Anda di halaman 1dari 5

Pemerintah dan Revitalisasi Bahasa Daerah

di Sulawesi Selatan

A. Pengertian Revitalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Revitalisasi merupakan
upaya untuk menghidupkan kembali sesuatu hal yang kurang diberdayakan
sebelumnya.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010
tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan dalam (Mansur, 2006) , Revitalisasi
merupakan upaya dalam meningkatkan kawasan melalui pembangunan
kembali pada suatu kawasan yang berpotensi untuk meningkatkan fungsi
kawasan yang sebelumnya.
Revitalisasi menurut Kimpraswil dalam (Evitasari, 2016) penghidupan
kembali kawasan yang mati, peningkatan kawasan yang hidup maupun
memasukkan hal yang bersifat pembaruan terhadap suatu kawasan.

Dalam peningkatan terhadap sesuatu hal tersebut tidak lain untuk


menambah vitalisas sosial, ekonomi maupun lingkungan kawasan tersebut.
Revitalisasi merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kembali kawasan yang sudah mengalami keadaan yang sudah mengalami
penurunan kualitas pada aspek sosial, budaya maupun ekonomi.
Kemendikbud memberikan penugasan kepada pemerintah daerah
maupun pusat untuk pengadaan revitalisasi untuk menjadikan kawasan
tersebut agar bisa mengalami perkembangan. Revitalisasi menjadi usaha
untuk memperluas dalam bidang linguistik pada bahasa serta menciptakan
lingkungan baru pada pengguna atau penuturnya (King, 2001: 5–9) dalam
(Ismadi, 2015).
Salah satunya dalam dalam aspek kebahasaan daerah khususnya di
Sulawesi Selatan dimana jika dilihat sekarang bahasa daerah kini yang mulai
kehilangan penggunanya oleh penduduk-penduduk aslinya maupun dalam
pendidikan bahasa daerah sudah mulai pudar. Hal itu tercermin dengan
terbitnya Pergub No.79 Tahun 2018 tentang pembinaan bahasa daerah di
Sulawesi Selatan. Maka dari itu, dalam rangka mengembalikan dan
melestarikan bahasa daerah yang ada di Sulawesi selatan, diperlukan strategi-
starategi seperti memasukkan bahasa daerah daerah kembali ke dalam
kurikulum yang sempat ditiadakan oleh pemerintah. Hal itu menjadi tujuan
agar bahasa daerah tidak tertelan oleh zaman dan tetap dikenal di daerah-
daerah asalnya.
Hinton (2001) dalam (Dharma, 2011) mengemukakan terdapat enam
upaya dalam mengangkat kembali penggunaan bahasa yang hampir punah
(revitalisasi bahasa), yaitu: 1) belajar beberapa kata, seperti salam, perkenalan,
dan percakapan pendek; 2) mengumpulkan publikasi linguistik, catatan
lapangan, dan rekaman suara sebagai bagian dari penciptaan sumber daya
berbasis masyarakat dan arsip; 3) mengembangkan sistem tulis dan
pembuatan kamus berbasis masyarakat dan tata bahasa pedagogis; 4)
membuat rekaman audio atau video dari penutur yang tersisa dengan tujuan
mendokumentasikan dan mengarsipkan contoh penggunaan bahasa mereka
dengan membuat korpus bahan berbagai jenis; 5) mengikuti kelas bahasa atau
kemah bahasa; dan 6) menjalankan sekolah imersi penuh (menggunakan
bahasa pengantarnya adalah bahasa yang terancam punah) untuk anak-anak
pada masyarakat yang memiliki sumber daya untuk mendukung mereka.
B. Revitalisasi Bahasa Daerah di Sulawesi selatan
Sulawesi Selatan mempunyai 14 bahasa daerah, yaitu bahasa Bajo,
Bonerate, Bugis, Bugis De, Konjo, Laiyolo, Lemolang, Makassar, Mandar,
Massenrengpulu, Rampi, Seko, Toraja, dan Wotu. Melihat begitu banyak
bahasa daerah yang ada di Sulawesi Selatan memang perlu untuk pemerintah
dalam menaikkan kembali vitalitas bahasa daerah. Dalam melindungi bahasa
daerah ini merupakan tanggung jawab kita sebagai masyarakat khususnya
yang ada di Sulawesi Selatan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2009 (UU RI No. 24/2009) dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2014 (PP No. 57/2014) dalam (Ismadi, 2015) kebijakan terhadap bahasa dan
sastra daerah terdapat tiga penerapan yaitu pengembangan, pembinaan dan
perlindungan bahasa dan sastra daerah. Dalam pengembangan bahasa daerah
yang ada di Sulawesi selatan dilakukan dengan memperkaya kosakata,
pembakuan dalam sistem kebahasaan serta memberikan pengajaran dengan
tujuan meningkatkan kedisiplinan, keteladanan dan mutu (Ismadi, 2015).
Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah khusunya Gubernur
Sulawesi Selatan yaitu dengan mengadakan kembali pelajaran muatan lokal
atau bahasa daerah pada satuan pendidikan. Hal itu tercermin dengan terbitnya
Pergub No.79 Tahun 2018 tentang pembinaan bahasa daerah di Sulawesi
Selatan. Maka dari itu, dalam rangka mengembalikan dan melestarikan bahasa
daerah yang ada di Sulawesi selatan, diperlukan strategi-starategi seperti
memasukkan bahasa daerah daerah kembali ke dalam kurikulum yang sempat
ditiadakan oleh pemerintah. Hal itu menjadi tujuan agar bahasa daerah tidak
tertelan oleh zaman dan tetap dikenal di daerah-daerah asalnya.
Utomo (2000) dalam (Rabiah, 2018) mengatakan bahwa kebijakan
untuk muatan lokal dalam kurikulum dilandasi dengan kenyataan bahwa
Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya, kondisi alam dan lingkungan
sosial. Pendidikan yang memuat kurikulum bahasa daerah menjadi penting
agar siswa mengetahui kekhususan yang berada pada lingkungannya termasuk
bahasa daerah.
Dalam Pergub No.79 Tahun 2018 tentang pembinaan bahasa daerah di
Sulawesi Selatan pasal 10 menyatakan Bahasa Daerah Wajib Diajarkan 2 Jam
Pelajaran Per Minggu, selanjutnya pada asal 11 menyatakan Wajib Berbahasa
Daerah Setiap Hari Rabu Sesuai Dialek masing-masing di Sekolah. Hal
tersebut menjadi suatu usaha yang ditunjukkan pemerintah dalam melakukan
revitalisasi bahasa daerah.
Menurut Moeliono dalam (Gloriani, 2017) kegiatan dalam membina
bahasa untuk bisa menjadi efektif jika unsur-unsur dalam bahasa jika telah
terkodifikasi. Pembinaan bahasa khususnya di Sulawesi Selatan melalui jalur
formal menjadi salah satu cara merevitalisi bahasa daerah, akan tetapi pada
penerapannya ada sekolah sekolah masih kurang memadai karena mempunyai
kendala pada biaya maupun sumber dan tenaga pengajaran masih kurang.

.
Dharma, A. (2011). Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Daerah.
Evitasari, N. (2016). REVITALISASI KAWASAN MUSEUM FATAHILLAH
DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KOTA TUA, JAKARTA.
SKRIPSI-2016.
Gloriani, Y. (2017). KONSERVASI DAN REVITALISASI BAHASA SEBAGAI
SALAH SATU UPAYA INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA.
Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 11(2).
Ismadi, H. D. (2015). Kebijakan pelindungan bahasa daerah dalam perubahan
kebudayaan Indonesia.
Mansur, F. (2006). Konservasi dan Revitalisasi Bangunan Lama di Lingkungan Kota
Donggala. MEKTEK, 8(2).
Rabiah, S. (2018). Revitalisasi Bahasa Daerah Makassar melalui Pengembangan
Bahan Ajar Bahasa Makassar sebagai Muatan Lokal.

Anda mungkin juga menyukai