Bentangan langit tanpa ikatan, tak bersambung satu sama lain, namun
bersambung kehampaan, awan tebal, awan hitam, awan putih dan sejauh mata
memandang berubah dan berulah menjadi biru tua, warna warni, begitu indah
dan eloknya namun juga menjengkelkan, menakutkan, mengerikan dan juga
dapat mematikan tatkala kilatan dan sambaran halilintar menabuh genderangnya
dan dapat pula memberikan keindahan mata memandang.
Ukiran dan yang mengukir Maha Besar sungguh menakjubkan, tiada yang mampu
menyaingi dan menandinginya, apa manusia sadarkah?, Masih berpola pola
seperti dan berlagak sebagai Maha, bukan Maha Sang Pencipta namun Maha
perusak alam semesta, Maha pengeruk harta alam di bawah dan di atasnya,
jikalau di langit terdapat hiasan bisa juga akan diraih diambilnya, digagahi ini
adalah milik dan milik…..? Tiada kata yang enggan berkata oleh karena tak ada
barang bergelantungan diatas sana.
Ukiran yang terhiasi selalu muncul bisakah diarahkan untuk membuat perubahan
yang hakiki yang benar benar untuk insan penginjak bumi dan beratapkan langit,
tidak sadarkah nantinya insan manusia beratap, berdinding, dan lantai sama
warna, sama rasa, sama bau dan sama semuanya adalah TANAH, sungguh sangat
disadari seutuhnya namun dan namun lupa akan itu, sejujurnya jikalau rambut,
kulit dan jutaan urat kasar dan halus bisa bicara maka insan manusia akan
ketakutan sepanjang usia menempel dan belum tercabut sukmanya.
Ukiran di langit apakah sama dengan ukiran di jasad insan manusia, tentunya
beda tetapi bisa dikatakan samakah Allohu’alam Tuhan Yang Maha segala
galanya, untuk itulah akan ku ukir dengan PENAKU di atas sana dan di jasad insan
manusia dengan harapan sekilas cahaya kuning keemasan, hitam mengkilat dan
putih bercahaya dapat mengukir tembus dialamnya oleh karena PENAKU wujud
simbul nyata yang dapat digoreskan halus dan kasar mencengkeram mengerat
luar dalam dengan kekuatan qolbu dan hati nurani karena sang Ilahi.
Yudi E. Handoyo
Malang, 11/01/2021
https://penanews.my.id/rubrik-essay/4151/dalam-jejak-penaku-kusebut-
bismillah/
Prosa Kalbu: “Ketika Alam Terbuka dan Bicara”
Mengukir kembali masa lalu beberapa langkah menuju suatu masa ke depan,
gerak langkah menuju bayangan masa depan jauh di atas sana, tapi masa
terpenggal di ujung jalan persimpangan, arah yang jelas membuat tidak jelas
berpikir pada sisi langkah ke mana tujuannya.
Lenyap tertutup kabut hitam hilang tak berbekas, jalan yang dituju kabur dan tak
tahu arah, di hadapannya berbaur banyak harapan, melupakan satu tujuan
harapan menjadi titik puncak untuk semuanya, berkecamuk alam pikir sulit
dibendung dengan alam hati, berbaur alam tersedot ke alam tanpa harapan.
Harapan tujuan samar sirnaNya dan tidak bisa diwujudkan, berebut mencapai
tujuan hanya harapan dan bayang-bayang.
Sayang dan sayang terhempas tidak tahu duduk di mana, adanya saat ini
melamunkan keadaan dan tidak bisa dikembalikan, harapan masih di depan mata,
garis putih lurus masih tajam di hadapan, bisakah berjalan diatasnya menuju
harapan yang terpatri mencapai garis akhir yang menjadi cita cita yang
didambakan untuk semuanya?
Langkah tak akan surut untuk mencapai walaupun tertatih tatih, pada suatu
saatnya akan tercapai jika ridho Tuhan memberkati.
Gerak halus mengumbar menabrak sendi sendi jiwa raga ingin bangkit membuka
celah Nirwana, kudobrak seisi alam ditempatkan pada tempat yang
sesungguhnya.
Mereka yang bukan pada tempatnya dipaksakan pada suatu masa yang dilewati
menjadi malapetaka, harapan harapan didepan mata menyelimutinya hanya
fatamorgana, hanya sedikit yang diperbuat seakan segalanya.
Suatu nanti alam membuka dan berkata, “Akan kuhimpit kalian sepanjang masa
pada lembah yang sulit diterka, kuperosokkan pada jepitan jepitan yang sulit
kalian duga, luapkan umbarkan sesuka hatimu, buka mata, raih semua seakan
kalian yang memilikinya. Bila tiba saatnya, kalian akan terjungkal-jungkal pada
lembah yang hina, dan tak akan berkutik sejengkal urat nadi yang melekat.
Sekarang, tertawalah sepuasnya, bahagiakan semuanya yang menjadi bagian dari
kelompokmu, ketika saatnya tiba kuinjak-injak kalian dengan telapak kakiku yang
tajam dan mengandung racun tak berbahu yang melelehkan kalian dengan
sekejap hingga hilang tak berbekas. Ribuan persimpangan jalan kututup dan tak
ada lagi celah yang kalian sanggup rambat walau dengan tetesan air mata untuk
melewatinya. Jutaan persimpangan jalan menembus berbagai ujung dan ujung
dunia akan kulumat karena keangkaramurkaan, akan kutundukkan urat urat otak
kecerdasan dan kelicikan, akan kututup keran-keran yang paling halus dan
kusumbat dan kulumpuhkan tak berdaya. Kuputarkan daya alam halus,
kulingkarkan dan kujerat sampai tanpa terlihat mata mata kesombongan dan
kecongkokan. Kuingin melihat dagu-dagu ke atas dan kalian yang merasa memiliki
semua dengan senyuman sinis terlingkar di bibir, mengangkat kaki bergoyang di
atasnya, angkat tangan bertolak pinggang dengan kesombongan. Saat tiba waktu,
merekalah yang akan kutekuk dan kucabik-cabik dengan kehalusan hingga
merasakan kesakitan tiada ampun di sekujur tubuh, walau sayang sejuta sayang
kulitku harus menyentuh kulit yang bukan Trahku. Sayang sejuta sayang kulitku
tetap akan menguliti kulit yang tidak sama dengan kulitku, dan akan kumainkan
dengan segala kekuatan tiupan halus, akan kubiarkan merobek dan tidak akan
kudengar lagi semua rintihan kesakitan, meski membuat sakit dan begitu sakit
siapa saja yang mendengarkan”.
Malang.
Senin, 04.01.2021.14.45.WIB.
Aura Alam
Malang.
Sabtu, 01012021.
https://penanews.my.id/news/pusisi/3775/aura-alam/
Ibu Pertiwi Dalam Rasa
Kolaborasi Bersama Mariska Lubis
Sinar rembulan sayu meredup terang dingin menerangi alam dan seisinya.
Bulatnya rembulan penghias angkasa isinya jagad alam semesta.
Bagaikan wanita cantik berjalan semampai kehendak dipandang hambanya.
Menginginkan pujian dan doa hambanya ciptaan Sang Maha Kuasa.
Aku rembulan bagaikan ibu tersenyum mata berbinar senyum lembut menawan.
Begitu lemahnya hati engkau tutup rapat tidak mengenangku.
Engkau melupakan rembulan duduk di atas sana bagaikan hiasan saja.
Sesungguhnya cahayaKu menerangi bumi yang dipijak hambanya.
-----
Rayuan Rembulan ronakan pipiku, Kedipan para bintang yang menari bersamanya
turut menggodaku, Aku terpikat bukan karena itu semua, kasihNya yang
menundukkanku.
-----
Kuhunuskan pedang, tinggi tegak ke awan, mengkilat cahaya putih, kubelah
jiwamu tetesan darah mengucur basahi bumi.
Tersungkur belahan jiwa raga, engkau lihat dengan mata terbelalak tak berdaya,
tetesan keringatmu mengucur deras.
Berbaliklah badanmu ingatlah jati dirimu, dari seonggok tulang berbalut daging
dan kulit, menyelimuti.
Masih tegarlah jati dirimu saat ini, apakah masih tersimpan kesombongan dan
keangkuhan.
-----
Ulahmu hanya seperti debu, jaring-jaring rakyatku pun tak akan mampu kau sapu,
Kau sudah terjerat ulahmu sendiri, jangan harap Kau mampu berdiri lagi, bisaku
akan meluluhlantakkan semua sihirmu!!!
Jangan melawanku!!! Senyumku tak akan sanggup kau tatap, diamku lebih
membunuh!!!
-----
Alam berbinar rasa panas menusuk sukmamu, engkau tahu apa yang akan
ditusukkan kepadamu.
Sadarkah jasadmu tak akan bisa berwujud lain sebagai pengganti dirimu dan
segagah jiwa ragamu.
Hanya jiwa jiwa kerdil dan bebal takut akan kesengsaraan walaupun limpahan
hartamu menggunung.
----
Remuk redam hati teriris,
Langit kelam awan mendung terus mengikis,
Sampai kapan rakyatku mampu bertahan?!
Haruskah malaikat pun turut menangis?!
Oh Tuhanku…
Berikanlah rakyatku kemerdekaan dan bahagia,
Selamatkan mereka dari genggaman para bajingan durjana kejam itu!
Jika pun harus kutukar dengan nyawaku untuk mereka,
Aku rela…
Hanya jiwa-jiwa yang kelam yang tertutup hatinya, sulit merasakan keadaan yang
sesungguhnya.
—
Mati kalian para sudra yang sombong dan congkak!!!
Tidak ada lagi ibaku untuk kalian semua!!!
—
—-
Aku Akan terus tersenyum memandang wajah-wajah kalian yang menderita,
penuh dusta kemunafikan!!! Kalian tak mampu bahkan membaca senyumku dan
tersenyum bagi kehidupan. Kalian hanya seonggok daging yang bernafas tanpa
nyawa.
—
—
Neraka kalian persembahkan, neraka pula tempat kalian berakhir sepanjang akhir
hayat. Surga yang kalian rebut dan hancurkan, bukan untuk kalian.
Nirwana duniaku, tetap milikku dan semua yang kalian injak-injak dan hinakan.
https://penanews.my.id/puisi/3920/sang-sudra-sok-raja/
Teruntuk Jiwa-Jiwa
Hai Manusia pengisi jagat raya, sebagai pengisi bumi tiada tanpa batas,
Tiada manusia pun menjangkau, setiap sudut-sudut batas ciptaan Engkau Yang
Maha Besar,
Kehebatan macam apa yang engkau suguhkan kepadaku?
Setelah terlahir pengisi bumi seantero jagat raya,
Apakah engkau mampu mengelilingi setiap sudut yang aku ciptakan?
Apakah engkau sudah menguasai setiap relung yang paling tajam menuju perut
bumiKu?
Selasa, 05012021.16.00.wib.
Puisi Bisikan Angin dan Langit
I. Awalan
Bapak Ibu menyuguhkan pada putra putrinya yang dikasihi dan dicintai.
Putra putri sejati yang abadi tiada masa dan tanpa masa.
Diletakkan dipundaknya tampa terasa, untuk duduk disinggasana.
Menegakkan Cakra kedua tangannya pertanda kepemimpinan Dunia.
Itu masih hanya setetes saja menabrak jasad yang menghadang dihadapanku.
Belum apa apa yang ada dalam jiwa ragaku yang masih tersembunyi tiada
siapapun yang tahu.
Jika engkau masih menunjukkan kecongkaanmu kesombonganmu akan lebur jiwa
ragamu tanpa engkau rasakan.
Matilah engkau hanya ratapan rintihan tanpa engkau mendengar kasat mata.
Sang panah melesat dari kehampaan nan jauh , menebar jutaan panah menusuk
jiwa yang mati rasa.
Engkau akan merasakan begitu tajam dan cepatnya membelah jiwa dan rasa sakit
menghantuinya atau rasa sakit yang tidak bisa dirasakan.
Sang Panah pengganti memunculkan roh jiwa sukma yang suci.
Sebagai penerus tanpa ada yang mengetahui, hanya engkaulah yang tahu dan
segala galanya.
Seisi alam bertabrakan, satu sama lain tidak ada yang saling mengenal.
Mengenal akan melepaskan, kesemuanya tertutup kekelaman.
Hanya jiwa yang terpilih dan dipilih berdiri tegak, akan menghiasi alam semesta
yang menjerit kesakitan.
Menenggelamkan jiwa yang kelam dan mati rasa sepanjang masa…
-----
Cinta hanya pada ucapan kiasan dibibir belaka.
Cinta hanya sekecap pada bibir terhembus pada belahan bibir atas bawah.
Cinta hanya kiasan terucap menyenangkan kedua telinga.
Cinta hanya menimbulkan perebutan dan malapetaka.
Ah dirimu, cinta yang terucap bisa Hanya sekedar kata tanpa arti Dan makna. Dia
tak pernah mengucapkan cinta padaku, tetapi kurasakan segala cintaNya padaku.
Apalah Aku bila tiada ada cintaNya.
Jangan salahkan cinta untuk segala pedihnya hatimu dan segala kehancuran,
bukan cinta yang membuatmu terluka dan hancur, seringkali cinta tertukar
dengan nafsu dan segala kemunafikan serta ingkar, hanya hati yang dipenuhi
cinta yang mampu membedakan.
Jikapun dirimu membenci cinta, biarlah diriku saja yang bahagia karena cintaNya
padaku.
-----
-----
Tak usah kau tanyakan cinta, jawablah hatimu sendiri, adakah cintamu untukmu
sendiri dan aku?!
Belum kah tahu, sesungguhnya cinta terletak dimana?
Belum kah tahu, dimana sesungguhnya cinta bersembunyi dimana.
Belum kah tahu apakah cinta merasakan cinta.
Hanya pengecut dan pecundang yang Tak berani mengakui salah, menunjuk jari
selalu lebih mudah.
Bandung –Sidoarjo,
23 Agustus 2020
Hanya Padamu, Ya Allah
(Kolaborasi Bersama Mariska Lubis)
Ketika takbir menggema, semesta pun bersorai, pertemuan setiap kalbu yang
bersimpuh, menjadi satu bersama cintaNya.
Alllahu Akbar!!!
-----
Suara Takbir hambamu yang Lemah, memutar mengelilingimu bersimpuh
mengumandangkan dan menatapmu tampa berkedip.
Hambamu mengikatkan Qolbu kepadamu Yaa Rabb, sehelai rambut tak terpisah,
sehembus nafas selalu bersamamu.
Tiada yang mampu menyentuhmu hanya orang orang yang beriman qolbunya
sesuai kehendakmu.
Berikan tanganmu yang halus sehalus yang sulit dirasakan oleh hambamu,
sehingga hambamu yang lemah akan berusaha merasakan kehalusanmu Yaa
Rabb.
Tetesan air mata qolbu yang mengurat, ke seluruh jiwa raga yang dapat
menggetarkan seluruh jiwa raga kehalusan.
Tampamu Yaa Rabb, kita yang lemah tak berdaya, tampa adanya sentuhan
kehalusanmu ke qolbu tidak akan menggetarkan jiwa raga.
Hanya engkaulah satu satunya yang memberikan semua sesuatu, kadang kala
terlupakan oleh hambamu yang lemah ini….
-----
Di kaki langit aku bersujud, membebaskan diri dari segala keangkuhanku, takbir
yang menggema mengguncang kalbu, tak ada yang kumiliki, aku hanya milikMu.
Aku pun berdiri di bawah langit, bersama deruan suara memanggil memuja
namaMu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau Dan Muhammad adalah
utusanMu.
Di Ujung Langit Tampa batas dimana ujung dan pangkalnya, hanya engkaulah
yang mengetahui.
-----
-----
Kupanggil-panggil namaMu di dalam hatiku,
Kesebut-sebut namaMu di setiap hembusan nafasku,
Tak ada nama terindah yang terukur begitu indah di dalam jiwaku,
Selain namaMu, ya Rabbi.
-----
Bandung-Sidoarjo
11 Juli 2020
Keadaan Membuat Terang Dan Kegelapan
Gesekan antar pedang memulai pertarungan, menunggu siapa yang jatuh dan
terjungkal, terpendam yang telah dipersiapkan lubang kematian.
Apakah Insan manusia masih kehendak menantang alam belantara, sang alam
pemilik tunggal tiada yang memiliki selain dirinya.
Siapakah kehendak Sang Illahi, yang menuntun jiwa jiwa manusia, menjadi jiwa
yang sesungguhnya menghantarkan alam semesta menjadi alam yang terang bagi
seisi semesta.
Akankah keadaan berjalan apa adanya, tampa kekuatanmu merombak jiwa jiwa
kerdil sembuyi dikegelapan.
Sang insan manusia termangu seakan tidak akan meninggalkan tempatnya yang
ia duduki.
Meratap begitu dalam dengan menyebut nama Tuhannya.
Meneteskan air mata qolbu, tercurah melalui celah kedua matanya.
Tertunduk dengan derasnya butiran air mata membasahi pipinya.
Hai Manusia pengisi jagat raya, sebagai pengisi bumi tiada tampa batas.
Tiada manusia pun menjangkau, setiap sudut sudut batas ciptaan engkau yang
Maha Besar.
Kehebatan macam apa yang engkau suguhkan kepadaku.
Setelah terlahir pengisi bumi seantero jagat raya.
Insan manusia sejengkal kehebatan yang dimiliki, lupa siapa yang memberikan.
Menjadi manusia manusia yang lupa, setelah menikmati kegagahannya.
Berpalinglah resapi jasadmu, terbuat dari bahan apa saja, apakah mampu
mengurai sampai kehalusannya.
Jika roboh tergulai sesak nafasmu kesakitan dan meronta tak terdengar suaramu.
Hanya kedua mata memandang tanpa berkedip tak tau apa yang dikatakan.
Menyebut nama Tuhanmu tidak mampu
Diucapkan hanya desah nafas keras yang mendorong dadamu.
Pendamlah kesombongan kecongkakan dan ambisius jiwamu saat nafas masih
mengalir di jiwa raga.
Kembalilah jika masih ingat siapa jiwa raga saat ini tercipta dari TuhanMu.
Sesungguhnya jiwa-jiwa manusia, hanya sebutir debu belum jutaan debu lainnya.
Sandarkan debu debu Sang Pemilik pada jiwa jiwa manusia, yang dapat berjalan
sesuai kehendakNya.
……..
Langit membentang tanpa jangkauan mata.
Langit berwarna warni menghias angkasa raya.
Menampakkan keasliannya, membutakan kasat mata.
Mata menatap hanya bisa prasangka apa saja.
Andai kau dekat denganku sang kerlap kerlip aku akan gapai.
Kupegang dengan halus wujudmu nan nyata dengan kedua tanganku.
Pastilah kerlap kerlipmu diangkasa memberi cahayu di syurgaku.
Tuhan semesta jagad akan merestui, bagi hambanya yang taat qolbunya
kepadanya.
-----
Lihatlah megah menjulang tinggi meretas awan
Tersenyum sinis seperti raja jumawa lantang !menggelegar menuding semua isi
jagat raya,
Sang penguasa rimba raya singa betina dari barat menatap bengis bak sang raja
diraja
Menghentak menerjang
Lihatlah di kakimu terhampar lautan luas
Tidakkah ingin kau bercermin? Lautan cerminmu berupa pelataran hingga kau
tak pernah bisa bercermin.. kenapa.. kenapa kenapa kau lupakan itu
semua…?????
-----
Pandanglah di ufuk timur sinar pagi Sang surya
Dengan segenap Nuranimu yang paling dalam.
Pancaran sinar sang surya membawa rasa kerelung hati.
-----
-----
Lihatlah ke Langit pandanganmu
Seluas hamparan warnaMu tampa batas.
Berwarna warni cahaya melekat tak bergerak.
Bergerak awanmu menuju barat Baitullah.
Birumu membentang membawa makna dingin dan damai dihati insan insan
arema Malang Rayaku.
Putihmu membentang membawa makna kesucian jiwa jiwa yang bersih sesuai
tuntunanMu.
Tegakkan simbolmu Arema Malang Raya, sebagai pondasi yang engkau ukir di
bumimu.
Membawa kedamaian hatimu, keluargamu, masyarakatmu, bumi pertiwi dan
Dunia, Allah SWT bersamaMu.
Aamiin Ya Rabbi Alamin.
-----
Sinar rembulan sayu meredup terang dingin menerangi alam dan seisinya.
Bulatnya rembulan penghias angkasa isinya jagad alam semesta.
Bagaikan wanita cantik berjalan semampai kehendak dipandang hambanya.
Menginginkan pujian dan doa hambanya ciptaan Sang Maha Kuasa.
Aku rembulan bagaikan ibu tersenyum mata berbinar senyum lembut menawan.
Begitu lemahnya hati engkau tutup rapat tidak mengenangku.
Engkau melupakan rembulan duduk diatas sana bagaikan hiasan saja.
Sesungguhnya cahayaKu menerangi bumi yang dipijak hambanya.
-----
Berbaliklah badanmu ingatlah jati dirimu, dari seonggok tulang berbalut daging
dan kulit, menyelimuti.
Masih tegarlah jati dirimu saat ini, apakah masih tersimpan kesombongan dan
keangkuhan.
-----
Engkaulah tahu apa yang akan terjadi, dikemudian hari jika keangkaramurkaanMu
selalu menyelimuti jiwamu.
Hanya jiwa jiwa yang kelam yang tertutup hatinya, sulit merasakan keadaan yang
sesungguhnya.
Sadarkah jasadmu tak akan bisa berwujud lain sebagai pengganti dirimu dan
segagah jiwa ragamu.
Hanya jiwa jiwa kerdil dan bebal takut akan kesengsaraan walaupun limpahan
hartamu menggunung.
Semuanya bisa tinggal manusia yang membuatnya mau dibuat seperti apa,
Menjadi kuat tetapi sementara, kuat sepanjang massa, kuat namun kasar,
Bagaimana membuat yang sempurna,
Tidak ada kesempurnaan yang dibuat manusia,
Karena manusia masih penuh dengan ambisi, nafsu, arogansi, angkaramurka.
Banyak terucap apa yang aku buat dengan menggunakan peralatan canggih
sungguh sangat kuat
Tidak sadarkah kekuatan yang terbuat, ada masa berakhir dan usang terbuang.
Masikah ada kekuatan yang tersimpan yang dibanggakan.
Hanya tampak kekuatan namun rapuh di dalamnya
16 Januari 2021