Studi pemasaran ternak sapi pada kawasan perbatasan Indonesia dan republik
demokratik Timor Leste (RDTL) di Kabupaten Timor Tengah Utara
(Marketing study of beef cattle in indonesia and timor leste democratic republic border
area in regency of timor tengah utara)
Oleh
Romandus Abi, Matheos F. Lalus, Johanes G. Sogen
Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana,
Jln. Adisucipto Penfui, Kupang 85001
Email: romandusabi@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian secara survei tentang pemasaran ternak sapi telah dilaksanakan di Kabupaten Timor Tengah
Utara selama enam bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola saluran pemasaran ternak
sapi, menganalisis margin pemasaran ternak sapi dan mengkaji saluran pemasaran manakah yang paling
efisien di kawasan perbatasan Indonesia dan RDTL. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
survey. Pengambilan contoh dilakukan melalui beberapa bertahap (multi stages sampling) yaitu: tahap
pertama adalah penentuan kecamatan dan desa contoh dilakukan secara purposif sebanyak tiga kecamatan
contoh, selanjutnya dari ketiga kecamatan tersebut dipilih lima desa contoh. Tahap ke dua adalah
penentuan responden yang terdiri dari responden peternak dan pedagang. Pemilihan responden peternak
dilakukan secara acak non-proporsional, sedangkan penentuan responden pedagang menggunakan teknik
Snowbal sampling. Analisis data yang digunakan analisis margin pemasaran dan efisiensi pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran yakni 1) peternak-konsumen,
2) peternak-pedagang pengumpul-pedagang besar-konsumen dan 3) peternak-pedagangantar pulau-
konsumen. Pada saluran I biaya pemasaran sebesar Rp0 dan Farmer Share 100%. Pada saluran II biaya
pemasaran blantik desa sebesar Rp105.000, pedagang besar sebesar Rp175.000/ST, keuntungan blantik
desa sebesar Rp895.000, pedagang besar sebesar Rp1.825.000/ST dan Farmer Share 76%. Efisiensi
Pemasaran saluran II dan III disebut efisien dengan nilai EP masing-masing sebesar = 2,24% dan 23,36%.
Kata kunci: peternak, perantara, margin, efisiensi.
ABSTRACT
The aim of the survey to determine the pattern of marketing channels for cattle, to analyze the marketing
margins of cattle and examin which marketingg channels are the most eficienct in the border regions of
indonesia and rDTL. The research methods used is survey methods. Sampling has been done through
several stages (multy stages sampling)namely the first stage is the determination of the sample sub-
districts and villages is purposively as many as three sample sub-districts, then five sample villages are
selected. The second stage is determination of respondents consisting of farmer respondents and trader
respondents. The selection of farmer respondents was conducted in a non-proportional random manner,
while the determination of trader repondents used the snobal sampling technique. Data analysis used is
marketing margin and marketing efficiency. The result of the study indicate that there are three patterns of
marketing channels, namely 1) breeder- consumer 2) breeder-collector-whole salers-consumer 3) breeder-
inter-island traders-consumer. On the first channel the marketing cost is Rp.0 and farmer share is 100%.
On the second channels the marketing costs for village leader is Rp. 895.000, whole salers is
Rp175.000/AU, profit for village leader is Rp 895.000, whole salers is Rp1.825.000/AU and farmer share
is 76%. The marketing efficiency of the second and third channels is called efficient with ME values of
2.24% and 23.36%.
Keywords : breeder, intermediary, margin, efficiency
291
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
PENDAHULUAN
Ternak sapi sebagai salah satu ternak peternakan, maka usaha peternakan akan
penghasil daging dan berperanan penting bersifat statis dan usaha tersebut hanya akan
sebagai sumber pendapatan, tenaga kerja, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
sebagai komoditi adat atau status sosial peternak saja.
seseorang dalam masyarakat. Selain sebagai Sebagian besar peternak di kawasan
penghasil pupuk organik, produk utama perbatasan Indonesia dan RDTL menjual
bahan pangan sumber protein hewani bagi ternak sapinya dalam dua cara yaitu menjual
konsumen. Oleh karena itu, ternak sapi dengan melihat tampilan tubuh ternak bagian
sangat berperan dalam memberi sumbangan luar dan menjual dengan berdasarkan bobot
atau manfaat bagi peternak maupun badan hidup ternak sapi (cara ditimbang).
masyarakat lainnya (Suryana, 2009). Pemasaran ini dilakukan oleh peternak
Populasi ternak sapi di Kabupaten melalui pedagang perantara seperti blantik
TTU pada tahun 2014 mengalami desa dan pedagang pengumpul kecamatan
peningkatan sebesar 8.508 ekor dan tahun karena di daerah kawasan perbatasan
2015 meningkat sebesar 2.700 ekor (Dinas Indonesia dan RDTL pemasaran ternak sapi
Peternakan Kabupaten Timor Tengah Utara lebih banyak dikuasai oleh pedagang
2016). Peningkatan populasi ini disebabakan perantara atau blantik. Biasanya pedagang
karena adanya usaha peternakan yang pengumpul atau blantik ini akan mendatangi
dilakukan oleh masyarakat. Usaha yang para peternak, selanjutnya para pedagang
dilakukan masyarakat ini dipengaruhi oleh pengumpul tersebut akan menjual ternak sapi
permintaan pasar sapi yang semakin hari yang telah dibeli kepada pedagang lokal
semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan lainnya, RPH maupun luar daerah.
tersebut bertujuan untuk meningkatkan Keberadaan blantik di sisi lain sangat
kebutuhan pangan masyarakat dan juga membantu petani dalam memasarkan
ekspor ke daerah lain. ternaknya dan memudahkan petani
Jumlah ternak sapi yang dipotong di mendapatkan uang tunai bila peternak
Rumah Potong Hewan (RPH) di Kabupaten membutuhkan. Pemasaran ternak sapi
TTU pada tahun 2015 adalah sebanyak 1.653 menggunakan jalur pemasaran, sehingga
ekor (1,40%). Sedangkan ternak sapi yang produk peternakan tersebut dapat sampai di
dikirim atau diperdagangkan ke luar daerah tangan konsumen. Jalur pemasaran yang
Kabupaten TTU pada tahun 2015 adalah relatif panjang menyebabkan kerugian baik
sebanyak 10.223 ekor atau sebesar 8,67% bagi peternak maupun konsumen, karena
(Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah konsumennya terbebani dengan beban biaya
Utara 2016).. Hal ini mengindikasikan bahwa pemasaran yang berat untuk membayar
ternak sapi masih menjadi komoditas dengan harga yang tinggi. Sedangkan bagi
unggulan yang banyak diperdagangkan. Hal peternak, perolehan pendapatan menjadi lebih
tersebut dapat berdampk positif bagi rendah karena harga penjualan yang diterima
pengembangan usaha ternak sapi. jauh lebih rendah. Peran pedagang dan
Pengembangan usaha ternak sapi di blantik yang masih besar dalam jual beli
daerah perbatasan dengan RDTL sebagian ternak menyebabkan harga yang diterima
besar merupakan peternakan rakyat yang peternak menjadi kecil, karena peternak tidak
sistem pengembangannya masih bersifat memiliki posisi tawar (Ningsih et al., 2017).
ekstensif tradisional. Perlu diketahui bahwa Lembaga pemasaran hadir untuk
setiap usaha yang dijalankan tentu akan membantu pemindahan ternak sapi maka
berujung pada pemasaran. Sebab tanpa akan menimbulkan margin pada setiap
pemasaran pelaku bisnis akan rugi karena lembaga pemasaran; sesuai banyaknya
barang hasil produksinya tidak dapat dijual. lembaga pemasaran yang terlibat akan
Mosher (1968) dalam Widiarti (2010) menyebabkan margin pemasaran semakin
pemasaran merupakan syarat mutlak dalam besar, yang pada akhirnya mempengaruhi
pembangunan pertanian dan peternakan. efisiensi pemasaran ternak sapi di kawasan
Tanpa adanya pemasaran hasil-hasil perbatasan Indonesia dan RDTL. Ada
292
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
METODE PENELITIAN
Metode Pengambilan Contoh Metode pengambilan data yang digunakan
Metode pengambilan contoh dilakukan melalui dalam penelitian ini adalah : a) Observasi yaitu
beberapa tahap (Multi Stage Sampling). Tahap pengumpulan data yang dilakukan melalui
pertama adalah penentuan tiga kecamatan pengamatan secara langsung terhadap lokasi
contoh dari 24 kecamatan di Kabupaten TTU penelitian dan aktivitas masyarakat sehari-hari;
secara sengaja (purposive sampling) dengan b) Wawancara yaitu pengumpulan data yang
pertimbangan, kecamatan–kecamatan tersebut dilakukan melalui wawancara langsung dengan
berbatasan langsung dengan RDTL. Tiga peternak dan pedagang. Untuk memudahkan
kecamatan contoh yakni Kecamatan Mutis, dalam proses wawancara digunkan kuisioner
Kecamatan Miomaffo Barat dan Kecamatan atau daftar pertanyaan yang disusun sesuai
Bikomi Utara. Selanjutnya dari ketiga kebutuhan penelitian; c) Dokumentasi yaitu
Kecamatan tersebut dipilih lima desa contoh cara pengumpulan data yang diperoleh dari
dengan pertimbangan yang sama, masing- dokumen-dokumen yang ada dan diperoleh dari
masing sebagai berikut: Desa Naekake A, peternak dan pedagang.
Naekake B, Tasinifu, Manusasi dan Napan. Metode Analisis Data
Pemilihan responden peternak dilakukan secara Data dianalisis menggunakan analisis deskripsi
acak non-proporsional, di mana setiap desa kualitatif, analisis margin pemasaran, dilakukan
contoh dipilih 18 responden sehingga secara dengan menghitung besarnya biaya,
keseluruhan terdapat 90 responden peternak keuntungan dan margin pemasaran pada tiap
representatif. Sedangkan penetuan responden lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran
pedagang perantara dengan menggunakan yang digunakan serta analisis efisiensi
teknik snow-ball sampling (Nazir, 2014; pemasaran (Anindita dan Baladina, 2017;
Silalahi, 2010). Sudyiono, 2014).
Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara langsung dengan responden yaitu
petani peternak sapi dan pedagang di
Kecamatan Mutis, Kecamatan Miomaffo Barat
dan Kecamatan Bikomi Utara. Sedangkan jenis
data sekunder yang diambil meliputi:
dokumentasi dan data diperoleh melalui buku
statistik dan berbagai sumber dari instansi yang
terkait dengan penelitian ini.
Metode Pengambilan Data
293
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
a. Biaya Pemasaran
BP = BP1 + BP2 + BP3 + ... + BPn
Keterangan:
BP = Biaya pemasaran ternak sapi
BP1, BP2, BPn = Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran ternak sapi
b. Keuntungan Pemasaran
KP = KP1 + KP2 +KP3 + ...+KPn
Keterangan:
KP= Keuntungan pemasaran ternak sapi secara total
KP1, KP2,KPn = Keuntungan pemasaran ternak sapi tiap lembaga pemasaran.
c. Margin Pemasaran
MP = Pr – Pf
Keterangan:
MP = Margin pemasaran ternak sapi
Pr = Harga ternak sapi ditingkat pedagang
Pf = Harga ternak sapi ditingkat peternak
d. Efisiensi pemasaran,
TB
EP= x 100%
TNP
Keteranga:
EP = Efisiensi Pemasaran
TB = Total biaya pemasaran
TNP = Total Nilai Produk
294
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
pemasaran (marketing cost) dan keuntungan informasi pasar yang memadai melalui
pemasaran (marketing profit) menjadi dukungan layanan teknologi dapat membantu
berbeda di setiap tingkat lembaga pemasaran. peternak dalam pemasran ternak sapi.
Dari pihak konsumen akan memberikan jasa Berdasarkan hasil pengamatan dan
berupa margin kepada lembaga pemasaran. penelusuran langsung transaksi para
Pemasaran sapi di perbatasan pedagang perantara, diketahui bahwa
Kabupaten TTU-RDTL sebagian besar harga pemasaran sapi di Kabupaten TTU, terdapat
jualnya masih dikuasai oleh pedagang beberapa saluran pemasaran yang melibatkan
perantara. Hal ini disebabkan oleh berbagai beberapa pedagang perantara yaitu pedagang
keterbatasan yang dimiliki peternak antara pengumpul, pedagang besar dan pedagang
lain; kurangnya modal dan rendahnya tingkat antar pulau. Terdapat tiga macam saluran
pengetahuan peternak dalam proses pemasaran sebagaimana yang ditunjukkan
pemasaran sapi terutama informasi pasar. pada skema saluran pemasaran berikut:
Musemwa et al. (2010) menyatakan bahwa
2 PEDAGANG
BESAR
PEDAGANG
KONSUMEN
PENGUMPUL
PETERNAK
1
PEDAGANG
ANTAR PULAU
3
295
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
konsumen. Kondisi tersebut dapat dilihat keuntungan sebesar Rp1.995.000/ST. Hal ini
pada Tabel 2 bahwa pada saluran I biaya sesuai dengan yang dilaporkan oleh
pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp0 Widitananto et al. (2012) yang menyatakan
karena tidak ada pedagang perantara yang bahwa semakin panjang saluran pemasaran
terlibat. Pada saluran II biaya pemasaran maka biaya yang dikeluarkan akan semakin
yang dikeluarkan oleh blantik sebesar tinggi.
Rp105.000/ST dan diperoleh keuntungan Pemasaran Sapi di Kabupaten TTU
sebesar Rp895.000/ST. Selanjutnya biaya Untuk mengetahui proses pemasaran
pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang sapi di Kabupaten TTU berjalan secara
besar sebesar Rp175.000/ST dan diperoleh efisien atau tidak, maka dilakukan
keuntungan sebesar Rp1.825.000/ST. perhitungan biaya pemasaran, margin
Besaran biaya pemasaran yang bervariasi pemasaran, farmer share dan efisiensi
tersebut dipengaruhi oleh biaya transportasi pemasaran dari setiap lembaga pemasaran.
dari kantong produksi ke pasar. Adanya Besaran biaya dan margin pemasaran yang
perbedaan saluran pemasaran mempengaruhi pada setiap saluran pemasaran ternak sapi
tingkat harga, share keuntungan dan margin dipengaruhi oleh masing-masing harga yang
pemasaran yang diterima oleh setiap lembaga berlaku di tiap peternak dan pelaku
pemasaran. Pada saluran III biaya pemasaran pemasaran berdasarkan harga rata-rata dari
yang dikeluarkan oleh pedagang antar pulau sejumlah peternak dan pelaku pemasaran.
sebesar Rp3.505.000/ST dan diperoleh
Tabel 1. Rata-Rata Biaya, keuntungan dan Farmer share pada saluran I pemasaran ternak sapi
di Kabupaten TTU.
No Mata Rantai Tataniaga Harga (Rp) Share(%)
1 Peternak 9.500.000 100%
2 Konsumen 9.500.000
Sumber: Data Primer, 2018 (Diolah).
Saluran pemasaran sapi yang pertama sangat efisien. Saliem (2004) menyatakan
seperti pada Tabel 1 terlihat bahwa bahwa semakin tinggi harga yang diterima
konsumen membeli langsung sapi dari produsen, semakin efisien pemasaran
peternak sehingga tidak ada biaya pemasaran tersebut. Selanjutnya ditambahkan oleh
yang dikeluarkan oleh peternak. Harga jual Soekartawi (2002) bahwa untuk mengukur
peternak dan harga beli konsumen yang efisiensi pemasaran adalah persentase antara
diperoleh merupakan harga kesepakatan biaya pemasaran dengan nilai produk yang
antara kedua pihak yang melakukan transaksi dipasarkan dan pemasaran tidak akan efisien
pemasaran. Pada saluran I nilai farmer’s jika biaya pemasaran semakin besar dari nilai
sharenya adalah 100% karena rantai produk yang dipasarkan atau pemasaran yang
pemasaran tergolong pendek dan tidak efisien jika biaya pemasaran lebih rendah dari
melibatkan lembaga perantara. Hal ini sesuai nilai produk yang dipasarkan.
dengan hasil penelitian Mariyono et al. Pada saluran II pemasaran sapi tidak
(2013) dan Emhar, et al. (2014) yang langsung dari peternak ke konsumen namun
menyatakan bahwa semakin pendek saluran melibatkan dua lembaga perantara yakni
pemasaran maka semakin efisien. Kondisi ini pedagang pengumpul dan pedagang besar
dapat dilihat dari niai efisiensi yang diperoleh (Tabel 2).
yakni sebesar 100%, artinya bahwa saluran I
296
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
Tabel 2. Rata-Rata Biaya, keuntungan dan Farmer share pada saluran II pemasaran ternak sapi
di Kabupaten TTU.
No Mata Rantai Tataniaga Harga (Rp)/ST Share(%)
1 Peternak 9.500.000 76%
2 Blantik Desa 10. 500.000 84%
Biaya:
a) Kesehatan 15.000 0,12%
b) Retribusi 10.000 0,08%
c) Pakan 80.000 0,64%
Total Biaya 105.000 0,84%
Keuntungan 895.000 7,16%
3 Pedagang Besar 12.500.000 100%
Biaya:
a) Retribusi (Kefa-Kupang) 75.000 0,6%
b) Transportasi 20.000 0,16%
c) Pakan 80.000 0,64%
Total Biaya 175.000 1,4%
Keuntungan 1.825.000 14,6%
4 Konsumen 12.500.000
Sumber: Data Primer, 2018 (Diolah)
a. Farmer share menyebabkan terjadinya variasi nilai farmer
Nilai Farmer share yang diperoleh pada share.
saluran kedua menurut klasifikasi umum
b. Biaya.
ternak sapi yang dijual sebesar 76% dari
Pada saluran ini terdapat biaya pemasaran
harga yang dibayar oleh pedagang besar. Hal
yaknisebesar Rp105.000/ST yang
ini mengindikasikan bahwa peternak di
dikeluarkan blantik desa untuk
daerah ini sudah menerima harga yang layak,
mendistribusikan sapi ke pedagang besar.
namun share yang diterima peternak tersebut
Sedangkan biaya pemasaran yang
bukanlah share yang sebenarnya. Sebab
dikeluarkan oleh pedagang besar untuk
masih ada banyak biaya-biaya yang tidak
mendistribusikan sapi ke konsumen sebesar
terhitung pada saat ternak sapi masih berada
Rp175.000 atau meningkat hingga 1,4%
di tangan peternak sebelum terjadi
dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh
kesepakatan harga dengan para pedagang
blantik desa.
perantara. Dengan demikian saluran
c. Keuntungan.
pemasaran kedua ini sudah efisien. Hal ini
Pedagang besar memperoleh
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Azzaino
keuntungan sebesar Rp1.825.000/ST atau
(1983) bahwa sistem pemasaran dikatakan
meningkat mencapi 14,6% dibandingkan
efisien apabila dapat memberikan suatu balas
keuntungan yang diperoleh blantik desa yang
jasa yang seimbang kepada semua pelaku
memperoleh keuntungan sebesar
pemasaran yang terlibat yaitu peternak,
Rp895.000/ST atau sebesar 7,16%. Nilai
pedagang perantara dan konsumen akhir.
keuntungan ini mengindikasikan bahwa
Farmer share yang diperoleh pada saluran ini
setiap pendistribusian 1 ekor sapi dari
lebih kecil dibandingkan pada saluran I
pedagang pengumpul ke konsumen oleh
karena pada saluran II melibatkan peran
pedagang besar diperoleh keuntungan sebesar
lembaga pemasaran yang menyalurkan sapi
nilai tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh
dari produsen ke konsumen. Kegiatan
besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
penyaluran barang ini tentunya akan
pedagang besar lebih tinggi dibandingkan
menimbulkan biaya operasional selama
blantik, sehingga untuk menutupi biaya
proses pemasaran sehingga lembaga
tersebut pedagang menaikan harga jual untuk
pemasaran berusaha untuk menekan harga di
memperoleh keuntungan. Kondisi tersebut
tingkat peternak dan meningkatkan harga jual
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Rum
di tingkat konsumen untuk memperoleh
(2011) bahwa pedagang yang terlibat dalam
keuntungan. Perbedaan harga inilah yang
proses pemasaran memiliki informasi yang
297
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
cukup mengenai situasi permintaan dan konsumen yang ada di Kabupaten TTU
penawaran, sehingga dua kekuatan inilah melibatkan satu lembaga perantara yakni
yang pada akhirnya berperan dalam proses pedagang antar pulau yang membeli sapi dari
penentuan harga. peternak lalu dijual ke konsumen.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada
saluran III pemasaran sapi dari peternak ke
Tabel 3. Rata-Rata Biaya, keuntungan dan Farmer share pada saluran III pemasaran ternak sapi
di Kabupaten TTU.
No Mata Rantai Tataniaga Harga(Rp/ ST) Share(%)
1 Peternak 9.500.000 63,33%
2 Pedagang Antar Pulau 15.000.000 100%
Biaya:
a) Kesehatan 15.000 0,1%
b) Retribusi 10.000 0,06%
c) Pakan 80.000 0,53%
d) Biaya retribusi (Kefa -Wini) 5.000 0,03%
e) Transpor dari penampungan ke pelabuhan 50.000 0,33%
Wini
f) Biaya pakan selama penampungan di 30.000 0,2%
karantina
g) Biaya kesehatan (pengambilan sampel 2.500 0,016%
darah) dan surat ijin
h) Tenaga kerja selama penampungan sampai 50.000 0,33%
antar pulau
i) Biaya beli bambu (250 batang) 5.000 0,03%
j) Biaya kapal 400.000 2,66%
k) Pakan selama perjalanan 150.000 1%
l) Karantina luar pulau 7.500 0,05%
m) Biaya penyusutan 600.000 4%
n) Biaya makan dan minum untuk 5 orang 500.000 3,33%
Penjaga
o) Tiket pesawat pedagang 1.600.000 10,66%
298
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat pemasaran tersebut berbeda antara satu
disimpulkan bahwa: 1) Pola saluran dengan yang lainya. Keuntungan tertinggi
pemasaran ternak sapi di Kabupaten TTU- terjadi pada saluran III yang besarnya
RDTL terdiri dari tiga saluran pemasaran Rp1.995.000 tetapi farmer sharenya hanya
yakni pola I: peternak - konsumen, pola II: 63,33% dibandingkan dengan saluran II yang
peternak – pedagang pengumpul – pedagang farmer sharenya sebesar 76%. 3) Efisiensi
besar - konsumen dan pola III: peternak – Pemasaran saluran II dan III disebut efisien
pedagang antar pulau – konsumen. 2) dengan nilai EP masing-masing sebesar =
Keuntungan pemasaran pada ketiga pola 2,24% dan 23,36%.
299
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, R dan Nur Baladina,2017. Putri, Y. R., S. I. Santoso, dan W. Roessali.
Pemasaran Produk Pertanian. Penerbit 2014. Farmer Share Dan Efisiensi
Andi Yogyakarta. Saluran Pemasaran Kacang
Hijau(Vigna radiata, L.) Di Kecamatan
Azzaino, Z. 1983. Pengantar Taternakaga
Godong Kabupaten Grobogan. J. Agri
Perternakan: Diktat Kuliah Fakultas
Wilasodra. 6 (2): 21-29
Perternakan. Unila. Bandar Lampung.
Rum, M. 2011. Analisis Margin Pemasaran
Emhar,A., Aji, J.M.M., Agustina, T. 2014.
dan Sensitivitas Cabai Besar di
Analisis Rantai Pasokan (Supply
Kabupaten Malang. Jurnal Agribisnis.
Chain) Daging Sapi Di Kabupaten
8 (2): 133-141 Desember 2011.
Jember. Jurnal Berkala Ilmiah
Pertanian. 1 (3): 53-61. Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin
Pemasaran: Salah Satu Pendekatan
Hadi, P.U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan
dalam Sistem Distribusi Pangan.
prospek pengembangan usaha
Dalam: prosiding Prospek Usaha dan
pembibitan sapi potong di Indonesia.
Pemasaran Beberapa Komoditas
Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Perternakan. Monograph Series No.
Pertanian 21(4): 148-157.
24. Pusat Penelitian dan
Heryadi, A.Y. 2011. Pola Pemasaran Ternak Pengembangan Sosial Ekonomi
Potong Di Pulau Madura. J-SEP. 5(2): Perternakan, Bogor.
38-46
Silalahi, Ulber, 2010. Metode Penelitian
Mariyono, Utami, D.P. dan Zulfanita. 2013. Sosial. Penerbit Refika Aditama
Tataniaga Daging Sapi Di Kabupaten Bandung.
Purworejo. Jurnal Surya Agritama. 2
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi
(2) : 78-88.
Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada.
Mosher, A. T. 1968. Menggerakan dan Jakarta.
Membangun Pertanian. Jayaguna,
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian
Jakarta.
Cetakan Ketiga. Universitas
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.
Perternakan. Lembaga Penelitian,
Sunarto, E., Nono, O.H., Lole, U.R., Henuk,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi
Y. L. 2016. Kondisi Ekonomi Rumah
dan Sosial,Yogyakarta.
Tangga Peternak Penggemukan Sapi
Musemwa, L., Mushunje, A., Chimonyo, M., Potong Pada Peternakan Rakyat di
Mapiye, C. 2010. Low Cattle Market Kabupaten Kupang. Jurnal Peternakan
Off-Take Rates In Communal Indonesia. 18(1): 21-28
Production Systems of South Africa :
Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak
Causes and Mitigation Strategies. J.
Sapi Potong Berorientasi Agribisnis
Sus. Dev. in Africa 12: 209-225.
dengan Pola Kemitraan. Jurnal
Nazir, M. 2014. Metode Penelitian. Penerbit Litbang Pertanian, 28(1) : 29-37
Ghalia Indonesia Bogor.
Widiarti, E. 2010. Analisis Margin
Ningsih, U. W., dan B. Hartono. 2017. Pemasaran Jahe di Kabupaten
Analisis Pemasaran Sapi Potong Wonogiri. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Melalui analisis Margin, Transmisi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Harga, Struktur Pemasaran, Perilaku
Widitananto, A., Sihombing, G., Sari, A.I.
Pemasaran dan Kinerja Pemasaran.
2012. Analisis Pemasaran Sapi Potong
Jurnal-Jurnal Peternakan. 27 (1): 1-
di Kecamatan Playen Kabupaten
11.
Gunung Kidul. Journal Tropical
Animal Husbandry. 1(1): 59-66
300