Anda di halaman 1dari 25

BAHASA INDONESIA

BAHAN KULIAH

oleh
Drs. Kristianus Manek, M.Sc.

Universitas katolik widya mandidra


kupang
bab II
BAHASA DAN ILMU
Manusia merupakan makhluk yang lain dari yang lain. Salah satu yang membeda-
kan manusia dengan makhluk lain adalah bahasa. Manusia dianugerahi kemampuan
berkomunikasi antar sesamanya dengan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang paling efektif dan produktif di antara alat komunikasi lainnya. Berkat bahasa
manusia dapat menciptakan dalam berbagai temuan baru, lewat ilmu, pengetahuan, dan
teknologi.
Bahasa dan ilmu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin
ada ilmu tanpa bahasa, tetapi sebaliknya seandainya tidak ada ilmu bahasa sangat
dimungkinkan ada. Oleh karena ada bahasa itulah manusia bisa melakukan pemikiran,
perenungan, penelitian dan sebagainya hingga menghasilkan berbagai macam teori dalam
berbagai bidang ilmu, serta dapat menerapkannya dalam berbagai teknologi untuk
mempertahankan kehidupannya, yang sedang dilakukannya maupun kehidupan manusia
masa depan. Timbullah pertanyaan mana yang lebih dulu, atau mana yang lebih utama,
ilmu, pengetahuan, dan teknologi (Iltek) atau bahasa. Yang jelas, setiap ilmuwan pasti
ahli dalam pemakaian bahasa. Bahkan tidak sedikit ilmuwan yang bukan linguist
memunculkan teori kebahasaan, misalnya: Noam Chomsky (ahli matematika), Gery
Houlton, (guru matematika), Bourdue (Sosiolog  pencipta teori Sosiolinguistik),
Zoetmulder (filosof), STA (filosof), Slamet Moeljana (ahli sejarah), dan lain-lainnya.
Terkait dengan hal-hal tersebut penulis membicarakan secara filosofis hakikat
bahasa dalam ilmu. Inti pembicaraan “Bagaimana kedudukan bahasa dalam ilmu?”, yang
meliputi: (1) hakikat bahasa, (2) fungsi bahasa, dan kedudukan bahasa dalam ilmu.
Hakikat Bahasa
Berangkat dari pandangan filosofis, Sutan Takdir Alisjahbana (1955:5) memberikan
batasan bahasa sebagai berikut, “Bahasa ialah ucapan pikiran dan perasaan manusia
dengan teratur dengan memakai bunyi.” Dari batasan ini bahasa mengandung dua unsur,
yaitu madi atau isi, dan bagian lahir atau bentuk, yaitu bunyi yang teratur. Dari batasan
ini bahasa untuk menyatakan pikiran dan perasaan terlihat bahwa bahasa sebagai alat
untuk menyatakan apa yang difikirkan dan dirasakan. Apa yang ada dalam fikiran dan
perasaan itu disebut isi, tuturan adalah bentuk lahir bahasa. Batasan ini menunjukkan
bahwa yang mula ada adalah fikiran dan perasaan, baru kemudian dinyatakan diucapkan
ke dalam bahasa. Belum ada yang meneliti mana yang lebih dulu ada sehingga ada
bahasa. Bayi menangis ketika lahir apakah telah ada proses berfikir, ataukah tindak
instingtif. Apapun alasannya keduanya telah dimiliki manusia sejak lahir.
Kemampuan bernalar dan berbahasa merupakan anugerah kodrati yang
membedakan manusia dengan binatang. Binatang tidak bisa bernalar dan berbahasa
sebagaimana manusia. Seandainya manusia tidak memiliki kemampuan berbahasa, bisa
kita bayangkan betapa sulitnya untuk meminta seseorang membuatkan surat, misalnya,
tetapi berkat bahasa cukup, “Tuliskan surat undangan!” Pernyataan semacam ini tidak
pula harus bertatap muka dengan orang yang diperintah, bisa dengan nota yang diantar
pesuruhnya, lewat telepon. Berbeda dengan binatang, mereka bisa berkomunikasi tetapi
harus secara langsung. Seekor kera yang terpandai pun, tidak mungkin tahu jika tuannya
berkata, “Panjat kelapa di kebun belakang rumah.” kera itu akan diam, atau bingung
mendengar perintah tuannya. Jika ditunjuk ke tempatnya langsung mungkin kera tersebut
menjadi tahu. Kera tahu apa yang dindrai secara langsung. Binatang berpengetahuan
bersifat sesaat. Berbeda halnya dengan manusia, berbagai alaman, pengetahuan tersimpan
dalam benaknya dalam bentuk simbol-simbol; salah satu simbol adalah simbol
kebahasaan, berupa bunyi-bunyi tersistem secara teratur. Manusia mampu menyimpan
kespesifikan simbol kebahasaan tersebut. Simbol bunyi “Pak, saya mau itu!” dapat
mewakili makna yang berbeda-beda tergantung kekhasan bunyinya. Ada cerita teman
sebagai berikut: “Ketika saya di Bogor selama 3 bulan, istri saya menelpon, ‘Pak,
langsung pulang. Jangan singgah ke keluarga. Pak....(dengan gaya merajuknya) saya

1
mau itu.’ Otomatis gairah saya menyala-nyala apalagi waktu itu dalam usia 30-an
tahun.” Makna tuturan dengan unsur segmental yang sama menjadi berbeda dengan apa
yang dikatakan anak saya sewaktu saya sampai di rumah, “Pak, saya mau itu!” Saya
langsung tahu yang diinginkan anak saya, yaitu catok rambut, karena dia pesan untuk
membelikannya. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa bunyi-bunyi yang dihasilkan alat ucap
manusia memiliki karekteristik tersendiri, yang oleh karenanya mampu menyampaikan
pesan sebagaimana dari referensi benda, tindakan, fenomena yang dirujuk oleh simbol
itu. Inilah yang biasa disebut dengan makna/arti. Sekalipun kita tidak melihat,
mengindrai apa dari yang disimbolkan, kita mengerti isi dari simbol itu. Jumlah simbol-
simbol yang ada dalam benak manusia bukan hanya triliyunan, tetapi boleh dikatakan
takterhingga. Otak manusia tidak hanya mampu mengingat kembali simbol-simbol itu
beserta maknanya, tetapi juga mampu mengembangkannya. Otak manusia akan
menghubung-hubungkan fenomenna-fenomena yang ada dalam simbol yang saling
terkait.
Kemampuan untuk menghubung-hubungkan antara simbol yang satu dengan yang
lain ini di dalam benak seseorang disebut kemampuan berpikir/bernalar. Keunikan
manusia sebenarnya bukan terletak pada kemampuan berfikirnya, melainkan terletak
pada kemampuannya berbahasa. Ernest Cassirer menyebutkannya manusia sebagai
animal symbolicum., makhluk yang menggunakan simbol, yang secara generik
mempunyai cakupan lebih luas daripada homo sapiens yakni makhluk berfikir, sebab
dalam kegiatan berfikir manusia menggunakan simbol. Tanpa mempunyai kemampuan
berbahasa ini tidak mungkin kegiatan berfikir secara teratur dan sistematis dapat
dilakukan.
Selain itu kemampuan berbahasa menjadikan manusia hid up berbudaya. Dengan
kemampuan berbahasa manusia dapat meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi ke
generasi. Aldous Huxely, menyatakan, “Tanpa bahasa manusia tak jauh berbeda dengan
anjing dan kera.” Binatang dapat mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu sebagai alat
komunikasi dengan sesamanya. Kita dapat menyaksikan bagaimana induk ayam
memberikan tanda kepada anak-anaknya bahwa ada bahaya, bagaimana ayam jago
memberikan sinyal bahwa dia mau mengawini betina di dekatnya. Bunyi-bunyi itu khas,
namun bunyi itu terjadi secara naluriah/instingtif dan jumlah bunyi yang dihasilkan pun

2
sangat terbatas. Bunyi-bunyi tersebut bukan merupakan simbol yang teratur/bersistem,
sehingga binatang tidak bisa mengembangkan pengetahuan; karena binatang tidak bisa
bernalar. Frawley (2007) menyatakan: Language is a system of arbitrary symbols and the
rules used to manupulate them.” Bloch,B. dan Trager (1944:5) memberikan batasan
bahasa, “Language is a system of arbitrary vocal symbol by means of which a social
group cooperates.” Kedua batasan ini boleh dikatakan hampir sama. Yang perlu kita ingat
bahwa dalam batasan itu terkandung (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) sebuah sistem
bahasa adalah sistem sebuah sistem simbol, (3) sistem simbol dalam bahasa adalah sistem
simbol bunyi, dan (4) simbol kebahasaan tersebut bersifat arbitrer/sewenang-wenang.
Tidak ada hubungan antara tuturan dan arti.
Simbol-simbol yang terekam dalam benak manusia terbentuk melalui proses yang
disebut sistem penandaan. Perolehan simbolisasi ini bersumber dari alaman internal dan
eksternal. Alaman internal dimaksudkan adalah segala sesuatu yang secara kodrati
muncul dalam diri manusia, misalnya rasa lapar, haus, sakit dan sebagainya merupakan
fakta yang dialami dalam tubuh manusia yang perlu ditandai dalam simbol tertentu.
Simbolisasi eksternal terjadi akibat alaman atas kontak diri manusia dengan segala
sesuatu di luar tubuhnya, misalnya melalui proses pengindraan. Selain hasil pengindraan
simbol-simbol diperoleh dari hasil belajar, serta proses berfikir, berkhayal. Simbol-
simbol faktawi beriteraksi menghasilkan pula simbol baru. Demikianlah, jika kita telusuri
betapa kompleknya proses penandaan tersebut, namun tetap bersistem sehingga yang
komplek itu menjadi teratur.

Fungsi Bahasa
Berdasarkan uraian di atas, bahasa memiliki peranan yang besar dalam
pemertahanan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Sebelum kita bicarakan
bagaimana kaitannya bahasa dan ilmu perlu kita lihat terlebih dahulu fungsi bahasa
secara umum.
Berdasarkan batasan bahasa yang dikemukakan Sutan Takdir Alisjahbana,
menunjukkan bahwa fungsi bahasa itu untuk menyatakan fikiran dan perasaan. Selain itu
sebenarnya ada satu fungsi, yang belum diungkap secara eksplisit, yaitu sikap (sikap ini
gejala psikologis, akibat fikiran dan perasaan).
Bühler Audruck, Darstellung, dan Appell seperti tampak dalam gambar berikut:

3
Dalam gambar itu terlihat bahasa sebagai alat komunikasi yang dapat dinyatakan,
pemakai simbol/bahasa lewat alat itu menyampaikan sesuatu hal-hal di luar bahasa,
dalam kenyataan, kepada penerima simbol bahasa itu. Tiga fungsi tersebut tidak selalu
sama pentingnya dalam komunikasi. Dalam situasi tertentu fungsi Dastellung
(referensial) lebih dominan. Dalam ilmu dan menulis faktual fungsi ini yang dominan,
namun dalam menulis puisi, marah, merayu dalam bercinta fungsi Ausdruck yang
dominan. Fungsi apel menjadi dominan ketika seseorang berkomunikasi dengan menitik
beratkan respek penerimanya (Teeuw, 1984:48-49).
Kneller mengklasifikasikan fungsi bahasa ke dalam tiga fungsi, yaitu fungsi
simbolik, emotif, dan afektif.
Roman Jakobson menyebutkan 6 fungsi bahasa, yaitu (1) referensial, (2) puitik, (3)
fatik, (4) metalingual, (5) emotif, dan (6) konatif. Fungsi referensial, menekankan kepada
referensi/konteks yang dibahasakan, Puitik, menekankan kepada pesan yang disampai-
kan, fatik menekankan untuk mengadakan kontak dengan mitra pembicaranya, misalnya
tegur, Halo!, metalingual ialah fungsi khas yang memungkinkan kita untuk
membicarakan bahasa itu sendiri, emotif, menekankan kepada pembicara itu sendiri,
sama dengan ekspresifnya Bühler, dan fungsi konatif menekankan kepada respon dari
mitra bicara. Keenam fungsi itu sebenarnya gambaran bagaimana sistem simbol bunyi
dalam berbahasa terbentuk, seperti yang tergambarkan berikut.

konteks

pengirim pesan penerima

kontak

Kode

4
Suatu komunikasi akan berjalan/terjadi jika antara pengirim dan penerima ada
kontak dan memiliki kode yang sama. Kode yang dimaksudkan adalah kode komunikasi,
sistem simbol yang terbangun dalam benak pengirim maupun dalam benak penerima.
Dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya simbol-simbol tersebut
berupa simbol fonetis (bunyi bahasa).

Kedudukan dan Fungsi Bahasa dalam Ilmu


Sebelum kita kaji bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa dalam ilmu perlu kiranya kita lihat
bagaimana ilmuwan berkarya ilmiah seperti yang tampak dalam gambar berikut.

5
Kerangka pemikiran yang
berpijak kepada prinsip-
prinsip teori bidang ilmu
tertentu yang relevan
dengan masalah. Atas dasar
kerangka pikir ini peneliti
akan mengajukan hipotesis

6
Tidak mungkin manusia memasukkan dunia nyata ke dalam benaknya. Namun
Tuhan telah meganugerahkan kepada manusia yang mampu menyimpan alaman (segala
sesuatu yang telah dialami, baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya) terhadap
dunia nyata (makrokosmos) ke dalam benaknya yang berupa simbol-simbol. Tidak bisa
kita bayangkan dengan dibanding teknologi tercanggih buatan manusia betapa besarnya
kemampuan kapasitas otak kita. Sebuah teknologi komputer server terkini telah
dihasilkan hardisk 800 giga. Itu pun ternyata hanya seperpuluh ribu otak manusia
kapasitas kemampuan menyimpan data.
Media ilmu bukan hanya bahasa, selain bahasa juga logika, matematika, dan
statistika. Data-data penelitian ada yang berupa angka-angka, dan untuk menganalisnya
diperlukan alat komunikasi yang disebut matematika dan statistika. Sekalipun penelitian
kuantitatif yang menggunakan media matematika dan statistika, tidak mungkin
meninggalkan bahasa untuk mengkomunikasikannya. Justru jika kita hitung jumlah
pemakaiannya, bahasa tetap dominan dalam fungsinya sebagai sara penelitian kuantitatif.
Fungsi bahasa dalam ilmu adalah fungsi bahasa yang membawa partisipannya
berkomunikasi terus-menerus dengan referensi/konteks yang dibicarakan. Fungsi ini oleh
Buhler disebut dastellung Roman Jakobson menyebutkan referensial. Ini bukan berati
jika orang sedang berbicara dalam dunia ilmu terlepas sama sekali dengan fungsi yang
lain. Sekalipun dalam dunia ilmu penelitian biasanya masih mempertimbangkan dalam
memilik kata/ungkapan mana yang lebih sopan tidak menyinggung perasaan pembaca.
Tidak semua bahasa dapat digunakan sebagai sarana ilmu. Dalam mendukung
fungsi referensial diperlukan bahasa yang netral, konsisten, berkapasitas memiliki kosa
kata yang memadai, memiliki sistem yang mantap. Bahasa Tetun Portu yang dcanangkan
menjadi bahasa resmi Timor Lese saya kira sangat sulit untuk diangkat menjadi bahasa
ilmiah. Kosa katanya tidak memungkinkan untuk menggambarkan data-dataa berbagai

7
bidang ilmu. Bahkan bahasa Indonesia tahun 50-an masih diragukan untuk dijadikan
bahasa ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi tahun-tahun itu masih menggunakan bahasa
Belanda atau Inggris sebagai bahasa pengantarnya bahasa Jawa yang memiliki kosa kata
cukup meyakinkan dan tata bahasa baku yang cukup kuat tidak bisa dijadikan bahasa
ilmiah karena bahasa tersebut memiliki tingkat kesantunan yang cukup rumit. Faktor
rasa bahasa sangat berpengaruh besar dalam bahasa Jawa, sehingga kenetralan terhadap
fakta maupun analisis data terganggu oleh kesantuan bahasa tersebut.
Setiap ilmuwan pasti menguasai bahasa yang digunakan sangat baik. Jika
penguasaan bahasanya rendah bagaimana pun hebatnya pemikiran ilmiahnya karya yang
dihasilkan menjadi rendah pula. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang gagal dalam
studi di luar negeri karena kemampuan berbahasanya rendah. Kemampuan berbahasa
dapat mendorong ilmuwan untuk terus berkarya dan mengembangkan ilmunya. Bahasa
memiliki daya kreaktivitas. Dan sebaliknya ilmuwan juga ikut dalam mengembangkan
bahasa yang digunakan. Temuan-temuan ilmiah menuntut istilah-istilah spesifik. Dulu
belum ada istilah pembelajaran, laser, spunik, dan sebagainya. Dengan logika ilmuwan
menciptakan istilah yang baku. Ilmuwan tahu bahwa akhiran –an yang dilekatkan pada
verba mendukung arti ‘hasil pekerjaan/tindakan tersebut. Demikianlah diperoleh kata
simpulan bukan kesimpulan karena hasil menyimpulkan. Begitu halnya hendaknya secara
ilmiah dibedakan alaman (‘hasil mengalami’), dan pengalaman ‘proses mengalami atau
‘cara mengalami’, peubah ‘variabel bebas’ ubahan ‘variabel terikat’ dan sebagainya.
Sarana ilmiah ini dalam pendidikan kita merupakan bidang studi tersendiri.
Misalnya di Undana Program Magister Linguistik. Artinya orang memperlajari “sarana
ilmu ini seperti/seakan-akan kita mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita
harus memperhatikan dua hal. Pertama, sarana ilmiah bukan ilmu dalam pengertian
bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan
metode ilmiah. Telah kita ketahui bahwa salah satu karakteristik ilmu adalah
penggunaan berfikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana
berfikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.
Sarana ilmiah menggunakan metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan
penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu untuk mendapatkan

8
pengetahuan yang memungkinkan kita bisa memecahkan masalah kita sehari-hari secara
benar. Dalam hal ini, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu,
pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan pengetahuannya berdasarkan metode
ilmiah. Sarana ilmiah merupakan alat metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara
baik. Fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan
merupakan ilmu tersendiri.
Masalah bahasa menjadi bahan pemikiran yang serius dari para ahli filsafat modern.
Kekacauan dalam falsafah menurut Wittgenstein, disebabkan “kebanyakan dari
pernyataan dan pertanyaaan ahli filsafat timbul dari kegagalan untuk menguasai logika
dari bahasa.” Pengkajian falsafah, termasuk pengkajian ilmu pada dasarnya merupakan
analisis logiko-linguistik. Bagi aliran tertentu, yang bukan aliran analitik, bahasa bukan
saja merupakan alat berfalsafah dan berfikir, namun juga merupakan bahan dasar dan
dalam hal tertentu bahan akhir dari falsafah. Ahli filsafat Henri Begson membedakan
pengetahuan yang bersifat absolut yang didapat tanpa melalui bahasa, dan pengetahuan
yang bersifat relatif yang diperoleh lewat perantaraan bahasa. Pengetahuan yang hakiki
didapat bukan lewat penalaran, melainkan lewat intuisi; tanpa diketahui kita sudah
sampai di sana, dengan kebenaran membukakan pintu, entah dari mana datangnya.
Menurut Whitehead “bahasa di belakang intuisi.”

Penutup
Demikianlah gambaran singkat keterkaitan antara bahasa dan ilmu. Secara singkat
dapat dilogikakan, tanpa bahasa tiada ilmu, tiada berilmu tetap berbahasa. Ilmu memiliki
ketergantungan kepada bahasa sebagai sarananya.

Daftar Pustaka
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1955. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Akarta: Pustka
Rakyat.
Boch, B. G.L. Trager. 1944. Outlie of Liguistic Analyisis. Baltimore: McMacmillan
Depdikbud – UT. 1985. Filsafat Ilmu: Materi Dasar Pendidikan Program Akta V.
Jakarta: Universita Terbuka.
Frawey. 2007. Wikipedia, the free Encyclopedia.
Jujun,S. Sumantri. 1984. Filsafat Ilmu. Jakarta: Gramedia.

9
TUGAS
1. Jelaskan keterkaitan antara bahasa dan ilmu. Mengapa bahasa penting bagi ilmu?
2. Bagaimana proses berpikir yang ilmiah?
3. Bahasa yang asli adalah bunyi ujaran (bahasa lisan). Jelaskan bagaimana peran
bahasa tulis di dalam hidup

BAB II

EJAAN BAHASA INDONESIA

Ejaan pada dasarnya adalah aturan-aturan untuk memvisualisasikan bahasa. Aturan


memvisualisasi bahasa ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu aturan-aturan pemakaian huruf
dan aturan-aturan pemakaian tanda baca atau pungtuasi.
Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan merupakan ejaan fonemik yang berupaya
menggambarkan setiap fonem dengan sebuah huruf. Namun, dengan pertimbangan ekonomis dan
keberterimaan dalam EYD masih didapatkan dua huruf untuk melambangkan sebuah fonem (kh,
ng, ny, dan sy). Selain itu dalam EYD juga terdapat huruf-huruf q, v, x dan z walaupun belum
dapat diperhitungkan sebagai lambang fonem bahasa Indonesia. Kedua huruf itu digunakan
hanya untuk istilah khusus yang tertentu saja, dan digunakan dalam lambang-lambang istilah
ilmu-ilmu eksata (kimia, matematika). Huruf dalam EYD dibedakan atas huruf vokal a, e , i, u,
dan o. Huruf e melambangkan dua fonem, yaitu fonem / e / dan /  /.
Huruf konsonan meliputi b, c, d, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z, huruf
diftong meliputi au, ai, dan oi; gabungan huruf konsonan meliputi kh, ng, ny, dan sy. Bentuk-
bentuk huruf tersebut dibedakan atas huruf besar/kapital dan huruf kecil. Pemakaian huruf besar
dan kecil diatur sedemikian rupa dalam EYD. Selain huruf besar dan huruf kecil dibedakan pula
huruf tegak dan huruf cetak miring. Sealin pemakaian huruf EYD juga mengatur penulisan
lambang bilangan.
EYD mengatur pula pemakaian tanda baca, yang meliputi (1) tanda titik, (2) koma, (3)
titik koma, (4) titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9)
tanda seru, (10) tanda kurung (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal,
(14) tanda garis miring, dan (15) tanda penyingkat (apostrop.

TUGAS

10
Cari dan pelajari pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan dan jawablah
pertanyaan-pertanyaan yang akan dimuat di laman ini besok

BAB III
PEMILIHAN KATA ATAU DIKSI

1. Pendahuluan
Kata merupakan bahan dasar untuk berbahasa pada umumnya dan menulis ilmiah khususnya.
Jika seseorang memiliki penbendaharan kata yang memadai akan memberikan kemungkinkan
kemudahan dalam menuangka idenya. Namun, perlu dicatat di sini bahwa kekayaan
perbendaharaan kata bukan merupakan jaminan keberhasilan seseorang untuk menulis.
Kesulitan yang dihadapi penulis terutama adalah pemilihan kata yang tepat.
Bab ini berisi pembicaraan (1) syarat-syarat pemilihan kata dalam penulisan ilmiah yang
meliputi kelugasan dan ketaksaan makna, ketepatan, kecermatan, dan kehematan; (2) pemilihan
kata-kata utama yang banyak dipakai dalam tulisan ilmiah, (3) pemilihan kata tugas, dan (4)
penggunaan kamus.
Pembicaraan diksi ini tidak bisa dilepaskan dengan aspek-aspek kebahasaan lainnya
dalam menulis ilmiah. Pembicaraan pemilihan kata setidak-tidaknya akan melibatkan dengan
kalimat. Dalam pemilihan kata ini tidak akan dibahas kata-kata lepas, tetapi akan dibahas
pemakaiannya dalam kalimat, Tentu saja juga akan terikat dengan wacana ilmiah yang
dimasukinya. Begitu juga pemilihan kata ini tidak bisa melepaskan diri dari ejaan. Kesalahan
penulisan huruf atau tanda baca akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap
ketepatan pemilihan kata tersebut.
Walaupun dalam bab ini dibahas secara terpadu dengan aspek lain, yang ditekankan di
sini adalah pemilihan kata. Setelah mempelajari bab ini diharapkan pesuluh dapat:
1. menjelaskan persyaratan pemilihan kata dalam menulis ilmiah ;
2. menggunakan kata-kata utama dalam menulis ilmiah;

11
3. menggunakan kata-kata tugas/kata sarana dalam menulis ilmiah;
Untuk mengetahui kemajuan belajar Anda, kerjakanlah soal-soal perlatihan dengan
saksama. Jika Anda menemukan kesulitan selain Anda mendiskusikan dengan teman Anda,
carilah jawabannya melalui kamus. Tentu saja jalan terakhir pemecahan kesulitan Anda
dituntaskan bersama penyuluh pembina bahasa Indonesia

2.1 SYARAT-SYARAT PEMILIHAN KATA DALAM MENULIS ILMIAH


Sebelum dibicarakan syarat-syrat khusus pemilihan kata untuk menulis karya ilmiah, perlu
kiranya disampaikan di sini pertimbangan-pertimbangan umum dalam pemilihan kata. Pateda
menyebutkan ada tujuh kriteria untuk memilih kata dalam berbahasa.
Kriteria pertama, kriteria humanis antropologis. Kata-kata yang dipilih hendaknya
dipertimbangkan persyaratan yang berkaitan dengan kepentingsn menulis, baik berhubungan
dengan kognisi, emosi, maupun konasi. Dalam memilih kata perlu dipertimbangkan siapa yang
membaca atau yang mendengarkan bahasa yang digunakannya. Perlu diingat pula bahwa setiap
manusia perlu dihormati dan dihargai.
Kriteria kedua, yakni kriteria yang bersifat linguistik dan pragmatik. Kata-kata yang
dipilih hendaknya sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang digunakan, dan dapat digunakan
sesuai dengan faktor-faktor penentu.
Kriteria ketiga, yakni kriteria yang bersifat ekonomis. Kata-kata yang dipilih hendaknya
singkat, hemat, tetapi harus cermat dan tepat. Kita hendaknya memilih kata yang paling
sederhana, singkat dan kita hendaknya menggunakan kata sehemat mungkin. Kata-kata penjelas
diupayakan hanya ada jika seandainya kata itu dihapus maknanya menjadi berubah.
Kriteria keempat adalah kriteria yang bersifat psikologis. Kata yang dipilih hendaknya
dipertimbangkan aspek psikologis pembaca atau pendengarnya, nilai rasa kata tersebut efektif
atau tidak efektif.
Kriteria kelima, adalah kriteria sosiologis. Kata-kata yang dipilih hendaknya
dipertimbangkan secermat mungkin, misalnya apakah menimbulkan keresahan masyarakat, efek
permusuhan, kedengkian dan sebagainya. Tentu saja, pertimbangan sosiologis ini dilihat dari
norma-norma sosial, agama, adat-istiadat dalam masyarakat pendukung bahasa yang
dugunakannya. Di Gorontalo kata tele tidak tepat digunakan karena kata ini dalam bahasa di
Gorontalo bermakna ‘alat kelamin perempuan.’
Kriteria keenam adalah kriteria politis. Kata-kata yang dipakai hendaknya dipertim-
bangkan dari aspek politik. Kata gerombolan, oknum, sekarang ini hanya dipakai untuk
pengertian yang negatif, yaitu orang-orang yang terlibat dengan pelanggaran hukum.
Kriteria ketujuh adalah adalah kriteria yang bersifat strategis. Kata-kata yang digu-
nakan hendaknya yang bersifat menguntungkan, menyelamatkan baik bagi diri sendiriamaupum
diri orang lain. Sebagai contoh pemilihan kata strategis sering digunakan oleh penulis
buku/karya ilmiah:
Oleh karena keterbatasan waktu, tenaga dan ….
Ketujuh kriteria ini akan dituangkan secara khusus dalam menentukan pemilihan kata
untuk menulis ilmiah. Syarat-syarat pemilihan kata untuk menulis ilmiah dapat diuraikan pada
bagian berikut.

2.1.1 Kelugasan dan Ketaksaan Makna


Dalam berbahasa sering orang berupaya memilih kata sedemikian rupa untuk menarik perhatian.
Bahasanya sering dibumbui dengan bunga-bunga kata. Dalam bahasa ilmiah hal semacam ini
harus dihindari. Bahasa ilmiah hendaknya menyampaikan segala sesuatu sebagaimanaa adanya
atau secara lugas.
Pemerintah telah menyesuaikan tarif listrik.

12
Kalimat ini tidak menunjukkan sikap ilmiah tetapi lebih berkecenderungan bersifat politis
diplomatis. Pemilihan kata menyesuaikan memberikan kondisi yang tidak lugas karena
kenyataan yang ada sebenarnya menaikan tarif Ketaklugasan karena bermuatan politik dapat
dilihat pula dalam contoh berikut:
Dana JPS telah digulirkan
Indonesia mendapat bantuan dari IMF tiga triliun rupiah.
Buku riwayat hidup Prof. Dr.Eng. B.J. Habibie telah diluncurkan.
Gembong PKI itu telah diamankan.
Kata-kata yang bergaris bawah dalam kalimat-kalimat di atas bermakna tidak lugas. Hal
ini akan terasa jika dibandingkan dengan pemakaian kata-kata di atas dalam makna lugas atau
menggantikan kata di atas dengan kata yang bermakna lugas seperti terlihat dalam kalimat-
kalimat berikut:
Dana JPS telah dibayarkan.
Kelereng itu digulirkan di lantai.
Buku riwayat hidup Prof. Dr.Eng. B.J. Habibie telah diedarkan.
Pasar ini telah diamankan oleh polisi sehingga tidak ada lagi pencopetnya
Gembong PKI itu telah ditembak mati.
Barang-barang itu diluncurkan dari atas truk dengan papan.
Makna kias dalam bahas sehari-hari atau bahasa non ilmiah memang dapat menimbulkan
kesan lebih baik atau lebih menarik karena lebih banyak memberikan sentuhan rasa. Bahasa
ilmiah hendaknya meminimkan sentuhan emosional tersebut, dan hendaknya lebih banyak
memberikan sentuhan kebernalaran dan bersifat faktawi.
Kata jatuh dalam kalimat-kalimat berikut memberikan sentuhan rasa, dan tepat jika
digunakan dalam bahasa sehari-hari atau bahasa non ilmiah.
Nama orang itu jatuh, karena perilaku anaknya.
Hendy jatuh miskin, setelah mendapat musibah kebakaran itu.
Ujiannya jatuh
Harga bawang merah sekarang ini jatuh.
Dalam tulisan ilmiah pemakaian kata jatuh di atas tidak tepat karena tidak bersifat lugas.
Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki menjadi:
Citra orang itu menjadi buruk, karena perilaku anaknya
Hendy menjadi miskin setelah musibah kebakaran itu.
Ujiannya gagal. Ujiannya mendapat nilai rendah.
Harga bawang merah sekarang ini turun sangat rendah.
Harga bawang merah sekarang ini merosot.
Kata-kata yang bermuatan makna kias justru merupakan modal dalam menulis karya
sastra. Karya sastra tidak hanya menggunakan kias untuh lebih banyak memberikan sentuh-an
rasa, tetapi juga unntuk membiarkan karya itu bermakna ganda, atau dapat ditafsirkan ganda
(polyinterpretable). Ketaksaan atau kegandaan makna harus dihindari dalam penulis-an ilmiah;
Kalimat-kalimat berikut ini memiliki makna taksa.
Kaki tangan perusuh itu telah diringkus.
Edy mencintai istrinya, saya juga.
Rapat dilaksanakan di kampus Undana baru.
Ibu guru Nety cantik.
Bandingkan dengan kalimat-kalimat berikut:
Kaki dan tangan perusuh itu telah diborgol.
Orang-orang suruhan perusuh itu telah ditangkap polisi.
Edy mencintai istrinya, saya juga mencintai istri saya
Edy mencitai istri Dony, saya juga mencintai istri Dony.
Edy mencintai istri Edy, saya juga mencintai istri Edy.

13
Rapat dilaksanakan di kampus baru Undana. (yang baru adalah kampusnya).
Rapat dilaksanakan di kampus Undana yang baru. (Berarti ada Undana lama dan Undana
baru).
Ibu guru yang mengajar Nety cantik.
Ibu dari guru yang mengajar Nety cantik.

2.1. 2 Ketepatan.
Ketepatan pemilihan kata tidak hanya menjadi tujuan dalam berbahasa dalam tulisan ilmi-ah.
Setiap kegiatan komunikasi dikehendaki ketepatan ini. Ketepatan pemilihan kata yang
dimaksudkan adalah apa yang dipikirkan oleh penulis terungkap secara tepat dengan kata-kata
yang dipilihnya, dan juga dimengerti oleh pembacanya sebagaimana yang ada dalam pikiran
penulisnya. Oleh karena itu di sini seorang penulis tidak hanya dituntut menganali-sis konsep
yang ada dalam pikirannya dengan kata pilihannya, tetapi juga perlu menganali-sis keberterimaan
yang akan terjadi pada pembacanya. Dalam hal ini Syafi’ie menegaskan bahwa “Kesesuaian
penggunaan kata bukan hanya ketepatkan, tetapi juga menyangkut (1) situasi pembicaraan, (2)
tema yang dibicarakan, (3) tujuan pembicaraan, dan orang yang diajak bicara” (1990:97)
Kata melihat berpadanan dengan kata memandang, mengamati, menyaksikan, me-nonton,
meninjau dan sebagainya. Oleh karena berpadanan, kata-kata itu dapat diposisikan dalam kalimat
yang sepola sebagai berikut:
melihat
mengamati
Banyak orang yang menonton peristiwa itu
menyaksikan
meninjau
Kata-kata itu seakan-akan memiliki makna yang sama. Jika dianalisis secara saksama
sebenarnya memiki perbedaan. Kata melihat lebih berkecenderungan bersifat fisik, yaitu
pengindraan dengan mata. Kata mengamati selain bisa dengan mata juga bisa dengan indra
lain, begitu pula menyaksikan misalnya:
Kami mengamati dengan saksama pidato Gus Dur lewat radio
Kami menyaksikan pidato Gus Dur lewat radio.
Kata mengamati selain perbuatan fisik bisa juga perbuatan nonfisik yang dilakukan
dengan teliti dengan waktu relatif lama (Zulkarnain, 195:40). Dalam kalimat berikut kata itu
digunakan untuk perbuatan nonfisik:
Menteri perindutraian dan perdagangan mengamat-amati perkembangan ekspor
nonmigas.
Dalam kalimat Banyak orang yang menonton peristiwa itu mempunyai makna yang
berbeda. Kata menonton ini juga menggambarkan perbuatan pengindraan dengan mata yang
bersifat untuk menghibur diri. Kata meninjau dalam kalimat di atas mempunyai nuan-sa makna
yang berbeda pula, walaupun juga mengandung makna ‘perbuatan mengidrai de-ngan mata’.
Kata meninjau terkadung proses “mendatangi suatu tempat untuk mengetahui keadaannya, dan
pelakunya biasanya orang yang memiliki wewenang untuk melakukan pe-ninjauan’.
Pemakaian kata-kata dalam deretan kalimat di atas adalah benar, tetapi untuk mengu-ji
ketepatannya harus diketahui pula tema, tujuan wacana yang ditempati kalimat-kalimat di atas.

2.1.3 Kecermatan
Salah satu ciri keilmiahan suatu tulisan adalah kecermatan. Yang dimaksudkan kecermatan di sini
ialah kejelian dalam memilih kata sehingga setiap perbedaan konsep sekecil apa pun perlu
ditandai dengan kosa kata tertenntu.
Sistem pendidikan di sekolah pada waktu yang lalu, menempat siswa selaku objek dan
guru sebagai subjek . Dalam sistem ini guru mengajar siswa belajar. Kondisi ini me-munculkan

14
istilah pengajaran. Dalam pembaruan sistem pendidikan sekarang ini tugas uta-ma guru adalah
sebagai motivator, dan konselor untuk menciptakan kondisi yang menye-babkan siswa belajar,
sehingga tugas guru membelajarkan siswa (“membuat siswa menja-di belajar’). Oleh karena itu,
diperlukan istilah baru yang disebut pembelaran, pembelajar, pebelajar. Terkait dengan hal ini
muncul pula kata pelatihan, perlatihan. Kata perlatihan beroposisi dengan berlatih sedangkan
pelatihan beroposisi dengan melatih. Jadi, perlatih-an dapat diartikan ‘perbuatan berlatih’, dan
pelatihan ‘perbuatan melatih’. Perlu digarisba-wahi kata latihan diartikan ‘hasil berlatih’.
Kalimat-kalimat berikut merupakan kalimat yang perlu diperbaiki:
Di sini akan dibangun gedung tempat latihan TKW
Peserta Diklat sedang sibuk melakukan pelatihan.
Kalimat ini dapat diperbaiki menjadi:
Di sini akan dibangun gedung tempat pelatihan TKW.
Peserta Diklat sedang sibuk melakukan perlatihan.

2.1.4 Kehematan.
Kehematan merupakan tuntutan yang perlu dipenuhi bagi seorang penulis. Kehematan tu-lisan
ilmiah ditandai oleh tidak memungkinkannya ada bagian yang bisa dikurangi. Semua yang ditulis
mendukung ide. Walaupun sebagai penjelas ide utama jika dihilangkan isi tulis-an itu akan
terganggu atau maknanya menjadi lain.
Dalam pemilihan kata perlu juga diperhitungkan aspek kehematan ini. Penulis hen-
daknya mengutamakan kata yang lebih pendek, tetapi tentu saja aspek kelugasan,
ketaksaan, ketepatan, dan kecermatan tidak boleh ditinggalkan.
Kehematan/keekonomisan ini dapat dilihat dalam contoh-contoh berikut ini.
Hemat /ekonomis
Tidak hemat
dapat atau tidak dapatnya sesuatu untuk keberterimaan
diterima.
dapat atau tidak dapatnya sesuatu untuk dibaca keterbacaan (readibility)
dapat atau tidak dapatnya sesuatu untuk keterpelajarian
dipelajari
membuat jadi berlaku. memberlakukan
data yang memenuhi kriteria. data yang sahih, valid.
data yang dapat dipercaya kebenarannya. data yang andal/reabel
keterujian kebenaran data keterandalan data, reabilitas data
cegah dan tangkal cekal
peluru kendali rudal
radio detector and ranging radar
pendidikan dan pelatihan diklat

2.1.5 Kelaziman
Bobot keilmiahan bukan berarti ditentukan tingkat kesulitan kosa kata yang disajikan. Bagaimana
pun tingginya bobot tulisan ilmiah hendaknya tulisan itu dapat dibaca dengan mudah oleh orang
lain sebagaimana penulis menuangkan idenya. Oleh karena itu, penulis karya ilmiah hendaknya
berupaya mencari kata-kata yang sudah lazim. Kelaziman ini bukan berarti menempatkan disiplin
keilmuan pada tataran kedua atau mengabaikan spesialisai keilmuan. Kelaziman pemilihan kata
dalam tulisan ilmiah yang perlu dipertimbangkan antara lain sebagai berikut.

15
 Kata-kata asing dalam bidang ilmu tertentu hendaknya dicari padanannya dalam ba-
hasa Indonesia yang sudah lazim digunakan, atau kata-kata Indonesia lama, atau kata-
kata dalam bahasa daerah, jika dalam bahasa Indonesis dan bahasa da-erah tidak
ditemukan padanannya barulah digunakan kata-kata asing itu sebagai kata serapan,
dengan pengucapan dan penulisan berdasarkan kaidah-kaidah baha-sa Indonesia.
Misalnya: Kita pilih kata berterima untuk menerjemahkan kata aceptable, canggih
untuk menerjemahkan sophisticated. Akan tetapi kita tetap menggunakan kata-kata
asing seperti: radio, televisi, praktikum, praktik, definisi, dan sebagainya, karena kata-
kata itu sulit dicari padanan dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
 Kata-kata serapan bahasa asing (sebagai peristilahan bidang ilmu tertentu) yang sudah
memasyarakat tidak perlu dicari terjemahan ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa
daerah. Misalnya: kita tetap menggunakan istilah frasa walaupun ada yang
menerjemahkan dengan kata puak (puak benda, puak kerja, puak bilangan sebaiknya
frasa benda, frasa kerja, frasa bilangan. Dalam ilmu bahasa telah lama orang
menggunakan istilah serapan diagram pohon, dan ada yang berupaya menggantikan
dengan istilah berbahasa Indonesia rangga). Diagram pohon lebih lazim dan mudah
dikenali. Jadi, kelaziman keilmuan hendak juga mejadi dasar pertimbangan. Kata-kata
yang digunakan dalam tulisan ilmiah hendak sudah terbiasa dipakai secara spesifik di
bidang ilmu yang bersangkutan.
 Pemilihan kata hendaknya dipertimbangkan pula keberterimaan dari sosiokultural.
Kata bertele-tele sebaiknya tidak digunakan karena kata ini memiliki asosiasi yang
negatif di Gorontalo karena dalam bahasa mereka tele ‘alat kelamin perempuan’.

2.2 Penggunaan Kata Utama


2.2.1 Peristilahan Penelitian
Kata-kata dapat dibedakan menjadi dua yaitu kata-kata yang dapat menduduki fungsi utama
kalimat (subjek dan predikat) dan kata-kata yang tidak bisa menduduki fungsi utama kalimat.
Kata-kata kelompok pertama disebut kata utama dan kata-kata kelompok kedua disebut kata
tugas. Kata utama ini dibedakan menjadi empat yaitu nomina (kata benda). verba (kata kerja),
adjetiva (kata sifat), dan numeralia (kata bilangan). Kata tugas dibedakan atas kata sarana benda,
kata sarana kerja, kata sarana sifat, kata sarana bilangan, preposisi, konjungsi, dan kata seru.
Kata-kata utama dalam tulisan ilmiah dapat dibedakan yang berfungsi sebagai kata umum,
dan istilah. Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna
konsep, proses, keadaan atau sifat khas dalam bidang tertentu. Selain istilah perlu pula dibedakan
pula nama-nama ilmiah (tata nama). Tata nama ialah perangkat peraturan penamaan beberapa
cabang ilmu’ seperti biologi, kimia, beserta kumpulan nama yang dihasilkan.
Contoh:
Istilah Nama
anabolisme aldehida
transfer natrium klorida

Berikut ini dibahas peritilahan khusus dalam bidang penelitian pada umumnya:
acak, random: sembarang, percontoh acak (random sampling): suatu teknik pengambilan
contoh dengan cara acak, semua subjek diberlakukan sama dan penetapan pengambilan
dilakukan semabarangan tanpa pilih-pilih.
acuan, rujukan, referensi, buku-buku yang dijadikan sumber; kerangka acuan teori, garis-
garis besar yang dirujuk dari sumber pustaka yang dijadikan dasar teori dalam
penelitian.

16
ancangan, pendekatan (approach): titik tolak berpijak yang berdasarkan konsep-konsep teori
tertentu guna memecahkan masalah.
andal, reabel (reable): dapat dipercaya, memberikan hasil yang sama pada pengujian ulang;
keterandalan, reabilitas: tingkat kepercayaan (data, atau alat pengumpul data). Sebelum
digunakan instrumen penelitian harus diuji keterandalannya terlebih dahulu.
data: bahan atau keterangan yang benar dan nyata yang dijadikan dasar analisis untuk
pemecahan masalah
hipotesis: jawaban sementara terhadap maslah penelitian yang kebenarannya masih perlu diuji
dengan data yang terkumpul. Apabila peneliti telah mendalami serta menetapkan maslah
penelitian dengan saksama, serta menetapkan asumsi lalu menyusun teori sementara yang
kebenarannya masih perlu diuji. Inilah hipotesis.; hipoteses alternatif, hipotesis kerja :
adanya hubungan antara peubah x dan y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok
peubah, biasanya dinyatakan dalam kalimat jika dikenai x, …terjadi y; jika digunakan
pendekatan komunikatif, kemampuan siswa dalam menulis berita berhasil dengan
baik.kalimat hipoteisis kerja lainnya ada perbedaan kemampuan menulis siwa laki-laki
dengan perempuan; hipotesis nol: pernyataan sementara mengenai hubungan dua peubah
yang bersifat kosong biasanya dinyatakan dengan kalimat tidak ada hubungan antara
peubah x dan y).
masalah, (problem): sesuatu yang harus dipecahkan; masalah dalam penelitian timbul sebagai
akibat adanya kesenjangan antara yang ada dan yang seharusnya ada.
percontoh, sampel (sample):sebagian atau wakil dari yang diteliti; penelitian percontoh adalah
penelitian yang menggeneralisasikan hasil penelitian percontoh percontoh acak/sampel
random: percontoh yang diambil secara acak; percontoh berstrata, stratified
sample);percontoh yang diambil dengan memperhitungkan pada strata-strata yang ada,
percontoh wilayah (area probability sample): pengambilan percontoh wakil dari setiap
wilayah populasi; percontoh imbangan, sampel proporsional: percontoh yang diambil
dengan memperhitungkan porsi yang sama pada masing-masing wilayah atau strata;
percontoh bertujuan (purposive sample): sampel yang diambil didasarkan tujuan tertentu
peubah, ubahan, (variable): gejala yang bervariasi yang menyebabkan timbulnya masalah; atau
konsep yang menyebabkan munculnya masalah yang perlu diteliti, misalnya prestasi
belajar, jenis kelamin, jumlah penduduk, dan sebagainya; peubah dibedakan dua peubah
diskrit dan peubah kontinum; peubah diskrit disebut juga peubah nominal atau peubah
kategorik karena hanya dapat dikategorikan 2 kutub “ya” dan “tidak” misalnya :
perempuan, laki-laki, angka keseluruhan sebagai frekuensi; peubah kontinum; dibedakan
menjadi 3 peubah, yaitu peubah yang menunjukkan tingkatan, misalnya pendek, lebih
pendek, paling pendek; peubah interval, yaitu peubah yang mempunyai jarak jika
dibandingkan dengan yang lain, misalnya suhu di luar 33o, suhu di dalam 35o, peubah
ratio:yaitu perbandingan sesamanya, misalnya berat Pak Karto 70 kg, sedangkan anaknya
35 kg, sehingga Pak Karto beratnya dua kali anaknya. Dalam rancangan penelitian
peubah dibedakan fungsinya sebagai peubah bebas dan peubah terikat; peubah bebas
peubah yang mempengaruhi terhadap peubah lain, peubah terikat (ubahan); peubah
yang kena pengaruh dari peubah bebas, peubah kontrol; peubah yang tidak kena
pengaruh peubah bebas, peubah perantara
populasi: keseluruhan subjek penelitian; populasi penelitian ini adalah semua siswa SLTP di
Kota Madya Kupang. Kata ini biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif yang
beroposisi dengan kata percontoh, sampel.Misalnya dalam kalimat Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa SLTP Kodya Kupang, sedangkan percntoh penelitianoI ditetapkan
10% dari besaran populasi.
pustaka, buku-buku, kepustakaan, bibliografi: daftar buku-buku yang digunakan untuk menulis.
(bukan *daftar kepustakaan, melainkan kepustakaan atau daftar pustaka)

17
sahih, valid: memenuhi kriteria; kesahihan , validitas: hal benar atau tidaknya data/instrumen
penelitian berdasarkan kriteria yang digunakan.
sistem: 1.perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk totalitas,
sistem pencernaan makanan, pernafasan; 2. susunan yang teratur berdasarkan teori,
konsep, asas; dalam penelitian/karya ilmiah makna yang kedua ini yang dipakai,
menyistem, sistemik: ‘proses menjadi sistem’, penyisteman, sistematisasi, sistematisir:
‘pengaturan sesuatu berdasarkan sistem tertentu’ penyisteman organisasi kegerejaan dapat
juga diterapkan dalam organisasi lain, bersistem, sistematik, sistematis: ‘memiliki sistem’;
kebersisteman, (systematicallys); hal-ikhwal bersistem, berkesisteman (sys-
tematicness): ‘memiliki ikhwal kesisteman’ tersistem (systematized): ‘sudah disitemkan,
sudah menjadi sistem tindak korupsi di Indonesia sudah tersistem sehingga sulit
diberantas; sistematika: ‘susunan yang bersistem
teori: asas dan hukum umum yang menjadi ilmu pengetahuan; teori heliosentris: teori yang
menyatakan bahwa bumi ini berbentuk bulat serta berputar mengelilingi sum-bunya dan
bersama planet-planet lain beredar mengelilingi matahari; teori atom: teori yang
mengatakan bahwa materi disusun oleh partikel-partikel kecil ialah atom.
tabel, matrik, bagan, skema: kata-kata ini sering dikacaukan penggunaannya; tabel: daftar
informasi data (yang biasanya berupa angka-angka) disusun dalam dalam kolom dan
lajur berdasarkan indikator-indikator tertentu.
canggih (sophyticated) A:pelik, rumit, modern. Peralatan yang canggih peralatan yang mampu
digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang rumit, ruwet, dan pelik
akurasi, kecermatan, ketelitian; akurat A: teliti, cermat, tepat dan benar.

Misalnya: Tabel I Jumlah Pasien yang Berobat ke Rumah Sakit


laki-laki perempuan
balita remaja dewasa lasia balit remaja dewas lasia
a a
Kupang 1000 2000 4000 1500 1200 1100 2300 1600
TTS 750 1200 3750 1200 1000 750 2000 600

matrik: kerangka, daftar informasi data yang disusun dalam lajur dan kolom sehingga dapat
dibaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan.

Matrik 3.10 Klausa Verbal Transitif Reseptif


Kelas FN FV
N V N
Fungsi Subjek Predikat Objek
Peran Pelaku Tindakan Penerima
Contoh
(86) guru mengajari murid
(87) siswa menghadiahi guru
(88) ibu menyusui anak

18
(89) dia menyurati pacar

bagan, skema: kerangka, ringkasan, sesutau atau proses terjadinya sesuatu yang ditampil-kan
dengan gambaran atau denah, atau dihubungkan dengan garis supaya memper-mudah
pemahamannya,
contoh:
Tunggal

Bentuk
majemuk
Kalimat
berita
Pragmatik tanya
perintah

2.2.2 Peristilahan Umum


perian, deskripsi; penggambaran, pelukisan, pencandraan wacana perian, wacana deskritif,
perian: hasil memerikan, hasil medeskripsikan, pemerian: proses/hal
memerikan/menggambarkan.
latihan, perlatihan, pelatihan:
latihan: hasil berlatih/melatih; latihan hari ini sangat bagus.perlatihan: perihal atau
proses berlatih; Kerjakan soal-soal perlatihan. Mahasiswa sedang mengerja-kan tugas-
tugas perlatihan; pelatihan: ‘proses/perihal melatih’ Di sini akan didiri-kan tempat
pelatihan kempo. Pelatihan yang dilakukan seorang pelatih dari Jepang itu bagus sekali.
simpulan, kesimpulan,
Kata-kata ini berasal dari kata kerja simpul. Bentuk ini tidak pernah berdiri sendiri, selain
dalam kelompok kata tali simpul. Dalam pemakaiannya biasa disertai imbuhan gabung me
- kan sehingga menjadi menyimpulkan. Hasil menyimpulkan adalah sim-pulan dan bukan
kesimpulan. Oleh karena itu bagian akhir dari tulisan ilmiah seha-rusnya simpulan bukan
kesimpulan. Begitu pula halnya dengan kata keputusan, kete-tapan secara gramatikal
seharusnya putusan, tetapan jika yang dimaksudkan hasil memutuskan, menetapkan.
rincian, perincian
Bentuk asal kata ini adalah rinci. Bentukan yang dihasilkan dari kata ini di antaranya:
merinci, dirinci, terinci, rincian, perincian. Bentuk-bentuk yang sering terdapat da-lam
tulisan ilmiah *terperinci.* pemerincian, *perincian, diperinci adalah bentuk-bentuk yang
salah, karena bentuk asalnya bukan perinci.
pengalaman, alaman
Bentuk ini berasal dari kata kerja alam. Bentukan yang dapat dihasilkan adalah mengalami,
pengalaman, dialami, pengalam. Bentukan baru yang perlu dimasyara-katkan adalam

19
alaman, dan beralaman. Berdasarkan kaidah morfologi bahasa Indo-nesia untuk
menyatakan hasil pekerjaan dapat dapat ditampilkan dengan akhiran, mi-salnya cucian
“hasil mencuci; iirisan “hasil mengiris, jahitan “hasil menjahit’ Oleh karena itu,
seharusnya ‘hasil mengalami’ alaman bukannya pengamanan. Kata bentukan dengan
imbuhan pe-an biasanya untuk menyatakan proses atau hal apa yang dinyatakan pada
bentuk dasarnya. Pengalaman ‘hal ikhwal/proses mengalami’
persatuan, penyatuan, kesatuan
Kata-kata ini berasal dari kata bilangan satu. Kata persatuan adalah hasil
pembenda-an/nominalisasi kata bersatu, upaya untuk menjadi satu, jadi di sini terdapat
perbeda-an-perbedaan negara persatuan dengan negara federasi, sedangkan penyatuan
no-minalisasi dari kata kerja menyatu.; kesatuan ‘dalam keadaan satu’

2.3 Pemilihan Kata-kata Tugas


Selain kata-kata utama, kata tugas/kata sarana sering menjadi kendala dalam menulis ilmiah.
Kita tahu bahwa kata-kata tugas ini akan memperjelas hubungan atau kejelasan fungsi dan
peran semantik kata utama. Berikut ini akan dibicarakan kata-kata tugas yang sering menjadi
kendala dalam pemilihannya sebagai kata baku yang yang tepat pemakaiannya dalam kalimat.

suatu, dan sesuatu


Kata sesuatu merupakan kata benda/nomina yang bersifat relatif. Contoh pemakaian-nya:
Mereka mencari sesuatu
Segala sesuatu yang diutarakan dalam tulisan ini belum tentu benar.
Kata suatu merupakan kata tugas/kata sarana nomina sehingga hanya bisa hadir da-lam
frasa nominal, atau sebagai pembatas dalam frasa nominal.
Sebagai suatu badan usaha sudah sewajarnya PLN berupaya memperoleh keun-tungan
sebesar-besarnya.
Suatu pendapat di dalam rapat komosi kadang-kadang diperdebatkan hingga tiga jam.
Suatu hal yang mustahil untuk dilaksanakan oleh perusahaan itu untuk menaikkan gaji
200%.
Oleh karena bentuk yang bermiripan ini sering kata sesuatu dan suatu rancu dalam
pemakaiannya.
Kata semua, seluruh, segenap, segala
Kata-kata ini memiliki perbedaan dan persamaan arti. Persamaan arti menyebabkan kata
itu dapat saling dipertukarkan, sedangkan perbedaan arti menyebabkan akata itu tidak
dapat dipertukarkan.
(1) Kata semua bermakna setiap anggota terkenan atau termasuk dalam hitungan,
seperti terlihat dalam contoh berikut.
Semua warga kota diungsikan.

(2) Kata seluruh juga mengandung makna bahwa setiap anggota termasuk dalam
hitungan, tetapi dalam pengertian kekelompokan atau kolektif. Kalimat di atas dapat pula
diubah dengan mengganti semua menajdi seluruh.
Seluruh warga kota diungsikan.
Akan tetapi pada dua kalimat berikut pemakaian kata semua tidak tepat.
Seluruh bangsa Indonesia memperingati hari Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia.

20
Seluruh kota Solo tergenang air.
*Semua bangsa Indonesia memperingat hari Proklasi Kemerdekaan.
*Semua kota Solo tergenang air.
Kata semua dirangkaikan dengan benda yang memiliki jumlah banyak. Sedangkan seluruh
yang ditekankan pada satu kesatuan /satu kelompok dalam jumlah satu. Kata bangsa
Indonesia, dan kota Solo jumlahnya hanya satu sehingga tidak dapat memilih kata sarana
semua untuk mendampinginya.
(3) Kata segala bahwa kata benda/nomina yang mengikutinya beraneka ragam,
dalam jumlah banyak dan dalam keadaan yang berbeda-beda jenisnya/ragamnya. Kata
segala ini ada dapat dipertukarkan dengan semua, seperti terlihat dalam contoh berikut.
(Yang bertanda * adalah bentuk ysng salah)
Di taman itu ditanam segala macam bunga
Segala umat yang hidup memerlukan makanan.
Di kebun binatang ini terdapat segala macam binatang.
*Di taman ini ditanam semua macam bunga .
Semua umat yang hidup memerlukan makanan.
*Di kebun bintang ini terdapat semua macam binatang.
(4) Kata segenap juga menyatakan makna ‘semua’ tetapi dalam pengertian kelengkapan.
Kata ini berasal dari kata genap. Kelompok kata semua bangsa Indonesia dapat
dipertukarkan segenap bangsa Indonesia.

di, pada
*Di waktu senja sinar matahari mulai redup
*Di saat negara sedang dilanda krisis ini hendaknya setiap orang berupaya
mengendalikan diri.
*Kesahihan data sangat bergantung pada kecermatan peneliti dalam mengidentifikasi
fenomena-fenomna yang ada.
Kalimat-kalimat ini tidak baku. Penyimpangan gramatikal yang terjadi dalam kalimat itu
adalah pemakaian kata di dan pada. Kata di tidak dapat dirangkaikan dengan kata-kata yang
menyatakan waktu, tanggal, hari, tahun, pukul, saat, waktu,dan sebagainya. Kata depan yang
dapat dirangkaikan dengan kata-kata semacam itu adalah pada,sehingga kalimat di atas dapat
dibakukan menjadi:
Pada waktu senja sinar matahri mulai redup
Pada saat negara sedang dilanda krisis ini hendaknya setiap orang berupaya
mengendalikan diri.
Kata pada dalam kalimat berikutnya juga tidak tepat pemakaiannya. Kata kerja bergantung
mengandung makna dalam keadaan upaya bergerak, sehingga kata yang tepat untuk kata kerja
yang berawal ber- di atas adalah kata depan kepada, bukan pada.
Kesahihan data sangat bergantung kepada kecermatan peneliti dalam mengidentifikasi
fenomena-fenomna yang ada.
Kalimat berikut lebih tepat memilih pada daripada kepada.
Permasalahan kerusuhan di Maluku dapat atau tidak dapat diselesaikannya sangat
bergantung kepada masyarakat Ambon sendiri.
Kata depan/preposisi kepada membentuk satuan sintaktik dengan nomina menghasilkan
kelompok kata / frasa preposisional. Frasa preposisional yang dibentuknya berfungsi sebagai
pelengkap tujuan. Oleh karena itu, preposisi kepada biasanya bergabung dengan kata benda

21
manusiawi atau kata ganti orang, sedangkan pada tidak bisa bergabung dengan kata ganti.
Bentuk kalimat,
 Hal itu sangat tergantung padamu.
 Tugas itu kami serahkan padamu.
 Aku telah menyampaikan gagasan itu padanya.
Bentuk-bentuk ini tidak baku, sebaiknya diubah menjadi:
Hal itu sangat tergantung kepadamu.
Tugas itu kami serahkan kepadamu.
Aku telah menyampaikan gagasan itu kepadanya

Preposisi pada begabung dengan kata lain berupa nomina. Kelompok kata yang dibentuk
dengan kata pada ini dalam kalimat akan berfungsi menduduki keterangan waktu, atau
keterangan tempat. Preposisi di juga biasa bergabung dengan kata benda tetapi kata benda yang
tidak menyatakan waktu, sehingga preposisi di ini tidak dapat membentuk kelompok kata yang
menduduki fungsi keterangan waktu.
Preposisi di sering terkacaukan pula pemakaiannya dengan preposisi dari atau ke seperti
yang terlihat berikut ini.
Peneliti mengambil data di laboratorium.
Peneliti mengambil data dari laboratorium.
Peneliti mengambil data ke laboratorium.
Ketiga kalimat ini tentu saja hanya ada satu kalimat yang benar. Kata kerja mengambil
memiliki muatan bahwa perbuatan itu merujuk tempat asal benda yang diambil, atau
tempatmyang kemudian ditinggalkan oleh benda yang diambil tersebut. Oleh karena itu benntuk
yang benar adalah Peneliti mengambil data dari laboratorium. Preposisi di berperan sematik
menunjukkan tempat keberadaan sesuatu, sedangkan menunjuk tempat yang dituju, dan dari
‘tempat asal’. Kesalahan pemakaian preposisi terjadi pula pada kalimat-kalimat sepertiberikut.
*Pekerja itu meletakkan sarung tangannya di rak-rak peralatan kerja.
*Masyarakat kota membuang sampah di jalan raya.
*Para tamu telah masuk di ruang sidang.
*Bendahara telah mengambil uang ke bank.
*Alat-alat elektronik ini diimpor di Jepang.
*Buah-buahan segar diekspor di Jepang
Kalimat-kalimta di atas terasa seakan-akan tidak ada kesalahanannya. Jika diperiksa
secara cermat hubungan makna kata kerja dengan preposisi yang mengikutinya kalimat-kalimat
di atas salah. Jika diperbaiki menjadi:
Pekerja itu meletakkan sarung tangannya ke rak-rak peralatan kerja.
Masyarakat kota membuang sampah ke jalan raya.
Para tamu telah masuk ke ruang sidang.
Bendahara telah mengambil uang dari bank.
Alat-alat elektronik ini diimpor dari Jepang.
Buah-buahan segar diekspor ke Jepang

RANGKUMAN
Kelancaran sesorang dalam menulis sangat ditentukan oleh perbedaharaan kata, selain juga
kekayaan anggotanya atau konsep-konsep yang dimiliki penulis yang berkaitan. Jika seseorang
penulis memiliki kekayaan kata yang memadai, dimungkinkan banyak pilihan untuk
mengungkapkan idenya. Proses pemilihan kata mmerupakan salah satu kemampuan yang
dituntut dalam menulis ilmiah.

22
Kata dapat dibedakan atas kata-kata utama, yaitu kata yang mennduduki unsur utama
kalimat; dan kata tugas atau kata sarana yaitu kata-kata yang tidak memiliki makna konseptual
sehingga tidak pernah menduduki fungsi utama kalimat. Kata sarana atau tugas merupakan kata
yang memperjelas hubungan antar kata utama.

DAFTAR PUSTAKA
Akhdiah Sabarti, M.K, , Arsjad Maidar, dan Sakura Ridwan. 1985. Bahasa Indonesia. Jakarta:
Universitas Terbuka.

Moeliono, A.M. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pateda Mansoer, 1995. Kosa Kata dan Pengajarannya. Ende: Nusa Indah
Poerba Hadiwidjoyo,M.M 1993. Kata dan Makna. Bandung: Penerbit ITB Bandung.
Poerba Hadiwidjoyo,M.M dan Santi W Purbo Hadiwidjoyo. Kata dan Istilah Iptek. Bandung:
Penerbit ITB Bandung

Syafi’ie. Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: FPBS IKIP Malang.

23

Anda mungkin juga menyukai