Anda di halaman 1dari 5

1.

Pendahuluan

Suwarna (2002: 4) bahasa merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam kehidupan
manusia, baik secara individu maupun kolektif sosial. Kridalaksana (dalam Aminuddin, 1985:
28-29) mengartikan bahasa sebagai suatu sistem lambang arbitrer yang menggunakan suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Asal-usul bahasa adalah aspek bahasa yang paling banyak dipertentangkan oleh para ahli. Hasil
kajian tentang hal ini pun tidak memuaskan karena sulitnya para penyelidik mencapai
kesepakatan tunggal. Bagaimana bahasa itu mulai ada? Untuk jawaban ini ada beberapa teori
tentang asal bahasa. Ada yang lucu, “aneh bin ajaib”, sampai ada yang berbau ilmiah. Karena
alasan inilah, Masyarakat Linguistik Prancis pernah melarang anggotanya mendiskusikan asal
bahasa karena dianggap hanya spekulasi yang tiada artinya. Terlepas dari kontroversi di atas, Dr.
Jacob pernah mengemukakan bahwa bahasa berkembang perlahan-lahan dari sistem tertutup ke
sistem terbuka antara 2 juta sampai 0,5 juta tahun yang lalu, tetapi baru dianggap sebagai proto-
lingual antara 100.000 hingga 40.000 tahun yang lalu. Perkembangan yang penting baru terjadi
sejak Homo Sapiens, tetapi perkembangan bahasa yang pesat barulah di zaman pertanian (Jacob
dalam Keraf, 1983 :2).

Asal mula bahasa pada spesies manusia telah menjadi topik perdebatan para ahli selama
beberapa abad. Walaupun begitu, tidak ada kesepakatan umum mengenai kapan dan
umur bahasa manusia secara pasti. Salah satu permasalahan yang membuat topik ini sangat sulit
dikaji adalah kurangnya bukti langsung. Akibatnya, para ahli yang ingin meneliti asal mula
bahasa harus menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti lain seperti catatan-catatan fosil atau
bukti-bukti arkeologis, keberagamanan bahasa kontemporer, kajian akuisisi bahasa, dan
perbandingan antara bahasa manusia dengan sistem komunikasi hewan, terutama sistem
komunikasi primata lain. Secara umum ada kesepakatan bahwa asal mula bahasa manusia
berkaitan erat dengan asal usul perilaku manusia modern, namun terdapat perbedaan pendapat
mengenai implikasi-implikasi dan keterarahan hubungan keduanya.

Teori Asal-Usul Bahasa Asal-usul bahasa merupakan aspek bahasa yang paling dipertentangkan
oleh para ahli. Kajian mengenai hal ini tidak memuaskan karena sulitnya para ahli untuk
mencapai kesepakatan tunggal. Ada beberapa teori asal-usul bahasa yang muncul dan tak sedikit
yang mempertentangkannya. Secara umum teori asal usul bahasa dapat dikelompoknya menjadi
teori tradisional dan modern, berikut macam-macamnya (Suhardi, 2012:18-19):

1. Menurut Teori Tradisional

a. Pooh-Pooh Theory / Teori interjeksi

Teori in dikemukakan oleh Charles Darwin dalam Descent of Man (1871), namun nama teorinya
diajukan oleh Max Muller. Darwin mengungkapkan bahwa kualitas bahasa manusia
dibandingkan suara binatang berbeda dalam tingkatannya saja. Teori interjeksi bertolak dari
asumsi bahwa bahasa lahir dari ujaranujaran instingtif karena tekanan-tekanan batin, perasaan
yang mendalam, dan rasa sakit yang dialami manusia. Bahasa manusia berasal dari bentuk yang
primitif, barangkali dari ekspresi emosi saja.

Pada waktu seseorang merasakan sesuatu, maka ada kecenderungan untuk mengungkapkan
perasaannya itu dengan menunjukkan ekpresi wajah atau bagian tubuh tertentu disertai dengan
bunyi-bunyi yang keluar dari mulut atau hidungnya. Misalnya, pada waktu seseorang jijik
terhadap sesuatu hal, maka biasanya orang itu akan secara spontan menggerakkan bagian-bagian
tertentu dari tubuhnya disertai dengan ucapan ih atau iih, atau kalau di dunia barat diungkapkan
dengan pooh, sehingga teori ini sering juga disebut dengan nama teori pooh-pooh. Kalau
seseorang sedang jengkel, maka dia melakukan gerakan tertentu, misalnya membanting sesuatu
sambil mengeluarkan suara brengsek atau kalau penonton sepak bola, misalnya sedang jengkel,
mereka biasanya mengucapkan ooo.... Kalau sedang heran, seseorang bisa juga mengucapkan
wah, kalau sakit aduh..., dan sebagainya. Namun teori ini kemudian ditentang oleh Edward Sapir.

b. Ding-Dong Theory / Nativistic Theory

Ding-Dong Theory atau Nativistic Theory dikenalkan oleh Max Muller. Menurutnya bahasa lahir
secara alamiah, sama seperti pemikiran Socrates. Menurut teori ini, manusia mempunyai insting
yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap kesan sebagai stimulus dari luar.
Kesan yang diterima oleh indra manusia seperti sebuah pukulan pada bel sehingga melahirkan
ucapan yang sesuai. Namun akhirnya Muller sendiri menolak teorinya ini.

Sebagai dasar teorinya, Muller mengemukakan asumsi bahwa terdapat suatu hukum yang
meliputi hampir seluruh jagat raya ini, yaitu bahwa setiap barang akan mengeluarkan bunyi kalau
dipukul. Tiap barang memiliki bunyi yang khas. Karena bunyi-bunyi yang khas itu, manusia lalu
memberikan responnya atas bunyi tersebut. Karena manusia memiliki kemampuan ekspresi
artikulatoris, maka responsnya juga diberikan melalui ekspresi artikulatoris kepada apa yang
diterima melalui panca inderanya. Kemampuan ini bukan buatan manusia sendiri tetapi suatu
insting. Sebab itu, bahasa juga merupakan suatu produk dari insting manusia, suatu kemampuan
yang berada dalam keadaannya yang primitif. Dengan insting ini, setiap impresi dari luar akan
mendapatkan ekspresi vokalnya dari dalam. Kesan yang diterima oleh panca inderanya itu
bagaikan pukulan pada bel sehingga melahirkan ucapan yang sesuai. Berdasarkan hal itu, maka
dapat disimpulkan bahwa bahasa mulai dengan akar, dan akar itu adalah bunyi yang khas atau
bunyi pokok. Kurang lebih ada empat ratus bunyi pokok yang membentuk bahasa pertama ini.
Misalnya sewaktu orang primitif melihat seekor serigala, pandangannya ini menggetarkan bel
yang ada pada dirinya secara insting sehingga terucapkanlah kata wolf (serigala). Teori ini
sedikit sejalan dengan teori Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah.

c. Yo-he-ho Theory

Tidak diketahui siapa yang pertama kali mengungkapkan teori ini. Menurut Yo-he-ho Theory,
bahasa pertama lahir dalam suatu kegiatan sosial. Dahulu, kelompok orang primitif bekerja sama
secara sosial sehingga pada kegiatan mereka lahirlah bahasa. Sama seperti saat kita mendorong
mobil bersama-sama maka kita terdorong mengeluarkan ucapan bersama (1, 2, 3,..). Orang
primitif juga demikian, saat mereka bekerja maka pita suara mereka bergetar dan melahirkan
ucapan khusus untuk setiap tindakan. Ucapan tersebut kemudian menjadi sebuah penamaan atas
tindakan-tindakan yang dilakukan.

Teori ini menyimpulkan bahwa bahasa pertama lahir dalam suatu kegiatan sosial. Sekelompok
orang primitif dahulu bekerja sama. Mereka selalu bersama-sama mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan semacam itu. Untuk memberi semangat kepada sesamanya, mereka akan
mengucapkan bunyi-bunyi yang khas, yang dipertalikan dengan pekerjaan itu. Kita pun
mengalami kerja serupa, misalnya sewaktu mengangkat kayu besar, maka kita biasanya secara
spontan mengeluarkan ucapan-ucapan atau bunyi-bunyi tertentu karena terdorong gerakan otot.
Misalnya, iaaat... atau do...rong (dorong). Ucapan-ucapan semacam itu kemudian menjadi nama
untuk pekerjaan itu, seperti diam, angkat, dan lain-lainnya.
d. Bow-Bow Theory

Bow-Bow Theory disebut juga sebagai onomatopoetic atau Echoic Theory. Menurut teori ini
kata-kata yang lahir merupakan tiruan terhadap suara guntur, angin, ombak, air sungai, suara
kokok ayam, atau bunyi itik. Max Muller kemudian membantah teori ini karena menurutnya
teori ini hanya berlaku bagi kokok ayam dan itik sementara komunikasi bahasa lebih banyak
terjadi di luar kandang.

e. Gesture Theory / Teori Isyarat.

Menurut Gesture Theory, isyarat mendahului ujaran. Pendukung teori ini mengambil contoh
penggunaan bahasa isyarat yang dipakai oleh suku Indian di Amerika Utara yang berkomunikasi
dengan suku-suku yang tidak satu bahasa. Namun menurut Darwin, isyarat tidak dapat dipakai
dalam semua keadaan misalnya kita tidak bisa berisyarat di tempat gelap atau saat kedua tangan
memegang sesuatu.

Teori Isyarat, teori ini menganggap bahwa bahasa manusia bermula dari isyarat-isyarat yang
digunakan oleh manusia primitif yang menciptakan bahasa. Itu berarti isyaratlah yang lebih
dahulu ada dibandingkan bahasa. Para pendukung teori ini menunjukkan penggunaan isyarat
oleh berbagai binatang, dan juga sistem isyarat yang digunakan oleh orang-orang primitif. Salah
satu contoh adalah bahasa isyarat yang dipakai oleh suku Indian di Amerika Utara sewaktu
mereka berkomunikasi dengan sukusuku yang tidak sebahasa dengannya. Namun, menurut
Darwin, walaupun isyarat itu dipergunakan dalam berkomunikasi, dalam beberapa hal isyarat
tidak dapat digunakan, umpamanya orang tidak dapat memberikan isyarat di tempat gelap, atau
kalau kedua tangan telah memegang benda tertentu, atau kalau yang diajak berkomunikasi tidak
melihat isyarat atau kalau orang yang diajak berkomunikasi itu buta. Isyarat yang digunakan oleh
manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

(1) gerakan mimetik berupa gerakan-gerakan atau ekspresi wajah seseorang untuk menyatakan
emosi atau pun perasaan,

(2) gerakan pantomimetik berupa gerakan-gerakan tubuh, dan

(3) gerakan artikulatis, beruapa gerakan alat-alat ucap manusia. Isyarat artikulatoris inilah yang
menjadi cikal bakal bahasa manusia sekarang ini. Gerakan artikulatoris ini dipakai karena adanya
keadaan seperti di atas (tempat gelap, tangan berisi barang, orang tidak melihat isyarat atau
buta). Keterbatasan isyarat mimetik dan pantomimetik inilah yang mendorong digunakan isyarat
artikulatoris berupa bahasa lisan. Inilah alasan teori isyarat lisan atau oral tersebut mengenai
asal-usul bahasa.

2. Menurut Pendekatan Modern

Menurut pendekatan modern, manusia dilahirkan sempurna dengan perlengkapan fisik untuk
berbicara. Otto Jespersen mengungkapkan bahwa ada persamaan perkembangan antara bahasa
bayi dengan manusia primitif. Bahasa primitif hampir tak memiliki arti serupa dengan ucapan-
ucapan bayi. Lama-kelamaan ucapan-ucapan tersebut berkembang menjadi sempurna

Suhardi. 2012. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai