Anda di halaman 1dari 32

KUMPULAN RUMUS DAN PEMBUKTIANNYA

Kelas VII
A. Bilangan
1. Sifat Komutatif
 Jika a dan b adalah bilangan bulat
 a+b = b+a (sifat komutatif/berkebalikan)
a+b = b+a (BERKEBALIKAN)

a lebih dulu b lebih dulu


Sifat komutatif berlaku pada penjumlahan dan perkalian, serta tidak berlaku
pada pengurangan
Contoh : 6+5 = 5+6
11 = 11
2. Sifat Asosiatif
 Jika a,b, dan c adalah bilangan bulat
 a+(b+c) = (a+b)+c (sifat asosiatif atau pengelompokan)
Dimana a+(b+c) = (a+b)+c akan menghasilkan hasil yang sama
b+c dikpl a+b dikpl
yang dimaksud dengan pengelompokan adalah tergantung dari kurungnya
a+(b+c) = (a+b)+c walaupun dikelompokkan berbeda jika dipenjumlahan dan perkalian
angka yang digunakan sama maka hasilnnya akan tetap sama
Sifat asosiatif berlaku pada penjumlahan dan perkalian serta tidak berlaku pada
penurangan
Contoh : 2+(3+4) = (2+3)+4
2+7 = 6+4
9 = 9
3. Jika bilangan bulat genap ditambah bilangan bulat genap maka hasilnya akan genap
Contoh : 6+8 =14 Genap
Genap Genap
Karena jika bilangan genap dijumlahkan dengan bilangan genap lainnya maka hasilnya
akan tetap genap
4. Jika bilangan bulat genap ditambah dengan bilangan bulat ganjil maka hasilnya akan
ganjil
Contoh : 6+7 = 13 Ganjil
Genap Ganjil
Karena bilangan bulat genap adalah bilangan yang dapat dibagi dengan 2 dan
bilangan bulat ganjil tidak dapat dibagi dengan 2 yang mengasilkan bilangan bulat
lainnya, maka hasilnya akan ganjil

5. Jika bilangan bulat ganjil ditambah dengan bilangan bulat ganjil lannya akan
menghasilkan bilangan bulat genap
Contoh : 7 +7 = 14 Genap
Ganjil Ganjil

6. Konsep Perkalian Bilangan Bulat


+ × + = +
+ × - = -
- × + = -
- × - = +

Aturan perkalia
 +×+=+
Contoh : 3×2 = 6
 +×- = -
Contoh : 3× (-2)=-6
 -×+ = -
Contoh : -3×2=-6
 -×- = +
Contoh: -3×(-2)= 6

Perkalian pada bilangan asli bisa dianggap suatu penjumlahan yang berulang
a×b = b+b+b+…..+b
sebanyak a kali
7. Sifat Distributif ( Perkalian Terhadap Penjumlahan)
 Jika a,b, dan c adalah bilangan bulat
 a× (b+c) = a×b + a×c
Contoh : 4× (3+2) = 4×3 + 4×2
20 = 20
8. Perkalian terhadap Pengulangan
 Jika a,b, dan c adalah bilangan bulat
 a× (b-c) = a×b - a×c
Contoh : 4× (3-2) = 4×3 - 4×2
4 = 4
9. Bilangan Prima
Bilangan bulat positif yang hanya memiliki dua faktor yaitu 1 dan bilangan itu
sendiri
Contoh :7 = 1,7
karena hanya memiliki dua faktor yaitu 1 dan bilangan I 5
= 1,5 itu sndiri
10. Perkalian dan Pembagian Pecahan
𝑎 𝑐 𝑎𝑐
× =
𝑏 𝑑 𝑏𝑑
Contoh :

2 5 2×5
× =
5 14 5 × 14
10
=
70
1
=
7
11. KPK (Kelipatan Persekutuan Terbesar)
 Kelipatan terkecil yang sama dari 2 atau lebih bilangan
Kelipatan adalah perkalian dari sebuah bilangan itu sendiri
Contoh : 2 = 2,4,6,8,10,12,14,16,18,20
5 = 5, 10,15,20,25
KPK dari 2 dan 5 adalah 10, 20,…..
Dan kelipatan terkecil dari 2 dan 5 adalah 10, maka KPK 2 dan 5 adalah 10
12. FPB (Faktor Persekutuan Terbesar )
 Faktor dari 2 atau lebih bilangan yang memiliki kelipatan terbesar.
Contoh : FPB dari 6 dan 8 adalah
6 = 1,2,3,6
8 = 1,2,4,8
Dimana faktor persekutuan adalah 1 dan 2, sehingga faktor persekutuan
terbesarnya adalah 2
Maka FPB dari 6 dan 8 adalah 2
B. Bentuk Aljabar
1. Bentuk Aljabar
ax + by = c konstanta
koevisien variable
Contoh : 2x + 3y = 16 (dua suku)
2x + 3y + 2 = 18
2. Penjumlahan dan Pengurangan bentuk Aljabar
 Penjumlahan dan Pengurangan dapat tejadi jika mereka satu jenis suku
yang sama ( suku sejenis)
Contoh : 2x+3y+7x-y = 2x+7x+3y-y
= 9x+2y
Contoh : (13a-8b) + (21a+9b) = 13a-8b+21a+9b
= 13a+21a-8b+9b
= 34a+b
3. Perkalian bentuk Aljabar
 Ingat kembali bahwa pada operasi perkalian bilangan bulat terdapat sifat distribusi pada
penjumlahan dan pengurangan
a(b+c) = ab+ac
a(b-c) = ab-ac
 Perkalian antara konstanta dengan bentuk aljabar untuk melakukan operasi perkalian antara
konstanta dengan bentuk aljabar
 Perkalian antara dua bentuk aljabar
4. Perkalian satu suku dengan dua suku
a(b+c) = ab + ac ×
contoh : 3x (8x+7y) = 3x (8x) + 3x(7y)
× = 24x²+21xy
5. Perkalian antara dua suku sengan dua suku
(a+b)(c+d) = ac + ad + bc + bd
contoh : (x +1 )(3x-8) = 3x² - (8x) + 3x -8
= 3x² -5x -8
6. Perkalian antara dua suku dengan tiga suku
(ax+b) (cx²+dx+e) = ax(cx²) + ax(dx) + ax(e) + b(cx²) + b(dx) + b(e)
= acx³ + adx² + aex +bcx² +bdx +be
= acx³ + (ad+bc)x² + (ae + bd)x +be
Contoh : (2x+2)(2x²+3x+3) = 2x(2x²)+2x(3x)+3x(3)+2(2x²)+2(3x)+2(3)
= 4x³+6x²+6x+4x²+6x+6
= 4x³+10x²+12x+6
C. Perbandingan
A. Rumus perbandingan senilai bisa sobat tulis:
𝑥1 𝑥2
=
𝑦1 𝑦2
Contoh Soal:
Untuk membuat 2 liter jus mangga diperlukan 5 kg mangga masak. Jika untuk keperluan
acara 17-an membutuhkan 6 liter jus, berpa kg buah mangga yang dibutuhkan?
𝑥1 = 2
𝑦1 = 5
𝑥2 = 6
𝑦2 = ⋯ ?
𝑥1 𝑥2 2 6 5×6
= → = ↔ 𝑦2 = → 15 𝑏𝑢𝑎ℎ
𝑦1 𝑦2 5 𝑦2 2
B. Perbandingan berbalik nilai. Rumus perbandingan berbalik nilai bisa sobat tuliskan:
𝑥1 𝑥2
=
𝑦2 𝑦1
Jika digambarkan pada grafik perbandingan berbalik nilai berbentuk garis lurus yang
bergerak dari kanan atas ke kiri bawah.
Contoh Soal dan Pembahasan Perbandingan Senilai dan Berbalik Nilai
Soal 1
Sebuah wajan digunakan untuk menggoreng kerupuk memiliki kapasitas goreng 20 buah.
Untuk dapat menggoreng 5 buah kerupuk bersama-sama diperlukan waktu sekitar 1,5 menit.
Berapakah waktu yang diperlukan untuk menggoreng 10 buah kerupuk?
Jawab
Secara logika baik menggoreng 5 kerupuk maupun 10 kerupuk tidak akan berpengaruh
terhadap lamanya kerupuk tersebut matang. Jadi hubungan antara banyaknya kerupuk dengan
waktu matangnya bukan salah satu dari perbandingan senilai maupun perbandingan berbalik
nilai. Jadi mau 5 kerupuk atau 10 kerupuk waktu yang diperlukan adalah sama yakni 1,5
menit.
Soal 2
Sebuah motor berjalan dengan kecepatan tetap menempuh jarak 60 km dengan membutuhkan
bahan bakar sebanyak 5 liter. Jika motor tersebut akan menempuh jarak 150 km berapa
banyak bahan bakar yang dibutuhkan?
Jawab
Jika dilogika, semakin jauh jarak tempuh motor seharusnya semakin banyak bahan bakar
yang dibutuhkan. Sebaliknya, semakin dekat jarak maka semakin sedikit bahan bakar yang
diperlukan. Jadi sobat bisa menyimpulkan bahwa antara jarak tempuh dan bahan bakar
berlaku perbandingan senilai.
𝑥1 𝑥2 5 𝑥2 150 × 5
= → = ↔ 𝑥2 = → 𝑥2 = 12,5 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑦1 𝑦2 60 150 60
Jadi motor tersebut memerlukan bahan bakarsebanyak 12,5 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 untuk dapat menempuh
jarak 150 km.
Soal 3
Sebuah truk tronton melaju dengan kecepatan rata-rata 72 km/jam. Jarak destinasi awal
dengan destinasi tujuan truk tersebut ditempuh selama 5 jam. Berapa kecepatan truk tersebut
jika sang sopir ingin jalan lebih santai dengan waktu tempuh 8 jam?
Jawab
Seperti contoh diatas sebelumnya, hubungan antara waktu tempuh dan kecepatan adalah
perbandingan berbalik nilai
𝑥1 𝑥2 72 8 (72 × 5)
= → = ↔ 𝑦2 = → 𝑦2 = 45 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
𝑦2 𝑦1 𝑦2 5 8
D. Aritmatika Sosial
A. Memahami keuntungan dan kerugian
1. Untung
Untuk memahami pengertian untung perhatikan contoh berikut:
Pak Umar membeli sebidang tanah dengan harga 𝑅𝑝 10.000.000, − kemudian karena ada
suatu leperluan pak Umar menjual kembali sawah tersebut dengan harga
𝑅𝑝 11.500.000, −.
Ternyata harga penjualan lebih besar dibanding harga pembelian, berarti pak Umar
mendapat untung.
Selisih harga penjualan dengan harga pembelian
= 𝑅𝑝 11.500.000, − – 𝑅𝑝 10.000.000, −
= 𝑅𝑝 1.500.000, −
Jadi pal Umar mendapatkan untung sebesar 𝑅𝑝 1.500.000, −
Berdasarkan contoh diatas, maka dapat ditarik kesimpulan:
Penjual dikatakan untung jika jika harga penjualan lebih besar dibanding dengan harga
pembelian.
𝑈𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔 = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 – ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑖
2. Rugi
Ruri membeli radio bekas dengan harga 𝑅𝑝 150.000, − radio itu diperbaiki dan
menghabiskan biaya 𝑅𝑝 30.000, − kemudian Ruri menjual radio itu dan terjual dengan
harga 𝑅𝑝 160.000, −
Modal (harga pembelian) = 𝑅𝑝 150.000, − + 𝑅𝑝 30.000, −
= 𝑅𝑝 180.000, −
Harga penjualan = 𝑅𝑝 160.000, −
Ternyata harga jual lebih rendah dari pada harga harga pembelian, jadi Ruri mengalami
rugi.
Selisih harga pembelian dan harga penjualan:
= 𝑅𝑝 180.000, − – 𝑅𝑝 160.000, −
= 𝑅𝑃 20.000, −
Berdasarkan uraian diatas penjual dikatakan rugi jika harga penjualan lebih rendah
dibanding harga pembelian.
𝑅𝑢𝑔𝑖 = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑖 – ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙
3. Harga pembelian dan harga penjualan
Telah dikemukakan bahwa besar keuntungan atau kerugian dapat dihitung jika harga
penjualan dan harga pembelian telah diketahui.
Besar keuntungan dirumuskan:
Untung =harga jual – harga beli
Maka dapat diturunkan dua rumus yaitu:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑖 + 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑖 = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 – ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔
Besar kerugian dirumuskan:
Rugi = harga beli – harga jual
Maka dapat diturunkan rumus:
1. Harga beli = harga jual + Rugi
2. Harga jual = harga beli – Rugi
B. Persentase untung dan rugi
1. Menentukan Persentase Untung atau Rugi
Pada persentase untung berarti untung dibanding dengan harga pembelian, dan persentase
rugi berarti rugi dibanding harga pembelian.
Untung
Persentase Untung =× 100 %
Harga beli
Rugi
Persentase Rugi =× 100 %
Harga beli
Contoh:
a. Seorang bapak membeli sebuah mobil seharga 𝑅𝑝 50.000.000, karena sudah bosan
dengan mobil tersebut maka mobil tersebut dijual dengan harga 𝑅𝑝 45.000.000.
Tentukan persentase kerugiannya!
Jawab:
Harga beli Rp 50.000.000
Harga jual Rp 45.000.000
Rugi = Rp 50.000.000 – Rp 45.000.000
= 𝑅𝑝 5.000.000
𝑅𝑝 5.000.000
𝑅𝑝 50.000.000
= 𝑅𝑝 10 %
Jadi besar persentase kerugiannya adalah 10 %.
b. Seorang pedagang membeli gula 5 𝑘𝑔 dengan harga 𝑅𝑝 35.000, kemudian dijual
dengan harga 𝑅𝑝 45.000, Berapakah besar persentase keuntungan pedagang tersebut?
Jawab:
Harga beli 𝑅𝑝 35.000,
Harga jual 𝑅𝑝 45.000,
Untung = 𝑅𝑝 45.000 – 𝑅𝑝 35.000
= 𝑅𝑝 10.000
𝑅𝑝 10.000
𝑅𝑝 35.000
= 28,7 %
Jadi persentase keuntungan adalah 28,7 %
2. Menentukan harga pembelian atau harga penjualan berdasarkan persentase untung atau
rugi
Contoh:
Seorang pedagang membeli ikan seharga 𝑅𝑝 50.000 / ekor. Jika pedagang tersebut
menghendaki untung 20 % berapa rupiahkah ikan tersebut harus dijual?
Jawab:
Harga beli 𝑅𝑝 50.000
Untung 20 % dari harga beli = 𝑅𝑝 10.000
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑙𝑖 + 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔
= 𝑅𝑝 50.000 + 𝑅𝑝 10.000
= 𝑅𝑝 60.000
Jadi pedagang itu harus menjual dengan harga 𝑅𝑝 60.000
Persentase untung atau rugi selalu dibandingkan terhadap harga pembelian (modal),
kecuali ada keterangan lain.
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑅𝑢𝑔𝑖 =
𝐻𝑏 = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛
C. Rabat(diskon), bruto, tara, dan neto
1. Rabat
Rabat adalah potongan harga atau lebih dikenal dengan diskon.
Contoh:
Sebuah toko memberikan diskon 15 %, budi membeli sebuah rice cooker dengan harga
𝑅𝑝 420.000. berapakah harga yang harus dibayar budi?
Jawab:
Harga sebelum diskon = 𝑅𝑝 420.000
Potongan harga = 15 % 𝑥 𝑅𝑝 420.000 = 𝑅𝑝 63.000
Harga setelah diskon = 𝑅𝑝 420.000 – 𝑅𝑝 63.000 = 𝑅𝑝 375. 000
Jadi budi harus membayar 𝑅𝑝 375.000
Berdasarkan contoh diatas dapat diperoleh rumus:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 – 𝑅𝑎𝑏𝑎𝑡 (𝑑𝑖𝑠𝑘𝑜𝑛)
Harga kotor adalah harga sebelum didiskon
Harga bersih adalah harga setelah didiskon
2. Bruto, Tara, dan Neto
Dalam sebuah karung yang berisi pupuk tertera tulisan berat bersih 50 𝑘𝑔 sedangkan berat
kotor 0,08 𝑘𝑔, maka berat seluruhnya = 50𝑘𝑔 + 0,08𝑘𝑔 = 50,8𝑘𝑔.
Berat karung dan pupuk yaitu 50,8 𝑘𝑔 disebut bruto(berat kotor)
Berar karung 0,08 𝑘𝑔 disebut disebut tara
Berat pupuk 50 𝑘𝑔 disebut berat neto ( berat bersih)
Jadi hubungan bruto, tara, dan neto adalah:
𝑁𝑒𝑡𝑜 = 𝐵𝑟𝑢𝑡𝑜 – 𝑇𝑎𝑟𝑎
Jika diketahui persen tara dan bruto maka untuk mencari tara digunakan rumus:
𝑇𝑎𝑟𝑎 = 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑒𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑎 × 𝐵𝑟𝑢𝑡𝑜
Untuk setiap pembelian yang mendapat potongan berat(tara) dapat dirumuskan:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ = 𝑛𝑒𝑡𝑜 × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
D. Bunga tabungan dan pajak
1. Bunga tabungan (Bunga Tunggal)
Jika kita menyimpan uang dibank jumlah uang kita akan bertambah, hal itu terjadi karena
kita mendapatkan bunga dari bank. Jenis bunga tabungan yang akan kita pelajari adalah
bunga tunggal, artinya yang mendapat bunga hanya modalnya saja, sedangkan bunganya
tidak akan berbunga lagi. Apabila bunganya turut berbunga maka jenis bunga tersebut
disebut bunga majemuk.
Contoh:
Rio menabung dibank sebesar 𝑅𝑝 75.000 dengan bunga 12% per tahun. Hitung jumlah
uang rio setelah enam bulan.
Jawab:
Besar modal (uang tabungan) = 𝑅𝑝 75.000
Bunga 1 tahun 12 % =
= 𝑅𝑝 9000
Bunga 6 bulan =
= 𝑅𝑝 4500
Jadi jumlah uang Rio setelah disimpan selama enam bulan menjadi:
= 𝑅𝑝 75.000 + 𝑅𝑝 4500
= 𝑅𝑝 79.500
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 = 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎 × 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙
𝑛
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑛 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = × 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎 × 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙
12
Persen bunga selalu dinyatakan untuk 1 tahun, kecuali jira ada keterangan lain pada soal.
2. Pajak
Pajak adalah statu kewajiban dari masyarakat untuk menterahkan sebagian kekayaannya
pada negara menurut peraturan yan di tetapkan oleh negara. Pegawai tetap maupun swasta
negeri dikenakan pajak dari penghasilan kena pajak yang disebut pajak penghasilan (PPh).
Sedangkan barang atau belanjaan dari pabrik, dealer, grosor, atau toko maka harga
barangnya dikenakan pajak yang disebut pajak pertambahan nilai (PPN).
Contoh:
Seorang ibu mendapat gaji sebulan sebesar 𝑅𝑝 1.000.000 dengan penghasilan tidak kena
pajak 𝑅𝑝 400.000. jira besar pajak penghasilan (PPh) adalah 10 % berapakah gaji yang
diterima ibu tersebut?
Jawab:
Diketahui: Pesar penghasilan 𝑅𝑝 1.000.000
Penghasilan tidak kena pajak 𝑅𝑝 400.000
Pengahasilan kena pajak = 𝑅𝑝 1.000.000 – 𝑅𝑝 400.000
= 𝑅𝑝 600.000
Pajak penghasilan 10 %
Ditanya: gaji yang diterima ibu tersebut
Jawab:
Besar pajak penghasilan = 10 % × 𝑅𝑝 600.000
= 𝑅𝑝 60.000
Jadi besar gaji yang diterima ibu tersebut adalah
= 𝑅𝑝 1.000.000 – 𝑅𝑝 60.000
= 𝑅𝑝 940.000
E. Segiempat dan Segitiga
A. Pembuktian Rumus Luas Dan Keliling Persegi Panjang Rumus Singkat Ilmiah

Persegi panjang merupakan sebuah segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan
sama panjang, serta mempunyai empat sudut siku-siku. Cara menghitung rumus luas persegi
panjang merupakan salah satu materi yang diajarkan di bangku sekolah. Rumus untuk
menghitung luas persegi panjang sangat sederhana dan mudah untuk di mengerti tetapi
seringkali kita lupa. Nah bagi teman-teman yang sedang belajar tentang bangun datar,
semoga terbantu dengan adanya artikel ini, karena melalui artikel ini kami mencoba
membahas secara sederhana agar mudah untuk dipahami. Silahkan di simak selengkapnya.

Cara Menghitung Rumus Luas Persegi Panjang


Perhatikan gambar di atas. Untuk menghitung luas persegi panjang pada gambar di atas bisa
dengan mudah kita lakukan yaitu dengan cara menghitung seluruh jumlah kotak yang ada
pada gambar di atas. Persegi panjang diatas mempunyai panjang 10 cm dan lebar 7 cm.
Misalnya setiap 1 cm di wakili oleh satu buah kotak. Maka dapat kita ketahui luasnya dengan
cara menghitung seluruh kotak pada gambar di atas, setelah kita hitung jumlah seluruh
kotaknya adalah 70.
Setelah teman-teman menghitung seluruh kotak pada gambar diatas hasilnya adalah 70 buah
kotak, Artinya luas persegi panjang di atas adalah 70 cm.
Dari uraian di atas kita bisa mengetahui bahwa rumus luas dari sebuah persegi panjang
adalah panjang kali dengan lebar (p x l).
Luas persegi Panjang = panjang x lebar
L=pxl
Keterangan:
p = panjang
l = lebar
Untuk gambar di atas perhitungan rumus luasnya yaitu 10cm x 7cm = 70 cm². Gampang kan
teman ?
Cara Menghitung Rumus Keliling Persegi Panjang
Sekali lagi perhatikan gambar di atas, Keliling merupakan jumlah dari seluruh sisi dari
bangun datar. Jika setiap 1 cm di wakili oleh satu buah kotak. Maka dapat kita ketahui
keliling dari persegi panjang tersebut dengan cara menghitung seluruh kotak di bagian tepi
pada gambar di atas, setelah kita hitung jumlah seluruh kotak pada bagian tepinya adalah 34.
Setelah teman-teman menghitung seluruh kotak pada bagian tepi pada gambar diatas hasilnya
adalah 34 buah kotak, Artinya keliling dari persegi panjang di atas adalah 34 cm.
Dari penjelasan di atas kita bisa mengetahui bahwa rumus keliling dari sebuah persegi
panjang adalah (2 x p) + (2 x l)
Keliling = 2 x ( panjang + lebar )
K=2x(p+l)
Keterangan:
p = panjang
l = lebar
Rumus Keliling Segitiga
Untuk bisa menghitung keliling dari sebuah segitiga sebelumnya kita harus tahu panjang
ketiga sisi yang dimiliki oleh segitiga tersebut, karena keliling segitiga merupakan jumlah
total dari panjang masing-masing sisinya.

Perhatikan gambar segitiga ABC di atas, Jika keliling segitiga adalah K dan panjang sisi-
sisinya adalah d,e,f , maka keliling dari segitiga di atas adalah K = d + e + f
Dari pembahasan di atas maka rumus keliling sebuah segitiga yaitu
K = panjang sisi 1 + panjang sisi 2 + panjang sisi 3
Rumusan Luas Segitiga yang Diketahui Alas dan Tinggi
Apabila sebuah segitiga diketahui alas dan tingginya, maka kita akan mempergunakan
rumus:
1
𝐿 = ×𝑎×𝑡
2
Bukti:
Misalkan diketahui sebuah segiempat yang kita namai segiempat PQRS (lihat gambar
dibawah ini)

Luas bangun tersebut adalah Panjang x Lebar. Jika kita bagi persegi panjang ini dengan
sebuah garis diagonal QS,maka

Kita bisa membuat sebuah segitiga PQS dan RQS. Luas kedua segitiga ini sama. Segitiga
PQS merupakan setengah dari persegi panjang PQRS sehingga luasnya setengah dari persegi
panjang. Dalam segitiga panjang dari segiempat PQ dinamakan alas dan SP dinamakan
tinggi. Sehingga luas segitiga tersebut adalah
1
𝐿= ×𝑎×𝑡
2
Terbukti
PEMBUKTIAN RUMUS SEGITIGA 𝐿 = √(𝑠 (𝑠 − 𝑎 )(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐))
Buktikan bahwa rumus luas ∆ABC jika ukuran ketiga sisinya diketahui, yaitu a, b, c adalah
𝐿 = √(𝑠 (𝑠 − 𝑎 )(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐))
dengan s adalah ½ keliling segitiga tersebut atau s = ½ (a + b + c)
PEMBUKTIAN
sin2 𝐴 + cos 2 𝐴 = 1
sin2 𝐴 = 1 – cos 2 𝐴
sin2 𝐴 = (1 + 𝑐𝑜𝑠 𝐴)(1 – 𝑐𝑜𝑠 𝐴 )
Ingat aturan cosinus:
(𝑏 2 + 𝑐 2 − 𝑎2 )
cos 𝐴 =
2𝑎𝑏
(𝑏 2 + 𝑐 2 − 𝑎2 ) (𝑏 2 + 𝑐 2 − 𝑎2 )
sin2 𝐴 = (1 + ) (1 − )
2𝑎𝑏 2𝑎𝑏
(2𝑏𝑐 + 𝑏 2 + 𝑐 2 − 𝑎2 ) (2𝑏𝑐 − 𝑏 2 − 𝑐 2 + 𝑎2 )
sin2 𝐴 = ( )( )
2𝑏𝑐 2𝑏𝑐

2
(𝑏 + 𝑐)2 − 𝑎2 𝑎2 − (𝑏 − 𝑐)2
sin 𝐴 = ( )( )
2𝑏𝑐 2𝑏𝑐
(𝑏 + 𝑐 + 𝑎)(𝑏 + 𝑐 − 𝑎)(𝑎 + 𝑏 − 𝑐)(𝑎 − 𝑏 + 𝑐)
sin2 𝐴 =
4𝑏 2 𝑐 2

(𝑏 + 𝑐 + 𝑎)(𝑏 + 𝑐 − 𝑎)(𝑎 + 𝑏 − 𝑐)(𝑎 − 𝑏 + 𝑐)


sin 𝐴 = √
4𝑏 2 𝑐 2
1
sin 𝐴 = √(𝑏 + 𝑐 + 𝑎)(𝑏 + 𝑐 − 𝑎)(𝑎 + 𝑏 − 𝑐)(𝑎 − 𝑏 + 𝑐)
2𝑏𝑐
Ingat bahwa 𝑠 = ½ (𝑎 + 𝑏 + 𝑐), maka
1. (𝑎 + 𝑏 + 𝑐) = 2𝑠
2. (𝑏 + 𝑐 + 𝑎) = (𝑎 + 𝑏 + 𝑐) – 2𝑎 = 2𝑠 – 2𝑎 = 2 (𝑠 – 𝑎 )
3. (𝑎 + 𝑏 – 𝑐) = (𝑎 + 𝑏 + 𝑐) – 2𝑐 = 2𝑠 – 2𝑐 = 2 (𝑠 – 𝑐 )
4. (𝑎 + 𝑐 – 𝑏) = (𝑎 + 𝑐 + 𝑏) – 2𝑏 = 2𝑠 – 2𝑏 = 2 (𝑠 – 𝑏 )
Sehingga,
Ingat bahwa luas segitiga adalah:
1
𝐿 = 𝑏𝑐 sin 𝐴
2
1 2
𝐿 = 𝑏𝑐 × √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)
2 𝑏𝑐
𝐿 = √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)
Terbukti
Pembuktian Rumus Luas
Misal : Kita memiliki sebuah Persegi Besar yang dibangun oleh Persegi Kecil dengan luas Persegi
Kecil yaitu 1 Satuan²

Apabila kita ingin mengetahui luas dari persegi besar, maka secara mudah kita dapat mengitung
jumlah Persegi Kecil yang membangunnya. Secara manual dapat diketahui bahwa luas dari Persegi
Besar adalah 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 +
1 = 16 Satuan². Jika secara coba-coba kita kalikan banyak sisi persegi dengan banyak sisi
persegi lainnya yang tegak lurus, maka didapat juga luasnya 16 Satuan². Lihat ilustrasi di bawah
ini:

Atau secara gampangnya kita kalikan panjang sisi persegi dengan panjang sisi persegi lainnya.
Lihat ilustrasi di bawah ini!
Oleh karena itu, kita dapat simpulkan bahwa luas dari persegi tersebut adalah panjang sisi persegi
dikali panjang sisi persegi lainnya. Atau kita singkat menjadi L Persegi = 𝑆 × 𝑆 , (L : Luas , S :
panjang sisi/ sisi). Karena menurut definisi persegi bahwa panjang setiap sisinya sama, maka kita
dapat tulis rumus dari Luas Persegi dengan L Persegi = 𝑆 2 .

Pembuktian Keliling Persegi Karena menurut definisi bahwa keliling itu jumlah panjang semua
sisi, maka secara mudah kita dapat menghitungnya dengan menjumlahkan keempat persegi
tersebut . Lihat ilustrasi di bawah

Kesimpulan:
L Persegi = 𝑆 × 𝑆 atau L persegi = 𝑆²
K Persegi = 𝑆 + 𝑆 + 𝑆 + 𝑆 atau K Persegi = 4 𝑥 𝑆

PEMBUKTIAN RUMUS LUAS BELAH KETUPAT (CARA 1)


Perhatikan belah ketupat ABCD berikut.
Tarik garis dari A ke C membentuk diagonal AC, dan dari B ke D membentuk diagonal BD.

Diagonal AC membagi belah ketupat menjadi dua buah segitiga, yaitu segitiga ABC dengan
tinggi OB dan ACD dengan tinggi OD.
Luas belah ketupat diperoleh dengan menjumlahkan luas kedua segitiga. Luas segitiga dapat
1 1 1
dihitung dengan rumus 𝐿 = 2 × alas × tinggi.𝐿 𝐴𝐵𝐶𝐷 = 𝐿 𝐴𝐵𝐶 + 𝐿 𝐴𝐶𝐷 = 2 × 𝐴𝐶 × 𝑂𝐵 + 2
1 1
× 𝐴𝐶 × 𝑂𝐷 = 2 × 𝐴𝐶 × (𝑂𝐵 + 𝑂𝐷) = 2 × 𝐴𝐶 × 𝐵𝐷
1
Pada gambar di atas, AB dan BD adalah diagonal belah ketupat, sehingga terbukti bahwa.𝐿 = 2

× 𝑑𝑖𝑎𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙1 × 𝑑𝑖𝑎𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙2
Pembuktian Rumus Luas Belah Ketupat (cara 2)
Perhatikan belah ketupat berikut.

Ubah konstruksi bangun tersebut, sehingga menjadi


Luas belah ketupat dengan panjamg diagonal 2a dan 2b sam dengan luas persegi panjang. Luas
persegi panjang dapat dihitung dengan rumus 𝐿 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟; 𝐿 𝐵𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑡𝑢𝑝𝑎𝑡 =
1
𝐿 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 𝑎 × 2𝑏 = 2 × 2𝑎 × 2𝑏
1
Pada belah ketupat diatas, 2a dan 2b adalah panjang diagonal, sehingga terbukti bahwa 𝐿 = 2 ×

𝑑𝑖𝑎𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙1 × 𝑑𝑖𝑎𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙2
Rumus Luas Jajar Genjang

Perhatikan gambar jajar genjang di atas, Untuk menghitung luas dari sebuah jajar genjang
caranya sama dengan menghitung luas pada bangun persegi panjang ( lihat rumus persegi
panjang ). Perbedaannya dalam pada jajaran genjang ukuran panjang menjadi alas (a) dan lebar
menjadi tinggi (t). Sehingga rumus luas jajar genjang adalah :
L = alas x tinggi
Keterangan :
L adalah luas jajar genjang
alas merupakan panjang alas
tinggi merupakan panjang tinggi
Rumus Keliling Jajar Genjang

Selain mempunyai kesamaan dalam cara menghitung luas dengan bangun persegi panjang, untuk
menghitung keliling dari sebuah jajar genjang caranya pun hampir sama dengan menghitung
keliling pada persegi panjang yang dirumuskan sebagai berikut :
Perhatikan gambar di atas,
K = AB + BC + CD + AD
Keterangan :
K adalah keliling jajar genjang
AB, BC, CD, AD adalah panjang masing-masing sisinya
Karena panjang AB = CD dan panjang BC = AD, maka rumus keliling jajar genjang bisa di
rumuskan sebagai berikut.
K = 2 x ( AB + BC )
atau bisa juga
K = 2 x alas + 2 x sisi miring
Dari ketiga cara di atas hasil yang akan di temukan pasti akan sama, jadi terserah anda mau
memakai cara yang mana.
PEMBUKTIAN RUMUS LUAS JAJAR GENJANG (CARA 1)
Perhatikan jajar genjang berikut.
Buat garis diagonal yang membagi jajar genjang menjadi dua buah segitiga.

Dari gambar di atas terlihat bahwa luas jajar genjang sama dengan jumlah luas kedua
1
segitiga. Luas segitiga dapat dihitung dengan rumus L=2 × 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖.

1 1
𝐿 = 𝐿1 + 𝐿2 = × 𝑎 × 𝑡 + × 𝑎 × 𝑡 = 𝑎 × 𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑡𝑖.
2 2
Pembuktian Rumus Luas Jajar Genjang (cara 2)
Perhatikan jajar genjang berikut

Bagi jajar genjang tersebut menjadi tiga buah bangun


Dari gambar diatas terlihat bahwa luas jajar genjang adalah jumlah dari luas persegi panjang
dengan luas kedua segitiga. Luas persegi dapat dihitunh dengan rumus 𝐿 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟
𝐿 = 𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3
1 1
= ×𝑐×𝑡+𝑏×𝑡+ ×𝑐×𝑡
2 2
1 1
= 𝑏 × 𝑡 + ( × 𝑐 × 𝑡 + 𝑐 × 𝑡)
2 2
=𝑏×𝑡+𝑐×𝑡
= (𝑏 × 𝑐) × 𝑡
= 𝑎 × 𝑡 Terbukti
PEMBUKTIAN RUMUS LUAS TRAPESIUM SAMA KAKI
Perhatikan trapesium sama kaki berikut.

Buat diagonal yang membagi trapesium menjadi dua buah segitiga.

Luas trapesium sama dengan jumlah luas kedua segitiga. Luas segitiga dapat dihitung dengan
1
rumus 𝐿 = 2 × 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖; 𝐿 𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚 = 𝐿1 + 𝐿2 = 1/2 × 𝑎 × 𝑡 + 1/2 × 𝑏 × 𝑡 = 1/2 ×

𝑡 × (𝑎 + 𝑏)
Pada trapesium di atas, a dan b merupakan sisi sejajar. Dengan demikian, terbukti bahwa.𝐿 =
1/2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
PEMBUKTIAN RUMUS LUAS TRAPESIUM SIKU-SIKU
Perhatikan trapesium siku-siku berikut.

Bagi trapesium tersebut menjadi dua bangun datar, yaitu sebuah persegi panjang dan sebuah
segitiga.

Luas trapesium sama dengan luas persegi panjang ditambah luas segitiga. Luas persegi
panjang dapat dihitung dengan rumus 𝐿 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟; 𝐿 𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚 = 𝐿1 + 𝐿2 = 𝑎 ×
1 1
𝑡 + 2 × 𝑏 × 𝑡 = 2 × 𝑡 × (2𝑎 + 𝑏)

Pada trapesium di atas, 2a+b merupakan jumlah sisi sejajar. Dengan demikian, terbukti bahwa.
𝐿 = 1/2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
Pembuktian Rumus Trapesium Sembarang
Perhatikan trapesium sembarang berikut

Bagi trapesium tersebut menjadi tiga bangun datar, yaitu sebuah persegi panjang dan dua buah
segitiga.
1 1 1
𝐿 𝑡𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚 = 𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3 = × 𝑎 × 𝑡 + 𝑏 × 𝑡 + × 𝑐 × 𝑡 = × 𝑡(𝑎 + 2𝑏 + 𝑐)
2 2 2
Pada trapesium di atas, 𝑎 + 2𝑏 + 𝑐 adalah jumlah sisi sejajar. Dengan demikian terbuktibahwa
1
𝐿 = 2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

Kelas VIII
A. Pola Bilangan
1. Pola bilangan segitiga
Kenapa sih disebut pola bilangan segitiga? Hmmm, kenapa yah? coba deh perhatikan kalo
bilangan tersebut disusun akan menjadi seperti ini:

Pola Bilangan Segitiga


Pola bilangan tersebut dapat disusun dari barisan bilangan berikut:
1 1 1 1
1→1= × 1(1 + 1); 2 → 3 = × 2(2 + 1); 3 → 6 = × 3(3 + 1); 4 → 10 = × 4(4 + 1);
2 2 2 2
1 1 1
5 → 15 = × 5(5 + 1); 6 → 21 = × 6(6 + 1); 𝑛 → × 𝑛(𝑛 + 1)
2 2 2
Jadi, rumus untuk mencari bilangan ke-n dari pola bilangan segitiga adalah
1
× 𝑛(𝑛 + 1)
2
2. Pola Bilangan Ganjil
Pola ke-1: 1 = 2 × 1 − 1
Pola ke-2: 3 = 2 × 2 − 1
Pola ke-3: 5 = 2 × 3 − 1
Pola ke-4: 7 = 2 × 4 − 1
Dengan memerhatikan pola tersebut, kita bisa simpulkan bahwa pola ke-n: 𝑈𝑛 = 2 × 𝑛 − 1
1. Perhatikan pola bola-bola yang dijumlahkan pada pola bilangan ganjil. Bola-bola yang
dijumlahkan tersebut ketika disusun ulang menjadi bentuk persegi seperti berikut:

Pola susunan bilangan yang membentuk persegi tersebut dinamakan pola bilangan
persegi. Dengan memerhatikan susunan bola tersebut dapat kita simpulkan bahwa pola
ke-n adalah
𝑆𝑛 = 𝑛2
Dengan kata lain
1 + 3 + 5 + 7 + ⋯ (2 × 𝑛 − 1) = 𝑛2
3. Pola segitiga pascal
1. Jumlah elemen masing-masing baris
Perhatikan jumlah elemen pada setiap baris
𝑛
Teorema: ∑𝑛𝑖=0 ( ) = 2𝑛
𝑖
Bukti 1
𝑛
Menggunakan (𝑎 + 𝑏)𝑛 = ∑𝑛𝑖=0 ( ) 𝑎𝑛 𝑏 𝑛−1
𝑖
Dengan mengambil 𝑎 = 𝑏 = 1 diperoleh
𝑛
𝑛
(1 + 1)n = ∑ ( ) 1n × 1n−1
𝑖
𝑖=0
𝑛
𝑛 𝑛
2 = ∑( )
𝑖
𝑖−0

Bukti 2
Dengan menggunakan induksi matematika
Langkah 1, ditunjukkan bahwa rumus berlaku untuk 𝑛 = 0
0
0 0 0! 1
∑( ) = ( ) = = = 1 = 20
𝑖 0 0! × 0! 1
𝑖=0

Langkah 2, diasumsikan bahwa rumus yang berlaku untuk 𝑛 = 𝑘, untuk sebarang bilangan
bulat 𝑘 > 0
𝑘
𝑘
∑ ( ) = 2𝑘
𝑖
𝑖=0

Langkah 3, ditunjukkan bahwa rumus berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1


𝑘+1 𝑘+1
𝑘+1 𝑘+1 𝑘+1
∑( )=( )+∑( )
𝑖 0 𝑖
𝑖=0 𝑖=0
𝑘+1 𝑘+1
𝑘 𝑘 𝑘
= ( )+∑( )+∑( )
0 𝑖−1 𝑖
𝑖=1 𝑖=1
𝑘 𝑘
𝑘 𝑘 𝑘
= ∑( ) + ∑( ) + ( )
𝑗 𝑖 𝑘+1
𝑗=0 𝑖=0
𝑘 𝑘
𝑘 𝑘
= ∑( ) + ∑( ) + 0
𝑗 𝑗
𝑗=0 𝑖=0

= 2𝑘 + 2𝑘
= 2 × 2𝑘 = 2𝑘+1
𝑛
Jadi pernyataan ∑𝑛𝑖=0 ( ) = 2𝑛 berlaku untuk setiap 𝑛 ≥ 0, 𝑛 bilangan bulat.
𝑖
4. Suku ke-n barisan aritmatika
Berikut pembuktian rumus suku 𝑘𝑒 − 𝑛 barisan aritmatika
Agar memudahkan kamu dalam memahami pembuktian rumus, kita akan gunakan kembali
contoh barisan aritmatika3, 5, 7, 9, 11, 13, ….
Diatas adalah contoh barisan aritmatika dengan selisih antara dua suku berurutan sama
dengan 2 dan suku pertamanya adalah 3, atau dapat dituliskan 𝑏 = 2 𝑑𝑎𝑛 𝑎 = 3. Jadi,
𝑈1 = 3 = 3 + 0 = 𝑎 + 0𝑏
𝑈2 = 5 = 3 + 2 = 𝑎 + 𝑏
𝑈3 = 3 + 2 + 2 = 𝑎 + 2𝑏
𝑈4 = 9 = 3 + 2 + 2 + 2 = 𝑎 + 3𝑏
Jadi rumus suku ke-n adalah
𝑈𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
B. Relasi dan Fungsi
1. RELASI
Relasi adalah hubungan antara anggota suatu himpunan dengan anggota himpunan
yang lain. Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah menghubungkan anggota-
anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B.
Contoh : Himpunan A ={1,2,3} dan B={A,B,C}. Anggota-anggota himpunan A
dan B dapat dihubungkan dengan relasi yaitu "faktor dari".
Relasi antara dua himpunan dapat dinyatakan dengan tiga cara yaitu
a. Diagram Panah
Diagram panah merupakan cara yang paling mudah untuk menyatakan suatu relasi.
Diagram ini membentuk pola dari suatu relasi ke dalam bentuk gambar arah panah yang
menyatakan hubungan antara anggota himpunan A dengan anggota himpunan B. Contoh
di atas jika dinyatakan dengan diagram panah akan terlihat sebagai berikut:

b. Diagram Kartesius
Menyatakan relasi antara dua himpunan dari pasangan berurutan yang kemudian
dituliskan dalam bentuk dot (titik-titik). Contoh di atas jika dinyatakan dengan diagram
kartesius akan terlihat sebagai berikut:

c. Himpunan Pasangan Berurutan


Selain dengan diagram suatu relasi juga dapat dinyatakan dengan menggunakan
himpunan pasangan berurutan. Caranya dengan memasangkan himpunan A dengan
himpunan B secara berurutan. Kita dapat mengambil contoh dari contoh diagram di atas.
{(1,A), (1,B), (2,B), (3,B), (3,C)}
Jadi, relasi antara himpunan A dengan himpunan B dinyatakan sebagai himpunan
pasangan berurutan (x,y) dengan x ∈ A dan y ∈ B.
2. Fungsi (Pemetaan)
Fungsi merupakan relasi dari himpunan A ke himpunan B, jika setiap anggota
himpunan A berpasangan tepat satu dengan anggota himpunan B. Semua anggota
himpunan A atau daerah asal disebut domain, sedangkan semua anggota himpunan B atau
daerah kawan disebut kodomain. Hasil dari pemetaan antara domain dan kodomain disebut
range fungsi atau daerah hasil. Sama halnya dengan relasi, fungsi juga dapat dinyatakan
dalam bentuk diagram panah, himpunan pasangan berurutan dan diagram kartesius.

Jadi, dari diagram panah di atas dapat disimpulkan:


Domain adalah A = {1,2,3}
Kodomain adalah B = {1,2,3,4}
Range fungsi = {2,3,4}
Sebuah fungsi dapat dinotasikan dengan huruf kecil sepeti 𝑓, 𝑔, ℎ. Misal, fungsi
𝑓 memetakan himpunan A ke himpunan B dinotasikan 𝑓(𝑥) dengan aturan 𝑓: 𝑥 → 3𝑥 + 3.
Artinya fungsi 𝑓 memetakan 𝑥 ke 3𝑥 + 3. Jadi daerah bayangan 𝑥 oleh fungsi 𝑓 adalah
3𝑥 + 3 sehingga dapat dinotasikan dengan 𝑓(𝑥) = 3𝑥 + 3. Dari uraian ini dapat
dirumuskan:
Jika fungsi 𝒇(𝒙) → 𝒂𝒙 + 𝒃 dengan 𝒙 anggota domain 𝒇, maka rumus fungsi 𝒇 adalah
𝒇(𝒙) = 𝒂𝒙 + 𝒃
Dengan menghitung nilai fungsi, kita dapat mengetahui nilai fungsi yang dapat
menghasilkan himpunan kawan (kodomain) dari himpunan asal (domain).
3. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL
Persamaan Linear yaitu suatu persamaan yang setiap sukunya mengandung
konstanta dengan variabelnya berderajat satu ( tunggal ) dan persamaan ini , dapat
digambarkan dalam sebuah grafik dalam sistem koordinat kartesius.
Bentuk umum persamaan linear :
𝒚 = 𝒎𝒙 + 𝒄
Sistem persamaan linear dapat diselesaikan dengan beberapa metode, metode-metode
tersebut adalah:
a. Metode grafik

b. Metode substitusi
Metode subsitusi yaitu metode atau cara menyelesaikan persamaan linear dengan
mengganti salah satu peubah (variabel) dari suatu persamaan dengan peubah yang
diperoleh dari persamaan linear yang lainnya.
c. Metode Eliminasi
Metode eliminasi adalah metode penyelesaian sistem persamaan linear dengan
menghilangkan (eliminasi) salah satu variabel dengan menambahkan atau mengurangkan
dengan menyamakan koefisien yang akan dihilangkan tanpa memperhatikan nilai positif
atau negatif.
d. Metode Gabungan
Metode gabungan yang dimaksud ialah metode eliminasi dan substitusi

Anda mungkin juga menyukai