Eko Suzi Saputra 21201011032 Pendahuluan • Secara etimologis kata “nahwu” berasal dari kata ن حا – ي نحو – ن حواdengan arti arah (jihat), jalan (tharīq), contoh (mislu), ukuran (miqdār), dan tujuan (qashdu). Sedangkan secara terminologis definisi nahwu, seperti yang disebutkan oleh al- Hibān, yang dikutip Ibrahim Mustafa dalam kitabnya, yaitu suatu ilmu yang mempelajari keadaan-keadaan dari akhir kata, I’rab atau binā. • Awal mula perkembangan nahwu berasal dari Basrah, hingga meluas ke Kufah, Bagdad, Andalusia, dan Mesir. Keadaan geografis di masing-masing kota tersebut berbeda, begitu pula cara berpikir ulama nahwu dalam menanggapi permasalahan bahasa. Tercatat dalam perkembangan pemikiran ilmu nahwu terdapat 5 mazhab (pemikiran); Mazhab Basrah, Mazhab Kufah, Mazhab Bagdad, Mazhab Andalusia, dan Mazhab Mesir. Dari kelima mazhab tersebut masing-masing mempunyai kecenderungan pemikiran yang berbeda tentang gramatika Arab (nahwu). Dari kelima mazhab ini, mazhab Basrah dan Kufah merupakan dua aliran yang paling berpengaruh dalam kitab nahwu. • Salah satu pelopor ilmu nahwu yang terkenal di kuffah adalah Al-Kisa’i. Nama lengkapnya Abul Hasan Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Bahman bin Fairuz al-Asadi al-Kufi. Dia dujuluki al-Kisa`i karena sering memakai kisa` (sejenis jubah). Dia ahli bahasa dan nahwu serta salah satu imam qiraah sab’ah. Pembahasan • Mazhab Kufah cenderung memakai panca indra pendengaran dalam menangkap kalam asli Arab, mereka mendengar ucapan-ucapan fasih dari kabilah kabilah yang masyhur. Dengan demikian, apa yang mereka dengar, baik itu diterima periwayatannya atau tidak, mereka jadikan pula sebagai dalil. Tak jarang ulama Kufah kerap berbeda pandangan dengan mazhab lainnya. Dalil-dalil dan kaidah yang dipakai pun berbeda, tidak heran jika banyak perbedaan diantara mazhab Kufah dengan Basrah. • Menurut Ahmad Amin menyimpulkan bahwa perbedaan menonjol karakter mazhab Bashrah dan Kufah adalah bahwa mazhab Bashrah bersifat lebih bebas (tidak terikat tradisi berbahasa yang telah ada), lebih rasional, lebih terorganisir atau teratur dan lebih berpengaruh. Sementara mazhab Kufah kurang memberi nuansa kebebasan, lebih mempertahankan apa yang diwarisi dari orang Arab meskipun kurang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya sekalipun. Mazhab Bashrah berupaya menjadikan bahasa memiliki sistem yang dapat dinalar dan menghindari segala aspek periwayatan (untuk menentukan kaidah bahasa) yang dapat mengacaukan sistem bahasa. Sebaliknya mazhab Kufah berkarakter sebaliknya, segala yang terdengar dari orang Arab tanpa memperdulikan tingkat keabsahan atau tidaknya riwayat tersebut, dijadikan rujukan dalam mengambil keputusan sebuah kaidah Bahasa. • Nama lengkapnya Abul Hasan Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Bahman bin Fairuz al-Asadi al-Kufi. Dia dujuluki al-Kisa`i karena sering memakai kisa` (sejenis jubah). Dia ahli bahasa dan nahwu serta salah satu imam qiraah sab’ah. Al-kisa’i menguraikan madzhab tata bahasanya didasarkan pada 4 pilar: a) Al – Quran dan bacaannya karena merupakan sumber utama agama dan bahasa b) mengambil dan menerima dari para ulama dan yang paling utama dari ulama basrah c) mendengar dari orang badui di lembah Hijaz, Najd, dan Tihama d) ijtihad dan refleksinya telaah menyatu dengan pendapat pribadinya. • Jumhur berpendapat bahwa penggunaan isim fa’il mujarrod dari أ لtidkak berfungsi kecuali dengan syarat bahwa itu menunjukkan situasi atau penerimaan. Dan Al-Kisa’I mengizinkan penerapannya bahkan jka berguna untuk melanjutkan dengan fi’il madhi yang sesuai dengan maknanya. Dan itu semua berdasarkan apa yang tertera dalam Al-Quran sebagaimana firman Allah SWT ( و ك لبهم ب سط ذراعيه ب ا لوصيدAl kahfi : 18 ) • Jumhur berpendapat bahwa isim fa’il tidak boleh di Musgirkan dan di Man’utkan, tetapi Al-Kisa’i membolehkan itu dengan landasan sebagian perkataan orang arab : أظننيمرتجالو س وئيرافرسخاdari perkataan arab ini kita melihat س وئيرا هو ت صغير س ائرsama halnya seperti
• أنا زيدا ضارب أي ضارب
Kesimpulan • Ulama nahwu yang berasal dari kuffah membanguan suatu kesamaan metode, pendekatan dan pemikiran bahasa, dalam menetapakan kaidah-kaidah nahwu dengan cara tersendiri,yaitu mempergunakan metode al-Sima’, al-Qiyas , al-Ijma’ dan al- Istishab. Salah satu tokoh dari kuffah yang menjadi pelopor ilmu nahwu di kuffah adalah Al-Kisa’i, dan dikenal dengan bukunyaمع انيا لقرآن. Ahmad Amin menyimpulkan bahwa perbedaan menonjol karakter mazhab Bashrah dan Kufah adalah bahwa mazhab Bashrah bersifat lebih bebas (tidak terikat tradisi berbahasa yang telah ada), lebih rasional, lebih terorganisir atau teratur dan lebih berpengaruh. Sementara mazhab Kufah kurang memberi nuansa kebebasan, lebih mempertahankan apa yang diwarisi dari orang Arab meskipun kurang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya sekalipun. • Jumhur berpendapat bahwa penggunaan isim fa’il mujarrod dari أ لtidkak berfungsi kecuali dengan syarat bahwa itu menunjukkan situasi atau penerimaan. Dan Al-Kisa’I mengizinkan penerapannya bahkan jka berguna untuk melanjutkan dengan fi’il madhi yang sesuai dengan maknanya. Dan itu semua berdasarkan apa yang tertera dalam Al- Quran sebagaimana firman Allah SWT ( و ك لبهم ب سط ذراعيه ب ا لوصيدAl kahfi : 18 ) • Jumhur berpendapat bahwa isim fa’il tidak boleh di Musgirkan dan di Man’utkan, tetapi Al-Kisa’i membolehkan itu dengan landasan sebagian perkataan orang arab : أظننيمرتجالو س وئيرافرسخاdari perkataan arab ini kita melihat س وئيرا هو ت صغير س ائرsama halnya seperti أنا زيدا ض اربأيض ارب Daftar Pustaka • Arsyad Azhar, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, • 2004), • Al-Munjid fi al-Lughah, cet. 44. (Beirut : Dār al-Masyriq, 2011) • Hakim Arif Rahman, “Mempermudah Pembelajaran Ilmu Nahwu pada Abad 20”, Jurnal • al-Maqoyis, vol. 1 No. 1, Jan-Juli 2013. • brahim Mushtafa, Ihya al-Nahwi, • Ahmad al-Hasyimi, al-Qawaid al-Asasiyyah li al-Lughat al-Arabiyyah, • bnu Jinnī, al-Khasāish, (Kairo : Dār al-Hadits: 2008), • Syauqi Daif, al-Madaris al-Nahwiyah,Cet.III (Beirut: Dar al-Ma'arif, 1968), • Ahmad Amin, Dhuha al-Islâm,. (Mesir: Maktabah Al-Nahdah Al-Mishriyyah, 1974) • هجرة1405 المملكة العربية السعودية, اإلمام الكسائي و اراه في النحو,عبد الرحمن محمد اسماعيل