Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS PUISI “BAHAGIAMU DIRAHASIAKAN” KARYA WIWIN INDAH

BERDASARKAN STRATA NORMA

Penulis : Merisa
NIM. 180210402124
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Herman J. Waluyo menyatakan pengertian puisi yaitu suatu karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan si penyair dengan cara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dalam pengonsentrasian sebuah struktur fisik dan
struktur batinnya. Puisi merupakan ungkapan pikiran dan perasaan dari penyair atau si pembuat
puisi tersebut. Kemudian disusun sedemikian rupa dengan menggunakan diksi-diksi yang tepat
untuk memperkuat rasa isi puisi yang ditulis.

Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dapat dianalisis melalui beberapa cara. Puisi
dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi adalah struktur yang tersusun
dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula dikaji jenis-jenisnya, begitu
juga sudut kesejarahannya.

Cara untuk menganalisis puisi memang banyak ragamnya. Cara-cara tersebut dapat kita
sebut dengan pendekatan. Menganalisis puisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
parafrase, emotif, historis, analitis, strata norma, kritik sosial, sosiopsikologis, religiusitas,
didaktis, atau menggunakan pendekatan nilai-nilai budaya. Analisis puisi melalui pendekatan-
pendekatan tersebut bertujuan untuk mengetahui dan memahami suatu puisi sehingga dapat
diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata.
Dikemukakan oleh Wellek (1968:150) bahwa puisi itu adalah sebab yang memungkinkan
timbulnya pengalaman. Setiap pengalaman seseorang itu sebenarnya hanya sebagian saja dapat
melaksanakan puisi. Maka dari itu, puisi sesungguhnya harus dimengerti sebagai struktur norma-
norma. Puisi tidak hanya merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata
(lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya.

Untuk menganalisis puisi berjudul “Bahagiamu Dirahasiakan” karya Wiwin Indah ini
penulis menggunakan pendekatan strata norma. Pertama, penulis menganalisis menggunakan lapis
pertama yaitu lapis bunyi. Secara umum ketika membaca puisi yang terdengar oleh pembaca puisi
adalah suara. Namun, suara dalam pembacaan puisi tentulah memiliki arti, bukan hanya sekedar
suara. Kedua, lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frasa, dan kalimat. Semuanya itu
merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian satuan-satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga,
yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita
atau lukisan. Keempat, lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu
dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya. Kelima, lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis
(yang sublime, yang tragis, mengerikan atau menakutkan, dan yang suci), dengan sifat-sifat ini
seni dapat memberikan renungan kepada pembaca.

Teks puisi

Bahagiamu Dirahasiakan

Karya : Wiwin Indah

Bagaimana kau bilang tak apa

Sedangkan bahagiamu berduka

Bahkan kau bilang bahagia

Padahal hidupmu penuh luka

Pandai drama yang kau perankan

Hingga luka kau sulap tawa

Hingga sepi tak menghantui


Menghibur mereka yang terluka

Padahal kau sendiri tersiksa

Kau coba mengerti, namun mereka tak menghargai

Kau, hanya penghibur lara

Yang menyimpan sejuta luka

Duhai jiwa, semoga kau mampu bertahan

Dengan hidup yang penuh kepura-puraan

Yakin pada Tuhan, bahagiamu telah ditentukan

Berikut analisisnya.

A. Lapis Suara (sound stratum)

Sajak tersebut berupa satuan-satuan suara : suara suku kata, kata, dan berangkai merupakan seluruh
bunyi (suara) sajak itu : suara frase dan suara kalimat. Dikenal pula aliterasi dan asonansi. Aliterasi
merupakan pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi; biasanya pada awal
kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi.
Asonansi merupakan pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang berurutan
dalam baris-baris puisi. Pengulangan begini menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan,
kemerduan atau keindahan bunyi. Jadi lapis bunyi dalam sajak itu ialah semua satuan bunyi yang
berdasarkan konvensi bahasa tertentu, di sini Bahasa Indonesia.
Dalam bait I, kebanyakan menggunakan asonansi “a”, terdapat pada semua kata yang ada
di bait I. Asonansi “a” : bagaimana, kau, bilang, tak, apa, dan lain-lain. Pola sajak akhir bait ke-1
: a, a, a, a. Terdapat kata bahagia yang dipertentangkan dengan kata duka dan luka untuk
menambah rasa dalam puisi.
Pada bait II, pola sajak akhir bait ke-2 : a, a, i, a, a, i. Pada baris ke-2 ada aliterasi “l” dan
“k” : luka kau sulap tawa. Bait III dan IV memiliki asonansi “u” dan “a”. Pada kata : sejuta luka,
kepura-puraan.

B. Lapis Arti (units of meaning)


Dalam bait pertama, “Bagaimana kau bilang taka pa. Sedangkan bahagiamu berduka.”
Berarti bagaimana seseorang berkata dirinya baik-baik saja sedangkan ia berduka. “Bahkan kau
bilang bahagia. Padahal hidupmu penuh luka.” Berarti seseorang berbohong berkata dirinya
bahagia, padahal hidupnya sedangkan hidupnya sedang penuh duka. Ini mengenai seseorang yang
berbohong tentang keadaannya sendiri yang sebenarnya penuh cobaan. Mulut dapat berkata
bohong bahwa keadaannya sedang bahagia.
Dalam bait kedua, “Pandai drama yang kau perankan,” berarti seseorang yang pandai
berdrama menyembunyikan keadaan aslinya. “Hingga kau sulap tawa,” berarti seseorang itu
pandai menyembunyikan luka dibalik tawanya. Ada tawa yang tercipta hanya untuk
menyembunyikan luka. “Menghibur mereka yang terluka.” Seseorang tersebut memang sedang
mengalami depresi, akan tetapi ia benar-benar berusaha menutupi kehidupannya yang kelam.
Tidak ingin oranglain tahu kesedihannya dengan menghibur orang lain yang sama-sama sedang
terluka.
Dalam bait ketiga, “Kau, hanya penghibur lara” berarti seseorang itu hanya penghibur lara
bagi orang lain, namun orang lain tak semua dapat menjadi pengibur lara bagi dirinya. “Yang
menyimpan sejuta luka,” berarti ia sangat-sangat terbebani harus menyimpan kehidupannya yang
memiliki kisah sangat menyedihkan.
Dalam bait keempat, “Duhai jiwa, semoga kau mampu bertahan,” berarti bahwa yang
diharapkan mampu bertahan dalam kehidupannya yang kelam adalah jiwanya. Raganya masih
mampu terlihat baik-baik saja. Justru keadaan psikisnyalah yang terpenting untuk terus bertahan
menjalani hari-hari. “Dengan hidup penuh kepura-puraan,” berarti bahwa hidupnya yang nampak
bahagia bukanlah berarti ia benar-benar bahagia. “Yakin pada Tuhan, bahagiamu telah
ditentukan,” berarti bahwa seseorang itu harus yakin kepada Tuhan bahwa kebahagiaan yang
sebenarnya sudah ditakdirkan. Entah itu kapan datangnya. Yang terpenting adalah kita harus bisa
melewati ujian itu dengan sabar dan ikhlas.
C. Lapis Ketiga
Lapis satuan arti menimbulkan lapis yang ketiga, berupa objek-objek yang dikemukakan,
latar, pelaku, dan dunia pengarang. Objek-objek yang dikemukakan : mereka, kau, dan Tuhan.
Pelaku atau tokoh : si kau. Latar waktu : kehidupan tokoh kau saat ini. Latar tempat : di manapun
(tidak dijelaskan langsung oleh pengarang, eksplisit). Latar suasana : sedih, kecewa. Dunia
pengarang adalah ceritanya. Si pengarang mengungkapkan dirinya sendiri dengan tokoh “kau”. Ini
adalah kisah si pengarang yang kehidupannya kelam namun tetap harus bertahan menghadapi
semua luka dengan cara berpura-pura bahagia.

D. Lapis Dunia

Pada bait pertama, dipandang dari sudut pandang tertentu “Bahagiamu berduka” ini
menarik untuk mengungkapkan bahwa keadaan tokoh kamu dalam puisi tersebut kebahagiaannya
benar-benar bilang menjadi duka. Bait kedua menyatakan suasana sangat sedih, kesepian, dan
tersiksa. Tokoh kamu benar-benar tersiksa dengan keadaannya yang harus berpura-pura bahagia.
Bait ketiga ada kata-kata “Sejuta luka” yang mana kata-kata tersebut menggambarkan betapa
banyak luka yang menjadi beban dalam kehidupan tokoh kamu. Bait keempat terdapat kata
“kepura-puraan” pelukisan hidup penuh dengan kepura-puraan menggambarkan bahwa si tokoh
kamu berusaha berpura-pura bahagia. Dengan sekuat mentalnya mampu bertahan menutupi
kesedihan itu. Dan percaya bahwa tuhan akan memberikan kebahgiaan untuk tokoh kamu di
kemudian hari.

E. Lapis Metafisis

Lapis kelima adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam
sajak ini lapis itu berupa bertahan dari kesedihan yang mendalam; yaitu bagaimana si tokoh kamu
ini mencoba sekuat/semampu mentalnya untuk bertahan menghadapi kesedihan yang
menyelimuti, entah dengan cara apapun untuk menyembunyikannya, ia akan menunjukkan kepada
dunia bahwa ia mampu melewati ini semua dan tetap percaya kepada Tuhan bahwa Tuhan akan
memberi kebahagiaan di kemudian hari, bahwa kehidupan ini sejatinya sudah dituliskan dan
ditemukan oleh Tuhan.

Sumber Referensi
https://www.romadecade.org/pengertian-puisi/#!
Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai