penolakan orang yang diberi pengakuan (muqir lahu). Pengakuan dua macam: 1. Pengakuan yang dapat dibatalkan oleh penolakan yang diberi pengakuan. Seperti seorang mangaku berutang kepada seseorang, tetapi orang yang dikatakan memberi utang itu menolaknya dengan mengatakan “kamu tidak punya utang kepadaku”, maka pengakuan tadi tidak berlaku dengan penolakan ini. Dengan demikian tidak ada utang piutang antara mereka, kecuali dengan pengakuan baru atau bukti. Pengakuan yang tidak dapat dibatalkan dengan penolakan yang diberi pengakuan. Seorang mengakui bahwa budaknya telah dimerdekakan atau isterinya telah dithalak, maka pengakuan ini tetap diterima atau tidak ditolak walaupun yang diakui (budak dan isteri) itu menolaknya.
2.. الخراج بالضمان أو الغرم
بالغنم • Makna kaidah menurut bahasa: al-kharaj hasil atau buah dari sesuatu, al-dhaman ialah al-kafalah atau jaminan, tetapi di sini maksudnya adalah al- mu`nah (biaya) seperti infaq wa al-masharif (biaya operasonal) atau menanggung risiko kerugian. Jadi maknanya: Hasil dari sesuatu yang telah dibeli adalah hak pembeli sebagai imbalan bahwa dia menanggung risiko kerusakannya, karena kalau barang itu rusak dia menanggung kerugiannya maka kalau ada hasilnya harus menjadi haknya. • Contoh furu’: Jika pembeli mobil mengembalikan kepada penjual karena cacat, sementara dia telah menyewakan mobil itu, maka ketika dia mengembalikan dia tidak harus memberikan sewa itu kepada penjual, karena ketika menyewakan itu dia menanggung risiko kerusakannya. Pengecualian: ‘ashabah (ahli waris laki-laki) wajib ikut membayar diat keluarga mereka yang dihukum membayar diat (karena membunuh tidak sengaja), walaupun faktanya dia tidak menerima warisan.
2. ليس لعرق ظالم حق
• ‘irq jamaknya ‘uruq berarti di sini pohon kayu. • Kaidah ini berasal dari hadis, siapa yang menghidupkan tanah yang mati (tidak ada pemiliknya) maka tanah itu miliknya, dan orang yang menanam kayu di tanah milik orang lain adalah ghasib, perampas, dan tidak ada haknya sehingga harus dicabut, dan pemilik tanah tidak harus mengganti kerugiannya. • Artinya orang yang melakukan perbuatan zalim tidak dapat keuntungan dari perbuatanya itu. Contoh furu’: orang yang menyerobot tanah orang lain dan membangun rumah di atas tanah itu, kalau pemilik tanah menyuruh tidak rela yang menyuruh bongkar rumah tersebut harus dibongkar dan tidak ada ganti rugi.
3. . يضاف الفعل إلى الفاعل ال
اآلمر ما لم يكن مجبرا Makna kaidah secara bahasa: dikaitkan perbuatan kepada pelaku bukan kepada orang yang menyuruh selama dia tidak memaksa. Makna kaidah: Perbuatan yang dilakukan seseorang menjadi tanggung jawabnya selama dia tidak “dipaksa”, tetap kalau dilakukan karena dipaksa maka yang bertanggung jawab adalah yang memaksa. Orang yang dapat dikatakan memaksa ialah yang berwenang, atau memiliki kekuasaan untuk memaksa. Contoh furu’: Jika seorang menyuruh orang lain untuk mengambil harta orang lain, yang bertanggung jawab ialah yang mengambil, bukan yang menyuruh. Pengecualian: Sultan menyuruh pegawainya, maka yang bertanggung jawab adalah sulthan.
4. االجتهاد ال ينقض بمثله أو
باالجهاد Makna kaidah menurut bahasa: Ijtihad tidak dibatalkan dengan semisalnya atau dengan ijtihad. Makna menurut istilah: Apabila seorang mujtahid telah berijtihad tentang satu masalah hukum ijtihadi dan telah mengamalkannya, lalu merefisinya pada masalah yang lain, maka ijtihad keduanya ini tidak membatalkan ijtihadnya yang pertama. Yang dimaksud dengan ijtihad di sini ialah hukum hasil ijtihad, yang mencakup: - hasil ijtihad seorang mujtahid tidak batal dengan ijtihadnya sendiri yang baru, atau tidak batal dengan hasil ijtihad mujtahid lain yang berbeda. - ijtihad yang dipilih oleh ulama pada satu negara untuk diterpakan di pengadilan, tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad lain yang berbeda. - hasil dari ijtihad taharri (pencarian) seperti arah kiblat yang terdahulu tidak batal dengan hasil refisi sekarang yang mungkin jauh berbeda.