Anda di halaman 1dari 22

“KEPERAWATAN KOMUNITAS I

PROGRAM PEMBRANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN


PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN TUBERKULOSIS ”

DOSEN PENGAJAR :
Ns. Fatimah, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.,Kom

DISUSUN OLEH
Kelompok 3 :
1. Cindy Anggraini Paramitha ( 1032181019 )
2. Olandina M. Borges Da Cruz ( 1032181014)
3. Rizqi julianti ( 1032181042 )
4. Subhan dzuama ( 1032181015)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulisan makalah “program Pemberantasan penyakit menular dan
penyehatan lingkungan pemukiman Tuberkulosis” dapat diselesaikan. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
keperawatan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari individual kelompok maupun dari luar, namun penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Tim
kelompok juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.
Penulis tentu menyadari bahwa mkalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terimakasih.

                                                                              Jakarta,27 November


2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 program Pemberantasan Penyakit menular Tuberkulosis ……………
2.2 Penyehatan Lingkungan Pemukiman Tuberkulosis …..………………
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendahuluan Program pemberantasan penyakit menular mempunyai
peranan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan tersebut
dapat dicapai dengan penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas
kesehatan yang didukung peran aktif masyarakat. Perlu kita ketahui bahwa TB
yang diupayakan pemberantasannya dari bumi Indonesia kini telah merebak
kembali bahkan Indonesia tercatat sebagai Negara yang memberikan
kontribusi penderita TB nomor 3 terbesar di dunia setelah India dan Cina.
Penyakit tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang masih
tetap merupakan masalah kesehatan di dunia. World Health Organization
(WHO) dalam Annual Report On Global TB Control 2003, mengatakan
terdapat 22 negara dikategorikan High Burden Countries terhadap TB.
Menurut WHO estimasi incidence rate untuk pemeriksaan dahak didapatkan
basil tahan asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000 (WHO) 2008.
Di Indonesia TB pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Penyakit ini amat
merugikan bagi kelangsungan pembangunan nasional mengingat sekitar 80%
penderitanya berusia produktif sehingga akan merugikan Negara dalam hal
produktifitas kerja. (Pencegahan penyakit menular, 2009).
Resiko penularan TB setiap tahun (Annual Risk Of Tuberculosis
Infection : ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi, 1-2%
pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara seribu
penduduk 10 orang akan terinfeksi. Sebagian dari orang yang terinfeksi tidak
akan jadi penderita tuberkulosis, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan
menjadi penderita tuberkulosis (Yoga 2009).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar dari tahun ke tahun
penderita TB mengalami peningkatan dari tahun 2010 - 2014 jumlahnya

iii
mencapai 455 orang, tidak menutup kemungkinan jumlah penderita yang
belum ditemukan. Dari data 2006-2009 didapatkan 7% penderita tuberkulosis
yang tidak konversi karena meninggal sebelum akhir tahap intensif.
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi seseorang tertular penyakit
tuberkulosis adalah status sosial ekonomi misalnya kondisi gizi buruk,
lingkungan, serta perilaku hidup sehat dalam masyarakat itu sendiri.
Prilaku penderita terhadap suatu penyakit tergantung dari pengetahuan,
sikap dan tindakan penderita tentang penyakit tersebut, apabila pengetahuan
masyarakat terhadap suatu penyakit tidak atau belum diketahui, maka
kemungkinan sikap dan tindakan terhadap resiko penularan penyakit tersebut
pun kadang terabaikan.
Sampai saat ini masih ada anggapan yang berkembang di masyarakat
bahwa tuberculosis adalah penyakit turunan. Anggapan ini mengakibatkan
banyak penderita tidak mau berobat karena malu, atau keluarga cenderung
menutup –nutupi keadaan penyakitnya. Pendapat ini tentu saja harus
diluruskan karena sesungguhnya penyakit ini bukan penyakit keturunan dan
dapat disembuhkan. Setiap penderita tuberculosis dan tidak diobati dapat
menularkan penyakitnya pada orang lain yang berada di sekelilingnya atau
yang berhubungan erat dengannya serta bisa menyebabkan penularan kuman
yang semakin luas.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahuin tentang program Pemberantasan penyakit menular dan
penyehatan lingkungan pemukiman Tuberkulosis

iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tuberkolosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobakterium tubercolosis, sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi
juga dapat menyerang organ tubuh lainnya. Bakteri Mycobakterium
tubercolosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur
lama selama beberapa tahun. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Koch pada tanggal 24 Maret 1982, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri
ini diberi nama Koch. Bahkan, penyakit TB pada paru-paru disebut sebagai
Koch Pulmonum (KP). (Bahar, 2009).

2.2 Pemberantasan Penyakit Menular Tuberculosis (TB)


Tuberculosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC,
adalah penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh hasil
Mycobacterium tuberculosis. Kompleks ini termasuk M. Tuberculosis dan
M. Afrinacum terutama berasal dari manusia dan M. Bovis yang berasal
dari sapi. Mycobacterium lain biasanya menimbulkan gejala klinis yang
sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di identifikasi
dengan kultur.
Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam
percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru atau TB laring
pada waktu mereka batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Kontak
jangka panjang dengan penderita TB menyebabkan risiko tertulari, infeksi
melalui selaput lendir atau kulit yang lecet bisa terjadi namun sangat
jarang. TB bovinum penularannya dapat terjadi jika orang terpajan dengan
sapi yang menderita TB, biasanya karena minum susu yang tidak

v
dipasteurisasi atau karena mengkomsumsi produk susu yang tidak diolah
dengan sempurna. Penularan lewat udara juga terjadi kepada petani dan
pertenakan.
A. Cara-Cara Pembrantasan
a. Cara pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkulosis dengan melakukan penkes adalah sebagai
berikut :
a) Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu
batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat (di dalam
larutan disinfektan).
b) Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi.
c) Disinfektan, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan
yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah,
memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di
rumah.
d) Menghindari faktor-faktor predisposisi seperti merokok, udara
yang lembab dan kotor (polusi).
e) Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
B. Penyakit menular
Penyakit menular dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar
yaitu mikroparasitisme dan makroparasitisme. Mikroparasitisme
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan bakteri,
contohnya seperti cacar dan campak. Sedangkan makroparasitisme
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing dan serangga,
contohnya seperti demam berdarah dan malaria.

Pada penyakit mikroparasitisme, virus dan bakteri bereproduksi di


dalam tubuh individu penderita penyakit kemudian penyakit tersebut
ditransmisikan secara langsung dari individu penderita penyakit ke
individu lain yang sehat tetapi rentan terhadap penyakit. Sedangkan

vi
penyakit makroparasitisme memiliki lingkaran hidup yang lebih rumit.
Penyakit ini ditransmisikan melalui perantara.

C. Cara penularan
Sumber penularan adalah penderita TB-BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam tergantung dari ada tidaknya
sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana
yang lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari hari sampai berbulan
bulan. Orang dapat terifeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran
pernapasan. Kuman tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke bagian
tubuh lainnya, melalui sistim peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negative (tidak terlihat kuman) maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.(Aditama, 2009).
Resiko penularan setip tahun (Annual Risk of Tuberculosis
Infection = ARTI) di Indonesia di anggap cukup tingggi dan bervariasi
antara 1-2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %. berarti setiap tahun
diantara 1000 penduduk,10 (sepuluh) orang akan terinfeksi, Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya
10 % dari yang terinfeksi ynag akan menjadi penderita TB. Dari
keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan
ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata ± rata terjadi 100
(seratus) penderita tuberkolosis setiap tahun, dimana 50% penderita adalah
BTA positif. (Pusat Informasi Penyakit Infeksi, 2008).
D. Patofisiologi
a. Tuberkulosis primer

vii
Infeksi primer terjadi saat seorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup umumnya sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier brokus dan
terus berjalan hingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Bila
kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembangbiak
dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkolosis pneumonia yang disebut sarang
primer atau afek primer ataufokus ghon.Dari sarang primer akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfodenitis regional). Sarang primer limfangitis dan limfadenitis
regional disebut kompleks primer.. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 3-8 minggu.
Kompleks primer ini sesungguhnya dapat terjadi:
1) Sembuh sama sekali tidak meninggalkan cacat, ini yang banyak
terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas.
3) Menyebar dengan cara:
a) Prokontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.
b) Penyebaran secara bronkogen
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen
b. Tuberkolosis Post Primer (Tuberkolosis Sekunder)
Tuberkolosis post primer akan muncul bertahun tahun kemudian
setelah tuberkolosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkolosis post primer dimulai dari serangan dini, yang umumnya
teerletak di segmen apical lubus superior maupun lobus inferior.
Serangan dini in akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1) Diresorpsi kembali dan kambuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Serangan tersebut akan meluas dan segara terjadi proses
penyembuhan dengan penyerbukan jaringan fibrosa.

viii
3) Sarang tersebut akan meluas membentuk jaringan keju (jaringan
kaseorosa). (Bahar, 2009).

E. Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis Pada Orang Dewasa


Sumber penyebaran adalah individu activelyinfected (penderita TBC
aktif). Pada waktu batuk atau bersin, penderita ini menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya yaitu melalui sistem
peredaran darah,sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan atau penyebaran dari seorang penderita TBC aktif
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan paru-paru
penderita. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
tinggi tingkat penularan penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

F. Model Epidemik Tipe SEI


Sebagian besar penyakit mempunyai masa latent dan masa penularan.
Masa latent adalah lamanya waktu pertama kali individu tertular
penyakit hingga menularkan ke seseorang. Masa penularan adalah
lamanya waktu individu menularkan penyakit sebelum individu
tersebut sembuh atau mati. Penyakit mempunyai masa latent yang

ix
panjang atau pendek waktunya, dimana masa ini terjadi setelah
susceptible tertular tetapi belum menular ke lainnya.

2.3 Penyehatan Lingkungan Pemukiman Tuberkulosis


Kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor dominan yang
mempengaruhi aktifitas dan tingkat kesehatan masyarakat (Syukra, et al.,
2015). Infeksi tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang
persebarannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku. Indikator
tercapainya tujuan dari pembangunan kesehatan adalah dengan adanya
peningkatan dalam hal pengendalian penyakit menular (Kemenkes RI, 2011).
Tuberculosis adalah penyakit menular yang mampu berkembang secara cepat
dikarenakan penularan penyakit melalui udara. Skrining TB sangat perlu
dilakukan mengingat penderita TB dengan hasil pemeriksaan TB BTA positif
berpotensi besar untuk menjadi sumber penularan ke orang lain disekitarnya
(Girsang, 2013). Pada saat penderita mengalami batuk dan bersin maka akan
mengeluarkan dan menyebarkan bakteri mycobacterium tuberculosis melalui
udara dalam bentuk percikan dahak (droplets).
Apabila penderita mengalami batuk dan bersin dalam suatu ruangan yang
tertutup maka akan memudahkan proses penularan TB. TA (+) sebesar 2.330
kasus. Peningkatan kasus TB juga dipengaruhi dari masing-masing individu
seperti sistem kekebalan tubuh, status gizi dan personal higiene serta
kepadatan lingkungan rumah tempat tinggal (Manalu, 2010). Penjelasan
tersebut sesuai dengan studi yang dilaksanakan oleh Yoga (2007), bahwa TB
lebih mudah menular pada orang dengan tempat tinggal di kawasan
perumahan yang padat, kurang adanya sinar matahari yang masuk kerumah
dan sinar matahari yang kurang (Rahmawati, 2015).

A. Metode Penelitian

x
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dimana peneliti melakukan
observasi kondisi sesungguhnya tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap
reponden/ subjek penelitian. Dengan menggunakan desain penelitian case
control pengambilan data variabel paparan dan variabel outcome dalam studi
ini dilakukan pada saat yang sama. Populasi terpilih dalam 28 penelitian ini
adalah keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB Paru BTA (+)
pada wilayah kerja Puskesmas Perak Timur Surabaya pada bulan Februari-
Mei tahun 2018.
Surabaya pada bulan Februari- Mei tahun 2018. Cara pengambilan sampel
penelitian menggunakan simple random sampling, yaitu metode penarikan
sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata pada anggota populasi.
Undian merupakan cara pengambilan sampel yang dipilih oleh peneliti karena
sesuai dengan tujuan penelitian.
Pengambilan data variabel independen yaitu faktor lingkungan dilakukan
dengan menggunakan kuesioner dan melakukan observasi langsung uji
lingkungan fisik ruangan serta melakukan uji laboratorium mycobacterium
tuberculosis di udara lingkungan rumah tempat penderita berkumpul bersama
keluarga. Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Perak Timur
Surabaya dan dilakukan selama Bulan Desember – Maret 2018.
esember – Maret 2018. Varibel dari penelitian ini adalah faktor fisik
lingkungan rumah sebagai variabel bebas terdiri dari suhu, kelembaban,
pencahayaan, ventilasi, dinding, lantai, langit-langit, serta kepadatan hunian
dan keberadaan bakteri mycobacteria tuberculosis sebagai variabel dependen.
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang meliputi data
pasien yang menderita penyakit TB Paru BTA (+) di wilayah kerja puskesmas
Perak Timur Surabaya.

B. Hasil Dan Pembahasan


Hasil pengukuran lingkungan fisik ruangan rumah responden menunjukkan
bahwa mayoritas ruangan yang diobservasi (57%) memiliki suhu rumah yang
tidak memenuhi syarat, kelembaban mayoritas ruangan yang diobservasi

xi
(57%) tidak memenuhi syarat dan variabel pencahayaan ruangan rumah
responden mayoritas (57%) juga tidak memenuhi syarat.
Hasil yang sama didapatkan pada pengukuran variabel ventilasi yang
menunjukkan bahwa mayoritas ruangan responden (57%) tidak memenuhi
syarat, untuk variabel langit-langit sebagian besar ruangan rumah responden
(71%) tidak memenuhi syarat begitupula dengan variabel kepadatan hunian
menunjukkan 76% ruangan rumah responden tidak memenuhi syarat. Hasil
pengukuran lingkungan fisik rumah responden yang sebagian besar memenuhi
syarat adalah kondisi dinding pada 76% rumah responden dan kondisi serta
bahan lantai pada 86% memenuhi syarat berdasarkan komponen rumah sehat
yang bersumber pada Pedoman 29 Teknis Penilaian Rumah Sehat (PTPRS)
(Depkes RI, 2007)

C. Kondisi Lingkungan Fisik Keseluruhan


Pada penelitian ini kondisi lingkungan fisik meliputi suhu, kelembaban,
pencahayaan, ventilasi, lantai, dinding, langit-langit, dan kepadatan hunian.
Hasil pengukuran yang dilakukan dapat diolah dan menunjukkan kondisi
lingkungan fisik secara keseluruhan komponen yang telah dikategorikan
menurut memenuhi dan tidak memenuhi syarat. Hasil yang didapatkan melalui
observasi rumah responden didapatkan dari 21 rumah responden terdapat
sebanyak 8 rumah responden (38%) tergolong memenuhi syarat dan 13 rumah
responden (62%) tidak memenuhi syarat.

D. Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu intensif (2-3 bulan)


dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,
Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin / INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

xii
Obat Anti Aksi Potensial Perhari Perminggu
TB Esensial
3x 2x
Isobiazid ( H Bakterisidal Tinggi 5 10 15
)
Rifampisin Bakterisidal Tinggi 10 10 10
(R)
Pirasidamin Bakterisidal Rendah 25 35 50
(Z)
Streptomisin Bakterisidal Rendah 15 15 15
(s)
Etambutol Bakteriostatik Rendah 15 30 45
(E)

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan terlebih dahulu


berdasarkan data lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course ( DOTS ) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri
dari lima komponen yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya
dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

E. Program Puskesmas Pada Pencegahan Tbc


Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi:

xiii
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko:

 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan


perundang-undangan, dan kebijakan pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko dan diseminasinya
 Menyiapkan materi dan menyusun rencana kebutuhan untuk
pencegahan dan penanggulangan faktor resiko;
 Menyediakan kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko sebagai stimulam;
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan
juklak/juknis/pedoman pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko;
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
 Melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis pencegahan dan penanggulangan
faktor risiko;
 Melakukan kajian program pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko;
 Membina dan mengembangkan UPT dalam pencegahn dan
penanggulangan faktor risiko;
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyakit

2. Peningkatan imunisasi:
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan
diseminasinya;

xiv
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
peningkatan imunisasi;
 Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan
yang ditujukan terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan
khusus sesuai dengan skala prioritas;
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/protap
program imunisasi;
 Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana imunisasi;
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melaksanakan program imunisasi
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
imunisas;
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis peningkatan imunisasi;
 Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi;
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan
imunisasi;
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
imunisasi

3. Penemuan dan tatalaksana penderita:


 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundangundangan, dan kebijakan penemuan dan tatalaksana
penderita dan diseminasinya;
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
penemuan dan tatalaksana penderita;
 Menyediakan kebutuhan penemuan dan tatalaksana penderita
sebagai stimulan;

xv
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan
juklak/juknis/pedoman program penemuan dan tatalaksana
penderita;
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit
untuk melaksanakan program penemuan dan tatalaksana
penderita;
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
penemuan dan tatalaksana penderita;
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis penemuan dan tatalaksana
penderita
 Melakukan kajian upaya penemuan dan tatalaksana penderita;
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya penemuan
dan tatalaksana penderita;
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan penemuan dan tatalaksana penderita
4. Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah:
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah dan
diseminasinya;
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/wabah
 Menyediakan kebutuhan peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah sebagai
stimulan;
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan
juklak/juknis/pedoman program surveilans epidemiologi
dan penanggulangan KLB/wabah;

xvi
 Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan
menanggulangi KLB/Wabah, termasuk dampak bencana;
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit
untuk melaksanakan program surveilans epidemiologi dan
penanggulangan KLB/wabah;
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring
kerja informasi dan konsultasi teknis peningkatan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
 Melakukan kajian upaya peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya
peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/wabah.
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/wabah.
5. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit:
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan peningkatan
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit dan diseminasinya;
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit.
 Menyediakan kebutuhan peningkatan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit sebagai stimulan;

xvii
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan
juklak/juknis/pedoman program komunikasi informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit;
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit
untuk melaksanakan program komunikasi informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit;
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit;
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring
kerja informasi dan konsultasi teknis peningkatan
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit;
 Melakukan kajian upaya peningkatan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit;
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya
peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit;
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit

xviii
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Tuberkolosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobakterium tubercolosis, sebagian besar kuman TB menyerang
paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya. Bakteri
Mycobakterium tubercolosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga dikenal juga
sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Pendahuluan Program pemberantasan penyakit menular mempunyai
peranan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan penerapan teknologi kesehatan secara tepat
oleh petugas kesehatan yang didukung peran aktif masyarakat. Perlu kita
ketahui bahwa TB yang diupayakan pemberantasannya dari bumi
Indonesia kini telah merebak kembali bahkan Indonesia tercatat sebagai
Negara yang memberikan kontribusi penderita TB nomor 3 terbesar di
dunia setelah India dan Cina.
Penyakit tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang
masih tetap merupakan masalah kesehatan di dunia. World Health
Organization (WHO) dalam Annual Report On Global TB Control 2003,
mengatakan terdapat 22 negara dikategorikan High Burden Countries
terhadap TB. Menurut WHO estimasi incidence rate untuk pemeriksaan
dahak didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000
(WHO) 2008.

B. SARAN

xix
Program pemberantasan penyakit menular harus lebih dititik beratkan
khususnya di daerah-daerah yang masih ketinggalan akan arus informasi,
transportasi dan komunikasi. Selain penambahan jumlah tenaga kesehatan
serta fasilitas-fasilitas lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Gradien Vol. 10 No. 2 Juli 2014 : 983-986
jurnal kesehatan lingkungan Vol. 11 No. 1 Januari 2019 (26 - 34).
Buku UPT. Puskesmas kintamani satu

xx
21

Anda mungkin juga menyukai