Anda di halaman 1dari 2

Menjaga Eksistensi Bahasa Aceh Melalui Revitalisasi Bahasa Daerah

As Shifa Salsabil

Bahasa merupakan salah satu unsur paling penting yang mempengaruhi kehidupan
maupun kebudayaan, sekaligus menjadi alat komunikasi bagi manusia. Perkembangan
kebudayaan bisa diteliti melalui perkembangan bahasa dalam masyarakat, serta bahasa
merupakan simbol budaya di suatu suku bangsa. Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan
keanekaragaman budayanya. Keanekaragaman budaya ini hadir dikarenakan terdapat kurang
lebih 1.340 suku bangsa disertai dengan banyaknya bahasa daerah yang dimiliki Indonesia.
Bahasa Aceh adalah salah satu bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat Aceh
yang menjadi bagian dari kebudayaan. Provinsi yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera ini
kaya akan warisan budaya yang telah dibentuk oleh perdagangan dan migrasi selama berabad-
abad di sepanjang pantai Samudra Hindia. Wilayah ini adalah rumah bagi beragam kelompok
etnis, masing-masing dengan bahasa dan tradisi budaya yang unik. Namun, seperti banyak
daerah lain di Indonesia, Aceh mengalami penurunan penggunaan dan vitalitas bahasa daerahnya
dalam beberapa dekade terakhir.
Hal ini disebabkan kurangnya penggunaan dan pengenalan, serta dominasi bahasa
Indonesia yang merupakan bahasa resmi Indonesia. Dahulu, bahasa daerah dijadikan muatan
lokal dalam pembelajaran di sekolah. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa sekolah
yang tidak memberikan pembelajaran bahasa daerah karena tidak wajib diajarkan di sekolah,
tetapi bersifat pilihan. Kepunahan ini juga terjadi disebabkan oleh sudah tidak adanya lagi para
leluhur yang mewariskan kemampuan berbahasa daerah kepada generasi penerusnya. Situasi
kian memburuk di era globalisasi seperti ini karena para orang tua cenderung memfokuskan buah
hati mereka mempelajari bahasa asing dari pada bahasa daerah dengan alasan bahasa asing lebih
relevan dengan era saat ini. Sehingga, revitalisasi bahasa daerah penting untuk dilaksanakan.
Revitalisasi bahasa daerah terutama bahasa Aceh menjadi penting karena beberapa
alasan. Pertama, untuk melestarikan warisan budaya masyarakat Aceh. Bahasa merupakan aspek
penting dari identitas budaya, hilangnya bahasa sama halnya dengan hilangnya aset budaya yang
unik dan berharga. Kedua, revitalisasi bahasa Aceh dapat membantu mempromosikan keragaman
bahasa di Indonesia. Indonesia adalah rumah bagi ratusan bahasa, tetapi banyak di antaranya
yang terancam punah. Dengan mempromosikan penggunaan dan pelestarian bahasa Aceh, hal ini
membantu Indonesia dalam menjaga keragaman bahasa dan mendorong kohesi sosial di antara
penduduknya yang beragam.
Ancaman kepunahan bahasa daerah ini menarik perhatian Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dengan
meluncurkan program Revitalisasi Bahasa Daerah. Program revitalisasi bertujuan untuk
menjamin keberlanjutan bahasa daerah yang merupakan identitas dan kekayaan
bangsa. Setidaknya sebanyak 38 bahasa daerah dijadikan objek revitalisasi oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Melalui Balai Bahasa Aceh, bahasa daerah di Provinsi Aceh yang direvitalisasi dari tahun
2020-2022 dilakukan bersamaan dengan revitalisasi satra adalah bahasa Aceh dalam Mop-Mop,
Nazam, dan PMTOH, serta Bahasa Gayo dalam Ketkitiken dan Pepongoten. Tentunya hal ini
harus didukung oleh berbagai pihak termasuk masyarakat untuk gencar dalam memperkenalkan
serta mempromosikan bahasa Aceh terutama dalam bentuk sastra yang hampir punah di era
globalisasi ini demi menumbuhkan rasa kecintaan masyarakat akan bahasa daerah. Terkhusus di
kalangan generasi muda yang cenderung bertutur dengan bahasa Indonesia atau Inggris dan
enggan berbicara menggunakan bahasa daerah karena kurang sesuai di zaman modern seperti
saat ini.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya berkelanjutan dan terkoordinasi untuk
mempromosikan pentingnya bahasa daerah, menyediakan sumber daya, serta dukungan untuk
prakarsa pembelajaran dan pelestarian bahasa. Dapat dilakukan melaui pendidikan, program
pertukaran budaya, media, pengakuan, dan dukungan pemerintah. Seperti, pendirian lebih
banyak pusat dan sekolah bahasa, pengembangan materi dan sumber belajar bahasa inovatif yang
lebih menarik dan dapat diakses oleh generasi muda, serta mendorong pelaksanaan program
pendalaman bahasa yang melibatkan siswa berinteraksi dengan penutur asli bahasa daerah
sehingga terbantunya dalam mempromosikan penggunaan dan pemahamannya.
Pemerintah juga dapat melakukan promosi penggunaan bahasa di ruang publik, media,
dan lembaga pemerintah. Hal ini dapat melibatkan promosi bahasa kepada wisatawan dan
pengunjung sebagai cara untuk menampilkan keragaman budaya kawasan. Selain itu, mendorong
penggunaan bahasa daerah di media sosial juga dapat membantu mempromosikan
penggunaannya. Dengan mempromosikan penggunaan bahasa daerah sama halnya dengan
melestarikan keanekaragaman budaya dan mencegah hilangnya tradisi bahasa yang unik.
Menjadi tanggung jawab masyarakat untuk memastikan bahwa bahasa daerah terus berkembang
dan berkontribusi pada kekayaan budaya manusia.
Revitalisasi bahasa Aceh merupakan proses penting dan berkelanjutan yang sangat
esensial untuk melestarikan warisan budaya daerah dan mempromosikan kohesi sosial dan
keragaman bahasa. Sebagai generasi penerus bangsa, “Trigatra Bangun Bahasa” yang berbunyi
utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing harus dijunjung
tinggi. Semua elemen masyarakat bersama-sama melestarikan bahasa daerah dan bangga
menggunakan bahasa daerah. Dengan demikian, eksistensi bahasa Aceh tetap terjaga sebagai
warisan budaya bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai