Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

LAPORAN BACAAN

SASTRA DAN ILMU SASTRA

KARYA: Prof. Dr. A. TEEW

PELAJARAN : PENGANTAR KAJIAN KESUSASTRAAN

DOSEN : MILA KURNIA SARI, S.S, M.pd

NAMA : SUGENG WAHYU PRASETYO

NPM : 17080059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU

PENDIDIKAN STKIP PGRI

SUMATERA BARAT

2017
BAB I

A. PENDAHULUAN

Buku sastra dan ilmu sastra adalah buku yang membahas mengenai sejarah

perkembangan sastra dari dahulu sampai sekarang, buku ini merupakan hasil

menyeluruh dari penelitian para ahli yang mendalami tentang ilmu sastra.

Teori sastra mempertanggung jawabkan semua faktor dan aspek yang hakiki

untuk pemahaman karya sastra sebagai alat komunikasi yang khas dalam masyarakat

manapun juga dalam artinya dapat dikatakan bahwa buku ini tidak hanya textbook

ilmu sastra yang khusus dikarang untuk masyarakat sastra indonesia.

Sastra bukanlah hal yang sembarangan dibahas begitu saja, hal itu terbukti dari

para sastrawan dalam sejarah dunia. Teori sastra mempertanggung jawabkan semua

faktor dan aspek yang hakiki untuk pemahaman gejala sastra sebagai alat komunikasi

yang khas.

Dan semua itu dibahas secara rinci dalam makkalah sastra dan ilmu sastra karya

A. Teew ini

B. TUJUAN

Untuk memberi ringkasan mengenai pokok materi yang dibahas di dalam buku

karangan A. Teew sehingga pembaca lebih mengerti mengenai sastra dan ilmu sastra
BAB II

A. IDENTITAS BUKU

JUDUL : Sastra Dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra

PENGARANG : Prof. Dr. A. Teew

TAHUN : 1988

PENERBIT : Pustaka Jaya

JUMLAH HALAMAN : 404

COVER :
B. LAPORAN BACAAN

1. APAKAH SASTRA?

A. BAHASA LISAN - BAHASA TULIS - SASTRA

Sampai sekarang belum ada yang dapat mengartikan secara pasti apakah sastra.

Sudah banyak usaha yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan itu,tetapi apapun

yang sudah dilakukan ilmuan ternyata ditentang karena hanya menekankan satu atau

beberapa aspek saja. Memang sering secara umum dapat dikatakan bahwa definisi

sebuah gejala dapat kita dekati dengan namanya, orang yang berperadaban dengan

kemahiran khusus di bidang sastra, inggris man of letters (curtius 1973:42;lih. juga

escapit 1962). Literature dan seterusnya umumnya dalam bahasa barat modern adalah

sesuatu yang tertulis atau pemakaian bahasa yang tertulis. Sebagai bahan banding kata

sastra dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa sanskerta; akar kata sas berarti

memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan kata tra biasanya menunjukan alat atau

sarana. Maka dari itu sastra adalah alat untuk mengajar, buku petunjuk, atua

pengajaran. Nampaknya dalam bahasa arab tidak ada sebuah kata yang artinya

bertetapan dengan sastra kata yang paling dekat barangkali adab dalam arti sempit

yaitu belles-letters atau susastra, pemakaian kata literature dalam arti luas ada juga

akibatnya untuk penelitian sastra bangsa-bangsa timur oleh serjana barat. Sebab

umumnya literature untuk bahasa timur dipakai juga dalam arti bahasa tulis,

B. BAHASA TULIS : TUJUAN CIRI


Alasan ungkapan bahasa tulis diberi nama tersendiri, dijadikan katgori pemakaian

bahasa tersendiri, sehingga sering kali dimaksut litteratura, apakah bahasa tulis

memiliki ciri-ciri khas yang setidaknya dapat membantu kita mendekati batasan gejala

sastra yang sesuai? Secara ringkasan ciri-ciri khas itu dapat diuraikan sebagai berikut

(lih. Uraian Uhlenbeck 1979, Ricoeur 1978)

1. dalam pemakaian bahasa secara tertulis baik si pembaca maupun si pendengar

kehilangan pemakainan sarana komunikasi yang dalam pemakaian bahasa lisan

memberi sumbangan paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi

2. Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis

dan pembaca. Dalam komunikasi lisan kita banyak tergantung pada kemungkinan

yang diadakan oleh hubungan fisik.

3. Dalam hal teks tulis seringkali penulis malahan tidak hadir sebagianya atau

seluruhnya dalam situasi komunikasi

4. Teks tertulis juga mungkin sekali semakin lepas dari kerangka referensi aslinya.

Penulis mungkin mengarang tulisanya berdasarkan situasi tertentu, situasi itu

mengacu pada situasi dia sendiri sebagai pembaca dan berdasarkan informasi yang

terkandung dalam tulisanya.

5. Tetapi pembaca mempunyai keuntungan lain kalau dibandingkan dengan

pendengar dalam situasi komunikasi

6. Teks tertulis pada prinsipnya dapat diproduksi dalam berbagai bentuk fotocopi,

stensilan, buku dan lain-lain.

7. Komunikasi antara penulis dan pembaca lewat tulisan membuka kemungkinan

adanya jarak jauh antara kedua belah pihak

C. SASTRA DAN TUJUH CIRI BAHASA TULIS

Alat komunikasi bahasa lisan berbeda dengan tulis, kalau kita sekarang meneliti
secara agak mendetail apakah konsekuensi situasi tulisan untuk sastra maka dapat

dikemukakan hal-hal berikut dengan tujuh ciri khas

1. karena kemungkinan mengungkapkan sarana suprasegmental dan paralingual

dalam situasi tulisan sangat terbatas. Hal itulah dalam sastra yang sering kali disebut

keindahan bahasa,potensi bahasa dalam hal ini tak terhingga.

2. Karena dalam situasi bahasa tulis si pembicara bukanlah faktor yang tersedia dalam

tindakan komunikasi, faktor ini pun dapat dipermainkan oleh pengarang karya sastra

3. Karena hubungan antara karya sastra dengan penulis tidak jelas masalah sering kali

putus dengan sendirrinya tulisan itu sendiri makin penting, menjadi pusat perhatian

pembaca

4. Hal itu diperkuat lagi oleh karena dalam situasi komunikasi tulisan referen atau

acuan yaitu hal dalam kenyataan yang ditunjukan tindakan ujaran yang biasa mungkin

tidak jelas dan samar-samar pula

5. Kemungkinan permainan konvensi yang makin riwet makin menyesatkan pembaca

karena kompleksitas makna berhubungan juga dengan monumentalitas karya sastra

6. Kemungkinan reproduksidalam berbagai bentuk sudah tentu sangat penting untuk

sastra sebagai faktor kebudayaan hal ini tidak perlu dibicarakan panjang lebar

7. Berkat kemungkinan menyimpan dan menyelamatkan sastra dalam bentuk tulisan

dan menyebarluaskannya melampaui batas waktu dan ruang.

D. SASTRA DAN BAHASA TULIS TIDAK IDENTIK

Dari perbandingan antara bahasa lisan dengan bahasa tulisan dan kemudian dari

survei tentang konsekuensi ciri khas bahasa tulis untuk sastra tulis. Tetapi yang lebih

penting lagi kita tahu secara intuisi dan berdasarkan bahan yang cukup banyak bahwa

kita sebut sastra tidak terbatas pada bentuk bahasa tulisan, dalam hal ini perlu

dioerhatikan bahwa seringkali ada bentuk campuran antar sastra tulis dan sastra lisan
hal ini terutama di indonesia sangat biasa dan luar sangat tersebar. Di samping itu

masih ada bentuk campuran lain adakalanya teks yang dituturkan dahulu dalam

bentuk tulisan kemudian dilaksanakan kembali dijadikan bahan untuk tradisional.

II. KARYA SASTRA DALAM MODEL SEMIOTIK

1. Sastra Sebagai Tanda Termasuk Bidang Semiotik: De saussure

Ferdinand de saussure yang secara umum diakui sebagai tokoh yang meletakkan

dasar dalam ilmu bahasa modern. Dalam cours de linguistique generale yang

diterbitkan oleh murud-muridnya (1916) diuraikan bahwa bahasa adalah sistem tanda

dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama lain.

De saussure membicarakan beberapa aspek tanda yang khas tanda adalah arbitrer

konvensional dan sistematis. De saussure menjelaskan pula bahwa bahasa bukanlah

satu-satunya sistem tanda yang dipakai dalam masyarakat, contoh lain yang umum

terdapat tetap mungkin berbeda menurut kebudayaan adalah sistem gerak gerik

menunjukan seringkali ada sistem tanda kehormatan misalnya dalam kebudayaan

jawa.

2. Model Bahasa Karl Biihler

Apa yang dimaksut bahwa kita mengatakan sastra adalah tanda? Karl Biihler

seorang ahli psikologi tetapi yang banyak memiliki minat mengenai masalah bahasa

dan masalah dalam tahun 1934 menuliskan buku yang berjudul sprachtheorle yang

sayang sekali mungkin karena tulisan dalam bahasa jerman kurang menarik perhatian

dunia ilmiah pada waktu itu dalam buku tersebut Biihler juga panjang lebar

membicarakan bahasa sebagai sistem tanda.

3. Model Sastra Abrams

Karena sastra mau tak mau adalah salah satu bentuk pemakaian bahasa kita dapat
bertanya apakah model Biihler mempunyai arti pila untuk penelitian sastra.

Dalam model ini terkandunglah pendekatan kritis yang utama terhadap karya

sastra sebagai berikut

A. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu srndiri,pendekatan ini disebut

obyektif

B. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, yang disebut ekspresif

C. Pendekatan yang menitikberatkan semesta, yang disebut mimetik

D. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca, disebut pragmatik

Empat aspek karya sastra tadi dalam penelitian atau dalam sejarah kritik sastra

masing-masing dapat diberi perhatian yang khas atau utama. Namun demikian model

Abrans sangat bermanfaat untuk lebih baik memahami teori sastra dalam

keragamanya.

4. Model Roman Jakobson dengan fungsi puitik

Roman jakobson seorang ahli bahasa dan sastra yang sudah sejak tahun 1920

dalam karanganya memperlihatkan integrasi antara ilmu bahasa dan sastra

Dalam model ini jakobson menyejajarkan 6 faktor bahasa dan 6 fungsi bahasa

sebagai berikut.

6 faktor bahasa

-addresser -contact

-context -code

-message -addresee

6 fungsi bahasa

-refrential -emotive

-poetic -metalingual

-phatic -conative
5. Model Charles Morris, disesuaikan oleh klaus

Dalam buku heinrich plett (1975) yang menhyajikan model yang diciptakan oleh

charles morris seorang ahli semiotik awal yang terkenal, model morris-klaus

membedakan 3 dimensi dalam proses semiosis pada tanda yang dilambangkan lagi.

Dimensi pertama adalah dimensi sintaktik yaitu hubungan antara satu tanda dengan

tanda lainya, model kedua adalah dimensi pragmatik melingkupi baik pengirim

maupun penerima pesan, dimensi ketiga semantik atau referensial dalam model ini

dibedakanya antara semantik dan sigmantik.

7. Model Yang Diberikan Belum Lengkap

Situasi dan fungsi karya sastra cukup konpleks dan beragam seginya pendekatan

yang hanya menyoroti salah satu aspek ini pasti akan bersifat berat sebelah dan tidak

menyeleruh.model semiotik yang berpusat kepada karya sastra sebagai tanda yang

sangat khas sifatnya.

8. Dua faktor yang perlu ada dalam model semiotik

Sastra : sistem bahasa dan konvensi sastra

Faktor utama yang dalam model semiotik sastra harus diberi tempat yang

selayaknya adalah bahasa itu sendiri.sebagai sistem tanda yang komples dan

beragam.tetapi bahasa bukan satu-satunya kerangka acuan yang mau tak mau ada

antara karya dan pencipta serta pembacanya

9. Pembaca sebagai variabel sosial dan diakronis

Kekurangan model tadi yang cukup parah adalah statis dan abstraknya sedangkan

ciri khas dan penting untuk karya sastra dan sastra seluruhnya justru dinamikanya.

Dalam penelitian sastra fungsi karya sastra ialah faktor waktu

10. Bentuk karya sastra sebagai variabel

Faktor waktu dari segi lain pun masih merupakan suatu yang penting dakam
penelitian sastra, karya sastra bukanlah sesuatu yang stabil. Penelitian fariasi bentuk

terutama diketahui sebagai masalah filologi filologi secara tradisional membahas

mengenai naskah manuscrip lama dan tugas aslinya.

11. Masalah nilai dalam model semiotik sastra

Penelitian mengenai sastra yaitu masalah nilai sebenarnya penelitian nilai

termasuk bidak estetik sebagai cabang ilmu penelitian tersendiri dan dalam kerangka

buku ini soal estetik sastra sudah tentu tidak perlu dijelaskan dengan panjang.

12. Beberapa puitika alternatif Abad pertengahan Eropa, cina, india, arab

Masalah yang ditimbulkan dalam penelitian sastra dari lingkungan kebudayaan

barat yang modern yang sebagian besa mendasarkan hasil dan metodenya atas sastra

dari lingkungan Eropa-Amerika Serikat

III. KARYA SASTRA DAN BAHASANYA

1. Bahasa sastra sebagi bahasa khas: retorik, stilistik

Pandangan bahwa bahasa sastra adalah bahasa yang khas sudah luas tersebar

khususnya puisi dianggap umum menunjukan pemakaian bahasa yang spesial. Pada

zaman modern stalistik seringkali memperlihatkan persamaan dengan retorika tetapi

tanpa aspek normatifnya, stilistik ilmu gaya bahasa juga diberi difinisi yang

bermacam-macam tetapi pada prnsipnya selalu meneliti pembahasan bahasa.

2. Fungsi bahasa yang disebut puitik dalam teori jakobson

Usaha untuk menentukan secara sistematik apakah kekhasan bahasa puisi ataupun

bahaasa kesastraan mulai dilakukan lagi di abad ini oleh kaum formalis di rusia.ada

enam fungsi bahasa satu di antaranya adalah fungsi puitik, jakobson menjelaskan pula

fungsi ini tidak biasa terdapat secara terisolasi

3. Penerapan dan penggarapan teori jakobson

Contoh yang terkenal dalam hubungan ini adalah tulisan jakobson bersama
dengan claude levi-strauss seorang antropolog yang terkenal di dalamnya mereka

mengupas sebuah sajak charles baudalaire yang berjudul les chats(1962)

III. KARYA SASTRA DAN SISTEM SASTRA

1. Bahasa sebagai sistem semiotik remier

Menurut rumusan pratt karya sastra adalah contextdepandent speech even,

peristiwa peristiwa ujaran yang tergantung pada konteks sebelum kita berhasil

membaca sebuah karya sastra kita harus disiapkan secara mental harus tau dari

berbagai petunjuk konvensi sosial, bahwa kita menghadapi karya yang dalam

masyarakat kita dianggap sastra, digolongkan dalam kategory pemakaian bahasa yang

khas.

2. Karya sastra dan konvnesi budaya

Sistem sastra secara singkat harus dikemukakan pula konvesi tertentu yang

seringkali dibedakan baik dari konvesi bahasa dan konvesi sosiolinguistik ala pratt

maupun dari konvesi sastra dalam artian yang ketat yang dimaksutkan ialah konvesi

budaya.

3. Konvensi sastra

Istilah konvensi masuk dalam bidang sastra dan ilmu sastra dari dunia hukum

lewat ilmu-ilmu sosial konvensi mula-mula dianggap lembaga aturan sosial sesuatu

yang disetujui oleh oleh anggota masyarakat.

4. Masalah konpetensi kesastraan, dengan contoh konvensi puisi lirik (culler)

Dalam ilmu sastra modern peranan konvensi dalam perwujudan sastra dan karya

sastra sangat ditekankan bukan sebagai sistem yang beku dan ketat tetapi sistem yang

luwes dan penuh dinamika.

5. Masalah jenis sastra: teori Aristoteles


Istilah sistem sastra mudah diucapkan namun suka diuraikan maknanya, tidak

kebetulanlah dalam penelitian tentang sistematiknya sastra banyak dicurahkan

perhatian pada masalah jenis sastra literary genre yang dapat kita sebut sistem bagian.

V. KARYA SASTRA SEBAGAI STRUKTUR

STRUKTURALISME

1.Teori Aristoteles mengenai struktur karya sastra

Dalam bab ini akan diteliti pendekatan obyektif yaitu pendekatan yang

menekankan karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyaknya bersifat otonom.

Pendekatan obyektif sama tuanya di dunia barat dengan politik sebagai cabang ilmu

pengetahuan

2.Struktur karya sastra dan lingkaran hermeneutik

Anggapan atau asumsi dasar bahwa karya sastra dan umumnya suatu uraian

merupakan keseluruhan yang bagian-bagianya masing-masing menjalin menimbulkan

masalah teori yang sering kali di bahas

3.Kekurangan minat untuk struktur karya sastra pada abad kesembilan belas

Walaupun pendekatan obyektif tidak pernah hilang dari tradisi hermeneutik barat

harrus dikatakan bahwa misalnya pada abad ke 19 dalam teori dan kritik sastra minat

untuk karya demi karya itu tidak dominan

4.Munculnya minat untuk struktur karya sastra

Dalam abad ke 20 ada perubahan yang berangsur angsur terjadi, pergeseran yang

umum itu dapat dilihat di bidang ilmu-ilmu kemanusiaan ialah pergeseran dari

pendekatan historik ke pendekatan sinkronik

5.Aliran formalis di rusia

Di bidang ilmu sastra penelitian struktural dirintis jalanya oleh kelompok peneliti

rusia antara 1915-1930 mereka biasanya disebut kaum formalisdengan tokoh utama
jakobson, shklovsky, eichenbaum, tynjanov, dan lain-lain.

VI. PENULIS DALAM MODEL SEMIOTIK

1. Longinus dan aspek ekspresif karya sastra

Dalam puitik aristoteles ditekankan terutama dua faktor model semiotik karya

sastra sebagai struktur yang menyeluruh seperti yang sudah dibicarakan dalam bab V

tadi dan karya sastra dalam hubungannya dengan kenyataan

2. Abad pertengahan manusia selaku pencipta meneladan ciptaan tuhan

Ide tentang manusia khususnya sebagai pencipta baru lahir agak lambat dan

secara berangsur-angsur dalam sejarah kebudayaan barat

3 Pengakuan agustinus dan pengakuan rousseau

Baru dalam abad ke 18 seni disungguh-sungguh dilepaskan dari imitatio naturae,

manusia menjadi kreator yang otonom pencipta sebuah dunia yang sebelumnya belum

pernah terlaksana.

4. Seniman selaku pencipta di zaman romantik

Dengan ini diberikan latar belakang sekedarnya untuk lebih baik memahami

perkembangan puisi dan puitik abad 19 dan pandangan terhadap diri penyair,

perkembangan ini dengan sangat indah dipaparkan oleh abrams untuk puisi inggris

dalam bukunya yang berjudul the mirror and the lamp.

5. Puisi lirik jenis sastra utama pada zaman romantik

Di masa romantik ini yang demikian menonjolkan kedirian dan individualitas

sang penyair, puisi liriknya yang menjadi jenis sastra yang paling populer dan

representatif .
VII. PEMBACA DALAM MODEL SEMIOTIK

1. Aspek pragmatik dalam retorika barat dan puitika melayu

Dalam kutipan ini sekaligus terungkap pendekatan terhadap sastra yang disebut

pragmatik yang dalam sejarah kritik sastra sangat berpengaruh, tidak hanya dalam

sastra dan teori sastra barat, tetapi pula dalam estetik yang lebih luas dalam

pendidikan

2. Resepsi dalam struktualisme dinamika mukarovsky

Pergeseran minat dari struktur ke arah tanggapan pembaca dapat di lihat di

berbagai tempat dan dari latar belakang yang berbeda-beda, perkembamgan ini

sebenarya sudah mulai berlangsung pada tahun tiga pulih abad ini

3. Vodicka dengan teori konkretisasi karya seni

Konsep yang paling penting dalam teori vodicka ialah konkretisasi, konsep ini

sesungguhnya berasal dari seorang ahli sastra polandia roman ingarden dan

dipaparkan dalam sebuah buku das literarische kunstwerk(1931)

4. Teori estetik resepsi jaustz

Tokoh utama dalam ilmu sastra yang menekankan peranan membaca adalah hans

robert jausz yang dalam tahun 1967 menggegerkan dunia ilmu sastra tradisional di

jerman barat dengan sebuah makalah yang berjudul Literaturgeschichte als

provokation (sejarah sastra sebagai tantangan).

Pada abad ke 20 menurut jausz ada dua aliran yang menentang baik empiri buta

aliran positivis mupun matafisik estetik sejarah kebudian, demikianlah ringkasan

jausz mengenai peerkembangan sejarah sastra sejak dahulu


VII. KARYA SASTRA DAN KENYATAAN

1. Teori plato mengenai mimesis

Dalam sastra barat mau tidak mau kita harus mulai dari dengan filsuf plato dan

muridnya aristoteles yang sekaligus menjadi lawanya, dalam memulai uraian ini

dengan plato tidak perlu demi kelengkapan atau untuk mempamerkan keahlian tetapi

diskusi klasik ini sampai sekarang turut mendekatan serjana modern

2. Aristoteles menyanggah plato

Anggapan terakir oleh aristoteles ditentang bahwa pandangan kalau seni justru

menyucikan jiwa manusia dengan proses yang disebut katharsis penyucian

3. Alam dan seni dalam berbagai kebudayaan

Visi aristoteles dalam sejarah kebudayaan barat pada umumnya diterima dan

menjadi dasar estetik dan filsafat seni. Tetapi ini bukan berarti bahwa pandangan

terhadap seni sebagai mimesis dalam arti peniruan hilang

4. Kaitan antara mimesis dan creatio dari segi bahasa

Hubungan antara kenyataan dan seni tetap menjadi masalah antara lain dengan

timbulnya roman dan drama modern sebagai bentuk seni sastra yang khas

5. Kenyataan dari segi sosiologi

Lepas dari arti filsafat pun kenyataan dalam rangka lain menimbulkan masalah,

manusia tidak kenal langsung kenyataan yang ada di sekitar dan di dalam dirinya
IX. TEXT KARYA SASTRA SEBAGAI VARIABEL DALAM MODEL

SEMIOTIK

1. Kemantapan sebuah teks

Dalam pembicaraan mengenai struktur dipaparkan bahwa struktur karya sastra

menurut aksioma sastra dan ilmu sastra setidaknya di barat adalah sesuatu yang utuh

bulat yang bagian-bagianya ikut menentukan makna keseluruhanya dan sebaliknya

oleh makna keseluruhan teks itu fungsi dan maknanya masing-masing ditentukan.

Namun kenyataan sejarah tekt sepanjang masa bertentangan dengan anggapan

bahwa teks adalah sesuatu yang stabil mantap. Sebab umumnya teks manapun juga

tidak luput dari proses perubahan perusakan penyesuaian perkembangan dan

pembaharuan. Dan ini tidak hanya berlaku kepada teks yang diturunkan secara lisan

atau dalam bentuk naskah.

Jadi pada satu pihak kita berpangkal pada karya sastra sebagai struktur yang utuh

bulat dari mantap pada pihak lain yang utuh bulat dan menatap pada pihak lain kita

menghadapi kenyataan bahwa teks manapun juga cenderung berubah dan tidak stabil

wujudnya sepanjang masa masalah ini.

Yaitu karya sastra sebagai variabel dengan konsekuensi untuk fungsi karya sastra

sebagai tanda dalam model semiotik, dalam hubungan dengan peranan penulis dan

pembaca serta faktor-faktor lain yang relevan yang ditiimbulkan oleh model tersebut
X. STUDI SASTRA LISAN DALAM RANGKA

SEMIOTIK SASTRA

1. Gayutan sastra lisan dalam kerangka teori sastra umum

Ada sejumlah alasan mengapa sastra dianggap penting untuk meminta perhatian

yang khusus untuk bentuk sastra lisan, alasan itu sebagai berikut

a. Dalam situasi komunikasi sastra ada perbedaaan yang cukup menonjol antara

sastra lisan dan sastra tulisan sastra tulisan tidak memerlukan komunikasi langsung

antara pencinta dan penikmat, sedang kan sastra lisan harus memerlukan komunikasi

langsung dengan penikmat karyanya, baik dari pencipta maupun dari penikmat itu

b. Sastra lisan biasanya berlangsung dalam rangka yang berbeda dengan ilmu

sastra umumnya yang sangat didominasi oleh sastra tulis

c. Masalah ini penting bagi orang yang meneliti sastra indonesia dalam arti yang

luas sebab di seluruh indonesia sastra lisan dari dahulu sangat penting sampai

sekarang diberbagai kebudayaan suku bangsa sastra lisan masih tetap diciptakan dan

dihayati oleh masyarakat sebagai satu-satunya bentuk sastra ataupun di samping

bentuk sastra tulis.

d. Sebenarnya situasi ini lebih pelik lagi untuk situasi indonesia sebab ternyata

tidak hanya kedua bentuk sastra di indonesia masih hidup berdampingan tetapi sering

ada juga keterpaduan atau keterjalinan antara yang satu dengan yang lain
XI. TEORI SASTRA DAN SEJARAH SASTRA

1. Pendekatan sejarah sastra yang tradisional

Dalam abad ke 19 ilmu sastra terutama terarah kepada peneliti sejarah sastra, tetapi ini

bukan berarti bahwa ilmu sastra yang bersifat kesejarahan itu hanya seragam dan

semacam saja. Secara singkat dapat disebut empat pendekatan yang utama.

1. Sering sejarah sastra ditaklukan pada sejarah umum sehingga karya sastra dan

penulisnya ditempatkan dalam rangka yang disediakan oleh ilmu sejarah umum.

Pendekatan semacam itu jelas ada untungnya dan gampangnya karya sastra

ditempatkan dalam kerangka yang jelas dan mudah di pegang. Penelitian sastra tidak

perlu merepotkan diri dengan mencari kerangka sendiri sedangkan saranan bahwa

sastra memang berkembang sesuai dengan perkembangan sejarah umum.

2. Pendekatan kedua yang sering di pakai demi mudahnya adalah pendekatan

yang mengambil kerangka karya atau tokoh agung atau penggabungan dua dua

kriteria ini, demikian dapat pula dibayangkan sejarah karya sastra indonesia modern

khususnya roman yang memakai kerangka siti nurbaya sebagai karya agung peran

sebelum perang pendekatan ini murah dan praktis juga untuk tujuan pengajaran tetapi

belum dapat disebut dengan sejarah sastra yang sesuai dengan objek khusus

penelitianya

3. Pendekatan lain yang pada abad 19 sangat populer dan banyak membawa hasil

yang gemilang adalah yang dalam bahasa jerman stoffgeschicshte sejarah bahan-

bahan dengan penelusuran sumber-sumber penelitian sejarah sastra

4. Pendekatan keempat yang khas yang lebih memperhatikan unsur-unsur karya


sastra daripada struktur dan fungsinya adalah sejarah sastra yang mengambil sebagai

kriteria utama unntuk penahapan sejarah pengaruh asing yang berturut-turut dapat

ditelusuri pada perkembangan sastra tertentu.

XII. SASTRA SEBAGAI SENI: MASALAH ESTETIK

1. Ilmu sastra dan estetik

Karya sastra dapat didekati daari dua segi yang cukup berbeda sampai sekarang

terutama dibahas mengenai masalah yang berkaitan dengan sastra sebagai seni

bahasa, dalam praktek penelitian bahasa biasanya hubungan dengan ilmu bahasa lebih

ditekankan daripada kaitan dengan ilmu seni

2. Sedikit sejarah sastra barat

Estetik di dunia barat sama tua nya dengan filsafat. Khususnya dalam filsafat

plato masalah estetik memiliki peranan yang sangat penting

3. Estetik terlepas dari norma agama dan politik

Akibatnya norma-norma pada estetik pada satu pihak terdapat dalam etik dan

filsafat, pada model lain pada model dunia semesta yang tinggal diteladani saja.

4. Beberapa pendekatan estetik indonesia: melayu dan jawa kuno

Estetik yang universal dalam arti umum diterima berlaku untuk seni di segala

masa dan tempatsebaliknya perbedaan pendapat para ahli makin sengit tergantung

pada pendirian filsafat sosial politik dan etik para ahli yang bersangkutan

5. Tegangan sebagai dasar penilaian estetik

Estetik universal mutlak dan tidak ada setiap masyarakat dan kebudayaan

mengembangkan estetik yang sesuai entah estetik itu dieksplisitkan atau tinggal

implisit dalam sastra dan kebudayaan

6. Tegangan pertama: fungsi puitik bahasa

Tegangan yang pertama yang dihadapi oleh pembaca tidak perlu dibicarakan lagi
dengan panjang lebar yakni tegangan yang ditimbulkan dalam pemakaian bahasa

sendiri dalam ilmu sastra.

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU

Kelemahan dalam buku ini adalah penjelasan yang terlalu panjang sehingga membuat

kebingungan saat membacanya,

Kelebihan dari buku ini adalah isinya yang lengkap dan banyak mencantumkan para

ahli yang berperan dalam penelitian sastra.


BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari buku ini adalah bahwa sastra itu sangat luas pembahasanya dan

perkembangan sastra itu sangat lama mulai dari abad 19an sampai sekarang dan

pembahasan mengenai sastra belum berhenti sampai saat sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai