Anda di halaman 1dari 14

Filsafat Bahasa

A. Spekulasi Asal Usul Bahasa


Orang mulai menanyakan asal mula bahasa ketika ada persoalan mengenai
hubungan antara kata dan makna, tanda dan yang ditandaI, hakikat makna, dan
perbedaan makna kata yang mengakibatkan kesalahpahaman. Para ahli lebih
memberikan perhatian pada bentuk bahasa, ragam bahasa, perubahan bahasa,
wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan
bahasa, pengajaran bahasa, perolehan bahasa, evaluasi dan sebagainya daripada
melacak sejarah kelahirannya. Padahal dengan mengetahui sejarah kelahirannya
akan dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang bahasa.
Sebenarnya studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau
glottogony sudah lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog,
antropolog, filsuf, bahkan teolog.Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan
tersebut berbeda-beda, maka tidak diperoleh pengetahuan yang memadai tentang
asal usul bahasa.Belakangan para ahli komunikasi juga menjadikan bahasa sebagai
pusat kajian.Secara mikro, lahir ilmu seperti fonologi, morfologi, sintak, semantik,
gramatika, semiotika dan sebagainya.Tidak berlebihan jika seorang filsuf
hermeneutika kenamaan Gadamer mengatakan bahwa bahasa adalah pusat
memahami dan pemahaman manusia. Sebab, melalui bahasa akan diketahui pola
pikir, sistematika berpikir, kekayaan gagasan, kecerdasan, dan kondisi psikologis
seseorang.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli
bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan
bahasa awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang
mengawalinya.Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai
sejak awal keberadaan manusia.Dengan demikian, sejarah bahasa berlangsung
sepanjang sejarah manusia.Ada sedikit informasi dari para peneliti sejarah bahasa
yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali kurang lebih 3000 SM.
Inipun dianggap kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang kuat.
Karena hasil studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan,
maka menurut Alwasilah (1990: 1) pada 1866 Masyarakat Linguistik Perancis
pernah melarang mendiskusikan asal usul bahasa karena hasilnya tidak pernah
jelas dan hanya buang-buang waktu saja. Namun demikian, terdapat beberapa teori
tentang asal usul bahasa, di antaranya bersifat tradisional dan mistis.Misalnya, ada
yang beranggapan bahwa bahasa adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara
turun temurun kepada manusia, sebuah ungkapan yang sulit diterima
kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun menurut Pei (1971: 12) pada
kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat yang menyatakan bahwa
bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena semua kata dalam semua
bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti matahari, sebuah planet yang
pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama. Kendati
kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak
berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang
Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti
Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882)
menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni
berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara,
larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakangerakan tangan dan menimbulkan suara. Masih menurut Darwin kualitas bahasa
manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya
saja.Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu sangat
tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga
berbahasa.Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk
yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi saja.
Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tata bahasa
yang sangat terbatas.Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem
lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis.Lewat bahasa tulis,
peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian,
bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
Berbeda dengan aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno,

seperti Pythagoras, Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa muncul
karena keharusan batin atau karena hukum alam. Disebut keharusan batin,
karena bahasa hakikatnya adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin
penggunanya.Pendapat yang cukup masuk akal dan menjadi dasar pemahaman
orang tentang makna bahasa sampai saat ini muncul dari filsuf seperti Demokritus,
Aristoteles, dan kaum Epikureja yang mengatakan bahwa bahasa adalah hasil
persetujuan dan perjanjian antar-anggota masyarakat. Sebab, sifat dasar manusia
adalah keinginannya berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhankebutuhan hidupnya. Sayangnya, teori ini berhenti sampai di sini.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari
yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang ke ilmiah, menurut Hidayat (1996:
29) secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa,
yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan
bahwa kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk
membedakannya dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31)
Allah dengan tegas memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak
menghitung benda). Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk
memberi nama benda disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali
dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan
manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tentu saja pendapat ini
bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan kajian secara ilmiah dan
serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima begitu saja, sama
dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena bersifat
teologik, maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang.Sisi positif aliran ini
adalah kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan
karena berasal dari Allah.Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu
pengetahuan tentang bahasa tidak berkembang.Sebab, tidak lagi ada kajian atau
penelitian tentang asal usul bahasa.
B.
Definisi Filsafat dan Bahasa
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian
bahasa.Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia.Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbolsimbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa
yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols
and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan
sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk
menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan
kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau
memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang
sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif.Kedua, bahasa adalah
seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia secara sadar. Mackey (1986:12), Bahasa adalah suatu bentuk dan
bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter). Wibowo (2001:3),
bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan
oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat
berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan
pikiran.Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang
paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan
pendapat kepada orang lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2),
beliau memberi dua pengertian bahasa.Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai
untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat
yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.Kedua, bahasa adalah tanda
yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari
keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem
yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Pendapat

terakhir tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu
sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.
Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat
diambil dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari
bahasa Yunani, yaitu dari kata philosophia.Kata philosophia terdiri dari kata
philein yang berarti cinta (love), dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Dengan demikian, secara etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love
of wisdom) secara mendalam. Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa
filosof (filsuf, failasuf) adalah seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara
mendalam. Dan kata filsafat pertama kali digunakan oleh phytagoras (582-496
m).selanjutnya berikut ini beberapa penjelasan mengenai filsafat menurut para ahli
yaitu bahasa:
a. Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli.
b. Aristoteles, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politi k, dan estetika,
c. Al-Farabi, filasafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam amaujud
bagaimana hakikat yang sebenarnya.
d. Rene Descartes,filsafat adalah sekumpulan segala pengetahuan dimana
Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
e. Immanuel Kant, filasafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok
pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamnya mencakup masalah
epistemology mengenai segala sesuatu yang kita ketahui.
f. Langeveld, filasafat adalah berpikir tentang masalah-malasah yaitu tentang
makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
g. Hasbullah Bakri, filasafat adala ilmu yang menyelidiki tentang segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia.
h. N. Driyarka, filasafat adalah pemerenungan terhadap sebab-sebab ada dan
berbuat tentang kenyataan (reality) sampai pada akhir.
i. Notonegoro, filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya
yang mutlak dan yang terdalam.
j. Ir. Poedjawijatna, filasafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
k. Muhsyanur Syahrir, filsafat adalah ilmu yang selalu mencari yang hakiki baik
masalah ketuhanan, realita yang dialami baik dari subjek yaitu manusia
maupun dari objeknya yaitu alam.
C.
Esensi Bahasa di tinjau dari segi Filsafat
1.
Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
a.
Filsafat Analitik
Filsafat analitik atau filsafat linguistik atau filsafat bahasa, penggunaan istilahnya
tergantung pada preferensi filusuf yang bersangkutan.Namun pada umumnya kita
dapat menjelaskan pendekatan ini sebagai suatu yang menganggap analisis bahasa
sebagai tugas mendasar filusuf.
Akar-akar analisis linguistik ditanam di lahan yang disiangi oleh seorang
matematikawan bernama Gottlob Frege. Frege memulai sebuah revolusi logika
(analitik), yang implikasinya masih dalam proses penanganan oleh filsuf-filsuf
kontemporer. Ia menganggap bahwa logika sebetulnya bisa direduksi kedalam
matematika, dan yakin bahwa bukti-bukti harus selalu dikemukakan dalam bentuk
langkah-langkah deduktif yang diungkapkan dengan jelas.
b.
Filsafat Sintetik
Tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah kita
amati, sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam
pencarian sistem ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara pikir mitologis
untuk memainkan peran dalam berfilsafat barangkali sebanding dengan sejauh
mana mereka mengakui berapa bentuk logika sintetik sebagi komplemen sebagai
analitik yang sah. Contoh: yesus mengalami hubungan antara bapak da putra,
sehingga ia mgajari pengikut-pengikutnya agar berdoa kepada bapak mereka yang
di surga.
c.
Filsafat Hermeneutik

Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan
alasan yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas Heymes ialah
mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat
hermeneutik pun berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu
tentang logika atau filsafat bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil
tempat bilamana kita menafsirkan pesan-pesan ucapan atau tulisan. Filsafat
hermeneutic memilik akar yang dalam di kebudayaan barat.Bahkan, Aristoteles
sendiri menulis buku berjudul peri hermeneias (tentang interpretasi), walau ini lebih
berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar logika daripada dengan persoalan
yang saat ini kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip
penafsiran semacam itu adalah introduction to the correct interpretation of
reasonable discourses and book (1742), karya Johann Chladenius (17101759).Dengan menetapkan hermeneutika sebagai seni pemorelahan pemahaman
pembicaraan secara lengkap (entah ucapan entah tulisan).
2.
Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa
Relasi antara hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa dapat dikatakan sebagai
hubungan kausalitas.Dan di dalam perkembangannya, bahasa sudah dijadikan
obyek menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Selai
bahasa mempunyai daya tarik tersendiri, ia juga memiliki kelemahan sehubungan
dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks, seperti ia tidak bisa
mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna, sehingga filsafatlah yag
memberikan pengetahuan pada dirinya.

3.
Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan
aksiologi.
a) Epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah persinggungan
antara benar dan dipercaya.Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya
secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan
pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Secara umum
bahasa dapat difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa
adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh
alat ucap pada manusia Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian
bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang
disebut Tata bahasa. Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata
bahasa akan dibahas lebih detail lagi yaitu tentang fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik dan etimologi. Pengertian dari Fonologi ialah bagian tata
bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa. Morfologi
mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsurunsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen
kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara
khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang
membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi.
b) Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan
pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan
menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana
(yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
Rizal Mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat bahasa adalah
kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat.Sedangkan objek
formal filsafat bahasa menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan
secara filsafati.
c)
Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan

yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga
wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.
Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa.Secara umum
fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai
fungsi utama bahasa.
4.
Ciri-ciri bahasa universal
a)
Bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.
Misalnya, bahasa Indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan, bahasa arab
mempunyai tiga vocal pendek dan tiga vocal panjang serta 28 konsonan (Al-Khuli
1982;321); bahasa Inggris memiliki 16 buah vocal dan 24 konsonan (Al-Khuli 1982:
320).
b)
Bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata, frase,
kalimat dan wacana.
5.
Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap bahasa
a)
Ferdinand De Saussure sangat menekankan bahwa tanda-tanda bahasa
secara bersama membentuk system; bahwa langue, dengan kata lain berwatak
sistematik dan structural. Dengan pandangan terhadap sistematika bahasa ini de
Saussure telah menjalankan pengaruh yang dahsyat.
Noam Chomsky berpendapat suatu bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas
yang dituntut oleh aturan-aturan.Aturan-aturan tata bahasa nyata bertalian dengan
tingkah laku kejiwaan, manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat belajar
bahasa.Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat dipakai dalam berpikir.
b)
Benyamin Lee dan Sapir hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa
suatu budaya menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat
dibayangkan bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa
menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa hanya semata-mata digunakan untuk
mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi tertentu. Hipotesis ini menunjukkan
bahwa proses berpikir kita dan cara kita memandang dunia dibentuk oleh struktur
gramatika dari bahasa yang kita gunakan.
D. Hubungan Bahasa dengan Filsafat
Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan
antarmanusia, tetapi, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia.
Artinya, bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia.
Kearifan Melayu mengatakan : Bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang
budaya maka hilang bangsa. Jadi bahasa adalah sine qua non, suatu yang mesti
ada bagi kebudayaan dan masyarakat manusia.
Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang
filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya
kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang
buah pikiran kefilsafatan.
Louis O. Katsooff berpendapat bahwa suatu system filsafat sebenarnya dalam arti
tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat
dipandang sebagai suatu upaya penyusunan bahasa tersebut. Karena itu filsafat
dan bahasa senantiasa akan beriringan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal
ini karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem symbol-simbol.Sedangkan
tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab dan makna dari seluruh symbol
yang menampakkan diri di alam semesta ini.Bahasa juga adalah alat untuk
membongkar seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan
atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab
musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang
filosof (ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan senantiasa
menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh
siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Bahasa memiliki daya tarik tersendiri
untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan
tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks.
Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan

sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.


Realitas semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi
realisme di Inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis
bahasa seperti yang telah dilakukan oleh George More (1873-1958), Bertrand Russel
(1872-1970), Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Alfref Ayer (1910- ), dan yang
lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok ini sering dikelompokkan
sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu aliran filsafat analisis bahasa atau filsafat
analitis.
E.
Fungsi Filsafat terhadap Bahasa
Kita pada maklum bahwa kerja filsafat adalah dimulai dari suatu peranyataan kritis
tentang sesuatu realitas yang tidak hanya mempertanyakan tentang dunia yang
konkrit, tetapi juga sebagian realitas yang oleh sebagian orang dianggap tabu untuk
dipertanyakan.Bagi filsafat seluruh realitas adalah layak untuk dipertanyakan. Bagi
filsafat pertanyaan itu bukanlah sekedar bertanya, tapi diharapkan berupa
pertanyaan yang kritis tentang apa saja.
Filsafat harus mengkritik pertanyaan-pertanyaan yang tidak mamadai dan harus
ikut mencari jawaban yang benar, kata Franz Magnis-Suseno. Atau seperti kata
Robert Spaemann : Yang baik tidak dapat terletak dalam pertanyaan sendiri,
melainkan harus dalam jawaban. Itu sudah menjadi pertanyaan para filosof tempo
dulu, dari Socrates sampai Ibnu Rusd dari Andalusia.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kebahasaan yang memerlukan
analisis atau kerja filsafat dalam memahami dan memecahkannnya, antara lain :
1. Masalah bahasa pertama dan mendasar adalah apa hakikat bahasa itu ?
mengapa bahasa itu harus ada pada manusia dan merupakan cirri utama
manusia. Apa pula hakikat manusia itu, dan bagaimana hubungan antara
bahasa dan manusia itu.
2. Apakah perbedaan utama antara bahasa manusia dan bahasa di luar
manusia, seperti bahasa binatang dan atau bahasa makhluk lain. Apa
persamaannya dan apa pula perbedaannya.
3. Apa hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara
bahasa dengan hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika
kebahasaan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang
dalam dan sistematis atau analisis filsafat.
Agar ada sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai
hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat. Diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Filsafat, dalam arti analisis merupakan salah satu metode yang digunakan
oleh para filosof dan ahli filsafat dalam memecahkan , seperti mengenai
apakah hakikat bahasa itu, atau pernyataan dan ungkapan bahasa yang
bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan bahasa bermakna dan tidak
bermakna.
2. Filsafat, dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas,
misalnya filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, NeoPosotovisme, strukturalisme, posmodernisme, dan sebagainya, akan
mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam mengembangkan teoriteorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan
bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut.
Sebut saja Sausurian, adalah suatu aliran linguistic dan ilmu sastra yang
dikembangkan di atas bangunan filsafat strukturalisme Ferdinand de
Saussure.
3. Filsafat, juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut
pandangan dan aliran filsafat tertentu, memiliki relevansi dan realitas
kehidupan ummat manusia.
4. Filsafat, termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan
menjadi ilmu bahasa (linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan
yang dikembangkan oleh suatu aliran filsafat tertentu, akan menghasilkan

forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. 1986. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.
Santoso, Kusno Budi.1990.Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Pangabean, Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. Ahmad Asep.2006.
Filsafat Bahasa. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Slametmuljana. Prof. Dr. 1982. Asal usul Bahasa dan Bahasa Nusantara Jakarta:
Balai Pustaka.
S. Suriasumantri. Jujun.2007. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo,Drs.2007. Filasafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.

Diposkan oleh Dedeh okta Restiani di 20.19


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Translate

FILSAFAT BAHASA DAN UPAYA MENCARI RELASI


I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Bahasa dan filsafat adalah dua hal yang senantiasa berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, dua
hal tersebut bahkan diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu meskipun
mempunyai tampilan yang berbeda. Pengkajian bahasa telah berlaku sepanjang sejarah filsafat,
bahkan bahasa menjadi tema yang menarik dan memainkan peran yang penting dalam kajian
ilmu filsafat semenjak abad ke-20 hingga sekarang.
Bahasa sebagai lambang bunyi arbiter yang berfungsi sebagai alat komunikasi mengantarkan
manusia menuju proses hubungan dan menimbulkan suatu keterkaitan. Sehingga sekelompok
manusia tidak akan dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu jika tanpa bahasa. Hal tersebut
telah menjadikan manusia senantiasa berelasi erat dengan bahasa, bahkan manusia senantiasa
bergantung pada keberadaan bahasa.[1]
Ketika bahasa dan filsafat memiliki kaitan yang sangat erat, maka filsafat bahasa memiliki
pengaruh besar dalam hubungan bermasyarakat.Bahkan disebutkan bahwa terdapat relasi antara
filsafat dan bahasa.
B.
a.
b.
c.
d.
II.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengertian dari filsafat bahasa?
Bagaimanakah maksud dari obyek, metode dan manfaat dari filsafat bahasa?
Apa sajakan hakekat yang terdapat dalam fungsi bahasa?
Bagaimanakah relasi antara bahasa dan filsafat?

PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Bahasa
Filsafat menurt bahasa terdiri dari kata philen yang berarti Love (cinta) dan sophia yang
berarti Wisdom (kebijaksanaan), sehingga secara etimologis filsafat berarti love of wisdom (cinta
akan kebijaksanaan) secara mendalam. Hal tersebut menyebabkan munculnya pernyataan bahwa
seorang filosof (ahli filsafat) adalah seseorang yang sangat mencintai kebijaksanaan secara
mendalam.
Filsafat menurut Istilah berasal dari bahasa Arab dan diambil dari kata falsafah. Istilah ini
diadopsi dari bahasa Yunani yaitu philosophia[2]. Sejarah kemunculannya adalah berawal
ketika dunia Eropa khususnya Bangsa Yunani berada dalam kegelapan berpikir, karena filsafat
atau ijtihad dikalahkan oleh doktrin iman Kristiani yang mempunyai kebijakan bahwa segala
sesuatu berpusat pada gereja dan tidak ada yang boleh berpikir serta mengeluarkan pendapat
tentang sesuatu. Namun keadaan terjadi sebaliknya di Timur atau dunia Islam yang sedang
berada pada masa keemasan, karena filsafat dan ilmu pengetahuan serta tekhnologi maju dengan
pesat. Sehingga muncullah kebijakan dari penguasa Islam untuk melakukan penterjemahan
berbagai buku asing dari bahasa Yunani, India, Cina dan Persia kedalam bahasa arab untuk
semua disiplin Ilmu.
Beberapa pengertian mengenai filsafat adalah :
a. Menurut ahli filsafat, pemahaman mengenai filsafat tidak cukup dengan pendekatan
etimologis. Menurut Aristoteles, definisi (pengertian) adalah esensi dari sesuatu.
Sehingga untuk dapat menemukan makna yang esensi seseorang harus melakukan
penjelajahan pemikiran secara radikal atau mendalam, logis dan serius.
b. Menurut pendapat Aristoteles : Jika filsafat adalah sesuatu yang benar maka
hendaknya dia diikuti, namun jika filsafat itu adalah sesuatu yang salah maka
hendaknya dia ditolak.[3]
c. Al-Ghozali tidak menolak filsafat, namun akhirnya ia menemukan (al-haqiqah atau
the reality),kebenaran yang hakikat dan dicari melalui (thariqat) jalan (tasawuf
irfani) tasawuf yang bukan mistisisme. Yaitu metode pencarian kebenaran melalui
pembersihan jiwa dengan menghindarkan diri dari bermaksiat serta senantiasa
meksanaan syariat secara menyeluruh dan menghambakan diri secara penuh.
d. Menurut Mohammad Hatta lebih baik tidak dibicarakan lebih dahulu, sebab lambat
laun seseorang akan memahami pengertiannya setelah banyak membaca atau
mempelajari filsafat sesuai tingkat pemahamannya dari konotasi filsafat yang telah
dipelajari. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Langeveld, yaitu : Setelah
orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum tentang apa itu filsafat. Dan mungkin

dengan ia berfilsafat ia akan semakin memahami maksud dari filsafat itu secara lebih
mendalam.[4]
e. Menurut Plato, filsafat adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang hakikat sesuatu,
dan dikembangkan oleh muridnya menjadi : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis.
f. Menurut Immanuel kant (1724-1804 M), Filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai
pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan. [5]
Selain filsafat, muncul juga Istilah tentang filsafat bahasa. Filsafat bahasa merupakan
sesuatu yang baru, dan muncul di abad-20. Menurut beberapa ahli, filsafat bahasa adalah :
a. Menurut Verhaar terdapat dua istilah dalam filsafat bahasa, yaitu :
1. Filsafat mengenai bahasa : Sebuah sistem yang dipergunakan seorang filosof
untuk melakukan pendekatan terhadap bahasa sebagai sebuah obyek kajian.
Contoh : Ilmu bahasa memiliki obyek kajian berupa psikologi bahasa atau
psikolinguistik.
2. Filsafat berdasarkan bahasa : Sebuah alat yang digunakan untuk mencari sumber
yang akan dijadikan tiitk pangkal penyedia segala kebutuhan.
b. Menurut Rizal Mustansyir, Filsafat bahasa adalah : penyelidikan yang mendalam
terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan antara
filsafat yang mengandung makna dan tidak mengandung makna.[6]
c. Menurut J. R Searle terdapat perbedaan antara istilah filsafat bahasa dan filsafat
linguistik/kebahasaan, yaitu :
1. Filsafat bahasa (philosopy of leanguage) adalah : Suatu upaya yang mengandung
analisis mengenai unsur-unsur umum dalam bahasa, mengenai : makna, acuan
atau referensi, kebenaran, verifikasi, tindak tutur dan ketidaknalaran. Dan ia
menjadi pokok pembahasan dalam filsafat.
2. Filsafat kebahasaan (linguistic philosppy) adalah : Suatu upaya untuk
memecahkan masalah-masalah filosofis dengan menganalisis makna kata dan
hubungan logis antar kata dalam bahasa. Dan ia adalah salah satu metode dalam
ilmu filsafat.
d. Menurut Frege, filsafat bahasa mempunyai pengertian berbeda tentang : arti (sense)
dan acuan (referennce). Karena kedua hal tersebut memiliki unsur ketiga, yaitu :
makna (isi pendeskripsian) yang memberikan cara untuk menguraikan atau
mendeskripsikan untuk mencapai suatu arti yang diacu atau dituju. Hal tersebut
berdasarkan pada pemikiran bahwa suatu pernyataan antara A dan B mungkin
dapat dinyatakan identik atau serupa namun mengandung informasi yang yang faktual
atau lebih banyak. Contoh : Katz menyatakan, Bintang sore adalah bintang pagi.
A = Bintang sore dan B= Bintang Pagi. Hal ini dapat kita benarkan, karena bintang
sore dan bintang pagi mengacu pada bintang yang sama, yaitu bintang kejora. Itu
berarti : A dan B adalah identik, namun terdapat informasi yang lebih dibalik kedua
hal tersebut.
e. Menurut Russel dan Wittgenstein, menyatakan bahwa kata mempunyai hubungan
dengan dunia diluar dirinya, mengandung kriteria kebermaknaan dan prinsip
pemastian atau verifikasi. Contoh : Ada kuda makan rumput dikandang. Secara
analisis kata tersebut benar, karena kuda adalah binatang yang dipelihara dikandang
dan ia adalah pemakan rumput. Namun secara empiris akan dipertimbangkan
kebenarannya, karena ada kemungkinan ada kuda yang dipelihara diluar kandang dan
sedang makan rumput, mungkin juga ada kuda didalam kandang namun tidak sedang
makan rumput, atau juga hewan yang dipelihara didalam kandan tersebut adalah sapi
dan ia sedang makan rumput.
f. Menurut Austin, filsafat bahasa membahas tentang pernyataan salah atau benar atas
suatu tutur kata.[7]
B. Obyek dan Metode dalam Filsafat Bahasa
Obyek dalam konteks ilmu pengetahuan mempunyai pengertian sebagai suatu hal, benda
atau perkara yang menjadi sasaran penelitian atau studi. Sedangkan Obyek dalam filsafat bahasa
meliputi :
a. Objek material : Segala sesuatu yang ada (Al-Maujud), baik yang dapat dirasakan atau tidak,
konkret atau tidak, serta segala hal yang menyangkut keyakinan kepada Tuhan, alam

semesta, manusia, bahasa, hukum, politik, seni, sains, sejarah, agama, ekonomi, budaya dan
pendidikan.
b. Objek formal : Sudut pandang yang menyeluruh, sehingga dapat mencapai hakikat objek
materialnya, yaitu segala sesuatu yang ada di bumi.
Metode yang digunakan dalam mempelajari filsafat bahasa adalah :
1. Metode Historis atau Metode Sejarah : Metode dalam pengkajian filsafat berdasarkan pada
prinsip-prinsip metode historigrafi atau sejarah, yang meliputi :
a. Heuristik : Penentuan sumber kajian.
b. Kritik : Mengkritisi keabsahan sumber kajian.
c. Interpretasi : Melakukan penafsiran terhadap isi sumber kaijian atau memberikan
pendapat terhadap pemikiran seorang ahli filsafat tentang pemikirannya berkenaan
seputar bahasa.
d. Histografi : Tahapan penulisan berupa rangkaian cerita sejarah dalam konteks sejarah
filsafat bahasa.
2. Metode Sistematis : Metode dalam pengkajian filsafat berdasarkan pada pendekatan material
atau isi pemikiran. Alur pembelajarannya adalah : Mempelajari aspek ontologi filsafat
bahasa, kemudian aspek epistimologi dan berakhir di aspek aksiologi filsafat bahasa.
3. Metode Kritis : Metode dalam pengkajian filsafat, yang digunakan oleh seseorang yang telah
memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat melalui sebuah kritik atas suatu pemikiran.
Dicetuskan oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat neo-hegalianisme (neo-idealisme)
di Inggris. Yang kemudian diteruskan oleh : B. Russell dan Wittgestein.
4. Metode Analisis Abstrak : Metode pengkajian filsafat yang menguraikan setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah dan digeneralisasikan sesuai dengan kaidah berpikir
logis.
5. Metode Intuitif : Metode dalam pengkajian filsafat yang menggunakan sistem intropeksi
intuitif dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Filsafat ini telah digunakan oleh para
ahli teori islam atau ilmu Tasawuf dalam menggungkapkan hakikat kebahasaan. Dicetuskan
oleh : Henry Bergson.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka manfaat dari mempelajari filsafat bahasa adalah
berusaha menemukan kebenaran dan realitas yang sesungguhnya tentang segala sesuatu dengan
cara berpikir mendalam atau serius, untuk menemukan solusi yang tuntas dan logis. Terdapat
juga beberapa manfaat lain, yaitu :
a. Menambah pengetahuan baru.
b. Bisa berpikir logis.
c. Biasa berpikir mendalam dan kritis
d. Terlatih menyelesaikan masalah secara kritis, mendalam dan logis.
e. Melatih berpikir jernih.
f. Melatih berpikir objektif.[8]
C. Hakikat dan Fungsi Bahasa
Bahasa adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
manusia, karena bahasa senantiasa ada dalam diri manusia, alam, sejarah, dan wahyu Tuhan. Dan
Tuhan juga menampakkan diri-Nya melalui bahasa-Nya, yaitu : bahasa alam dan kitab suci (ayat
kauniyah dan wahyu), sehingga mempelajari bahasa merupakan salah satu bentuk ibadah kita.
Batasan makna bahasa menurut para ilmuan bahasa adalah:
a. Menurut Harimurti, bahasa adalah sistem lambang arbiter yang dipergunakan masyarakat
sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. [9]
b. Menurut kamus besar bahasa indonesia, bahasa adalah :
1. Sistem lambang bunyi berartikulasi atau yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yang bersifat
sewenang-wenang (arbiter) dan konvesional, yang digunkaan sebagai alat komunikasi
untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
2. Ucapan-ucapan yang digunakan oleh suatu bangsa, baik oleh suatu suku bangsa,
penduduk suatu daerah atau negara.
3. Percakapan yang baik, sopan santun dan tingkah laku yang baik.[10]
c. Menurut Bloch dan Trager, dan Joseph Bram bahasa adalah : sistem simbol-simbol bunyi
yang arbiter dan digunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat komunikasi.

d. Menurut Ronald Wardhaugh, bahasa adalah suatu sistem dalam simbol-simbol bunyi yang
arniter dan digunakan untuk komunikasi manusia.
Kata kunci dari bahasa adalah simbol, yang berasal dari bahasa Yunani Symbolon
yang artinya : tanda pengenal, lencana, atau semboyan. Dan di Yunani simbol adalah sebuah
identitas yang salah satu fungsinya untuk mengikat persahabatan, contoh : sebuah batu yang
dibelah, sehingga pemegangnya mempunyai bukti kongkret dari persahabatan mereka karena
identitas tersebut.
Pengertian dari lambang atau simbol mengandung dualisme makna, karena mengandung
dua unsur, yaitu: Bentuk (form/shighat) yang berwujud pada ucapan (aktustis) dan arti
(meaning/mana) yang ditujukan pada benda (realitas, peristiwa, fenomena dan perkara).
Maksud dari arbitary simbol adalah lambang yang tidak mempunyai hubungan mutlak
atau perhubungan sewajarnya dengan realitas. Contohnya kata bunga mempunyai perimbangan
dalam berbagai bahasa, yaitu: flower (Inggris), kembang (Jawa), puspa (Sansekerta), hana
(Jepang), dei blume (Jerman), la fleur (Perancis), dan az-Zahrah (Arab). Adapun maksud dari
penjelasan macam-macam perimbangan bahasa tersebut adalah bahwasanya suatu bahasa akan
bermaksud dengan arti bunga misalnya, maka ia trgantung pada siapakan pemakai dari bahasa
tersebut. Sehingga bahasa dapat dirasakan sebagai suatu kebiasaan yang sudah disepakati oleh
pengguna bahasa tersebut.
Dan pengertian dri bahasa sebagai bunyi atau vokal adalah sebagai cara untuk
membedakan antara bahasa dengan lambang-lambang lainnya, seperti: lambang yang dinyatakan
dengan gerakan badan, yang dinyatakan dengan bendera atau yang dinyatakan dengan kedip
sinar lampu.[11]
Menurut Henry Guntur Taringan, terdapat hubungan antara simbol dan sesuatu yang
dilambangkan manusia dalam bahasanya, dimana hal tersebut tidak terjadi hanya dengan
sendirinya atau berifat alamiyah seperti hubungan antara awan hitam dan turunya hujan atau
tingginya panas badan dengan kemungkinan terjadinya infeksi. Namun simbol atau lambang dari
bahasa memperoleh fungsi khususnya dari kesepakatan suatu kelompok sosial dan tidak dapat
menimbulkan efek bagi yang tidak termasuk kedalam kelompok sosial tersebut.[12]
Menurut Aminuddin, dalam dunia filsafat, makna dari suatu bahasa mendapatkan
perhatian khusus dari para tokoh filsafat bahasa. Dan jika dikaitkan dengan aspek bahasa atau
semantika, terdapat delapan belas ciri-ciri bahasa manusia yang membedakannya dari bahasa
binatang, yaitu :
1. Bahasa yang digunakan bersifat tetap dan memiliki kriteria tertentu.
2. Organisme yang digunakan memiliki hubungan timbal balik.
3. Menggunakan kriteria pragmatik, berkaitan dengan bunyi segmental.
4. Mengandung kriteria semantis atau fungsi aspek bahasa tertentu.
5. Memiliki kriteria sintaksis, kata-kata penyusun kalimat harus disusun sesuai dengan pola
kalimat yang telah disepakati.
6. Melibatkan unsur bunyi atau audiovisual.
7. Memiliki kriteria kombinasi dan bersifat produktif.
8. Bersifat arbiter dan dipilih secara acak sesuai keinginan penutur.
9. Memiliki ciri Prevarikasi.[13]
10. Terbatas dan relatif tetap.
11. Mengandung kontinuitas dan mengandung diskontinuitas.
12. Bersifat hierarkis atau pemakain keeradaannya memiliki tataran yang berada dalam tata
tingkat teretntu.
13. Bersifat sistematis.
14. Saling melengkapi dan mengisi.
15. Informasi kebahasaan dapat disegmentasikan, dihubungkan, disatukan dan diabadikan.
16. Transmisi budaya.
17. Bahasa dapat dipelajari.
18. Bahasa dalam pemakaiannya bersifat bidimensional atau kebenaran artinya ditentukan oleh
kehadiran dan hubungan antar lambang kebahasaan, penutur dan konteks sosial dan
situasional yang melatar belakangi pengucapan bahsa tersebut.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, berasal dari bahasa ingris
communication dan bersumber dari bahasa communis yang berarti sama. Dalam percakapan,

komunikasi akan berlangsung hanya ketika terdapat kesamaan makna atau bahasa yang
digunakan.[14]
Fungsi bahasa menurut Roman Jakobson adalah :
1. Emotive Speech : bahasa mempengaruhi psikologis (sikap dan emosi).
2. Phatic speech : berfungsi untuk memelihara hubungan sosial.
3. Cognitive speech : berfungsi informatif.
4. Rhetorical speech : dapat mempengaruhi pikiran dan tingkah laku.
5. Metalingual speech : berfungsi sebagai kode komunikasi.
6. Poetic speech : berfungsi sebagai pengistimewa nilai estetika.
Fungsi bahasa menurut menurut Finocchiaro :
1. Personal : menyatakan emosi, kebutuhan, pikiran, perasaan dan sikap.
2. Interpersonal : Mempererat hubungan sosial.
3. Directive : Mengendalikan orang lain melalui ucapan yang persuasif.
4. Referential : Membicarakan obyek atau peristiwa disekeliling kita.
5. Metainguistic : berfungsi sebagai kode komunikasi.
6. Omaginative : berfungsi sebagai pengistimewa nilai estetika.
Fungsi bahasa menurut Karl Raimun Popper :
1. Ekspresif : ungkapan pribadi seseorang.
2. Signal : reaksi sebagai jawaban atas suatu tanda.
3. Deskriptif : penentu pernyataan yang benar atau salah.
4. Argumentatif : untuk mempertahankan gagasan yang valid dan logis.
Fungsi bahasa menurut P. W. J. Nababan :
1. Kebudayaan : Sarana perkembangan, penerus dan inventaris budaya.
2. Kemasyarakatan : Bahasa nasional sebagai lambang identitas, kebanggan dan alat
penghubung antar daerah. Bahasa yang digunakan kelompok tertentu seperti suku bangsa.
3. Perorangan : fungsi instrumental, menyuruh, interaksi, kepribadian, pemecahan masalahdan
khayalan.
4. Pendidikan : fungsi integratif, instrumental, kultural dan penalaran.[15]
D. Relasi bahasa dan Filsafat
Bahasa adalah alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain,
contohnya adalah seorang filosof yang senantiasa bergantung pada bahasa untuk
mengungkapkan fikiran dan hasil perenungannya. Menurut Louis O. Katsooff, sistem filsafat
terkadang dipandang sebagai suatu bahasa dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai
upaya penyususn bahasa. Bahasa dan filsafat senantiasa berieingan, karena bahasa adalah simbol
dan filsafat adalah alat untuk mencari jawaban atau makna seluruh simbol yang ada di alam
semesta ini. Sehingga antara keduanya terdapat relasi yang menganut hukum kausitas (sebab
akibat), sehingga seorang filosof akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya
yang tidak akan terpisahkan oleh siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun.[16]
Hal yang mendasari analisi filosof terhadap bahasa adalah karena bahasa adalah obyek
yang menarik untuk dianalisa, serta bahasa mempunyai beberapa kelemahan terkait peran dan
fungsi bahasa yang sangat luas dan kompleks. Beberapa kelemahan bahasa adalah :
1. Bahasa sebagai sistem simbol tidak dapat mengungkapkan seluruh realitas yang ada di dunia.
2. Pengguna bahasa seringkali memiliki kecenderungan emosional dan tidak terarah. Seperti
menyebut seseorang dengan sampah masyarakat.
3. Ungkapan bahasa sering dimanipulasi untuk kepentingan kampanye dsb. Istilahnya adalah
Eufimisme atau ungkapan yang diperhalus, seperti :kupu-kupu malam berarti wanita pelacur.
4. Bahasa bermakna ambigu atau bermakna ganda.
5. Konteks bahasa dengan arti yang beragam dapat memicu kesalahan penggunaan bahasa.
6. Bahasa terkadang tidak memberikan respon seperti yang diharapkan penutur. Contok :
seorang cowok yang menyapa gadis idamannya dengan sebuah ucapan yang dianggap
sebagai ungkapan cinta, namun sang gadis meresponnya sebagai ungkapan yang biasa saja.
7. Terdapat kata yang masuk kedala kategori Syntegrematic atau kata-kata yang tidak dapat
dikatakan timbul oleh ide tertentu, contoh : jika.
8. Banyak kata yang tidak mengacu pada obyek yang kongkret dan empirik, seperti : Syurga
dan neraka.
Hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat adalah :

1. Filsafat adalah metode yang digunakan para filosof dalam memecahkan permasalahan
bahasa. Seperti dalam menjawab apa itu hakekat bahasa ?
2. Pandangan ahli filsafat akan mewarnai pandangan para ahli bahasa dalam mengembangankan
teorinya.
3. Filsafat berfungsi sebagai pengarah ahli bahasa dalam merelevansikan bahasa dengan realitas
kehidupan umat manusia.
4. Filsafat bahasa berfungsi sebagai pengembang ilmu bahasa atau linguistik dan ilmu sastra.
III.

KESIMPULAN
Filsafat bahasa adalah : Salah satu cabang ilmu filsafat dengan metode tertentu yang
menyelidiki bahasa secara radikal atau mendalam, logis dan serius.
Bahasa sebagai obyek analisis filsafat dianalisis menggunakan metode : Metode historis
atau metode sejarah, metode sistematis, metode kritis, metode analisis abstrak dan metode
intuitif.
Bahasa adalah sistem lambang arbiter (bersifat sewenang-wenang) yang dipergunakan
masyarakat sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.Dengan fungsi
utama sebagai alat komunikasi.
Bahasa adalah simbol dan filsafat adalah alat untuk mencari jawaban atau makna seluruh
simbol yang ada di alam semesta ini, sehingga seorang filosof akan senantiasa menjadikan
bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapapun dan dalam kondisi
bagaimanapun.

IV.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka.
Effendy, Onong Uchjan. 2000. Komunikasi, Teori dan Praktek.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda.
Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Izzan, Ahmad. 2009. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.Bandung : Humaniora.
Kaelani.1998. Filsafat Bahasa Masalah dan Perkembangannya.Paradigma : Yogyakarta.
Kridalaksana , Harimurti. 1982. Kamus Linguistik.Jakarta : Gramedia.
Lasiyo dan Yuwono. 1990. Filsafat Umum. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mutahari, Murthada. 1986. Gerakan Islam Abad XX.Jakarta : Beunebi Cipta.
Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2003. Filsafat Bahasa.Surakarta : Muhamadiyah University Press.
Soemargono, Soejono. 1986. Pengantar Filafat.Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Soemarsono. 2004. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta : PT Grasido.
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum. Bandung : PT Remaja Rosda karya.
Taringan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung : Angkasa
Verhaar. 1988. Filsafat yang Mengelak. Dalam Mustansyir, Rizal. 1988. Filsafat Bahasa. Jakarta :
Prima Karya.

[1] Asep Ahmad

Hidayat, Filsafat Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006),

5.
[2] Menurut catatan para sejarawan, orang yang pertama kali menggunakan istilah
filsafat adalah Phytagoras dari Yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu arti
filsafat belum begitu jelas, kemudian diperjelas sehingga bermana seperti yang sekarang kita
gunakan oleh kaum Sophist (ahli debat) dan juga Socrates (470-399 SM) yang merupakan guru
dari Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
[3] Murthada Mutahari, Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta : Beunebi Cipta, 1986, cet.
Ke-I), 110 111.

[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung : PT Remaja Rosda karya, 1990, cet. ke-I), 8.
[5] Lasiyo dan Yuwono, Filsafat Umum,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990, cet. ke-

I),8.
[6] Verhaar, Filsafat yang Mengelak, 8. Dalam Rizal Mustansyir, Filsafat Bahasa,
(Jakarta : Prima Karya, 1988, cet ke-I), 46.
[7] Soemarsono, Buku Ajar Filsafat Bahasa, (Jakarta : PT Grasido, 2004), 23-49.
[8] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006), 520.
[9] Harimurti Kridalaksana ,Kamus Linguistik, (Jakarta : Gramedia, 1982 , cet. ke-I), 17.
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1988, cet ke-I), 66-67.
[11] Ahmad Izza, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2009,
cet. ke-3), 2-4.
[12] Henry Guntur Taringan, Psikolinguistik, (Bandung : Angkasa, 1984, cet. ke-I), 19.
[13] Bahasa sebagai realitas terpisah dengan dunia luar yang diwakilinya, setelah muncul
dan digunakan penuturnya, dan isinya bisa benar atau salah, sehingga dapat menimbulkan
kesempatan untuk melakukan penipuan menggunakan bahasa yang ia gunakan.
[14] Onong Uchjan Effendy, Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2000, cet. ke-13), 9.
[15] P. W. J. Nababan, Sosiolinguistik suatu Pengantar, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 1991, cet ke-I), 38.
[16] Soejono Soemargono, Pengantar Filafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. 1986,
cet ke-I), 39.
Diposkan oleh Rizka Eliyana Maslihah di 06.38

Anda mungkin juga menyukai