Anda di halaman 1dari 36

VI TATANIAGA KELINCI DI DESA GUNUNG MULYA

6.1 Analisis Saluran Tataniaga


Saluran tataniaga menunjukkan bagaimana arus komoditi mengalir dari
produsen (peternak kelinci Desa Gunung Mulya) sampai ke tangan konsumen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saluran tataniaga kelinci di Desa Gunung
Mulya terbagi menjadi tiga yaitu saluran tataniaga untuk kelinci jenis hias lokal,
hias jenis luar dan jenis pedaging. Saluran tataniaga kelinci jenis hias lokal terbagi
menjadi lima, saluran tataniaga kelinci hias jenis luar dan pedaging terbagi
menjadi tiga saluran tataniaga.

a) Saluran Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal


Saluran tataniaga kelinci hias jenis lokal terbagi menjadi lima saluran dengan
penjualan terbanyak peternak ke tengkulak dengan tujuan Kebun Raya Bogor dan
Pasar Cibinong. Konsumen yang membeli kelinci hias jenis lokal umumnya
adalah anak-anak yang menyukai kelinci ketika sedang berwisata ke Kebun Raya
Bogor. Saluran tataniaga kelinci untuk jenis hias lokal dapat dilihat pada gambar
3.

Pengecer
Luar Bogor
1 (4,6%) Tengkulak
1

2 (78,8%) Pengecer 2
Peternak 3 (4,7 %) Bogor 3
3 4 Konsumen
5 ( 0,3 %) 5
4 (11,70%)

Koperasi

Gambar 3. Saluran Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya

Keterangan :
1). Peternak – Tengkulak – Pengecer Luar Bogor – Konsumen

48
2). Peternak – Tengkulak – Pengecer Bogor – Konsumen
3). Peternek – Pengecer Bogor – Konsumen
4). Peternak – Koperasi – Pengecer Bogor – Konsumen
5). Peternak – Konsumen

Pada saluran 1 dalam tataniaga kelinci hias jenis lokal lembaga tataniaga
yang terlibat adalah peternak, tengkulak dan pengecer luar bogor, jumlah kelinci
hias jenis lokal yang dipasarkan berjumlah 78 ekor per bulan (4,6 persen), dengan
tujuan konsumen Jakarta dan Depok dan dipasarkan di tempat wisata. Pada
saluran 2 dimana lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak, tengkulak,
dan pengecer Bogor, jumlah kelinci hias lokal yang dipasarkan berjumlah 1.351
ekor per bulan (78,8 persen) dengan tujuan konsumen Bogor dan dipasarkan di
tempat wisata seperti Kebun Raya Bogor dan Pasar di Cibonong (Kompleks
Pemda). Pada saluran 3 lembaga tataniaga yang terlibat adalah peternak dan
pengecer Bogor dengan pembelian 80 ekor per bulan (4,7 persen) dengan tujuan
Konsumen Bogor dan kelinci di jual di Pasar Leweliang dan Pasar Minggu di IPB
Dramaga. Pada saluran 4 lembaga tataniaga yang terlibat adalah peternak,
koperasi dan pengecer Bogor dengan jumlah pembelian kelinci 200 ekor per bulan
(11,7 persen) dengan penjualan kepada konsumen Bogor yang berlokasi di Kebun
Raya Bogor dan Cibinong. Pada saluran 5 lembaga tataniaga yang terlibat dalam
tataniaga kelinci hanya peternak. Dimana pada saluran ini konsumen akhir
langsung datang berkunjung di Desa Gunung Mulya dan membeli kelinci dengan
jumlah yang relatif sedikit yaitu 5 ekor per bulan (0,3 persen). Jumlah total kelinci
kelinci hias jenis lokal yang dipasarkan adalah sebanyak 1.714 ekor per bulan.

b) Saluran Tataniaga Kelinci Hias Luar


Saluran tataniaga kelinci hias jenis luar seperti jenis Angora, Rex dan bulu
karpet, peternak menjualnya ke tengkulak dan ke koperasi. Konsumen yang
membeli kelinci hias jenis luar ini umumnya adalah anak-anak dan remaja.
Saluran tataniaga kelinci hias jenis luar terbagi menjadi 3 saluran pemasaran.
Saluran tataniaga kelinci hias luar dapat dilihat pada gambar 4.

49
Pengecer 20%
Luar
1
Tengkulak 40% 2 2
Konsumen
1 2
3
Peternak
Pengecer 20%
3 Bogor

Koperasi

Gambar 4. Saluran Tataniaga Kelinci Hias luar Di Desa Gunung Mulya


Keterangan :
1) Peternak – Tengkulak – Pengecer Luar Bogor – Konsumen
2) Peternak – Tengkulak – Pengecer Bogor – Konsumen
3) Peternak – Koperasi – Pengecer Bogor – Konsumen

Pada saluran 1 dalam tataniaga kelinci hias jenis luar, lembaga yang terlibat
adalah peternak, tengkulak dan pengecer luar Bogor dengan pembelian kelinci
jenis hias luar per bulan adalah 20 ekor (20 persen), dengan tujuan konsumen
Jakarta dan Depok dan dipasarkan di tempat wisata. Pada saluran 2 lembaga
tataniaga yang terlibat meliputi peternak, tengkulak dan pengecer Bogor dengan
jumlah pembelian 40 ekor per bulan (40 persen), dengan tujuan konsumen Bogor
terutama di tempat wisata seperti Kebun Raya Bogor dan Pasar Cibinong. Pada
saluran 3 lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak, koperasi dan
pengecer Bogor dengan jumlah kelinci yang dijual adalah 20 ekor per bulan (20
persen), dengan tujuan yang sama pada saluran 2. Jumlah total kelinci jenis hias
luar adalah 100 ekor per bulan.

c) Saluran Tataniaga kelinci Jenis Pedaging


Saluran tataniaga kelinci jenis pedaging lokal terbagi menjadi tiga saluran
pemasaran. Dimana penjualan kelinci semuanya di jual ke koperasi, kemudian
koperasi mengolah daging kelinci menjadi aneka macam produk makanan,
kemudian aneka makanan olahan daging kelinci tersebut dijual kembali oleh
50
koperasi atau di jual ke pengecer Bogor (Freezer point) dan pengecer luar Bogor
seperti Jakarta. Saluaran tataniaga kelinci pedaging dapat dilihat pada gambar 5.

Pengecer 18,8
Luar Bogor 3

3 1
Koperasi 62,5% Konsumen
peternak
1 1 1
2
Pengecer 18,8% 2
Bogor 2

Gambar 5. Saluran Tataniaga Kelinci Pedaging di Desa Gunung Mulya


Keterangan :
1) Peternak – Koperasi – Konsumen
2) Peternak – Koperasi – Pengecer Bogor – Konsumen
3) Peternak – Koperasi – Pengecer Luar Bogor – Konsumen

Pada saluran 1 dalam tataniaga kelinci jenis pedaging, lembaga yang terlibat
adalah peternak, koperasi dan pengecer luar Bogor dengan pembelian olahan
daging kelinci per bulan adalah 15 kilogram (18,8 persen), dengan tujuan
konsumen Jakarta. Pada saluran 2 lembaga tataniaga yang terlibat meliputi
peternak dan koperasi dengan jumlah penjualan 50 kilogram per bulan (62,5
persen), dengan tujuan konsumen Bogor. Pada saluran 2 kopersi menjual olahan
daging kelinci langsung ke konsumen Bogor. Pada saluran 3 lembaga tataniaga
yang terlibat meliputi peternak, koperasi dan pengecer Bogor dengan jumlah
kelinci yang dijual adalah 15 kilogram (18,8 persen), dengan tujuan konsumen
Jakarta. Jumlah total olahan daging kelinci berupa nugget yang dipasarkan adalah
sebanyak 80 kilogram per bulan.

6.2 Fungsi Tataniaga


Fungsi tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi tiga yaitu
fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga kelinci hias lokal, kelinci
hias luar dan kelinci pedaging.
51
6.2.1 Fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya

a) Peternak Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya


Peternak kelinci hias jenis lokal di desa Gunung Mulya melakukan fungsi
tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang
dilakukan yaitu pembelian bibit/induk kelinci jenis hias lokal di Pasar Bogor atau
kepada tengkulak dan penjualan anakan kelinci jenis hias lokal kepada tengkulak,
koperasi dan pengecer Bogor. Harga bibit/ induk kelinci betina Rp 40-45.000 per
ekor sedangkan bibit jantan Rp 25.000 per ekor, anakan yang dijual harganya
antara Rp 10-12.000 per ekor (umur 3-4 minggu). Fungsi fisik meliputi
penyimpanan kelinci sampai kelinci siap dijual sehingga peternak mengeluarkan
biaya untuk penyimpanan yaitu biaya pembuatan kandang dan pemberian pakan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penganggungan risiko dan informasi
pasar, dimana kadang terjadi kehilangan kelinci atau kelinci mati pada saat kelinci
siap dijual. Sedangkan informasi pasar tentang harga, permintaan dan biaya terkait
dengan kelinci hias jenis lokal dapat diketahui dengan jelas oleh peternak melalui
pertukaran informasi dari sesama peternak atau informasi dari tengkulak dan
pengecer.

b) Pedagang Pengumpul (Tengkulak)


Pedagang Pengumpul (tengkulak) turut melakukan fungsi tataniaga kelinci
hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran
yang dilakukan oleh tengkulak yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal
dengan harga Rp 10.000 per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar
Bogor dengan harga Rp 15.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu
penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses
pemanenan dan kelinci di simpan di rumah tengkulak. Tengkulak mengeluarkan
biaya untuk penyimpanan (biaya kandang dan pakan), pengemasan dan
pengangkutan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi penggungan risiko
dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan dan penyimpanan
sebelum kelinci di jual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga
52
tengkulak yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi
pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari
pengecer.

c) Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI)


Koperasi turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi
fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh
koperasi yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 12.000
per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar Bogor dengan harga Rp
17.500 per ekor. Jumlah kelinci yang dibeli dari peternak oleh koperasi untuk
kelinci hias jenis lokal adalah 200 ekor per bulan, dimana 100 langsung dijual,
sisanya untuk dibesarkan. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan dan
pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan
kelinci di simpan di rumah/ kandang pengurus koperasi. Koperasi mengeluarkan
biaya untuk penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi standarisasi,
penggungan risiko dan informasi pasar. standarisasi yang dilakukan oleh koperasi
yaitu membeli kelinci hias jenis lokal dengan umur 1 bulan, hal ini berbeda
dengan tengkulak yang membeli kelinci pada umur 3 minggu. Selain itu, biasanya
dalam proses pengangkutan dan penyimpanan sebelum kelinci di jual kepada
pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga koperasi yang harus
menganggung risiskonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan
harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer.

d) Pedagang Pengecer Bogor


Pedagang Pengecer Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis
lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang
dilakukan oleh pengecer Bogor yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal
dengan harga Rp 11-17.500 per ekor dan di jual kepada konsumen Bogor dengan
harga Rp 20-25.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan.
Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak,
tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan.

53
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan
informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual
kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus
menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan
harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar.

e) Pedagang Pengecer Luar Bogor


Pedagang Pengecer Luar Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias
jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang
dilakukan oleh pengecer luar Bogor yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias
lokal dengan harga Rp 11-17.500 per ekor dan di jual kepada konsumen Luar
Bogor dengan harga Rp 25.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu
pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli
kelinci dari peternak, tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya
untuk pengangkutan dan pengemasan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan
informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual
kepada konsumen, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus
menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan
harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar.
Fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal yang dilakukan oleh lembaga tataniaga
dapat dilihat pada Tabel 12.

54
Tabel 12. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Saluran Kelinci Hias Lokal di Desa
Gunung Mulya
Saluran dan Fungsi-fungsi Tataniaga
Lembaga
tataniaga
Pertukaran Fisik Fasilitas
Jual Beli Simpan Angkut Pengolah Standari Risiko Informasi
sasi Pasar
Saluran I
Peternak    - - -  
Tengkulak     - -  
Pengecer LB   -  - -  
Saluran II
Peternak    - - -  
Tengkulak     - -  
Pengecer B   -  - -  
Saluran III
Peternak    - - -  
Pengecer B   -  - -  

Saluran V
Peternak    - - -  
Koperasi     -   
Pengecer B   -  - -  
Saluran V
Peternak    - - -  

Katerangan :
 : Dilakukan - : Tidak dilakukan
Pengecer B : Pengecer Bogor Pengecer LB : Pengecer Luar Bogor

6.2.2 Fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar di Desa Gunung Mulya
a) Peternak Kelinci Hias Jenis Luar di Desa Gunung Mulya
Peternak kelinci hias jenis luar seperti Angora, Rex dan bulu karpet di desa
Gunung Mulya melakukan fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan
fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu pembelian bibit/induk kelinci
jenis hias luar di Pasar Bogor atau kepada tengkulak dan penjualan anakan kelinci
jenis hias luar kepada tengkulak, koperasi dan pengecer Bogor. Harga bibit/ induk
kelinci betina Rp 300-1.000.000 per ekor tergantung dari jenis kelinci hias jenis
luar yang akan dibudidayakan, sedangkan bibit jantan Rp 25.000 per ekor, anakan
yang dijual harganya antara Rp 50-55.000 per ekor (umur 3-4 minggu). Fungsi

55
fisik meliputi penyimpanan kelinci sampai kelinci siap dijual sehingga peternak
mengeluarkan biaya untuk penyimpanan yaitu biaya pembuatan kandang dan
pemberian pakan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penganggungan risiko dan informasi
pasar, dimana kadang terjadi kehilangan kelinci atau kelinci mati pada saat kelinci
siap dijual. Sedangkan informasi pasar tentang harga, permintaan dan biaya terkait
dengan kelinci hias jenis lokal dapat diketahui dengan jelas oleh peternak melalui
pertukaran informasi dari sesama peternak atau informasi dari tengkulak dan
pengecer.

b) Pedagang Pengumpul (Tengkulak)


Pedagang Pengumpul (tengkulak) turut melakukan fungsi tataniaga kelinci
hias jenis luar meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran
yang dilakukan oleh tengkulak yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias luar
dengan harga Rp 50-55.000 per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar
Bogor dengan harga Rp 65.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu
penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses
pemanenan dan kelinci di simpan di rumah tengkulak. Tengkulak mengeluarkan
biaya untuk penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi penggungan risiko
dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan dan penyimpanan
sebelum kelinci dijual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga
tengkulak yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi
pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari
pengecer.

c) Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI)


Koperasi turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis luar meliputi
fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh
koperasi yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 55.000
per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar Bogor dengan harga Rp
65.000 per ekor. Jumlah kelinci yang dibeli dari peternak oleh koperasi untuk

56
kelinci hias jenis lokal adalah 40 ekor per bulan, dimana 20 ekor langsung dijual,
sisanya 20 ekor untuk dibesarkan. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan
dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan
dan kelinci di simpan di rumah/ kandang pengurus koperasi. Koperasi
mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh koperasi meliputi standarisasi,
penggungan risiko dan informasi pasar. Standarisasi yang dilakukan oleh koperasi
yaitu membeli kelinci hias jenis luar dengan umur 1 bulan, hal ini berbeda dengan
tengkulak yang membeli kelinci pada umur 3 minggu. Selain itu, biasanya dalam
proses pengangkutan dan penyimpanan sebelum kelinci di jual kepada pengecer,
ada kelinci yang sakit dan mati sehingga koperasi yang harus menganggung
risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat
diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer.

d) Pedagang Pengecer Bogor


Pedagang Pengecer Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis
lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang
dilakukan oleh pengecer Bogor yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal
dengan harga Rp 65.000 per ekor dan di jual kepada konsumen Bogor dengan
harga Rp 75.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan.
Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak,
tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan
dan pengemasan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan
informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual
kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus
menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan
harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar.

e) Pedagang Pengecer Luar Bogor


Pedagang Pengecer Luar Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias
jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang

57
dilakukan oleh tengkulak yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan
harga Rp 65.000 per ekor dan di jual kepada konsumen luar Bogor dengan harga
Rp 85.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan. Fungsi
pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak,
tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan
informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual
kepada konsumen, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus
menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan
harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar.
Fungsi tataniaga kelinci hias jenis luar yang dilakukan oleh lembaga tataniaga
dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Saluran Kelinci Hias Luar di Desa
Gunung Mulya
Saluran Fungsi-fungsi Tataniaga
dan
Lembaga
tataniaga
Pertukaran Fisik Fasilitas
Jual Beli Simpan Angkut Pengolah Standaris Risiko Informasi
asi Pasar
Saluran 1
Peternak    - - -  
Tengkulak     - -  
Pengecer   -  - -  
LB
Saluran 2
Peternak    - - -  
Tengkulak     - -  
Pengecer B   -  - -  
Saluran 3
Peternak    - - -  
Koperasi     - -  
Pengecer B   -  -   
Katerangan :
 : Dilakukan - : Tidak dilakukan
Pengecer B : Pengecer Bogor Pengecer LB : Pengecer Luar Bogor

58
6.2.3 Fungsi Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging di Desa Gunung Mulya

a) Peternak Kelinci Jenis Pedaging di Desa Gunung Mulya


Peternak kelinci jenis pedaging di desa Gunung Mulya melakukan fungsi
tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang
dilakukan yaitu pembelian bibit/induk kelinci jenis pedaging di Pasar Bogor atau
kepada tengkulak dan penjualan kelinci pedaging tersebut kepada koperasi dengan
bobot hidup 1 ekor kelinci sama dengan 2 kilogram daging kelinci. Harga bibit/
induk kelinci betina Rp 40-45.000 per ekor sedangkan bibit jantan Rp 25.000 per
ekor, kelinci yang dijual dagingnya dengan harga 1 kilogram bobot hidup Rp
18.500. Fungsi fisik meliputi penyimpanan kelinci sampai kelinci siap dijual
sehingga peternak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan yaitu biaya pembuatan
kandang dan pemberian pakan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penganggungan risiko dan informasi
pasar, dimana kadang terjadi kehilangan kelinci atau kelinci mati pada saat kelinci
siap dijual. Sedangkan informasi pasar tentang harga, permintaan dan biaya terkait
dengan kelinci hias jenis lokal dapat diketahui dengan jelas oleh peternak melalui
pertukaran informasi dari sesama peternak atau informasi dari tengkulak dan
pengecer.

b) Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI)


Koperasi turut melakukan fungsi tataniaga kelinci jenis pedaging meliputi
fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh
koperasi yaitu pembelian kelinci dengan harga Rp 18.500 perkilogram bobot
hidup kelinci. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan, pengangkutan dan
pengolahan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan
kelinci di simpan di rumah/ kandang pengurus koperasi. Fungsi fisik berupa
pengolahan dilakukan oleh koperasi yaitu mengolah daging kelinci dibuat menjadi
aneka macam produk makanan olahan seperti nugget, baso dan baso tusuk.
Koperasi mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, pengangkutan, pengemasan
dan pengolahan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi standarisasi,
penggungan risiko dan informasi pasar. Standarisasi yang dilakukan oleh koperasi
59
yaitu membeli kelinci jenis pedaging dengan umur diatas 3 bulan dengan bobot
hidup 2 kilogram atau lebih. Fungsi fasilitas berupa penanggunan risiko agar
produk tidak mudah rusak dan selalu awet, koperasi menyimpan daging kelinci di
lemari pendingin. Untuk fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan
harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer.

c) Pedagang Pengecer (Freezer Point) dalam dan Luar Bogor


Pedagang Pengecer atau yang lebih dikenal dengan sebutan Freezer point baik
dalam dan luar Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci jenis pedaging
meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan
oleh Freezer point yaitu pembelian olahan daging kelinci seperti nugget dan baso
dengan harga Rp 70.000 per kilogram nugget dan Rp 30.000 per kilogram baso.
Namun penjualan dari Freezer point dilakukan tidak dalam ukuran 1 kilogram
tapi dalam bentuk 0,25 kilogram baik nugget maupun baso. Penjualan aneka
olahan daging kelinci di lakukan di daerah Bogor dan Jakarta. Untuk daerah
Jakarta harga per kilogram nugget Rp 88.000 dan harga di Bogor Rp 80.000 per
kilogram. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat freezer Point membeli olahan
daging kelinci dari koperasi. Kemudian freezer point melakukan penyimpanan
produk di lemari pendingin, sehingga pengecer mengeluarkan biaya untuk
pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh freezer point meliputi penggungan risiko
dan informasi pasar. Penanggungan risiko yang dilakukan oleh freezer point
dilakukan dengan cara produk disimpan di lemari pendingin agar awet dan tahan
lama. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui
dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar. Fungsi tataniaga kelinci
pedaging dapat dilihat pada Tabel 14.

60
Tabel 14. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Saluran Kelinci Pedaging di Desa
Gunung Mulya
Saluran dan Fungsi-fungsi Tataniaga
Lembaga
tataniaga
Pertukaran Fisik Fasilitas
Jual Beli Simpan Angkut Pengolah Standarisasi Risiko Informasi
Pasar
Saluran I
Peternak    - - -  
Koperasi        
Pengecer LB   -  - -  
Saluran II
Peternak    - - -  
Koperasi        

Saluran III
Peternak    - - -  
Koperasi        
Pengecer B   -  - -  
Katerangan :
 : Dilakukan - : Tidak dilakukan
Pengecer B : Pengecer Bogor Pengecer LB : Pengecer Luar Bogor

6.3 Analisis Struktur Pasar


Analisis struktur pasar Kelinci di Desa Gunung Mulya dilakukan melalui
pengamatan terhadap jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, jenis dan keadaan
kelinci yang diperjualbelikan, kondisi keluar masuk pasar dan tingkat
pengetahuan informasi pasar pada saluran tataniaga yang ada. Struktur pasar yang
terbentuk pada setiap tingkat lembaga tataniaga dapat berbeda.

6.3.1 Struktur Pasar di Tingkat Peternak (Produsen)


Struktur pasar yang dihadapi oleh peternak kelinci Desa Gunung Mulya
Kecamatan Tenjo Laya cenderung mendekati struktur pasar persaingan sempurna
(PPS). Karena dilihat dari jumlah peternak yang lebih banyak dari jumlah
pembeli. Sifat produk yang dimiliki oleh peternak umumnya seragam atau
homogen.
Dalam penentuan harga jual kelinci ke lembaga pemasaran seperti
pedagang pengumpul, Koperasi dan pengecer peternak cenderung sebagai
penerima harga (price taker) sehingga peternak tidak dapat mempengeruhi harga
dan tidak memiliki posisi tawar yang kuat walaupun petani memiliki pengetahuan

61
tentang informasi harga yang diperoleh dari sesama peternak kelinci atau
pedagang pengumpul (tengkulak).

6.3.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul (Tengkulak)


Pada pedagang pengumpul (tengkulak), struktur pasar yang dihadapi
cenderung mengarah pada struktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu
oligopoli murni. Hal ini terlihat dari jumlah tengkulak tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan jumlah peternak kelinci. Sifat produk yaitu seragam atau
homogen.
Kondisi keluar masuk pasar terbilang cukup sulit. Hambatan dalam
memasuki pasar adalah jumlah modal dan ketersediaan kelinci pada peternak,
karena tidak ada ikatan antara peternak dan tengkulak. Pada penentuan harga beli
kedudukan pedagang pengumpul lebih dominan atau lebih memiliki posisi tawar
dibandingkan petani. Sedangkan penentuan harga jual didasarkan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. informasi harga selalu diperoleh
tengkulak dari pengecer baik yang berasal dari dalam maupun luar Kota Bogor.

6.3.3. Struktur Pasar Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI)


Struktur pasar yang dihadapi oleh koperasi peternakan kelinci mendekati
struktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu oligopoli terdiferensiasi. Hal ini
terlihat dari jumlah usaha yang bergerak dibidang pengolahan daging kelinci
hanya beberapa dibandingkan jumlah peternak kelinci. Sifat produk adalah
heterogen/beragam dimana koperasi tidak hanya menjual kelinci anakan/bibit
tetapi juga menjual kelinci dalam bentuk olahan daging, bulu dan kulit.
Kondisi keluar masuk pasar relatif sulit dimana kendala terbesar terletak
pada modal dan kontinuitas bahan baku. Dalam penentuan harga beli, kedudukan
koperasi lebih dominan atau lebih memiliki posisi tawar dibandingkan peternak
dan tengkulak. Sedangkan dalam penetuan harga jual untuk kelinci anakan jenis
hias cenderung berdasarkan pada permintaan dan penawaran di pasar. Namun
untuk olahan daging, bulu dan kulit penentuan harga jual ditentukan sendiri oleh
koperasi yang didasarkan pada besarnya biaya produksi dan disesuaikan dengan

62
harga produk sejenis yang ada dipasaran. Informasi harga selalu diperolah dari
pengecer kelinci dan agen (frezeer point) dalam dan luar Bogor.

6.3.4 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer


Struktur pasar yang diadapi oleh pengecer baik pedagang pengecer dalam
maupun luar Bogor adalah mendekati srtuktur pasar persaingan tidak sempurna
yaitu oligopoli murni, karena jumlah pedagang pengecer tidak terlalu banyak.
Sifat produk yang dijual homogen yaitu anakan kelinci hias jenis lokal dan luar.
Pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasaran,
walaupun dalam penetuan harga beli kedudukaan pedang pengecer lebih dominan
dari pada petani dan tengkulak.
Penentuan harga jual kelinci didasarkan pada permintaan dan penawaran
yang terjadi di pasar. Informasi mengenai harga jarang diketahui oleh konsumen
akhir sehingga dalam proses transaksi sering terjadi tawar-menawar antara
pengecer dan konsumen akhir (khusus untuk kelinci hidup/anakan) dan
kedudukan pedagang pengecer lebih dominan dibandingkan konsumen akhir.

6.3.5 Struktur Pasar di Tingkat Agen (Freezer Point)


Struktur pasar yang dihadapi oleh agen (freezer point) baik dalam maupun
luar Bogor adalah mendekati struktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu
oligopoli terdiferensiasi, karena jumlah freezer point tidak terlalu banyak. Sifat
produk yang dijual sangat beragam yaitu berupa olahan daging kelinci seperti
nugget, baso, baso tusuk dan cilok.
Freezer point tidak dapat mempengaruhi dan membentuk harga karena
harga sudah ditentukan oleh koperasi. Freezer point hanya menyamakan harga
pasaran yang umum untuk produk-produk sejenis olahan daging seperti olahan
dari daging ayam, kambing dan sapi. Informasi mengenai harga diketahui oleh
konsumen akhir sehingga proses transaksi terjadi tanpa adanya tawar-menawar
antara agen (freezer point) dan konsumen.

63
6.4 Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur
pasar tertentu, sehingga struktur pasar yang terbentuk sangat mempengaruhi
perilaku setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Analisis perilaku pasar dapat
diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan
oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, sistem
pembayaran dan kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga.

6.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian


Para peternak melakukan penjualan kelinci hias jenis lokal, luar dan
pedaging kepada pedagang pengumpul (tengkulak), koperasi dan pengecer dalam
dan luar kora Bogor. Kadang sebelum proses penjualan dilakukan, peternak
melakukan standarisasi dan grading. Standarisasi dan grading yang dilakukan
pada kelinci di Desa Gunung Mulya berupa umur kelinci dan jenis kelinci yang
tidak akan dijual (akan dibesarkan sebagai pengganti bibit/indukan).
Penjualan yang dilakukan oleh peternak umumnya adalah bebas kepada
pedang pengumpul, koperasi, atau pengecer manapun yang terlebih dahulu
mendatangi peternak. Untuk kelinci anakan jenis hias lokal, biasanya pada hari
Kamis tengkulak dan koperasi datang ke kandang peternak dan memeriksa berapa
banyak kelinci yang siap dijual. Pada hari itu pula tawar-menawar pun terjadi
antara peternak dengan tengkulak dan koperasi. Jika kedua pihak sepakat maka
penjualan dilakukan. Namun proses penjualan dilakukan pada hari Sabtu dimana
tengkulak/koperasi/pengecer langsung datang ke kandang peternak, melakukan
transaksi dan mengambil kelinci yang sudah dipesan dan langsung membayar
pada hari itu juga.
Tengkulak dan koperasi yang sudah melakukan transaksi, pada hari sabtu
akan menghubungi pengecer dalam dan luar Bogor untuk memberi inforamsi
terkait kelinci yang sudah ada dan siap dijual. Para pengecer dalam kota Bogor
umumnya mengambil kelinci pada hari Minggu jam 5 pagi WIB. Pada saat itulah
transaksi dilakukan. Setelah itu pengecer dalam kota langsung memasarkan
kelinci hias anakan ke Cibinong (Kompleks Pemda) dan Ke Kebun Raya Bogor.

64
Untuk pengecer luar Bogor biasanya kelinci di bawa ke Depok dan Jakarta dan
dijual ke tempat-tempat wisata.
Kelinci jenis pedaging, peternak menjual dalam hitungan berat tubuh
kelinci (bobot hidup). Biasanya kelinci langsung dijual pada koperasi pada hari
yang sama dengan pembelian kelinci anakan jenis hias lokal. Namun kelinci
pedaging oleh koperasi terlebih dahulu diolah kemudian dijual sendiri koperasi
atau oleh melalui agen (freezer point) dalam bentuk olahan daging kelinci
setengah jadi.

6.4.2. Sistem Penentuan Harga


Sistem penentuan harga jual beli yang terbentuk dalam tataniaga kelinci
hias jenis lokal, luar dan pedaging antar peternak, pedagang pengumpul, koperasi,
pengecer dalam dan luar Bogor, dan Agen (Freezer Point) umumnya melalui :(1)
Sistem Tawar-menawar, dimana harga yang terbentuk merupakan kesepakatan
kedua belah pihak, harga yang telah diisepakati didasarkan dari kekuatan
permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, (2) Sistem Penentuan Harga
Secara Sepihak, pada sistem ini penentuan harga telah ditentukan oleh pedagang
pengumpul, koperasi, pengecer dalam dan luar Bogor.
Penentuan harga penjualan kelinci antara peternak dengan tengkulak dan
pengecer dalam dan luar Bogor, dilakukan secara tawar-menawar dan secara
sepuhak. Penentuan harga secara tawar-menawar dimana harga beli yang
ditentukan oleh lembaga tataniaga (tengkulak, koperasi dan pengecer), tidak
langsung disepakati oleh peternak namun peternak akan menawar harga jual
kelinci diatas harga yang ditawarkan pembeli. Sedangkan penentuan harga secara
sepihak adalah harga jual yang ditawarkan lembaga tataniaga kepada peternak
langsung disepakati oleh peternak. Dalam penentuan harga, proses tawar menawar
yang terjadi antara peternak dengan tengkulak dan pengecer dalam dan luar
Bogor, posisi tengkulak dan pengecer lebih dominan dalam proses tawar-menawar
tersebut, dengan maksud bahwa kesepakatan merupakan harga yang ditawarkan
oleh tengkulak dan pengecer yang merujuk pada harga yang dan permintan dan
penawaran yang terjadi di pasaran.
Penentuan harga penjualan antara pedagang pengumpul (tengkulak)
dengan pengecer terjadi melalui tawar menawar yang merujuk pada harga di
65
pasaran yang disesuaikan dengan permintaan dan penawaran kelinci. Kondisi
tawar-menawar antara tengkulak dengan pengecer, posisi pengecer lebih dominan
dari pada tengkulak. Penentuan harga beli didasarkan pada kekuatan permintan
dan penawaran yang terjadi di pasar.
Para peternak memperoleh informasi perubahan harga yang terjadi,
biasanya dari peternak lain, kelompok tani, tengkulak dan pengecer, serta tetap
melakukan pengecekan di pasar dengan langsung melihat aktivitas jual beli yang
sedang berlangsung. Informasi tersebut merupakan dasar bagi peternak dalam
meneyepakati harga yang di tawarkan oleh tengkulak, pengecer dan koperasi.

6.4.3 Sistem Pembayaran


Sistem pembayaran anakan kelinci jenis hias lokal, hias luar dan pedaging
yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dapat berupa sistem pembayaran tunai,
sistem pembayaran uang muka dan sistem pembayaran dengan kelinci. Sistem
pembayaran berlangsung tergantung pada kepercayaan dan perjanjian antara
kedua belah pihak.
Sistem pembayaran tunai merupakan pembayaran langsung dengan uang
tunai oleh lembaga pemasaran kepada peternak yang dilakukan pada saat
transaksi, dimana serah terima kepemilikan dilakukan dan pembayaran pun
dilakukan pada saat itu juga dengan sistem pembayaran sesuai dengan harga yang
disepekati. Sistem pembayaran tunai merupakan sistem pembayaran yang paling
sering dilakukan pada saat membeli kelinci di Desa Gunung Mulya. Sistem
pembayaran tunai sering dilakukan dari pedang pengumpul dan koperasi kepada
peternak dengan persentase 80 persen.
Sistem pembayaran uang muka atau yang dikenal dengan sistem panjer
merupakan sistem pembayaran dengan membayar dari sebagian jumlah harga
yang telah disepakati pada saat transaksi jual beli kelinci dilakukan. Sistem
pembayaran uang muka dimana uang yang dibayarkan dari lembaga tataniaga
hanya sebagian dari harga jual yang telah disepakati. Sistem pembayaran ini
kadang-kadang dilakukan oleh pedagang pengumpul dan pengecer. Setelah
membayar setengah dari jumlah harga kelinci pada saat kelinci di jual,
pembayaran setengahnya lagi akan dilakukan pada saat pembelian selanjutnya

66
atau pada saat penjualan kelinci telah habis terjual. Sistem pembayaran panjer
yang dilakukan kepada peternak dengan pesentase 12 persen.
Sistem pembayaran yang dilakukan dengan kelinici baik itu kelinci hias
jenis lokal, luar dan pedaging biasanya dilakukan oleh peternak kepada koperasi,
misalnya pada saat peternak dalam keadaan sangat membutuhkan uang untuk
membeli pakan bagi kelinci, maka peternak biasanya datang ke koperasi dan
meminjam uang ke koperasi. Kemudian koperasi membantu untuk menyediakan
kebutuhan peternak sehingga peternak berhutang pada koperasi dan sebagai
pengembalian pinjaman, koperasi tidak minta dibayarkan/dikembalikan dengan
uang, namun pada saat panen kelinci peternak harus menjual kelincinya pada
koperasi. Persentase dari sistem pembayaran dengan kelinci adalah 8 persen.

6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga


Kerjasama antar lembaga tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan
pedaging didasarkan pada rasa saling percaya yang terbentuk antar lembaga.
Hubungan kerjasama antara peternak dengan pedagang pengumpul, peternak
dengan pengecer dalam dan luar kota Bogor, peternak dengan koperasi,
Tengkulak dengan pengecer dalam dan luar Bogor, koperasi dengen pengecer
dalam Bogor dan Koperasi dengan Agen (Freezer Point) dalam dan luar Bogor.
Bentuk kerjasama antara peternak dengan lembaga tataniaga lainnya
merupakan kerjasama dalam bentuk perdagangan kelinci. Tengkulak/ pengecer
dari Bogor dalam melakukan transaksi langsung ke kandang peternak dan
mengecek kondisi kelinci. Karena proses inilah terjadi kedekatan antara peternak
dengan pedagang pengumpul dan pengecer walaupun tidak ada perjanjian atau
kerjasama dalam memasarkan kelinci. Peternak bebas menjual kelinci kepada
siapa saja.
Bentuk kerjasama antara peternak dengan koperasi meliputi kerjasama
dalam penjualan kelinci dan bantuan yang diberikan dari koperasi kepada
peternak. Bantuan yang diberikan berupa modal, pakan, obat-obatan, dan diskusi
mengenai perkembangan kelinci baik dalam hal produksi maupun pemasaranya.
Walaupun adanya kerjasama ini namun koperasi tidak memaksakan penjualan
kelinci kepada koperasi hanya saja koperasi menyarankan agar peternak menjual
kelinci ke lembaga yang menetapkan harga beli yang tinggi dibandingkan
67
lembaga yang lainnya. Peternak mempunyai kerjasama dengan koperasi jika
peternak meminjam modal kepada koperasi dan koperasi meminta pembayaran
dilakukan menggunakan kelinci.

6.5 Biaya Tataniaga


a) Biaya di tingkat peternak
Biaya di tingkat peternak untuk kelinci hias jenis lokal meliputi biaya
pembelian bibit jantan, bibit betina dan biaya perawatan berupa pakan dan
kandang. Biaya pembelian bibit jantan Rp 25.000 per ekor dan bibit betina Rp
40.000 per ekor, sehingga total biaya pembelian indukan Rp 65.000. Biaya untuk
perawatan meliputi kandang dan pakan yaitu kandang dan pakan sekali produksi
(3-4 minggu) Rp 20.000. Setelah proses perkawinan induk betina akan melahirkan
6-10 ekor dengan asumsi anakan yang dilahirkan rata-rata 8 ekor sehingga biaya
pembelian bibit untuk 8 ekor anakan adalah Rp 65.000/8= Rp 8.125 per ekor.
Biaya pemeliharaan berupa kandang dan pakan untuk 8 ekor anakan adalah Rp
12.500/8 ekor = Rp 1.562,5 per ekor.
Biaya di tingkat peternak untuk kelinci hias jenis luar meliputi biaya
pembelian bibit jantan, bibit betina dan biaya perawatan berupa pakan dan
kandang. Biaya pembelian bibit jantan Rp 25.000 per ekor dan bibit betina Rp
300.000 per ekor, sehingga total biaya pembelian indukan Rp 325.000. Biaya
untuk perawatan meliputi kandang dan pakan yaitu kandang dan pakan sekali
produksi (3-4 minggu) Rp 20.000. setelah proses perkawinan induk betina akan
melahirkan anakan rata-rata 8 ekor sehingga biaya pembelian bibit untuk 8 ekor
anakan adalah Rp 325.000/8= Rp 40.625 per ekor. Biaya pemeliharaan berupa
kandang dan pakan untuk 8 ekor anakan adalah Rp 20.000/8ekor = Rp 2.500 per
ekor.
Biaya di tingkat peternak untuk kelinci jenis pedaging meliputi biaya
pembelian bibit jantan, bibit betina dan biaya perawatan berupa pakan dan
kandang. Biaya pembelian bibit jantan Rp 25.000 per ekor dan bibit betina Rp
40.000 per ekor, sehingga total biaya pembelian indukan Rp 65.000. biaya untuk
perawatan meliputi kandang dan pakan yaitu kandang dan pakan sekali produksi
(3 bulan) Rp 20.000. setelah proses perkawinan induk betina akan melahirkan
anakan rata-rata 8 ekor atau sama dengan 16 kilogram (asumsi 1 ekor kelinci
68
beratnya 2 kilogram) sehingga biaya pembelian bibit untuk 8 ekor anakan atau
sama dengan 16 kilogram daging kelinci adalah Rp 65.000/16 kilogram= Rp
4.062,5 per kilogram. Biaya pemeliharaan berupa kandang dan pakan untuk 8
ekor anakan selama 1 kali produksi (produksi pedaging 3 bulan) adalah Rp 8.438
per kilogram.

b) Biaya di Tingkat Pedagang Pengumpul (Tengkulak)


Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh tengkulak dalam menyalurkan kelinci
hias jenis lokal meliputi biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan
untuk kelinci yang berjumlah 1.490 ekor per bulan. Tengkulak mengeluarkan
biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya pengemasan Rp 80.000 dan biaya
penyimpanan berupa kandang dan pakan Rp 50.000, sehingga biaya penyimpanan
Rp 67.250. Sehingga total biaya pemasaran kelinci hias lokal adalah Rp 176,3 per
ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh tengkulak dalam menyaluran kelinci
hias jenis luar meliputi biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan untuk
kelinci yang berjumlah 40 ekor per bulan. Tengkulak mengeluarkan biaya
pengangkutan Rp 20.000 per bulan, biaya pengemasan Rp 15.000 per bulan dan
biaya penyimpanan (kandang dan pakan) Rp 10.000. Sehingga total biaya
pemasaran kelinci hias luar adalah Rp 1.125 per ekor.

c) Biaya di tingkat Koperasi


Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh koperasi dalam menyalurkan kelinci
hias jenis lokal dengan jumlah kelinci yang dibeli yaitu 200 ekor per bulan
meliputi biaya pengangkutan Rp 100.000, biaya pengemasan Rp 60.000 dan biaya
penyimpanan (kandang dan pakan) Rp 57.250, sehingga total biaya tataniaga yang
di keluarkan dengan kapasitas kelinci 200 ekor per bulan adalah Rp 1.086,3 per
ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh koperasi dalam menyalurkan kelinci
hias jenis luar dengan jumlah kelinci yang dibeli yaitu 40 ekor per bulan meliputi
biaya pengangkutan Rp 20.000, biaya pengemasan Rp 15.000 dan biaya
penyimpanan (kandang dan pakan) Rp 57.250, sehingga total biaya tataniaga yang

69
di keluarkan dengan kapasitas kelinci 40 ekor per bulan adalah Rp 2.306,3 per
ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh koperasi untuk kelinci pedaging terdiri
dari biaya pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan. Produk
olahan yang dihasilkan oleh koperasi dari daging kelinci adalah nugget, baso, dan
cilok. Namun pada penelitian ini diasumsikan bahwa koperasi hanya
memproduksi nugget salama masa produksi. Biaya pengolahan untuk empat kali
produksi dalam satu bulan terdiri dari biaya bahan baku (kelinci 40 kilogram) Rp
740.000, bumbu Rp 100.000 dan tenaga kerja Rp 240.000 (jam kerja 24 jam
dalam 4 kali produksi atau 1 bulan, seminggu 6 jam kerja, sehingga total biaya
pengolahan adalah Rp 1.230.000/4 kali produksi = Rp. 307.500. Untuk biaya
pengangkutan Rp 40.000, pengemasan, Rp 10.000 dan biaya penyimpanan Rp
25.000, sehingga total biaya yang dikeluarkan koperasi untuk mengolah 1
kilogram daging kelinci  2 kilogram nugget adalah Rp 9.562,5 per kilogram
daging kelinci.

d) Biaya di tingkat pengecer (jenis kelinci hias lokal dan luar)


Biaya ditingkat pengecer berbeda antara pengecer dalam dan luar bogor.
Untuk pengecer dalam bogor dengan tujuan Kebun Raya Bogor dan Cibinong
dengan pembelian yang berasal dari tengkulak, biaya tataniaga kelinci hias jenis
lokal dengan jumlah pembelian per bulan 1.351 per ekor, biaya pengangkutan Rp
160.000, biaya pengemasan Rp 45.000, biaya penyimpanan Rp 100.000 dan biaya
retribusi Rp 20.000, sehingga biaya pengecer bogor untuk kelinci hias jenis lokal
dengan tujuan Kebun Raya dan Cibinong adalah Rp 240,5 per ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer Bogor dengan tujuan Pasar
Leweliang dan IPB Dramaga dengan pembelian langsung dari peternak, dimana
pembelian kelinci 80 ekor per ekor per bulan untuk kelinci hias jenis lokal
meliputi biaya pengangkutan Rp 20.000, biaya penyimpanan Rp 20.000, biaya
pengemasan Rp 45.000 dan biaya retribusi Rp 20.000 sehingga biaya pengecer
bogor dengan tujuan Pasar Leweliang dan IPB Dramaga adalah Rp 1.312,5 per
ekor.

70
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer bogor untuk kelinci hias jenis
lokal dengan tujuan penjualan ke Kebun Raya Bogor dan Cibinong dengan
pembelian yang berasal dari koperasi dengan jumlah pembelian 200 ekor per
bulan, biaya yang dikeluarkan meliputi biaya penyimpanan Rp 20.000, biaya
pengangkutan Rp 80.000, biaya pengemasan Rp 30.000 dan biaya retribusi Rp
20.000 sehingga biaya pengecer bogor dengan tujuan penjualan Kebun Raya
Bogor dan Cibinong dengan pembelian dari koperasi adalah Rp 750 per ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer luar bogor untuk kelinci jenis
hias lokal dengan tujuan Jakarta dan Depok dengan jumlah pembelian 78 ekor per
bulan yang berasal dari tengkulak meliputi biaya penyimpanan Rp 10.000, biaya
pengangkutan Rp 160.000, biaya pengemasan Rp 45.000 dan biaya retribusi Rp
20.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer luar bogor adalah Rp
3.012,8 per ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer Bogor dengan pembelian 40
ekor kelinci jenis hias luar dimana pembelian dari tengkulak dengan tujuan Kebun
Raya Bogor dan Cibinong, biaya yang dikeluarkan yaitu biaya pengangkutan Rp
40.000, biaya pengemasan Rp 15.000, biaya retribusi Rp 20.000, sehingga total
biaya yang dikeluarkan pengecer dalam memasarkan kelinci hias jenis luar adalah
Rp 1.875 per ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer Bogor dengan pembelian 40
ekor kelinci hias dimana pembelian dari koperasi dengan tujuan Kebun Raya
Bogor dan Cibinong, biaya yang dikeluarkan yaitu biaya pengangkutan Rp
40.000, biaya pengemasan Rp 15.000, biaya retribusi Rp 20.000, sehingga total
biaya yang dikeluarkan pengecer dalam memasarkan kelinci hias jenis luar adalah
Rp 1.875 per ekor.
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer luar Bogor dengan pembelian
dari tengkulak yang berjumlah 20 ekor kelinci hias luar per bulan, biaya yang
dikeluarkan meliputi biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya pengemasan Rp
15.000, biaya retribusi Rp. 20.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh
pengecer luar bogor untuk kelinci hias jenis luar adalah Rp 5.750 per ekor.

71
e) Biaya di tingkat Pengecer (Freezer point) untuk kelinci pedaging
Biaya yang dikeluarkan oleh pengecer dalam Bogor (Freezer point) dalam
memasarkan olahan daging kelinci yaitu nugget yang dibeli dari koperasi dengan
jumlah 15 kilogram nugget dengan tujuan Konsumen Bogor. Biaya yang
dikeluarkan meliputi biaya pengangkutan, biaya pengemasan dan biaya
penyimpanan. Biaya pengangkutan Rp 30.000, biaya penyimpanan Rp 15.000 dan
biaya pengemasan Rp 15.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer
yang memasarkan olahan daging kelinci berupa nugget ke daerah Bogor sebesar
Rp 4.000 per kilogram.
Biaya yang dikeluarkan oleh pengecer luar Bogor (Freezer point) dalam
memasarkan olahan daging kelinci yaitu nugget yang dibeli dari koperasi dengan
jumlah 15 kilogram nugget dengan tujuan konsumen Jakarta. Biaya yang
dikeluarkan meliputi biaya pengangkutan, biaya pengemasan dan biaya
penyimpanan. Biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya penyimpanan Rp 15.000 dan
biaya pengemasan Rp 10.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer
yang memasarkan olahan daging kelinci berupa nugget ke daerah Bogor sebesar
Rp 7.333,3 per kilogram. Rincian Biaya tataniaga kelinci baik itu kelinci hias
jenis lokal, jenis luar dan kelinci pedaging untuk semua lembaga tataniaga kelinci
di Desa Gunung Mulya dapat dilihat pada lampiran 4.

6.6 Efisiensi Tataniaga

6.6.1 Margin Tataniaga Kelinci Di Desa Gunung Mulya


Margin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima peternak
dengan harga yang dibayarkan konsumen. Margin tataniaga juga diartikan sebagai
perbedaan harga beli dan harga jual pada setiap lembaga tataniaga. Margin
tataniaga meliputi seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang
diambil oleh lembaga tataniaga selama proses penyaluran kelinci dari satu
lembaga tataniaga ke lembaga tataniaga lainnya sampai ke tangan konsumen.
Margin tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi 3 yaitu margin
tataniaga kelinci hias lokal, margin tataniaga kelinci hias luar dan margin
tataniaga kelinci pedaging.

72
a) Margin Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya
Margin tataniaga kelinci hias jenis lokal di Desa Gunung Mulya terdiri dari
lima saluran tataniaga. Margin tataniaga kelinci hias jenis lokal dapat dilihat pada
Tabel 15.
Pada saluran 1 total margin tataniaga yang didapat adalah Rp 16.875 per ekor
kelinci hias jenis lokal. Margin pada pola 1 merupakan margin tertinggi pertama
sama dengan margin tataniaga pada saluran 2 dan 4. Pada pola saluran 1 margin
tataniaga tertinggi di ambil oleh pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 per ekor (59,3
persen), hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh pengecer lebih besar yaitu Rp
3.012,8 per ekor karena jarak yang ditempuh pengecer yaitu ke Jakarta dan Depok
serta jumlah kelinci yang dibeli relatif sedikit yaitu 78 ekor per bulan, sehingga
pengecer mendapatkan keuntungan terbesar Rp 6.987,2 per ekor di bandingkan
keuntungan tengkulak Rp 4.842. Margin tataniaga tertinggi kedua saluran 1 pada
tengkulak sebesar Rp 5.000 per ekor (29,6 persen), margin terendah yaitu pada
peternak sebesar Rp 1.875per ekor (11 persen).

Tabel 15. Margin tataniaga kelinci hias lokal di Desa Gunung Mulya
Lembaga Saluran 1 % Saluran 2 % Saluran 3 % Saluran 4 % Saluran 5 %
(Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor)
Peternak
Harga Beli 8.125 8.125 8.125 8.125 8.125
Biaya pemeliharaan 1.562,5 1.562,5 1.562,5 1.562,5 1.562,5
Harga Jual 10.000 10.000 11.000 12.000 12.000
Keuntungan 312,5 312,5 1.312,5 2.312,5 2.312,5
Margin 1.875 11 1.875 11 2.875 24,2 3.875 22,9 3.875 100
Tengkulak
Harga Beli 10.000 10.000
Biaya tataniaga 176,3 176,3
Harga Jual 15.000 15.000
Keuntungan 4.827,4 4.827,4
Margin 5.000 29,6 5.000 29,6
Koperasi
Harga Beli 12.000
Biaya tataniaga 1.086,3
Harga Jual 17.500
Keuntungan 4.413,7
Margin 5.500 32,6
Pengecer
Harga Beli 15.000 15.000 11.000 17.500
Biaya tataniaga 3.012,8 240,6 1.312,5 750
Harga Jual 25.000 25.000 20.000 25.000
Keuntungan 6.987,2 9.733,6 7.687,5 6.750
Margin 10.000 59,3 10.000 59,3 9.000 75,8 7.500 44,4
Total Biaya 4.751,60 1.979,40 2.875 3.398,8 1.562,5
Total Keuntungan 12.123,40 14.895,60 9.000 13.476,2 2.312,5
Total Margin 16.875 100 16.875 100 11.875 100 16.875 100 3.875 100

73
Margin total pada saluran 2 merupakan margin tertinggi pertama atau
sama dengan margin saluran 1 dan 4. Pada saluran ini kelinci hias jenis lokal di
pasarkan di Bogor tepatnya di Kebun Raya Bogor dan Cibinong ( Kompleks
Pemda). Margin tataniaga tertinggi pada saluran ini diambil oleh pengecer Bogor
yaitu sebesar Rp 10.000 per ekor kelinci (59,3 persen). Tingginya margin
tataniaga pada pengecer karena biaya yang dikeluarkan relatif tinggi yaitu Rp
240,6 per ekor dibandingkan tengkulak yaitu Rp 176,3 per ekor sehingga
pengecer mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan tengkulak.
Margin tataniaga tertinggi kedua di ambil oleh tengkulak Rp 5.000 (29, persen)
dan margin tataniaga terendah diambil oleh peternak yaitu Rp 1.875 per ekor
(11,1 persen).
Margin total pada saluran 3 merupaka margin tertinggi kedua yaitu sebesar
Rp 11.875 per ekor (75,8 persen), hal ini karena lembaga pemasaran yang terlibat
pada saluran ini hanya 1 yaitu pengecer Bogor dengan target konsumen di Pasar
Leweliang dan IPB Dramaga. Margin tataniaga terendah diambil oleh peternak
yaitu Rp 2.875 per ekor (24,2 persen).
Margin total pada saluran 4 merupakan margin tertinggi pertama sama
dengan margin total saluran 1 dan 2. Margin tataniaga tertinggi pada saluran ini
diambil oleh pengecer dengan target pasar sama dengan saluran 2. Margin
tataniaga pengecer Bogor sebesar Rp 7.500 per ekor (44,4 persen). Margin
tertinggi kedua diambil oleh koperasi yaitu sebesar Rp 5.500 (32,6 persen), dan
margin terendah diambil oleh peternak yaitu Rp 3.875 (22,9 persen).
Margin total pada saluran 5 merupakan margin yang paling rendah
diantara kelima saluran tataniaga kelinci hias jens lokal. Hal ini karena tidak ada
lembaga tataniaga yang telibat sehingga semua margin Rp 3.875 per ekor (100
persen) diambil oleh peternak. Namun penjualan pada saluran ini bukan prioritas
karena jumlah penjualan sangat sedikit yaitu 5 ekor per bulan.

b) Margin Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar di Desa Gunung Mulya


Margin tataniaga kelinci hias jenis luar di Desa Gunung Mulya terdiri dari
tiga saluran tataniaga. Margin tataniaga kelinci hias jenis luar dapat dilihat pada
Tabel 16.

74
Tabel 16. Margin tataniaga kelinci hias luar
Lembaga Saluran 1 % Saluran 2 % Saluran 3 %
(Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor)
-Peternak
Harga Beli 40.625 40.625 40.625
Biaya pemeliharaan 2.500 2.500 2.500
Harga Jual 50.000 50.000 55.000
Keuntungan 6.875 6.875 11.875
Margin 9.375 21,1 9.375 21,1 14.375 41,8
-Tengkulak
Harga Beli 50.000 50.000
Biaya tataniaga 1.125 1.125
Harga Jual 65.000 65.000
Keuntungan 13.875 13.875
Margin 15.000 33,8 15.000 33,8
-Koperasi
Harga Beli 55.000
Biaya tataniaga 2.306,3
Harga Jual 65.000
Keuntungan 7.693,7
Margin 10.000 29,1
-Pengecer
Harga Beli 65.000 65.000 65.000
Biaya tataniaga 5.750 1.875 1.875
Harga Jual 85.000 75.000 75.000
Keuntungan 14.250 8.125 8.125
Margin 20.000 45,1 10.000 29,1 10.000 29,1
Total Biaya 9.375 5.500 6.681,3
Total Keuntungan 35.000 28.875 27.693,7
Total Margin 44.375 100 34.375 100 34.375 100

Margin total pada saluran 1 merupakan margin tertinggi pada tataniaga


kelinci hias jenis luar yaitu sebesar Rp 44.375 per ekor. Margin tertinggi pada
saluran ini terdapat pada lembaga pengecer luar Bogor yaitu Rp 20.000 (45,2
persen). Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh penegecer luar Bogor sangat
tinggi yaitu Rp 5.750 per ekor kelinci hias karena jaraknya yang jauh yaitu di
Jakarta dan Depok. Margin tataniaga tertinggi kedua terdapat pada tengkulak yaitu
sebesar Rp 15.000 per sekor (33,8 persen) dan margin terendah diambil oeh
peternak yaitu sebesar Rp 9.375 per ekor (21,1 persen).
Margin total pada saluran 2 merupakan margin terendah pada saluran ini
atau sama denangan margin total saluran 3 yaitu sebesar Rp 34.375 per ekor.
Margin tertinggi pada saluran ini dimabil oleh lembaga tengkulak yaitu sebesar
Rp 15.000 per ekor kelinci (43,6 persen), kemudian pengecer Rp 10.0000 per ekor
kelinci (29,1 persen) dan margin terendah pada peternak Rp 9.375 per ekor (27,3
persen).

75
Margin total pada saluran 3 merupakan margin total terendah atau sama
dengan margin total saluran 2 yaitu Rp 34.375 per ekor pada tataniaga kelinci hias
jenis luar. Margin tataniaga tertinggi pada saluran ini terdapat pada lembaga
peternak yaitu Rp 14.375 per ekor (41,8 persen). Hal ini karena tingginya harga
jual yang ditentukan oleh koperasi yaitu sebesar Rp 55.000 per ekor pada saluran
ini sehingga peternak mendapatkan keuntungan tertinggi yaitu Rp 11.875 per ekor
dibandingkan koperasi yaitu Rp 7.693,7 per ekor dan pengecer Rp 8.125 per ekor.
Margin tataniaga tertinggi kedua dan ketiga pada lembaga ini yaitu sama Rp
10.000 (29,1 persen) pada lembaga tengkulak dan pengecer.

c) Margin Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging di Desa Gunung Mulya


Margin tataniaga kelinci hias jenis pedaging di Desa Gunung Mulya terdiri
dari tiga saluran tataniaga. Margin tataniaga kelinci jenis pedaging dapat dilihat
pada Tabel 17.

Tabel 17. Margin tataniaga kelinci pedaging


Lembaga Saluran 1 % Saluran 2 % Saluran 3 %
(Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg)
-Peternak
Harga Beli 4.062,5 4.062,5 4.062,5
Biaya pemeliharaan 8.437,5 8.437,5 8.437,5
Harga Jual 18.500 18.500 18.500
Keuntungan 6.000 6.000 6.000
Margin 14.437,5 21.9 14.437,5 19,0 14.437,5 17,2
-Koperasi
Harga Beli 18.500 18.500 18.500
Biaya tataniaga 9.562,5 9.562,5 9.562,5
Harga Jual 70.000 70.000 70.000
Keuntungan 41.938 41.938 41.938
Margin 51.500 78,1 51.500 67,8 51.500 61,4
-Pengecer
Harga Beli 70.000 70.000
Biaya tataniaga 4.000 7.333,4
Harga Jual 80.000 88.000
Keuntungan 6.000 10.666,6
Margin 10.000 13,2 18.000 21,4
Total Biaya 18.000 22.000,5 25.333,9
Total Keuntungan 47.987,5 53.937,5 58.603,6
Total Margin 65.937,5 100 75.937,5 100 83.937,5 100

Pada pola saluran 1 margin tataniaga kelinci pedaging dengan lembaga


yang terlibat yaitu peternak dan koperasi, olahan daging kelinci berupa nugget di
76
jual kepada konsumen Bogor langsung dari koperasi tanpa perantara pengecer
Bogor, sehingga Margin total pada saluran 1 sebesar Rp 65.937,5 per kilogram.
Margin total pada pola 1 merupakan margin terendah dari ketiga pola saluran
tataniaga kelinci. Margin tertinggi pada saluran 1 terdapat pada lembaga Koperasi
yaitu sebesar Rp 51.500 per kilogram (78,1 persen), hal ini karena koperasi
mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan peternak sehingga keuntungan
yang didapat koperasi juga besar. Margin terendah terdapat pada peternak yaitu
Rp 14.437,5 per kilogram daging kelinci (21,9 persen).
Pada pola saluran 2 margin tataniaga kelinci pedaging dengan lembaga
yang terlibat adalah peternak, koperasi dan pengecer Bogor. Margin total pada
saluran ini adalah Rp 75.937,5 per kilogram nugget. Margin total pada saluran ini
merupakan margin tertinggi ke dua. Margin tataniaga tertingi pada saluran 2
terdapat pada koperasi sebesar Rp 51.500 per kilogram nugget (67,8 persen). Hal
ini karena biaya yang dikeluarkan oleh koperasi dalam proses pengolahan dari
daging kelinci menjadi nugget relatif besar sehingga keuntungan yang diambil
oleh koperasi juga besar. Margin tataniaga tertinggi kedua setelah koperasi adalah
peternak sebesar Rp 14.437,5 per kilogram (19,0 persen) dan margin tataniaga
terendah yaitu pada lembaga Pengecer sebesar Rp 10.000 per kilogram (13,2
persen).
Pada pola saluran 3 lembaga tataniaga kelinci yang terlibat adalah
peternak, koperasi dan pengecer luar Bogor. Margin total pada saluran ini sebesar
Rp 83.937,5 per kilogram nugget. Margin tataniaga ini merupakan margin
tataniaga tertinggi pertama pada saluran pemasaran kelinci pedaging di Desa
Gunung Mulya. Margin tataniaga tertinggi pada saluan ini terdapat pada lembaga
koperasi yaitu sebesar Rp 51.500 per kilogram (61,4 persen), kemudian pengecer
luar Bogor sebesar Rp 18.000 per kilogram (21,4 persen) dan margin terendeh
diambil oeh peternak sebesar Rp 14.437,5 per kilogram (17,2 persen).

6.6.2 Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer’s Share)


a) Bagian Harga yang diterima peternak kelinci hias jenis lokal
Bagian harga yang diterima oleh petani atau farmer’s share merupakan
perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh

77
konsumen atau harga penjualan ditingkat lembaga tataniaga tertinggi, umumnya
dinyatakan dalam persentase. Bagian harga yang diterima oleh petani merupakan
konsep balas jasa atas kegiatan yang dilakukan peternak dalam memelihara
kelinci. Besarnya farmer’s share pada kelinci hias jenis lokal dapat dilihat pada
Tabel 18.

Tabel 18. Farmer share pada kelinci hias jenis lokal


Saluran Harga di Tingkat Harga di Tingkat Farmer’s share
Petani (Rp/ekor) pengecer (Rp/ekor) (%)
1 10.000 25.000 40
2 10.000 25.000 40
3 11.000 20.000 55
4 12.000 25.000 48
5 12.000 12.000 100

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa bagian harga yang diterima


peternak berbeda-beda, bagian harga yang diterima peternak tertinggi terdapat
pada pola saluran 5 yaitu sebesar 100 persen dari harga yang dibayarkan
konsumen. Artinya adalah dari semua harga yang dibayarkan konsumen sebesar
Rp 12.000 per ekor kelinci hias jenis lokal, peternak mengambil semua harga
yang dibayarkan konsumen yaitu Rp 12.000 per ekor kelinci hias jenis lokal. Hal
ini karena tidak ada lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran ini, dimana
kelinci hias jenis lokal langsung dipasarkan dari peternak ke konsumen yang
mengunjungi Desa Gunung Mulya.
Tingginya farmer’s share yang diterima peternak selain karena pendeknya
rantai tataniaga, rendahnya harga jual ditingkat konsumen dan rendahnya marjin
yang terbentuk. Bagian harga yang diterima peternak terkecil terdapat pada
saluran tataniaga 1 dan 2 yaitu 40 persen dimana dari harga yang dibayarkan
konsumen sebesar Rp 25.000 per ekor (40 persen), peternak menerima bagian
harga sebesar Rp 10.000 dan sisanya yaitu sebesar Rp 15.000 atau 60 persen
diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini dikarenakan tingginya harga
jual pada lembaga tataniaga tertinggi dan besarnya margin yang terbentuk.

78
b) Bagian harga yang diterima peternak kelinci hias jenis luar
Bagian harga yang diterima oleh petani atau farmer’s share merupakan
perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh
konsumen atau harga penjualan ditingkat lembaga tataniaga tertinggi, umumnya
dinyatakan dalam persentase. Besarnya farmer’s share pada kelinci hias jenis luar
dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Farmer share pada kelinci hias jenis luar


Saluran Harga di Tingkat Harga di Tingkat Farmer’s share
Petani (Rp/ekor) pengecer (Rp/ekor) (%)
1 50.000 85.000 58,8
2 50.000 75.000 66.7
3 55.000 75.000 73,3

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa bagian harga yang diterima


peternak berbeda-besa, bagian harga yang diterima peternak tertinggi terdapat
pada pola saluran 1 yaitu sebesar 73,3 persen dari harga yang dibayarkan
konsumen. Artinya adalah dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp
75.000 per ekor kelinci hias jenis luar, peternak mengambil bagian harga sebesar
Rp 55.000 atau sama dengan 73,3 persen sedangkan sisanya Rp 25.000 atau sama
dengan 26,7 persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat.
Tingginya farmer’s share yang diterima peternak selain karena pendeknya
rantai tataniaga, rendahnya harga jual ditingkat konsumen dan rendahnya marjin
yang terbentuk. Bagian harga yang diterima peternak terkecil terdapat pada
saluran tataniaga 1 yaitu 58,8 persen dimana dari harga yang dibayarkan
konsumen sebesar Rp 85.000 atau sekitar 58,8 persen, peternak menerima bagian
harga sebesar Rp 50.000 dari dan sisanya yaitu sebesar Rp 35.000 atau 41,2
persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini dikarenakan
tingginya harga jual pada lembaga tataniaga tertinggi dan besarnya margin yang
terbentuk.

c) Bagian harga yang diterima peternak kelinci pedaging


Bagian harga yang diterima oleh petani atau farmer’s share merupakan
perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh
konsumen atau harga penjualan ditingkat lembaga tataniaga tertinggi, umumnya

79
dinyatakan dalam persentase. Besarnya farmer’s share pada kelinci pedaging
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Farmer share pada kelinci pedaging
Saluran Harga di Tingkat Harga di Tingkat Farmer’s share (%)
Petani (Rp/ekor) pengecer (Rp/ekor)
1 18.500 70.000 26,4
2 18.500 80.000 23,1
3 18.500 88.000 21,0

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa bagian harga yang diterima


peternak berbeda-beda, bagian harga yang diterima peternak tertinggi terdapat
pada pola saluran 1 yaitu sebesar 26,4 persen dari harga yang dibayarkan
konsumen. Artinya adalah dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp
70.000 per kilogram nugget, peternak mengambil bagian harga sebesar Rp 18.500
atau sama dengan 26,4 persen sedangkan sisanya Rp 51.500 atau 73,6 persen
diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat.
Tingginya farmer’s share yang diterima peternak selain karena pendeknya
rantai tataniaga, rendahnya harga jual ditingkat konsumen dan rendahnya marjin
yang terbentuk. Bagian harga yang diterima peternak terkecil terdapat pada
saluran tataniaga 3 yaitu 21,0 persen dimana dari harga yang dibayarkan
konsumen sebesar Rp 88.000 atau sekitar 21,0 persen, peternak menerima bagian
harga sebesar Rp 18.500 dari dan sisanya yaitu sebesar Rp 70.000 atau 79 persen
diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini dikarenakan tingginya harga
jual pada lembaga tataniaga tertinggi dan besarnya margin yang terbentuk.
Perbedaan bagian harga yang diterima peternak (farmer’s share) pada
setiap saluran baik kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya: a) besar kecilnya marjin tataniaga yang terbentuk
pada setiap pola pola saluran tataniaga, dan b) rendahnya dan tingginya harga
ditingkat konsumen atau harga jual pada tingkat lembaga tataniaga tertinggi.
Semakin besarnya margin tataniaga serta semakin rendah harga ditingkat
konsumen menyebabkan semakin besar bagian harga yang diterima peternak
(farmer’s share).

80
6.6.3 Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran
keuntungan dan biaya pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat pada masing-
masing saluran tataniaga Kelinci hias jenis lokal, hias luar dan pedaging di Desa
Gunung Mulya. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh yang
diperolah suatu lembaga tataniaga terhadap biaya tataniaga dikeluarkan oleh
lembaga tataniaga pada satu pola saluran pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio
yang diperolah dapat menujukkan semakin besar keuntungan yang didapatkan
oleh lambaga tataniaga yang terlibat. Rasio keuntungan biaya pada tataniaga
kelinci hias jenis lokal dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Kelinci Hias Jenis Lokal
Saluran Lembaga Keuntungan Biaya Rasio Keuntungan
Tataniaga (Rp/ekor) (Rp/Ekor) terhadap biaya
1 Tengkulak 4.617,8 172,6 26,8
Pengecer 6.987,2 3.021,8 2,3
2 Tengkulak 4.617,8 172,6 26,8
Pengecer 9.733,6 266,4 36,5
3 Pengecer 7.687,5 1.312,5 5,9
4 Koperasi 4.413,7 1.086,3 4,1
Pengecer 6.750 750 9
5 Peternak 2.312,5 1.562,5 1,5

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa rasio keuntungan dan biaya


terbesar pada tataniaga kelinci hias jenis lokal terdapat pada saluran 2 yaitu pada
tengkulak sebesar 26,8 dan pengecer Bogor sebesar 36,5. Rasio keuntungan
sebesar 26,8 berarti bahwa setiap Rp 1 per ekor biaya tataniaga yang dikeluarkan
akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 26,8 per ekor kelinci hias jenis lokal.
Nilai rasio keuntungan biaya terkecil terdapat pada saluran 5 yaitu pada peternak
sebesar 1,5 yang artinya dari biaya Rp 1 per ekor kelinci hias jenis lokal akan
mendatangkan keuntungan hanya sebesar Rp 1,5 per ekor. Rasio keuntungan
biaya pada tataniaga kelinci hias luar dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

81
Tabel 22. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Kelinci Hias Jenis Luar
Saluran Lembaga Keuntungan Biaya Rasio keuntungan
Tataniaga (Rp/Ekor) (Rp/Ekor) terhadap biaya
1 Tengkulak 13.875 1.125 12,3
Pengecer 14.250 5.750 2,4
2 Tengkulak 13.875 1.125 12,3
Pengecer 8.125 1.875 4,3
3 Koperasi 7.693,7 2.306,3 3,3
Pengecer 8.125 1.875 4,3

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa rasio keuntungan dan biaya


terbesar pada tataniaga kelinci hias jenis luar terdapat pada saluran 2 yaitu pada
tengkulak sebesar 12,3 dan pengecer Bogor sebesar 2,2. Rasio keuntungan sebesar
12,3 berarti bahwa setiap Rp 1 per ekor biaya tataniaga yang dikeluarkan akan
mendapatkan keuntungan sebesar Rp 12,3 per ekor kelinci hias jenis luar. Nilai
rasio keuntungan biaya terkecil terdapat pada saluran 3 yaitu pada koperasi
sebesar 3,3 dan pengecer Bogor sebesar 4,3 yang artinya dari biaya Rp 1 per ekor
kelinci hias jenis luar akan mendatangkan keuntungan hanya sebesar Rp 3,3 per
ekor. Rasio keuntungan biaya pada tataniaga kelinci pedaging dapat dilihat pada
Tabel 23.

Tabel 23. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Kelinci Pedaging


Saluran Lembaga Keuntungan Biaya Rasio
Tataniaga (Rp/Ekor) (Rp/Ekor) keuntungan
terhadap biaya
1 Koperasi 41.938 9.563 4,4
2 Koperasi 41.938 9.563 4,4
Pengecer 6.000 4.000 1,5
3 Koperasi 41.938 9.563 4,4
Pengecer 10.666,7 7.333,4 1,5

Berdasarkan tabel terlihat bahwa rasio keuntungan dan biaya terbesar pada
tataniaga kelinci jenis pedaging terdapat pada saluran 1,2 dan 3 yaitu pada
koperasi sebesar 4,4. Rasio keuntungan sebesar 4,4 berarti bahwa setiap Rp 1 per
kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar
Rp 4,4 per kilogram daging kelinci. Nilai rasio keuntungan biaya terkecil terdapat
pada saluran 2 dan 3 yaitu pada pengecer dalam dan luar Bogor sebesar 1,5 yang
artinya dari biaya Rp 1 per kilogram olahan daging kelinci akan mendatangkan
keuntungan hanya sebesar Rp 1,5 per kilogram.
82
Untuk melihat efisiensi dari sisi petani, maka diantara ketiga jenis kelinci
yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya, kelinci jenis hias luar yang paling
efisien, karena memiliki farmer’s share tertinggi yaitu antara 58,8-73,3 persen.
Sedangkan untuk melihat efisiensi operasional, menurut Ratna Winandi dalam
Buku Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran, indikator yang paling tepat
digunakan adalah menggunakan ratio keuntungan dan biaya. Pada penelitian
tentang tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya, saluran yang paling efisien dari
segi operasional adalah saluran 2 pada tataniaga kelinci hias jenis lokal pada
lembaga pengecer yaitu sebesar 36,5 yang berarti dari Rp 1 biaya yang
dikeluarkan dalam tataniaga kelinci hias jenis lokal akan mendapatkan
keuntungan sebesar Rp 36,5 per ekor kelinci hias jenis lokal.

83

Anda mungkin juga menyukai