Anda di halaman 1dari 65

ABSTRAK

MILA RAHMI (150304001/AGRIBISNIS) dengan judul “Analisis Elastisitas


Transmisi Harga Jagung Manis (Zea Mays saccharata) (Kasus : Desa Namo
Rambe, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang)”. Dibimbing
oleh Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar
Ayu, SP.,MM.DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola saluran tataniaga jagung manis,
menganalisis efisiensi tataniaga untuk setiap saluran tataniaga jagung manis, serta
menganalisis elastisitas transmisi harga tataniaga jagung manis. Metode
pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random sampling (sampel
acak sederhana) dengan menggunakan rumus Slovin dan diperoleh sebanyak 38
orang petani, adapun pedagang perantara yang dijadikan sampel didaerah
penelitian terdapat 2 pedagang pengumpul desa, 2 pedagang besar, 3 pedagang
pengecer. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Namo Rambe, Kecamatan Namo
Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis
secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan
dengan pengamatan terhadap saluran tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga dan
fungsi-fungsi tataniaga. Sedangkan untuk analisis kuantitatif dilakukan untuk
menghitung efisiensi tataniaga, dengan menggunakan metode efisiensi tataniaga
dan elastisitas transmisi harga. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga
pola saluran tataniaga jagung manis, saluran III lebih efisien dibanding saluran I
dan II, berdasarkan metode Sheperd’s efisiensi saluran III sebesar 6,24,
berdasarkan metode Acharya dan Aggarwal efisiensi saluran III sebesar 0,51 dan
berdasarkan metode Efficiency Index efisiensi saluran III sebesar 5,45. Analisis
elastisitas transmisi harga dari ketiga saluran diperoleh elastisitas transmisi harga
pada saluran I sebesar 12%, saluran II sebesar 25%, dan saluran III sebesar 15%.
Ketiga saluran tersebut mempunyai elastisitas < 1 atau inelastis.

Kata kunci : Pola saluran, Efisiensi tataniaga, Elastisitas transmisi harga

i
ABSTRACT

MILA RAHMI (150304001/AGRIBUSINESS) with the title of thesis is


"Transmission elasticity analysis of sweet corn prices (Zea Mays saccharata)
(case: Desa Namo Rambe, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli
Serdang)". Guided by Ibu Ir. Lily Fauzia, M.Si as the chairman of the Committee
for Advisers and Ibu Sri Fajar Ayu, SP., MM. As a member of the Mentor
Commission.

The study aims to analyse the patterns of the Sweet corn commerce tract,
analyzing the efficiency of the commerce for each of the sweet corn channels, as
well as analyzing the transmission elasticity price of the sweet corn. The sampling
method done by Simple Random sampling technique using Slovin formula and
obtained as many as 38 farmers, as well as intermediary traders to be sampled in
the research area there are 2 traders Village Collector, 2 large merchants, 3
retailer merchants. The research site is done in Desa Namo Rambe, Kecamatan
Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. The method of analysis used is a
qualitatively and quantitatively descriptive analysis. Qualitative descriptive
analysis done by observation of the channel of commerce, the agencies of the
commerce and the functions of the commerce. As for quantitative analysis, it is
done to calculate the efficiency of the commerce using the trading system
efficiency method and the elasticity of the price transmission. The results is that
there were three patterns of sweet corn commerce channels, channel III more
efficient than channels I and II, based on Sheperd's method of channel III
efficiency of 6.24, based on the Acharya and Aggarwal methods of efficiency
Channel III of 0.51 and based on the method of efficiency Index channel III
efficiency of 5.45. The price transmission elasticity analysis of the three channels
obtained the elasticity of the transmission price on channel I by 12%, channel II
by 25%, and channel III by 15%. The three channels have the elasticity of the < 1
or inelastic.

Keywords: Channel pattern, efficiency commerce, price transmission elasticity

ii
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam

meletakkan dasar yang kokoh bagi perekonomian negara. Pembangungan

pertanian selalu dikaitkan dengan tiga hal sebagai pilar utama yaitu ketahanan

pangan, pengembangan agribisnis dan kesejahteraan petani. Pembangunan

pertanian berwawasan agribisnis tidak akan lepas dari upaya meningkatkan daya

saing dan nilai tambah produk unggulan pertanian yang potensinya cukup besar

untuk meningkatkan kekuatan ekonomi rakyat di pedesaan, kunci utama dalam

meningkatkan daya saing dan nilai tambah adalah peningkatan efisiensi,

produktivitas, dan mutu produk pertanian (Hadiutomo, 2012).

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia yang

mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya

yang multiguna, sebagai sumber pangan, pakan, dan bahan baku industri.

Kebutuhan jagung dalam negeri yang terus meningkat, jika tidak diimbangi

dengan peningkatan produksi yang memadai, akan menyebabkan Indonesia harus

mengimpor jagung dalam jumlah besar (Mahdiannoor, 2014).

Sebagai tanaman serelia, jagung termasuk bahan pangan kedua setelah beras yang

berfungsi sebagai karbohidrat serta memiliki banyak manfaat bagi kehidupan

manusia maupun hewan. Khususnya jagung manis (sweet corn), sangat disukai

dalam bentuk jagung rebus atau bakar dan juga menjadi pangan yang enak dan

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

bergizi. Di Indonesia, jagung manis mulai dikenal sejak tahun 1970-an, konsumsi

jagung ini terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk

dan pola konsumsi. Permintaan dan harga jual yang tinggi merupakan faktor

pendorong bagi petani untuk mengembangkan usahahanya.

Di Indonesia produksi jagung masih relatif rendah dan belum mampu memenuhi

permintaan tersebut. Rendahnya produksi jagung disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya dari sisi teknik budidaya yang masih belum sepenuhnya mengikuti

perkembangan teknologi budidaya yang sudah berkembang, lahan yang terbatas,

penggunaan varietas non-unggulan, perubahan iklim sehingga mempengaruhi pola

dan teknik menanam, adanya serangan hama dan penyakit, serta penanganan

panen dan pasca panen yang belum optimal (Rudi dan Trias, 2017).

Menurut Kementerian Pertanian (Kementan) sentra produksi jagung tersebar di 10

Provinsi yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera

Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sumatera

Barat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2018) salah satu kabupaten yang

memproduksi jagung di Sumatera Utara adalah Kabupaten Deli serdang.

Tabel 1. Produksi Jagung di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013-2017


Luas Panen Produksi Rata – Rata Produksi/Yield
No Tahun
(Ha) (Ton) Rate(Kw/Ha)
1 2013 14.962 72.370 48,33
2 2014 16.000 88.090 55,01
3 2015 16.001 81.169 50,73
4 2016 17.185,30 105.878,63 61,61
5 2017 24.584,30 148.949 60,59
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian pertanian 2018

Berdasarkan Tabel 1. bahwa jumlah produksi jagung di Kabupaten Deli Serdang

dari tahun 2013 sampai tahun 2017 terus mengalami peningkatan. Peningkatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

ini juga dipengaruhi oleh peningkatan luas lahan panen yang cukup signifikan,

luas lahan panen tertinggi terdapat pada tahun 2017, namun rata-rata produksi

tertinggi terdapat pada tahun 2016 sebanyak 61.61 kw/Ha.

Salah satu faktor penting dalam pengembangan hasil-hasil pertanian, termasuk

jagung adalah tataniaga. Tataniaga produk hasil pertanian selalu menjadi masalah

yang mendasar bagi petani. Oleh karena itu tataniaga menjadi sangat penting

ketika produsen/petani telah mampu mengelola usahataninya dengan baik sampai

menghasilkan produk dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik. Disini

petani membutuhkan tataniaga yang baik sehingga produk akan lebih bernilai

karena adanya perubahan tempat (Nur dan Mohd, 2013).

Dalam teori harga dianggap bahwa produsen bertemu langsung dengan konsumen,

sehingga harga pasar yang terbentuk merupakan perpotongan antara kurva

penawaran dengan kurva pemintaan. Realita pemasaran pertanian sangat jauh dari

anggapan ini, sebab komoditi pertanian yang diproduksi di daerah sentra produksi

akan dikonsumsi oleh konsumen akhir setelah menempuh jarak tertentu, dengan

demikian jarang sekali produsen melakukan transaksi secara langsung dengan

konsumen akhir. Untuk itu digunakan konsep margin pemasaran.

Margin pemasaran ditinjau dari dua sisi, yaitu sudut pandang harga dan biaya

pemasaran. Margin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayar konsumen

akhir dan harga yang diterima petani produsen. Selama proses pemasaran terdapat

beberapa lembaga pemasaran yang terlibat, maka dapat dianalisis distribusi

margin pemasaran antar lembaga-lembaga tersebut. Jika margin pemasaran

merupakan fungsi linear dari harga yang dibayar konsumen atau harga di tingkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

pengecer maka dapat ditentukan hubungan antara elastisitas transmisi dengan

marjin pemasaran. Informasi elastisitas transmisi berguna untuk memperbaiki

efisiensi, stabilitas harga antar daerah, mengurangi resiko produksi dan pemasaran

serta analisis relevan untuk melakukan intervensi pemasaran pertanian

(Sudiyono, 2004).

Desa Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang dikenal

sebagai daerah yang memproduksi jagung. Hal tersebut merupakan peluang bagi

petani untuk memasarkan produk pertaniannya yaitu jagung manis. Namun, petani

hanya berkonsentrasi untuk meningkatkan produksi jagung tanpa mengetahui

informasi pasar yang dapat meningkatkan harga produk pertanian khususnya

komoditi jagung, sehingga membuat petani mendapatkan harga yang lebih rendah

yang disebabkan oleh panen jagung yang tidak sesuai dengan peningkatan harga

jagung dipasar.

Dengan melihat latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

“Analisis Elastisitas Transmisi Harga Jagung Manis (Zea mays saccharata ) di

Desa Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pola saluran tataniaga jagung manis di daerah penelitian?

2. Bagaimana efisiensi tataniaga untuk setiap saluran tataniaga jagung manis di

daerah penelitian?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

3. Bagaimana elastisitas transmisi harga tataniaga jagung manis di daerah

penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan masalah diatas, adalah sebagai

berikut :

1. Untuk menganalisis pola saluran tataniaga jagung manis di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis efisiensi tataniaga untuk setiap saluran tataniaga jagung

manis di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis elastisitas transmisi harga tataniaga jagung manis di

daerah penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka diharapkan manfaat dari penulisan ini

sebagai berikut :

1. Bagi petani, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan untuk

memperbaiki sistem tataniaga jagung manis kearah yang lebih baik sehingga

dapat menguntungkan secara adil bagi setiap lembaga pemasaran.

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi yang

membutuhkan, sehingga dapat memberikan solusi dalam pemecahan masalah

yang terjadi di masyarakat sebagai petani jagung manis.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi untuk menjadi

bahan evaluasi perbaikan agar dapat meningkatkan efisiensi tataniaga jagung

manis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tanaman Jagung

Tanaman jagung adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-

rumputan (Graminaceae) yang sangat populer di seluruh dunia. Menurut

sejarahnya, tanaman jagung berasal dari Amerika. Konsumsi jagung mengalami

peningkatan di Asia, Eropa dan Amerika Latin serta banyak negara lain, termasuk

Indonesia. Di Indonesia jagung mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Konsumsi

jagung terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk dan pola konsumsi (Syukur dan Azis, 2014).

Menurut Warisno (1998) Tanaman jagung (Zea mays L) secara sistematika

(taksonomi) dimasukkan dalam klasifikasi, Kingdom : Plantae, Divisio :

Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Classis : Monocotyledone, Ordo :

Graminae, Familia : Graminaceae, Genus : Zea, Spesies : Zea Mays L.

Jagung terdiri dari beberapa jenis, yaitu : (a) Jagung gigi kuda (Dent corn) (Zea

mays indentata); (b) Jagung Mutiara (Flint corn) ( Zea mays indurate); (c) Jagung

manis (Sweet corn) ( Zea mays saccharata); (d) Jagung berondong (Pop corn)

(Zea mays everta); (e) Jagung tepung (Flour corn) (Zea mays amylaceae); (f)

Jagung polong (pod) (Zea mays tunicata); dan (g) Jagung ketan (Waxy corn) (Zea

mays ceratina) (Rukmana, 1997).

Tanaman ini dapat tumbuh didaerah beriklim sedang hingga subtropis/tropis

basah dengan batas lintang 50o LU- 40o LS, untuk tumbuh optimal dan

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7

menghasilkan tongkol dengan biji yang banyak, penanaman perlu dilakukan pada

lokasi dan iklim yang sesuai dengan syarat tumbuhnya (Rudi dan Trias, 2017).

Di Indonesia tanaman jagung dapat tumbuh pada dataran rendah (<1000 m dpl)

sampai dataran tinggi (>1.600 m dpl). Wilayah dengan ketinggian 0-600 m dpl

merupakan daerah yang optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung

(Atman, 2015).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Harga

Harga merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pembeli atas barang dan jasa yang

ditawarkan oleh penjual. Harga juga disebut “nilai”. Menurut teori Ekonomi, nilai

adalah ungkapan secara kuantitatif tentang kekuatan barang untuk dapat menarik

barang lain dalam pertukaran. Untuk mengukur nilai barang dalam pertukaran

dapat digunakan uang. Harga mempunyai empat macam fungsi, yakni : a).

Sebagai pembayaran kepada lembaga saluran atas jasa-jasa yang ditawarkan;

b). Sebagai senjata dalam persaingan; c). Sebagai alat untuk mengadakan

komunikasi dan; d). Sebagai alat pengawasan saluran (Sastradipoera, 2003).

Harga dari suatu barang adalah tingkat pertukaran barang itu dengan barang lain.

Sebagaimana salah satu tugas pokok ekonomi itu adalah menjelaskan mengapa

barang-barang mempunyai harga dan mengapa ada barang-barang yang mahal dan

ada yang murah harganya (Alfred, 2010). Dari sudut pandang pemasaran, harga

merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa

lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan

suatu barang atau jasa. Pengertian ini sejalan dengan konsep pertukaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

(exchange) dalam pemasaran merumuskan definisi harga sebagai pengorbanan

keseluruhan yang bersedia dilakukan konsumen dalam rangka mendapatkan

produk atau jasa spesifik (Tjiptono, 2014).

2.2.2 Konsep Tataniaga

Tataniaga atau marketing yaitu suatu macam kegiatan ekonomi yang berfungsi

membawa dan menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang

ini dapat terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Peran lembaga

pemasaran sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik

aliran barang yang dipasarkan (Rahmanta, 2014).

Tataniaga adalah pemasaran atau distribusi dalam kegiatan ekonomi yang

berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen.

Disebut tataniaga berarti dagang, sehingga tataniaga menyangkut “aturan

permainan” dalam perdagangan barang-barang. Perdagangan dilakukan dalam

pasar, maka tataniaga disebut juga pemasaran (Awang dan Andreas, 2014).

Tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktifitas bisnis dalam bentuk

aliran barang atau jasa komoditas pertanian dari tingkat produksi (petani) sampai

kepada konsumen akhir. Dengan demikian tataniaga merupakan hal yang sangat

penting dalam menjalankan usaha pertanian karena tataniaga merupakan tindakan

ekonomi yang berpengaruh pada tinggi rendahnya pendapatan petani. Produksi

yang baik dan melimpah akan kurang berarti karena harga pasar yang rendah.

Demikian pula dengan produksi yang tinggi tidak mutlak memberikan keuntungan

lebih besar bagi petani tanpa tataniaga yang baik dan efisien

(Nur dan Mohd, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak

milik dan penciptaan nilai guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih

fungsi-fungsi pemasaran (Sudiyono, 2004).

Menurut Khol dan Uhl (2002) dalam Azhimah, et all (2013) mendefinisikan

tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang didalamnya terdapat aliran barang

dan jasa dari titik produksi sampai ke titik konsumen. Produksi adalah

penciptaan kepuasan, proses membuat kegunaan barang dan jasa. Kepuasan

dibentuk dari proses produktif yang diklasifikasikan menjadi kegunaan

bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan.

Ada empat nilai guna produk menurut David (2009) diantaranya : nilai guna

bentuk (form utility), nilai guna waktu (time utility), nilai guna tempat (place

utility) dan nilai guna milik (possession utility).

Nilai guna bentuk merupakan manfaat yang diciptakan oleh adanya perubahan-

perubahan dalam usaha memperbaiki suatu barang. Pelaksanaan penciptaan

bentuk ini dilaksanakan oleh kegiatan produksi yang mencakup pengubahan

bentuk ataupun fungsi bahan baku, penentuan bahan material yang digunakan,

penentuan komposisi atau campuran bahan yang digunakan, adanya pengubahan

ukuran, bentuk atau dimensi lain dari barang yang sudah jadi dan pengubahan

metode pembuatannya.

Nilai guna waktu artinya produk tersedia setiap saat pada saat dibutuhkan atau

nilai waktu dapat terjadi pada saat konsumen hendak melakukan pembelian .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Suatu barang tidak akan berguna bagi konsumen jika tidak dihubungkan dengan

baik sebelum maupun sesudah diinginkan.

Nilai guna tempat artinya produk akan memiliki nilai lebih tinggi pada tempat

yang berbeda. Nilai tempat dapat terjadi pada lokasi yang diinginkan oleh

konsumen, seorang konsumen tidak akan terpenuhi kepuasaannya bilamana suatu

barang berada pada lokasi yang jauh. Disini saluran dapat menciptakan nilai guna

tempat dengan mengadakan pengangkutan atau transpotasi.

Nilai guna milik menunjukkan kegiatan yang merubah kepemilikan suatu barang.

Baik pembeli industri maupun konsumen, tidak dapat melakukan kegiatan

ekonomi mereka tanpa memeriksa barang-barang yang diinginkan.

Dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses aliran barang yang

terjadi dalam pasar. Barang ini mengalir dari produsen sampai kepada konsumen

akhir yang disertai dengan penambahan nilai guna bentuk melalui proses

pengolahan, nilai guna tempat melalui proses pengangkutan dan nilai guna waktu

melalui proses penyimpanan.

2.2.3 Konsep Saluran Tataniaga

Menurut Kotler didalam Azhimah, et all (2013) saluran tataniaga adalah

serangkaian lembaga yang melakukan semua fungsi yang digunakan untuk

menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen.

Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan

sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang

menyalurkan komoditas dalam waktu, tempat, bentuk yang diinginkan

konsumen. Hal ini berarti bahwa saluran tataniaga yang berbeda akan

memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat

dalam kegiatan tataniaga tersebut. Saluran tataniaga dari suatu komoditas perlu

diketahui untuk menentukan jalur mana yang lebih efisien dari semua

kemungkinan jalur-jalur yang dapat ditempuh. Selain itu saluran pemasaran

dapat mempermudah dalam mencari besarnya margin yang diterima tiap

lembaga yang terlibat.

Menurut Rahmanta (2014) saluran pemasaran dapat berbentuk secara sederhana

dan dapat pula kompleks sekali, tergantung dan macam komoditi lembaga

pemasaran di pasar. Sistem pasar monopoli mempunyai saluran pemasaran yang

relatif kompleks dibandingkan dengan sistem pasar yang lain. Komoditi pertanian

yang lebih cepat ke tangan konsumen dan tidak mempunyai nilai ekonomi yang

tinggi, biasa mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana.

PRODUSEN

PENGECER

KONSUMEN

Gambar 1. Bentuk saluran pemasaran yang sederhana dari suatu barang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

PETANI
PENGECER
TENGKULAK KONSUMEN

PEDAGANG BESAR
EKSPORTIR

PEDAGANG PENGUMPUL

Gambar 2. Bentuk saluran pemasaran yang kompleks dari suatu barang

2.2.4 Konsep Lembaga dan Fungsi Tataniaga

Menurut Sudiyono (2004) lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu

yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari

produsen sampai kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan

badan usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan

fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal

mungkin. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran

sebagai berikut :

Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan

petani. Tengkulak melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, ijon,

maupun kontrak pembelian. Pedagang pengumpul, jual komoditi yang yang

dibeli tengkulak dari petani biasanya relatif lebih kecil sehingga untuk

meningkatkan efisiensi, misalnya dalam pengangkutan, maka harus ada proses

konsentrasi (pengumpulan) pembelian komoditi oleh pedagang pengumpul. Jadi

pedagang pengumpul ini membeli komoditi pertanian dari tengkulak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Pedagang besar, untuk melakukan konsentrasi (pengumpulan) komoditi dari

pedagang-pedagang pengumpul untuk melakukan proses distribusi (penyebaran)

ke agen penjualan atau pengecer.

Agen penjualan, produk pertanian yang belum ataupun sudah mengalami proses

pengolahan ditingkat pedagang besar harus didistribusikan kepada agen penjualan

maupun pengecer. Agen penjualan biasanya membeli komoditi yang dimiliki

pedagang besar dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding

pengecer.

Pengecer, merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung dengan

konsumen. Pengecer merupakan ujung tombak dari suatu proses produksi yang

bersifat komersil artinya kelanjutan proses yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemasaran sangat tergantung dari aktivitas pengecer dalam menjual produknya

kepada konsumen.

Fungsi Pemasaran

Menurut Downey dan Steven (1987) ada tiga tipe fungsi pemasaran yaitu (a)

fungsi pertukaran (Exchange Function), (b) fungsi fisis (Pysical function) dan (c)

fungsi penyediaan sarana (Facilitating Function).

Fungsi Pertukaran, melibatkan kegiatan yang menyangkut pengalihan hak

pemilikan dalam sistem pemasaran.

1. Fungsi pembelian

Fungsi pembelian dilakukan pada setiap tingkatan dari saluran pemasaran, usaha

pembelian ini melibatkan interaksi antara produsen atau agen produsen dengan

memproses, menjual borongan atau dengan konsumen. Keberhasilan proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

pemasaran ditentukan dari tingkah laku konsumen dalam melakukan pembelian.

Fungsi pembelian merupakan usaha memilih barang-barang yang dibeli tersebut

untuk dijual lagi atau digunakan sendiri dengan harga pelayanan dari penjual dan

kualitas tertentu. Dalam pembelian pedagang besar dapat bertindak sebagai agen

pembelian bagi para pengecernya atau pemakai industri. Sebagai pembeli, ia harus

mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang sumber-sumber pembeliannya.

Disamping itu juga harus dapat membeli dalam jumlah yang paling ekonomis agar

dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam penjualannya, oleh karena

itu, sebelum melakukan pembelian perlu diadakan analisis tentang sumber

penyediaannya.

2. Fungsi penjualan

Penjualan dilakukan oleh pedagang besar sebagai alat pemasaran bagi

produsennya. Fungsi penjualan ini sangat penting karena bertujuan menjual

barang atau jasa yang diperlukan sebagai sumber pendapatan untuk menutup

semua ongkos guna memperoleh laba. Pedagang besar harus mengetahui sasaran-

sasaran penjualannya, terutama pengecer. Jika barang-barang dibeli untuk dijual,

maka harus ditentukan bahwa barang-barang tersebut akan terjual, jadi sebagai

penjual perantara merupakan suatu yang penting dalam saluran distribusi.

Fungsi fisis

Kegunaan waktu, tempat dan bentuk ditambahkan pada produk ketika produk

diangkut, disimpan dan diproses untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

1. Pengangkutan

Pengangkutan merupakan fungsi pemindahan barang dari tempat barang

dihasilkan ke tempat berikutnya. Pengangkutan yang baik memungkinkan

perluasan pasar dan memungkin pula spesialisasi dalam industri yang akan

berakibat secara besar-besaran. Pilihan pengangkutan akan mempengaruhi

penetapan harga produk, kinerja pengiriman (tepat waktu) dan kondisi barang saat

tiba di tujuan.

2. Penyimpanan

Fungsi penyimpanan menciptakan kegunaan waktu karena melakukan

penyesuaian antara penawaran dengan permintaan , apalagi barang-barang yang

bersifat mudah rusak perlu tempat penyimpanan khusus, seperti buah-buahan,

perlu disimpan dalam ruangan pendingin. Dengan penyimpanan memungkinkan

bagi penjual untuk mengatur pemasaran sampai kondisi pasar menguntungkan.

Penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan gudang (tempat penyimpan)

sendiri atau menyewa gudang umum.

3. Pemprosesan

Pemprosesan memainkan peranan penting dalam memenuhi permintaan

konsumen. Adanya pengubahan bentuk produk dari bahan baku utama menjadi

bentuk yang lebih diinginkan.

Fungsi Penyediaan Sarana

Fungsi penyediaan sarana adalah kegiatan-kegiatan yang menolong sistem pasar

untuk beroperasi lebih lancar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

1. Informasi Pasar

Sistem pemasaran yang efisien menuntut agar pihak-pihak yang berperan serta

dalam pemasaran diberi informasi dengan baik. Pembeli memerlukan informasi

mengenai sumber-sumber penawaran, penjual mencari informasi mengenai mutu,

harga dan sumber-sumber produk. Pemilik persediaan memerlukan informasi

mengenai harga saat ini dan saat mendatang agar dapat memutuskan produk apa

dan berapa banyak yang akan digudangkan, informasi pasar dapat diperoleh dari

berbagai sumber, seperti perusahaan swasta menerbitkan selebaran pasar

mengenai faktor-faktor teknis dan mendasar mengenai keputusan pemasaran.,

pemerintahan, dan juga lembaga pendidikan.

2. Penanggung risiko

Risiko ini dapat dibagi ke dalam dua golongan umum, yaitu risiko fisis, seperti

angin, kebakaran, hujan es, banjir, pencurian dan kerusakan; serta risiko pasar.

Pada dasarnya ada empat teknik untuk membantu para produsen dan pemasar

dalam mengalihkan atau mengurangi risiko pasarnya : (1) diversifikasi, (2)

integrasi vertikal, (3) pengadaan kontrak terlebih dahulu dan (4) hedging

(perlindungan) serta pasar masa mendatang.

3. Standarisasi dan penggolongan mutu

Penggolongan mutu produk pertanian ke dalam kelas atau golongan standar

sangat membantu mempermudah proses usaha pembelian dan penjualan serta

membantu sistem pemasaran bekerja lebih efisien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

4. Pembiayaan

Menurut Rahim dan Hartati di dalam Azhimah, et all (2013), biaya adalah

pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usahataninya

untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya merupakan korbanan yang diukur

untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan

tertentu dalam usahataninya .

Biaya tataniaga terbentuk atau terjadi sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan

fungsi-fungsi tataniaga. Biaya tataniaga ini menjadi bagian tambahan harga dari

barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Oleh sebab itu, biaya

tataniaga yang tinggi akan membawa efek pada harga beli konsumen. Disamping

itu biaya tataniaga yang tinggi juga akan membuat sistem tataniaga kurang atau

tidak efisien (Anggraini, et all , 2015).

Pembiayaan tataniaga sangat perlu karena adanya perbedaan waktu (yang kadang-

kadang sangat lama) antara pembelian(dan pembayaran harga) oleh konsumen dan

kebutuhan uang dari produsen setelah komoditi tertentu selesai diproduksikan.

Pembiayaan disini mempunyai fungsi untuk membayar petani produsen terlebih

dahulu sebelum komoditi yang bersangkutan dibeli oleh konsumen terakhir.

Pembiayaan disediakan oleh perusahaan pemasaran yang secara benar-benar

membeli dan memegang hak pemilikan atas produk yang bersangkutan.

2.2.5 Konsep Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto dalam Azhimah, et all (2013) sistem tataniaga disebut efisien

apabila memenuhi dua syarat yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke konsumen dengan

biaya yang semurah-murahnya

2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar

konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan

jalur tataniaga tersebut.

Namun berbeda menurut A.T Mosher sistem tataniaga itu efisien apabila harga

jual petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost

price) hasil ditambah dengan keuntungan yang diinginkan produsen dalam

pengusahaannya. Dan jika semakin besar harga maka semakin tinggi tingkat

efisiensi tataniaga tersebut.

Penentuan efisiensi menurut Azhimah, et all (2013) dapat dilihat dengan

memperbandingkan antara besarnya keuntungan petani produsen dan seluruh

lembaga perantara yang terlibat dengan seluruh ongkos tataniaga yang

dikeluarkan oleh lembaga perantara dan biaya produksi serta ongkos pemasaran

yang dikeluarkan oleh petani produsen. Adanya ketidak efisienan dalam

pemasaran menurut Ariani (2000) dalam Sari (2013) ditentukan oleh panjang

pendeknya rantai distribusi dan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh

lembaga pemasaran sebelumnya sampai ke konsumen.

Efisiennya suatu pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002) dalam Sari (2013)

akan dapat tercipta jika pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-

lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh suatu kepuasan. Semakin

besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan bila dibandingkan dengan nilai dari

produk yang dijual akan menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Dengan kata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

lain, semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka marjin

pemasarannya akan semakin besar dan menyebabkan tidak efisiennya sistim

pemasaran jagung yang berlangsung.

2.2.5.1 Margin Tataniaga

Margin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dan harga

yang diterima petani sebagai produsen. Margin pemasaran pada hakekatnya terdiri

dari biaya-biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan

lembaga-lembaga pemasaran. Apabila margin pemasaran besar dan biaya untuk

melakukan fungsi-fungsi pemasaran juga besar, agar komoditi pertanian yang

dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen, maka keuntungan pemasaran

menjadi kecil (Sudiyono, 2004).

Untuk menentukan apakah proses tingginya margin pemasaran menyebabkan

ketidak efisienan proses pemasaran maka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu

: (1) Adanya penggunaan teknologi baru yang menyebabkan tingginya biaya

produksi, (2) Adanya spesialisasi produksi yang menyebabkan bertambah

tingginya biaya pengangkutan dan akibatnya margin pemasaran bertambah besar,

(3) Adanya peningkatan kegunaan waktu dalam produk pertanian yang

mengakibatkan adanya tambahan biaya untuk penyimpanan dan pengolahan, (4)

Adanya kecenderungan konsumen, untuk mengkonsumsi barang dalam bentuk

siap saji, sehingga mengakibatkan margin pemasaran bertambah besar, (5)

Adanya kenaikan upah pekerja terutama dalam perdagangan eceran, dapat juga

meningkatkan nilai margin pemasaran (Sudiyono, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

2.2.6 Elastisitas Transmisi

Menurut Sudiyono (2004) elastisitas transmisi merupakan perbandingan

perubahan nisbi dari harga di tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat

petani. Secara matematik dapat ditulis :

𝑑𝑃𝑟 𝑃ƒ
Et = 𝑑𝑃ƒ ×𝑃𝑟

Kegunaan Elastisitas Transmisi (Et)

Dengan diketahuinya besar elastisitas (Et), maka diharapkan ada informasi pasar

tentang :

a. Kemungkinan adanya peluang kompetisi yang efektif dengan jalan

memperbaiki “market transperency”;

b. Keseimbangan penawaran dan permintaan antara petani dengan pedagang,

sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan;

c. Kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah dengan menyajikan

informasi perkembangan pasar nasional atau lokal;

d. Kemungkinan pengurangan resiko produksi dan pemasaran sehingga dapat

mengurangi kerugian; dan

e. Peluang perbaikan pemasaran (terutama campur tangan harga) dengan

menyediakan analisis yang relevan pada pembuat keputusan (decision maker).

Kriteria pengukuran yang digunakan pada analisis transmisi harga menurut

Hasyim : 1994 dalam (Restiana, 2010) adalah :

1. Et = 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen sama dengan laju

perubahan harga di tingkat petani. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

seluruh pelaku pasar adalah bersaing sempurna, dan sistem tataniaga yang terjadi

sudah efisien.

2. Et > 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dari pada

laju perubahan harga di tingkat petani. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi

oleh seluruh pelaku pasar adalah pasar tidak bersaing sempurna, yaitu terdapat

kekuatan monopoli atau oligopoly dalam sistem tataniaga tersebut sehingga

sistem tataniaga yang berlaku belum efisien.

3. Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar dari pada

laju perubahan harga di tingkat petani. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi

oleh seluruh pelaku pasar adalah pasar tidak bersaing sempurna, yaitu terdapat

kekuatan monopsoni atau oligopsoni dalam sistem tataniaga tersebut sehingga

sistem tataniaga yang berlaku belum efisien

2.3 Penelitian Terdahulu

Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian tentang tataniaga suatu

produk. Masing-masing peneliti melakukan penelitian dengan produk yang

berbeda.

1. Rahmi dan Arif (2012) dengan judul jurnal Analisis Transmisi Harga Jagung

sebagai Bahan Pakan Ternak Ayam Ras di Sumatera Barat menyimpulkan

Kepekaan perubahan harga di tingkat petani jagung lebih kecil dari kepekaan

perubahan harga di tingkat konsumen sehingga pasar kurang efisien. Transmisi

harga dari konsumen ke produsen dan sebaliknya dari produsen ke konsumen

kurang berjalan dengan baik, karena penumpukan marjin pada pedagang

pengumpul sebagai pelaku pasar yang mengendalikan pasar dan menghambat

transmisi harga. Petani relatif sedikit mengalami perubahan harga, karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

perubahan harga hanya berakibat pada besarnya profit pedagang pengumpul,

sehingga petani sendiri sebagai produsen jagung dan peternak ayam ras sebagai

konsumen jagung untuk bahan pakan ternaknya tidak diuntungkan dengan

kondisi pasar jagung yang ada.

2. Siska Yulianti Lubis (2008) dengan judul Analisis Pemasaran Jagung (Studi

Kasus : Kelurahan Tigabinanga Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)

menyimpulkan bahwa terdapat 4 jenis saluran pemasaran jagung, setiap

lembaga pemasaran melaksanakan minimal 5 fungsi pemasaran antara lain

fungsi pembelian, penjualan, transportasi, Financing, dan fungsi resiko. Profit

margin yang tertinggi pada lembaga pemasaran jagung bulat melalui saluran IV

(Rp 721,40/kg) karena pada saluran ini jagung dibeli pedagang pengumpul dari

petani melalui agen sedangkan profit yang terendah terdapat pada lembaga

pemasaran ransum ternak saluran I yaitu Rp 431,40. Saluran pemasaran yang

paling efisien adalah pemasaran jagung bulat/pipil kering melalui saluran IV

karena pada saluran ini terjadi biaya pemasaran yang terkecil, dan merupakan

saluran terpendek diantara keempat saluran pemasaran yang ada. Sementara

saluran pemasaran pertama tidak efesien karena tingkat Ep > 50% dan

memiliki total biaya pemasaran yang tinggi.

3. Restiana (2010) dengan judul Pola Distribusi dan Efisiensi Pemasaran

Jagung yang di lakukan di Kabupaten Lampung Selatan menyimpulkan

bahwa Pola distribusi jagung di Kabupaten Lampung terdiri dari 3 pola yaitu

jagung yang berakhir di industri ternak ayam di Propinsi Lampung, jagung

yang berakhir di idustri pakan ternak lokal dan jagung yang berakhir di industri

pakan ternak luar Lampung. Pemasaran jagung di Kabupaten Lampung Selatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

masih tergolong belum efisien dilihat dari nilai RPM yang belum merata dan

nilai elastisitas transmisi harga yang tidak sama dengan 1. Rantai pemasaran

yang paling efisien adalah rantai yang berawal dari petani yang menjual hasil

usahataninya langsung ke perusahaan pakan ternak, yang ditunjukkan oleh nilai

RPM (Ratio Profit Marjin) yang lebih merata.

4. Sutawi (2002) dengan judul Analisis Pemasaran Jagung di Kecamatan

Singosari menyimpulkan bahwa pemasaran jagung melalui 3 saluran utama

yaitu (a) Petani - tengkulak - pengumpul - grosir - pengecer - konsumen; (b)

Petani - penebas - pengumpul - grosir - pengecer - konsumen; (c) Petani -

pengumpul - grosir - pengecer - konsumen. Marjin pemasaran pada ketiga

saluran utama sebesar Rp 709,00/kg pada saluran I, Rp 855,00/kg pada saluran

II, dan Rp 608,00/kg pada saluran III. Distribusi keuntungan pada masing-

masing lembaga pemasaran tidak merata sempurna seperti ditunjukkan angka

indeks masing-masing sebesar 0783, 0,789, dan 0,662, serta nilai elastisitas

transmisi harga sebesar 0,628 yang berarti bahwa perubahan harga eceran 1%

mengakibatkan perubahan harga di tingkat petani 0,628% (<1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

2.4 Kerangka Pemikiran

Dalam tataniaga jagung manis melibatkan lembaga tataniaga dan fungsi-fungsi

tataniaga. Tugas lembaga tataniaga yaitu menyampaikan barang dari produsen

sampai konsumen akhir dengan melaksanakan fungsi tataniaga diantaranya fungsi

pembelian, fungsi penjualan, pengangkutan, penyimpanan, pemprosesan, fungsi

penyediaan sarana, informasi pasar, penanggung resiko, standarisasi dan

penggolongan mutu serta pembiayaan.

Setiap fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga membentuk biaya pemasaran.

Adanya biaya pemasaran maka akan mempengaruhi margin tataniaga. Margin

tataniaga berhubungan dengan efisiensi tataniaga dan juga berhubungan dengan

`elastisitas transmisi harga pada pemasaran jagung manis. Dengan itu maka

diperoleh kerangka pikir “Analisis Elastisitas Transmisi Harga Jagung Manis”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Tataniaga Jagung Manis

Lembaga Tataniaga Fungsi-fungsi Tataniaga

Biaya Tataniaga

Margin Tataniaga

Efisiensi Tataniaga Elastisitas Transmisi Harga

Keterangan :

= Hubungan

= Mempengaruhi

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan

diatas, maka dapat disusun hipotesis penelitian yang perlu diuji kebenarannya

yaitu sebagai berikut :

1. Ada beberapa saluran tataniaga jagung manis di daerah penelitian.

2. Efisiensi tataniaga jagung manis di daerah penelitian adalah belum efisien.

3. Elastisitas transmisi harga jagung manis di daerah penelitian adalah inelastis

(<1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Namo Rambe, Kecamatan Namo Rambe,

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian

dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa desa Namo

Rambe merupakan salah satu daerah penghasil tanaman jagung manis di

Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 2. Produksi jagung di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017


No Kecamatan Produksi (ton)
1 Gunung Meriah 1630
2 S.T.M. Hulu 5605
3 Sibolangit 2446
4 Kutalimbaru 22109
5 Pancur Batu 11303
6 Namo Rambe 7954
7 Biru-Biru 5370
8 S.T.M. Hilir 10855
9 Bangun Purba 2909
10 Galang 255
11 Tanjung Morawa 8541
12 Patumbak 7638
13 Deli Tua 195
14 Sunggal 13151
15 Hamparan Perak 5503
16 Labuhan Deli 3270
17 Percut Sei Tuan 29116
18 Batang Kuis 8298
19 Pantai Labu 2122
20 Beringin 496
21 Lubuk Pakam 43
22 Pagar Merbau 147
Total Produksi 148949
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian pertanian 2018

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

3.2 Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah petani sebagai produsen, pedagang pengumpul

(tengkulak), pedagang besar di pasar induk Medan Tuntungan, dan pedagang

pengecer. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode probability sampling.

Probability sampling adalah metode pengambilan sampel yang memberikan

peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur/elemen/ anggota populasi

untuk terpilih sebagai sampel. Teknik pengambilan sampel berdasarkan Simple

Random sampling (sampel acak sederhana).

Menurut Silaen Dan Widiyono (2013) Simple Random sampling, umumnya

disebut simple sampling. Disebut simple karena mengambil sampel cukup simpel

(sederhana), yaitu tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi, karena

setiap anggota populasi dianggap homogen.

Dengan menggunakan rumus Slovin, untuk menentukan jumlah sampel maka :

n= N
1+ N(e)2
Keterangan :

e = persentase tingkat kesalahan yang dapat ditoleran

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

257
n = 1+257 (0.15)2 = 38

Jumlah populasi yang ada pada saat prasurvey sebanyak 257 petani jagung manis,

berdasarkan rumus Slovin dengan menggunakan persentase tingkat kesalahan 15

%, maka sampel yang dipilih diambil sebanyak 38 petani. Adapun pedagang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

perantara yang dijadikan sampel didaerah penelitian terdapat 2 pedagang

pengumpul desa, 2 pedagang besar, 3 pedagang pengecer .

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada petani,

pedagang besar, pedagang pengecer dengan menggunakan kuisioner yang telah

dibuat. Sementara data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi

terkait, seperti Badan Penyuluhan Pertanian, Badan Pusat Statistik, Dinas

Pertanian, studi kepustakaan atau literatur-literatur maupun sumber-sumber yang

terkait dengan judul penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data adalah suatu kegiatan untuk mengelompokkan, membuat suatu

urutan, serta menyingkat data sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami. Tujuan

dari analisis data ini adalah untuk menjawab masalah penelitian dan dapat

menguji hipotesis.

Data yang diperoleh akan di analisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan pengamatan terhadap saluran

tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga. Sedangkan

untuk analisis kuantitatif dilakukan untuk menghitung efisiensi tataniaga, dengan

menggunakan pendekatan metode efisiensi tataniaga dan elastisitas transmisi

harga.

Peneliti menggunakan data primer yang dilakukan secara langsung di lapangan,

pencatatan dan wawancara dengan petani serta lembaga-lembaga yang terlibat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

dalam tataniaga jagung manis, selain itu juga melakukan penelusuran terhadap

saluran tataniaga sehingga mendapatkan responden yang benar-benar memasok

jagung manis ke pasar.

3.4.1 Analisis Saluran tataniaga

Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang terlibat dalam proses

penyampaian produk dari produsen hingga ke konsumen akhir. Analisis saluran

tataniaga jagung manis di Desa Namo Rambe, Kecamatan Namo Rambe,

Kabupaten Deli Serdang, dapat dilakukan dengan mengamati lembaga-lembaga

tataniaga yang membentuk saluran tataniaga. Pengamatan dilakukan mulai dari

petani produsen hingga ke pengecer komoditi jagung manis. Perbedaan saluran

tataniaga dari masing-masing responden akan berpengaruh pada pembagian

pendapatan yang diterima oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat di

dalamnya. Semakin panjang rantai saluran tataniaga semakin tidak efisien karena

marjin tataniaga yang tercipta antara produsen dan konsumen akan semakin besar.

3.4.2 Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui lembaga-lembaga tataniaga yang

melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Analisis fungsi tataniaga dilakukan untuk

mengetahui fungsi-fungsi atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap lembaga

tataniaga yang terlibat serta mengetahui kebutuhan biaya dan fasilitas yang

dibutuhkan. Untuk lebih lanjut, dari analisis ini dapat dihitung besarnya marjin

tataniaga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

3.4.3 Analisis Efisiensi Tataniaga


3.4.3.1 Analisis margin tataniaga

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran dari petani

sampai konsumen akhir. Margin Tataniaga merupakan selisih harga di tingkat

petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Rumus matematika yang

menunjukan nilai margin tataniaga total yang melingkupi fungsi-fungsi, biaya-

biaya, kelembagaan yang terlibat, dan keseluruhan sistem mulai dari petani

(Primary Supply) sampai ke konsumen akhir (Primary Demand) adalah sebagai

berikut :

MT = Pr-Pf = C + πMi

Mі = Pj - Pbі

Keterangan :

MT = Margin pemasaran

Pr = Harga di tingkat retail (tingkat konsumen akhir)

Pf = harga di tingkat petani

C = biaya-biaya dari adanya pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran

π = Keuntungan lembaga pemasaran

Mі = Margin di tingkat pemasaran ke-і, dimana і = 1,2,.....n

Pj = harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-і

Pbі = harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-і

3.4.3.2 Analisis Farmer’s Share

Marketing margin dikelompokkan menurut jenis biaya yang sama disebut price

spread, jika angka price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen maka

diperoleh share margin.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Pf
S= x 100%
Pr
Keterangan:

Pf = harga jual petani

Pr = harga beli konsumen

S = share margin petani

Beberapa metode untuk menghitung efisiensi pemasaran:

1. Metode Sheperd’s yaitu rasio total nilai barang yang di jual di pasar dan total

biaya pemasaran

V
ME = -1
I
Keterangan :

ME = efisiensi pemasaran

V = harga konsumen.

I = biaya pemasaran

Metode Sheperd’s yaitu semakin besar rasio maka semakin tinggi tingkat efisiensi

sehingga semakin besar harga yang dibayarkan konsumen saluran tataniaga

semakin efisien.

2. Metode Acharya dan Aggarwal

Merupakan semakin tinggi nilai efisiensi pemasaran maka saluran tataniaga

semakin efisien.

PP
ME =
(MC+MM)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Keterangan :

ME = efisiensi pemasaran

PP = harga produsen

MC = biaya pemasaran

MM = margin pemasaran

3. Metode Efficiency Index

Penambahan 1 dengan perbandingan antara margin pemasaran dengan biaya

pemasaran.

ME = 1 + Margin Pemasaran
Biaya Pemasaran

Efisiensi pemasaran yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan

sebaliknya. Pada metode ini efisiensi pemasaran tinggi jika biaya pemasaran yang

dikeluarkan lebih kecil dari margin pemasaran.

3.4.4 Analisis Elastisitas Transmisi

Menurut Sudiyono (2004) elastisitas transmisi merupakan perbandingan

perubahan nisbi dari harga di tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat

petani.
𝑑𝑃𝑟 𝑃𝑓
Et = ×
𝑑𝑃𝑓 𝑃𝑟

Keterangan :

Et = Elastisitas Transmisi

Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat petani

dPr = Perubahan Harga di tingkat pengecer

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

dPf = Perubahan Harga di tingkat petani

Implikasi dari persamaan diatas adalah :

1. Apabila elastisitas transmisi kecil dari satu (Et<1) dapat diartikan bahwa

perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan

perubahan harga kurang dari 1% di tingkat petani.

2. Apabila elastisitas transmisi sama dengan satu (Et=1) dapat diartikan maka

perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan

perubahan harga sebesar 1% di tingkat petani.

3. Apabila elastisitas transmisi lebih besar dari satu (Et>1) dapat diartikan bahwa

perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan

perubahan harga lebih besar dari 1% di tingkat petani.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka perlu dibuat

definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Tataniaga merupakan suatu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa dan

menyampaikan barang dari produsen sampai kepada konsumen akhir.

2. Lembaga tataniaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan

pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen sampai kepada

konsumen akhir.

3. Saluran tataniaga adalah serangkaian lembaga yang melakukan fungsi

pemasaran dalam menyalurkan komoditi jagung manis dari petani sebagai

produsen ke konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

4. Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang pertanian khususnya jagung

manis, utamanya dengan cara melakukan pengolahan tanah dengan tujuan

untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman jagung manis dengan harapan

untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun

menjualnya kepada orang lain.

5. Pedagang pengumpul adalah lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan

pengumpulan komoditi dari petani jagung manis dengan sistem datang

langsung ke lahan petani tersebut dan menjual kembali ke pedagang besar

maupun pedagang pengecer di Kota Medan maupun luar kota.

6. Pedagang besar adalah lembaga tataniaga yang melakukan pembelian komoditi

jagung manis dari pedagang pengumpul ataupun petani dan menjual kembali

ke pedagang pengecer dan konsumen.

7. Pedagang pengecer adalah lembaga tataniaga yang berhadapan langsung

dengan konsumen.

8. Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsi-

fungsi tataniaga.

9. Margin tataniaga merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dan

harga yang diterima petani jagung manis.

10. Elastisitas transmisi merupakan perbandingan perubahan nisbi dari harga di

tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petani .

3.5.2 Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Desa Namo Rambe, Kecamatan Namo Rambe,

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian dilakukan tahun 2019.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

3. Sampel penelitian adalah petani jagung manis, pedagang pengumpul, pedagang

besar, pengecer.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Luas Dan Letak Geografis

Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Namo

Rambe Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa Namorambe

memiliki luas wilayah 334 hektar dengan jarak 42.4 Km menuju ibu kota

kabupaten/kota dan jarak 19.7 Km menuju ibu kota provinsi. Secara administratif

Desa Namo Rambe mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan Namo Landur Kuta Tengah

 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tangkahan

 Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Deli

 Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Babura

Secara geografis Desa Namo Rambe terletak pada koordinat bujur 99 0.512431 dan

koordinat lintang 1.790811, memiliki curah hujan 2000 mm/tahun dengan

kelembaban 780 C, suhu rata-rata 270 C perhari serta ketinggian tempat 23 meter

diatas permukaan laut .

Luas wilayah penelitian menurut fungsinya dibagi menjadi areal persawahan,

tanah kering/ladang, tanah perkebunan dan fasilitas umum.

Adapun penggunaan lahan di Desa Namo Rambe adalah sebagai berikut :

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38

Tabel 3. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Desa Tahun 2019
No Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1. Tanah Sawah 143.95 43,1
2. Tanah Kering 101.60 30,42
3. Tanah Perkebunan 80.00 23,95
4. Fasilitas Umum 8.45 2,53
Total Lahan 334 100
Sumber : Kantor Desa Namo Rambe, 2018

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa, penggunaan lahan yang paling banyak

diusahakan adalah tanah sawah dengan luas 143,95 Ha (43,1%), tanah kering

seluas 101,60 Ha (30,421%), tanah perkebunana seluas 80 Ha (23,95%) dan

fasilitas umum degan luas 8,45 Ha (2,53%).

4.2 Keadaan Penduduk


Desa Namo Rambe memiliki jumlah penduduk sebanyak 1625 jiwa yang terdiri

dari 781 jiwa laki-laki dan 844 jiwa perempuan, dihitung berdasarkan jumlah

kepala keluarga (KK) dihuni 563 Kepala Keluarga. Distribusi penduduk menurut

kelompok umur di Desa Namo Rambe dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Namo


Rambe Tahun 2019
No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 0-4 67 4,12
2 5-9 141 8,68
3 10-14 162 9,97
4 15-29 446 27,44
5 30-44 378 23,26
6 45-49 112 6,89
7 50-60 179 11,02
8 61-75 121 7,45
>75 19 1,17
Jumlah 1625 100
Sumber : Kantor Desa Namo Rambe, 2018

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa kelompok umur produktif yaitu 15-60 tahun

adalah sebanyak 1.115 jiwa (68,61%). Usia 0-4 tahun sebanyak 67 jiwa (4,12%),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

usia 5-9 tahun sebanyak 141 jiwa (8,68%), usia 10-14 tahun sebanyak 162 jiwa

(9,97%), usia 61-75 tahun sebanyak 121 jiwa (7,45%) dan usia > 75 tahun

sebanyak 19 jiwa (1,17%). Hal ini memberikan gambaran bahwa ketersediaan

tenaga kerja di desa ini masih cukup besar. Distribusi penduduk menurut agama di

Desa Namo Rambe dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Desa Namo Rambe Tahun


2019
No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Islam 397 24,43
2 Kristen 792 48,74
3 Khatolik 435 26.77
4 Budha 1 0,06
Jumlah 1625 100
Sumber : Kantor Desa Namo Rambe, 2018

Dari Tabel 5. dapat dilihat ada empat agama yang dianut oleh masyarakat di Desa

Namo Rambe. Agama yang paling banyak di kelurahan ini adalah agama Kristen

dengan persentase 48,74 %, agama Islam 24,43 %, Katolik 26,77 % dan hanya

0,06 % agama Budha.

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Namo


Rambe Tahun 2019
Jumlah Persentase
No Jenis Pekerjaan (jiwa) (%)
1 Petani 402 26,36
2 Buruh Tani 49 3,21
3 Buruh Migran 1 0,06
4 Pegawai Negeri Sipil 24 1,6
5 Pengrajin 1 0,06
6 Pedagang Barang Kelontong 14 0,92
7 Montir 1 0,06
8 Dokter Swasta 1 0,06
9 Perawat Swasta 3 0,2
10 Bidan Swasta 5 0,33
11 TNI 4 0,26
12 POLRI 2 0,13
Sumber : Kantor Desa Namo Rambe, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Lanjutan Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa


Namo Rambe Tahun 2019
Jumlah Persentase
No Jenis Pekerjaan (jiwa) (%)
13 Pengusaha kecil, menengah dan besar 1 0,06
14 Guru swasta 12 0,79
15 Pedagang keliling 8 0,52
16 Tukang kayu 1 0,06
17 Karyawan perusahaan swasta 54 3,54
18 Karyawan perusahaan pemerintah 4 0,26
19 Wiraswasta 152 9,96
20 Tidak mempunyai pekerjaan tetap 6 0,39
21 Belum bekerja 144 9,44
22 Pelajar 404 26,49
23 Ibu rumah tangga 112 7,34
24 Purnawirawan / pensiunan 6 0,39
25 Perangkat desa 1 0,07
26 Buruh harian lepas 65 4,26
Buruh usaha jasa transportasi dan
27 1 0,07
perhubungan
Pemilik usaha warung dan rumah makan
28 7 0,46
dan restoran
29 Sopir 20 1,31
30 Usaha jasa pengerah tenaga kerja 1 0,07
31 Pengrajin industri rumah tangga lainnya 2 0,13
32 Tukang jahit 3 0,2
33 Tukang kue 1 0,07
34 Tukang rias 1 0,07
35 Karyawan honorer 10 0,66
36 Pemuka agama 1 0,07
37 Apoteker 1 0,07
Total penduduk 1525 100
Sumber : Kantor Desa Namo Rambe, 2018

Dari Tabel 6. dilihat bahwa dari mata pencaharian penduduk desa Namo Rambe

tertinggi adalah 26,36 % berprofesi sebagai petani, 3,21 % berprofesi sebagai

buruh tani, 3,54 % berprofesi sebagai karyawan perusahaan swasta, 9,96 %

berprofesi sebagai wiraswasta, 26,49 % berprofesi sebagai pelajar, 7,34% sebagai

ibu rumah tangga, 4,26 % sebagai buruh harian lepas, sisanya beprofesi lain-lain

seperti pedagang barang kelontong, perawat swasta, bidan swasta, karyawan

honorer, apoteker, sopir dan lain-lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

4.4 Sarana dan Prasarana

Akses transportasi ke Desa Namo Rambe sudah cukup baik, dengan adanya jalan

yang terbuat dari aspal/semen, karena desa ini merupakan salah satu desa yang

memiliki kondisi irigasi, prasarana yang sudah ada diantaranya panjang saluran

primer 2.000 meter, panjang saluran sekunder 1.500 meter, panjang saluran tersier

3.000 meter, jumlah pintu sadap sebanyak 1 unit dan jumlah pintu pembagi air

sebanyak 4 unit.

Lembaga pendidikan yang ada hanya 4 unit Taman Kanak-Kanak swasta, 2 unit

Sekolah Dasar Negeri dan Swasta, sementara untuk lembaga kemasyarakatan

desa/kelurahan ada sebanyak 1 unit lembaga LKMD/LKMK, 1 unit lembaga

PKK, 1 unit lembaga karang taruna, 9 kelompok tani/ nelayan, 4 organisasi

keagamaan dan 4 organisasi bapak.

4.5 Karakteristik Petani Sampel

Petani jagung manis adalah mereka yang memiliki mata pencaharian sebagai

petani jagung dan mengusahakan kegiatan produksi mulai dari mengolah tanah

sampai pada kegiatan panen dan bertempat tinggal di Desa Namo Rambe. Yang

termasuk karakteristik petani sampel adalah umur, pendidikan, lama berusahatani

dan jumlah tanggungan. Jumlah sampel petani yang diambil dalam penelitian ini

adalah sebanyak 38 orang .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Umur Petani Sampel

Umur petani salah satu faktor yang erat dengan kemampuan petani dalam

melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani kecenderungan

kemampuan bekerja tentunya semakin menurun. Hal ini berpengaruh pada

produktivitasnya dalam mengelola usahataninya. Klasifikasi petani menurut umur

dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 7. Umur Petani Responden di Desa Namo Rambe Tahun 2019


No Kelompok umur (Tahun) Jumlah (orang ) Persentase (%)
1 26-50 30 78,95
2 >50 8 21,05
Total 38 100
Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari Tabel 7. dilihat bahwa persentase terbesar di daerah penelitian berada pada

kisaran umur 26-50 tahun sebesar 78,95%. Artinya petani sampel di daerah

penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi dalam

mengoptimalkan usahataninya.

Pendidikan Petani Sampel

Pendidikan formal baik negeri maupun swasta merupakan salah satu faktor

penting dalam mengelola usahatani. Dapat dilihat dari bagaimana respon petani

dalam hal menerima teknologi atau mencari solusi suatu kendala saat proses

usahatani dilaksanakan sehingga petani mampu mengoptimalkan usahatani

tersebut. Semakin tinggi pendidikan seseorang secara tidak langsung petani

memiliki wawasan yang luas dalam memanajemen suatu usahatani, mulai dari

rencana penanaman sampai panen, petani sudah bisa memperkirakan pengeluaran

yang sesuai dengan kondisi saat itu. Berikut ini tabel tingkat pendidikan petani di

daerah penelitian:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Petani Sampeldi Desa Namo Rambe Tahun 2019
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Sekolah Dasar 4 10,52
2 Sekolah Menengah Pertama 6 15,79
Sekolah Menengah Atas
3 25 65,79
(SMA/SMK/MAN)
4 Lainnya 3 7,9
Total 38 100
Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari Tabel 8. Dilihat bahwa rata-rata tingkat pendidikan petani di desa penelitian

yaitu Sekolah menengah keatas sebanyak 25 orang atau sebesar 65,79 %,

pendidikan sekolah dasar sebanyak 4 orang (10,52 %), sekolah menengah pertama

ada 6 orang (15,79 %) dan lainnya sebanyak 3 orang (7,9 %).

Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap

kemampuan pengelolaan usahatani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani

maka akan semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman

petani jagung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Klasifikasi Pengalaman Petani Sampel di Desa Namo Rambe Tahun


2019
Pengalaman Berusahatani
No Jumlah (orang) Persentase (%)
(Tahun)
1 0-5 3 7,90
2 6-10 15 39,48
3 11-20 10 26,31
4 > 20 10 26,31
Total 38 100
Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari Tabel 9. dilihat bahwa rata-rata pengalaman petani dalam berusahatani

tertinggi adalahl 6-10 tahun sebesar 39,48 %, pengalaman terendah 0-5 tahun

sebesar 7,90% serta persentase pengalaman berusahatani 11-20 dan > 20 tahun

sama yaitu 26,31%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

4.6 Karakteristik Pedagang Sampel

Pedagang sampel ditentukan dengan cara bertanya kepada petani kemana mereka

menjual dan kepada siapa serta dimana alamat tempat tinggalnya. Dengan

demikian dapat diperoleh jenis pedagang mulai dari pedagang pengumpul sampai

ke pedagang besar, dari pedagang besar dapat diketahui pedagang pengecer yang

menjual ke konsumen.

a. Pedagang Pengumpul

Di desa Namo Rambe petani tidak langsung menjual hasil panennya sendiri

kepasar, dengan alasan sulit memasuki pasar tujuan jika tidak ada langganan, dari

informasi harga tentunya tidak bisa diikuti petani. Sehingga pada saat Survey

penelitian terdapat 2 orang pedagang pengumpul yang betransaksi membeli

jagung secara langsung ke petani yang meneruskan hasil jagung manis ke

pedagang besar. Karakteristik pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 10

berikut :

Tabel 10. Karakteristik Pedagang Pengumpul Sampel Desa Namo Rambe


Tahun 2019
Jenis
Umur Pendidikan Pengalaman
No Kelamin Domisili
(Tahun) (Tahun) (Tahun)
(L/P)
1 L 53 12 17 Desa Jati Kesuma
Kecamatan Namo
Rambe
2 L 48 12 7 Desa Jati Kesuma
Kecamatan Namo
Rambe
Total 101 24 24
Rataan 50,5 12 2
Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 2

Dari Tabel 10. dilihat bahwa terdapat 2 orang pedagang pengumpul, yang

bertransaksi langsung ke petani,dengan rataan umur 50,5 tahun, tingkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

pendidikan 12 tahun atau pendidikan terakhir SMA-sederajat sampel pertama

telah beroperasi selama 17 tahun, sementara sampel kedua telah beroperasi selama

7 tahun. Kedua Pedagang pengumpul berasal dari desa yang sama yaitu Desa Jati

Kesuma kecamatan Namo Rambe.

b. Pedagang Besar

Pedagang besar adalah pedagang yang membeli jagung manis baik dari pedagang

pengumpul ataupun ke petani langsung dan menjual jagung tersebut ke pasar

tujuan. Dari hasil penelitian terdapat dua orang pedagang besar. Dapat dilihat pada

Tabel di bawah ini.

Tabel 11. Karakteristik Pedagang Besar Sampel Desa Namo Rambe, Tahun
2019
Jenis
Umur Pendidikan Pengalaman
No Kelamin Domisili
(Tahun) (Tahun) (Tahun)
(L/P)
1 L 32 12 4 Dusun IV Desa
Namorambe
2 L 37 12 4 Penampen,
Berastagi
Total 69 24 8
Rataan 34,5 12 4
Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 3

Dari Tabel 11. dilihat bahwa ada dua orang pedagang besar yang bertransaksi

dengan petani maupun pedagang pengumpul, dengan rataan umur 34,5 tahun,

tingkat pendidikan 12 tahun atau SMA-sederajat, sama-sama memiliki

pengalaman sebagai pedagang besar selama 4 tahun.

c. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli jagung manis dari pedagang

besar, kemudian menjualnya kembali kepada konsumen. Dapat dilihat pada Tabel

12 berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Tabel 12.Karakteristik Pedagang Pengecer Sampel Desa Namo Rambe


Tahun 2019
Jenis
Umur Pendidikan Pengalaman
No Kelamin Domisili
(Tahun) (Tahun) (Tahun)
(L/P)
1 P 56 9 5 Simalingkar B
2 L 47 12 4 Pancur Batu
3 P 49 12 5 jl. Lona Royal
Sumatera
Total 152 33 14
Rataan 50,66 11 466
Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 4

Dari Tabel 12. dilihat bahwa ada tiga orang pedagang pengecer, dengan rataan

umur 50,66 tahun, dari ketiga pedagang tersebut sampel satu memiliki tingkat

pendidikan 9 tahun, sementara sampel dua dan tiga memiliki tingkat pendidikan

12 tahun, dengan rataan tingkat pendidikan ketiga sampel yaitu 11 tahun. Sampel

satu dan tiga memiliki pengalaman berdagang yang sama yaitu selama 5 tahun

sebagai pedagang pengecer, sementara sampel kedua memiliki pengalaman

berdagang selama 3 tahun, dengan rataan pengalaman ketiga sampel yaitu 4,66

tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Pola Saluran Tataniaga Jagung Manis

Sistem pemasaran jagung manis di daerah penelitian meliputi 3 subsistem yang

saling berkaitan yaitu :

1. Produsen/petani jagung manis adalah mereka yang mengusahakan lahan

dengan komoditi jagung manis di daerah penelitian.

2. Pedagang perantara meliputi, pedagang pengumpul, pedagang besar dan

pedagang pengecer.

3. Konsumen adalah mereka yang membeli jagung dari pedagang perantara untuk

dikonsumsi.

Tujuan dari subsistem diatas yaitu untuk mendistribusikan jagung dari lahan

pertanian supaya sampai ke tangan konsumen akhir, sehingga dalam

pergerakannya terbentuklah saluran-saluran pemasaran. Hasil penelitian yang

dilakukan di Desa Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang, memperlihatkan bahwa

terdapat tiga pola saluran tataniaga jagung manis yaitu :

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48

PETANI Saluran I (52,63%)

Saluran III (23,68%) PEDAGANG


PENGUMPU

Saluran II (23,68%)
PEDAGANG
BESAR

PEDAGANG
PENGECER

KONSUMEN

Keterangan :

= Alur lembaga tataniaga

Gambar 4. Skema Pola Saluran Tataniaga

Pola Saluran Tataniaga I

Pada pola saluran tataniaga I, sebanyak 20 orang petani menjual hasil jagung

manis kepada pedagang pengumpul atau sebesar 52,63% yang berdomisili di

Pasar IV Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, pedagang ini meneruskan

penjualan ke pedagang besar yang berada di Dusun IV Desa Namo Rambe,

setelah itu jagung manis dibawa ke pasar untuk dijual ke pengecer dan konsumen

yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Kota Medan untuk didistribusikan

agar sampai ke tangan konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Pola Saluran Tataniaga II

Pada pola saluran tataniaga II, sebanyak 9 orang (23,68%) petani menjual hasil

produksi jagung manis kepada pedagang pengumpul di desa Jati Kesuma,

Kecamatan Namo Rambe, kemudian pedagang ini menjual jagung manis kepada

pedagang pengecer yang ada di Pasar Induk Tuntungan dan luar kota Medan,

pedagang pengecer inilah yang akan menjual jagung manis kepada konsumen

akhir.

Pola Saluran Tataniaga III

Pada pola saluran tataniaga III, sebanyak 9 orang (23,68%) petani menjual hasil

produksi jagung manis langsung ke pedagang besar yang berasal dari luar

Kecamatan Namo Rambe. Pedagang ini kemudian akan menjual kembali kepada

pedagang pengecer dan konsumen di pasar. Pedagang pengecer akan menjual

jagung manis kepada konsumen akhir.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa adanya perbedaan pola saluran

tataniaga yang akan mempengaruhi tingkat harga, tingkat biaya, bagian

keuntungan, serta margin pemasaran yang diterima oleh lembaga tataniaga jagung

manis.

5.1.2 Fungsi Tataniaga Jagung Manis

Fungsi tataniaga adalah serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga tataniaga, baik berupa proses fisik maupun aktivitas jasa yang

ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Fungsi tataniaga

dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga untuk memperlancar

penyampaian hasil usahatani dari produsen kepada konsumen akhir. Konsekuensi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

dari pelaksanaan fungsi tataniaga ini adalah semakin besar biaya yang dikeluarkan

oleh pedagang perantara akan mengakibatkan harga komoditi jagung manis akan

menjadi lebih tinggi. Adapun fungsi tataniaga Jagung Manis yang dilakukan

masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 13. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Lembaga-


Lembaga Tataniaga
Pedagang Pedagang Pedagang
No Fungsi Tataniaga Petani Pengumpul Besar Pengecer
1 Fungsi pertukaran
 Pembelian − √ √ √
 Penjualan √ √ √ √
2 Fungsi fisik
 Transportasi − √ √ √
 Penyimpanan − − √ √
 Pendistribusian − √ √ √
3 Fungsi fasilitas
 Resiko √ √ √ √
 Grading √ √ √ √
 Penyediaan dana √ √ √ √
 Informasi pasar √ √ √ √
Sumber : Diolah dari Analisis Data Primer

Keterangan :

√ : melakukan fungsi tataniaga

– : tidak melakukan fungsi tataniaga

Berdasarkan Tabel 13. dilihat bahwa Fungsi pertukaran (penjualan dan

pembelian) dilakukan oleh semua pedagang, sedangkan petani hanya melakukan

fungsi penjualan. Transaksi petani dengan pedagang dilakukan secara langsung

dan tunai karena volume produksi yang dipasarkan relatif kecil. Selain itu, petani

juga membutuhkan uang tunai sehingga kegiatan pembayaran dilakukan langsung

setelah panen. Sebagian besar petani yang ada di lokasi penelitian tidak memiliki

ikatan tertentu kepada pedagang sehingga dalam proses jual beli petani memiliki

kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa akan menjual hasil panennya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Pada fungsi fisik petani tidak melakukan fungsi transportasi, penyimpanan dan

pendistribusian karena pedagang pengumpul langsung datang ke lahan petani

untuk mengambil hasil jagung manis yang akan di panen. Fungsi transportasi dan

pendistribusian dilakukan oleh seluruh pedagang jagung manis yang terlibat,

namun dalam fungsi penyimpanan hanya dilakukan oleh pedagang besar dan

pedagang pengecer, pada saat jagung manis tidak habis dijual dihari tersebut maka

disimpan untuk dijual keesokan harinya. Fungsi fasilitas seperti resiko, grading,

penyediaan dana dan informasi pasar dilakukan oleh seluruh lembaga tataniaga.

5.1.3 Analisis Biaya Tataniaga dan Margin Tataniaga Jagung Manis

Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dan

harga yang diterima oleh petani sebagai produsen. Margin pemasaran pada

hakekatnya terdiri dari biaya-biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran

dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Apabila margin pemasaran besar

dan biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran juga besar, agar komoditi

pertanian yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen, maka keuntungan

pemasaran menjadi kecil (Sudiyono, 2004).

Berdasarkan tabel berikut dapat dilihat besarnya bagian harga yang diterima

petani sebagai produsen dan marjin pemasaran dapat dilihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Tabel 14. Analisis Biaya Tataniaga Jagung Manis/ Kg Pada Saluran I di Desa
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang
Price Spread
No Uraian Share Margin (%)
(Rp/kg)
1 Petani
- Harga Jual 2310 35,53
2 Pedagang Pengumpul
- Harga beli 2310
- Harga jual 3170
- Biaya : 345,2 5,3
- Transportasi 13,3 0,20
- Tenaga Kerja 250 3,84
- Kemasan(karung) 50 0,76
- Tali Plastik 5,3 0,08
- Lainnya 26,6 0,40
- Keuntungan 514,8 7,92
- Margin 860 13,23
3 Pedagang Besar
- Harga beli 3170
- Harga jual 5000
- Biaya : 469,7 7,22
- Transportasi 66,6 1,02
- Kemasan 32 0,49
- Tenaga Kerja 160 2,46
- Marketing loss 211,1 3,24
- Keuntungan 1360,3 20,92
- Margin 1830 28,15
4 Pedagang Pengecer
- Harga beli 5000
- Harga jual 6500
- Biaya 454,1 6,98
- Transportasi 166,6 2,56
- Kemasan 37,5 0,57
- Marketing loss 250 3,84
- Keuntungan 1045,9 16,09
- Margin 1500 23,07
5 Konsumen
- Harga Beli 6500
Total Margin 4190 100
Sumber :Data Primer Lampiran 6, 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Tabel 14. menunjukkan bahwa pemasaran pada saluran pertama, petani melalui 3

lembaga pemasaran dalam memasarkan hasil usahataninya yaitu melalui

pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer sebelum hasil

usahataninya diterima oleh konsumen. Analisis ini menunjukkan bahwa petani

tidak mengeluarkan biaya pemasaran, hal ini terjadi karena pedagang pengumpul

yang datang ke lahan petani untuk membeli jagung manis tersebut. Dilihat pada

saluran ini memberikan bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar

35,53 % dari harga konsumen, total margin antara konsumen dengan petani

sebagai produsen sebesar Rp 4190/kg. Margin terbesar terdapat pada pedagang

besar sebesar Rp 1830/kg dengan share margin 28,15% , pedagang besar

memproleh keuntungan sebesar Rp 1360,3/kg atau share margin keuntungannya

sebesar 20,92% dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan lembaga ini sebesar Rp

469,7/kg dan share margin biaya tataniaganya sebesar 7,22 % . Semakin panjang

saluran tataniaga menyebabkan margin pemasaran semakin besar.

Tabel 15. Analisis Biaya Tataniaga Jagung Manis/ Kg Pada Saluran II di


Desa Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang
Price Spread
No Uraian Share Margin (%)
(Rp/kg)
1 Petani
- Harga Jual 2310 38,5
2 Pedagang Pengumpul
- Harga beli 2310
- Harga jual 3500
- Biaya : 445,5 7,4
- Transportasi 165 2,75
- Tenaga Kerja 210 3,5
- Kemasan(karung) 49,5 0,82
- Tali 6 0,1
- Lainnya 15 0,25
- Keuntungan 744,5 12,40
- Margin 1190 19,83
Sumber :Data Primer Lampiran 7, 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Lanjutan Tabel 15. Analisis Biaya Tataniaga Jagung Manis/ Kg Pada


Saluran II di Desa Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang
Price Spread
No Uraian Share Margin (%)
(Rp/kg)
Pedagang Pengecer
- Harga beli 3500
- Harga jual 6000
- Biaya : 466,6 7,77
- Transportasi 200 333,3
- Kemasan 80 1,33
- Marketing loss 186,6 3,11
- Keuntungan 2033 33,8
- Margin 2500 41,6
Konsumen
- Harga Beli 6000
Total Margin 3690 100
Sumber :Data Primer Lampiran 7, 2019

Berdasarkan Tabel 15. Menunjukkan bahwa pemasaran pada saluran kedua

melalui dua lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul dan pedagang

pengecer untuk menyampaikan hasil usahatani jagung manis ke tangan konsumen,

terlihat margin antara konsumen dengan petani sebagai produsen sebesar Rp

3690/kg, harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 38,5% dari harga

konsumen, margin terbesar terdapat pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp

2.500/kg atau share margin sebesar 41,6%, total biaya untuk membeli jagung

manis ke petani pedagang pengumpul mengeluarkan biaya transportasi, tenaga

kerja, kemasan, tali dan biaya lainnya sebesar Rp 445,5/kg , pedagang pengumpul

memproleh keuntungan sebesar Rp 744,5/kg atau share margin sebesar 12,40%,

sementara pedagang pengecer memperoleh keuntungan sebesar Rp 2.033/kg.

Dapat dilihat juga bahwa margin pemasaran belum tersebar secara merata pada

setiap lembaga sehingga share margin tertinggi terdapat pada pedagang pengecer

sebesar 41,6%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Tabel 16. Analisis Biaya Tataniaga Jagung Manis/ Kg Pada Saluran III di
Desa Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang
Price Spread
No Uraian Share Margin (%)
(Rp/kg)
1 Petani
- Harga Jual 2310 38,5
2 Pedagang Besar
- Harga beli 2310
- Harga jual 4500
- Biaya : 426,05 7,1
- Kemasan 76,82 1,28
- Tenaga Kerja 193,08 3,2
- Transportasi 40,65 0,67
- Marketing loss 100,87 1,68
- Tali 6,5 0,1
- Lainnya 8,13 0,13
- Keuntungan 1763,95 29,39
- Margin 2190 36,5
3 Pedagang Pengecer
- Harga beli 4500
- Harga jual 6000
- Biaya : 402 6,7
- Transportasi 60 1
- Kemasan 72 1,2
- Marketing loss 270 4,5
- Keuntungan 1098 18,3
- Margin 1500 25
4 Konsumen
- Harga Beli 6000
Total Margin 3690 100
Sumber :Data Primer Lampiran 8, 2019

Berdasarkan Tabel 16. Pemasaran jagung manis pada saluran ketiga melibatkan

dua lembaga tataniaga yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer, dapat dilihat

harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 38,5%, harga konsumen,

margin antara konsumen dengan petani sebagai produsen sebesar Rp 3690/kg.

Margin terbesar terdapat pada pedagang besar, pedagang ini mengeluarkan biaya

tataniaga kemasan, tenaga kerja, transportasi, marketing loss dan biaya lainnya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

sehingga total biayanya sebesar Rp 426,05 atau share margin sebesar 7,1 % ,

keuntungan terbesar terdapat pada pedagang besar sebesar Rp 1763,95/kg

sementara lembaga tataniaga seperti pedagang pengecer memperoleh keuntungan

sebesar Rp 1098/kg, total biaya yang dikeluarkan dari biaya tataniaga diantaranya

biaya transpotasi, kemasan dan marketing loss sebesar Rp 402/kg. Dengan share

margin sebesar 6,7 % dari harga yang dibayar konsumen.

5.1.4 Efisiensi Tataniga

1. Metode Sheperd’s

Data yang dibutuhkan untuk menghitung efisiensi pemasaran menggunakan

Metode Sheperd’s diantaranya yaitu harga konsumen dan biaya pemasaran

sehingga dapat diperoleh efisiensi seperti tabel berikut :

Tabel 17. Analisis metode Sheperd’s


No Uraian Saluran I Saluran II Saluran III
1 Harga Konsumen 6500 6000 6000
2 Biaya Pemasaran 1269 912,1 828,05
Efisiensi 4,12 5,57 6,24
Sumber : Analisis biaya tataniaga saluran I,II, dan III

Berdasarkan metode Sheperd’s saluran III lebih efisien dibanding saluran lain,

dengan nilai efisiensi sebesar 6,24, sementara saluran I sebesar 4,12 dan saluran II

sebesar 5,57. Ini berarti saluran III merupakan saluran yang paling efektif.

Indikator Metode Sheperd’s yaitu semakin besar rasio maka semakin tinggi

tingkat efisiensi sehingga semakin besar harga yang dibayarkan konsumen saluran

tataniaga semakin efisien. Semakin tinggi harga yang dibayar konsumen dengan

biaya tataniaga rendah yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran maka

tataniaga tersebut semakin efisien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

2. Metode Acharya Dan Aggarwal

Data yang dibutuhkan untuk menghitung efisiensi pemasaran menggunakan

Metode Acharya Dan Aggarwal diantaranya yaitu harga produsen, biaya

pemasaran, dan marjin pemasaran sehingga dapat diperoleh efisiensi seperti tabel

berikut :

Tabel 18. Analisis metode Acharya dan Aggarwal


No Uraian Saluran I Saluran II Saluran III
1 Harga Produsen 2310 2310 2310
2 Biaya Pemasaran 1269 912,1 828,05
3 Margin Pemasaran 4190 3690 3690
Efisiensi 0,42 0,50 0,51
Sumber : Analisis biaya tataniaga saluran I,II, dan III

Berdasarkan Tabel 18 dengan menggunakan Metode Acharya Dan Aggarwal

menunjukkan bahwa nilai efisiensi tertinggi terdapat pada saluran III sebesar

0,51, yang berarti saluran III merupakan saluran paling efektif dibanding saluran

lainnya. Sedangkan saluran yang memiliki nilai efisiensi terendah terdapat pada

saluran I. Indikator metode ini mengatakan bahwa semakin tinggi nilai efisiensi

maka saluran tataniaga semakin efisien.

3. Metode Efficiency Index

Data yang dibutuhkan untuk menghitung efisiensi pemasaran menggunakan

Metode Efficiency Index diantaranya yaitu biaya pemasaran, dan marjin

pemasaran sehingga dapat diperoleh efisiensi seperti tabel berikut :

Tabel 19. Analisis metode Efficiency Index


No Uraian Saluran I Saluran II Saluran III
1 Biaya Pemasaran 1269 912,1 828,05
2 Margin Pemasaran 4190 3690 3690
Efisiensi 4,30 5,04 5,45
Sumber : Analisis biaya tataniaga saluran I,II, dan III

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Berdasarkan Tabel 19 dengan menggunakan metode Efficiency Index

menunjukkan bahwa nilai efisiensi tertinggi terdapat pada saluran III yaitu

sebesar 5,45. Sedangkan nilai efisiensi terendah terdapat pada saluran I sebesar

4,30. Indikator metode ini mengatakan bahwa nilai efisiensi tertinggi merupakan

saluran yang paling efisien.

5.1.5 Elastisitas Transmisi Harga Jagung Manis

Menurut Sudiyono (2004) elastisitas transmisi merupakan perbandingan

perubahan nisbi dari harga di tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat

petani.

Tabel 20. Analisis Elastisitas Transmisi Harga


Saluran I Saluran II Saluran III
Pf 2310 2310 2310
Pr 6500 6000 6000
dPf 4190 3690 3690
dPr 1500 2500 1500
Elastisitas 0,12 0,25 0,15
Sumber : Analisis biaya tataniaga saluran I,II, dan III

Berdasarkan analisis elastisitas transmisi harga diperoleh elastisitas transmisi

harga pada saluran I sebesar 0,12, elastisitas transmisi harga pada saluran II

sebesar 0,25, dan elastisitas transmisi harga pada saluran III sebesar 0,15. Ketiga

saluran tersebut mempunyai elastisitas < 1 atau inelastis, artinya pada saluran I

yaitu perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan

perubahan harga sebesar 12% di tingkat petani, saluran II yaitu perubahan harga

1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 25% di

tingkat petani dan pada saluran III yaitu perubahan harga 1% ditingkat pengecer

akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 15% di tingkat petani. Hasil ini

didukung juga dengan penelitian dari sutawi, 2002. Jika Et < 1, berarti laju

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar dari pada laju perubahan harga

di tingkat petani. Berdasarkan hasil penelitian Sutawi (2002) juga menyatakan

bahwa nilai elastisitas transmisi harga pemasaran jagung <1 yaitu sebesar 0,628%

atau dikatakan inelastis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Ada tiga pola saluran tataniaga jagung manis di daerah penelitian, pola saluran

tataniaga saluran I terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang besar -

pedagang pengecer-konsumen. Pada saluran tataniaga II terdiri dari petani-

pedagang pengumpul - pengecer-konsumen. Pola saluran tataniaga III terdiri

dari petani -pedagang besar- pedagang pengecer-konsumen.

2. Efisiensi tataniaga jagung manis di daerah penelitian berdasarkan metode

Sheperd’s saluran III lebih efisien yaitu sebesar 6,24, berdasarkan metode

Acharya dan Aggarwal saluran III lebih efisien yaitu sebesar 0,51 dan

berdasarkan metode Efficiency Index saluran III lebih efisien yaitu sebesar

5,45.

3. Berdasarkan analisis elastisitas transmisi harga dari ketiga saluran diperoleh

elastisitas transmisi harga pada saluran I sebesar 0,12, elastisitas saluran II

sebesar 0,25, dan elastisitas saluran III sebesar 0,15. Ketiga saluran tersebut

mempunyai elastisitas < 1 atau inelastis, artinya pada saluran I yaitu perubahan

harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga

sebesar 12% di tingkat petani, saluran II yaitu perubahan harga 1% di tingkat

pengecer akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 25% di tingkat petani

dan pada saluran III yaitu perubahan harga 1% ditingkat pengecer akan

mengakibatkan perubahan harga sebesar 15% di tingkat petani. Et<1 juga

diartikan bahwa laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar dari

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61

pada perubahan harga di tingkat petani sehingga sistem tataniaga yang berlaku

belum efisien.

6.2 Saran

1. Petani jagung manis

Untuk dapat meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan memilih saluran

ketiga, karena biaya pemasaran lebih murah dibanding saluran lainnya. Petani

jagung manis agar bisa memaksimalkan fungsi pemasaran yaitu informasi

harga ke pasar tujuan, agar tidak hanya menerima harga dari pedagang

pengumpul maupun pedagang besar, supaya petani dapat meningkatkan

keuntungan usahataninya.

2. Pemerintah

Pemerintah agar dapat memberikan pengawasan terhadap pemasaran jagung

manis kepada lembaga yang terkait yang menetapkan harga, agar petani bisa

merasakan keuntungan yang sebanding dengan tingkat usahanya dalam

mengusahakan usahatani jagung manis.

3. Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih mendalam

mengenai pemasaran jagung manis dengan melihat dan menganalisis struktur

pasar dan perilaku lembaga pemasaran jagung manis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Atman. 2015. Strategi Meningkatkan Produksi Jagung. Plantaxia. Yogyakarta.

Alfred. 2010. Strategi Penetapan Harga. Jakarta.

Anggraini, et all. 2015. Analisis tataniaga kepiting di desa pantai gading


kecamatan secanggang. Fakultas pertanian universitas sumatera utara.
Medan.

Awang, B dan Andreas, S. 2014. Tataniaga Bawang Merah. Universitas Atma


Jaya. Yogyakarta.

Azhimah, F, et all. 2013. Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging di Kabupaten


Serdang Bedagai. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

David, F. R. 2009. Konsep Management Strategi. Salemba Empat.

Downey, W. D dan Steven, P. 1987. Manajemen Agribisnis. Penerbit Erlangga.


Jakarta.

Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi pertanian. IPB Press. Bogor.

Lubis, S. K. 2008. Analisis Pemasaran Jagung. Fakultas Pertanian. Universitas


Sumatera Utara. Medan.

Mahdiannoor. 2014. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
L. Var. Saccharata) Dengan Pemberian Pupuk Hayati Pada Lahan Rawa
Lebak. Program Studi Agroteknologi Stiper.

Rahmanta. 2014. Ekonomi Pertanian. USU Press. Medan.

Rahmi, E dan Arif, B. 2012. Analisis Transmisi Harga Jagung sebagai Bahan Pakan
Ternak Ayam Ras di Sumatera Barat. Fakultas Peternakan Universitas
Andalas.

Restiana. 2010. Pola Distribusi dan Efisiensi Pemasaran Jagung di Kabupaten


Laampung Selatan. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar
Lampung.

Rudi, H. Paeru dan Trias Q. D. 2017. Panduan Praktis Budidaya Jagung. Penebar
Swadaya. Cibubur.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Penerbit Kasinus.


Sastradipoera, K. 2003.Menejemen Marketing. Kappa Sigma. Bandung.

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63

Sari, I. N. 2013.Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara


Barat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saluran III
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Sutawi. 2002. Analisis Pemasaran Jagung Di Kecamatan Singosari-Malang. Dept.


Of Livestock Product. Bandung.

Syukur, M dan Azis, R. 2014. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Cibubur.

Nur. W. dan Mohd, Harisudin. 2013. Saluran Dan Margin Pemasaran Jagung Di
Kabupaten Grobogan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Holltikultura
Kabupaten Groobogan. Universitas Sebelas Maret.

Warisno. 1998. Seri Budidaya Jagung Hibrida. Penerbit Kasinus. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai