Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

OBSTRUKSI USUS e.c. APENDISITIS PERFORASI

Oleh:

Tara Sefanya Kairupan, S.Ked

050111152

Pembimbing:

dr. J. Panelewen, Sp.B-KBD

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

SMF/BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2010
Lembar Pengesahan

LAPORAN KASUS

OBSTRUKSI USUS e.c. APENDISITIS PERFORASI

Telah dikoreksi, dipresentasikan, dan disetujui

Hari/tanggal : ___________________

Mengetahui Pembimbing,

(dr. J. Panelewen, Sp.B-KBD)


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Definisi
Obstruksi usus adalah sumbatan bagi jalan distal isi usus. Adapun
terminologi lainnya yaitu ileus yang berarti gangguan pasase isi usus yang
merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan. 1,2,3

I.2. Epidemiologi
Ileus merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen di luar kasus
apendisitis akut. Dijumpai dengan perbandingan yang serupa antara wanita dan
pria. Obstruksi usus halus merupakan komplikasi utama yang sering dilaporkan
terkait dengan riwayat operasi abdomen sebelumnya. Adhesive bands merupakan
penyebab yang tersering dari obstruksi yaitu 60% pada berbagai kelompok usia,
neoplasma abdomen 20%, hernia strangulata atau inkarserata 10%, dan penyakit
radang usus (inflammatory bowel diseases) 5%. Berdasarkan usia, hernia
merupakan penyebab tersering pada usia kanak-kanak, dan karsinoma kolorektal
serta diverkulitis pada usia lebih tua. Kebanyakan obstruksi usus (85%) terjadi
dalam usus halus dan sisanya pada usus besar (15%). Apabila ditangani dini,
dengan resusitasi cairan dan elektrolit yang segera, dekompresi intestinal dan
antibiotik, mortalitas kurang dari 10%.1,4,5,6

I.3. Klasifikasi
Ileus berdasarkan mekanismenya dapat diklasifikasikan atas tiga jenis, yaitu:5,7
1. Ileus Mekanik
 Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
 Letak Tengah : Ileum Terminal
 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
 Stadium
 Parsial : menyumbat lumen sebagian
 Simple/Komplit: menyumbat lumen total
 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
2. Ileus Neurogenik
 Adinamik : Ileus Paralitik
 Dinamik : Ileus Spastik
3. Ileus Vaskuler : Iskemia intestinal

I.4. Etiologi
Penyebab ileus dibagi atas:5,8,9,10,11
1. Ileus Obstruksi
 Hernia Inkarserata/Strangulata
Penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga bersangkutan. Disebut hernia inkarserata bila isi kantung
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibat
yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi (hernia strangulata).
 Non Hernia
i. Penyempitan lumen usus
 Isi lumen : benda asing, skibala, ascariasis.
 Dinding usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
 Ekstra lumen : tumor intraabdomen.
ii. Adhesi (streng ileus)
 Radang (apendisitis akut, adneksitis, kolesistitis)
 Trauma
 Post laparotomi
iii. Invaginasi/intususepsi
Proses melipatnya organ berbentuk saluran sehingga satu
bagian melekuk masuk ke dalam bagian lainnya melapisi
rongga baru di dalam saluran tersebut (seperti pemendekan
teleskop). Lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang
dewasa.
iv. Volvulus
Pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus sepanjang
aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap
aksis radii mesenterii sehingga pasase makanan terganggu.
v. Malformasi Usus
Kongenital pada masa embrional (minggu ke 10 fetus), terjadi
kelainan perputaran usus sehingga pada waktu lahir terjadi
pemuntiran usus lalu terjadilah penjepitan dan ileus mekanik.
2. Ileus Paralitik
 Pembedahan Abdomen, trauma abdomen
 Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
 Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
 Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
 Mesenteric ischemia

I.5. Patofisiologi
Ileus obstruksi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen
usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan,
yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi
usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan
distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan
gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya
juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik
abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah
hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya kontraksinya.7
Pada kesempatan ini akan dilaporkan suaru kasus obstruksi usus akibat
perforasi apendisitis.
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Penderita


 Nama : Tn. W.T
 Umur : 31 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
 Agama : Kristen Protestan
 Pendidikan : Tamat SD
 Pekerjaan : Petani
 Alamat : Wineru
 MRS : 22 November 2010

II.2. Anamnesis
Keluhan utama : Tidak bisa buang air besar dan buang angin
Riwayat penyakit sekarang :
Tidak bisa buang air besar dan buang angin dialami penderita sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya penderita mengeluhkan nyeri tiba-tiba di perut
bagian bawah, kemudian perut menjadi kembung dan penderita tidak bisa buang
air besar maupun buang angin. Mual dan muntah (+), frekuensi >5x, isi cairan dan
sisa makanan. Nafsu makan menurun. Demam (+) sumer-sumer dirasakan
penderita bersamaan dengan keluhan utama. Riwayat nyeri perut sekitar pusat (+)
sejak kira-kira 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, dan penderita
masih bisa melakukan pekerjaan seperti biasa. Saat itu demam (-) dan buang air
besar tidak ada gangguan. Riwayat trauma (-). Penderita sempat dirawat di R.S.
Kalooran Amurang dan dipasang infus, diberikan antibiotik dan penghilang rasa
sakit. Setelah itu penderita dirujuk ke RSUP Prof. RD. Kandou Malalayang.
Riwayat penyakit dahulu :
Belum pernah kontrol, riwayat operasi sebelumnya (-).

Riwayat penyakit keluarga :


Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

II.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 37,8° C
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-),
pupil bulat isokor ø 3mm, refleks cahaya (+/+)
Leher : tidak ada kelainan
Thoraks :
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi
Auskultasi : ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bising jantung (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Abdomen
Inspeksi : cembung, DC (+)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat, metalic sound (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), distensi (+), defans muskular (-)
Perkusi : timpani
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral hangat
Neurologi : refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Rectum/Anal : tidak ada kelainan
Rectal toucher : tonus sfingter ani cekat, ampula kolaps, massa (-), NT (-),
prostat kesan normal
Sarung tangan : darah (-), feses (+), lendir (-)

II.4. Pemeriksaan Penunjang


EKG : dalam batas normal
Laboratorium :
Leukosit : 11.400/μL
Eritrosit : 4,88 juta/μL
Hb : 11,4 g/dL
Hematokrit : 42,7%
Trombosit : 256.000/μL
Kreatinin : 1,2 mg/dL
Ureum : 15 mg/dL
Natrium darah : 140 meq/L
Kalium darah : 4,2 meq/L
Klorida darah : 102 meq/L
Foto polos abdomen 3 posisi : distensi segmen proksimal usus halus dengan
gambaran air fluid level dan step ladder appearance

II.5. Resume Masuk


Anamnesis:
Pasien laki-laki, 31 tahun, masuk rumah sakit tanggal 22 November 2010 dengan
keluhan utama tidak bisa buang air besar dan buang angin dialami penderita sejak
5 hari SMRS. Awalnya penderita mengeluhkan nyeri tiba-tiba di perut bagian
bawah, kemudian perut menjadi kembung dan penderita tidak bisa buang air besar
maupun buang angin. Mual dan muntah (+). Nafsu makan menurun. Demam (+)
sumer-sumer. Riwayat nyeri perut sekitar pusat (+) sejak kira-kira 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, dan penderita masih bisa melakukan
pekerjaan seperti biasa. Saat itu demam (-) dan buang air besar tidak ada
gangguan. Riwayat trauma (-). Penderita sempat dirawat di R.S. Kalooran
Amurang dan dipasang infus, diberikan antibiotik dan penghilang rasa sakit.
Setelah itu penderita dirujuk ke RSUP Prof. RD. Kandou Malalayang.
Pemeriksaan fisik:
KU : cukup Kes : compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital :
T : 120/80mmHg N : 84x/menit
R : 28x/menit S : 37,8° C
Abdomen
Inspeksi : cembung, DC (+)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat, metalic sound (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), distensi (+), defans muskular (-)
Perkusi : timpani
Rectal toucher : TSA cekat, ampula kolaps, massa (-), NT (-),
prostat kesan normal
Sarung tangan : darah (-), feses (+), lendir (-)

Pemeriksaan penunjang:
Foto polos abdomen : distensi segmen proksimal usus halus dengan gambaran
air fluid level dan step ladder appearance

II.6. Diagnosis Sementara


Obstruksi usus mekanik total e.c. suspek volvulus (ICD X : K.56.2)

II.7. Tatalaksana
- IVFD RL
- Ceftriaxone 2x1 gr iv
- Metronidazol 3x500mg iv
- Ranitidin 2x1 amp iv
- Pasang NGT, kateter (balans cairan)
- Periksa lab (darah lengkap, ureum, kreatinin, Na, K, Cl), EKG
- Observasi
- Pro laparotomi eksplorasi
- Lapor konsulen: advis laparotomi eksplorasi dengan persiapan reseksi
usus.

II.8. Laporan Operasi


 Penderita tidur terlentang dengan anestesi umum
 Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi dengan Povidone Iodine
 Insisi midline kemudian diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum
 Peritoneum dibuka, tampak perlekatan dan dilatasi usus halus, dilakukan
adhesiolisis, keluar pus ±100cc
 Eksplorasi tampak apendiks letak retrocaecal dengan perforasi 1/3 tengah,
fecalith (+)
 Dilakukan apendektomi secara antegrad, pungtum apendiks diikat dengan
double ligasi
 Eksplorasi organ lain, tidak ada kelainan
 Cuci rongga abdomen dengan NaCl hangat (10 kolf)
 Dipasang drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis
 Operasi selesai
Instruksi pasca-bedah:
- IVFD RL = 32gtt/m
- Ceftriaxone 3x1g iv
- Metronidazole drips 3x500mg
- Ketorolac 3% dalam D5% 500cc
- Ranitidin 2x1 amp
- Puasa sampai instruksi lebih lanjut

II.9. Diagnosis pasca-bedah: obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c.
apendisitis perforasi
II.10. Follow-up
26 November 2010
S : demam (+), sesak (+)
O : T = 110/70mmHg N = 80x/m R = 32x/m S = 38,8o C
Abdomen:
I : datar, cembung, luka operasi terawat
A : BU (-),
P : lemas, NT sekitar luka
P : timpani, pekak hepar (+)
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-I
P : - suction lendir, O2 2 - 4 L
- IVFD RL 32gtt/m
- Ceftriaxone 3x1g iv
- Metronidazole drips 3x500mg
- Ranitidin 2x1 amp
- Ketorolac stop ganti Farmadol 3x1g iv drips
- Puasa
Laboratorium
Leukosit : 10.800/μL
Eritrosit : 5,38 juta/μL
Hb : 16,5 g/dL
Hematokrit : 48%
Trombosit : 288.000/μL
CRP : positif (6 mg/L)

27 November 2010
S : demam (+), nyeri luka operasi
O : T = 110/70mmHg N = 82x/m R = 30x/m S = 38,7o C
Abdomen:
I : datar, cembung, luka operasi kering terawat
A : BU (+) lemah,
P : lemas, NT sekitar luka
P : timpani, pekak hepar (+)
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-II
P : - IVFD RL : D5% : Aminofusin : NaCl = 2:1:1:2
- Ceftrixone inj 3 x 1g
- Metronidazole 3 x 500 mg drips
- Ranitidin inj 2 x 1
- Farmadol 3x1g iv drips
- Pertahankan NGT
- Boleh minum sedikit-sedikit
- Mobilisasi miring kiri, miring kanan, setengah duduk
- Rawat luka
- Observasi vital sign + balans cairan + tanda peningkatan tekanan
intraabdomen

28 November 2010
S : demam (+), nyeri luka operasi
O : T = 120/70mmHg N = 78x/m R = 28x/m S = 37,1o C
Abdomen:
I : agak cembung, luka operasi kering, terawat, pus (-)
NGT 150cc/24 jam
Drain 50cc/24 jam
A : BU (+) lemah
P : lemas, NT sekitar luka
P : timpani
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-III
P : - IVFD RL : D5% : Aminofusin : NaCl = 2:1:1:2
- Ceftrixone inj 3 x 1g
- Metronidazole 3 x 500 mg drips
- Ranitidin inj 2 x 1
- Farmadol 3x1g iv drips
- Mobilisasi miring kiri, miring kanan, setengah duduk
- Rawat luka

29 November 2010
S : keluhan (-)
O : T = 120/70mmHg N = 78x/m R = 28x/m S = 37,1o C
Abdomen:
I : agak cembung, luka operasi kering, terawat, pus (-)
NGT 150cc/24 jam
Drain 50cc/24 jam
A : BU (+) lemah
P : lemas, NT sekitar luka
P : timpani
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-IV
P : - IVFD RL : D5% : Aminofusin : NaCl = 2:1:1:2
- Ceftrixone inj 3 x 1g
- Metronidazole 3 x 500 mg drips
- Ranitidin inj 2 x 1
- Farmadol 3x1g iv drips
- Mobilisasi miring kiri, miring kanan, setengah duduk
- Rawat luka
- Aff drain, aff kateter

30 November 2010
S : keluhan (-)
O : T = 120/80mmHg N = 69x/m R = 28x/m S = 36,1o C
Abdomen:
I : agak cembung, luka operasi kering, terawat, pus (-)
A : BU (+) lemah
P : lemas, NT sekitar luka
P : timpani
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-V
P : - IVFD RL : D5% : Aminofusin : NaCl = 2:1:1:2
- Ceftrixone inj 3 x 1g
- Metronidazole 3 x 500 mg drips
- Ranitidin inj 2 x 1
- Farmadol 3x1g iv drips
- Mobilisasi miring kiri, miring kanan, setengah duduk
- Rawat luka
- Diet lunak
Laboratorium
Leukosit : 15.400/μL
Eritrosit : 4,92 juta/μL
Hb : 14,0 g/dL
Hematokrit : 40,3%
Trombosit : 387.000/μL
Kreatinin : 0,8 mg/dL
Ureum : 55 mg/dL
Albumin : 2,9 g/dL
Na : 138 mEq/L
K : 4,3 mEq/L
Cl : 104 mEq/L

01 Desember 2010
S : keluhan (-)
O : T = 120/70mmHg N = 78x/m R = 28x/m S = 37,1o C
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-VI
P : - IVFD RL : D5% : Aminofusin : NaCl = 2:1:1:2
- Ceftrixone inj 3 x 1g
- Metronidazole 3 x 500 mg drips
- Ranitidin inj 2 x 1
- Farmadol 3x1g iv drips
- Mobilisasi miring kiri, miring kanan, setengah duduk
- Rawat luka
- Diet lunak

02 Desember 2010
S : batuk, BAB keras
O : T = 120/70mmHg N = 78x/m R = 28x/m S = 37,1o C
A : obstruksi usus mekanik total e.c. adhesive band e.c. apendisitis perforasi
post apendektomi h-VII
P : - Aff infuse ganti oral
- Cefixime 2 x 100mg
- Metronidazole tab 3 x 500mg
- Dulcolax tab 3 x 1
- Ambroxol 3 x 1 tab
- Ranitidin 2 x 1 tab
- Boleh rawat jalan, kontrol poli bedah hari Senin, 06 November 2010
- Rawat luka
BAB III
DISKUSI

Dalam bab ini akan dibahas mengenai diagnosis, penanganan, komplikasi, dan
prognosis dari kasus ini.

III.1. Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit ditegakkan berdasarkan serangkaian anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, penderita masuk rumah sakit dengan diagnosis obstruksi
usus mekanik total et causa volvulus, namun setelah dilakukan laparatomi ternyata
terdapat apendisitis yang tidak terdiagnosis serta ternyata tidak terdapat volvulus.
Diagnosis post operasi menjadi obstruksi usus paralitik et causa apendisitis
perforasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Apabila serangkaian pemeriksaan tersebut dilakukan
dengan teliti, maka kemungkinan kesalahan diagnosis akan sangat kecil.
Melalui anamnesis didapatkan keluhan utama tiba-tiba tidak bisa buang air
besar dan buang angin sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini
mengarahkan diagnosis kepada kemungkinan terjadinya ileus. Ileus merupakan
adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus dapat disebabkan
oleh karena faktor mekanik, neurogenik, maupun vaskuler. Melalui anamnesis
dapat didapatkan gejala utama ileus berupa:1,2,12
1. Nyeri kolik
 Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
 Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
2. Muntah
1. Stenosis Pilorus : encer dan asam
2. Obstruksi usus halus : berwarna kehijauan
3. Obstruksi kolon : onset muntah lama.
3. Perut Kembung (distensi)
 Konstipasi
 Tidak ada defekasi
 Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat
buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat
diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang
berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat
dapat menjurus kepada ileus letak rendah.12
Pada pemeriksaan fisik, obstruksi usus tampil dengan nyeri episodik.
Sering pasien nyaman di antara episode nyeri. Nyeri menetap pada penderita
dengan gejala obstruksi meramalkan strangulasi dan dan ancaman perforasi serta
membentuk kedaruratan bedah. Pasien dapat memperlihatkan bukti dehidrasi
sistemik maupun distensi abdomen. Kadang-kadang pada individu yang kurus
dengan tanda obstruksi usus lanjut, maka gelombang peristaltik usus (darm
steifung) dapat terlihat pada dinding abdomen. Auskultasi dilakukan sebelum
palpasi atau perkusi, dan didengar selama beberapa menit dan tanpa menekan
stetoskop ke dinding perut. Pada kasus obstruksi akan terdapat bunyi usus
hiperaktif dengan dorongan dan bunyi gemerincing (tinkles) bernada tinggi.
Palpasi lembut abdomen pada obstruksi usus menunjukkan distendi dan nyeri
tekan dalam derajat bervariasi. Penting agar semua tempat yang mungkin terjadi
hernia dipalpasi untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab obstruksi ini.
Perkusi lembut penderita dengan obstruksi dapat menimbulkan hiperresonansi.
Selain itu, pemeriksaan rectum juga sangat penting pada semua pasien evaluasi
obstruksi usus. Sering tersangkutnya tinja merupakan penyebab obstruksi pada
orang tua atau pasien rawat inap.13
Pemeriksaan penunjang dilakukan sebagai tes konfirmasi setelah
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Foto polos abdomen digunakan untuk
membedakan tingkat obstruksi dan gas dalam jumlah besar abnormal di dalam
usus. Gas di dalam usus halus menFoto abdomen tegak pada pasien obstruksi usus
halus memperlihatkan beberapa batas udara cairan (air-fluid level).13
Pada kasus ini awalnya penderita mengeluhkan nyeri tiba-tiba di perut
bagian bawah, kemudian perut menjadi kembung dan penderita tidak bisa buang
air besar maupun buang angin. Mual dan muntah (+), frekuensi >5x, isi cairan dan
sisa makanan. Nafsu makan sangat menurun. Demam (+) sumer-sumer dirasakan
penderita bersamaan dengan keluhan utama. Riwayat nyeri perut sekitar pusat (+)
sejak kira-kira 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, dan penderita
masih bisa melakukan pekerjaan seperti biasa. Saat itu demam (-) dan buang air
besar tidak ada gangguan. Riwayat trauma (-), usus turun (-). Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan cembung, disertai adanya darm steifung dan darm contour
(+), metallic sound (+), distensi abdomen (+), defans muskular (-), nyeri tekan (-),
dan timpani pada perkusi. Pada pemeriksaan radiologis foto polos abdomen 3
posisi didapatkan adanya udara bebas subdiafragma, terdapat air-fluid level, dan
ladder step. Serangkaian pemeriksaan ini mendukung diagnosis obstruksi usus
mekanik (ileus obstruksi). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan sedikit
peningkatan leukosit yaitu 11.400/μL. Dari serangkaian hasil pemeriksaan di atas,
dapat disimpulkan bahwa diagnosis awal yang ditegakkan memiliki dasar yang
cukup kuat, meskipun ternyata penyebab obstruksi bukan volvulus melainkan
karena paralitik segmental akibat proses infeksi yang akhirnya memperlihatkan
suatu gejala obstruksi.
Volvulus sendiri merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus
terhadap usus itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan
mesenterium itu sendiri sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan
obstruksi saluran cerna. Volvulus dapat terjadi pada berbagai bagian pencernaan.
Volvulus gaster yang akut bermanifestasi adanya nyeri pada epigastrium yang
sifatnya akut, nyeri dada yang sifatnya tajam, distensi abdomen dan biasanya juga
disertai hematemesis akibat iskemia mukosa. Trias Borchardt khas menunjukan
adanya obstruksi saluran cerna bagian atas, yaitu adanya nyeri, muntah tanpa
pengeluaran isi lambung (isi lambung naik ke esofagus namun tidak memasuki
faring sehingga tidak terjadi pengeluaran isi lambung) dan pipa nasogastrik yang
tidak dapat masuk hingga ke lambung. Sedangkan volvulus gaster yang kronis
bermanifestasi nyeri dan cepat merasa kenyang saat makan. Pasien juga
mengeluhkan adanya sulit napas, nyeri dada dan disfagia. Karena gejala ini tidak
khas maka pasien seringkali didiagnosis dengan ulkus peptikum dan kolelithiasis.
Pasien ini tidak memilik tanda-tanda volvulus gaster sehingga diagnosis ini
ditiadakan.14
Volvulus sekum memiliki gejala klinis yaitu terdapatnya nyeri perut kanan
bawah, dengan tanda tanda obstruksi saluran cerna, disertai distensi abdomen dan
timpani abdomen. Diagnosis volvulus sekum jarang ditegakkan melalui gejala
klinis, 50% ditegakan melalui gambaran radiologi dengan karakteristik coffee
bean atau tear drop (bascule) appearances. Pasien dengan volvulus sigmoid,
kolon transversal dan sekum menunjukan gejala yang hampir sama. Manifestasi
klinis utama yang sering dikeluhkan adalah nyeri perut, distensi perut disertai
tidak bisa flatus dan buang air besar (konstipasi kronis). Pada volvulus sigmoid,
episode gejala yang pertama dapat hilang atau sembuh sendiri. Namun gejala
tersebut dapat timbul kembali. Setiap episode volvulus, basis mesokolon akan
semakin menyempit sehingga pada episode berikutnya volvulus lebih mungkin
terjadi kembali dan sulit untuk kembali.14
Keadaan klinis ini mirip dengan keadaan pasien pada kasus ini. Namun
setelah pasien dioperasi, ternyata penyebabnya adalah segmental paralitik yang
menyebabkan klinis ileus obstruksi.
Hubungan antara ileus dan apendisitis cukup erat. Apendisitis dapat
menyebabkan obstruksi melalui dua patogenesis. Pertama adalah peran dalam
terjadinya ileus obstruksi. Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi
mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau
ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi. Pada suatu
penelitian di Belanda ditemukan pada pasien dengan apendisitis yang didiagnosis
terlambat mengalami perforasi sebanyak 71%. Reaksi awal peritoneum terhadap
invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah
(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.7,15
Peran yang kedua adalah melalui proses infeksi pada suatu segmen usus
dis ekitar proses infeksi sehingga menyebabkan segmental paralitik. Bila terjadi
peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan
mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosongan
ileum sangat terhambat. Keadaan ini akan menampakan klinis obstruksi akibat
tertahannya isi usus pada suatu segmen usus karena tidak adanya pasase pada
segmen tersebut. Inilah yang sebenarnya terjadi pada kasus ini. 7,15

III.2. Penanganan6,7,10,11,12,13
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
A. Konservatif
 Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin
yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
 Farmakologis
Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala
mual muntah.
B. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.

Tabel. Tindakan operasi berdasarkan situasi


A. Situasi emergensi yang memerlukan tindakan operatif
 Hernia inkarserata, strangulate
 Peritonitis
 Pneumatosis cystoides intestinalis
 Pneumoperitoneum
 Diduga atau terbukti strangulasi intestinal
 Closed-loop obstruction
 Volvulus colon non-sigmoid
 Volvulus sigmoid terkait gejala toksik atau gejala peritoneal
 Obstruksi usus total
B. Situasi yang memerlukan tindakan operasi segera
 Obstruksi usus progresif saat melakukan prosedur non-operatif
 Tidak ada perbaikan dengan terapi konservatif dalam 24-48 jam
 Komplikasi teknis dini pasca-operasi
C. Situasi dimana penundaan operasi masih memungkinkan
 Obstruksi akut pasca-operasi

Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi,


maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus.
(a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia inkarserata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
(b) Tindakan operatif by-pass.  Membuat saluran usus baru yang “melewati”
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
Pada kasus ini dilakukan laparatomi cito atas dasar pemikiran terdapatnya
obstruksi usus mekanik total, dan keadaan ini memang merupakan indikasi
dilakukannya laparatomi segera. Pada kasus ini ditangani dengan tindakan
operatif yaitu koreksi sederhana (simple correction) dengan cara adhesiolisis
karena pada saat dilakukan operasi ternyata juga didapatkan adanya adhesi. Pada
pasien ini juga didapatkan adanya apendisitis setelah dilakukan laparatomi,
sehingga dilakukan apendektomi meskipun tidak direncanakan.

III.3. Komplikasi8
Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya:
 Nekrosis usus, perforasi usus,
 Sepsis,
 Syok-dehidrasi,
 Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
 Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
 Gangguan elektrolit,
 Kematian
Pada pasien ini tidak terjadi komplikasi jangka pendek yang bermakna
akibat penanganan yang cepat dan tepat pre, durante, dan pasca operasi. Untuk
menghindari komplikasi jangka panjang, penderita dianjurkan kontrol kembali ke
poliklinik setelah keluar rumah sakit.

III.4. Prognosis
 Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan.
 Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi
atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%.
 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
Pada kasus ini meskipun terjadi sedikit kesalahan diagnosis, namun tidak
fatal karena tidak mempengaruhi tindakan penanganan yang dilakukan, dan
tindakan tersebut dilakukan dengan segera dan tepat sehingga prognosis pasien ini
dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Blanco, J. Bowel Obstruction. Dalam: Pelvic Surgery: Adhesion
Formation and Prevention. Editor: DiZerega, G. California: Springer,
1996. 160
2. Sjamsuhidajat, R., Dahlan, M., Jusi, D. Gawat Abdomen. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. 181-92
3. Anonim. Mechanical Intestinal Obstruction. (Diakses dari: (http://www.
merck.com, tanggal: 04 Desember 2010)
4. Manaf, N., Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran No. 29, 1983. (Diakses dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/
files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html, tanggal: 04 Desember
2010)
5. Michalski, S., Weinberg, G. Diseases of the Small Bowel. Dalam: General
Surgery Board Review. Editor: Gold, M., Scher, L., Weinberg, G.
Lippincott Williams & Wilkins, 1998. 32.
6. Schultz, C. Bowel Obstruction. Dalam: Emergency Medicine Quick
Glance. Editor: Newton, C., Khare, R. McGraw-Hill Professional, 2006.
135-8.
7. Anonim. Referat Ileus Mekanik oleh karena Adhesi. Referensi Kedokteran
Blogspot, 2010. (Diakses dari: http://referensikedokteran.blogspot.com/
2010/08/referat-ileus-mekanik-et-causa-adhesi.html, tanggal 07 Desember
2010)
8. Heller, J.L. Intestinal Obstruction. Medline Plus, 2010. (Diakses dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000260.htm, tanggal 07
Desember 2010)
9. Fizgibbons Jr., R.J., Ahluwalia, H.S. Inguinal Hernias. Dalam: Schwartz’s
Manual of Surgery. Editor: Brunicardi, F.C., Andersen, D.K. McGraw-Hill
Professional, 2006. 920-42
10. Smeltzer, S.C., dkk. Management of Patients with Intestinal and Rectal
Disorders. Dalam: Brunner and Suddarth's Textbook of Medical-Surgical
Nursing. Editor: Smeltzer, S.C., Bare B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H.
Lippincott Williams & Wilkins, 2009. 1097
11. Ellis, H., Calne, R., Watson, C.J.E. Mechanical Intestinal Obstruction.
Dalam: Lecture Notes: General Surgery. Editor Ellis, H., dkk. Wiley-
Blackwell, 2006. 184-94.
12. Saputri, N.E. Ileus Obstruktif. (Diakses dari: http://wdnurhaeny.blogspot.
com/2010/05/ileus-obstruktifwd-nurhaeny-emba.html, tanggal 05
Desember 2010)
13. Sabiston, D.C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1992. 506
14. Anonim. Volvulus. (Diakses dari: http://www.scribd.com/doc/26724016/V
olvulus, tanggal 05 Desember 2010)
15. Anonim. Peritonitis. (Diakses dari: http://medicalbox.wordpress.com/cate
gory/medicalbox/bedah-umum/, tanggal 07 Desember 2010)

Anda mungkin juga menyukai