discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/285590986
CITATIONS READS
0 1,039
2 authors, including:
Tian Mulyaqin
Indonesian Agency for Agricultural Research and Development
8 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Analysis of Marketing Margin and Market Integrity of Rice in Banten Province, Indonesia View project
Socio-Economic Impact of Paddys Threshing Machine Utilization In Rice Production Area: Case Study in
Serang District, Banten Province View project
All content following this page was uploaded by Tian Mulyaqin on 04 December 2015.
The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are added to the original document
and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.
KAJIAN ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAN
INTEGRASI PASAR GABAH/BERAS DI PROVINSI BANTEN
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk menganalisis margin pemasaran dan integrasi pasar
gabah/beras di Provinsi Banten. Unit analisis adalah kabupaten/kota yaitu Kabupaten Lebak,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang representatif Kota Serang, serta Kota Tangerang
refresentatif Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang serta Kota Cilegon. Kajian lebih
rinci didasarkan pada studi mendalam di tingkat kecamatan sentra produksi yang ditemukan
adanya pola-pola pemasaran beras dengan berbagai tujuan dan segmen pasar. Selanjutnya
dalam satu kabupaten/kota dipilih satu atau dua kecamatan yang dianggap representatif. Hasil
penelitian menunjukkan Margin pemasaran (marketing margin) paling tinggi terjadi berturut-
turut terjadi pada pedagang/penggilingan padi (7,6%), pedagang pengumpul/kongsi (6,75,
pedagang pengecer (1,8%) dan pedagang besar/grosir (1,2%). Meskipun margin keuntungan
(net benefit margin) di penggilingan hanya mencapai Rp.89,-/kg tetapi jumlah volume
penjualannya paling besar yaitu sekitar 1.500 2000 ton beras permusim.Sedangkan integrasi
pasar secara vertikal pada berbagai saluran pemasaran terintegrasi (pasar berjalan efisien),
kecuali antara petani dengan pedagang pengumpul propinsi, dan antara pedagang pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengecer lokal, tidak terintegrasi.
PENDAHULUAN
METODOLOGI
survei, maka marjin pemasaran dapat dihitung. Dengan demikian bagian yang diterima petani
produsen dari harga pedagang besar atau pengecer dapat ditentukan. Dari hasil analisis diatas
serta hasil pendalaman studi dan studi pustaka maka akan dicoba menyempurnakan model
kelembagaan kemitraan rantai pasok komoditas beras secara efisien dan berdaya saing secara
partisipatif.
Integrasi Pasar
Model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pf i (t) = b0 + b1 i Pr j (t) + et
Keterangan:
Pf i (t) =harga rata-rata di tingkat produsen ke i, pada bulan ke t (Rp / kg);
Pr j (t)= harga rata2di tingkat pengecer(konsumen)ke j, pada bulan ke t(Rp / kg)
b1i = parameter;
b0 = intersep;
I = tingkatan produsen;
j = tingkatan pembeli;
e = error term.
Pada rantai pemasaran kedua, harga jual gabah petani lebih tinggi 5,9% dibandingkan
dengan rantai pemasaran pertama karena gabah dibeli dari para petani disekitar pabrik
penggilingan sehingga biaya transportasi rendah dan kualitas gabah umumnya lebih baik.
Seperti pada rantai pemasaran pertama, jenis pembiayaan yang dikeluarkan setiap pelaku pasar
hampir sama. Pada rantai pemasaran ini, margin pemasaran terbesar diperoleh pada
Analisis struktur pasar dalam penelitian dianalisis secara kualitatif. Analisa kualitatif
dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk
pasar. Pasar yang bersaing sempurna ditandai oleh banyaknya jumlah penjual dan pembeli,
sehingga masing-masing pihak tidak dapat menentukan harga Harga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran (mekanisme pasar). Melihat jumlah penjual dan pembeli yang tidak
sebanding, maka pemasaran gabah/beras di Provinsi Banten tidak efisien, karena beberapa
tingkat pasar mengarah pada pasar oligopsoni, sedangkan pasar luar daerah mengarah pada
pasar monopsoni. Pasar gabah/beras di Provinsi Banten dapat dilakukan perubahan bentuk
dengan menciptakan nilai tambah oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran, namun sebagian besar petani lebih cenderung menjual secara langsung.
Hambatan keluar masuk pasar yang dihadapi oleh sebagian besar petani adalah
kurangnya modal dalam berusahatani, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan dan
produktivitas. Selain itu, informasi harga yang diterima oleh petani juga kurang. Petani hanya
menerima informasi harga dari sesama petani dan pedagang pengumpul yang langsung datang
membeli gabah. Kondisi kekurangan modal juga dihadapi oleh lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran gabah/beras.
Petani padi memiliki daya tawar-menawar yang lemah dalam perdagangan gabah
karena surplus jualnya rendah, kemampuan menyimpan gabahnya rendah, dan desakan
kebutuhan akan likuiditas tinggi. Petani umumnya menjual seluruh gabah setelah panen dalam
bentuk GKP. Di sisi lain, kualitas gabah petani sangat dipengaruhi oleh cuaca,dimana kualitas
GKP sangat buruk pada saat mendung/hujan. Dengan karakteristik demikian, pasar gabah
bersifat monopsonistik dan tersegmentasi secara lokal. Sedangkan penawaran gabah petani
sangat tidak elastis. Pasar gabah lokal di tingkat petani tidak sempurna, sehingga menciptakan
inefisiensi dan sangat tidak adil (merugikan petani, tapi menguntungkan pedagang).
Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, penawaran gabah yang inelastik dan
pasar gabah yang monopsonistik menyebabkan fluktuasi harga gabah di tingkat petani amat
tinggi dan tidak menentu. Ini berarti, di samping resiko produksi (production risk), petani padi
Kesimpulan
1. Struktur aliran tataniaga gabah/beras pada garis besarnya ada dua yaitu : 1) saluran
pemasaran pertama, petani menjual gabah ke pedagang pengumpul, gabah disalurkan oleh
pedagang kongsi ke penggilingan padi di penggilingan gabah mulai mengalami perakuan
meliputi proses pengeringan, penggilingan dan grading. Beras yang telah dikemas
disalurkan kepedagang grosir dan dari grosir di salurkan ke pengecer-pengecer untuk dijual
ke konsumen; dan 2) petani menjual gabah langsung kepenggilingan gabah mengalami
proses pengeringan, penggilingan dan grading, selanjutnya beras di kemas dan disalurkan
ke pengecer untuk dijual ke konsumen. Mayoritas petani (85%) menempuh saluran
pemasaran ke dua dan sisanya (15%) menempuh saluran pemasaran pertama.
2. Margin pemasaran tertinggi diperoleh pada pedagang/penggilingan padi (7,6%) dan
pedagang pengumpul/kongsi (6,75%), selanjutnya pedagang pengecer (1,8%) dan
pedagang besar/grosir (1,2%). Margin keuntungan di penggilingan hanya Rp.89,-/kg, tetapi
volume penjualannya paling besar yaitu 1.500 2000 ton beras permusim.
3. Hambatan keluar masuk pasar yang dihadapi oleh sebagian besar petani adalah kurangnya
modal dalam berusahatani sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani dan
produktivitas. Selain itu, informasi harga yang diterima petani juga kurang, dan hanya
diperoleh dari sesame petani dan pedagang pengumpul. Kondisi kekurangan modal juga
dihadapi oleh lembaga-lembaga pemasaran.
4. Integrasi pasar secara vertikal pada berbagai saluran pemasaran terintegrasi (pasar berjalan
efisien), kecuali antara petani dengan pedagang pengumpul propinsi, dan antara pedagang
pengumpul kabupaten dengan pedagang pengecer lokal, tidak terintegrasi (pasar berjalan
tidak efisien). Hal ini mengindikasikan bahwa pasarnya mengarah pada pasar persaingan
tidak sempurna.
Implikasi Kebijakan
Dengan adanya keterpisahan petani dari pasar, segala insentif pasar dan usaha-usaha
mensejahterakan petani yang dilakukan melalui kebijakan harga tidak akan secara efektif
dirasakan oleh petani, karena lebih banyak dinikmati para pelaku tata niaga, khususnya para
DAFTAR PUSTAKA
BPS, 2010. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Banten. No.26/07/136/Th.IV, 1 Juli 2010. BPS
Provinsi Banten.
Dahl, Date C. and J.W. Hamound. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural
Industries.Mc.Graw Hill. Book Company. USA.
Kustari, R. Dan N. Suyanti. 2009. Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia
dan Dampaknya Terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi. Seminar nasional
Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi
Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor.
Malian, A. Husni, Sudi Mardiato, Mewa Ariani. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produksi, Konsumsi, dan Harga Beras serta Inflasi Bahan Makanan. Jurnal Agro Ekonomi
Vol. 22 No. 22 2004. Diunduh 10 Juli 2010 dari www.pse.litbang.go.id
Nuryanti, Sri. 2005. Analisa Kelembagaan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di
Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 23 No. 01 2005. Diunduh tanggal 10 Juli 2010 dari
www.pse.litbang.deptan.go.id
Putri, E. I. K., 2009. Ancaman dan Solusi Krisis Pangan, Energi dan Air serta Peran Keilmuan
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dalam Mengatasi Krisis Tersebut. Orange Book.
Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dalam Mengahadapi Krisis Globa. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rusastra, I W,. B.Rachman, Sumedi dan T. Sudaryanto, 2000. Struktur Pasar dan Pemasaran
Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Diunduh 10 Juli 2010 dari
www.pse.litbang.deptan.go.id