Anda di halaman 1dari 7

Tugas Bahasa Indonesia

” Menganalisis Kaidah Kebahasaan Teks Ceramah”

Disusun oleh :
Nama : Azzahra Mufadhilah A.M
Absen : 04
Kelas : XI – IPA 6

SMA NEGERI 2 CIMAHI


Jl. KPAD Sriwijaya IX No. 45 A, Kelurahan Setiamanah, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota
Cimahi, Jawa Barat, Indonesia.

2020-2021
KEGIATAN KREATIF 3

Bacalah teks ceramah berikut ini dengan seksama!

Saudara-saudara yang baik hati,


Suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas
dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising. Terdengar percakapan di
antara mereka yang kira-kira begini, “Punya gua kemarin hilang.” Terdengar pula sahutan salah
seorang mereka, “Lho, kalau punya gua, sama elu kemanain?”
Tak menyangka, salah seorang siswa di samping saya juga memperhatikan percakapan
mereka. Ia kemudian nyeletuk, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”
Beberapa siswa yang mendengarnya tertawa kecil. Di antara mereka ada yang berbisik,
“Serasa di Terminal Kampung Rambutan, ye…?”
Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap
berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki
kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang
mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung
Rambutan. Bahasanya orang-orang Betawi.
Dari komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis terhadap
kaidah penggunaan bahasa temannya. Mereka mengetahui makna gua yang benar dalam bahasa
Indonesia adalah ‘lubang besar pada kaki gunung’. Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya
ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, Gua Pamijahan, dan
seterusnya; dan bukannya pengganti orang (persona).
Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa
para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol. Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa
gaul. Yang banyak terdengar adalah pilihan kata seperti elu-gua.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka baik saya waktu itu bukannya mereka tidak
memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa
doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh
sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD. Saya melihat ketidakberesan mereka
berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata
mereka.
Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan
dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka
sudah masuk dunia kerja. Tuntutan kehidupan modern telah membelokkan apresiasi para siswa itu
terhadap bahasanya sendiri. Bahasa asing berkesan lebih bergengsi. Pelajaran bahasa Indonesia tak
jarang ditanggapi dengan sikap sinis. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti pelajaran bahasa
Inggris atau mata kuliah lainnya.
Dalam kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang
menunjukkan kondisi yang semakin tidak menggembirakan. Setelah Badan Bahasa tidak lagi
menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis. Bahasa Indonesia
digunakan seenaknya sendiri; tidak hanya oleh kalangan terpelajar, tetapi juga oleh para pejabat dan
wakil rakyat.
Seorang pejabat negara berkata dalam sebuah wawancara televisi, “Content undang-
undang tersebut nggak begitu, kok. Ada dua item yang harus kita perhatikan di dalamnya.” Pejabat
tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata content daripada kata isi
atau kata item daripada kata bagian atau hal.
Penggunaan bahasa yang acak-acakan juga banyak dipelopori oleh kalangan pebisnis.
Badan usaha, pemilik toko, dan pemasang iklan kian pandai menggunakan bahasa asing. Seorang
pengusaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya yang berlabel Susi Salon daripada
Salon Susi atau pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfita Cake
daripada Toko Kue Lutfita. Akan terasa aneh terdengarnya apabila kemudian PT Jasa Marga ikut-
ikutan menamai jalan-jalan di Bandung dan di kotakota lainnya, misalnya, menjadi Sudirman Jalan,
Kartini Jalan, Soekarno-Hatta Jalan. Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan
hebatnya sebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut
dengan kebiasaan seperti itu. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri dalam hal
berbahasa.
Intensitas para siswa dalam memahami literatur-literatur ilmiah sesungguhnya
merupakan sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahasa baku. Dari literatur-literatur tersebut
mereka dapat mencontoh tentang cara berpikir, berasa, dan berkomunikasi dengan bahasa yang lebih
logis dan tertata.
Namun, lain lagi ceritanya kalau yang dikonsumsi itu berupa majalah hiburan yang
penuh gosip. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning,
jadinya ya…, gitu deh…. Ragam bahasa elu-gue, oh-yes… oh-no.... yang bisa jadi akan lebih banyak
mewarnai.
(Sumber: E. Kosasih)
Setelah membaca teks ceramah di atas, jawablah pertanyaan berikut ini!

1. Tuliskan kalimat yang menggunakan kata ganti orang pertama (tunggal) dan kata ganti orang
kedua jamak serta kata ganti sapaan !
Jawaban :
a. Kata ganti orang pertama
1) Suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas
dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising. (paragraf
1)
2) Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli
terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (paragraf 6)
3) Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka baik saya waktu itu bukannya mereka tidak
memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. (paragraf 7)
4) Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan
benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak
mereka SD. (paragraf 7)
5) Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh
kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka. (paragraf 7)
b. Kata ganti orang kedua jamak
Teks tersebut tidak memiliki kata ganti orang kedua jamak.
c. Kata ganti sapaan
1) Saudara-saudara yang baik hati
2) Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka baik saya waktu itu bukannya mereka tidak
memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. (paragraf 7)
3) Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai
“tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan
kebiasaan seperti itu. (paragraf 11)

Kata ganti pertama (tunggal) yang digunakan adalah kata saya.


Kata sapa yang digunakan adalah Saudara-saudara, Bapak-bapak,
Ibu-ibu, dan Hadirin yang berbahagia.
2. Tuliskan kalimat yang menggunakan kata-kata teknis atau peristilahan!
Jawaban :
a. Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap
berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. (paragraf 4)
b. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa
kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. (paragraf 4)
c. Dari komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis
terhadap kaidah kebahasaan temannya. (paragraf 5)
d. Mereka mengetahui makna kata gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘Lubang
besar pada kaki gurung’. (paragraf 5)
e. Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat,
seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).
(paragraf 5)
f. Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli
terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan
sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol. (paragraf 6)
g. Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul. (paragraf 6)
h. Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan
dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun
ketika mereka sudah masuk dunia kerja. (paragraf 7)
i. Setelah Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia
menunjukkan perkembangan ironis. (paragraf 8)
j. Intensitas para siswa dalam memahami litaratur-literatur sesungguhnya merupakan
sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahas baku. (paragraf 11)

3. Tuliskan kalimat yang menggunakan kata-kata yang menunjukkan hubungan argumentasi


(sebab akibat)!
Jawaban :
a. Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh
kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka. (paragraf 7)
b. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning,
jadinya ya..., gitu deh.... (paragraf 13)

4. Tuliskan kalimat yang menggunakan kata-kata persuasif!


Jawaban :
a. Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang
punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan
seperti itu.
b. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri dalam hal berbahasa.

5. Tuliskan kalimat-kalimat majemuk bertingkat dalam teks ceramah tersebut!


Jawaban :
a. Suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas
dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising. (paragraph
1).
b. Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap
berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. (paragraf 4)
c. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki kepedulian terhadap
penggunaan bahasa yang baik dan benar. (paragraf 4)
d. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa
kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. (paragraf 4)
e. Mereka mengetahui makna gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘lubang besar
pada kaki gunung’. (paragraf 5)
f. Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat,
seperti Gua Selarong, Gua Jepang, Gua Pamijahan, dan seterusnya; dan bukannya
pengganti orang (persona). (paragraf 5)
g. Padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak
terkontrol. (paragraf 6)
h. Yang banyak terdengar adalah pilihan kata seperti elu-gua. (paragraf 6)
i. Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan
benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka
SD. (paragraf 7)
j. Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan
dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun
ketika mereka sudah masuk dunia kerja. (paragraf 8)
k. Pelajaran bahasa Indonesia tak jarang ditanggapi dengan sikap sinis. (paragraf 8)
l. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti pelajaran bahasa Inggris atau mata kuliah
lainnya. (paragraf 8)
m. Dalam kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang
menunjukkan kondisi yang semakin tidak menggembirakan. (paragraf 9)
n. Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata
content daripada kata isi atau kata item daripada kata bagian atau hal. (paragraf 10)
o. Seorang pengusaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya yang berlabel
Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya
yang bernama Lutfita Cake daripada Toko Kue Lutfita. (paragraf 11)
p. Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang
punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan
seperti itu (paragraf 11)

6. Bagaimanakah penggunaan bahasa dalam teks ceramah tersebut?


Jawaban :
Penggunaan bahasa teks tersebut sangat bagus, karena mengunakan kata-kata baku dan
menggunakan dan menempatkan tanda baca dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai