝑏2 𝑠 + 𝑏2
𝑠 𝑠
𝐿{cos 𝑏𝑡} = 2 𝐿−1 � 2 � = cos 𝑏𝑡
𝑠 + 𝑏2 𝑠 + 𝑏2
𝑏 𝑏
𝐿{sinh 𝑏𝑡} = 2 𝐿−1 � 2 � = sinh 𝑏𝑡
𝑠 − 𝑏2 𝑠 − 𝑏2
𝑠 𝑠
𝐿{cosh 𝑏𝑡} = 2 𝐿−1 � 2 � = cosh 𝑏𝑡
𝑠 − 𝑏2 𝑠 − 𝑏2

Invers transformasi Laplace merupakan suatu transformasi (operator) linear, yaitu


untuk sebarang fungsi transfer F(s), G(s) dengan 𝐿−1 {𝐹(𝑠)}, 𝐿−1 {𝐺(𝑠)}terdefinisi dan
untuk sebarang bilangan real α, invers transformasi Laplace 𝐿−1 memenuhi:

(i). 𝐿−1 {𝐹(𝑠) + 𝐺(𝑠)} = 𝐿−1 {𝐹(𝑠)} + 𝐿−1 {𝐺(𝑠)}.


(ii). 𝐿−1 {𝛼𝐹(𝑠)} = 𝛼𝐿−1 {𝐹(𝑠)}.
Contoh 4.9. Tentukanlah
1
(a) 𝐿−1 �𝑠4 �
1
(b) 𝐿−1 �𝑠2 +9�
2𝑠+4
(c) 𝐿−1 �𝑠2 +25�
3𝑠+7
(d) 𝐿−1 �(𝑠−1)(𝑠2 +4)�

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 77


Penyelesaian:
(a) Dengan memanfaatkan sifat linear invers transformasi Laplace, diperoleh
1 1 3! 1 3! 1
𝐿−1 � 4 � = 𝐿−1 � 4
� = 𝐿−1 � 4 � = 𝑡 3 .
𝑠 3! 𝑠 6 𝑠 6
(b) Dengan memanfaatkan sifat linear invers transformasi Laplace, diperoleh
1 1 3 1 3 1
𝐿−1 � � = 𝐿−1 � 2 � = 𝐿−1 � 2 � = sin 3𝑡.
𝑠2 +9 3𝑠 + 32 3 𝑠 +3 2 3
(c) Dengan memanfaatkan sifat linear invers transformasi Laplace, diperoleh
2𝑠 + 4 2𝑠 4 𝑠 4 5
𝐿−1 � 2
� = 𝐿−1 � 2 � + 𝐿−1 � 2 � = 2𝐿−1 � 2 � + 𝐿−1 � 2 �
𝑠 + 25 𝑠 + 25 𝑠 + 25 𝑠 + 25 5 𝑠 + 25
4
= 2 cos 5𝑡 + sin 5𝑡.
5
(d) Dengan menggunakan teknik fungsi pecah rasional, diperoleh
3𝑠 + 7 𝐴 𝐵𝑠 + 𝐶
= + ,
(𝑠 − 1)(𝑠 2 + 4) 𝑠 − 1 𝑠 2 + 4
dengan konstanta A, B, dan C akan ditentukan nilainya.
Dengan mengalikan kesamaan tersebut dengan (𝑠 − 1)(𝑠 2 + 4) , diperoleh
kesamaan
𝐴(𝑠 2 + 4) + (𝐵𝑠 + 𝐶)(𝑠 − 1) = 3𝑠 + 7.
Dengan subtitusi s = 1, diperoleh 5𝐴 = 10, sehingga A = 2.
Dengan subtitusi s = 0, A = 2, diperoleh 8 − 𝐶 = 7, sehingga C = 1.
Dengan subtitusi s = − 1, A = 2, C = 1, diperoleh 8 + 2𝐵 = 4. Akibatnya, diperoleh
B = − 2.
Oleh karena itu, diperoleh
3𝑠 + 7 2 −2𝑠 + 1
𝐿−1 � � = 𝐿−1 � + 2 �.
(𝑠 − 1)(𝑠 + 4)
2 𝑠−1 𝑠 +4
Selanjutnya, dengan menggunakan sifat linear transformasi Laplace, diperoleh
3𝑠 + 7 1 𝑠 1 2
𝐿−1 � � = 2𝐿−1 � � − 2𝐿−1 � 2 � + 𝐿−1 � 2 �,
(𝑠 − 1)(𝑠 + 4)
2 𝑠−1 𝑠 +4 2 𝑠 +4
sehingga
3𝑠 + 7 1
𝐿−1 � � = 2𝑒 𝑡
− 2 cos 2𝑡 + sin 2𝑡.
(𝑠 − 1)(𝑠 2 + 4) 2

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 78


Latihan 4.4.

Tentukanlah invers transformasi Laplace dari fungsi transfer berikut.


2
1) 𝐿−1 � 5 �
𝑠
3
2) 𝐿−1 � �
(𝑠+2)5

(𝑠+1)3
3) 𝐿−1 � �
𝑠5
(𝑠+1)2
4) 𝐿−1 � �
𝑠4
3
5) 𝐿−1 � �
2𝑠+1
2𝑠−1
6) 𝐿−1 � �
4𝑠 2 +9
2𝑠+1
7) 𝐿−1 � �
(𝑠+1)(𝑠−1)
2
8) 𝐿−1 � �
𝑠 2 +2𝑠
𝑠+2
9) 𝐿−1 � �
𝑠 2 −4𝑠
3
10) 𝐿−1 �𝑠2 +𝑠−12�
2𝑠
11) 𝐿−1 � �
𝑠 2 +2𝑠−8
2𝑠+5
12) 𝐿−1 � �
𝑠 2 (𝑠 2 +𝑠−6)

𝑠 2 +5
13) 𝐿−1 � �
𝑠 2 (𝑠 2 +1)
𝑠+1
14) 𝐿−1 � �
(𝑠 2 +1)(𝑠+1)
s2
15) L−1 �(s2 +4)(s−1)�

4.5. Aplikasi Transformasi Laplace


Pada bagian sebelumnya telah ditunjukkan bahwa transformasi Laplace dapat
digunakan untuk mengubah suatu persamaan diferensial linear dengan syarat awal
menjadi bentuk ekspresi aljabar. Selanjutnya, dengan menggunakan invers transformasi
Laplace pada ekspresi aljabar tersebut, dapat diperoleh penyelesaian persamaan
diferensial semula.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 79


Misalkan diberikan suatu persamaan diferensial biasa orde dua koefisien
konstan yang berbentuk
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑎 𝑑𝑡 2 + 𝑏 𝑑𝑡 + 𝑐𝑦 = 𝑔(𝑡), 𝑦(0) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (0) = 𝑦1 . (4.4)

Prosedur penyelesian persamaan diferensial linear dengan nilai awal pada (4.4)
menggunakan transformasi Laplace adalah sebagai berikut:
(1) Tentukan fungsi y(t) yang merupakan penyelesaian dari persamaan diferensial
biasa linear pada (4.4).
(2) Lakukan transformasi Laplace pada kedua ruas (4.4), diperoleh
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
𝐿 �𝑎 2 + 𝑏 + 𝑐𝑦� = 𝐿{𝑔(𝑡)}
𝑑𝑡 𝑑𝑡
atau

𝒂[𝒔𝟐 𝒀(𝒔) − 𝒔𝒚(𝟎) − 𝒚′(𝟎)] + 𝒃[𝒔𝒀(𝒔) − 𝒚(𝟎)] + 𝒄𝒀(𝒔) = 𝑮(𝒔), (4.5)

dengan Y(s) dan G(s) adalah transformasi Laplace dari y(t) dan g(t).
(3) Tentukan fungsi Y(s) penyelesaian dari persamaan aljabar untuk Y(s) pada (4.5),
yaitu
𝑮(𝒔)+ 𝒂𝒔 𝒚𝟎 +𝒂𝒚𝟏 +𝒃𝒚𝟎
𝒀(𝒔) = . (4.6)
𝒂𝒔𝟐 +𝒃𝒔+𝒄

(4) Penyelesaian persamaan diferensial linear orde dua koefisien konstan diperoleh
dari invers transformasi Laplace Y(s) pada (4.6).

Contoh 4.10. Tentukanlah penyelesian persamaan diferensial linear berikut dengan


syarat awal yang diberikan.
𝑑𝑦
(a) + 2𝑦 = 4 cos 2𝑡, 𝑦(0) = 3.
𝑑𝑡
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
(b) +3 + 2𝑦 = 𝑒 −𝑡 , 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = −2.
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡
Penyelesaian:
(a) Dengan mlakukan transformasi Laplace pada kedua ruas persamaan diferensial,
diperoleh
𝑑𝑦 𝑑𝑦
𝐿� + 2𝑦� = 𝐿 � � + 2 𝐿{2𝑦} = 𝐿{4 cos 2𝑡},
𝑑𝑡 𝑑𝑡
atau
4𝑠
𝑠𝐿{𝑦} − 𝑦(0) + 2𝐿{𝑦} = .
𝑠2+4
Dengan melakukan subtitusi nilai awal 𝑦(0) = 3, dan memisalkan 𝑌(𝑠) = 𝐿{𝑦},
diperoleh

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 80


4𝑠 3 4𝑠
(𝑠 + 2)𝑌(𝑠) = 3 + , atau 𝑌(𝑠) = + .
𝑠 2 +4 𝑠+2 (𝑠 2 +4)(𝑠+2)

Dengan menggunakan fungsi pecah rasional, fungsi transfer Y(s) dapat ditulis ke
dalam bentuk
3 1 𝑠+2 2 𝑠+2
𝑌(𝑠) = − + = + .
𝑠+2 𝑠+2 (𝑠 2 +4) 𝑠+2 (𝑠 2 +4)

Penyelesaian persamaan diferensial diperoleh dengan mengambil invers


transformasi Laplace dari Y(s), yaitu
1 𝑠 2
𝑦(𝑡) = 𝐿−1 {𝑌(𝑠)} = 𝐿−1 � � + 𝐿−1 � 2 � + 𝐿−1 � 2 �.
𝑠+2 𝑠 +4 𝑠 +4
Penyelesaian persamaan diferensial yang dicari adalah
𝑦(𝑡) = 2𝑒 −2𝑡 + cos 2𝑡 + sin 2𝑡.
(b) Dengan melakukan transformasi Laplace pada kedua ruas persamaan diferensial,
diperoleh
𝑑2𝑦 𝑑𝑦 𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝐿� + 3 + 2𝑦� = 𝐿 � � + 3 𝐿 � � + 2𝐿{𝑦} = 𝐿{𝑒−𝑡 },
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 𝑑𝑡 2 𝑑𝑡
atau
1
𝑠 2 𝑌(𝑠) − 𝑠𝑦(0) − 𝑦 ′ (0) + 3𝑠𝑌(𝑠) − 3𝑦(0) + 2𝑌(𝑠) = ,
𝑠+1
dengan Y(s) adalah transformasi Laplace dari y(t). Dengan melakukan subtitusi
nilai awal yang diketahui hasil transformasi Laplace tersebut, diperoleh
1
(𝑠 2 + 3𝑠 + 2)𝑌(𝑠) = 2𝑠 + 4 + , atau
𝑠+1
1 2𝑠 + 4 1 2
𝑌(𝑠) = + = + , 𝑠 ≠ −2 .
(𝑠 + 1) (𝑠 + 2) (𝑠 + 1)(𝑠 + 2) (𝑠 + 1) (𝑠 + 2) 𝑠 + 1
2 2

Dengan menggunakan fungsi pecah rasional, fungsi transfer Y(s) dapat ditulis ke
dalam bentuk
−1 1 1 2 1 1 1
𝑌(𝑠) = + + + = + + .
𝑠 + 1 (𝑠 + 1)2 𝑠 + 2 𝑠 + 1 𝑠 + 1 (𝑠 + 1)2 𝑠 + 2
Penyelesaian persamaan diferensial diperoleh dengan mengambil invers
transformasi Laplace dari Y(s), yaitu
1 1 1
𝑦(𝑡) = 𝐿−1 {𝑌(𝑠)} = 𝐿−1 � � + 𝐿−1 � � + 𝐿−1
� �.
𝑠+1 (𝑠 + 1)2 𝑠+2
Penyelesaian persamaan diferensial yang dicari adalah
𝑦(𝑡) = 𝑒 −𝑡 + 𝑡𝑒 −𝑡 + 𝑒 −2𝑡 .

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 81


Latihan 4.5.

Dengan menggunakan transformasi Laplace, tentukanlah penyelesaian persamaan


diferensial linear berikut dengan nilai awal yang diberikan.
1) 𝑦 ′ + 2𝑦 = 4 + 𝑒 −2𝑡 , 𝑦(0) = 3.
2) 𝑦 ′ − 𝑦 = 1 + 𝑒 𝑡 , 𝑦(0) = 1.
3) 𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑒 4𝑡 + 4, 𝑦(0) = 2.
4) 𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑒 −4𝑡 + sin 𝑡 , 𝑦(0) = 1.
5) 𝑦 ′ − 𝑦 = 2 cos 3𝑡 + sin 2𝑡 , 𝑦(0) = 1.
6) 𝑦 ′′ + 5𝑦 ′ + 4𝑦 = 𝑒 −𝑡 + 2𝑒 −2𝑡 , 𝑦(0) = 1, 𝑦 ′ (0) = 0.
7) 𝑦 ′ + 9𝑦 = cos 3𝑡 , 𝑦(0) = 3.
8) 𝑦 ′′ + 𝑦 = 1 + sin 𝑡 , 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0.
9) 𝑦 ′′ + 4𝑦 = sin 2𝑡 , 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0.
1 − cos 𝑡 , 0 ≤ 𝑡 ≤ 2𝜋
10)𝑦 ′′ + 𝑦 = 𝑓(𝑡), 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0, dengan 𝑓(𝑡) = �
0, 𝑡 > 2𝜋
sin 2𝑡 , 0 ≤ 𝑡 ≤ 2𝜋
11)𝑦 ′′ + 4𝑦 = 𝑓(𝑡), 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0, dengan 𝑓(𝑡) = �
0, 𝑡 > 2𝜋
1, 0 ≤ 𝑡 ≤ 2𝜋
12)𝑦 ′′ + 𝑦 = 𝑓(𝑡), 𝑦(0) = 2, 𝑦 ′ (0) = 0, dengan 𝑓(𝑡) = �
cos 𝑡, 𝑡 > 2𝜋

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 82


MODUL 5
Aplikasi Persamaan Diferensial Biasa Orde Dua

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan


kembali beberapa aplikasi persamaan diferensial biasa dalam bidang sains.

Pendahuluan
Pada bagian ini akan disajikan beberapa model matematika yang berbentuk
suatu persamaan diferensial biasa linear orde koefisien konstan dengan kondisi awal
yaitu pada saat t = 0, diketahui. Model matematika ini dapat dituliskan dengan
𝑑2𝑦 𝑑𝑦
𝑎 +𝑏 + 𝑐𝑦 = 𝑔(𝑡), 𝑦(0) = 𝑦0 , 𝑦 ′ (0) = 𝑦1 . (5.1)
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡
Pada (5.1), fungsi g(t) dinamakan fungsi input, fungsi penggerak (driving function), atau
fungsi gaya (forcing function), sedangkan penyelesaian persamaan diferensial y(t)
dinamakan output atau fungsi respon (response function) dari sistem yang dimodelkan
dalam persamaan diferensial (5.1) tersebut.
5.1. Gerak pada Sistem Massa Pegas

Gerak Tanpa Redaman Pada Sistem Massa Pegas


Pada Gambar 5.1 ditunjukkan ilustrasi suatu pegas elastis tergantung secara
vertikal pada suatu tempat. Selanjutnya terdapat suatu beban dengan massa m yang
dikaitkan pada ujung bagian bawah pada pegas tersebut.

Gambar 5.1. Ilustrasi pegas elastis dengan beban yang dikaitkan pada ujungnya

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 83


Setelah beban dikaitkan pada pegas, maka pegas tersebut akan meregang. Besarnya
regangan (stretching) atau elongasi pegas bergantung pada besarnya massa. Hukum
Hooke (hukum yang ditemukan oleh Hooke) menyatakan bahwa pegas akan
menghasilkan gaya pemulih (restoring force) F yang besarnya berlawanan arah dengan
arah regangan pegas dan besar gaya pemulih tersebut sebanding dengan panjang
regangan pegas (s). Akibat adanya gaya pemulih tersebut, pegas yang meregang dapat
kembali ke keadaan semula. Secara matematis, hukum Hooke dapat dituliskan dengan

𝐹 = −𝑘𝑠, (5.2)

dengan k merupakan konstanta pegas. Tanda minus pada (5.2) menyatakan bahwa gaya
pemulih F berlawanan arah dengan arah regangan pegas (s).

Ketika belum ada beban yang dikaitkan pada ujung pegas, pegas tersebut
mempunyai panjang sebesar 𝑙 (Gambar 5.1 bagian kiri). Setelah suatu beban dengan
massa 𝑚 dikaitkan pada ujung pegas, maka beban tersebut akan meregangkan pegas
sepanjang 𝑠 (Gambar 5.2 bagian tengah). Akibatnya, panjang pegas sebesar 𝑙 + 𝑠, dan
pegas mencapai posisi kesetimbangan baru. Posisi kesetimbangan ini tercapai karena
gaya berat 𝑊 = 𝑚𝑔 diimbangi oleh gaya pemulih pegas 𝐹𝑠 = −𝑘𝑠. Pada kondisi
setimbang,

𝑊 + 𝐹𝑠 = 𝑚𝑔 − 𝑘𝑠 = 0. (5.3)

Jika beban tersebut dipindahkan sejauh 𝑥 dari posisi setimbang (Gambar 5.1 bagian
kanan), maka besarnya gaya pemulih pada pegas sebesar 𝐹𝑠 = −𝑘(𝑠 + 𝑥). Dalam kasus
ini, arah positif didefinisikan sebagai arah ke bawah dan arah negatif merupakan
didefinisikan sebagai arah ke atas.

Dengan asumsi tidak ada gaya penghambat (biasanya berupa gaya gesek) dan
tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem massa-pegas tersebut, maka gaya yang
bekerja hanyalah gaya berat dan gaya pemulih (gaya pegas). Hukum Newton (hukum
yang ditemukan oleh Newton) kedua tentang gerak menyatakan bahwa total gaya
𝐹𝑡 yang bekerja pada suatu benda bermassa 𝑚 akan mengakibatkan percepatan pada
benda tersebut. Secara matematis, hukum Newton kedua tentang gerak dapat dituliskan
dalam bentuk

𝑑2𝑥
𝑚 = 𝐹𝑡 = 𝑚𝑔 − 𝑘(𝑠 + 𝑥) = 𝑚𝑔 − 𝑘𝑠 − 𝑘𝑥 = −𝑘𝑥. (5.4)
𝑑𝑡 2

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 84


Dengan membagi kedua ruas (5.4) dengan 𝑚, diperoleh model persamaan diferensial
biasa linear orde dua yang berbentuk

𝑑2𝑥 𝑘
+ 𝑥 = 0 atau (5.5)
𝑑𝑡 2 𝑚

𝑑2 𝑥
𝑑𝑡 2
+ 𝜔2 𝑥 = 0 (5.6)

𝑘
dengan 𝜔 = �𝑚.

Syarat awal yang sesuai untuk model (5.6) adalah 𝑥(0) = 𝑥0 , 𝑥′(0) = 𝑥1 dengan 𝑥0 dan
𝑥1 berturut-turut menyatakan simpangan awal pegas dan kecepatan awal pegas.

Penyelesaian umum persamaan diferensial (5.6) berbentuk

𝑥(𝑡) = 𝐴 cos 𝜔𝑡 + 𝐵 sin 𝜔𝑡 (5.7)

dengan A dan B adalah konstanta yang harus ditentukan dari nilai awal, yaitu
ditentukan dari simpangan awal dan kecepatan awal pegas.

Besarnya periode 𝑇 pada sistem massa pegas didefinisikan sebagai


2𝜋
𝑇= . (5.8)
𝜔

Besarnya frekuensi 𝑓 (yaitu banyaknya getaran) pada sistem massa-pegas tersebut


didefinisikan sebagai

1 𝜔
𝑓= = . (5.9)
𝑇 2𝜋

Bilangan 𝜔 pada (5.6) dan (5.7) dinamakan frekuensi sirkular sistem massa-pegas
tersebut. Bilangan 𝜔 tersebut juga dinamakan frekuensi natural sistem massa-pegas.
𝜔
Sebagian buku teks menyatakan bilangan sebagai frekuensi natural sistem massa-
2𝜋
pegas.

Jika 𝐴 ≠ 0 atau 𝐵 ≠ 0 pada (5.7), maka persamaan gerak sistem massa-pegas


pada (5.6) dapat dituliskan dalam bentuk

𝑥(𝑡) = √𝐴2 + 𝐵 2 sin(𝜔𝑡 + 𝜑), (5.10)

dengan 𝜑 ditentukan dari

𝐵 𝐴
cos 𝜑 = , sin 𝜑 = . (5.11)
√𝐴2 +𝐵2 √𝐴2 +𝐵2

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 85


Pada (5.10), besaran 𝜑 dinamakan sudut fase (phase angle), sedangkan besaran
√𝐴2 + 𝐵 2 merupakan amplitude (simpangan maksimum) pada sistem massa-pegas.
Ekspresi (5.7) atau (5.10) dinamakan persamaan gerak (equation of motion) pada
sistem massa-pegas.

Satuan-satuan untuk berbagai besaran fisis dapat dikelompokkan menjadi dua


sistem satuan, yaitu sistem satuan internasional (SI) dan sistem satuan lapangan
(engineering unit sistem). Satuan standar pada sistem satuan lapangan untuk dimensi
massa, panjang dan waktu berturut-turut adalah pound (lb), foot (ft) dan detik. Pada
sistem satuan internasional, satuan standar untuk dimensi massa, panjang dan waktu
berturut-turut adalah kilogram (kg), meter (m) dan detik. Pada Tabel 5.1, disajikan
konversi satuan dari sistem satuan lapangan ke sistem internasional untuk beberapa
besaran (dimensi).

Tabel 5.1 Konversi satuan dari sistem satuan lapangan – sistem SI

Dimensi Satuan lapangan Satuan internasional

Panjang 1 inch (in) 0.0254 m

1 foot (ft)= 12 inch 0.3048 m

Massa 1 pound (lb) 0.4535924 kg

1 ounce (oz) 0.02834952 kg

Volume 1 barrel 0.1156271 m3

Percepatan 1 ft / detik2 0.3047987 m/detik2

Gaya 1 pound force (lbf) 4.448222 Newton (N)

1 ounce force (ozf) 0.2780139 Newton (N)

Tekanan 1 lb/in2 (psi) 6894.757 pascal (Pa)

1 lb/ft2 47.88026 pascal (Pa)

Energi 1 pound force-foot (lbf-ft) 1.355818 joule

1 pound force-inch (lbf-in) 0.1129848 joule

1 ounce force-inch (ozf-in) 0.007061552 joule

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 86


Berikut diberikan sebuah contoh penentuan model matematika dan persamaan gerak
untuk suatu sistem massa pegas, dengan mengabaikan (tidak adanya) gaya gesek dan
gaya luar pada sistem massa pegas tersebut.

Contoh 5.1. Suatu beban dengan massa 1 lb (dibaca 1 pound) yang dikaitkan pada
ujung suatu pegas dapat meregangkan pegas tersebut sejauh 12 inch. Pada saat t = 0,
pegas tersebut dilepaskan dari posisi 6 inch di bawah titik kesetimbangan dengan
kecepatan awal ke arah atas sebesar 2 ft/detik. Tentukan model matematika dan
persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut dalam sistem satuan lapangan.

Penyelesaian:

Misalkan x menyatakan besarnya simpangan pegas dari posisi kesetimbangan. Misalkan


juga m dan k berturut-turut menyatakan massa dan konstanta pegas. Dalam sistem
internasional dan sistem lapangan diperoleh

𝑚 = 1 𝑙𝑏.

Besarnya gaya berat 𝑊 = 1 𝑙𝑏𝑓. Gaya berat tersebut dapat meregangkan pegas sejauh
𝑠 = 12 𝑖𝑛 = 1𝑓𝑡. Akibatnya, besarnya konstanta pegas dalam satuan lapangan adalah

1 𝑙𝑏𝑓 𝑙𝑏𝑓
𝑘= =1 .
1𝑓𝑡 𝑓𝑡

Dengan mengambil arah ke bawah sebagai arah positif, diperoleh posisi awal
𝑓𝑡
𝑥(0) = 6 𝑖𝑛 = 0.5 𝑓𝑡 dan kecepatan awal 𝑥 ′ (0) = 2 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. Akibatnya, model mateamtika

gerak pegas tersebut dalam sistem satuan lapangan adalah

𝑑2𝑥 𝑘 𝑑2𝑥
+ 𝑥 = 2 + 𝑥 = 0, 𝑥(0) = 0.5, 𝑥 ′ (0) = 2.
𝑑𝑡 2 𝑚 𝑑𝑡
Dengan demikian, persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut adalah

𝑥(𝑡) = 𝐴 cos 𝑡 + 𝐵𝑠𝑖𝑛 𝑡,

dengan A dan B ditentukan dari nilai awal. Dengan melakukan subtitusi syarat awal
tersebut, diperoleh 𝐴 = 0.5, 𝐵 = 2. Oleh karena itu, persamaan gerak untuk sistem
massa-pegas tersebut adalah

𝑥(𝑡) = 0.5 cos 𝑡 + 2𝑠𝑖𝑛 𝑡.

Grafik persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut disajikan pada Gambar 5.1.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 87


Gambar 5.1. Grafik persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tanpa adanya gaya redaman.

Gerak Dengan Redaman Pada Sistem Massa Pegas

Pada kondisi real, model matematika pada (5.5)-(5.6) merupakan model yang tidak
realistis, karena pada model tersebut diasumsikan tidak ada gaya penghambat yang
bekerja pada beban. Model matematika berbentuk persamaan diferensial pada (5.5)-
(5.6) yang menghasilkan gerak harmonik pada (5.7) dan (5.10) hanya tepat ketika
sistem massa-pegas tersebut tergantung pada ruang hampa. Ketika beban pada sistem
massa-pegas tersebut bergerak, maka ada gaya penghambat akibat gesekan beban
tersebut dengan media di sekitar sistem massa-pegas tersebut.
Gaya gesek atau gaya redaman yang bekerja pada benda diasumsikan sebanding
dengan suatu pangkat dari kecepatan benda tersebut. Dalam modul ini, besarnya gaya
gesek atau gaya redaman yang bekerja pada suatu benda diasumsikan sebanding
𝑑𝑥
dengan kecepatan benda � 𝑑𝑡 � tersebut. Dengan asumsi bahwa tidak ada gaya luar yang

bekerja pada sistem massa-pegas, maka berdasarkan hukum Newton kedua, model
matematika untuk gerak pada sistem massa-pegas tersebut dapat dituliskan sebagai
𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑏 𝑑𝑡 − 𝑘𝑥, (5.12)

dengan b menyatakan koefisien redaman. Dalam sistem satuan internasional koefisien


𝑁
redaman b mempunyai satuan 𝑚/𝑑𝑒𝑡. Tanda negative pada gaya gesek (gaya peredam)

pada (5.12) menunjukkan bahwa gaya gesek bekerja berlawanan arah dengan arah
gerak benda. Dengan membagi kedua ruas (5.12) dengan m, diperoleh model
matematika untuk gerak pada sistem massa-pegas dengan adanya redaman dan tanpa
gaya luar adalah

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 88


𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑡 2
+ 𝜆 𝑑𝑡 + 𝜔2 𝑥 = 0, (5.13)

dengan
𝑏 𝑘
𝜆 = 𝑚 , 𝜔 2 = 𝑚. (5.14)

Ada tiga kasus yang berhubungan dengan model matematika pada (5.13), yaitu:
(1) 𝜆2 − 4𝜔2 > 0. Pada keadaan ini, sistem massa-pegas dikatakan dalam kondisi
“teredam lebih” (overdamped) karena koefisien redaman b lebih besar
dibandingkan dengan konstanta pegas k. Penyelesaian persamaan diferensial
pada (5.13) untuk kasus “teredam lebih” (overdamped) adalah
2 −4𝜔2 𝑡 2 −4𝜔2 𝑡
𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝜆𝑡 �𝐴𝑒 √𝜆 + 𝐵𝑒 −√𝜆 �. (5.15)

(2) 𝜆2 − 4𝜔2 = 0. Pada keadaan ini, sistem massa-pegas dikatakan dalam kondisi
teredam kritis (critically damped) karena bila terjadi penurunan koefisien
redaman b, maka akan menghasilkan gerakan osilasi pada sistem massa-pegas
tersebut. Penyelesaian persamaan diferensial pada (5.13) untuk kasus teredam
kritis adalah
𝑥(𝑡) = 𝐴𝑒 −𝜆𝑡 + 𝐵𝑡𝑒 −𝜆𝑡 . (5.16)
(3) 𝜆2 − 4𝜔2 < 0. Pada keadaan ini, sistem massa-pegas dikatakan dalam kondisi
“teredam kurang” (underdamped) karena koefisien redaman b lebih kecil
dibandingkan dengan konstanta pegas k. Penyelesaian persamaan diferensial
pada (5.13) untuk kasus “teredam kurang” (underdamped) adalah
2 −4𝜔2 𝑡 2 −4𝜔2 𝑡
𝑥(𝑡) = 𝑒 −𝜆𝑡 �𝐴𝑒 √𝜆 + 𝐵𝑒 −√𝜆 �. (5.17)

Gerak pada sistem massa-pegas pada (5.17) merupakan gerak osilasi. Akan
tetapi, karena adanya suku 𝑒 −𝜆𝑡 , maka amplitude vibrasi (getaran) menuju nol
untuk 𝑡 → ∞.

Berikut diberikan beberapa contoh model matematika untuk sistem massa-pegas


dengan memperhatikan adanya gaya gesek (gaya peredam) dan tidak adanya gaya luar
pada sistem massa pegas tersebut.

Contoh 5.2. Misalkan gerak pada suatu sistem massa-pegas dapat dimodelkan ke dalam
suatu persamaan diferensial

𝑑2 𝑥 𝑑𝑥 𝑚
𝑑𝑡 2
+ 5 𝑑𝑡 + 4𝑥 = 0, 𝑥(0) = 0.1 𝑚, 𝑥 ′ (0) = 0.2 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. (5.18)

a) Berikan interpretasi fisis atas model matematika untuk gerak pada sistem massa-
pegas tersebut dan tentukanlah persamaan gerak yang sesuai untuk sistem tersebut.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 89


b) Tentukan waktu sehingga simpangan dari getaran sistem massa-pegas tersebut
mencapai simpangan maksimum.

Penyelesaian:
a) Model matematika yang berbentuk persamaan diferensial tersebut dapat
diinterpetasikan sebagai gerak “teredam lebih” dari suatu sistem massa-pegas
(suatu beban massa yang dikaitkan pada ujung pegas). Pada saat awal, beban
tersebut dilepaskan pada posisi 10 cm (0.1 di bawah titik kesetimbangan) dengan
kecepatan awal sebesar 20 cm/detik (0.2 m/detik) dengan arah kecepatan ke arah
bawah.
Persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut diperoleh dari penyelesaian
persamaan diferensial, yang berbentuk
𝑥(𝑡) = 0.2𝑒 −𝑡 − 0.1𝑒 −4𝑡 , 𝑡 ≥ 0.
b) Karena 𝑥(𝑡) = 0.2𝑒 −𝑡 − 0.1𝑒 −4𝑡 , maka 𝑥 ′ (𝑡) = −0.2𝑒 −𝑡 + 0.4𝑒 −4𝑡 .
1
Akibatnya nilai t yang memenuhi 𝑥 ′ (𝑡) = 0 adalah 𝑡 = 3 ln 2 ≈ 0.231 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. Untuk
1 1
0 < 𝑡 < 3 ln 2, 𝑥 ′ (𝑡) > 0 dan untuk 𝑡 > 3 ln 2, 𝑥 ′ (𝑡) < 0. Akibatnya simpangan
1
maksimum adalah 𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑥 �3 ln 2� ≈ 0.119 𝑚.

Grafik persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut disajikan pada Gambar
5.2.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 90


Gambar 5.2. Grafik persamaan gerak pada sistem massa-pegas yang memenuhi
persamaan diferensial (5.18).
Contoh 5.3. Suatu beban dengan massa 0.2 kg yang dikaitkan pada ujung suatu pegas
dapat meregangkan pegas tersebut sejauh 39.2 cm. Pada saat awal, beban massa
dilepaskan dari kondisi kesetimbangan dengan kecepatan awal sebesar 1 m/det dengan
arah ke bawah. Dengan mengambil percepatan gravitasi bumi sebesar g = 9.8 m/det2
dan mengasumsikan bahwa gaya redaman (gaya gesek) besarnya sama dengan 2 kali
kecepatan benda, tentukanlah:

a) Model matematika dan persamaan gerak pada sistem massa-pegas tersebut.

b) Waktu sehingga simpangan dari getaran sistem massa-pegas tersebut mencapai


simpangan maksimum.

Catatan: Gunakan sistem satuan internasional.

Penyelesaian:

a) Misalkan x menyatakan besarnya simpangan pegas dari posisi kesetimbangan.


Misalkan juga m dan k berturut-turut menyatakan massa dan konstanta pegas.
Diketahui bahwa 𝑚 = 0.2 𝑘𝑔. Akibatnya, gaya berat W sebesar 𝑊 = 𝑚𝑔 = 0.2 ∗
9.8 = 1.96 𝑁. Gaya berat W tersebut mengakibatkan pegas meregang sejauh
𝑠 = 39.2 𝑐𝑚 = 0.392 𝑚. Akibatnya, besarnya konstanta pegas k adalah sebesar
𝑊 1.96
𝑘= 𝑠
= 0.392 𝑁/𝑚 = 5 𝑁/𝑚. Karena besarnya gaya redaman (gaya gesek)
𝑁.𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
besarnya sama dengan 2 kali kecepatan benda, maka 𝑏 = 2 𝑚
. Dengan

mengambil arah ke bawah sebagai arah positif, diperoleh posisi awal 𝑥(0) = 0 𝑚

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 91


𝑚
dan kecepatan awal 𝑥 ′ (0) = 1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. Oleh karena itu, model matematika untuk

gerak pada sistem massa-pegas tersebut berbentuk persamaan diferensial

𝑑2 𝑥 𝑑𝑥 𝑚
0.2 𝑑𝑡 2 + 2 𝑑𝑡 + 5𝑥 = 0, 𝑥(0) = 0 𝑚, 𝑥 ′ (0) = 1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘,

atau

𝑑2 𝑥 𝑑𝑥 𝑚
𝑑𝑡 2
+ 10 𝑑𝑡 + 25𝑥 = 0, 𝑥(0) = 0 𝑚, 𝑥 ′ (0) = 1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. (5.19)

Dengan demikian, persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut adalah

𝑥(𝑡) = 𝑡𝑒 −5𝑡 .

b) Karena 𝑥(𝑡) = 𝑡𝑒 −5𝑡 , maka 𝑥 ′ (𝑡) = 𝑒 −5𝑡 (1 − 5𝑡).Akibatnya nilai t yang memenuhi
𝑥 ′ (𝑡) = 0 adalah 𝑡 = 0.2 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. Untuk 0 < 𝑡 < 0.2, 𝑥 ′ (𝑡) > 0 dan untuk 𝑡 > 0.2,
𝑥 ′ (𝑡) < 0. Akibatnya simpangan maksimum tercapai pada saat 𝑡 = 0.2 detik.
Besarnya simpangan maksimum adalah
𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑥(0.2) ≈ 0.0736 𝑚.
Grafik persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut disajikan pada Gambar
5.3.

Gambar 5.3. Grafik persamaan gerak pada sistem massa-pegas yang memenuhi
persamaan diferensial (5.19).
Contoh 5.4. Suatu beban dengan massa 0.2 kg yang dikaitkan pada ujung suatu pegas
yang mempunyai panjang 100 cm. Pada kondisi setimbang, panjang pegas setelah
mendapat beban adalah 119.6 cm. Pada saat awal, beban massa dilepaskan 10 cm di
bawah kondisi kesetimbangan dengan kecepatan awal sebesar 1 m/det dengan arah ke
bawah. Dengan mengambil percepatan gravitasi bumi sebesar g = 9.8 m/det2 dan

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 92


mengasumsikan bahwa gaya redaman (gaya gesek) besarnya sama dengan 2 kali
kecepatan benda, tentukanlah model matematika dan persamaan gerak pada sistem
massa-pegas tersebut.

Catatan: Gunakan sistem satuan internasional.

Penyelesaian:

Misalkan x menyatakan besarnya simpangan pegas dari posisi kesetimbangan. Misalkan


juga m dan k berturut-turut menyatakan massa dan konstanta pegas. Diketahui bahwa
𝑚 = 0.2 𝑘𝑔. Akibatnya, gaya berat W sebesar

𝑊 = 𝑚𝑔 = 0.2 ∗ 9.8 = 1.96 𝑁.

Gaya berat W tersebut mengakibatkan pegas meregang sejauh

𝑠 = 119.6 𝑐𝑚 − 100 𝑐𝑚 = 19.6 𝑐𝑚 = 0.196 𝑚.

Akibatnya, besarnya konstanta pegas k adalah sebesar


𝑊 1.96
𝑘= 𝑠
= 0.196 𝑁/𝑚 = 10 𝑁/𝑚.

Karena besarnya gaya redaman (gaya gesek) besarnya sama dengan 2 kali kecepatan
𝑁.𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
benda, maka 𝑏 = 2 𝑚
. Dengan mengambil arah ke bawah sebagai arah positif,
𝑚
diperoleh posisi awal 𝑥(0) = 0.1 𝑚 dan kecepatan awal 𝑥 ′ (0) = 1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. Oleh karena itu,

model matematika untuk gerak pada sistem massa-pegas tersebut berbentuk


persamaan diferensial

𝑑2 𝑥 𝑑𝑥 𝑚
0.2 𝑑𝑡 2 + 2 𝑑𝑡 + 10𝑥 = 0, 𝑥(0) = 0.1 𝑚, 𝑥 ′ (0) = 1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘,

atau

𝑑2 𝑥 𝑑𝑥 𝑚
𝑑𝑡 2
+ 10 𝑑𝑡 + 50𝑥 = 0, 𝑥(0) = 0.1 𝑚, 𝑥 ′ (0) = 1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘. (5.20)

Dengan demikian, persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut adalah

𝑥(𝑡) = 𝑒 −5𝑡 (0.1 𝐶𝑜𝑠 5𝑡 + 0.3 𝑆𝑖𝑛 5𝑡).

Grafik persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut disajikan pada Gambar 5.4.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 93


Gambar 5.4. Grafik persamaan gerak pada sistem massa-pegas yang memenuhi
persamaan diferensial (5.20).

Gerak Dengan Adanya Gaya Luar Pada Sistem Massa Pegas

Misalkan terdapat gaya luar 𝑔(𝑡) yang bekerja pada sistem massa-pegas. Gaya luar
tersebut dapat berupa gaya penggerak yang menyebabkan osilasi dalam arah vertikal
pada tumpuan pegas. Dengan memasukkan adanya gaya luar ke dalam hukum Newton
kedua, diperoleh model matematika yang berbentuk persamaan diferensial
𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑚 𝑑𝑡 2 = −𝑏 𝑑𝑡 − 𝑘𝑥 + 𝑔(𝑡), (5.21)

atau
𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑡 2
+ 𝜆 𝑑𝑡 + 𝜔2 𝑥 = 𝐹(𝑡), (5.22)
𝑏 𝑘 𝑔(𝑡)
dengan 𝜆 = 𝑚 , 𝜔2 = 𝑚 , 𝐹(𝑡) = 𝑚
.

Contoh 5.5. Misalkan suatu sistem massa-pegas dapat dimodelkan ke dalam persamaan
diferensial berikut
𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑡 2
+ 2 𝑑𝑡 + 2𝑥 = 0.5 cos 𝑡 , 𝑥(0) = 0.1, 𝑥 ′ (0) = 0.4. (5.23)

Berikan interpretasi atas model persamaan diferensial tersebut dan tentukan


penyelesaian persamaan diferensial tersebut.
Penyelesaian:

Untuk suatu sistem massa-pegas, persamaan diferensial (5.23) tersebut


menggambarkan suatu beban dikaitkan pada ujung suatu pegas. Misalkan arah ke
bawah merupakan arah simpangan positif. Perbandingan antara konstanta pegas dan
massa beban sebesar 2�𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2 , perbandingan antara koefisien redaman dan massa

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 94


beban sebesar 2�𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘, dan perbandingan antara gaya luar dan massa beban dinyatakan
𝑚
sebagai fungsi 0.5 cos 𝑡 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2
. Pada saat awal, posisi awal beban adalah 0.1 m di bawah

titik kesetimbangan, dan beban tersebut dilepaskan dengan kecepatan awal


0.4 𝑚�𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘.

Penyelesaian persamaan diferensial (5.23) tersebut adalah


1 −5𝑡 1 1
𝑥(𝑡) = 𝑒 sin 𝑡 + cos 𝑡 + sin 𝑡.
5 10 5
Untuk waktu t yang semakin membesar (t → ∞), simpangan beban akan mendekati
1 1
lim𝑡→∞ 𝑥(𝑡) = 10 cos 𝑡 + 5 sin 𝑡.

Grafik penyelesaian persamaan diferensial (5.23) disajikan pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Grafik penyelesaian persamaan diferensial (5.23).

Contoh 5.6. Tentukan penyelesaian model matematika gerak harmonik dengan adanya
gaya luar dan tanpa adanya gaya peredam berikut:
𝑑2 𝑥
a) 𝑑𝑡 2
+ 𝜔2 𝑥 = 𝐴 cos 𝛼𝑡 ; 𝐴 > 0, 𝛼 ≠ 𝜔, 𝑥(0) = 𝑥 ′ (0) = 0. (5.24)
𝑑2 𝑥
b) 𝑑𝑡 2
+ 𝜔2 𝑥 = 𝐴 cos 𝜔𝑡 ; 𝐴 > 0, 𝑥(0) = 𝑥 ′ (0) = 0. (5.25)

Penyelesaian:

a) Dengan menggunakan metode koefisien tak tentu, diperoleh penyelesaian


persamaan diferensial (5.24) adalah
𝐴
𝑥(𝑡) = 𝐶 cos 𝜔𝑡 + 𝐷 sin 𝜔𝑡 + 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡, 𝛼 ≠ 𝜔,
𝜔2 − 𝛼2
dengan konstanta C dan D ditentukan dari syarat awal.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 95


Dengan melakukan subtitusi nilai awal 𝑥(0) = 𝑥 ′ (0) = 0, diperoleh nilai C dan D
−𝐴
adalah 𝐶 = 𝜔2−𝛼2 , 𝐷 = 0. Akibatnya, penyelesaian persamaan diferensial (5.24)

adalah
𝐴
𝑥(𝑡) = (𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡 − cos 𝜔𝑡 ), 𝛼 ≠ 𝜔.
𝜔2 − 𝛼2
Grafik penyelesaian persamaan diferensial (5.24) untuk parameter 𝜔 = 3, 𝐴 = 𝛼 =
1 disajikan pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6. Grafik penyelesaian persamaan diferensial (5.24) untuk parameter


𝜔 = 3, 𝐴 = 𝛼 = 1.
b) Dengan menggunakan metode koefisien tak tentu, diperoleh penyelesaian
persamaan diferensial (5.25) adalah
𝐴
𝑥(𝑡) = 𝐶 cos 𝜔𝑡 + 𝐷 sin 𝜔𝑡 + 𝑡 𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑡,
2𝜔
dengan konstanta C dan D ditentukan dari syarat awal.
Dengan melakukan subtitusi nilai awal 𝑥(0) = 𝑥 ′ (0) = 0, diperoleh nilai C dan D
adalah 𝐶 = 𝐷 = 0. Akibatnya, penyelesaian persamaan diferensial (5.25) adalah
𝐴
𝑥(𝑡) = 𝑡 𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑡.
2𝜔
Grafik penyelesaian persamaan diferensial (5.25) untuk parameter 𝜔 = 𝐴 = 1
disajikan pada Gambar 5.7.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 96


Gambar 5.7. Grafik penyelesaian persamaan diferensial (5.25) untuk parameter
𝜔 = 𝐴 = 1.
Untuk t → ∞, t = nωπ, nilai mutlak simpangan |𝑥(𝑡)| → ∞. Fenomena ini disebut
sebagai resonansi. Secara fisis, sistem massa-pegas yang memenuhi model
matematika (5.25) akan mengalami kerusakan. Ketika simpangan besar sangat
besar, maka simpangan pegas tersebut melebihi batas elastitasnya. Akibatnya,
pegas tidak dapat berosilasi dan kembali ke posisi semula.
Catatan:
Penyelesaian persamaan diferensial (5.25) dapat juga diperoleh dari
penyelesaian persamaan diferensial (5.24) dan mengambil limit α→ω, dan
menghasilkan
𝐴
𝑥(𝑡) = lim𝛼→𝜔 𝜔2 −𝛼2 (𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡 − cos 𝜔𝑡 ) atau
𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡 − cos 𝜔𝑡 𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡 − cos 𝜔𝑡
𝑥(𝑡) = lim lim = lim .
𝛼→𝜔 𝜔 + 𝛼 α→ω 𝜔−𝛼 2𝜔 α→ω 𝜔−𝛼
Dengan menggunakan aturan L’Hospital, diperoleh
𝑑
𝐴 (𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡 − cos 𝜔𝑡) 𝐴 −𝑡 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑡 𝐴
𝑥(𝑡) = lim 𝑑𝛼 𝑑 = lim = 𝑡 cos 𝜔𝑡.
2𝜔 α→ω (𝜔 − 𝛼) 2𝜔 α→ω −1 2𝜔
𝑑𝛼

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 97


Latihan 5.1.

Kerjakanlah soal-soal berikut.


1) Suatu gaya sebesar 200 N dapat meregangkan pegas sejauh 1 m. Suatu beban
dengan massa 50 kg dikaitkan pada ujung pegas tersebut. Pada saat awal, beban
tersebut dilepaskan dari titik kesetimbangan dengan kecepatan kea rah sebesar 10
m/detik. Dengan mengabaikan gaya gesek:
a) Tentukan model matematika untuk sistem massa-pegas tersebut.
b) Tentukan persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut.
2) Suatu beban dengan massa 1 kg dikaitkan pada suatu pegas dengan konstanta pegas
16 N/m. Selanjutnya, keseluruhan sistem massa-pegas tersebut dicelupkan ke dalam
suatu cairan sehingga menghasilkan gaya peredam sebesar 10 kali kecepatan beban.
a) Tentukan model matematika untuk sistem massa-pegas tersebut.
b) Tentukan persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut jika pada saat
awal beban dilepaskan dari posisi 1 m di bawah titik kesetimbangan tanpa
kecepatan awal.
c) Tentukan persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut jika pada saat
awal beban dilepaskan dari posisi 1 m di bawah titik kesetimbangan dengan
kecepatan awal ke arah atas sebesar 12 m/detik.
3) Suatu beban dengan massa 2 kg dikaitkan pada suatu pegas dengan konstanta pegas
32 N/m. Pegas tersebut dilepaskan dari kondisi kesetimbangan. Pada sistem massa-
pegas tersebut, diberikan gaya luar sebesar 𝑓(𝑡) = 34𝑒 −2𝑡 cos 4𝑡. Dengan
mengabaikan gaya gesekan:
a) Tentukan model matematika untuk sistem massa-pegas tersebut.
b) Tentukan persamaan gerak untuk sistem massa-pegas tersebut.
c) Tentukan amplitude getaran untuk t → ∞.
4) Tentukan penyelesaian model persamaan diferensial
𝑑2𝑥
+ 4𝑥 = −5 sin 2𝑡 + 3 cos 2𝑡 , 𝑥(0) = −1, 𝑥 ′ (0) = 1.
𝑑𝑡 2
5) Tentukan penyelesaian model persamaan diferensial
𝑑2𝑥
+ 9𝑥 = 5 sin 3𝑡 , 𝑥(0) = 1, 𝑥 ′ (0) = 0.
𝑑𝑡 2

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 98


MODUL 6
Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memperoleh capaian
pembelajaran sebagai berikut:
(1) Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa teori dasar sistem persamaan diferensial
linear orde satu.
(2) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa
linear orde satu homogen dengan koefisien konstan untuk nilai eigen real, nilai
eigen kompleks, dan nilai eigen real berulang.
(3) Mahasiswa dapat menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear
orde satu non homogen.

6. 1. Pendahuluan

Pengantar Sistem Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu

Beberapa fenomena fisis dalam bidang sains dan rekayasa yang dapat
dimodelkan ke dalam suatu model matematika yang berbentuk sistem persamaan
diferensial biasa orde satu. Sebagai contoh, perhatikan model matematika untuk gerak
sistem massa-pegas dengan adanya gaya peredam dan gaya luar yang berbentuk:
𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑡 2
+ 𝜆 𝑑𝑡 + 𝜔2 𝑥 = 𝐹(𝑡), 𝑥(0) = 𝑎, 𝑥 ′ (0) = 𝑏, (6.1)

dengan 𝑥(𝑡) menyatakan besarnya simpangan beban pada waktu t, diukur dari titik
kesetimbangan. Pada persamaan diferensial (6.1), parameter 𝜆, 𝜔2 , 𝐹 berturut-turut
menyatakan perbandingan koefisien redaman, konstanta pegas dan gaya luar dengan
massa beban. Dengan mendefinisikan variabel-variabel
𝑑𝑥1
𝑥1 = 𝑥, 𝑥2 = 𝑥1̇ =
𝑑𝑡
maka maka model matematika (6.1) dapat dituliskan menjadi sistem persamaan
diferensial biasa orde satu yang berbentuk:
𝑑𝑥1
𝑥1̇ = = 𝑥2 , 𝑥1 (0) = 𝑎
𝑑𝑡
𝑑𝑥2
𝑥2̇ = = 𝐹(𝑡) − 𝜆𝑥1 − 𝜔2 𝑥1 , 𝑥2 (0) = 𝑏. (6.2)
𝑑𝑡

Contoh lain tentang fenomena dalam bidang sains yang dapat dimodelkan ke
dalam sistem persamaan diferensial orde satu adalah dinamika pemangsa dan mangsa
(predator-prey). Misalkan P(t) dan H(t) berturut-turut menyatakan banyaknya
pemangsa dan mangsa pada saat t. Pada tahun 1925, Lotka dan Volterra mengusulkan
model matematika untuk dinamaika pemangsa-mangsa yang berbentuk:

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 99


𝑑𝐻
𝐻̇ = = 𝑎𝐻 − 𝑏𝑃𝐻, 𝐻(0) = 𝑚
𝑑𝑡
𝑑𝑃
𝑃̇ = = −𝑐𝑃 + 𝑑𝑃𝐻, 𝑃(0) = 𝑛. (6.3)
𝑑𝑡

Pada model (6.3), a,b,c,d merupakan parameter yang bernilai positif, sedangkan m dan
n bernilai non negatif. Model pemangsa-mangsa pada (6.3) dikenal dengan nama model
pemangsa-mangsa Lotka-Volterra.
Suatu persamaan diferensial biasa orde n yang berbentuk
𝑦 (𝑛) (𝑡) = 𝐹�𝑡, 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 (𝑛−1) � (6.4)
dapat ditransformasikan menjadi sistem persamaan diferensial biasa orde satu. Dengan
mendefinisikan variabel-variabel
𝑥1 = 𝑦, 𝑥2 = 𝑦 ′ , 𝑥3 = 𝑦 ′′ … , 𝑥𝑛 = 𝑦 (𝑛−1)
maka maka model matematika (6.4) dapat dituliskan menjadi sistem persamaan
diferensial biasa orde satu yang berbentuk:
𝑥1′ = 𝑥2
𝑥2′ = 𝑥3
⋮ (6.5)

𝑥𝑛−1 = 𝑥𝑛

𝑥𝑛 = 𝐹(𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛−1 ).

Sistem persamaan diferensial orde satu pada (6.5) merupakan salah satu bentuk
khusus dari sistem persamaan diferensial orde satu yang mempunyai bentuk umum

𝑥1′ = 𝐹1 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛−1 )


𝑥2′ = 𝐹2 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛−1 )
⋮ (6.6)

𝑥𝑛−1 = 𝐹𝑛−1 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛−1 )
(𝑡,
𝑥𝑛′ = 𝐹𝑛 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛−1 ).

Penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa (6.6) pada interval buka 𝐵: 𝑎 < 𝑡 < 𝑏
adalah himpunan n fungsi

𝑥1 = 𝜙1 (𝑡), 𝑥2 = 𝜙2 (𝑡), … , 𝑥𝑛 = 𝜙𝑛 (𝑡) (6.7)

yang diferensiabel pada setiap titik dalam interval buka B dan memenuhi sistem
persamaan diferensial (6.6).

Sistem persamaan diferensial biasa orde satu dengan nilai awal mempunyai bentuk
umum seperti pada (6.6) dan dilengkapi dengan kondisi awal

𝑥1 (𝑡0 ) = 𝛼1 , 𝑥2 (𝑡0 ) = 𝛼2 , … , 𝑥𝑛 (𝑡0 ) = 𝛼𝑛 (6.8)

dengan 𝑡0 ∈ 𝐵, 𝛼1 , 𝛼2 , … , 𝛼𝑛 ∈ 𝑅.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 100


Teorema berikut memberikan syarat cukup agar sistem persamaan diferensial
biasa orde satu (6.6) dengan syarat awal (6.8) mempunyai penyelesaian tunggal.

Teorema 6.1 Syarat cukup keberadaan dan ketunggalan penyelesaian untuk


sistem persamaan diferensial biasa orde satu dengan nilai awal
Diberikan sistem persamaan diferensial biasa orde satu (6.6) dengan syarat awal
(6.8). Misalkan fungsi-fungsi 𝐹1 , 𝐹2 , … , 𝐹𝑛 dan semua turunan parsial 𝐹1 , 𝐹2 , … , 𝐹𝑛
terhadap 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 kontinu pada suatu region buka
𝐷 = {(𝑡, 𝑥1 , … , 𝑥𝑛 ) ∈ 𝑅 𝑛+1 : 𝑎 < 𝑡 < 𝑏, 𝑎1 < 𝑥1 < 𝑏1 , … , 𝑎𝑛 < 𝑥𝑛 < 𝑏𝑛 },
dan misalkan 𝑡0 , 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 ∈ 𝐷.
Jika kondisi tersebut terpenuhi, maka terdapat ℎ > 0 sehingga pada interval buka
𝑡0 − ℎ < 𝑡 < 𝑡0 + ℎ terdapat penyelesaian tunggal
𝑥1 = 𝜙1 (𝑡), 𝑥2 = 𝜙2 (𝑡), … , 𝑥𝑛 = 𝜙𝑛 (𝑡)
untuk sistem persamaan diferensial biasa orde satu (6.6) dan memenuhi syarat
awal (6.8).

Nilai Eigen dan Vektor Eigen Suatu Matriks Persegi (Bujur Sangkar)

Misalkan 𝐀 ∈ 𝐌𝐦𝐱𝐧 (𝐂), yaitu A adalah suatu matriks persegi berukuran m x n


dengan elemen-elemenya berupa bilangan kompleks. Matriks A tersebut dapat
dipandang sebagai pemetaan linear (transformasi linear) dari Cm ke Cn. Demikian
pula untuk matriks 𝑩 ∈ 𝑴𝒎𝒙𝒏 (𝑹) dapat dipandang sebagai pemetaan linear
(transformasi linear) dari Rm ke Rn. Operasi uner (operasi yang bekerja pada satu
unsur) yang dapat dikenakan pada matriks 𝑨 ∈ 𝑴𝒎𝒙𝒏 (𝑪) antara lain adalah operasi
� ) dan operasi transposekonjugat 𝐀∗ . Suatu matriks A
transpose (AT), operasi konjugat (𝐀
dikatakan matriks Hermit jika 𝐀 = 𝐀∗ .
2 1 0 1 2+𝑖 1 − 2𝑖
Contoh 6.1. Misalkan 𝑨 = �1 2 1� , 𝑩 = � 2 − 𝑖 1 2 + 𝑖 �.
0 1 2 1 + 2𝑖 2−𝑖 1
� , 𝐀∗ , 𝐁 𝑇 , 𝐁
Tentukanlah 𝐀𝑇 , 𝐀 � , 𝐁∗.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 101


Penyelesaian:

Karena elemen-elemen matriks A merupakan bilangan real, maka

2 1 0
� = 𝑨 = �1 2 1�.
𝑨
0 1 2
2 1 0
Transpos matriks A adalah 𝑨𝑇 = �1 2 1�.
0 1 2

Karena elemen-elemen matriks A merupakan bilangan real, maka

2 1 0
∗ 𝑇
𝑨 = 𝑨 = �1 2 1�.
0 1 2

Karena 𝑨∗ = 𝑨, maka A merupakan matriks Hermit.

1 2+𝑖 1 − 2𝑖
𝑩 =� 2−𝑖 1 2 + 𝑖 �.
1 + 2𝑖 2−𝑖 1

Transpos, konjugat dan konjugat transpos matriks B berturut-turut adalah

1 2−𝑖 1 + 2𝑖 1 2−𝑖 1 + 2𝑖
𝑩𝑇 = � 2 + 𝑖 1 � =�2+𝑖
2 − 𝑖 �,𝑩 1 2 − 𝑖 �,
1 − 2𝑖 2+𝑖 1 1 − 2𝑖 2+𝑖 1
1 2+𝑖 1 − 2𝑖

𝑩 =� 2−𝑖 1 2 + 𝑖 �.
1 + 2𝑖 2−𝑖 1

Karena 𝑩∗ = 𝑩, maka B juga merupakan matriks Hermit. 

Misalkan 𝐀 ∈ 𝐌𝐧 𝐱 𝐧 (𝐑), 𝐲 ∈ 𝐌𝐧 𝐱 𝟏 (𝐑). Sistem persamaan linear

𝐀𝐱 = 𝐲 (6.9)

dapat juga dipandang sebagai transformasi linear (pemetaan linear) A yang membawa
vektor 𝐱 ∈ 𝐌𝐧 𝐱 𝟏 (𝐑) ke vektor 𝐲 ∈ 𝐌𝐧 𝐱 𝟏 (𝐑) . Akan ditentukan vektor 𝐱 ∈
𝐌𝐧 𝐱 𝟏 (𝐑) sehingga

𝐀𝐱 = 𝜆𝐱, (6.10)

untuk suatu konstanta λ. Sistem persamaan linear (6.10) dapat dituliskan ke dalam
bentuk

(𝐀 − 𝜆𝐈)𝐱 = 𝟎. (6.11)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 102


Sistem persamaan linear (6.11) mempunyai penyelesaian tak trivial, yaitu penyelesaian
𝐱 ≠ 𝟎, jika konstanta λ dipilih sedemikian sehingga

det(𝐀 − 𝜆𝐈) = det(𝜆𝐈 − 𝐀) = 0. (6.12)

Nilai λ yang memenuhi persamaan (6.12) dinamakan nilai eigen matriks A.


Penyelesaian 𝐱 ≠ 𝟎 untuk nilai eigen λ dinamakan vektor eigen matriks A yang
bersesuaian dengan nilai eigen λ.
Misalkan H suatu matriks Hermit berukuran n x n. Nilai eigen dan vektor eigen
matriks Hermit H memenuhi sifat-sifat berikut:
1) Semua nilai eigen dari matriks Hermit H berupa bilangan real.
2) Terdapat himpunan yang terdiri dari n vektor eigen yang bebas linear.
3) Jika 𝒙(1) dan 𝒙(2) adalah vektor eigen – vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai
eigen yang berbeda, maka hasil kali dalam antara 𝒙(1) dan 𝒙(2) , yaitu 〈𝒙(1) , 𝒙(2) 〉 =
𝒙(1) 𝒙∗(𝟐) = 0, artinya vektor eigen 𝒙(1) dan 𝒙(2) merupakan vektor eigen yang saling
orthogonal.
4) Misalkan nilai eigen λ berulang sebanyak m kali, maka dapat ditemukan atau dipilih
m vektor eigen yang saling orthogonal.
2 1 1
Contoh 6.2. Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks 𝑨 = �1 2 1�.
1 1 2
Penyelesaian:

Nilai eigen matriks A memenuhi persamaan karakteristik


𝜆−2 −1 −1
det(𝜆𝐈 − 𝐀) = � −1 𝜆−2 −1 � = 0.
−1 −1 𝜆−2
Persamaan karakteristik tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
−1 −1
(𝜆 − 2) �𝜆 − 2 −1
� + (1) � � − 1�
−1 𝜆 − 2
�=0
−1 𝜆−2 −1 𝜆 − 2 −1 −1
atau
(𝜆 − 2)(𝜆2 − 4𝜆 + 3) + (2 − 𝜆 − 1) − (1 + 𝜆 − 2) = 0
atau
(𝜆 − 2)(𝜆 − 1)(𝜆 − 3) − 2(𝜆 − 1) = 0
Persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi bentuk
(𝜆 − 1)(𝜆2 − 5𝜆 + 4) = (𝜆 − 4)(𝜆 − 1)2 = 0.
Akibatnya, nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝜆1 = 4, 𝜆2 = 𝜆3 = 1.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 103


Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 = 4 memenuhi sistem
persamaan linear
(𝐀 − 4𝐈)𝐱 = 𝟎
atau
−2 1 1 𝑥1 0
� 1 −2 1 � �𝑥2 � = �0�.
1 1 −2 𝑥3 0
Dengan menggunakan operasi baris elementer berikut secara berurutan:
• 𝑏12 (baris pertama ditukar dengan baris kedua)
• 𝑏2 ≔ 𝑏2 − 2𝑏1 (baris kedua yang baru diperoleh dari baris kedua lama dikurangi
dengan dua kali baris pertama)
• 𝑏3 ≔ 𝑏3 − 𝑏1 (baris ketiga yang baru diperoleh dari baris ketiga lama dikurangi
dengan baris pertama)
1
• 𝑏2 ≔ − 3 ∗ 𝑏2 (baris kedua yang baru diperoleh dari baris kedua lama dikalikan

dengan minus satu pertiga)


1
• 𝑏3 ≔ 3 ∗ 𝑏3 (baris ketiga yang baru diperoleh dari baris ketiga lama dikalikan

dengan satu pertiga)


• 𝑏3 ≔ 𝑏3 − 𝑏2 (baris ketiga yang baru diperoleh dari baris ketiga lama dikurangi
dengan baris kedua)
maka sistem persamaan linear tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
1 −2 1 𝑥1 0
𝑥
�0 1 −1� � 2 � = �0�.
0 0 0 𝑥3 0
Dari baris kedua sistem persamaan, diperoleh 𝑥2 = 𝑥3 = 𝑠, dengan s sebarang bilangan
real. Selanjutnya, dengan melakukan subtitusi 𝑥2 = 𝑥3 = 𝑠 baris pertama sistem
persamaan, diperoleh 𝑥1 = 𝑠 , untuk sebarang s bilangan real. Oleh karena itu,
penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
𝑥1 1
�𝑥2 � = 𝑠 �1� , 𝑠 ∈ 𝑹.
𝑥3 1
1
Akibatnya, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 = 4 adalah �1�.
1
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆2 = 𝜆3 = 1 memenuhi sistem
persamaan linear
(𝐀 − 𝐈)𝐱 = 𝟎
atau

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 104


1 1 1 𝑥1 0
�1 1 1� �𝑥2 � = �0�.
1 1 1 𝑥3 0
Dengan menggunakan operasi baris elementer berikut secara berurutan:
• 𝑏2 ≔ 𝑏2 − 𝑏1 (baris kedua yang baru diperoleh dari baris kedua lama dikurangi
dengan baris pertama)
• 𝑏3 ≔ 𝑏3 − 𝑏1 (baris ketiga yang baru diperoleh dari baris ketiga lama dikurangi
dengan baris pertama)
maka sistem persamaan linear tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
1 1 1 𝑥1 0
�0 0 0� �𝑥2 � = �0�.
0 0 0 𝑥3 0
Dari baris pertama, diperoleh 𝑥2 = 𝑟, 𝑥3 = 𝑠, 𝑥1 = −𝑟 − 𝑠 dengan r, s sebarang bilangan
real. Oleh karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
𝑥1 −1 −1
�𝑥2 � = 𝑟 � 1 � + 𝑠 � 0 � , 𝑟, 𝑠 ∈ 𝑹.
𝑥3 0 1
Akibatnya, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆2 = 𝜆3 = 1 adalah
−1 −1
� 1 � dan � 0 �. 
0 1

Latihan 6.1

Transformasikan persamaan diferensial berikut menjadi suatu sistem persmaan


diferensial orde satu.
1) 𝑢′′ + 𝑢′ + 2𝑢 = 0.
2) 𝑢′′ + 𝑢′ + 2𝑢 = 2 cos 𝑡.
3) 𝑡 2 𝑢′′ + 𝑡𝑢′ + (𝑡 2 − 1)𝑢 = 0.
4) 𝑢(4) − 16𝑢 = 0.
5) 𝑢′′ + 𝑢′ + 16𝑢 = cos 2𝑡 , 𝑢(0) = 1, 𝑢′ (0) = 0.
6) 𝑢′′ + 𝑝(𝑡)𝑢′ + 𝑞(𝑡)𝑢 = 𝑟(𝑡), 𝑢(0) = 𝑎, 𝑢′ (0) = 𝑏.
Tentukan nilai eigen dan vektor eigen untuk matriks-matriks berikut.
5 1
7) 𝐴=� �
−3 1
2 1
8) 𝐵 = � �
1 2
1 −1
9) 𝐶 = � �
1 1
1 0
10) 𝐷 = � �
1 1

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 105


3 −4
11) 𝐸 = � �
−4 3
1 0 0
12) 𝐹 = �1 2 0�
1 1 3
3 1 1
13) 𝐺 = �1 3 1�
1 1 3

6. 2. Teori Dasar tentang Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde


Satu
Sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu merupakan salah satu
bentuk khusus dari sistem persamaan diferensial pada (6.6). Sistem persamaan biasa
linear orde satu dapat dituliskan ke dalam bentuk umum
𝑥1̇ = 𝑎11 (𝑡)𝑥1 + ⋯ + 𝑎1𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏1 (𝑡),
𝑥2̇ = 𝑎21 (𝑡)𝑥1 + ⋯ + 𝑎2𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏2 (𝑡),
⋮ (6.13)
𝑥𝑛−1
̇ = 𝑎𝑛−1,1 (𝑡)𝑥n−1 + ⋯ + 𝑎𝑛−1,𝑛−1 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏𝑛−1 (𝑡),
𝑥𝑛̇ = 𝑎1𝑛 (𝑡)𝑥1 + ⋯ + 𝑎𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏𝑛 (𝑡).
Sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu dengan nilai awal mempunyai
bentuk umum seperti pada (6.13) dan dilengkapi dengan kondisi awal
𝑥1 (𝑡0 ) = 𝛼1 , 𝑥2 (𝑡0 ) = 𝛼2 , … , 𝑥𝑛 (𝑡0 ) = 𝛼𝑛 (6.14)

dengan 𝑡0 ∈ 𝐵 = {𝑡 ∈ 𝑅: 𝑐 < 𝑡 < 𝑑}, 𝛼1 , 𝛼2 , … , 𝛼𝑛 ∈ 𝑅.


Sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu (6.13) dapat dituliskan ke
dalam bentuk matriks
𝒙̇ = 𝑨𝒙 + 𝒃, (6.15)
dengan 𝒙 dan 𝒃 merupakan vektor dengan komponen fungsi, dan 𝑨 merupakan matriks
dengan komponen fungsi yang berbentuk
𝑥1 𝑎11 (𝑡) … 𝑎1𝑛 (𝑡) 𝑏1 (𝑡)

𝒙 = � �,𝑨 = � ⋮ ⋱ ⋮ � , 𝒃 = � ⋮ �. (6.16)
𝑥𝑛 𝑎1𝑛 (𝑡) … 𝑎𝑛𝑛 (𝑡) 𝑏n (𝑡)
Jika masing-masing fungsi 𝑏1 (𝑡), 𝑏2 (𝑡), … , 𝑏n (𝑡) merupakan fungsi nol (fungsi yang
bernilai nol untuk setiap t dalam interval buka B ⊆ R), maka sistem persamaan
diferensial biasa linear orde satu pada (6.13) disebut sebagai sistem persamaan
diferensial biasa linear orde satu homogen; jika tidak maka sistem persamaan
diferensial biasa orde satu pada (6.13) disebut sistem persamaan diferensial biasa
linear orde satu non homogen.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 106


Sistem persamaan diferensial linear homogen orde satu dapat dituliskan ke
dalam bentuk umum
𝐱̇ = 𝐀𝐱, (6.17)
dengan 𝒙 dan 𝑨 diberikan dalam (6.16). Teorema berikut menunjukkan syarat cukup
keberadaan dan ketunggalan penyelesaian untuk suatu sistem persamaan diferensial
biasa linear orde satu.
Teorema 6.2 Syarat cukup keberadaan dan ketunggalan penyelesaian untuk
sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu dengan nilai awal
Diberikan sistem persamaan diferensial biasa orde satu (6.13) dengan syarat
awal (6.13). Misalkan fungsi-fungsi 𝑎12 , 𝑎12 , … , 𝑎𝑛𝑛 , 𝑏1 , 𝑏2 , … , 𝑏n merupakan
fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka 𝐵 = {𝑡 ∈ 𝑅: 𝑐 < 𝑡 < 𝑑} ⊆ 𝑅 ,
makan terdapat penyelesaian tunggal pada seluruh interval buka B
𝑥1 = 𝜙1 (𝑡), 𝑥2 = 𝜙2 (𝑡), … , 𝑥𝑛 = 𝜙𝑛 (𝑡)
untuk sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu (6.13) dan memenuhi
syarat awal (6.14).

Teorema berikut menyatakan salah satu sifat penting sistem persamaan


diferensial biasa linear orde satu homogen, yaitu kombinasi linear dari penyelesaian
sistem persamaan diferensial linear orde satu homogen, juga merupakan penyelesaian
sistem persamaan diferensial tersebut.
Teorema 6.3 Sifat penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu homogen
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen
pada (6.17). Jika 𝐱 = [x(1)1 x(1)2 … x(1)𝑛 ]𝑇
(1) dan
𝐱 (2) = [x(2)1 x(2)2 … x(2)𝑛 ]𝑇 merupakan penyelesaian dari (6.17), maka

untuk sebarang 𝛽1 , 𝛽2 ∈ 𝑅
𝒚 = 𝛽1 𝐱 (1) + 𝛽2 𝐱 (2)
juga merupakan penyelesaian dari (6.17).

Dengan menerapkan Teorema 6.3 beberapa kali, dapat disimpulkan bahwa jika
𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan merupakan penyelesaian dari (6.17), maka untuk
sebarang 𝛽1 , 𝛽2 , … , 𝛽𝑛 ∈ 𝑅
𝒚 = 𝛽1 𝐱 (1) + 𝛽2 𝐱 (2) + ⋯ + 𝛽𝑛 𝐱 (𝑛)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 107


juga merupakan penyelesaian dari (6.17).
Contoh 6.3. Dapat diperiksa bahwa
3𝑡 1 −𝑡 1
𝐱 (1) (𝑡) = � 𝑒 3𝑡 � = � � 𝑒 3𝑡 , 𝐱 (2) (𝑡) = � 𝑒 −𝑡 � = � � 𝑒 −𝑡
2𝑒 2 −2𝑒 −2
merupakan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear orde satu homogen
1 1
𝒙′ = � � 𝒙.
4 1
Berdasarkan Teorema 6.3, maka untuk sebarang 𝛽1 , 𝛽2 ∈ 𝑅
1 1
𝛽1 𝐱(1) + 𝛽2 𝐱 (2) = 𝛽1 � � 𝑒 3𝑡 + 𝛽2 � � 𝑒 −𝑡
2 −2
juga merupakan penyelesaian dari
1 1
𝒙′ = � � 𝒙.
4 1
Misalkan 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan merupakan penyelesaian dari sistem
persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen pada (6.17). Perhatikan matriks
𝑿(𝑡) yang komponen-komponen 𝑿(𝑡 ) adalah vektor kolom-vektor kolom
𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛)
x(1)1 (𝑡) … x(𝑛)1 (𝑡)
𝑿(𝑡) = � ⋮ ⋱ ⋮ �. (6.18)
x(1)𝑛 (𝑡) ⋯ x(𝑛)𝑛 (𝑡)
Kolom-kolom matriks 𝑿(𝑡) bebas linear untuk suatu nilai t = u jika dan hanya jika nilai
det(X) ≠ 0 untuk nilai t = u. Nilai det(X) dinamakan Wronskian dari 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛)

dan dinotasikan dengan 𝑊�𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) �; yaitu


x(1)1 (𝑡) … x(𝑛)1 (𝑡)
𝑊�𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) � = det 𝑿(𝑡) = det � ⋮ ⋱ ⋮ �. (6.19)
x(1)𝑛 (𝑡) ⋯ x(𝑛)𝑛 (𝑡)
Penyelesaian 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan penyelesaian yang bebas linear pada titik t =
u jika dan hanya jika nilai 𝑊�𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) � ≠ 0 pada titik t = u tersebut.
Misalkan 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan penyelesaian sistem persamaan
diferensial biasa linear orde satu homogen (6.17) pada suatu interval buka 𝐵 =
{𝑡 ∈ 𝑅: 𝑐 < 𝑡 < 𝑑} ⊆ 𝑅. Dalam hal ini himpunan { 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) } dinamakan
himpunan penyelesaian fundamental sistem persamaan diferensial biasa linear orde
satu (6.17) pada interval buka 𝐵 ⊆ 𝑅 tersebut. Teorema berikut menyatakan bahwa
penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen pada
(6.17) merupakan kombinasi linear himpunan penyelesaian fundamental untuk
sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen (6.17) tersebut.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 108


Teorema 6.4 Sifat penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu homogen
Jika 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan penyelesaian yang bebas linear dari sistem
persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen (6.17) pada interval buka
𝐵 = {𝑡 ∈ 𝑅: 𝑐 < 𝑡 < 𝑑} ⊆ 𝑅, maka untuk sebarang 𝒙 = 𝒇(𝑡)penyelesaian (6.17),
𝒙 = 𝒇(𝑡) dapat dinyatakan secara tunggal sebagai kombinasi linear dari
𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) yaitu
𝒙 = 𝒇(𝑡) = 𝛽1 𝐱(1) (𝑡) + 𝛽2 𝐱(2) (𝑡) + ⋯ + 𝛽𝑛 𝐱 (𝑛) (𝑡)
untuk suatu 𝛽1 , 𝛽2 , … , 𝛽𝑛 ∈ 𝑅.

Teorema berikut menyatakan sifat nilai Wronskian 𝑊�𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) �, dari
suatu penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen.
Teorema 6.4 Nilai Wronskian dari penyelesaian sistem persamaan
diferensial biasa linear orde satu homogen
Jika 𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan penyelesaian yang bebas linear dari sistem
persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen (6.17) pada interval buka
𝐵 = {𝑡 ∈ 𝑅: 𝑐 < 𝑡 < 𝑑} ⊆ 𝑅, maka 𝑊�𝐱 (1) (𝑡), 𝐱 (2) (𝑡), … , 𝐱 (𝑛) (𝑡)� = 0 untuk
sebarang 𝑡 ∈ 𝐵 atau 𝑊�𝐱 (1) (𝑡), 𝐱 (2) (𝑡), … , 𝐱 (𝑛) (𝑡)� ≠ 0 untuk sebarang 𝑡 ∈ 𝐵.

Teorema berikut menyatakan bahwa suatu sistem persamaan diferensial biasa


linear orde satu homogen mempunyai paling sedikit satu himpunan penyelesaian
fundamental.
Teorema 6.5 Keberadaan himpunan penyelesaian fundamental
1 0 0
Misalkan 𝐞(1) = � � , 𝐞(2) = � � , … , 𝐞(𝑛) = �0� dan
0 1
⋮ ⋮ ⋮
0 0 1
𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) merupakan penyelesaian dari sistem persamaan diferensial
biasa linear orde satu homogen (6.17) pada interval buka (𝑡0 ) = 𝐞(𝑛) dengan 𝑡0 ∈
yang memenuhi nilai awal 𝐱 (1) (𝑡0 ) = 𝐞(1) , 𝐱 (2) (𝑡0 ) = 𝐞(2) , … , 𝐱 (𝑛) (𝑡0 ) = 𝐞(𝑛)
dengan 𝑡0 ∈ 𝐵, maka {𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) } merupakan himpunan penyelesaian
fundamental dari sistem persamaan diferensial biasa linear pada (6.17).

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 109


Contoh 6.4. Diketahui bahwa
2 1
𝐱 (1) (𝑡) = � � 𝑒 𝑡 , 𝐱 (2) (𝑡) = � � 𝑒 −2𝑡
3 2
merupakan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear orde satu homogen
𝑎 (𝑡) 𝑎12 (𝑡)
𝒙′ = 𝑨𝒙 = � 11 � 𝒙.
𝑎21 (𝑡) 𝑎22 (𝑡)
a) Tentukan nilai Wronskian 𝑊�𝐱 (1) (𝑡), 𝐱 (2) (𝑡)�? Apakah 𝐱 (1) (𝑡) dan 𝐱 (2) (𝑡) merupakan
penyelesaian yang bebas linear dari sistem persamaan diferensial tersebut?
b) Tentukan nilai komponen-komponen matriks A tersebut.
Penyelesaian:
𝐱 (1)1 (𝑡) 𝐱 (2)1 (𝑡) 𝑡
𝑒 −2𝑡 � = 𝑒 −𝑡 .
a) 𝑊�𝐱 (1) (𝑡), 𝐱 (2) (𝑡)� = 𝑑𝑒𝑡 � � = 𝑑𝑒𝑡 �2𝑒 𝑡
𝐱 (1)2 (𝑡) 𝐱 (2)2 (𝑡) 3𝑒 2𝑒 −2𝑡
Karena untuk sebarang t ∈ R, 𝑊�𝐱 (1) (𝑡), 𝐱 (2) (𝑡)� ≠ 0, maka 𝐱 (1) (𝑡) dan 𝐱 (2) (𝑡)
merupakan penyelesaian yang bebas linear dari sistem persamaan diferensial biasa
tersebut. Oleh karena itu, {𝐱 (1) (𝑡), 𝐱 (2) (𝑡)} merupakan himpunan penyelesaian
fundamental dari sistem persamaan diferensial biasa linear tersebut.
b) Dengan melakukan subtitusi 𝐱 (1) (𝑡) ke dalam sistem persamaan diferensial 𝒙′ = 𝑨𝒙,
diperoleh sistem persamaan
(2𝑎11 + 3𝑎12 )𝑒 𝑡 = 2𝑒 𝑡 .
(2𝑎21 + 3𝑎22 )𝑒 𝑡 = 3𝑒 𝑡 .
Karena 𝑒 𝑡 ≠ 0 untuk sebarang bilangan real t, maka sistem persamaan tersebut
dapat disederhanakan menjadi
2𝑎11 + 3𝑎12 = 2.
2𝑎21 + 3𝑎22 = 3.
Selanjutnya dengan melakukan subtitusi 𝐱 (2) (𝑡) ke dalam sistem persamaan diferensial
𝐱 ′ = 𝐀𝐱, diperoleh sistem persamaan
(2𝑎21 + 3𝑎22 )𝑒 𝑡 = 2𝑒 −2𝑡 .
(𝑎21 + 3𝑎22 )𝑒 𝑡 = −2𝑒 −2𝑡 .
Karena 𝑒 −2𝑡 ≠ 0 untuk sebarang bilangan real t, maka sistem persamaan tersebut dapat
disederhanakan menjadi
2𝑎21 + 3𝑎22 = 2.
𝑎21 + 2𝑎22 = −2.
Dengan menggunakan aturan Cramer, diperoleh nilai 𝑎11 (𝑡), 𝑎12 (𝑡), 𝑎21 (𝑡), 𝑎22 (𝑡)
berturut-turut adalah

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 110


2 3 2 2
� � � �
𝑎11 (𝑡) = −2 2 = 10; 𝑎 (𝑡) = 1 −2 = −6;
2 3 12 2 3
� � � �
1 2 1 2
3 3 2 2
� � � �
−4 2 1 −2
𝑎21 (𝑡) = 2 3 = 18; 𝑎12 (𝑡) = 2 3 = −11. 
� � � �
1 2 1 2

Berikut adalah kesimpulan umum yang berhubungan dengan sistem persamaan


diferensial biasa linear orde satu homogen pada (6.17), yaitu:
1) Sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen 𝐱̇ = 𝐀𝐱 mempunyai
himpunan penyelesaian �𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) � yang bebas linear, asalkan kompenen
matriks A merupakan fungsi-fungsi kontinu. Himpunan penyelesaian
�𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) � yang bebas linear tersebut dinamakan himpunan penyelesaian
fundamental dari sistem persamaan diferensial biasa linear 𝐱̇ = 𝐀𝐱.
2) Setiap (sebarang) penyelesaian dari suatu sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu homogen 𝐱̇ = 𝐀𝐱 dapat direpresentasikan sebagai kombinasi linear dari
himpunan penyelesaian fundamental dari sistem persamaan diferensial biasa linear
𝐱̇ = 𝐀𝐱 tersebut.

Latihan 6.2

Kerjakanlah soal-soal berikut.


𝑡 2
1) Perhatikan vektor fungsi 𝐱 (1) (𝑡) = � � dan 𝐱 (2) (𝑡) = � 𝑡 � yang merupakan
1 2𝑡
penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen 𝐱 ′ = 𝐀𝐱.
(a) Hitunglah Wronskian dari 𝐱 (1) (𝑡) dan 𝐱 (2) (𝑡).
(b) Tentukan interval sehingga 𝐱 (1) (𝑡) dan 𝐱 (2) (𝑡) bebas linear.
(c) Tentukan nilai elemen-elemen matriks A.
2 𝑡
2) Kerjakan soal seperti soal (1), dengan 𝐱 (1) (𝑡) = � 𝑡 � dan 𝐱 (2) (𝑡) = �𝑒 𝑡 �.
2𝑡 𝑒
−𝑡 −2𝑡
3) Kerjakan soal seperti soal (1), dengan 𝐱 (1) (𝑡) = �𝑒 −𝑡 � dan 𝐱 (2) (𝑡) = �3𝑒 −2𝑡 �.
𝑒 4𝑒
cos 𝑡
4) Kerjakan soal seperti soal (1), dengan 𝐱 (1) (𝑡) = � � 𝑒 −𝑡 dan
− sin 𝑡
sin 𝑡 −𝑡
𝐱 (2) (𝑡) = � �𝑒 .
cos 𝑡
1
5) Kerjakan soal seperti soal (1), dengan 𝐱 (1) (𝑡) = � � 𝑒 −𝑡 dan
−1
1 0
𝐱 (2) (𝑡) = � � 𝑡𝑒 −𝑡 + � � 𝑒 −𝑡 .
−1 1

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 111


6. 3. Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Satu Homogen
Koefisien Konstan
Pada bagian ini akan dibahas metode untuk menentukan penyelesaian sistem
persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen dalam bentuk (6.17), yaitu
𝐱̇ = 𝐀𝐱, (6.20)
dengan 𝒙 merupakan vektor berukuran n x 1 dan 𝑨 merupakan matriks berukuran n x n
(khususnya A berupa matriks berukuran 2 x 2) dengan elemen-elemen matriks berupa
bilangan real. Untuk n = 1, maka (6.17) dapat dituliskan menjadi bentuk
ẋ = ax. (6.21)
Penyelesaian umum (6.21) adalah x(t) = ceat dengan c sebarang konstanta real. Untuk
c = 0, maka x(t) = 0 merupakan satu-satunya penyelesaian konstan. Penyelesaian
x(t) = 0 ini dinamakan penyelesaian setimbang (equilibrium solution) dari persamaan
diferensial (6.21).
Berdasarkan penyelaian umum persamaan diferensial (6.21), maka dapat diduga
bahwa penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu pada
(6.20) juga melibatkan suatu fungsi eksponensial. Misalkan diduga bahwa 𝐱 = 𝐜𝑒 𝑚𝑡
merupakan penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu pada
(6.20), dengan x(t) dan c merupakan vektor pada R2. Untuk 𝐱 = 𝐜𝑒 𝑚𝑡 , maka
𝑑
𝐱̇ = 𝑑𝑡 𝐱 = 𝑚𝐜𝑒 𝑚𝑡 = 𝑚𝐱. Dengan mensubtitusikan nilai-nilai ini ke (6.20) diperoleh

𝑚𝐜𝑒 𝑚𝑥 = 𝐀𝐜𝑒 𝑚𝑥 .
Karena 𝑒 𝑚𝑥 ≠ 0, maka haruslah dipenuhi kondisi
𝑚𝐜 = 𝐀𝐜
atau
(𝑚𝐈 − 𝑨)𝐜 = 𝟎. (6.22)
Persamaan (6.22) tidak lain adalah persamaan karakteristik (characteristic equation)
untuk matriks A. Oleh karena itu, beberapa prosedur berikut perlu diperhatikan dalam
menentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu
pada (6.20), yaitu:
(1) Tentukan nilai eigen matriks A, misalkan m1 dan m2 adalah nilai eigen matriks A.
Nilai eigen m1 dan m2 berhubungan dengan fungsi eksponensial 𝑒 𝑚1 𝑡 dan 𝑒 𝑚2 𝑡 .
(2) Tentukan vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen m1 dan m2.
Untuk kasus A suatu matriks berukuran 2 x 2, maka ada tiga kemungkinan yang
berhubungan dengan nilai eigen matriks A, yaitu:
(1) Nilai eigen m1 dan m2 real dan berbeda.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 112


(2) Nilai eigen m1 dan m2 merupakan bilangan real sama.
(3) Nilai eigen m1 dan m2 merupakan bilangan kompleks sekawan (konjugat).

Kasus 1: Nilai eigen A real dan berbeda

Misalkan nilai eigen matriks A pada (6.20) merupakan bilangan real berbeda (m1
≠ m2), maka vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m1 dan m2 merupakan
vektor eigen-vektor eigen yang bebas linear. Selain itu,
𝐱 (1) = 𝑐(1) 𝑒 𝑚1 𝑡 dan 𝐱 (2) = 𝑐(2) 𝑒 𝑚2 𝑡
membentuk himpunan penyelesaian fundamental (himpunan penyelesaian yang bebas
linear) dari sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada (6.20) dalam
interval (−∞, ∞). Akibatnya, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear
homogen pada (6.20) adalah
𝐱(t) = β1 𝑐(1) 𝑒 𝑚1 𝑡 + β2 𝑐(2) 𝑒 𝑚2 𝑡 (6.23)
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang. Pada (6.23), 𝑐(1) dan 𝑐(2) berturut-
turut adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚1 dan 𝑚2 .
Contoh 6.5. Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa orde
𝑑𝑥1
= 𝑥1 + 𝑥2
satu 𝑑𝑥𝑑𝑡2
= 3𝑥1 − 𝑥2
𝑑𝑡

Penyelesaian:
Sistem persamaan diferensial biasa orde satu tersebut dapat dituliskan ke dalam
𝑥1 1 1
bentuk 𝐱̇ = 𝐀𝐱, dengan 𝐱 = �𝑥 � dan 𝐀 = � �. Nilai eigen matriks A tersebut
2 3 −1
memenuhi persamaan karakteristik
m−1 −1
det(𝑚𝐈 − 𝐀) = � � = m2 − 4 = (m − 2)(m + 2) = 0.
−3 m+1
Akibatnya, nilai eigen matriks A tersebut adalah m = 2 atau m = −2.
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m = 2 memenuhi sistem
persamaan linear
1 −1 c11 0
� � �c � = � �.
−3 3 12 0
Dengan menggunakan operasi baris elementer 𝑏2 ≔ 𝑏2 + 3𝑏1 (baris kedua yang baru
diperoleh dari baris kedua lama ditambah dengan tiga kali baris pertama), maka sistem
persamaan linear tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
1 −1 c11 0
� � �c � = � �.
0 0 12 0

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 113


Dari baris pertama, diperoleh c11 = 𝑟, c12 = 𝑟 dengan r sebarang bilangan real. Oleh
karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
c11 1
�c � = r � � , 𝑟 ∈ 𝑹.
12 1
Akibatnya, vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚 = 2 adalah
1
𝑐(1) = � �.
1
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m = −2 memenuhi sistem
persamaan linear
−3 −1 c11 0
� � �c � = � �.
−3 −1 12 0
Dengan menggunakan operasi baris elementer 𝑏2 ≔ 𝑏2 − 𝑏1 (baris kedua yang baru
diperoleh dari baris kedua lama dikurangi dengan baris pertama), maka sistem
persamaan linear tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
−3 −1 c21 0
� � �c � = � �.
0 0 22 0
Dari baris pertama, diperoleh c12 = 𝑟, c22 = −3𝑟 dengan r sebarang bilangan real. Oleh
karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
c21 1
�c � = r � � , 𝑟 ∈ 𝑹.
22 −3
Akibatnya, vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚 = −2 adalah
1
𝑐(2) = � �.
−3
Oleh karena itu, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear
homogen pada Contoh 6.5 tersebut adalah
1 1
𝐱(t) = β1 𝑐(1) 𝑒 𝑚1 𝑡 + β2 𝑐(2) 𝑒 𝑚2 𝑡 = β1 � � 𝑒 2𝑡 + β2 � � 𝑒 −2𝑡 (6.24)
1 −3
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang. 
Penyelesaian dengan cara lain:
Karena nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝑚 = 2 dan 𝑚 = −2 , maka
penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada Contoh 6.5
tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk
x (t) c11 c21
� 1 � = �c � 𝑒 2𝑡 + �c � 𝑒 −2𝑡 (6.25)
x2 (t) 12 22

dengan c11 , c12 , c21 , c22 merupakan konstanta real.


Dengan melakukan subtitusi x1 (t) dan x2 (t) pada (6.25) ke dalam persamaan
𝑑𝑥1
diferensial = 𝑥1 + 𝑥2 dalam Contoh 6.25, diperoleh
𝑑𝑡

2c11 𝑒 2𝑡 − 2c21 𝑒 −2𝑡 = (c11 + c12 )𝑒 2𝑡 + (c21 + c22 )𝑒 −2𝑡 .

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 114


Akibatnya,
c11 = c12 dan c22 = −3c21 .
Oleh karena itu penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa pada Contoh
6.5 adalah
x (t) 1 1
� 1 � = c11 � � 𝑒 2𝑡 + c21 � � 𝑒 −2𝑡 (6.26)
x2 (t) 1 −3
dengan c11 , c21 konstanta real sebarang. 
Kasus 2: Nilai eigen A real dan sama
Perhatikan sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada (6.20), yaitu
𝒙̇ = 𝑨𝒙 dengan A suatu matriks berordo 2 x 2, dan elemen-elemen matriks A
merupakan bilangan real. Misalkan nilai eigen matriks A tersebut merupakan bilangan
real sama (m1 = m2 = m). Ada dua kasus yang mungkin, yaitu:
(1) Jika ada dua vektor eigen 𝑐(1) dan 𝑐(2) bebas linear yang bersesuaian dengan nilai
eigen m1 = m2 = m, maka penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear
homogen pada (6.20) adalah
𝐱(t) = β1 𝑐(1) 𝑒 𝑚𝑡 + β2 𝑐(2) 𝑒 𝑚𝑡 (6.27)
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang. Contoh 6.6 memberikan
ilustrasi untuk kasus ini.
(2) Jika hanya ada satu vektor eigen 𝒄 yang bersesuaian dengan nilai eigen m1 = m2 =
m, maka 𝐱 (1) = 𝒄𝑒 𝑚𝑡 merupakan salah satu penyelesaian dari sistem persamaan
diferensial linear homogen pada (6.20). Misalkan 𝐱 (2) merupakan penyelesaian
lain dari (6.20), dan 𝐱 (2) bebas linear dengan 𝐱 (1) . Penyelesaian 𝐱 (2) mempunyai
bentuk
𝐱 (2) = 𝒅𝑒 𝑚𝑡 + 𝒇𝑡𝑒 𝑚𝑡 (6.28)
dengan d dan f adalah suatu vektor pada R2. Untuk kasus ini, penyelesaian umum
sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada (6.20) adalah
𝐱(t) = β1 𝐱 (1) + β2 𝐱 (2) = β1 𝒄𝑒 𝑚𝑡 + β2 (𝒅𝑒 𝑚𝑡 + 𝒇𝑡𝑒 𝑚𝑡 ), (6.29)
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang. Contoh 6.7 memberikan
ilustrasi untuk kasus ini.
Contoh 6.6. Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa orde
𝑥1 −1 0
satu 𝒙̇ = 𝑨𝒙 dengan 𝒙 = �𝑥 � ∈ 𝑹𝟐 dan 𝑨 = � �.
2 0 −1
Penyelesaian:
Nilai eigen matriks A tersebut memenuhi persamaan karakteristik

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 115


m+1 0
det(𝑚𝐈 − 𝐀) = � � = (m + 1)(m + 1) = 0.
0 m+1
Akibatnya, nilai eigen matriks A tersebut adalah m = −1.
Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m = −1 memenuhi sistem persamaan
linear
0 0 c11 0
� � �c � = � �.
0 0 12 0
Dari baris pertama, diperoleh c11 = 𝑟, c12 = 𝑠 dengan r,s sebarang bilangan real. Oleh
karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
c11 1 0
�c � = r � � + s � � , 𝑟, 𝑠 ∈ 𝑹.
12 0 1
Akibatnya, vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚 = −1 adalah
1 0
𝑐(1) = � � dan 𝑐(2) = � �.
0 1
Oleh karena itu, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear homogen pada
Contoh 6.5 tersebut adalah
1 0
𝐱(t) = β1 𝑐(1) 𝑒 −𝑡 + β2 𝑐(2) 𝑒 −𝑡 = β1 � � 𝑒 −𝑡 + β2 � � 𝑒 −𝑡
0 1
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang.
Penyelesaian dengan cara lain:

Karena nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝑚1 = 𝑚2 = −1, maka penyelesaian


sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada Contoh 6.6 tersebut dapat
dituliskan ke dalam bentuk
x (t) c11 c21
� 1 � = �c � 𝑒 −𝑡 + �c � t𝑒 −𝑡 (6.30)
x2 (t) 12 22

dengan c11 , c12 , c21 , c22 merupakan konstanta real.


Dengan melakukan subtitusi x1 (t) dan x2 (t) pada (6.30) ke dalam persamaan
𝑑𝑥1
diferensial = −𝑥1 dalam Contoh 6.6, diperoleh
𝑑𝑡

−c11 𝑒 −𝑡 + c21 𝑒 −𝑡 − c21 t𝑒 −𝑡 = −c11 𝑒 −𝑡 − c21 t𝑒 −𝑡 .


Akibatnya, c21 = 0.
Selanjutnya, dengan melakukan subtitusi x1 (t) dan x2 (t) pada (6.30) ke dalam
𝑑𝑥2
persamaan diferensial = −𝑥2 dalam Contoh 6.6, diperoleh
𝑑𝑡

−c12 𝑒 −𝑡 + c22 𝑒 −𝑡 − c22 t𝑒 −𝑡 = −c12 𝑒 −𝑡 − c22 t𝑒 −𝑡 .


Akibatnya, c22 = 0.
Oleh karena itu penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa pada Contoh
6.6 adalah

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 116


x (t) 1 0
� 1 � = c11 � � 𝑒 −𝑡 + c12 � � 𝑒 −𝑡
x2 (t) 0 1
dengan c11 , c12 konstanta real sebarang. 
Misalkan c adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m pada
matriks A. Vektor-vektor d dan f pada (6.28) dapat ditentukan sebagai berikut. Dengan
melakukan subtitusi (6.28) ke dalam sistem persamaan diferensial 𝐱̇ = 𝐀𝐱 diperoleh
(𝑚𝒅 + 𝒇)𝑒 𝑚𝑡 + 𝑚𝒇𝑡𝑒 𝑚𝑡 = 𝑨𝒅𝑒 𝑚𝑡 + 𝑨𝒇𝑡𝑒 𝑚𝑡 .
Karena persamaan tersebut berlaku untuk sebarang bilangan real t, maka diperoleh dua
persamaan berikut, yaitu:
(𝑨 − 𝑚𝑰)𝒇 = 𝟎 (6.31)
dan
(𝑨 − 𝑚𝑰)𝒅 = 𝒇. (6.32)
Dari (6.31) vektor f merupaka vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai
eigen m. Vektor eigen f tidak lain adalah sama dengan vektor eigen c.
Akibatnya, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial pada (6.20) untuk
kasus nilai eigen matriks A merupakan bilangan real yang berulang, dapat dituliskan
menjadi bentuk
𝐱(t) = β1 𝐱 (1) + β2 𝐱 (2) = β1 𝒄𝑒 𝑚𝑡 + β2 (𝒅𝑒 𝑚𝑡 + 𝒄𝑡𝑒 𝑚𝑡 ), (6.33)
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang. Vektor-vektor c dan d diperoleh dari
sistem persamaan
(𝑨 − 𝑚𝑰)𝒄 = 𝟎 (6.34)
dan
(𝑨 − 𝑚𝑰)𝒅 = 𝒄. (6.35)
Sistem persamaan linear pada (6.34) dan (6.35) tersebut juga dapat dituliskan sebagai
(𝑚𝑰 − 𝑨)𝒄 = 𝟎 (6.36)
dan
(𝑚𝑰 − 𝑨)𝒅 = −𝒄. (6.37)
Contoh 6.7. Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa orde
𝑥1 −1 1
satu 𝒙̇ = 𝑨𝒙 dengan 𝒙 = �𝑥 � ∈ 𝑹𝟐 dan 𝑨 = � �.
2 −1 −3
Penyelesaian:
Nilai eigen matriks A tersebut memenuhi persamaan karakteristik
m+1 −1
det(𝑚𝐈 − 𝐀) = � � = m2 + 4m + 4 = (m + 2)(m + 2) = 0.
1 m+3
Akibatnya, nilai eigen matriks A tersebut adalah m = −2.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 117


Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m = −2 memenuhi sistem persamaan
linear
−1 −1 c11 0
� � �c � = � �.
1 1 12 0
Dengan melakukan operasi baris elementer berikut secara berturut-turut:
• 𝑏1 ≔ −𝑏1 (Baris pertama yang baru diperoleh dari baris pertama yang lama
dikalikan dengan minus satu)
• 𝑏2 ≔ 𝑏2 − 𝑏1 (Baris kedua yang baru diperoleh dari baris kedua yang lama
dikurangi dengan baris pertama)
maka sistem persamaan linear tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
1 1 c11 0
� � � � = � �.
0 0 c12 0
Dari baris pertama, diperoleh c11 = 𝑟, c12 = −𝑟 dengan r sebarang bilangan real. Oleh
karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
c11 1
�c � = r � � , 𝑟 ∈ 𝑹.
12 −1
Akibatnya, vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚 = −2 adalah
1
𝒄=� �.
−1
Oleh karena itu, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear homogen pada
Contoh 6.7 tersebut adalah
1 1
𝐱(t) = β1 𝒄𝑒 −2𝑡 + β2 [𝒅𝑒 −2𝑡 + 𝒄𝑡𝑒 −2𝑡 ] = β1 � � 𝑒 −2𝑡 + β2 �𝒅𝑒 −2𝑡 + � � 𝑡𝑒 −2𝑡 � (6.38)
−1 −1
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang.
Vektor d tersebut memenuhi sistem persamaan linear
𝑑
(𝑨 − 𝑚𝑰)𝒅 = (𝑨 + 𝟐𝑰)𝒅 = 𝒄 atau � 1 1 1
� � 11 � = � �.
−1 −1 𝑑12 −1
Dengan menggunakan operasi baris elementer 𝑏2 ≔ 𝑏2 + 𝑏1 (baris kedua yang baru
diperoleh dari baris kedua lama ditambahkan dengan baris pertama), maka sistem
persamaan linear tersebut dapat disederhanakan menjadi bentuk
1 1 d11 1
� � � � = � �.
0 0 d12 0
Dari baris pertama, diperoleh c12 = 𝑠, c12 = 1 − 𝑠 dengan s sebarang bilangan real.
Oleh karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
d 1 0
𝒅 = � 11 � = s � � + � � , 𝑠 ∈ 𝑹. (6.39)
d12 −1 1

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 118


Dengan melakukan subtitusi vektor d pada (6.39) ke dalam (6.38), diperoleh
penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear homogen pada Contoh 6.7
tersebut adalah
1 0 1
𝐱(t) = β1 � � 𝑒 −2𝑡 + β2 �� � 𝑒 −2𝑡 + � � 𝑡𝑒 −2𝑡 � (6.40)
−1 1 −1
dengan β1 , β2 merupakan konstanta real sebarang.
Penyelesaian dengan cara lain:

Karena nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝑚1 = 𝑚2 = −1, maka penyelesaian


sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada Contoh 6.6 tersebut dapat
dituliskan ke dalam bentuk
x (t) c11 c21
� 1 � = �c � 𝑒 −2𝑡 + �c � t𝑒 −2𝑡 (6.41)
x2 (t) 12 22

dengan c11 , c12 , c21 , c22 merupakan konstanta real.


Dengan melakukan subtitusi x1 (t) dan x2 (t) pada (6.30) ke dalam persamaan
𝑑𝑥1
diferensial 𝑑𝑡
= 𝑥2 − 𝑥1 dalam Contoh 6.7, diperoleh

−2c11 𝑒 −2𝑡 + c21 𝑒 −𝑡 − 2c21 t𝑒 −𝑡 = (c12 − c11 )𝑒 −2𝑡 + (c22 − c21 )t𝑒 −2𝑡 .
Karena persamaan tersebut belaku untuk sebarang bilangan real t, maka diperoleh
sistem persamaan
c11 + c12 = c21 dan c21 + c22 = 0.
Dengan mendefinisikan c11 = r, c21 = s dengan r, s sebarang bilangan real, diperoleh
c12 = s − r, c22 = −s.
Akibatnya, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear homogen
pada Contoh 6.7 adalah
1 0 1
𝐱(t) = r � � 𝑒 −2𝑡 + s �� � 𝑒 −2𝑡 + � � 𝑡𝑒 −2𝑡 � (6.42)
−1 1 −1
dengan r,s merupakan konstanta real sebarang. 

Kasus 3: Nilai eigen A berupa bilangan kompleks sekawan

Perhatikan sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada (6.20), yaitu
𝒙̇ = 𝑨𝒙 dengan A suatu matriks berordo 2 x 2, dan elemen-elemen matriks A
merupakan bilangan real. Misalkan nilai eigen matriks A tersebut merupakan bilangan
kompleks sekawan, yaitu 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖, 𝑚2 = 𝛼 − 𝛽𝑖, dengan 𝛼, 𝛽 bilangan real, 𝛽 > 0.
Karena nilai eigen matriks A tersebut merupakan bilangan kompleks berbeda (m1 ≠ m2),
maka vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen m1 dan m2 merupakan vektor
eigen-vektor eigen yang bebas linear.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 119


Teorema berikut berhubungan dengan nilai eigen dan vektor eigen dari suatu
matriks persegi A, dengan elemen-elemen matriks A merupakan bilangan real.
Teorema 6.6 Nilai egien dan vektor eigen dari matriks real
Misalkan A suatu matriks berukuran n x n dengan elemen-elemen A berupa
bilangan real.
(i) Jika 𝜆 = 𝛼 + 𝛽𝑖 merupakan nilai eigen dari matriks A, maka 𝜆̅ = 𝛼 − 𝛽𝑖 juga
merupakan nilai eigen matriks A.
(ii) Jika 𝒗(1) merupakan vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai

(1) merupakan vektor eigen matriks A yang


�����
eigen 𝜆 = 𝛼 + 𝛽𝑖, maka 𝒗(2) = 𝒗
bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆̅ = 𝛼 − 𝛽𝑖.

−1 2
Contoh 6.8. Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari 𝑨 = � �.
−2 −1
Penyelesaian:
Nilai eigen matriks A memenuhi persamaan karakteristik
𝜆 + 1 −2
det(𝜆𝑰 − 𝑨) = � � = (𝜆 + 1)2 + 4 = 0.
2 𝜆+1
Akibatnya, nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝜆 = −1 + 2𝑖 dan 𝜆̅ = −1 − 2𝑖.
Vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = −1 + 2𝑖 memenuhi
sistem persamaan linear
(𝜆𝑰 − 𝑨)𝒗(1) = 𝟎
atau
2𝑖 −2 𝑣11 0
� � � � = � �.
2 2𝑖 𝑣12 0
Dengan melakukan operasi baris elementer 𝑏2 ≔ 𝑏2 + 𝑖𝑏1 (baris kedua yang baru
diperoleh dari baris kedua lama ditambah i kali baris pertama), diperoleh
2𝑖 −2 𝑣11 0
� � �𝑣 � = � �.
0 0 12 0
Dari baris pertama, diperoleh v11 = 𝑟, c12 = 𝑟𝑖 dengan r sebarang bilangan real. Oleh
karena itu, penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah
v11 1
�v � = r � � , 𝑟 ∈ 𝑹.
12 i
Jadi, vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = −1 + 2𝑖 adalah
1
𝒗(1) = � �.
i

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 120


Karena A adalah suatu matriks dengan komponen-komponen berupa bilangan real,
1
maka berdasarkan Teorema 6.6, 𝒗(2) = �����
𝒗(1) = � � merupakan vector eigen matriks A
−i
yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆̅ = −1 − 2𝑖. 
Dalam hal nilai eigen matriks A tersebut merupakan bilangan kompleks
sekawan, yaitu 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖, 𝑚2 = 𝛼 − 𝛽𝑖. Misalkan 𝒗(1) dan 𝒗(2) = �����
𝒗(1) berturut-turut
adalah vector eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖 dan 𝑚2 = 𝛼 − 𝛽𝑖.
Penyelesaian fundamental dari sistem persamaan diferensial biasa homogen 𝒙̇ = 𝑨𝒙
untuk kasus ini adalah
𝒙(1) = 𝒗(1) 𝑒 (𝛼+𝛽𝑖)𝑡 = 𝒗(1) 𝑒 𝛼𝑡 (cos 𝛽𝑡 + 𝑖 sin 𝛽𝑡 ), (6.43)
dan
𝒙(2) = 𝒗(2) 𝑒 (𝛼−𝛽𝑖)𝑡 = 𝒗(2) 𝑒 𝛼𝑡 (cos 𝛽𝑡 − 𝑖 sin 𝛽𝑡 ). (6.44)
Misalkan 𝒖 dan 𝒘 berturut-turut adalah vektor-vektor yang merupakan bagian real dan
bagian imaginar dari 𝒗(1) , maka 𝒗(1) dan 𝒗(2) mempunyai bentuk 𝒗(1) = 𝒖 + 𝑖𝒘 dan
𝒗(2) = 𝒖 − 𝑖𝒘. Akibatnya, penyelesaian fundamental 𝒙(1) dan 𝒙(2) pada (6.43) dan
(6.44) dapat dituliskan menjadi bentuk
𝒙(1) = 𝑒 𝛼𝑡 (𝒖 cos 𝛽𝑡 − 𝒘 sin 𝛽𝑡) + 𝑖𝑒 𝛼𝑡 (𝒘 cos 𝛽𝑡 + 𝒖 sin 𝛽𝑡), (6.45)
dan
𝒙(2) = 𝑒 𝛼𝑡 (𝒖 cos 𝛽𝑡 − 𝒘 sin 𝛽𝑡) − 𝑖𝑒 𝛼𝑡 (𝒘 cos 𝛽𝑡 + 𝒖 sin 𝛽𝑡), (6.46)
Selanjutnya didefinisikan 𝒚(1) dan 𝒚(2) sebagai kombinasi linear dari 𝒙(1) dan
𝒙(2) sebagai berikut
1
𝒚(1) = 2 �𝒙(1) + 𝒙(2) � = 𝑒 𝛼𝑡 (𝒖 cos 𝛽𝑡 − 𝒘 sin 𝛽𝑡) (6.47)

dan
1
𝒚(2) = 2𝑖 �𝒙(1) − 𝒙(2) � = 𝑒 𝛼𝑡 (𝒖 sin 𝛽𝑡 + 𝒘 cos 𝛽𝑡) (6.48)

Karena 𝒙(1) dan 𝒙(2) merupakan penyelesaian dari sistem persamaan diferensial biasa
linear homogen 𝒙̇ = 𝑨𝒙, maka 𝒚(1) dan 𝒚(2) pada (6.47) dan (6.48) juga merupakan
penyelesaian dari sistem persamaan diferensial biasa linear homogen 𝒙̇ = 𝑨𝒙. Selain
itu, 𝒚(1) dan 𝒚(2) merupakan vektor-vektor yang bebas linear. Akibatnya, 𝒚(1) dan 𝒚(2)
pada (6.47) dan (6.48) merupakan penyelesaian fundamental dari sistem sistem
persamaan diferensial biasa linear homogen 𝒙̇ = 𝑨𝒙. Oleh karena itu, penyelesaian
umum sistem sistem persamaan diferensial biasa linear homogen 𝒙̇ = 𝑨𝒙 pada (6.20)
untuk nilai eigen A berupa bilangan kompleks sekawan adalah
𝒙(𝑡) = 𝑐1 𝑒 𝛼𝑡 (𝒖 cos 𝛽𝑡 − 𝒘 sin 𝛽𝑡) + 𝑐2 𝑒 𝛼𝑡 (𝒖 sin 𝛽𝑡 + 𝒘 cos 𝛽𝑡) (6.49)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 121


atau
𝒙(𝑡) = (𝑐1 𝒖 + 𝑐2 𝒘)𝑒 𝛼𝑡 cos 𝛽𝑡 + (−𝑐1 𝒘 + 𝑐2 𝒖)𝑒 𝛼𝑡 sin 𝛽𝑡 (6.50)
dengan 𝑐1 , 𝑐2 sebarang konstanta real.
Berikut adalah prosedur untuk menentukan penyelesaian umum sistem sistem
persamaan diferensial biasa linear homogen 𝒙̇ = 𝑨𝒙 pada (6.20) untuk nilai eigen A
berupa bilangan kompleks sekawan.
1) Tentukan nilai eigen kompleks dari matriks A. Misalkan nilai eigen kompleks
tersebut adalah 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖 dan 𝑚2 = 𝛼 − 𝛽𝑖.
2) Tentukan vektor eigen kompleks yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝑚1 = 𝛼 + 𝛽𝑖.
Misalkan vector eigen kompleks tersebut adalah 𝒗(1) = 𝒖 + 𝑖𝒘.
3) Subtitusikan nilai 𝛼, 𝛽 dan vektor 𝒖, 𝒘 ke dalam formula (6.49).
Contoh 6.9. Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa orde
𝑥1 −1 2
satu 𝒙̇ = 𝑨𝒙 dengan 𝒙 = �𝑥 � ∈ 𝑹𝟐 dan 𝑨 = � �.
2 −2 −1
Penyelesaian:

Berdasarkan Contoh 6.8, nilai eigen matriks A adalah 𝜆 = −1 + 2𝑖, sehingga nilai
𝛼 = −1, 𝛽 = 2. Vektor eigen matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen tersebut
1 1 0 1 0
adalah 𝒗(1) = � � = � � + i � �. Akibatnya, diperoleh vektor 𝒖 = � � dan 𝒘 = � � .
i 0 1 0 1
Dengan melakukan subtitusi nilai-nilai tersebut ke dalam formula (6.49), maka
penyelesaian umum sistem persamaan diferensial linear homogen pada Contoh 6.9
tersebut adalah
1 0 1 0
𝒙(𝑡) = 𝑐1 �� � 𝑒 −𝑡 cos 2𝑡 − � � 𝑒 −𝑡 sin 2𝑡� + 𝑐2 �� � 𝑒 −𝑡 sin 2𝑡 + � � 𝑒 −𝑡 cos 2𝑡�
0 1 0 1
dengan 𝑐1 , 𝑐2 konstanta real sebarang.
Penyelesaian cara lain:
Karena nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝑚1 = −1 + 2𝑖, 𝑚2 = −1 − 2𝑖, maka
penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear homogen pada Contoh 6.9
tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk
x (t) c11 c21
� 1 � = �c � 𝑒 −𝑡 cos 2𝑡 + �c � 𝑒 −𝑡 sin 2𝑡 (6.51)
x2 (t) 12 22

dengan c11 , c12 , c21 , c22 merupakan konstanta real.


Dengan melakukan subtitusi x1 (t) dan x2 (t) pada (6.51) ke dalam persamaan
𝑑𝑥1
diferensial = −𝑥1 + 2𝑥2 dalam Contoh 6.9, diperoleh
𝑑𝑡

(−c11 + 2c21 )𝑒 −𝑡 cos 2𝑡 − (2c11 + c21 )𝑒 −𝑡 sin 2𝑡


= (−c11 + 2c12 )𝑒 −𝑡 cos 2𝑡 + (−c21 + 2c22 )𝑒 −𝑡 sin 2𝑡.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 122


Karena persamaan tersebut belaku untuk sebarang bilangan real t, maka diperoleh
sistem persamaan
c21 = c12 dan c11 = −c22 .
Dengan mendefinisikan c11 = r, c21 = s dengan r, s sebarang bilangan real, diperoleh
c12 = s, c22 = −r.
Akibatnya, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear homogen
pada Contoh 6.9 adalah
1 0 1 0
𝒙(𝑡) = 𝑟 �� � 𝑒 −𝑡 cos 2𝑡 − � � 𝑒 −𝑡 sin 2𝑡� + 𝑠 �� � 𝑒 −𝑡 sin 2𝑡 + � � 𝑒 −𝑡 cos 2𝑡� (6.52)
0 1 0 1
dengan r,s merupakan konstanta real sebarang. 

Latihan 6.3

Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu
homogen pada soal-soal berikut.
2 1
1) 𝒙̇ = � �𝒙
2 3
−5/2 3/4
2) 𝒙̇ = � �𝒙
2 −2
−6 −3
3) 𝒙̇ = � �𝒙
2 1
3 −9
4) 𝒙̇ = � �𝒙
−1 −3
−6 −5
5) 𝒙̇ = � �𝒙
5 4
12 4
6) 𝒙̇ = � �𝒙
−9 0
Tentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu homogen
dengan nilai awal pada soal-soal berikut.
2 3 2
7) 𝒙̇ = � � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
−1 −2 −1
1 4 3
8) 𝒙̇ =� � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
−1 1 1
1 2 3
9) 𝒙̇ =� � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
0 −1 5
2 −1 −1
10) 𝒙̇ =� � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
4 6 6
3 −1 1
11) 𝒙̇ =� � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
9 −3 2
1 4 3
12) 𝒙̇ =� � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
−4 −7 2
5 3 3
13) 𝒙̇ =� � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
−3 −1 −1

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 123


6 5 −1
14) 𝒙̇ = � � 𝒙, 𝒙(0) = � �.
−1 4 4
6. 4. Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Satu Non Homogen
Koefisien Konstan
Pada bagian ini, akan dibahas metode penyelesaian sistem persamaan diferensial
biasa linear orde satu non homogen yang dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks
𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) + 𝒃(𝑡), (6.53)
dengan 𝒙(𝑡) dan 𝑏(𝑡) merupakan vektor berukuran 2 x 1 dengan komponen fungsi, dan
𝑨 merupakan matriks berukuran 2 x 2 dengan komponen A berupa bilangan real.
Prosedur penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu non
homogen pada (6.53) adalah:
(1) Tentukan 𝒙𝒉 , yaitu penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡).
(2) Tentukan 𝒙𝒑 , yaitu penyelesaian khusus sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu non homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) + 𝒃(𝑡). Untuk memperoleh penyelesaian
khusus 𝒙𝒑 , dapat digunakan metode koefisien tak tentu atau metode variasi
parameter.
(3) Penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu non
homogen pada (6.53) berbentuk 𝒙 = 𝒙𝒉 + 𝒙𝒑 .
Contoh 6.10. Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu
𝑑𝑥
= −𝑥 + 2𝑦 − 4𝑡
𝑑𝑡
𝑑𝑦
= −𝑥 − 4𝑦 + 𝑒 −𝑡 + 8𝑡 + 2.
𝑑𝑡
Penyelesaian:

Sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu tersebut dapat dituliskan ke dalam
𝑥 −1 2 −4𝑡
bentuk 𝒙̇ = 𝑨𝒙 + 𝒃 dengan 𝒙 = �𝑦� ∈ 𝑹𝟐 , 𝑨 = � � , 𝒃 = � −𝑡 �.
−1 −4 𝑒 + 8𝑡 + 2
(i) Pertama kali, akan ditentukan 𝒙𝒉 , yaitu penyelesaian umum sistem persamaan
diferensial biasa linear orde satu homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡), dengan
𝑥 −1 2
𝒙 = �𝑦� ∈ 𝑹𝟐 , 𝑨=� �.
−1 −4
Nilai eigen matriks A memenuhi persamaan karakteristik
𝜆+1 −2
det(𝜆𝑰 − 𝑨) = � � = 𝜆𝟐 + 𝟓𝜆 + 6 = (𝜆 + 2)(𝜆 + 3) = 0.
1 𝜆+4
Akibatnya, nilai eigen matriks A tersebut adalah 𝜆1 = −2 dan 𝜆2 = −3.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 124


Oleh karena itu, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear
homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk
x(t) c11 c21
� � = �c � 𝑒 −2𝑡 + �c � 𝑒 −3𝑡 (6.54)
y(t) 12 22

dengan c11 , c12 , c21 , c22 merupakan konstanta real.


Dengan melakukan subtitusi x(t) dan y(t) pada (6.54) ke dalam persamaan
𝑑𝑥
diferensial 𝑑𝑡 = −𝑥 + 2𝑦, diperoleh

−2c11 𝑒 −2𝑡 − 3c21 𝑒 −3𝑡 = (−c11 + 2c12 )𝑒 −2𝑡 + (−c21 + 2c22 )𝑒 −3𝑡 .
Karena persamaan tersebut belaku untuk sebarang bilangan real t, maka diperoleh
sistem persamaan
c11 = −2c12 dan c21 = −c22.
Dengan mendefinisikan c12 = r, c21 = s dengan r, s sebarang bilangan real,
diperoleh c11 = −2r, c22 = −s.
Akibatnya, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear
homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) tersebut adalah
x(t) −2 1
� � = r � � 𝑒 −2𝑡 + 𝑠 � � 𝑒 −3𝑡 (6.55)
y(t) 1 −1
dengan r,s merupakan konstanta real sebarang.
(ii) Selanjutnya akan ditentukan 𝒙𝒑 yaitu penyelesaian khusus sistem persamaan
diferensial biasa linear orde satu non homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) + 𝒃, dengan
𝑥 −1 2
𝒙 = �𝑦� ∈ 𝑹𝟐 , 𝑨 = � �, dan
−1 −4
−4𝑡 0 −4 0
𝒃 = � −𝑡 � = � � 𝑒 −𝑡 + � � 𝑡 + � �.
𝑒 + 8𝑡 + 2 1 8 2
Karena vektor b memuat suku 𝑒 −𝑡 dan suku 𝑡, maka tebakan penyelesaian khusus
𝒙𝒑 mengambil bentuk
𝑑 𝑑 𝑑
𝒙𝒑 = � 1 � 𝑒 −𝑡 + � 2 � 𝑡 + � 3 � (6.56)
𝑓1 𝑓2 𝑓3
dengan 𝑑1 , 𝑓1 , 𝑑2 , 𝑓2 , 𝑑3 , 𝑓3 merupakan konstanta yang akan ditentukan nilainya.

Dengan melakukan subtitusi 𝒙𝒑 pada (6.56) ke dalam sistem persamaan


𝑑𝑥 𝑑𝑦
diferensial 𝑑𝑡 = −𝑥 + 2𝑦 − 4𝑡, 𝑑𝑡
= −𝑥 − 4𝑦 + 𝑒 −𝑡 + 8𝑡 + 2 dalam Contoh 6.10,

diperoleh sistem persamaan


−d1 𝑒 −𝑡 + d2 = (−d1 + 2f1 )𝑒 −𝑡 + (−d2 + 2f2 − 4)t + (−d3 + 2f3 )
−f1 𝑒 −𝑡 + f2 = (−d1 − 4f1 + 1)𝑒 −𝑡 + (−d2 − 4f2 + 8)t + (−d3 − 4f3 + 2)
Karena persamaan tersebut belaku untuk sebarang bilangan real t, maka diperoleh
sistem persamaan

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 125


2f1 = 0
4f3 + 3f1 = 1
−d2 + 2f2 = 4
−d2 − 4f2 = −8
−d3 + 2f3 = d2
d3 + f2 + 4f3 = 2.
Penyelesaian sistem persamaan linear tersebut adalah d1 = 1, f1 = 0, d2 = 0, f2 =
2, d3 = f3 = 0. Oleh karena itu, penyelesaian khusus 𝒙𝒑 untuk sistem persamaan
diferensial pada Contoh 6.10 tersebut adalah
1 0
𝒙𝒑 = � � 𝑒 −𝑡 + � � 𝑡.
0 2
(iii) Penyelesaian homogen 𝒙𝒉 dan penyelesaian khusus 𝒙𝒑 untuk sistem persamaan
−2
diferensial pada Contoh 6.10 tersebut berturut-turut adalah 𝒙𝒉 = r � � 𝑒 −2𝑡 +
1
1 −3𝑡
𝑠� �𝑒 , dengan r,s konstanta real sebarang dan
−1
1 0
𝒙𝒑 = � � 𝑒 −𝑡 + � � 𝑡.
0 2
Oleh karena itu, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial pada Contoh
6.10 tersebut adalah
−2 1 1 0
𝒙 = 𝒙𝒉 + 𝒙𝒑 = r � � 𝑒 −2𝑡 + 𝑠 � � 𝑒 −3𝑡 + � � 𝑒 −𝑡 + � � 𝑡
1 −1 0 2
dengan r,s sebarang konstanta real. 
Selanjutnya akan dibahas metode variasi parameter untuk menentukan
penyelesaian khusus 𝒙𝒑 dari suatu sistem persamaan diferensial linear orde satu yang
berbentuk
𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) + 𝒃(𝑡), (6.57)

dengan A dan b berturut-turut adalah suatu matriks berorde n × n dan matriks berordo
n × 1, dengan elemen-elemen A dan b merupakan fungsi-fungsi kontinu. Ketika kondisi
ini terpenuhi, maka sistem persamaan diferensial linear pada (6.57) tersebut
mempunyai penyelesaian.
Misalkan �𝐱 (1) , 𝐱 (2) , … , 𝐱 (𝑛) � merupakan himpunan penyelesaian yang bebas
linear dari sistem persamaan diferensial inear orde satu homogen 𝐱̇ = 𝐀𝐱. Dengan
mendefinisikan matriks
Φ(𝑡) = �𝐱 (1) (𝑡) 𝐱 (2) (𝑡) … 𝐱 (𝑛) (𝑡)� (6.58)
Maka penyelesaian sistem persamaan diferensial inear orde satu homogen 𝐱̇ = 𝐀𝐱
dapat ditulisakan ke dalam bentuk
x(t) = Φ(𝑡)𝐂 (6.59)

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 126


dengan 𝐂 = (c1 c2 … c𝑛 )𝑇 merupakan matriks berordo n x 1 yang memuat
konstanta sebarang. Matriks Φ(𝑡) pada (6.58) dinamakan matriks fundamental dari
sistem persamaan diferensial linear homogen 𝐱̇ = 𝐀𝐱.
Berikut adalah beberapa sifat penting matriks fundamental Φ(𝑡), yaitu:
(1) Untuk sebarang bilangan real t, matriks fundamental Φ(𝑡) bukan merupakan
matriks singular.
(2) Jika Φ(𝑡) merupakan matriks fundamental dari sistem persamaan diferensial
linear homogen 𝐱̇ = 𝐀𝐱, maka
Φ′ (t) = 𝐀Φ(𝑡). (6.60)
Penyelesaian khusus dari sistem persamaan diferensial linear non homogen orde
satu 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) + 𝒃(𝑡) pada (6.57) diasumsikan berbentuk
𝒙𝒑 (t) = Φ(𝑡)𝐔(t) (6.61)
dengan 𝐔 = (u1 (𝑡) u2 (𝑡) … u𝑛 (𝑡))𝑇 merupakan vektor dengan komponen-
komponennya berupa fungsi yang akan ditentukan nilainya. Dengan menurunkan kedua
ruas pada (6.61) terhadap t, diperoleh
𝒙′𝒑 = Φ(𝑡)𝐔′ (t) + Φ′ (t)𝐔(𝑡). (6.62)
Dengan melakukan subtitusi (6.61) dan (6.62) ke (6.57), diperoleh
Φ(𝑡)𝐔′ (t) + Φ′ (t)𝐔(𝑡) = 𝐀Φ(𝑡)𝐔(t) + 𝒃(𝑡). (6.63)
Mengingat Φ′ (t) = 𝐀Φ(𝑡), maka (6.63) dapat dituliskan menjadi bentuk
Φ(𝑡)𝐔′ (t) + 𝐀Φ(𝑡)𝐔(𝑡) = 𝐀Φ(𝑡)𝐔(t) + 𝒃(𝑡),
sehingga
Φ(𝑡)𝐔′ (t) = 𝒃(𝑡). (6.64)
Contoh 6.11. Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear
orde satu
𝑑𝑥
= −𝑥 + 2𝑦 + 2𝑒 −3𝑡
𝑑𝑡
𝑑𝑦
= −𝑥 − 4𝑦
𝑑𝑡
menggunakan metode variasi parameter.
Penyelesaian:

Sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu tersebut dapat dituliskan ke
𝑥 −1 2 −2𝑡
dalam bentuk 𝒙̇ = 𝑨𝒙 + 𝒃 dengan 𝒙 = �𝑦� ∈ 𝑹𝟐 , 𝑨 = � �, dan 𝒃 = �2𝑒 � =
−1 −4 0
2 −3𝑡
� �𝑒 .
0

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 127


Telah diketahui bahwa yaitu penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa
linear orde satu homogen 𝒙̇ (𝑡) = 𝑨𝒙(𝑡) adalah

x(t) −2 1
𝒙𝒉 = � � = r � � 𝑒 −2𝑡 + 𝑠 � � 𝑒 −3𝑡
y(t) 1 −1

dengan r,s merupakan konstanta real sebarang. Dari penyelesaian homogen 𝒙𝒉 tersebut,
diperoleh matriks fundamental
−2𝑡
Φ(𝑡) = �−2𝑒 𝑒 −3𝑡 �.
𝑒 −2𝑡 −𝑒 −3𝑡
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian khusus 𝒙𝒑 dari sistem persamaan
diferensial tersebut menggunakan metode variasi parameter. Penyelesaian khusus
𝒙𝒑 berbentuk

𝒙𝒑 = Φ(𝑡)𝑈(𝑡)

dengan U(t) diperoleh dari

Φ(𝑡)𝐔′ (t) = 𝒃(𝑡)

atau

�−2𝑒
−2𝑡
𝑒 −3𝑡 � �𝑢1 � = �2𝑒 −3𝑡 �.
𝑒 −2𝑡 −𝑒 −3𝑡 𝑢2′ 0

Dengan menggunakan aturan Cramer, diperoleh


−3𝑡
�2𝑒 𝑒 −3𝑡 � � −2𝑒 −2𝑡 2𝑒 −3𝑡 �
−6𝑡
𝑢1′ = 0 −𝑒 −3𝑡 = −2𝑒 −2𝑡
= −2𝑒 −𝑡 ; 𝑢2′ = 𝑒 −2𝑡 0 = −2.
−2𝑒 −2𝑡 𝑒 −3𝑡 𝑒 −5𝑡 −2𝑒 𝑒 −3𝑡
� −2𝑡 � � −2𝑡 �
𝑒 −𝑒 −3𝑡 𝑒 −𝑒 −3𝑡
Akibatnya,

𝑢1 = � −2𝑒 −𝑡 𝑑𝑡 = 2𝑒 −𝑡 + 𝑘1 ; 𝑢2 = � −2 𝑑𝑡 = −2𝑡 + 𝑘3 .

Dengan memilih 𝑘1 = 𝑘2 = 0, diperoleh penyelesaian khusus sistem persamaan


diferensial pada Contoh 6.11 tersebut, yaitu

𝒙𝒑 = Φ(𝑡)𝑈(𝑡) = �−2𝑒
−2𝑡
𝑒 −3𝑡 � �2𝑒 −𝑡 � = �−4� 𝑒 −3𝑡 + �−2� 𝑡𝑒 −3𝑡 .
𝑒 −2𝑡 −𝑒 −3𝑡 −2𝑡 2 2

Akibatnya, penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear homogen


pada Contoh 6.11 adalah
−2 −2𝑡 1 −4 −2
𝒙 = 𝒙𝒉 + 𝒙𝒑 = r � �𝑒 + 𝑠 � � 𝑒 −3𝑡 + � � 𝑒 −3𝑡 + � � 𝑡𝑒 −3𝑡
1 −1 2 2
dengan r,s merupakan konstanta real sebarang. 

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 128


Latihan 6.4

Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu non
homogen berikut menggunakan metode koefisien tak tentu.
2 3 2
1) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � �.
−1 −2 −5
5 9 1
2) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � �.
−1 11 3
1 3 2
3) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � 𝑡 �.
3 1 t+1
1 −4 2𝑡
4) 𝒙̇ = � � 𝒙 + �2𝑡 + 𝑒 �.
4 1 t+1
4 1 −3
5) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � � 𝑒𝑡.
3 6 10
−1 −1 sin 𝑡
6) 𝒙̇ = � �𝒙 + � �.
5 1 cos 𝑡
Tentukan penyelesaian umum sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu non
homogen berikut menggunakan metode variasi parameter.
3 −3 2
7) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � �.
2 −2 −1
2 −1 1
8) 𝒙̇ =� � 𝒙 + � �.
3 −2 2t
3 −2 1
9) 𝒙̇ =� � 𝒙 + � � 𝒆−𝒕 .
2 −1 1
3 −2 2
10) 𝒙̇ =� � 𝒙 + � �.
2 −1 1
−2 1 sin 2t
11) 𝒙̇ =� �𝒙 + � � 𝒆−𝟐𝒕 .
−4 −2 2 cos 2t
0 2 1
12) 𝒙̇ =� � 𝒙 + � � 𝒆𝒕 .
−1 3 1
0 2 1
13) 𝒙̇ =� � 𝒙 + � −𝟑𝒕 �.
−1 3 𝒆
Tentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu non
homogen dengan nilai awal pada soal-soal berikut.
3 1 2 1
14) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � � 𝒆−𝟐𝒕 , 𝒙(0) = � �.
1 3 1 −1
1 1 1 𝟏 −1
15) 𝒙̇ = � � 𝒙 + � � 𝒕 , 𝒙(1) = � �.
−1 −1 1 1

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 129


Daftar Pustaka

1. Zill, D. G., 2001, A First Course in Differential Equations with Modelling


Applications, Seventh Edition, Brooks Cole Publishing Company.
2. Zill, D.G. and Cullen, M.R, 1997, Differential Equations with Boundary-Value
Problems Fourth Edition, Brooks Cole Publishing Company.
3. Boyce, William E and Diprima, R.C., 2001, Elementary Differential Equation and
Boundary Value Problems Seventh Edition, John Wiley & Sons, Inc.

Bahan Ajar Persamaan Diferensial Biasa 130

Anda mungkin juga menyukai