PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang
membedakannya dari makhluk lain (Nababan, 1984: 1). Bahasa membuat manusia
menjadi makhluk yang bermasyarakat karena bahasa merupakan sarana komunikasi
untuk menyampaikan pesan, ide-ide, keinginan, dan perasaan dari pembicara kepada
lawan bicara.
Bahasa merupakan gejala alamiah dan manusiawi. Salah satu gejala alam
yang manusiawi yang terdapat pada sebuah paguyuban atau masyarakat, suku, atau
bangsa ialah pemilikan satu isyarat komunikasi yang disebut bahasa. Di seluruh dunia
terdapat kurang lebih 5445 bahasa alamiah. Bahasa-bahasa ini dipergunakan sebagai
isyarat komunikasi antara anggota masyarakat pemakainya. Di samping gejala
alamiah, bahasa itu pun merupakan gejala manusiawi. Dikatakan manusiawi karena
manusia berkomunikasi dengan perlbagai macam isyarat. Salah satu isyarat
komunikasi disebut dengan bahasa. Binatang juga mempergunakan isyarat-isyarat
tertentu untuk berkomunikasi, tetapi sistem komunikasi binatang tidak dapat disebut
sebagai bahasa karena isyarat komunikasi binatang bersifat statis. Sementara itu,
sistem komunikasi manusia bersifat produktif, imanen, dan kreatif. Bahasa dapat
berkembang, bertambah (secara kualitatif dan kuantitatif), hilang, dan berganti
(Parera, 1991: 6--7).
Bahasa yang kita kenal sekarang ini merupakan produk masyarakat masa
lampau yang dipelihara, dikembangkan, serta diwariskan secara turun-temurun.
Bahasa tumbuh dan berkembang sejalan dengan masyarakat dan budaya penuturnya.
Kapan bahasa itu lahir dan bagaimana awal kelahirannya merupakan persoalan
filsafat. Asal mula bahasa tersebut tidak dapat ditentukan secara pasti karena bahasa
tidak diciptakan oleh seseorang atau kelompok orang. Siapa yang menciptakan
bahasa itu?
B.Rumusan Masalah
2. apa saja teori kelahiran bahasa menurut para linguis Barat dan Arab?
C. Tujuan
2. menjelaskan teori kelahiran bahasa menurut para linguis Barat dan Arab
BAB II
PEMBAHASAN
Simbolik, artinya bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki
arti. Kita dapat menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama
manusia karena manusia sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan.
Dengan demikian, manusia menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman
diri sendiri. Misalnya, ketika orang lain mengatakan “Saya haus”. Pernyataan tersebut
dapat dipahami karena kita pernah mengalami peristiwa haus.
Pada awal abad ke-18 para filsuf tergerak lagi untuk mempertanyakaan asal-usul
bahasa. Hal ini tidak mengherankan karena bahasa berfungsi untuk menampung dan
menghubungkan pengetahuan yang secara kolektif bertambah, menuangkan argumen,
melahirkan prinsip-prinsip rasional, dan mengekspresikan emosi. Dengan perkataan
lain bahasa sebagai alat komunikasi akal dan perasaan. Dengan bahasa, manusia
menyadari sebagai manusia berakal (vernunftmensch) dan manusia berperasaan
(gefuhlsmensch) (Parera, 1991: 57).
1. Teori tradisional
Ada dua teori tradisional yang menyatakan tentang kelahiran bahasa, yakni hipotesis
monogenesis (teori teologis) dan polygenesis (teori istilahi)
Teori ini muncul dan didasarkan kepada teks kitab suci yang diyakini telah
banyak memberikan informasi mengenai kehidupan masa lalu, yakni babak baru
manusia singgah di planet bumi ini. Teori ini juga senantiasa disandarkan pada
logika. Penyelidikan antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan
primitif meyakini keterlibatan Tuhan. Bahasa merupakan pemberian langsung dari
Tuhan. Manusia diciptakan secara simultan, dan pada penciptaan ini pula dikaruniai
ujaran sebagai anugerah llahi. Sementara itu, secara logika manusia membutuhkan
bahasa yang dipakai dan dipahami bersama dalam komunitasnya sebagai makhluk
sosial untuk alat komunikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Maka jika setiap
masing-masing orang membuat "istilah kata" sendiri-sendiri, maka mustahil akan
terdapat kesepakatan di dalamnya. Oleh sebab itu, butuh istilah lain yang bisa
disepakati dan dipahami bersama, dan begitulah seterusnya hingga akan terjadi apa
yang disebut dengan lingkaran setan (daur dan tasalsul) yang tidak ketahuan ujung
pangkalnya. Di antara tokoh yang berpendapat seperti ini adalah Hiroklitos (filsuf
Yunani Kuno), Ibnu al-Faris (ahli bahasa Arab), dan Ronal (filsuf Perancis)
Salah satu ulama Arab yang cenderung kepada teori ini adalah Ibnu Faris.
Ketika Ibnu Faris menjelaskan mengenai asal-usul bahasa, dia mengutip salah satu
ayat Al-Quran yang menjadi dasar pendiriannya bahwa bahasa itu merupakan
pemberian langsung dari Tuhan atau merupakan wahyu. Ayat yang ia kutip berbunyi1
وعلم ادم االسماء كلها ثم عرضهم على المال ئكة فقال انبئوني باسماء هؤالء ان كنتم صادقين
Berdasarkan ayat di atas, Ibnu Faris berpendapat bahwa bahasa itu merupakan
pemberian langsung dari Tuhan dengan cara Tuhan mengajarkan nama-nama
binatang, bumi, gunung, unta, keledai, dan lain-lain, yang semua itu dikenal oleh
manusia kepada manusia pertama, yaitu Nabi Adam as.2
1
Qs. Al-Baqarah ayat 31
2
Al-Rajihi, Op.cit h. 78
Argumentasi lain yang disampaikan Ibnu Faris bahwa bahasa itu bersifat
tauqifi adalah bahwa kesepakatan para ahli bahasa khususnya bahasa Arab dalam
melakukan ihtijaj (mengambil referensi) atas suatu kata yang berbeda atau yang
disepekati, yang diambil dari syair-syair mereka. Seandainya bahasa itu bersifat
istilâhi atau muwâdha'ah, maka pasti mereka berihtijaj dengan bahasa yang lebih
baik daripada yang digunakan oleh yang lainnya. Di samping itu, para sahabat Nabi
yang dikenal dengan kefasihannya dalam bahasa, mereka tidak melakukan atau
mengada-ada suatu lafadzh yang tidak ada sebelumnya, tetapi mereka senantiasa
menggunakan lafadzh atau istilah yang digunakan oleh pendahulu mereka.3
Teori ini lahir sebagai sanggahan dari teori sebelumnya yaitu teori teologis
(nazhariyah tauqifiyyah). Menurut teori ishtilâhi / muwâdha'ah, bahasa pertama
yang lahir dan diciptakan oleh manusia melalui proses tertentu sebagai pembuktian
manusia yang berasal dari alam Dari teori ini lahir beberapa teori yang menunjukkan
pada proses lahirnya bahasa manusia yang merupakan bagian dari ciptaan manusia
itu sendiri. Di antara teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
Teori ini dikemukankan oleh Adam Smith dalam bukunya The Theory of
Moral Sentiments. Teori ini bertolak dari anggapan bahwa bahasa manusia
timbul karena manusia primitif dihadapkan pada kebutuhan untuk saling
memahami. Apabila mereka ingin menyatakan objek, maka mereka
terdorong pula untuk mengucapkan bunyi-bunyi tertentu. Bunyi-bunyi yang
selalu mengiringi usaha mereka untuk menyatakan objek-objek yang mereka
kenal baik, akan dipolakan oleh anggota kelompok dan akan dikenal dengan
tanda untuk menyatakan hal-hal itu. Demikian pula terjadi kalau pengalaman
3
Ibnu faris, al-shahabi fi fiqh lughah, h. 33-34
mereka bertembah. Mereka akan berusaha pula untuk menyampaikan
pengalanpengalaman baru itu dengan bunyi-bunyi tertentu pula.
Teori ini banyak dikirim oleh para linguis modern seperti Jepersen. Teori
Bow-bow disebut juga Onomatopoetic atau Echoly Theory. Menurut teori
ini, kata-kata yang pertama muncul merupakan tiruan terhadap suara-suara
alam seperti (حنين الرعدguntur), ( خرير الماءgemercik air), ( دوي البحرombak
samudra), (نهاق الكلبlolongan anjing), ( صياح الديكkokok ayam), مواء القط
(ngeongan kucing), (صهيل الفرسringkikan kuda), (نزيب الضبnyanyian
katak), (شهيج الحمارsuara keledai), dan sebagainya.
Ibnu Jinni, seorang ahli bahasa Arab, mengagumi teori ini sehingga dalam
kitabnya dia menulis bab khusus tentang Bâb fi Ims al-Lafzhi wa Asybâh al-
Ma'ânî. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa salah satu fenomena bahasa
adalah lafadzh merupakan penjelasan dari suara-suara alam. Berkaitan
dengan hal ini, Imam Sibaweh mengatakan bahwa shigat mashdar yang
berwazan فعالini menunjukkan makna seperti kata نقزا غليا, غثيا, begitu juga
kita bisa menemukan shigat masdar fi'il ruba'i yang ditadh'ifkan
mengandung arti perbuatan itu berulang (takrir) seperti; زعزعة قلقلة صلصلة
,قعقعة جرجرة قرقرة الخازبازsebutan bagi لذبابkarena suaranya.4
Wafi mengatakan bahwa teori ini merupakan teori yang paling mendekatii
kebenaran dan lebih logis, karena lebih sesuai dengan karakteristik, bagi
asal-usul dan perkembangan sesuatu dari alam semesta ini. Teori ini juga
4
Ibnu jinni, Al-khashais, tahqiq Muhammad ali al-najjar, Dar al kutub, al-qahirah, 1952, h. 165
dapat memecahkan masalah yang selama ini kita hadapi mengenai awal
munculnya bahasa manusia.5
3. Teori interjeksi
Teori ini bertolak dari asumsi bahwa bahasa lahir dari ujaran-ujaran
instinktif karena tekanan-tekanan batin, karena perasaan-perasaan
mendalam, dan karena rasa sakit yang dialami manusia. Penganut teori ini
biasanya tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana caranya bahasa itu
muncul dalam kenyataan. Teori dijuluki dengan nama teori pooh-pooh. Teori
dilancarkan oleh sejumlah filsuf di antaranya Étienne, Bonnet Candillac, dan
linguis Amerika Whitney.
5. Teori ‘Yi-He-Ho’
5
Al- rajiji, Fiqh Lughah fi al-kutub al-Arabiyyah, h. 89
bersama-sama dalam melakukan pekerjaan tersebut. Untuk memberi
semangat pada sesamanya, mereka mengucapkan bunyi-bunyi yang khas,
yang dihubungkan dengan pekerjaannya tersebut. Oleh karena itu bunyi-
bunyi itu dipakai untuk menyebut nama pekerjaan itu. Oleh sebab itu teori
ini disebut teori Yo-he-ho. Teori ini dikemukakan oleh seorang sarjana
filologi Prancis, Noiré.
6. Teori Isyarat
Teori ini diajukan oleh Wilhelm Wundt, seorang psikolog ternama abad ke-
19. Teori isyarat ini didasarkan pada hukum-hukum psikologi yang
dicptakan Wundt. Teori ini beranggapan bahwa tiap perasaan manusia
mempunyai bentuk ekspresi yang khusus, yang merupakan hubungan
tertentu antara syaraf reseptor dan syaraf efektor. Bila diamati dengan
cermat, maka tiap ekspresi akan mengungkapkan perasaan tertentu yang
dialami oleh seseorang dan dapat dikomunikasikan dengan orang lain.
Menurut teori ini bahasa manusia pada mulanya berwujud dengungan dan
senandung yang tak berkeputusan yang tidak mengungkapkan apa pun.
Sama seperti suara senandung orang tua untuk membuai dan menyenangkan
seorang bayi. Bahasa timbul dari permainan vokal, dan organ ujaran
mulamula dilatih dalam permainan untuk mengisi waktu senggang.
9. Teori kontak
Teori ini dikemukakan oleh G. Revesz. Teori ini menyerupai teori control
sosial, hubungan-hubungan sosial pada makhluk-makhluk hidup
memperlihatkan bahwa kebutuhan untuk mengadakan kontak satu dengan
yang lainnya (kontak special, kontak emosional, dan kontak intelektual)
bahasa tumbuh dari bunyi ekspresif kemudian menjadi bunyi kontak.
2. Teori modern
Teori antropolog
teori asal-usul bahasa menurut ulama muslim yang diambil dari dua kitab
ulama bahasa yaitu kitab al-khashaaish karya Ibnu Jinny (320-392 H) dan kitab Al-
Shâhiby fi Fiqh al-Lughah wa Sunan al-‘Arab fi Kalâmihâ karya Ibnu Faris (329-395
H).
Ibnu Jinny adalah seorang ahli nahwu (tatabahasawan) Arab periode terakhir
Bagdad. Nama lengkapnya Abu al-Fath Utsman bin Jinny. Ia dilahirkan di Maushal
pada tahun 330 H. Ia telah memiliki karya yang cukup banyak, dan yang sangat
populer adalah kitab al-Luma’, sirru shinaati al-‘Irab dan al-khashaaish (Rawwaa,
2003:508). Pandangan tentang teori asal-usul bahasa dari Ibnu Jinny, diambil dari
kitab alkhashaaish, bab: alqawl ‘ala ashli al-lughah a’ilhaamun am ishthilaahun
(Pandangan tentang Asal-usul bahasa, apakah terjadi secara ilham atau ishtilah).
Tema yang sangat menarik untuk dibicarakan, karena mayoritas para pemikir
berpandangan bahwa bahasa pada mulanya merupakan buatan (tawaadhu’un) atau
dan ciptaan (ishthilaahun), bukan merupakan wahyu atau pemberian Tuhan
(tauqiifun).
Suatu hari Abu ‘Ali al-Farisi (288-377 H.) berkata kepadaku, bahwa:” Bahasa itu
berasal dari Allah.” Pandangannya itu merujuk pada firman Allah swt. ”Allah telah
mengajarkan Adam semua namanama.” (Q.S. al-baqarah:31) Dengan begitu
menurutnya tidak akan lagi pertentangan.
Sebagian kelompok ada yang berpendapat bahwa asal bahasa adalah dari
‘suara’ (ashwaat) yang didengar dari seperti suara angin (dawiyy), guntur (haniin), air
(khariir), keledai (syahiij), gagak (nu’aaq), kuda (shahiil) dan menjangan (naziib).
Lalu dari suarasuara itu lahirlah bahasa manusia. Menurut saya pendapat ini ada
benarnya dan dapat diterima. Setelah sekian lama aku merenung, maka kedua belah
pihak, baik yang berpadangan bahwa bahasa itu muwadha’ah ataupun tauqqify,
kedua-duanya bisa aku terima. Dan aku adalah orang yang berada di antara keduanya.
Nama lengkapnya Abu alHusein Ahmad bin Faris bin Zakariya bin
Muhammad bin Habib. Ia seorang linguis Arab yang bermadzhab Kufah. Ia lahir
pada 329 H. dan wafat 395 H di Ray pada bulan Shafar. Ia merupakan ulama yang
produktif, diantara karyanya adalah Kitab al-Mujmal fi alLughah, Al-Shâhiby fi Fiqh
alLughah wa Sunan al-‘Arab fi Kalâmihâ, dan Kitab al-Tsalâtsa (Houtsma,
1993:377). Pandanganpandangan Ibnu Faris tentang asalusul bahasa pada tulisan ini
diambil dari kitabnya Al-Shâhiby fi Fiqh alLughah wa Sunan al-‘Arab fi Kalâmihâ
(1993), bab al-Qaul ‘ala Lughah al-‘Arab: A tauqiifun am ishthilaahun?
(Ibnu Faris) berpendapat bahwa bahasa Arab itu pada mulanya taqiify.
Sebagai dalilnya adalah firman Allah swt:”Allah telah mengajari Adam semua nama-
nama. (Q.S. al-baqarah:31)” Ibnu Abbas berkata:”Maksudnya Allah telah mengajari
Adam semua nama-nama yang diketahui manusia, seperti nama binatang, bumi,
rawa, gunung, keledai dan sebagainya.” Lalu jika ada yang bertanya:”Jika pendapat
anda itu benar,tentu dalam ayat tersebut Allah menyebutkan ‘aradhahunna’ atau
‘aradhahaa.” Maka jawabannya adalah ketika Allah menyebutkan dhamir hum pada
‘aradhahum, maka tentu rujukannya adalah manusia (bani Adam) atau para malaikat.
Karena rujukan dhamir itu pada sesuatu yang berakal. Namun ketika pada kenyataan
di alam ini benda itu ada yang berakal dan ada yang tidak berakal, maka dalam tradisi
bahasa Arab- bahasa yang berakal meliputi juga pada yang tidak berakal sebagaimana
dalam ayat ini. Tradisi ini dalam stilistika Arab disebut taghlib (mencakup). Ayat al-
Qur’an yang bergaya bahasa seperti ini adalah ayat: Wallaahu khalaqa kulla daabatin
min maain. Faminhum man yamsyi ‘alaa batnih, waminhum man yamsyi ‘ala rijlain,
wa minhum man yamsyi ‘ala arba’. Ada yang menafsirkan bahwa hum di sana
merujuk pada manusia yang jalan berkaki dua (rijlain) yang juga meliputi makhluk
lain yang berjalan dengan perut dan empat kaki. Perlu diingat bahwa semua yang
terjadi di alam ini adalah karena kekuasaan Allah.
PENUTUP
Simpulan
Dari manapun asal usul bahsa,pada hakikatnya tuhan telah membekali
manusia degan perangkat pemerolehan bahasa yang oleh Avram Noam Chomsky
disebut language acguistion device (LAD). Manusia telah diberi potensi berbahsa
yang berpusat pada otak sbelah kiri. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat
menciptakan, berkreasi, dan belajar berbahasa.
Dengan adanya interaksi antar manusia, manusia membutuhkan alat
kominikasi yang disepakati bersama. Alat komunikasi yang disebut dengan bahasa
lambat laun selalu mengalamii perkembangan seiring dengan perkembangan
peradapan manusia.