Anda di halaman 1dari 4

Surat

Cinta
untuk siswaku

Assalamu'alaikum wr.wb.
Anak -anakku yang Ibu sayangi,
Biasanya kita awali pertemuan pada minggu pertama dengan langsung
masuk pada materi pelajaran, tetapi kali ini izinkan Ibu untuk mengirim
surat kepada kalian dari hati yang terdalam. Bukan karena Ibu ingin
dimengerti, melainkan Ibu ingin belajar lebih mengerti kalian. Karena
disadari atau tidak ada banyak orang yang mengenal kita tetapi sangat
sedikit yang mengerti kita.

Pandemi di awal maret tahun lalu memaksa seluruh sekolah ditutup.


Tetapi pemerintah mengharuskan kegiatan belajar mengajar tetap
dijalankann, alhasil siswa mau tidak mau harus bisa beradaptasi belajar
dari rumah. Padahal Ibu tahu belajar dari rumah itu tidak mudah.

Kalian diharuskan mengikuti pembelajaran berbasis IT tetapi tidak


semua siswa memiliki Laptop bahkan Android di rumahnya. Ketika alat
sudah tersedia tetapi rasa tidak enak kepada orang tua atas tuntutan
kuota yang selalu saja habis di saat yang dibutuhkan, membuat
menyerah akan deadline tugas-tugas yang ada.
Kalian semangat menyelesaikan tugas-tugas sekolah, tetapi waktu
kalian habis untuk membantu orang tua di rumah, membantu
perekonomian keluarga yang terdampak pandemi.

Presensi pagi di elearning, presensi sore, daftar hadir mapel yang wajib
diisi, belum lagi deadline pekerjaan rumah (PR) yang menumpuk, tugas
mencatat (TM), tugas mengerjakan soal (TMS) yang merepotkan,
Ulangan Harian, UTS, UAS, Tugas Akhir, dan istilah – istilah
mengesalkan lainnya, yang semua terpusat di elearning, membuat stres
sampai asam lambung yang naik tak bisa terhindarkan.

Sebagai generasi milenial kalian sadar bahwa nilai bukanlah tujuan


menuntut ilmu tetapi kalian terpaksa memenuhi apapun permintaan
guru walau tidak tahu tujuan tugas dan proyek yang dikumpulkan.

Kalian sudah mencoba memenuhi semua tuntutan tetapi hasil selalu saja
tidak memuaskan.

Belum panggilan guru ke sekolah dengan segala ceramah ‘klise’nya


yang membuat telinga kesemutan, semakin membuat benci kepada
gurunya, muak kepada mata pelajarannya.
Tapi tahukah kalian kenapa kami para guru walaupun tahu kami
menjadi objek kebencian tetapi tidak bisa menghentikan ceramah-
ceramah ‘klise’ kepada kalian? Jawabannya sederhana. Karena kami
guru. Kami guru mengemban tanggung jawab kepada setiap orang
tua/wali yang telah menitipkan kalian kepada kami.

Wahai anakku yang Ibu banggakan


Dunia saat ini sudah seperti jargon youtuber “Hirotada Radifan”
iya..sudaaah gilaaa..
Sudah pernah dengar berbagai berita yang menunjukkan kegilaan
dunia saat ini? Dari pengendara Ayla yang menyeruduk honda CBR
Rp.700jt karena tidak bisa mengontrol emosi, penjambretan seorang
pengemis kakek-kakek yang akhirnya menangis di jalanan, kasus
pembuhuhan seorang terhadap kakak kandungnya, seorang ayah
yang merudapaksa anak kandungnya hingga hamil, hingga bentrok
antar ormas yang membawa isu politik, agama, maupun sara, sampai
kasus bunuh diri karena ditinggal pacar? Pernahkan kalian berpikir
apa yang membuat mereka bisa berperilaku sedemikian rupa?

Boleh jadi alasannya bias dari banyak hal, tapi satu yang pasti bahwa
dunia yang sakit ini yang bisa menyembuhkan adalah kalian, generasi
harapan bangsa ini.

Oleh karena itu, mari letakkan ego sejenak, dan buang segala benci
untuk kita bisa mulai dari awal lagi hubungan ini.
Ibu tidak ingin lagi menjadi yang tak mau mengerti bagaimana
hidupmu, tak tahu bagaimana kesulitanmu, apasaja yang sudah
kalian lewati dan bisanya hanyalah menilai saja.

Selagi hayat masih dikandung badan, Ibu tunggu balasan surat


kalian, mari mengobrol dari hati ke hati. Karena kebanyakan orang
tidak mengerti arti kebersamaan, sampai datangnya perpisahan yang
membuat kita baru memahaminya (Terkirim alfatihah untuk guru
terbaik kami Bapak Agus Uripto dan Ibu Pegi Sri Mulana, serta siswa
terbaik kami Ananda Dewi Fatimah, semoga khusnul hotimah, Amin).

Ada saatnya kita bicara, ada saatnya kita mendengar. Kita bicara
agar orang lain dapat mengerti, kita mendengar agar kita bisa
memahami.
Kita tidak selalu membutuhkan nasihat, terkadang yang kita butuhkan
hanyalah pegangan tangan, telinga yang mau mendengarkan, dan
hati untuk memahaminya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pemalang, 3 Januari 2021


Dari guru yang kamu abaikan tetapi rindu berjumpa denganmu,
Anisa Farah Diba, S.Pd.
SMK NEGERI 1 PEMALANG

Anda mungkin juga menyukai