Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Peternakan Volume 1 No.

2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

Studi pemasaran ternak sapi pada kawasan perbatasan Indonesia dan republik
demokratik Timor Leste (RDTL) di Kabupaten Timor Tengah Utara
(Marketing study of beef cattle in indonesia and timor leste democratic republic border
area in regency of timor tengah utara)

Oleh
Romandus Abi, Matheos F. Lalus, Johanes G. Sogen
Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana,
Jln. Adisucipto Penfui, Kupang 85001
Email: romandusabi@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian secara survei tentang pemasaran ternak sapi telah dilaksanakan di Kabupaten Timor Tengah
Utara selama enam bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola saluran pemasaran ternak
sapi, menganalisis margin pemasaran ternak sapi dan mengkaji saluran pemasaran manakah yang paling
efisien di kawasan perbatasan Indonesia dan RDTL. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
survey. Pengambilan contoh dilakukan melalui beberapa bertahap (multi stages sampling) yaitu: tahap
pertama adalah penentuan kecamatan dan desa contoh dilakukan secara purposif sebanyak tiga kecamatan
contoh, selanjutnya dari ketiga kecamatan tersebut dipilih lima desa contoh. Tahap ke dua adalah
penentuan responden yang terdiri dari responden peternak dan pedagang. Pemilihan responden peternak
dilakukan secara acak non-proporsional, sedangkan penentuan responden pedagang menggunakan teknik
Snowbal sampling. Analisis data yang digunakan analisis margin pemasaran dan efisiensi pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran yakni 1) peternak-konsumen,
2) peternak-pedagang pengumpul-pedagang besar-konsumen dan 3) peternak-pedagangantar pulau-
konsumen. Pada saluran I biaya pemasaran sebesar Rp0 dan Farmer Share 100%. Pada saluran II biaya
pemasaran blantik desa sebesar Rp105.000, pedagang besar sebesar Rp175.000/ST, keuntungan blantik
desa sebesar Rp895.000, pedagang besar sebesar Rp1.825.000/ST dan Farmer Share 76%. Efisiensi
Pemasaran saluran II dan III disebut efisien dengan nilai EP masing-masing sebesar = 2,24% dan 23,36%.
Kata kunci: peternak, perantara, margin, efisiensi.

ABSTRACT
The aim of the survey to determine the pattern of marketing channels for cattle, to analyze the marketing
margins of cattle and examin which marketingg channels are the most eficienct in the border regions of
indonesia and rDTL. The research methods used is survey methods. Sampling has been done through
several stages (multy stages sampling)namely the first stage is the determination of the sample sub-
districts and villages is purposively as many as three sample sub-districts, then five sample villages are
selected. The second stage is determination of respondents consisting of farmer respondents and trader
respondents. The selection of farmer respondents was conducted in a non-proportional random manner,
while the determination of trader repondents used the snobal sampling technique. Data analysis used is
marketing margin and marketing efficiency. The result of the study indicate that there are three patterns of
marketing channels, namely 1) breeder- consumer 2) breeder-collector-whole salers-consumer 3) breeder-
inter-island traders-consumer. On the first channel the marketing cost is Rp.0 and farmer share is 100%.
On the second channels the marketing costs for village leader is Rp. 895.000, whole salers is
Rp175.000/AU, profit for village leader is Rp 895.000, whole salers is Rp1.825.000/AU and farmer share
is 76%. The marketing efficiency of the second and third channels is called efficient with ME values of
2.24% and 23.36%.
Keywords : breeder, intermediary, margin, efficiency

291
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

PENDAHULUAN
Ternak sapi sebagai salah satu ternak peternakan, maka usaha peternakan akan
penghasil daging dan berperanan penting bersifat statis dan usaha tersebut hanya akan
sebagai sumber pendapatan, tenaga kerja, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
sebagai komoditi adat atau status sosial peternak saja.
seseorang dalam masyarakat. Selain sebagai Sebagian besar peternak di kawasan
penghasil pupuk organik, produk utama perbatasan Indonesia dan RDTL menjual
bahan pangan sumber protein hewani bagi ternak sapinya dalam dua cara yaitu menjual
konsumen. Oleh karena itu, ternak sapi dengan melihat tampilan tubuh ternak bagian
sangat berperan dalam memberi sumbangan luar dan menjual dengan berdasarkan bobot
atau manfaat bagi peternak maupun badan hidup ternak sapi (cara ditimbang).
masyarakat lainnya (Suryana, 2009). Pemasaran ini dilakukan oleh peternak
Populasi ternak sapi di Kabupaten melalui pedagang perantara seperti blantik
TTU pada tahun 2014 mengalami desa dan pedagang pengumpul kecamatan
peningkatan sebesar 8.508 ekor dan tahun karena di daerah kawasan perbatasan
2015 meningkat sebesar 2.700 ekor (Dinas Indonesia dan RDTL pemasaran ternak sapi
Peternakan Kabupaten Timor Tengah Utara lebih banyak dikuasai oleh pedagang
2016). Peningkatan populasi ini disebabakan perantara atau blantik. Biasanya pedagang
karena adanya usaha peternakan yang pengumpul atau blantik ini akan mendatangi
dilakukan oleh masyarakat. Usaha yang para peternak, selanjutnya para pedagang
dilakukan masyarakat ini dipengaruhi oleh pengumpul tersebut akan menjual ternak sapi
permintaan pasar sapi yang semakin hari yang telah dibeli kepada pedagang lokal
semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan lainnya, RPH maupun luar daerah.
tersebut bertujuan untuk meningkatkan Keberadaan blantik di sisi lain sangat
kebutuhan pangan masyarakat dan juga membantu petani dalam memasarkan
ekspor ke daerah lain. ternaknya dan memudahkan petani
Jumlah ternak sapi yang dipotong di mendapatkan uang tunai bila peternak
Rumah Potong Hewan (RPH) di Kabupaten membutuhkan. Pemasaran ternak sapi
TTU pada tahun 2015 adalah sebanyak 1.653 menggunakan jalur pemasaran, sehingga
ekor (1,40%). Sedangkan ternak sapi yang produk peternakan tersebut dapat sampai di
dikirim atau diperdagangkan ke luar daerah tangan konsumen. Jalur pemasaran yang
Kabupaten TTU pada tahun 2015 adalah relatif panjang menyebabkan kerugian baik
sebanyak 10.223 ekor atau sebesar 8,67% bagi peternak maupun konsumen, karena
(Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah konsumennya terbebani dengan beban biaya
Utara 2016).. Hal ini mengindikasikan bahwa pemasaran yang berat untuk membayar
ternak sapi masih menjadi komoditas dengan harga yang tinggi. Sedangkan bagi
unggulan yang banyak diperdagangkan. Hal peternak, perolehan pendapatan menjadi lebih
tersebut dapat berdampk positif bagi rendah karena harga penjualan yang diterima
pengembangan usaha ternak sapi. jauh lebih rendah. Peran pedagang dan
Pengembangan usaha ternak sapi di blantik yang masih besar dalam jual beli
daerah perbatasan dengan RDTL sebagian ternak menyebabkan harga yang diterima
besar merupakan peternakan rakyat yang peternak menjadi kecil, karena peternak tidak
sistem pengembangannya masih bersifat memiliki posisi tawar (Ningsih et al., 2017).
ekstensif tradisional. Perlu diketahui bahwa Lembaga pemasaran hadir untuk
setiap usaha yang dijalankan tentu akan membantu pemindahan ternak sapi maka
berujung pada pemasaran. Sebab tanpa akan menimbulkan margin pada setiap
pemasaran pelaku bisnis akan rugi karena lembaga pemasaran; sesuai banyaknya
barang hasil produksinya tidak dapat dijual. lembaga pemasaran yang terlibat akan
Mosher (1968) dalam Widiarti (2010) menyebabkan margin pemasaran semakin
pemasaran merupakan syarat mutlak dalam besar, yang pada akhirnya mempengaruhi
pembangunan pertanian dan peternakan. efisiensi pemasaran ternak sapi di kawasan
Tanpa adanya pemasaran hasil-hasil perbatasan Indonesia dan RDTL. Ada

292
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

beberapa faktor yang mempengaruhi margin paling efisien di kawasan perbatasan


pemasaran sapi yaitu biaya, tingkat Indonesia dan RDTL?
persaingan antara pedagang, jalur atau rantai
pemasaran, kondisi wilayah dan banyaknya
Tujuan
perantara (lembaga) yang terlibat dalam
menyalurkan barang dan jasa dari produsen 1. Mengetahui pola saluran pemasaran
ke konsumen. Adapun yang menjadi masalah ternak sapi di kawasan perbatasan
adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana pola Indonesia dan RDTL.
saluran pemasaran ternak sapi di kawasan 2. Menganalisis margin pemasaran ternak
perbatasan Indonesia dan RDTL?, 2) Berapa sapi di kawasan perbatasan Indonesia
besar margin pemasaran ternak sapi di dan RDTL.
kawasan perbatasan Indonesia dan RDTL? 3. Mengkaji saluran pemasaran manakah
Dan 3) Saluran pemasaran manakah yang yang paling efisien di kawasan
perbatasan Indonesia dan RDTL.

METODE PENELITIAN
Metode Pengambilan Contoh Metode pengambilan data yang digunakan
Metode pengambilan contoh dilakukan melalui dalam penelitian ini adalah : a) Observasi yaitu
beberapa tahap (Multi Stage Sampling). Tahap pengumpulan data yang dilakukan melalui
pertama adalah penentuan tiga kecamatan pengamatan secara langsung terhadap lokasi
contoh dari 24 kecamatan di Kabupaten TTU penelitian dan aktivitas masyarakat sehari-hari;
secara sengaja (purposive sampling) dengan b) Wawancara yaitu pengumpulan data yang
pertimbangan, kecamatan–kecamatan tersebut dilakukan melalui wawancara langsung dengan
berbatasan langsung dengan RDTL. Tiga peternak dan pedagang. Untuk memudahkan
kecamatan contoh yakni Kecamatan Mutis, dalam proses wawancara digunkan kuisioner
Kecamatan Miomaffo Barat dan Kecamatan atau daftar pertanyaan yang disusun sesuai
Bikomi Utara. Selanjutnya dari ketiga kebutuhan penelitian; c) Dokumentasi yaitu
Kecamatan tersebut dipilih lima desa contoh cara pengumpulan data yang diperoleh dari
dengan pertimbangan yang sama, masing- dokumen-dokumen yang ada dan diperoleh dari
masing sebagai berikut: Desa Naekake A, peternak dan pedagang.
Naekake B, Tasinifu, Manusasi dan Napan. Metode Analisis Data
Pemilihan responden peternak dilakukan secara Data dianalisis menggunakan analisis deskripsi
acak non-proporsional, di mana setiap desa kualitatif, analisis margin pemasaran, dilakukan
contoh dipilih 18 responden sehingga secara dengan menghitung besarnya biaya,
keseluruhan terdapat 90 responden peternak keuntungan dan margin pemasaran pada tiap
representatif. Sedangkan penetuan responden lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran
pedagang perantara dengan menggunakan yang digunakan serta analisis efisiensi
teknik snow-ball sampling (Nazir, 2014; pemasaran (Anindita dan Baladina, 2017;
Silalahi, 2010). Sudyiono, 2014).
Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara langsung dengan responden yaitu
petani peternak sapi dan pedagang di
Kecamatan Mutis, Kecamatan Miomaffo Barat
dan Kecamatan Bikomi Utara. Sedangkan jenis
data sekunder yang diambil meliputi:
dokumentasi dan data diperoleh melalui buku
statistik dan berbagai sumber dari instansi yang
terkait dengan penelitian ini.
Metode Pengambilan Data

293
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

a. Biaya Pemasaran
BP = BP1 + BP2 + BP3 + ... + BPn
Keterangan:
BP = Biaya pemasaran ternak sapi
BP1, BP2, BPn = Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran ternak sapi
b. Keuntungan Pemasaran
KP = KP1 + KP2 +KP3 + ...+KPn
Keterangan:
KP= Keuntungan pemasaran ternak sapi secara total
KP1, KP2,KPn = Keuntungan pemasaran ternak sapi tiap lembaga pemasaran.
c. Margin Pemasaran
MP = Pr – Pf
Keterangan:
MP = Margin pemasaran ternak sapi
Pr = Harga ternak sapi ditingkat pedagang
Pf = Harga ternak sapi ditingkat peternak

d. Efisiensi pemasaran,
TB
EP= x 100%
TNP

Keteranga:

EP = Efisiensi Pemasaran
TB = Total biaya pemasaran
TNP = Total Nilai Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Saluran Pemasaran Sapi di pemeliharaan sapi di Indonesia dilakukan


Kabupaten TTU secara ekstensif. Hadi et al. (2002)
Hasil observasi dan wawancara menyatakan bahwa salah satu ciri dari usaha
diketahui bahwa usaha ternak sapi di peternakan rakyat adalah orientasinya belum
Kabupaten TTU masih bersifat ekstensif sepenuhnya bersifat bisnis dan biasanya
tradisional dan belum adanya penerapan dilakukan sebagai usaha sambilan.
teknologi perternakan yang modern. Usaha Akhir dari kegiatan peternakan adalah
ternak sapi di lokasi penelitian cenderung memasarkan hasil kepada konsumen. Agar
hanya sebagai usaha sambilan di samping hasil ternaknya sampai ke tangan konsumen
usaha tani tanaman pangan dan usaha maka harus dilibatkan lembaga pemasaran
sambilan lain yakni memelihara ternak skala secara aktif. Lembaga-lembaga pemasaran
kecil seperti ayam kampung, babi dan membentuk suatu jaringan, mata rantainya
kambing. Sistem usaha yang masih ekstensif terbentuk mulai dari tingkat peternak, blantik,
tradisional yang demikian mengakibatkan pedagang pengumpul, jagal sampai
produksi ternak belum optimal. Usaha ternak konsumen. Masing-masing lembaga
sapi yang mana merupakan usaha sambilan pemasaran mempunyai peran dan fungsi
dan merupakan usaha tambahan untuk tersendiri dalam proses pemasaran (Heryadi,
kebutuhan ekonomi keluarga. Kondisi ini 2011).
menyebabkan rendahnya dorongan bagi Lembaga pemasaran yang dimaksud
peternak dalam meningkatkan produksi adalah kegiatan dan fungsi-fungsi pemasaran
berskala besar ke arah yang berorientasi yang dilakukan lembaga pemasaran berbeda-
pasar. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan beda, tergantung dari kemampuan
oleh Sunarto et al. (2016) bahwa, pembiayaan yang dimiliki sehingga biaya

294
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

pemasaran (marketing cost) dan keuntungan informasi pasar yang memadai melalui
pemasaran (marketing profit) menjadi dukungan layanan teknologi dapat membantu
berbeda di setiap tingkat lembaga pemasaran. peternak dalam pemasran ternak sapi.
Dari pihak konsumen akan memberikan jasa Berdasarkan hasil pengamatan dan
berupa margin kepada lembaga pemasaran. penelusuran langsung transaksi para
Pemasaran sapi di perbatasan pedagang perantara, diketahui bahwa
Kabupaten TTU-RDTL sebagian besar harga pemasaran sapi di Kabupaten TTU, terdapat
jualnya masih dikuasai oleh pedagang beberapa saluran pemasaran yang melibatkan
perantara. Hal ini disebabkan oleh berbagai beberapa pedagang perantara yaitu pedagang
keterbatasan yang dimiliki peternak antara pengumpul, pedagang besar dan pedagang
lain; kurangnya modal dan rendahnya tingkat antar pulau. Terdapat tiga macam saluran
pengetahuan peternak dalam proses pemasaran sebagaimana yang ditunjukkan
pemasaran sapi terutama informasi pasar. pada skema saluran pemasaran berikut:
Musemwa et al. (2010) menyatakan bahwa

2 PEDAGANG
BESAR
PEDAGANG
KONSUMEN
PENGUMPUL
PETERNAK
1

PEDAGANG
ANTAR PULAU
3

Skema : Saluran Pemasaran Ternak Sapi Di Kabupaten TTU.


Dari skema saluran pemasaran ternak biasanya terjadi di rumah peternak dan
sapi di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut : pasar.
1. Peternak menjual langsung ke 3. Peternak menjual langsung ke pedagang
konsumen; pada saluran pemasaran ini antar pulau dan selnjutnya ke konsumen.
terjadi dimana konsumen bertemu Saluran pemasaran ini sapi dibeli dari
langsung dengan Peternak. Tempat peternak langsung oleh pedagang antar
transaksi yang terjadi pada saluran yang pulau dan pedagang antar pulau
pertama ini terjadi di tempat tinggal menjualnya ke konsumen di luar pulau.
peternak. Tempat transaksi yang terjadi biasanya
2. Peternak menjual melalui dua tingkat berlangsung di rumah peternak dan pasar
pedagang, yakni melalui pedagang fisik. Masing-masing kelembagaan ini
pengumpul dan selanjutnya ke pedagang selalu berusaha menjaga keharmonisan
besar dan langsung ke konsumen. hubungan secara berkelanjutan, di mana
Saluran pemasaran ini banyak dilakukan pedagang tingkatan lebih di atas tetap
oleh peternak sapi di Kabupaten TTU. menjaga agar pedagang di bawahnya
Pada saluran ini peternak menjual sapi dapat melakukan kegiatan pemasaran
ke pedagang pengumpul kemudian secara rutin dan menguntungkan.
pedagang tersebut menjualnya lagi ke
Ketiga saluran pemasaran sapi yang
pedagang besar yang kemudian dijual ke
ada di Kabupaten TTU dapat dilihat bahwa
konsumen yang membutuhkannya.
pada saluran tataniaga kedua dan ketiga
Tempat transaksi jual beli sapi pada
memerlukan biaya lebih tinggi dalam proses
saluran pemasaran yang kedua ini
pemasaran sapi dari tangan produsen ke

295
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

konsumen. Kondisi tersebut dapat dilihat keuntungan sebesar Rp1.995.000/ST. Hal ini
pada Tabel 2 bahwa pada saluran I biaya sesuai dengan yang dilaporkan oleh
pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp0 Widitananto et al. (2012) yang menyatakan
karena tidak ada pedagang perantara yang bahwa semakin panjang saluran pemasaran
terlibat. Pada saluran II biaya pemasaran maka biaya yang dikeluarkan akan semakin
yang dikeluarkan oleh blantik sebesar tinggi.
Rp105.000/ST dan diperoleh keuntungan Pemasaran Sapi di Kabupaten TTU
sebesar Rp895.000/ST. Selanjutnya biaya Untuk mengetahui proses pemasaran
pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang sapi di Kabupaten TTU berjalan secara
besar sebesar Rp175.000/ST dan diperoleh efisien atau tidak, maka dilakukan
keuntungan sebesar Rp1.825.000/ST. perhitungan biaya pemasaran, margin
Besaran biaya pemasaran yang bervariasi pemasaran, farmer share dan efisiensi
tersebut dipengaruhi oleh biaya transportasi pemasaran dari setiap lembaga pemasaran.
dari kantong produksi ke pasar. Adanya Besaran biaya dan margin pemasaran yang
perbedaan saluran pemasaran mempengaruhi pada setiap saluran pemasaran ternak sapi
tingkat harga, share keuntungan dan margin dipengaruhi oleh masing-masing harga yang
pemasaran yang diterima oleh setiap lembaga berlaku di tiap peternak dan pelaku
pemasaran. Pada saluran III biaya pemasaran pemasaran berdasarkan harga rata-rata dari
yang dikeluarkan oleh pedagang antar pulau sejumlah peternak dan pelaku pemasaran.
sebesar Rp3.505.000/ST dan diperoleh

Tabel 1. Rata-Rata Biaya, keuntungan dan Farmer share pada saluran I pemasaran ternak sapi
di Kabupaten TTU.
No Mata Rantai Tataniaga Harga (Rp) Share(%)
1 Peternak 9.500.000 100%
2 Konsumen 9.500.000
Sumber: Data Primer, 2018 (Diolah).
Saluran pemasaran sapi yang pertama sangat efisien. Saliem (2004) menyatakan
seperti pada Tabel 1 terlihat bahwa bahwa semakin tinggi harga yang diterima
konsumen membeli langsung sapi dari produsen, semakin efisien pemasaran
peternak sehingga tidak ada biaya pemasaran tersebut. Selanjutnya ditambahkan oleh
yang dikeluarkan oleh peternak. Harga jual Soekartawi (2002) bahwa untuk mengukur
peternak dan harga beli konsumen yang efisiensi pemasaran adalah persentase antara
diperoleh merupakan harga kesepakatan biaya pemasaran dengan nilai produk yang
antara kedua pihak yang melakukan transaksi dipasarkan dan pemasaran tidak akan efisien
pemasaran. Pada saluran I nilai farmer’s jika biaya pemasaran semakin besar dari nilai
sharenya adalah 100% karena rantai produk yang dipasarkan atau pemasaran yang
pemasaran tergolong pendek dan tidak efisien jika biaya pemasaran lebih rendah dari
melibatkan lembaga perantara. Hal ini sesuai nilai produk yang dipasarkan.
dengan hasil penelitian Mariyono et al. Pada saluran II pemasaran sapi tidak
(2013) dan Emhar, et al. (2014) yang langsung dari peternak ke konsumen namun
menyatakan bahwa semakin pendek saluran melibatkan dua lembaga perantara yakni
pemasaran maka semakin efisien. Kondisi ini pedagang pengumpul dan pedagang besar
dapat dilihat dari niai efisiensi yang diperoleh (Tabel 2).
yakni sebesar 100%, artinya bahwa saluran I

296
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

Tabel 2. Rata-Rata Biaya, keuntungan dan Farmer share pada saluran II pemasaran ternak sapi
di Kabupaten TTU.
No Mata Rantai Tataniaga Harga (Rp)/ST Share(%)
1 Peternak 9.500.000 76%
2 Blantik Desa 10. 500.000 84%
Biaya:
a) Kesehatan 15.000 0,12%
b) Retribusi 10.000 0,08%
c) Pakan 80.000 0,64%
Total Biaya 105.000 0,84%
Keuntungan 895.000 7,16%
3 Pedagang Besar 12.500.000 100%
Biaya:
a) Retribusi (Kefa-Kupang) 75.000 0,6%
b) Transportasi 20.000 0,16%
c) Pakan 80.000 0,64%
Total Biaya 175.000 1,4%
Keuntungan 1.825.000 14,6%
4 Konsumen 12.500.000
Sumber: Data Primer, 2018 (Diolah)
a. Farmer share menyebabkan terjadinya variasi nilai farmer
Nilai Farmer share yang diperoleh pada share.
saluran kedua menurut klasifikasi umum
b. Biaya.
ternak sapi yang dijual sebesar 76% dari
Pada saluran ini terdapat biaya pemasaran
harga yang dibayar oleh pedagang besar. Hal
yaknisebesar Rp105.000/ST yang
ini mengindikasikan bahwa peternak di
dikeluarkan blantik desa untuk
daerah ini sudah menerima harga yang layak,
mendistribusikan sapi ke pedagang besar.
namun share yang diterima peternak tersebut
Sedangkan biaya pemasaran yang
bukanlah share yang sebenarnya. Sebab
dikeluarkan oleh pedagang besar untuk
masih ada banyak biaya-biaya yang tidak
mendistribusikan sapi ke konsumen sebesar
terhitung pada saat ternak sapi masih berada
Rp175.000 atau meningkat hingga 1,4%
di tangan peternak sebelum terjadi
dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh
kesepakatan harga dengan para pedagang
blantik desa.
perantara. Dengan demikian saluran
c. Keuntungan.
pemasaran kedua ini sudah efisien. Hal ini
Pedagang besar memperoleh
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Azzaino
keuntungan sebesar Rp1.825.000/ST atau
(1983) bahwa sistem pemasaran dikatakan
meningkat mencapi 14,6% dibandingkan
efisien apabila dapat memberikan suatu balas
keuntungan yang diperoleh blantik desa yang
jasa yang seimbang kepada semua pelaku
memperoleh keuntungan sebesar
pemasaran yang terlibat yaitu peternak,
Rp895.000/ST atau sebesar 7,16%. Nilai
pedagang perantara dan konsumen akhir.
keuntungan ini mengindikasikan bahwa
Farmer share yang diperoleh pada saluran ini
setiap pendistribusian 1 ekor sapi dari
lebih kecil dibandingkan pada saluran I
pedagang pengumpul ke konsumen oleh
karena pada saluran II melibatkan peran
pedagang besar diperoleh keuntungan sebesar
lembaga pemasaran yang menyalurkan sapi
nilai tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh
dari produsen ke konsumen. Kegiatan
besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
penyaluran barang ini tentunya akan
pedagang besar lebih tinggi dibandingkan
menimbulkan biaya operasional selama
blantik, sehingga untuk menutupi biaya
proses pemasaran sehingga lembaga
tersebut pedagang menaikan harga jual untuk
pemasaran berusaha untuk menekan harga di
memperoleh keuntungan. Kondisi tersebut
tingkat peternak dan meningkatkan harga jual
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Rum
di tingkat konsumen untuk memperoleh
(2011) bahwa pedagang yang terlibat dalam
keuntungan. Perbedaan harga inilah yang
proses pemasaran memiliki informasi yang

297
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

cukup mengenai situasi permintaan dan konsumen yang ada di Kabupaten TTU
penawaran, sehingga dua kekuatan inilah melibatkan satu lembaga perantara yakni
yang pada akhirnya berperan dalam proses pedagang antar pulau yang membeli sapi dari
penentuan harga. peternak lalu dijual ke konsumen.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada
saluran III pemasaran sapi dari peternak ke

Tabel 3. Rata-Rata Biaya, keuntungan dan Farmer share pada saluran III pemasaran ternak sapi
di Kabupaten TTU.
No Mata Rantai Tataniaga Harga(Rp/ ST) Share(%)
1 Peternak 9.500.000 63,33%
2 Pedagang Antar Pulau 15.000.000 100%
Biaya:
a) Kesehatan 15.000 0,1%
b) Retribusi 10.000 0,06%
c) Pakan 80.000 0,53%
d) Biaya retribusi (Kefa -Wini) 5.000 0,03%
e) Transpor dari penampungan ke pelabuhan 50.000 0,33%
Wini
f) Biaya pakan selama penampungan di 30.000 0,2%
karantina
g) Biaya kesehatan (pengambilan sampel 2.500 0,016%
darah) dan surat ijin
h) Tenaga kerja selama penampungan sampai 50.000 0,33%
antar pulau
i) Biaya beli bambu (250 batang) 5.000 0,03%
j) Biaya kapal 400.000 2,66%
k) Pakan selama perjalanan 150.000 1%
l) Karantina luar pulau 7.500 0,05%
m) Biaya penyusutan 600.000 4%
n) Biaya makan dan minum untuk 5 orang 500.000 3,33%
Penjaga
o) Tiket pesawat pedagang 1.600.000 10,66%

Total Biaya 3.505.000 23,36%


Keuntungan 1.995.000 13,3%
Sumber: Data Primer, 2018 (Diolah).
a. Farmer share. Saluran pemasaran ini tergolong
Pada pada saluran III nilai farmer pendek, namun biaya pemasaran tinggi yakni
share sebesar 63,33% dari harga yang mencapai Rp3.505.000/ST atau sebesar
dibayar oleh pedagang antar pulau. Hal ini 23,36% dibandingkan saluran II. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa peternak di daerah dipengaruhi oleh jarak pasar dan produsen
ini sudah menerima harga yang layak. yang jauh sehingga untuk proses
Kondisi ini menunjukkan bahwa saluran III pendistribusian ternak membutuhkan biaya
efisien. Mubyarto (1995) menyatakan bahwa operasional yang lebih besar. Hal ini sesuai
pemasaran dianggap efisien apabila mampu pendapat Soekartawi (2002) yang
menyampaikan hasil dari produsen ke menyatakan bahwa biaya pemasaran adalah
konsumen dengan biaya murah. Tinggi biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
rendahnya margin pemasaran dan bagian pemasaran. Besarnya biaya pemasaran
yang diterima peternak merupakan indikator berbeda satu sama lain disebabkan karena,
dari efisiensi pemasaran. Semakin macam komoditas, lokasi pemasaran, dan
rendahmargin pemasaran dan semakin besar efektivitas pemasaran yang dilakukan.
bagianyang diterima peternak, maka sistem Semakin kecil biaya pemasaran yang
pemasaran tersebut dikatakan efisien. dikeluarkan, maka semakin efektif pemasaran
b. Biaya. dijalankan.

298
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

c. Keuntungan pemasaran menurut Soekartawi (2002) yang


Keuntungan yang diperoleh pedagang menyatakan bahwa jika efisiensi pemasaran:
antar pulau pada saluran ini tergolong tinggi a) 0-33% = Efisien; b) 34-67% = Kurang
mencapai Rp1.995.000/ST lebih tinggi efisien; c) 68-100% = Tidak efisien.
dibandingkan keuntungan yang diperoleh Walaupun saluran II tergolong panjang
pada saluran pemasaran II. Hal tersebut namun besaran biaya pemasaran yang
menggambarkan bahwa dengan korbanan dikeluarkan tergolong rendah.
biaya sejumlah nilai tersebut memberikan
2. Efisiensi Teknis (ET) dan Ekonomis
keuntungan yang besar bagi pedagang
(EE) Saluran III
tersebut. Pola pemasaran demikian tergolong
Total biaya pemasaran
menguntungkan untuk dijalani bagi pedagang
ternak sapi
antar pulau. Kondisi ini diduga dipengaruhi
ET =
oleh penguasaan informasi pasar yang lebih
x 100%
baik oleh pedagang antar pulau dibandingkan
Nilai produk yang dipasarkan
pedagang pengumpul dan peternak.
Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi di 3.505.000
Kabupaten TTU = x 100% =
23,36%
1. Efisiensi Pemasaran (EP) Saluran II
15.000.000.
TB
Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi
EP = x 100%
pada saluran III diperoleh nilai EP sebesar
TNB
23,36% tergolong rendah, sehingga secara
teknis saluran III efisien karena EP ≤ 33%.
105.000 + 175.000
Hal ini berdasarkan kaidah keputusan
= x 100%
efisiensi pemasaran menurut Soekartawi
12.500.000
(2002) yang menyatakan bahwa jika efisiensi
pemasaran: a) 0-33% = Efisien; b) 34-67% =
280.000
Kurang efisien; c) 68-100% = Tidak efisien.
= x 100% =
Nilai ini lebih tinggi dibandingkan saluran II,
2,24%
walaupun saluran pemasarann tergolong
12.500.000
pendek namun besaran biaya pemasaran yang
Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi
dikeluarkan tergolong tinggi. Pada saluran III
pada saluran II diperoleh nilai EP sebesar
keuntungan yang diperoleh masing-masing
2,24% dan tergolong rendah, sehingga EP
pihak yang terlibat dalam pemasaran
saluran II efisien karena nilai EP ≤ 33%. Hal
tergolong rendah.
ini berdasarkan kaidah keputusan efisiensi

SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat pemasaran tersebut berbeda antara satu
disimpulkan bahwa: 1) Pola saluran dengan yang lainya. Keuntungan tertinggi
pemasaran ternak sapi di Kabupaten TTU- terjadi pada saluran III yang besarnya
RDTL terdiri dari tiga saluran pemasaran Rp1.995.000 tetapi farmer sharenya hanya
yakni pola I: peternak - konsumen, pola II: 63,33% dibandingkan dengan saluran II yang
peternak – pedagang pengumpul – pedagang farmer sharenya sebesar 76%. 3) Efisiensi
besar - konsumen dan pola III: peternak – Pemasaran saluran II dan III disebut efisien
pedagang antar pulau – konsumen. 2) dengan nilai EP masing-masing sebesar =
Keuntungan pemasaran pada ketiga pola 2,24% dan 23,36%.

299
Jurnal Peternakan Volume 1 No. 2 (Juni 2019), 291 -300 ISSN :

DAFTAR PUSTAKA
Anindita, R dan Nur Baladina,2017. Putri, Y. R., S. I. Santoso, dan W. Roessali.
Pemasaran Produk Pertanian. Penerbit 2014. Farmer Share Dan Efisiensi
Andi Yogyakarta. Saluran Pemasaran Kacang
Hijau(Vigna radiata, L.) Di Kecamatan
Azzaino, Z. 1983. Pengantar Taternakaga
Godong Kabupaten Grobogan. J. Agri
Perternakan: Diktat Kuliah Fakultas
Wilasodra. 6 (2): 21-29
Perternakan. Unila. Bandar Lampung.
Rum, M. 2011. Analisis Margin Pemasaran
Emhar,A., Aji, J.M.M., Agustina, T. 2014.
dan Sensitivitas Cabai Besar di
Analisis Rantai Pasokan (Supply
Kabupaten Malang. Jurnal Agribisnis.
Chain) Daging Sapi Di Kabupaten
8 (2): 133-141 Desember 2011.
Jember. Jurnal Berkala Ilmiah
Pertanian. 1 (3): 53-61. Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin
Pemasaran: Salah Satu Pendekatan
Hadi, P.U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan
dalam Sistem Distribusi Pangan.
prospek pengembangan usaha
Dalam: prosiding Prospek Usaha dan
pembibitan sapi potong di Indonesia.
Pemasaran Beberapa Komoditas
Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Perternakan. Monograph Series No.
Pertanian 21(4): 148-157.
24. Pusat Penelitian dan
Heryadi, A.Y. 2011. Pola Pemasaran Ternak Pengembangan Sosial Ekonomi
Potong Di Pulau Madura. J-SEP. 5(2): Perternakan, Bogor.
38-46
Silalahi, Ulber, 2010. Metode Penelitian
Mariyono, Utami, D.P. dan Zulfanita. 2013. Sosial. Penerbit Refika Aditama
Tataniaga Daging Sapi Di Kabupaten Bandung.
Purworejo. Jurnal Surya Agritama. 2
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi
(2) : 78-88.
Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada.
Mosher, A. T. 1968. Menggerakan dan Jakarta.
Membangun Pertanian. Jayaguna,
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian
Jakarta.
Cetakan Ketiga. Universitas
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.
Perternakan. Lembaga Penelitian,
Sunarto, E., Nono, O.H., Lole, U.R., Henuk,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi
Y. L. 2016. Kondisi Ekonomi Rumah
dan Sosial,Yogyakarta.
Tangga Peternak Penggemukan Sapi
Musemwa, L., Mushunje, A., Chimonyo, M., Potong Pada Peternakan Rakyat di
Mapiye, C. 2010. Low Cattle Market Kabupaten Kupang. Jurnal Peternakan
Off-Take Rates In Communal Indonesia. 18(1): 21-28
Production Systems of South Africa :
Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak
Causes and Mitigation Strategies. J.
Sapi Potong Berorientasi Agribisnis
Sus. Dev. in Africa 12: 209-225.
dengan Pola Kemitraan. Jurnal
Nazir, M. 2014. Metode Penelitian. Penerbit Litbang Pertanian, 28(1) : 29-37
Ghalia Indonesia Bogor.
Widiarti, E. 2010. Analisis Margin
Ningsih, U. W., dan B. Hartono. 2017. Pemasaran Jahe di Kabupaten
Analisis Pemasaran Sapi Potong Wonogiri. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Melalui analisis Margin, Transmisi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Harga, Struktur Pemasaran, Perilaku
Widitananto, A., Sihombing, G., Sari, A.I.
Pemasaran dan Kinerja Pemasaran.
2012. Analisis Pemasaran Sapi Potong
Jurnal-Jurnal Peternakan. 27 (1): 1-
di Kecamatan Playen Kabupaten
11.
Gunung Kidul. Journal Tropical
Animal Husbandry. 1(1): 59-66

300

Anda mungkin juga menyukai