Anda di halaman 1dari 75

Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh

Nahdliyyah

░▒▓█ َ ْ ‫░▒▓█ ِا َ ْلعُلَ َما ُء َو َرثَ ُۃ‬


‫اْل ْن ِب َياء‬
—————————————————————
*BIOGRAFI ULAMA*
=============================
*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*
( _PART 1_ )

*Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib*

*_Al-Imam Sayyidina Husein ash-Shibth.ra_*

Husain bin ‘Alī bin Abī Thālib (Bahasa Arab: ‫( )حسين بن علي بن أبي طالب‬626 – 680) adalah anak kedua
dari sepupu Muhammad saw, Ali bin Abi Thalib yang menikah dengan anak Muhammad saw,
Fatimah az-Zahra. Husain merupakan Imam ketiga bagi kebanyakan sekte Syi'ah, dan Imam
kedua bagi yang lain. Ia dihormati oleh Sunni karena ia merupakan Ahlul Bait. Beliau juga sangat
dihormati kaum Sufi karena menjadi Waliy Mursyid yang ke 2 setelah ayahanda beliau terutama
bagi tarekat Qadiriyyah di seluruh dunia dan tarekat Alawiyyah di Hadramaut.

Ia terbunuh sebagai syahid pada Pertempuran Karbala tahun 680 Masehi. Perayaan
kesyahidannya disebut sebagai Hari Asyura dan pada hari itu kaum Muslim Syi'ah bersedih.

*Kelahiran*

Husain dilahirkan tiga tahun setelah Hijrah ke Madinah (626 M), orang tuanya adalah Ali, sepupu
Muhammad dan orang kepercayaannya, dan Fatimah, putri Muhammad. Husain adalah cucu
kedua Muhammad.

Abdul-Muththalib (lahir 497)


Abdullah (lahir 545)
MUHAMMAD saw (lahir 570)
Ali (lahir 599)
Fatimah (lahir 606)
Hasan (lahir 625)
Husain (lahir 626)

*Cucunda Tercinta, Syahid di Karbala*


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Imam Husein dilahirkan di Madinah, selasa 5 sya’ban 4 H / 584 M; ibunya Sayyidah Fatimah
adalah putri kesayangan Rasulullah SAW; Sedangkan ayahandanya, Ali bin Abi Thalib adalah
seorang tokoh terkemuka di awal dakwah islam. Beliau dibesarkan oleh. Pasangan sejoli yang
menerima asuhan langsung dari Rasulullah SAW. Nama Husein merupakan tasghir
(“pengecilan”) dari nama kakaknya Hasan, yang dua-duanya berarti “bahagia”. Beliau adalah
cucu tersayang Rasullah.

Pernah suatu hari, Rasulullah SAW menunaikan shalat dan sangat lama melakukan sujud. Bukan
hanya karena ingin lebih dekat kepada Allah SWT, melainkan juga karena menjaga agar Husein
dan kakaknya Hasan tidak terjatuh dari punggung beliau. Ketika itu kedua cucunda tengah
bermain-main di punggung kakekanda yang mulia. Sungguh kasih sayang yang luar biasa. Nabi
sangat mencintai kedua cucunda, sehingga kehidupan mereka seperti kehidupan malaikat;
berada dalam naungan Allah SWT. Di masa kanak-kanak, mereka mendapat ucapan-ucapan
wahyu di lingkungan kenabian. Rasulullah SAW memberi mereka pelajaran dan cara hidup islami.
Sementara dari lingkungan kedua orang tua, mengambil suri teladan yang mulia. Dalam
lingkungan yang mulia seperti itulah Hasan dan Husein hidup berdampingan.

Abu Hurairah bercerita : “Rasulullah Saw datang kepada kami bersama ke dua cucu beliau,
Hasan dan Husein. Yang pertama di bahu beliau yang satu, yang ke dua di bahu beliau yang lain.
Sesekali Rasulullah menciumi mereka, sampai berhenti di tempat kami berada. Kemudian beliau
bersabda :

”Barang siapa mencintai keduanya ( Hasan dan Husein ) berarti juga mencintai aku; barang siapa
membenci keduanya berarti juga membenci aku”.

Pada hadits yang lain :

ّ ّ‫ احب‬,‫حسين م ّنى وانا من حسين‬.


‫ حسين سبط من األسباط‬,‫ّللا من احبّ حسينا‬

( ‫) رواه التّرمذى‬

“Husein adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari diri Husein. Semoga Allah swt
mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah salah satu cucu diantara para cucuku”.
( HR. Turmudzi )

‫ ( رواه احمد‬.‫الحسن والحسين ريحنتاي من الدّنيا‬,..)

“Hasan dan Husein adalah dua wewangian saya dari dunia.”


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

( HR. Ahmad, Ibnu Adi, Ibnu Asakir dan Turmudzi )

‫ ( رواه ابو يعلى‬.‫سره ان ينظر الى سيّد شباب اهل الج ّنة فتينظر الى الحسين‬
ّ ‫) من‬

“Barangsiapa yang senang melihat junjungan ( Sayyid ) para penduduk surga, maka hendaklah
ia melihat kepada Husein.”
( HR. Abu Ya’la )

“Ya Allah aku memohokan perlindungan kepadamu untuk Husein dan anak cucunya dari godaan
syetan yang terkutuk.”

“Ahli Baitku yang paling kucintai adalah Hasan dan Husein.”

Pada hari ketujuh kelahiran Sayyidina Husein, Rasulullah SAW menyembelih dua ekor kambing
kibas berwarna putih keabu-abuan sebagai aqiqah. Kemudian beliau memberikan dua paha
kambing itu kepada hadirin, lalu mencukur rambut Husein serta menimbangnya dengan perak.
Selanjutnya perak itu disedekahkan kepada faqir miskin. Lalu beliau mengurapi kepala cucunda
dengan pacar, sebagaimana yang pernah beliau lakukan kepada Sayyidina Hasan.

Sejak kecil Sayyidina Husein sudah menunjukkan bakat sebagai ilmuwan, perajurit dan orang
yang sholeh. Bersama kakaknya, bakat sang adik kian berkembang, selama masa pemerintahan
empat kholifah pertama. Sifat mereka yang luhur mendapat penghargaan dan perhatian yang
besar dari para kholifah.

*Kepribadian Imam Husein*

Sayyidina Husein memiliki beberapa gelar. Yaitu :

- Az-Zaki ( yang suci )

- Ar-Rosyid ( yang cerdik )

- Ath-Thoyyib ( yang baik )

- Al-Wafi ( yang setia )

- As-Sayyid ( yang amat terhormat )

- At-Tabi’Limardlotillah ( yang mengikuti keridloan Allah swt )


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

- As-Sibth ( cucu Rasulullah )

Ulama meriwayatkan bahwa Sayyidina Hasan adalah orang yang paling mirip Rasulullah antara
dada sampai kepalanya; sedangkan Sayyidina Husein adalah orang yang paling mirip dengan
Rasulullah saw antara leher sampai bagian tengah badannya.

Berkali-kali Sayyidina Husein dan Sayyidina Hasan naik di atas punggung Nabi saw, ketika
keduanya sedang bercanda ria bersama beliau. Bahkan seringkali hal itu dilakukan ketika Nabi
saw sedang bersujud di waktu shalat. Maka beliaupun tetap bersujud sampai keduanya turun dari
punggung beliau. Seorang penyair berkata :

“Siapakah di alam semesta ini orang yang bisa mendapatkan punggung Nabi Muhammad seperti
Husein,

Ia berhasil mendapatkannya dengan jalan terpuji. “

Sayyidatuna Fatimah Az-Zahra ketika mengunjungi Rasulullah saw, pada waktu beliau sakit yang
terakhir dengan ditemani oleh putranya Sayyidina Hasan dan Husein. Ia berkata kepada
Rasulullah saw :

“Ya Rasulullah ini adalah kedua putramu, maka berilah warisan keduanya.”

Rasulullah bersabda :
“Adapun Hasan maka ia mewarisi kedermawanan dan kewibawaanku, adapun Husein maka ia
mewarisi keberanian dan keluhuranku.”

( HR. Ibnu Mandah, Thabrani, Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir )

Sayyidina Husein adalah seorang ahli ibadah dan orang yang sangat ta’at, beliau selalu berpuasa
dan berqiyamul lail, dermawan, suka menyambung tali persaudaraan, suka menolong orang yang
minta tolong kepadanya dan tekun menjalankan perintah tuhannya. Beliau adalah seorang yang
sabar menghadapi kesulitan, tabah menerima cobaan, tidak suka marah serta bersedih hati dan
tidak suka merasa cemas serta patah semangat.

Para Ulama meriwayatkan bahwa suatu ketika putra Sayyidina Husein meninggal dunia, namun
beliau tidak merasa sedih. Maka orang-orang bertanya kepadanya tentang hal itu. Beliau
menjawab :
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

“Sesungguhnya kami para Ahli Bait selalu meminta kepada Allah swt, maka Allah swt mamberi
kami. Lalu bilamana Allah swt menghendaki sesuatu yang tidak kami sukai, sedangkan Allah swt
menyukainya, maka kami pun merelakannya.”

=============================
m̲̅ a̲̅ j̲̅ e̲̅ l̲̅ i̲̅ s̲̅ i̲̅ l̲̅ m̲̅ u̲̅ g̲̅ h̲̅ i̲̅ r̲̅ o̲̅ h̲̅ n̲̅ a̲̅ h̲̅ d̲̅ l̲̅ i̲̅ y̲̅ a̲̅ h̲̅

_Sumber : pustakapejaten_

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 2_ )

*Latar Belakang Syahidnya Imam Husein Ra*

Sesungguhnya orang yang mau mempelajari peristiwa yang menyedihkan ini beserta faktor-
faktor pemicunya, tentu akan mengetahui bahwa tangan-tangan bersembunyi yang berlumuran
dengan darah-darah kaum muslimin serta kepala-kepala penghianat yang menjadi biang
perpecahan kaum muslimin, mereka itulah sebenarnya yang telah memicu terjadinya kejahatan
besar ini dan yang telah melakukannya secara keji dan licik. Sebagaimana juga mereka
sebelumnya telah mengatur scenario pembunuhan terhadap Kholifah Utsman bin Affan ra;
setelah mereka berhasil menyebarkan berita-berita bohong dan membuat surat - surat palsu
dengan memakai nama Kholifah Utsman ra, Sayyidina Ali kw serta nama-nama lainnya. Sehingga
pada akhirnya mereka berhasil membunuh Kholoifah Utsman ra yang sedang berpuasa dan
sedang membaca Al-Qur’an. Beliau tidak mau dilindungi oleh seorangpun dari kalangan para
sahabat, agar tidak ada darah seorang muslimpun mengalir gara-gara dirinya.

Dan mereka itulah yang telah menyebabkan terjadinya perang Jamal. Lalu ketika kedua pihak
yang sedang bertikai sudah berdamai berkat usaha Qa’ba bin Amr; maka mereka menyulut
kembali api peperangan di pagi harinya dan mereka membunuh Sayyidina Thalhah bin Ubaidillah,
salah satu dari dari sepuluh orang yang mendapat jaminan surga dari Nabi saw. Padahal
Sayyidina Thalhah ketika itu sedang berusaha meleraikan pihak-pihak yang saling bermusuhan.
Mereka juga membunuh Sayyidina Zubair yang sedang melakukan Shalat sambil berdoa’ kepada
Allah swt agar segera memadamkan api peperangan yang sedang terjadi.

Mereka juga menghasut orang-orang agar membunuh Sayyidatuna Aisyah ra, maka akibatnya
ratusan sahabat terbunuh. Dan mereka juga membunuh Ka’ab bin Sur Al ‘Azdi yang telah
mengangkat mushaf stas perintah Sayyidatuna Aisyah untuk menghentikan peperangan diantara
mereka.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Demikian juga provokasi keji yang telah berhasil memicu terjadinya perang Shiffin, mereka
menghalangi sampainya berita-berita dan orang-orang yang berusaha menciptakan hubungan
damai.

Setelah berakhirnya peperangan serta diterimanya Tahkim dan setelah terbunuhnya beribu-ribu
nyawa para sahabat dan Tabi’in, maka terlihatlah persekongkolan para dalang terjadinya
kekacauan ini. Mereka adalah komplotan Abdullah bin Saba’ seorang pendeta besar yahudi dari
Yaman yang masuk islam dengan tujuan menhancurkan islam dari dalam. Pada mulanya ia benci
kepada Kholifah Utsman bin Affan ra dan berusaha meruntuhkannya serta menggantikannya
dengan Sayyidina Ali kaw. Dengan kelicikannya dan provokasinya, usahanya berhasil mendapat
respon di kota-kota besar ketika seperti kota Madinah dan Basrah. Kemudian dia pergi ke Mesir,
Kufah dan Damsyik serta beberapa kota lain untuk menyebarkan propaganda tentang kemulyaan
Sayyidina Ali kw dan menghasut orang-orang agar tidak simpati kepada Kholifah Utsman bin
Affan ra.

Abdullah bin Saba’ sangat berlebihan dalam mengagungkan Sayyidina Ali kw, bahkan berani
membuat hadits-hadits pasu untuk menjatuhkan Kholifah Utsman ra dan menghinakan Sayyidina
Abu Bakar Ash Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khottob ra. Diantara ajaran Abdullah bin Saba’
adalah :

1. Al-Wishoyah : Wasiat. Nabi Muhammad saw berwasiat supaya yang menjadi kholifa sesudah
beliau wafat adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Dan mereka memberi gelar Sayyidina Ali “Al-
Washyi”, yakni orang yang diberi wasiat.

2. Ar-Roj’ah : kembali. Ia mengajarkan bahwa Nabi Muhammad saw tidak boleh kalah dari Nabi
Isa as. Kalau Nabi Isa as akan kembali di akhir zaman, maka Sayyidina Ali kw akan kembali di
akhir zaman untuk menegakkan keadilan. Ia mengajarkan bahwa Sayyidina Ali kw tidak mati
terbunuh, beliau akan kembali lagi. Ibnu Hazm, seorang ahli tarikh mengatakan bahwa Abdullah
bin Saba’ mengabarkan bahwa Sayyidina Ali belum mati tetapi masih bersembunyi dan akan
kembali di akhir zaman. Ajaran ini dibawanya dari kepercayaan kaumyahudi yang mengatakan
bahwa Nabi Ilyas juga belum mati. Ajaran inilah yang kemudian menjadi kepercayaan orang
Syi’ah, bahwa imannya yang terakhir belum mati, sekarang masih bersembunyi dan pada akhir
zaman nanti akan kembali untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

3. Ilahiyah : ketuhanan. Ajaran ini mengatakan bahwa pada diri Sayyidina ali kw, bersamayam
unsur-unsur ketuhanan. Olek karena itu beliau mengetahui segala yang ghaib ( kasyaf ). Abdullah
bin Saba’ mengangkat Sayyidina Ali kepada kedudukan Tuhan.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Seorang Ulama dan pengarang dari kalangan Syi’ah Mu’tazilah bernama Ibnu Abil Hadid
mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ ini adalah seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam yang
mengobarkan Syia’ah Sabaiyah. Diantara pemuka Syi’ah Sabaiyah ini terdapat seorang bernama
Muqiroh bin Said yang memfatwakan bahwa Dzat Tuhan bersemayam pada tubuh Sayyidina Ali
kw. Seorang lagi yang bernama Ishak bin Zaid yang memfatwakan bahwa orang-orang yang
sudah sampai pada derajat yang tinggi, sudah habis taklif baginya, yaitu sudah tidak lagi wajib
sholat, puasa dan berbagai kewajiban lainnya.

Nasib Abdullah bin Saba’ pada akhir hayatnya menjadi orang buangan, yang dibuang oleh
Sayyidina Ali kw stelah beliau menjadi Kholifah keempat, beliau marah karena dia membuat fitnah
atas diri beliau, dia akhirnya dibuang ke daerah Madain.

Kelompok Abdullah bin Saba’ ini terpisah menjadi 2 ( dua ) kelompok besar, yaitu :

1. Kelompok yang menyatakan bahwa sesungguhnya Sayyidina Ali kw adalah Allah sendiri yang
menciptakan segala sesuatu dan memberi rizki. Dalam hal ini, Sayyidina Ali kw mengajak mereka
berdialog, namun mereka ternyata bersikeras mempertahankan pendapatnya. Maka akhirnya
Sayyidina Ali kw membakar orang– orang yang diketahui dari golongan mereka dengan api.
Kemudian golongan mereka berkata : “Seandainya Ali bukan Allah itu sendiri tentu ia tidak
membakar mereka dengan api. Karena sesungguhnya tidak akan melakukan pembakaran
dengan api kecuali tuhan.” Mereka berkeyakinan bahwa Ali akan menghidupkan mereka, setelah
ia membunuh mereka. Mereka inilah orang-orang yang membawa kepercayaan bahwa tuhan
melakukan penitisan kepada makhluknya ( Hulul ) beserta cabang-cabang kepercayaan ini
meliputi faham-faham yang sesat.

2. Kelompok yang memberontak terhadap Sayyidina Ali kw setelah terjadinya perang Shiffin.
Mereka juga menuduh Ali Kafir, karena beliau telah menghentikan peperangan dan menyetujui
Tahkim dengan kitabullah dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi Sayyidina Ali kw dan
Muawiyah ra. Sebagian dari mereka juga ada yang mengkafirkan ketiga orang Khalifah sebelum
Sayyidina Ali. Mereka ini telah membunuh seorang Tabi’in besar yang bernama Abdullah bin
Khobbab ra dan istrinya, karena ia memuji keempat Khulafaur Rasyidin. Kemudian ketika
Sayyidina Ali kw meminta agar mereka menyerahkan para pembunuhnya, mereka menolak
sambil berkata: “Kami semua ikut membunuh mereka dan kami semua menganggap halal
terhadap darah-darah kalian dan darah-darah mereka semua.”

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 3_ )

*Gugur Syahidnya Sayyidina Husein ra*


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Ketika Muawiyah memberontak, kekholifahan islam terbagi dua : satu di pimpin Imam Ali, lainnya
dibawah Muawiyah. Muawiyah adalah famili Kholifah Usman bin Affan, yang sebelumnya
menjabat gubernur Damaskus. Ia, sebagaimana keluarga Sayyidina Utsman yang lain,
mencurigai Sayyidina Ali terlibat komplotan pembunuh Kholifah Ustman.

Ketika Imam Ali syahid terbunuh, terbukalah peluang bagi Muawiyah untuk menuju jenjang
kekuasaan. Demi keutuhan umat islam, Imam Hasan yang menggantikan ayahandanya,
berkompromi atau lebih tepat mengalah, dengan menyerahkan kekuasaan kepada kepada
Muawiyah. Tapi belakangan Imam Hasan justru diracun hingga wafat pada tahun 50 H / 630 M;
beliau meninggal setelah diracun istri mudanya sendiri, Ja’dah binti Al-As’as, atas hasutan
kelompok Muawiyah, dengan janji akan mendapat hadiah 100.000 dirham.

Ketika itulah banyak kalangan mendesak Imam Husein agar memberontak terhadap Kholifah
Muawiyah. Tapi, beliau hanya menjawab pendek,

“selama Muawiyah masih hidup, tak ada yang bisa diperbuat, karena begitu kuatnya kholifah itu.”

Di lain pihak, Muawiyah tak terlalu khawatir mendengar isu pemberontakan tersebut dari
Gubernur Hijaz, Marwan bin Hakam. Ia bahkan minta Marwan mendekati Imam Husein secara
baik-baik.

Pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya sebagai kholifah; Muawiyah merobohkan sendi-sendi


demokrasi. Mengikuti saran Mughira, gubernur Basrah, ia mengangkat Yazid sebagai
penggantinya. Dengan pengangkatan ini, demokrasi dalam islam menjadi monarki, karena Yazid
tiada lain anak Muawiyah. Tindakan itu juga melanggar perjanjian dengan Imam Hasan bahwa
pengangkatan kholifah harus melalui pemilihan yang demokratis.

“Dua orang telah menimbulkan kekacauan di kalangan kaum muslimin : Amr bin Ash, yang
menyarankan Muawiyah mengangkat Al qur’an di ujung lembing, ketika hendak berunding
dengan Imam Ali; dan Mughira, yang menyarankan agar Muawiyah mengangkat Yazid sebagai
kholifah. Jika tidak, tentulah akan terbentuk sebuah dewan Pemilihan”.

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 4_ )

*Kata Imam Hasan dari Basrah*


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Yazid naik tahta pada bulan April 683 M ( Muawiyah wafat tahun 60 H ). para sejarawan menilai,
Yazid ini tidak layak diangkat sebagai kholifah. Bukan hanya terlalu mementingkan kehidupan
duniawi, tapi juga karena dia tidak terlalu dekat dengan ulama. Namun dengan licik, ia berusaha
memperkuat kekuasaan dengan cara minta sumpah setia dari para ulama, termasuk Imam
Husein, yang mewarisi keshalehan dan kesatriaan ayahandanya, Imam Ali, tidak mudah dipaksa
atau dibujuk dengan berbagai hadiah. Secara bersama, tiga sahabat yang cukup berpengaruh,
yaitu Abdullah bin Umar, Abdurrahman bin Abu Bakar dan Abdullah bin Zubair, terang-terangan
menolak Yazid.

Melalui walid bin Utba, gubernur Madinah, Yazid memerintahkannya agar menyuruh seluruh
penduduk Madinah untuk membai’at Yazid. Mereka yang menolak pembai’atan Yazid, termasuk
Sayyidina Husein menyingkir ke Makkah. Selama menetap di Makkah, Sayyidina Husein
menerima kiriman surat-surat dari penduduk Kufah serta utusan-utusan mereka. Para utusan ini
meminta kepada Sayyidina Husein agar beliau bersedia datang ke Kufah untuk menerima bai’at
dari mereka. Karena itulah Sayyidina Husein bermaksud mendatangi mereka; tapi Sayyidina
Abdullah bin Abbas dan Abdullah in Umar menasehati beliau agar tidak mendatangi mereka,
karena keduanya telah mengetahui sikap orang-orang Kufah dan sebagian orang Iraq yang suka
berkhianat. Namun Sayyidina Husein ra berbaik sangka kepada orang-orang yang berkirim surat
kepadanya, maka beliau tetap ingin mendatangi penduduk Kufah.

Kemudian berangkatlah Sayyidina Husein dari Makkah menuju Kufah pada hari Tarwiyah, namun
sebelumnya sepupunya yang bernama Muslim bin Aqil bin Abi Thalib telah berangkat lebih
dahulu. Akhirnya Sayyidina Husein dibai’at oleh orang-orang Kufah sebanyak 12.000.orang.
Akan tetapi tidak berapa lama kemudian, mereka bercerai berai meninggalkan Sayyidina HUsein
ketika tindakan mereka ini diketahui oleh Ubaidillah bin Ziyad, penguasa Kufah yang menjadi
bawahan Yazid bin Muawiyah. Ubaidillah kemudian menangkap Muslim bin Aqil dan
membunuhnya.

Berita terbunuhnya Muslim ini terdengar oleh Sayyidina Husein, ketika beliau sampai di dekat
Qadisiyah. Maka saudara-saudara Muslim berkata :

“Kita tidak akan kembali, sehingga kita menuntut balas terhadap kematian saudara kita Muslim
bin Aqil atau lebih kita terbunuh.”

Lalu Sayyidina Husein berkata “

“Tidak ada lagi keuntungan hidup sepeninggal kalian.”


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Dan Sayyidina Husein memberitahu kepada orang-orang yang menyertainya tentang peristiwa
yang telah terjadi serta beliau mengumumkan bahwa barangsiapa yang ingin pergi, maka
hendaklah ia segera pergi. Maka mereka segera memisahkan diri, sehingga Sayyidina Husein
hanya ditemani oleh sahabat-sahabatnya yang dating bersama dengan dirinya dari Makkah.
Mereka berjumlah 70 orang, diantaranya terdapat 30 orang berkuda. Ketika itu Ubaidillah bin
Ziyad telah mengirimkan komandan pasukannya yang bernama Hushoin bin Tamin At-Tamimi
disertai pasukan berkuda.

Hushoin berhenti di Qadisiyah dan mengatur pasukan kudanya untuk mencegah Sayyidina
Husein agar tidak bergerak kemana-mana. Demikian halnya Ubaidillah bin Ziyad juga mengirim
1000 orang pasukan berkuda yang dipimpin oleh Hur bin Yazid At-Tamimi untuk menghadang
Sayyidina Husein ra agar tidak pulang meninggalkan tempatnya. Maka merekapun dapat
menyusul Sayyidina Husein dan mereka berhenti dihadapannya. Peristiwa ini terjadi tengah hari.
Sayyidina Husein kemudian tampil berbicara kepada mereka :

“Wahai para manusia, ketahuilah bahwa ini adalah alasan saya kepada Allah swt dan kepada
kalian, sesungguhnya saya tidak akan mendatangi kalian seandainya surat-surat kalian dan
orang-orang utusan kalian dating ke tempat saya. Mereka telah menyatakan : Hendaklah anda
datang ke tempat kami, karena kami tidak mempunyai Imam. Semoga lewat diri anda Allah swt
menyatukan kami di atas petunjuknya. Dan saya sekarang telah mendatangi kalian, karena itu
bila kalian mau menepati janji-janji kalian yang saya percayai kepada saya, maka saya bersedia
datang ke kota kalian. Dan bilamana kalian merasa tidak senang terhadap kedatangan saya ini,
maka saya siap kembali ke tempat asal mula kedatangan saya.”

Mereka terdiam. Mendengar pernyataan Imam Husein, Hur bin Yazid ragu. Nuraninya ingin
membela Imam Husein, tapi ia bimbang, mengingat kekuatan pasukan Ubaidillah bin Ziyad di
Iraq. Apalagi ia juga diperintahkan Gubernur Kufah Ubaidillah bin Ziyad, untuk menggiring Imam
Husein ke Karbala, sekitar 25 mil di timur laut Kufah.

Kemudian salah seorang dari pihak Sayyidina Husein mengumandangkan adzan, lalu
dilaksanakan sholat dzuhur. Maka Hur bin Yazid ikut sholat bersama Sayyidina Husein.
Kemudian Hur kembali ke tempatnya semula. Ketika Sayyidina Husein juga melaksanakan Sholat
‘Ashar. Kemudian beliau mendatangi mereka sambil berkata :

“Bila kalian semua bertaqwa kepada Allah swt serta mengetahui haq seseorang, tentu hal itu
lebih membuat Allah swt ridho. Kami para Ahli Bait adalah lebih utama untuk memimpin masalah
ini daripada mereka-mereka yang berjalan dengan sikap arogannya dan kedzolimannya. Karena
itu, jika kalian merasa tidak senang kepada kami dan kalian bersikap masa bodoh terhadap haq
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

kami serta pendapat kalian sudah tidak lagi seperti yang pernah dibawa oleh surat-surat dan
orang-orang utusan kalian kepada saya, maka saya siap pergi meninggalkan kalian!”

Kemudian Sayyidina Husein mengeluarkan dua wadah yang penuh berisi lembaran-lembaran
surat, lalu ia sebar di hadapan mereka. Kemudian Hur bin Yazid at Tamimi berkata :

Sesungguhnya kami telah mendapat perintah bila kami sudah bertemu anda agar kami tidak
meninggalkan Anda, sehingga kami dapat membawa Anda dating ke Kufah untuk menghadap
Ubaidillah bin Ziyad.

Ketika itu Sayyidina Husein mengetahui adanya suatu tipu muslihat serta kebohongan yang
besar. Lalu beliau mengajukan tawaran kepada Umar bin Sa’ad selaku panglima pasukan
Ubaidillah bin Ziyad, agar Umar membiarkan Sayyidina Husein kembali ke tempat asalnya atau
mereka membiarkan Sayyidina melakukan jihad di jalan Allah swt atau mereka bersedia
membawa Sayyidina Husein pergi menghadap Yazid bin Muawiyah di Damaskus.

Mereka menolak tawaran Sayyidina Husein ini, kecuali jika Sayyidina Husein bersedia tunduk di
bawah perintah Ubaidillah bin Ziyad. Dan tawaran inipun ditolak mentah-mentah oleh Sayyidina
Husein ra, karena tidaklah pantas bagi seorang cucu Rasulullah saw serta putra dari seorang
Kholifah, untuk menyerahkan diri begitu saja. Beliau bertekad untuk siap perang dengan berijtihad
serta berkeyakinan bahwa dirinya sedang berada di atas kebenaran dan sesungguhnya mereka
berdiri di atas kebatilan. Kemudian Sayyidina Husein ra berkata :

“Kami telah ditelantarkan oleh para pengikut kami, karena itu barangsiapa diantara kalian yang
ingin pergi (meninggalkan kelompok kami ), maka hendaklah ia pergi tanpa ada yang
mempersalahkan dan tanpa mendapat kecaman dari pihak kami.”

Maka kebanyakan dari para pengikutnya memisahkan diri dari Sayyidina Husein, sampai
akhirnya Sayyidina Husein hanya ditemani oleh keluarganya sendiri dan sahabat-sahabatnya
yang datang dari Makkah bersama dirinya. Sayyidina Husein tidak ingin mereka berpihak kepada
dirinya, kecuali bila mereka mengetahui terlebih dahulu terhadap apa yang akan mereka hadapi.
Sebenarnya Sayyidina Husein telah menyadari, jika beliau menjelaskan permasalahan yang
beliau hadapi kepada mereka, tentu beliau tidak akan ditemani selain oleh orang-orang yang
benar-benar setia menyertai dirinya untuk menghadapi kematian bersama-sama.

Sayyidina Husein hanya ditemani oleh 70 orang laki-laki termasuk para pengikutnya dari
kalangan Ahli Bait. Sedangkan sebagian orang-orang yang menyertainya dari golongan mereka
yang menginginkan terjadinya kekacauan sudah menggabungkan diri ke dalam pasukan
Ubaidillah bin Ziyad, agar diri mereka selamat dari ancaman maut di depan mata mereka.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 5_ )

Ketika Sayyidina Husein bersama para sahabatnya ingin berangkat menuju ke tempat asal
mereka, mereka dihalangi oleh Hur; dan ia berkata kepada Sayyidina Husein :

“Saya ingin membawa pergi anda menghadap Ubaidillah bin Ziyad. Saya diperintahkan agar tidak
meninggalkan anda, sehingga saya dapat membawa dating ke Kufah. Karena itu, untuk
sementara waktu ambillah jalan yang tidak membawamu masuk ke Kufah. Dan janganlah anda
menuju Madinah, sehingga saya berkirim surat dahulu kepada Ubaidillah bin Ziyad, sementara
anda berkirim surat kepada Yazid selaku atasan Ubaidillah bin Ziyad. Maka dengan cara ini,
mudah-mudahan Allah swt memberikan jalan keluar yang dapat memberikan anugerah
keselamatan dari cobaan yang menimpa saya berupa keterlibatan saya dengan urusan anda.”

Maka Sayyidina Husein bergerak meninggalkan jalan Qadisiyah, sedangkan Hur mengiringinya
untuk mencegah Sayyidina Husein agar tidak terus pulang.

Ketika telah tiba hari jum’at tanggal 3 Muharram tahun 61 h, datanglah Umar bin Sa’ad bin Abi
Waqas dari Kufah dengan diiringi 4.000 orang pasukan berkuda. Pasukan ini kebanyakan terdiri
dari orang-orang yang pernah berkirim surat kepada Sayyidina Husein ra dan orang-orang yang
pernah membai’atnya. Kemudian Umar menyuruh seorang utusan kepada Sayyidina Husein ra,
agar menanyakan kepada Sayyidina Husein tentang alasannya yang telah membawanya kemari,
lalu Sayyidina Husein berkata :

“Orang-orang kota kalian telah berkirim surat kepada saya agar dating ke tempat mereka, maka
saya melakukannya. Jika kalian tidak senang terhadap hal itu, maka sesungguhnya saya siap
pergi dari tempat kalian.”

Kemudian Umar bin Sa’ad melaporkan hal itu kepada Ubaidillah bin Ziyad; lalu Ubaidillah bin
Ziyad mengirim perintah kepada Umar agar ia memberikan tawaran kepada Sayyidina Husein
untuk bersedia membai’at Yazid; jika Sayyidina Husein mau melakukannya, maka kami akan
menentukan sikap kami terhadap terhadap Sayyidina Husein. Namun jika ia tidak bersedia, maka
halangilah Sayyidina beserta para pengikutnya dari tempat air. Karena Sayyidina Husein menolak
membai’at Yazid, maka mereka menghalangi beliau beserta pengikutnya dari tempat air. Selama
4 hari ( 7-10 Muharram ) rombongan Imam Husein kehausan. Itulah awal kesengsaraan
keturunan mulia Rasulullah SAW. Sampai-sampai hal itu membuat Hur bin Yazid, salah seorang
komando pasukan Yazid terharu. Pada tanggal 10 Muharram 61 H / 641 M, ia menyaksikan Imam
Husein yang sangat sengsara, lunglai, kehausan dan kelaparan.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Umar bin Sa’ad dan Sayyidina Husein berkali-kali mengadakan perundingan, lalu Umar
mengirimkan laporan kepada Ubaidillah bin Ziyad yang berbunyi :

“Perlu diketahui bahwa sesungguhnya Allah swt telah memadamkan api kekacauan dan
menyatukan semua pandangan. Husein telah memberikan pernyataan kepada saya yaitu ia akan
kembali ke tempat asal mula kedatangannya atau anda membiarkan ia mengambil posisi dilokasi
tapal batas ( siap tempur ) atau ia boleh mendatangi Yazid untuk mengadakan perdamaian
dengannya. Dalam hal ini tentu akan membawa kepuasan bagi anda dan membawa
kemaslahatan umat.”

Kemudian Ubaidillah bin Ziyad menyuruh Syamir bin Dzil Jausyan untuk dating kepada Umar
dengan membawa surat yang isinya meminta Husein agar tunduk di bawah perintah Ubaidillah
bin Ziyad dan memerintahkan agar Umar membawa Husein beserta para pengikutnya untuk
menghadap Ubaidillah bin Ziyad; bila Husein menolak maka ia harus diperangi. Selain itu,
Ubaidillah bin Ziyad telah berkata kepada Syamir :

“jika Umar bin Sa’ad mau melakukan apa yang kuperintahkan, maka dengarkanlah perintahnya;
namun jika ia membangkang maka engkau mengambil alih kepemimpinannya dan tebaslah leher
Umar.”

Ubaidillah bin Ziyad di dalam suratnya juga berkata kepada Umar bin Sa’ad :

“Sesungguhnya saya tidak pernah mengirimkan kamu kepada Husein, agar kamu
membiarkannya dan tidak pula supaya kamu memberinya harapan serta memperpanjang
kesempatannya dan tidak pula supaya kamu berlutut dihadapanku guna memintakan pertolongan
untuknya. Perhatikanlah, jika Husein bersama para pengikutnya bersedia tunduk di bawah
perintah, maka hadapkanlah mereka kepadaku, lalu jika mereka menolak maka seranglah
mereka sehingga kamu dapat membunuh mereka semuanya dan cacahlah tubuh-tubuh mereka,
karena sesungguhnya mereka telah berhak menerima hal itu. Kemudian jika Husein telah berhasil
dibunuh, maka injaklah dada dan punggungnya dengan kuda-kuda kalian karena sesungguhnya
ia adalah seorang yang melakukan tindakan makar, seorang pemberontak, perampok dan orang
dzolim. Jika kamu ( Umar ) sanggup melaksanakan perintahkami, maka kami pasti akan
memberimu balasan sebagai orang yang menta’ati perintah dan jika kamu membangkang, maka
tinggalkanlah pasukan kami serta serahkanlah urusan ini kepada Syamir dan pasukan kami.”

Ketika surat perintah ini diterima Umar bin Sa’ad, maka ia segera memberi komando kepada
pasukannya agar segera mempersiapkan diri. Peristiwa ini terjadi setelah ashar. Dan Umar
memberitahukan kepada Sayyidina Husein tentang isi surat perintah dari Ubaidillah bin Ziyad;
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

kemudian Husein meminta penundaan kepada mereka sampai besok pagi. Ketika malam telah
tiba, maka Sayyidina Husein bersama-sama dengan para sahabatnya menjalankan Qiyamul lail
semalam penuh, mereka melakukan Shalat serta beristighfar, berdoa’ dan bertadlarru’ kepada
Allah swt. Kemudian ketika Umar bin Sa’ad telah menjalankan shalat subuh pada hari sabtu (
riwayat lain hari Jum’at, hari Asyura 10 muharam ) maka ia mulai melangsungkan peperangan
dan mengepung Sayyidina Husein dari semua penjuru. Sayyidina Husein berseru :

“Wahai orang-orang Kufah, saya tidak pernah melihat manusia lebih berkhianat daripada kalian
semua; sungguh jelek kalian dan sungguh celaka sekali, binasalah
kalian……….binasalah……kalian telah berteriak-teriak kepada kami, lalu kamipun mendatangi
kalian, lalu kalian cepat-cepat membai’at kami secepat lalat dan ketika kami telah berada di
tempat kalian, maka kalian langsung bertebaran menjauhkan diri seperti laron-laron yang
berhamburan. Kalian menghadapi kami dengan hunusan pedang layaknya musuh-musuh kami
yang tidak pernah menyebarkan keadilan kepada kalian, padahal tidak ada dosa yang kami
perbuat kepada diri kalian, ingatlah….laknat Allah swt pasti menimpa orang-orang yang dzolim.”

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 6_ )

Kemudian Sayyidina Husein ra menyerang mereka dan peperangan ini berlangsung sampai
dhuhur; lalu Sayyidina Husein menjalankan shalat. Kemudian setelah sholat dhuhur, beliau
kembali berperang, sedangkan kebanyakan dari para pengikutnya sudah habis terbunuh. satu
demi satu; sahabat, saudara, sepupu, kemenakan Imam Husein wafat sebagai Syuhada dengan
tubuh tertancap panah. Yang mula-mula gugur ialah : Ali Akbar bin Imam Husein, Abdullah bin
Ja’far, Kasim bin Husein, seorang anak Muslim bin Aqil dan kemenakan Imam Husein.

Yazid bin Harits bertempur membela Sayyidina Husein sampai ia terbunuh. Hur bin Ziyad di pihak
pasukan Umar bi Sa’ad akhirnya membelot dan membela Sayyidina Husein, sambil berseru :

“Wahai putra Rasulullah sw, saya adalah orang yang pertama kali bertempur melawan kalian dan
sekarang ini saya berada di pihakmu, mudah-mudahan saya bisa mendapatkan syafaat dari
kakekmu.”

Lalu ia berperang mati-matian membela Sayyidina Husein sampai ia terbunuh dan akhirnya
tinggallah Sayyidina Husein bersama bayinya, Ali Al Asghar. Suatu saat Ali Asghar berteriak-
teriak kehausan minta minum. Sambil menggendong anaknya, Imam Husein mendekati lawan,
lalu menyampaikan nasehat. Pasukan Yazid bukannya memberikan seteguk air, mereka justru
memanah sang bayi yang tak berdosa itu, sehingga mati syahid seketika. Dengan perasaan
campur aduk, sedih dan marah, Imam Husein menggendong Asghar yang berdarah-darah ke
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

pangkuan ibunya, Syahr Banu. Ketika itulah beliau tahu, ajalnya menjelang. beliau berperang
melawan mereka sampai mereka berhasil melemahkan beliau dengan luka-luka yang banyak
dan beliau merasa sangat kehausan, sehingga jatuh ke tanah, lalu seorang laki-laki dari Kindah
menyerangnya dengan pedang tepat mengenai kepalanya, maka hal ini membuat darahnya
mengalir; kemudian Sayyidina Husein mengambil darah di kepalanya, lalu beliau tuangkan ke
tanah sambil berkata :

“Ya Allah bilamana engkau telah menahan pertolonganmu dari langit kepada kami, maka
jadikanlah hal itu untuk sesuatu yang terbaik buat kami dan balaslah mereka-mereka yang dzolim
ini.”

Sayyidina HUsein merasa haus luar biasa, lalu ia mendekati tempat air untuk minum, tapi Hushain
bin Tamim langsung menyerangnya dengan anak panah tepat mengenai mulut Sayyidina Husein,
maka Sayyidina Husein berkata :

“Ya Allah bunuhlah Hushain dengan kehausan.”

( Al Allamah Al Juhri berkata : akhirnya Hushain bin Thamim menerima balasan azab berupa rasa
panas di dalam perutnya dan rasa kedinginan di punggungnya; sehingga didepannya harus
diletakkan es dan kipas, sedangkan di belakang tubuhnya dipasang tempat perapian. Ia menjerit-
jerit rasa panas, haus dan dingin. Jika ia minum, tetap tidak merasakan kesegaran/hilang
hausnya, walau minum banyak. Hal itu mengakibatkan perutnya menjadi besar dan ia mati
setelah beberapa hari wafatnya Sayyidina Husein )

Ketika Sayyidina Husein ra merasa tubuhnya lemah sekali dan tidak mampu bangkit lagi,
dikarenakan luka-luka yang banyak, maka beliau memanjatkan doa’ kepadaAllah swt :

Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepadamu terhadap perlakuan yang diberikan kepada
cucu Nabi-Mu. Ya Allah hitunglah jumlah mereka dan binasakanlah mereka semua serta
janganlah Engkau menyisakan seorangpun dari mereka.”

Ketika melihat keadaan Sayyidina Husein sudah lemah tak berdaya, mereka menyerang
Sayyidina Husein dari semua arah; Shor’ah bin Syarik At Tamimi memukul telapak tangan kiri
beliau dengan pedang, kemudian Sinan bin Atsan An Nakha’i menusuk beliau dengan tombak,
lalu Syamir bin Dzil Jausan memenggal kepala Sayyidina Husein dan membawanya kehadapan
Ubaidillah bin Ziyad. Mereka juga menginjak-injak tubuh, punggung dan dada Sayyidina Husein
dengan kuda-kuda mereka seperti yang telah diperintahkan Ubaidillah bin Ziyad.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Enam dari tujuh anak-anak Imam Husein Syahid di padang Karbala, juga istri tercintanya, Syahr
Banu, salah seorang putri Khosru Yasdajird II dari dinasti Sasanid II, Persia ( Iran ). Empat
putranya : Ali Al Akbar, Ali Ausath, Ali Al-Asghar, Abdullah; sedangkan tiga putrinya : Zainab,
Sakinah dan Fatimah. Seluruh anak Husein terbunuh, kecuali Ali Ausath yang dibelakang hari
terkenal sebagai wali, yaitu Ali Zainal Abidin bin Husein. Dialah satu-satunya keturunan
Rasulullah SAW yang selamat dari pembantaian di Karbala.

Ketika pertempuran tak seimbang itu terjadi, Ali Zainal Abidin tengah tergolek sakit di tenda.
Beliau hanya ditunggui bibinya, Zainab binti Ali, yang dengan gigih melindunginya ketika
beberapa orang anggota pasukan musuh menerobos masuk ke perkemahan yang hanya
ditunggui kaum wanita dan anak-anak.

Sayyidatuna Zainab berteriak lantang :

“Apakah kalian tidak menyisakan satu laki-lakipun dari keluarga kami?”

perajurit itu tertegun sebentar, kemudian berbalik arah meninggalkan tenda tersebut tanpa
mengucapkan sepatah katapun.

Sementara tubuh Imam Husein dimakamkan di Karbala, kepalanya dimakamkan dengan penuh
kehormatan di pemakaman Baqi, Medinah, di sisi makam ibundanya dan kakaknya, Imam Hasan.
Menurut riwayat lain, kepala Imam Husein dibawa ke Mesir dan dimakamkan disana.

Ibnu Hajar memberitahukan sebuah hadits dari suatu sumber yang diriwayatkan dari Ali, bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda " Pembunuh Husein kelak akan disiksa dalam peti api, yang
beratnya sama dengan siksaan separuh penduduk dunia."

Abu Na'im meriwayatkan bahwa pada hari terbunuhnya Sayyidina Husein, terdengar Jin meratap
dan pada hari itu juga terjadi gerhana matahari hingga tampak bintang-bintang di tengah hari
bolong. Langit di bagian ufuk menjadi kemerah-merahan selama enam bulan, tampak seperti
warna darah.

Sayyidina Husein sungguh telah memasuki suatu pertempuran menentang orang yang bathil dan
mendapatkan syahidnya di sana. Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan
3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein yang meneruskan keturunannya hanya
Ali al-Ausath yang diberi gelar 'Zainal Abidin'. Sedangkan Muhammad, Ja'far, Ali al-Akbar, Ali al-
Ashgor , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya
sebagai syahid di karbala). Sedangkan anak perempuannya adalah: Zainab, Sakinah dan
Fathimah.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Kekuasaan Yazid dan keturunannya tidak lama. Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi berhasil
membunuh Ubaidillah bin Ziyad dan Umar bin Sa’ad bin Abi Waqas dan membunuh satu persatu
para pembunuh Sayyidina Husein yang lainnya; sehingga ia dapat menghabisi mereka semua.

Makam Imam Husein di Karbala, sudah diziarahi sejak empat tahun setelah Imam Husein syahid.
Peziarah pertama pada 65 H / 654 M ialah Sulaiman bin Murad, salah seorang ulama generasi
awal asal Madinah. Menurut sejarawan Ibnu Asir dalam kitabnya Al Kamil fi at-Tarikh li Ibn Asir,
sejak 436 H / 1016 M kedatangan para peziarah di Karbala semakin meningkat. Ketika itu upacara
ritual di Karbala mendapat dukungan dari seorang dermawan bernama Ummu Musa, yang tidak
lain adalah Ibunda Khalifah Al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah ( 159-169 H/ 739-749 ).

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 7_ )

Makam Imam Husein di Karbala, sudah diziarahi sejak empat tahun setelah Imam Husein syahid.
Peziarah pertama pada 65 H / 654 M ialah Sulaiman bin Murad, salah seorang ulama generasi
awal asal Madinah. Menurut sejarawan Ibnu Asir dalam kitabnya Al Kamil fi at-Tarikh li Ibn Asir,
sejak 436 H / 1016 M kedatangan para peziarah di Karbala semakin meningkat. Ketika itu upacara
ritual di Karbala mendapat dukungan dari seorang dermawan bernama Ummu Musa, yang tidak
lain adalah Ibunda Khalifah Al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah ( 159-169 H/ 739-749 ).

Tapi lebih dari setengah abad kemudian, Khalifah Mutawakkil ( 232-247 H / 812-827 M )
menghancurkan kubah makam Imam Husein pada tahun 236 H / 816 M, dan menghukum berat
para peziarah yang datang ke makam tersebut. Kebijakan ini dibuat, hanya karena gara-gara
kelompok syiah memberontak. Namun sekitar satu abad kemudian, sebuah masyhad yang luas
dengan kubahnya dibangun disalah satu sudut makam Imam Husein. Sejak itu para peziarah pun
kembali ramai. Keramaian itu tak lama; dua tahun kemudian, Dabba bin Muhammad As’adi,
pemimpin sejumlah suku di ‘Ain tamr, tak jauh dari Karbala, menghancurkannya kembali.

Tapi, pada tahun yang sama, 369 H / 949 M , penyangga Masyhad Husein diperkuat kembali
oleh Addud bin Abdullah dari Dinasti Bani Buwaihi. Pembangunan Masyhad itu diteruskan
dengan membangun tembok makam oleh Hasan bin Buwaihi. Pada bulan Rabi’ul awal 407 H /
987 M, sekitar 38 tahun kemudian, bangunan utama dan beberapa ruang Masyhad terbakar.

Tapi makam yang dianggap suci dan keramat itu dibangun kembali. Setengah abad kemudian
beberapa tokoh datang berziarah. Mereka itu, misalnya Sultan Malik Syah dari Bani Saljuk, yang
berziarah pada tahun 479 H / 1059 M. kemudian Ghazan Mahmud dari Dinasti Ilikh Khan, Persia,
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

bersama ayahnya, Argun. Mereka sempat membangun kanal untuk mengalirkan air sungai Eufrat
ke Masyhad, yang kemudian dikenal dengan nama Nahr Al-Huseiniyah, “air suci Husein”.

Sultan Pasha Agung dari kekhalifahan Turki usmani ( 1520-1566 M ) sempat memperbaiki kanal
tersebut dan memperindahnya dengan taman. Sementara Sultan Murad III ( 1574-1595 M )
pernah minta walikota Baghdad, Ali pasha bin Alwan, membangun sebuah ruangan di Masyhad
Husein. Kemudian Radhiah Sultan Begum, putri Sultan Husein I dari Dinasti Safawi (1694-1722
M) mempekerjakan 20.000 orang untuk memperluas Masyhad Husein. Pada abad ke 18 M, Agha
Muhammad Khan dari Dinasti Kajar menghadiahkan kubah dan menara berlapis emas untuk
makam Husein.

Kompleks makam Imam Husein sangat luas, dua kali lapangan sepak bola. Di samping makam
itu terdapat makam Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib, paman Sayyidina Husein dan Hurr bin
Yazid.

*IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB*


( _PART 8_ )

*Kata-kata Mutiara Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib ra :*

“Kebutuhan orang-orang kepada kalian adalah merupakan nikmat-nikmat Allah swt untuk kalian;
maka janganlah bosan terhadap nikmat-nikmat Allah swt itu sehingga ia akan pergi menjauhkan
diri.”

“Orang yang berkeperluan tidaklah berarti memuliakan dirinya dengan tidak meminta kepadamu,
maka dari itu muliakanlah dirimu dengan tidak menolak permintaannya.”

“Sabar adalah mahkota, kesetiaan adalah harga diri, memberi adalah kenikmatan, banyak bicara
adalah membual ( omong kosong ), tergesa-gesa adalah kebodohan, kebodohan adalah aib,
berlebih-lebihan ( dalam berkata ) adalah kebohongan, berteman dengan orang yang ahli berbuat
hina adalah kejahatan dan berteman dengan ahli kefasikan adalah pusat prasangka buruk.”

“Bilamana dunia dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga,

maka sesungguhnya pahala Allah swt adalah lebih berharga dan lebih mulia,

Bilamana tubuh ini dirawat hanya untuk menyambut kematian,

maka terbunuhnya seseorang dengan pedang di jalan Allah swt lebih utama.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Bilamana rizki adalah bagian yang sudah ditentukan,

maka sedikitnya keserakahan seseorang dalam berusaha adalah lebih baik.

Bilamana harta benda dihimpun hanya untuk ditinggalkan,

maka apakah gunanya seseorang pelit terhadap sesuatu yang pasti ia tinggalkan,”

“Bilamana dirimu digigit oleh kekejaman masa,

maka janganlah kamu mengadu kepada manusia.

Dan janganlah kamu meminta selain kepada Allah Tuhan yang Maha penolong, yang Maha Tahu
dan yang Maha Benar.

Karena seandainya kamu hidup dan kamu telah berkeliling dari belahan barat sampai kebelahan
timur,

maka tentu kamu tidak menemukan seorangpun yang mampu membuat orang lain bahagia atau
sengsara.”

Peristiwa gugurnya Imam Husain sebagai seorang syahid di Padang Karbala` telah diketahui oleh
Junjungan Nabi s.a.w. dengan makluman para malaikat, antaranya Sayyidina Jibril a.s.
sebagaimana dikhabarkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam al-
Hakim daripada Umm al-Fadhl bin al-Harits bahawasanya Junjungan Nabi s.a.w. bersabda:-

"Telah mendatangi aku akan Jibril dan dia mengkhabarkan kepadaku yang umatku akan
membunuh anakku ini, yakni Sayyidina Husain, dan Jibril telah membawa untukku segumpal
tanah berwarna merah."

Beberapa ulama antaranya Imam al-Baghawi dalam Mu'jamnya, Imam Abu Haatim dalam
Shohihnya dan Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits yang mafhumnya bahawa Junjungan
Nabi s.a.w. bersabda:

"Telah memohon izin malaikat penjaga alam daripada Tuhannya untuk menziarahiku, maka
diizinkan. Malaikat tersebut (setengah riwayat menyatakan bahawa malaikat tersebut ialah Jibril
a.s.) telah datang menziarahiku ketika aku berada di rumah Ummu Salamah." Junjungan s.a.w.
bersabda kepada Ummu Salamah: "Wahai Ummu Salamah, jagalah pintu bagi kami dan jangan
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

benarkan sesiapa masuk." Ketika Ummu Salamah mendatangi pintu rumah, tiba-tiba al-Husain
meluru masuk dan melompat datang kepada Junjungan Nabi s.a.w. Lalu Junjungan s.a.w.
merangkulnya dan menciumnya. Maka berkata malaikat: "Adakah engkau mengasihinya?"
Junjungan menjawab: "Ya". Malaikat tersebut seterusnya berkata: "Bahawasanya umatmu akan
membunuhnya, dan jika engkau mahu akan kutunjukkan tempat dia dibunuh," maka
ditunjukkanlah tempat tersebut dan didatangkannya segumpal tanah merah (setengah riwayat
menyatakan ianya sebagai ketulan pepasir merah atau kerikil-kerikil merah) lalu diambil oleh
Ummu Salamah dan dimasukkannya dalam pakaiannya.

Seterusnya Ibnu Ahmad dalam tambahannya kepada al-Musnad menyambung riwayat tersebut
yang Junjungan s.a.w. memberikan tanah / kerikil tersebut kepada Ummu Salamah dan berpesan
kepadanya bahawa apabila tanah/ kerikil tersebut mengeluarkan darah maka itulah tanda yang
Imam Husain telah terbunuh. Ummu Salamah telah menyimpan tanah / kerikil tersebut dalam
sebuah bekas kaca. Diriwayatkan bahawa Ummu Salamah mendengar pada malam terbunuhnya
Imam Husain akan suara yang berkata:-

Wahai para pembunuh bodoh yang membunuh Imam Husain


Bergembiralah kamu dengan 'azab dan kehinaan
Telah dilaknat kamu atas lidah anak Daud (Nabi Sulaiman a.s.)
Dan Nabi Musa serta Pembawa Injil (Nabi Isa a.s.)

Lalu Ummu Salamah menangis dan membuka bekas yang mengandungi tanah/kerikil tersebut
dan melihatnya berdarah. Allahu ... Allah. Mudah-mudahan Allah merahmati dan meredhai Imam
Husain r.a. dan semoga keberkatan terus mengalir kepada kita dan kepada semua pencinta
Husain yang mencintainya dengan sebenar-benar kecintaan.....al-Fatihah.

Madad Ya Maulana Ya Husain


Madad Ya Bu Zainil 'Abidin
Madad Ya Maulana Ya Husain
Madad Ya Bu Zainil 'Abidin
Madad Madad
Madad Madad
Madad Madad
Madad Madad
Madad Ya Maulana Ya Husain

Disarikan oleh AST dari Syarh Al-Ainiyyah, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi
Ba’alawy, dan Alawiyin, Asal Usul & Peranannya, karya Alwi Ibnu Ahmad Bilfaqih, Lentera
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Basritama, Jakarta, 1999 dan dikutip dari buku Ajarilah Anakmu mencintai keluarga Nabi saw,
majalah Al Kisah No 04/Tahun III dan IV/Feb 2005 dan 2006. )

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 1_ )

*Abul Qasim Al-Junaid Al-Baghdadi*

Junaid Al-Baghdadi (maqamnya gambar di sebelah) adalah seorang ulama sufi dan wali Allah
yang paling menonjol namanya di kalangan ahli-ahli sufi. Tahun kelahiran Imam Junaid tidak
dapat dipastikan. Tidak banyak dapat ditemui tahun kelahiran beliau pada biografi lainnya. Beliau
adalah orang yang terawal menyusun dan memperbahaskan tentang ilmu tasauf dengan
ijtihadnya. Banyak kitab-kitab yang menerangkan tentang ilmu tasawuf berdasarkan kepada
ijtihad Imam Junaid Al-Baghdadi.

Imam Junaid adalah seorang ahli perniagaan yang berjaya. Beliau memiliki sebuah gedung
perniagaan di kota Baghdad yang ramai pelanggannya. Sebagai seorang guru sufi, beliau
tidaklah disibukkan dengan menguruskan perniagaannya sebagaimana setengah peniaga lain
yang kaya raya di Baghdad.

Waktu perniagaannya sering disingkatkan seketika kerana lebih mengutamakan pengajian anak-
anak muridnya yang dahagakan ilmu pengetahuan. Apa yang mengkagumkan ialah Imam Junaid
akan menutup kedainya setelah selesai mengajar murid-muridnya. Kemudian beliau balik ke
rumah untuk beribadat seperti solat, membaca al-Quran dan berzikir.

Setiap malam beliau berada di masjid besar Baghdad untuk menyampaikan kuliahnya. Ramai
penduduk Baghdad datang masjid untuk mendengar kuliahnya sehingga penuh sesak.

Imam Junaid hidup dalam keadaan zuhud. Beliau redha dan bersyukur kepada Allah SWT
dengan segala nikmat yang dikurniakan kepadanya. Beliau tidak pernah berangan-angan untuk
mencari kekayaan duniawi dari sumber pekerjaannya sebagai peniaga.

Beliau akan membahagi-bahagikan sebahagian dari keuntungan perniagaannya kepada


golongan fakir miskin, peminta dan orang-orang tua yang lemah.

Abul Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Khazzaz an-Nihawandi adalah putera seorang
pedagang barang pecah belah dan keponakan dari Sari as-Saqathi. Beliau adalah teman akrab
al-Muhasibi yang merupakan penyebar besar aliran “warans” sufisme. Beliau telah
mengembangkan sebuah doktrin theosofi yang mempengaruhi keseluruhan mitisisme ortodoks
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Islam. Teorinya yang dijelaskannya secara terperinci dalam ajaran-ajarannya dan dalam surat-
suratnya kepada tokoh-tokoh semasanya masih dapat kita temukan hingga saat ini. Beliau
meninggal pada tahun 258 H/910M di Baghdad, sebagai ketua dari sebuan aliran yang besar dan
berpengaruh luas.

*MASA REMAJA JUNAID AL-BAGHDADI*

Sejak kecil Junaid sudah merasakan kegelisahan spiritual. Ia adalah pencari Allah yang tekun,
penuh disiplin, bijaksana, cerdas dan mempunyai intuisi yang tajam. Pada suatu hari ketika
kembali dari sekolah, Junaid mendapatkan ayahnya sedang menangis.
“Apakah yang terjadi?”,tanya Junaid kepada ayahnya.
“Aku ingin memberi sedekah kepada pamanmu, Sari, tetapi ia tidak mau menerimanya”, ayahnya
menjelaskan. ”Aku menangis karena seumur hidupku baru sekarang inilah aku dapat
mengumpulkan uang lima dirham, tetapi ternyata pemberianku tidak pantas diterima oleh salah
seorang sahabat Allah”.
“Berikanlah uang itu kepadaku, biar aku yang akan memberikannya kepada paman. Dengan cara
ini tentu ia mau menerimanya”, Junaid berkata.
Uang lima dirham itu diserahkan ayahnya dan berangkatlah Junaid ke rumah pamannya.
Sesampainya di tujuan, ia mengetuk pintu.
“Siapakah itu?”, terdengar sahutan dari dalam
“Junaid”, jawabnya. "Bukalah pintu dan terimalah sedekah yang sudah menjadi hakmu ini”.
“Aku tidak mau menerimanya”, Sari menyahut.
“Demi Allah yang telah sedemikian baiknya kepadamu dan sedemikian adilnya kepada ayahku,
aku meminta kepadamu, terimalah sedekah ini”, Junaid berseru.
“Junaid, bagaimanakah Allah telah sedemikian baiknya kepadaku dan sedemikian adilnya
kepada ayahmu?” Sari bertanya.
“Allah berbuat baik kepadamu”, jawab Junaid , “Karena telah memberikan kemiskinan kepadamu.
Allah berbuat adil kepada ayahku karena telah membuatnya sibuk dengan urusan-urusan dunia.
Engkau bebas menerima atau menolak sedekah, tetapi ayahku, baik secara rela maupun tidak,
harus mengantarkan sebagian harta kekayaannya kepada yang berhak menerimanya”.
Sari sangat senang mendengar jawaban itu.
“Nak, sebelum menerima sedekah itu, aku telah menerima dirimu”.
Sambil berkata demikian Sari membukakan pintu dan menerima sedekah itu. Untuk Junaid
disediakannya tempat yang khusus di dalam lubuk hatinya.

Junaid baru berumur tujuh tahun ketika Sari membawanya ke tanah suci untuk menunaikan
ibadah haji. Di Masjidil Haram, empat ratus syeikh sedang membahas sikap syukur. Setiap orang
di antara mereka mengemukakan pendapatnya masing-masing.
“Kemukakan pula pendapatmu”, Sari mendorong Junaid. Maka berkatalah Junaid,.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

“Kesyukuran berarti tidak mengingkari Allah dengan karunia yang telah dilimpahkan-Nya atau
membuat karunia-Nya itu sebagai sumber keingkaran”.
“Tepat sekali, wahai pelipur hati Muslim-muslim sejati”, keempat ratus syeikh tersebut berseru.
Semuanya sependapat bahwa definisi kesyukuran yang dikemukakan Junaid itulah yang paling
tepat.
Sari berkata kepada Junaid,
“Nak, tidak lama lagi akan kenyataanlah bahwa karunia yang istimewa dari Allah kepadamu
adalah lidahmu”.
Junaid tidak sanggup menahan tangisnya ketika mendengar kata-kata pamannya itu.
“Bagaimanakah engkau memperoleh semua pengetahuan ini?”, Sari bertanya padanya.
“Dengan duduk mendengarkanmu”, jawab Junaid.
Junaid lalu kembali ke Baghdad dan berdagang barang pecah belah. Setiap hari ia menurunkan
tirai tokonya dan melakukan shalat sunnat sebanyak empat ratus raka’at. Belakangan hari, usaha
itu ditinggalkannya dan ia mengunci diri dalam sebuah kamar di rumah Sari. Di dalam kamar
itulah ia menyibukkan diri untuk menyempurnakan bathinnya, Dan di situ pula ia membentangkan
sajadah ketekunan sehingga tidak sesuatu hal pun selain Allah yang terpikirkannya.

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 2_ )

*JUNAID DIUJI*

Selama empat puluh tahun Junaid menekuni kehidupan mistiknya. Tiga puluh tahun lamanya,
setiap selesai shalat Isa ia berdiri dan mengucapkan “Allah, Allah” terus menerus hingga fajar,
dan melakukan shalat Shubuh tanpa perlu berwudhu’ lagi.
“Setelah empat puluh tahun berlalu, Junaid berkisah, “Timbullah kesombongan di dalam hatiku,
aku mengira bahwa tujuanku telah tercapai. Segeralah terdengar olehku suara dari langit yang
menyeru kepadaku: ’Junaid, telah tiba saatnya bagi-Ku untuk menunjukkan kepadamu sabuk
pinggang Majusimu. Mendengar seruan itu aku mengeluh: ’Ya Allah, dosa apakah yang telah
dilakukan Junaid?’ Suara itu menjawab: ’Apakah engkau hidup untuk melakukan dosa yang lebih
besar daripada itu?”
Junaid mengeluh menundukkan kepalanya.
“Apabila manusia belum patuh untuk menemui Tuhannya”, bisik junaid, “Maka segala amal
baiknya adalah dosa semata”.
Junaid lalu terus berdiam di dalam kamarnya dan terus menerus mengucapkan “Allah, Allah”
sepanjang malam. Tetapi lidah fitnah menyerang dirinya dan tingkah lakunya ini dilaporkan orang
kepada khalifah.
“Kita tidak dapat berbuat apa-apa kepada Junaid bila kita tak mempunyai bukti” jawab Khalifah.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Kebetulan sekali-khalifah mempunyai seorang hamba perempuan berwajah sangat cantik. Gadis
ini telah dibelinya seharga tiga ribu dinar dan sangat disayanginya. Khalifah memerintahkan agar
hamba perempuannya itu dipakaikan dengan pakaian yang gemerlapan dan didandani dengan
batu-batu permata yang mahal.
“Pergilah ke tempat Junaid”, khalifah memerintahkan hamba perempuannya, “Berdirilah di
depannya, buka cadar dan perlihatkan wajahmu, permainkan batu-batu permata dan pakaianmu
untuknya. Setelah itu katakanlah kepada Junaid: ’Aku kaya raya tetapi aku sudah jemu dengan
urusan-urusan dunia. ’Aku datang kemari agar engkau mau melamar diriku, sehingga
bersamamu aku dapat mengabdikan diri untuk berbakti kepada Allah. Hatiku tidak berkenan
kepada siapa pun kecuali kepadamu! Kemudian perlihatkan tubuhmu kepadanya. Bukalah
pakaianmu dan godalah ia dengan segenap daya upayamu”.
Ditemani seorang pelayan ia diantar ke tempat Junaid. Si gadis menemui Junaid dan melakukan
segala daya upaya yang bahkan melebihi dari apa yang diperintahkan kepadanya. Tanpa
disengaja ia terpandang oleh Junaid. Junaid membisu dan tak memberi jawaban. Si gadis
mengulangi daya upayanya dan Junaid yang selama itu tertunduk mengangkat kepalanya.
“Ah!”, serunya sambil meniupkan nafasnya ke arah si gadis. Si gadis terjatuh dan seketika itu
juga menemui ajalnya.
Pelayan yang menemaninya kembali ke hadapan khalifah dan menyampaikan segala kejadian
itu. Api penyesalan menyesak dada khalifah dan ia memohonkan ampunan Allah karena
perbuatannya itu.
“Seseorang yang memperlakukan orang lain seperti yang tak sepatutnya akan menyaksikan hal
yang tak patut untuk disaksikannya”, khalifah berkata.
Khalifah bangkit dan berangkatlah ia untuk mengunjungi Junaid, “Manusia seperti Junaid tidak
dapat dipanggil untuk
menghadapinya”, ia berkata.
Setelah bertemu dengan Junaid khalifah bertanya:
“Wahai guru, bagaimanakah engkau sampai hati membinasakan tubuh gadis yang sedemikian
eloknya?”
“Wahai pangeran kaum Muslim”, Junaid menjawab, “belas kasihmu kepada orang-orang yang
mentaatimu sedemikian besarnya, sehingga engkau sampai hati untuk menginginkan jerih
payahku selama empat puluh tahun mendisiplinkan diri, bertirakat, menyangkal diri, musnah
diterbangkan angin. Tetapi apakah artinya diriku di dalam semua itu? janganlah engkau lakukan
sesuatu hal kepada orang lain apabila engkau sendiri tidak menginginkannya!”
Setelah peristiwa itu nama Junaid menjadi harum. Kemasyhuran terdengar ke seluruh penjuru
dunia. Betapa pun besarnya fitnah yang dilontarkan kepada dirinya, reputasinya berlipat ganda
seribu kali. Junaid mulai memberikan khotbah- khotbah. Ia pernah menindaskan: “Aku tidak
berkhotbah di depan umum sebelum tiga puluh manusia suci menunjukkan kepadaku bahwa
telah tiba saatnya aku menyeru ummat manusia kepada Allah”.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

“Selama tiga puluh tahun aku mengawasi bathinku”, Junaid mengatakan, “Setelah itu selama
sepuluh tahun bathinku mengawasi diriku. Pada saat ini telah dua puluh tahun lamanya aku tidak
mengetahui sesuatu pun mengenai bathinku dan bathinku tidak mengetahui sesuatu pun
mengenai diriku”,
“Selama tiga tahun”, Junaid melanjutkan, “Allah telah berkata-kata dengan Junaid melalui lidah
Junaid sendiri, sedang Junaid tidak ada dan orang-orang lain tidak menyadari hal itu”.

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 3_ )

*JUNAID BERKHOTBAH*

Ketika lidah Junaid telah fasih mengucapkan kata-kata mulia, Sari as-Saqathi mendesak bahwa
Junaid berkewajiban untuk berkhotbah di depan umum. Mula-mula Junaid enggan; ia tidak ingin
melakukan hal itu.
“Apabila guru masih ada, tidaklah pantas bagi si murid untuk berkhotbah”, Junaid berkilah.
Kemudian pada suatu malam Junaid bermimpi dan dalam mimpi tersebut ia bertemu dengan Nabi
saw.
“Berkhotbahlah!”, Nabi berkata kepadanya.
Keesokan paginya ia hendak pergi mengabarkan hal itu kepada Sari tetapi ternyata Sari sudah
berdiri di depan pintu rumahnya.
“Sebelumnya engkau selalu merasa enggan, dan menantikan agar orang-orang mendesakmu
untuk berkhotbah. Tetapi mulai saat ini engkau harus berkhotbah karena kata-katamu dijadikan
sebagai alat bagi keselamatan seluruh dunia. Engkau tak mau berkhotbah ketika dimohonkan
murid-muridmu, engkau tak mau ketika diminta oleh para syeikh di kota Baghdad. Dan engkau
tak mau berkhotbah ketika kudesak. Tetapi kini Nabi sendirilah yang memberi perintah
kepadamu, oleh karena itu engkau harus mau berkhotbah”.
”Semoga Allah mengampuni diriku”, jawab Junaid. “Tetapi bagaimanakah engkau bisa
mengetahui bahwa aku telah berjumpa dengan Nabi dalam mimpiku?”
“Aku bertemu dengan Allah dalam mimpi”, jawab Sari, “dan Dia berkata kepadaku: ’Telah Kuutus
rasul·ku untuk menyuruh Junaid berkhotbah di atas mimbar”’.
“Aku mau berkhotbah”, Junaid menyerah, “tetapi dengan satu syarat bahwa yang mendengarkan
khotbah-khotbahku tidak
lebih dari empat puluh orang”.
Pada suatu hari Junaid berkhotbah. Jumlah pendengar hanya empat puluh orang. Delapan belas
orang di antaranya menemui ajal mereka sedang sisanya yang berjumlah dua puluh dua orang
jatuh pingsan dan harus digotong ke rumahnya masing-masing.
Di dalam kesempatan lain Junaid berkhotbah di dalam masjid besar. Di antara jamaahnya ada
seorang pemuda Kristen tetapi tak seorang pun yang mengetahui bahwa ia beragama Kristen. Si
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

pemuda menghampiri Junaid dan berkata: “Nabi pernah berkata: ’Berhati-hatilah dengan
wawasan seseorang yang beriman karena ia dapat melihat dengan nur Allah’. Apakah
maksudnya?”
“Yang dimaksudkannya adalah”, Junaid menjawab, “bahwa engkau harus menjadi seorang
Muslim dan melepaskan sabuk kekristenanmu itu karena sekarang ini adalah zaman Islam”.
Si pemuda segera memeluk Islam setelah mendengar jawaban Junaid tersebut.

Setelah berkhotbah beberapa kali, orang-orang menentang Junaid. Junaid menghentikan


khotbahnya dan mengurung diri di dalam kamarnya. Betapapun ia didesak untuk berkhotbah
kembali, ia tetap menolak.
“Aku sudah cukup puas”, jawab Junaid, “Aku tidak mau merancang kehancuran diriku sendiri”..
Tetapi beberapa lama kemudian tanpa diduga-duga Junaid naik ke atas mimbar dan mulai
berkhotbah.
“Apakah kebijaksanaan yang terkandung di dalam perbuatanmu ini?”,seseorang bertanya
kepadanya.
Junaid menjawab: “Aku teringat sebuah hadits di mana Nabi berkata: ’Di hari-hari terakhir nanti
yang menjadi juru bicara diantara ummat manusia adalah yang paling bodoh di antara mereka.
Dialah yang akan berkhotbah kepada ummat manusia’. Aku menyadari bahwa aku adalah yang
terbodoh di antara ummat manusia dan aku berkhotbah karena kata Nabi itu, aku takkan
menentang kata-katanya itu”.

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 4_ )

*ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI JUNAID*

Pada suatu ketika mata Junaid sakit dan dipanggilnyalah seorang tabib.
“Jika matamu terasa perih, jangan biarkan air masuk ke dalam matamu”, si tabib menasehatkan.
Ketika tabib itu telah pergi, Junaid bersuci, shalat dan setelah itu pergi tidur. Ketika terbangun
ternyata matanya telah sembuh dan terdengarlah oleh sebuah seruan: “Junaid bersedia
mengorbankan matanya demi nikmat Kami. Seandainya untuk tujuan yang sama ia telah
memohonkan ampunan Kami untuk semua penghuni neraka, niscaya permohonannya itu akan
Kami kabulkan”.
Ketika si tabib datang dan menyaksikan bahwa mata Junaid telah sembuh,
“Apakah yang telah kau lakukan?”, ia bertanya.
“Aku bersuci untuk shalat”, jawab junaid.
Mendengar jawaban ini si tabib yang beragama Kristen itu segera masuk Islam.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

“Inilah kesembuhan dari Sang Pencipta, bukan dari makhluk-makhluk ciptaan-Nya”, katanya
kepada Junaid, “Matakulah yang selama ini sakit, bukan matamu. Engkaulah yang sebenarnya
seorang tabib, bukan aku”.

Junaid mengisahkan: Pada suatu ketika aku ingin melihat Iblis. Aku berdiri di pintu masjid dan
dari kejauhan terlihatlah olehku seorang tua yang sedang berjalan ke arahku. Begitu aku
memandangnya, rasa ngeri mencekam perasaanku.
“Siapakah engkau ini?” aku bertanya kepadanya.
“Yang engkau inginkan”, jawabnya.
“Wahai makhluk yang terkutuk”, aku berseru, ”Apakah yang menyebabkan engkau tidak mau
bersujud kepada Adam?”
“Bagaimanakah pendapatmu Junaid?”, Iblis menjawab, ’Jika aku bersujud kepada yang lain
daripada-Nya?”
Junaid mengisahkan, betapa ia menjadi bingung karena jawaban Iblis itu.
Dari dalam lubuk hatiku terdengarlah sebuah seruan, “Katakan, engkau adalah pendusta.
Seandainya engkau adalah seorang hamba yang setia niscaya engkau mentaati perintah-Nya”.
Ketika Iblis mendengar kata-kata ini, ia meraung nyaring. “Demi Allah Junaid, engkau telah
membinasakan aku!” Dan setelah itu ia pun hilang.

Pada masa sekarang ini semakin sedikit dan sulit ditemukan saudara-saudara seagama”,
seseorang berkata di depan Junaid. Junaid membalas: “Jika engkau menghendaki seseorang
untuk memikul bebanmu, maka orang-orang seperti itu memang sulit dan sedikit dijumpai. Tetapi
jika engkau menghendaki seseorang untuk ikut memikul bebannya, maka orang seperti itu
banyak sekali padaku”.

Bila Junaid berkhotbah mengenai keesaan Allah, ia sering membahasnya dari sudut-sudut
pandangan yang berbeda sehingga tak seorang pun dapat memahaminya. Pada suatu hari Syibli
yang berada di antara pendengar-pendengar mengucapkan: “Allah, Allah!”
Mendengar ucapan itu Junaid berkata: “Apabila Allah itu tidak ada, maka menyebutkan sesuatu
yang tidak ada adalah suatu pertanda dari ketiadaan, dan ketiadaan adalah sesuatu hal yang
diharamkan. Apabila Allah itu ada, maka menyebut nama-Nya sambil merenungi-Nya sebagai
ada adalah suatu pertanda tidak menghargai”.

Seseorang membawa uang lima ratus dinar dan memberikan uang itu kepada Junaid.
“Adakah yang masih engkau miliki selain daripada ini?”, Junaid bertanya kepadanya.
“Ya, banyak!”, jawab orang itu.
“Apakah engkau masih ingin mempunyai uang yang lebih banyak lagi?”
“Ya”.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

”Kalau begitu ambillah uang ini kembali, engkau lebih berhak untuk memilikinya. Aku tidak
memiliki sesuatu pun tapi aku tak menginginkan sesuatu pun”.

Ketika Junaid sedang berkhotbah, salah seorang pendengarnya bangkit dan mulai mengemis.
“Orang ini cukup sehat”, Junaid berkata di dalam hati. “Ia dapat mencari nafkah. Tetapi mengapa
ia mengemis dan menghinakan dirinya seperti ini?”
Malam itu Junaid bermimpi, di depannya tersaji makanan yang tertutup tudung.
”Makanlah!”, sebuah suara memerintah Junaid.
Ketika Junaid mengangkat tudung itu, terlihatlah olehnya si pengemis terkapar mati di atas piring.
“Aku tidak mau memakan daging manusia”, Junaid menolak.
”Tetapi bukankah itu yang engkau lakukan kemarin ketika berada di dalam masjid?”
Junaid segera menyadari bahwa ia bersalah karena telah berbuat fitnah di dalam hatinya dan
oleh karena itu ia dihukum.
“Aku tersentak dalam keadaan takut”, Junaid mengisahkan.
“Aku segera bersuci dan melakukan shalat sunnat dua rakaat.
Setelah itu aku pergi keluar mencari si pengemis. Kudapatkan ia sedang berada di tepi sungai
Tigris. Ia sedang memunguti sisa-sisa sayuran yang dicuci di situ dan memakannya. Si pengemis
mengangkat kepala dan terlihatlah olehnya aku yang sedang menghampirinya. Maka bertanyalah
ia kepadaku: ’Junaid, sudahkah engkau bertaubat karena telah bersangka buruk terhadapku?’
Sudah’, jawabku. ’Jika demikian pergilah dari sini. Dia-lah Yang Menerima taubat hamba-hamba-
Nya. Dan jagalah pikiranmu’ “.

"Aku telah mendapat pelajaran mengenai keyakinan yang tulus dari seorang tukang cukur”,
Junaid merenungi dan setelah itu ia pun berkisah sebagai berikut;
Suatu ketika sewaktu aku berada di Mekkah, kulihat seorang tukang cukur sedang menggunting
rambut seseorang. Aku berkata kepadanya: “Jika karena Allah, bersediakah engkau mencukur
rambutku?”
“Aku bersedia”, jawab si tukang cukur. Ia segera menghentikan pekerjaanya dan berkata kepada
langganannya itu: “Berdirilah, apabila nama Allah diucapkan, hal-hal yang lain harus ditunda”.
Ia menyuruhku duduk. Diciumnya kepalaku dan dicukurnya rambutku. Setelah selesai ia
memberikan kepadaku segumpal kertas yang berisi beberapa keping mata uang.
“Gunakanlah uang ini untuk keperluanmu”, katanya kepadaku.
Aku pun lalu bertekad bahwa hadiah yang pertama sekali kuperoleh sejak saat itu akan
kuserahkan kepada si tukang cukur tersebut.Tak lama kemudian aku menerima sekantong uang
emas dari Bashrah. Uang ini kuberikan kepada tukang cukur itu.
“Apakah ini?” ia bertanya kepadaku.
“Aku telah bertekad”, aku menjelaskan. “Hadiah yang pertama sekali kuperoleh akan kuberikan
kepadamu. Uang itu baru saja kuterima”.
Tetapi si cukang cukur menjawab:
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

“Tidakkah engkau malu kepada Allah? Engkau telah mengatakan kepadaku: ’Demi Allah cukurlah
rambutku’, tetapi kemudian engkau memberi hadiah kepadaku. Pernahkah engkau menjumpai
seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan demi Allah dan meminta bayaran?”.

Seorang pencuri telah dihukum gantung di kota Baghdad. Junaid datang dan mencium kakinya.
“Mengapa engkau berbuat demikian?”, orang-orang bertanya kepada junaid.
“Semoga seribu belas kasih Allah dilimpahkan-Nya kepadanya”, jawab junaid. “Ia telah
membuktikan bahwa dirinya setia didalam usahanya. Sedemikian sempurna ia melakukan
pekerjaannya sehingga untuk itu direlakannya hidupnya”.

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 5_ )

Pada suatu malam seorang pencuri menyusup masuk ke rumah dan masuk ke kamar Junaid.
Tak sesuatu pun yang ditemukannya kecuali sehelai pakaian. Pakaian itu diambilnya, setelah itu
ia pergi meninggalkan rumah Junaid. Keesokan harinya ketika Junaid sedang berjalan-jalan di
dalam pasar, dilihatnya pakaiannya itu di tangan seorang pedagang perantara yang sedang
menawarkannya kepada seorang pembeli.
Calon pembeli itu berkata,
”Sebelum kubeli pakaian ini aku meminta seseorang yang sanggup memberi kesaksian bahwa
pakaian itu memang kepunyaanmu”.
“Akulah yang akan memberi kesaksian bahwa pakaian itu adalah miliknya”. Junaid berkata sambil
menghampiri mereka.
Maka pakaian itu pun terjuallah.

Seorang perempuan tua datang menghadap Junaid dan bermohon, “Puteraku pergi entah ke
mana Doakanlah agar ia kembali”.
“Bersabarlah”, Junaid menasehati perempuan tua itu.
Dengan sabar perempuan tua itu menanti beberapa hari lamanya. Kemudian ia kembali kepada
Junaid.
“Bersabarlah”, Junaid mengulangi nasehatnya.
Kejadian seperti ini telah beberapa kali berulang, Akhirnya wanita tua itu datang dan berkata
lantang, “Aku sudah tak dapat bersabar lebih lama lagi. Doakanlah kepada Allah!”
Junaid menjawab: “Jika engkau berkata dengan sebenarnya, puteramu tentu telah kembali. Allah
berkata: Dia-lah yang akan menjawab orang yang berduka apabila orang itu menyeru kepada-
Nya”.
Setelah itu Junaid berdoa kepada Allah. Ketika perempuan itu sampai di rumahnya ternyata
anaknya telah berada di sana.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Seorang murid mengira bahwa dirinya telah mencapai derajat kesempurnaan.


“Oleh karena itu lebih baik aku menyendiri”, ia berkata di dalam hatinya.
Maka pergilah ia mengasingkan diri di suatu tempat dan untuk beberapa lamanya berdiam di
sana. Setiap malam beberapa orang yang membawa seekor unta datang kepadanya dan berkata:
“Kami akan mengantarmu ke surga”. Maka naiklah ia ke atas punggung unta itu dan mereka pun
berangkat ke suatu tempat yang indah dan nyaman, penuh dengan manusia-manusia gagah dan
tampan, dimana banyak terdapat makanan-makanan lezat dan anak-anak sungai. Di tempat itu
ia tinggal hingga fajar, kemudian ia jatuh tertidur dan ketika terjaga ternyata ia berada di kamarnya
sendiri kembali. Karena pengalaman ini, ia menjadi bangga dan angkuh.
“Setiap malam aku diantarkan ke surga”, ia membanggakan dirinya.
Kata-katanya ini terdangar oleh Junaid. Junaid segara bangkit dan datang ke tempat di mana ia
mendapatkan muridnya itu sedang berlagak dengan sangat angkuhnya. Junaid bertanya apakah
yang telah dialaminya dan si murid mengisahkan seluruh pengalamannya itu kepada syeikh..
“Malam nanti apabila engkau diantarkan ke sana”, Junaid berkata kepada muridnya itu,
”ucapkanlah: “Tiada kekuasaan dan kekuatan kecuali pada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Besar. “.
Malam itu,seperti biasanya si murid diantarkan pula ka tempat ‘tersebut’. Dalam hatinya ia tidak
yakin terhadap perkataan Syeikh Junaid, tetapi ketika sampai di tempat itu, sekadar sebagai
percobaan ia mengucapkan: “Tiada kekuasaan dan kekuatan …. “
Sesaat itu pula orang-orang yang berada di tempat itu meraung-raung dan melarikan diri.
Kemudian terlihatlah olehnya bahwa tempat itu hanyalah tempat pembuangan sampah sedang
dihadapannya berserakan tulang-tulang binatang. Setelah menyadari kekeliruannya itu, si murid
bertaubat dan bergabung dengan murid-murid Junaid yang lain. Tahulah ia bahwa menyendiri
bagi seorang murid adalah bagaikan racun yang mematikan.

Salah seorang murid Junaid menyendiri di sebuah tempat yang terpencil di kota Bashrah. Suatu
malam, sebuah pikiran buruk terlintas di dalam hatinya. Ketika ia memandang ke dalam cermin
terlihatlah olehnya betapa wajahnya telah berubah hitam. Ia sangat terperanjat. Segala daya
upaya dilakukan untuk membersihkan wajahnya tetapi sia-sia. Sedemikian malunya dia sehingga
tidak berani menunjukkan mukanya kepada siapa pun. Setelah tiga hari berlalu, barulah
kehitaman wajahnya kembali normal sedikit demi sedikit.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya.
”Siapakah itu”, ia bertanya. ·
“Aku datang untuk mengantar surat dari Junaid”, sebuah sahutan dari luar.
Si murid membaca surat Junaid.
“Mengapa tidak engkau jaga tingkah lakumu di hadapan Yang Maha Besar. Telah tiga hari tiga
malam aku bekerja sebagai seorang tukang celup untuk memutihkan kembali wajahmu yang
hitam itu”.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Suatu hari, salah seorang murid Junaid melakukan satu kesalahan kecil. Karena malu ia
melarikan diri dan tidak mau pulang. Beberapa hari kemudian, ketika berjalan-jalan dengan
sahabat-sahabat di dalam pasar, tiba-tiba terlihatlah oleh Junaid muridnya itu. Si murid lari karena
malu.
“Seekor burung kita terlepas dari sangkar”, Junaid berseru kepada sahabat-sahabatnya dan
mengejar si murid.
Ketika menoleh ke belakang, si murid melihat bahwa syeikh membuntutinya. Maka ia pun
mempercepat larinya.’Akhirnya ia bertemu jalan buntu, karena malu ia tetap menghadapkan
mukanya ke tembok. Tak lama kemudian si syeikh telah berada di tempat itu.
“Hendak kemanakah engkau guru?”, si murid bertanya kepada Junaid.
“Apabila seseorang membentur dinding, seorang syeikh dapat memberikan bantuannya”, jawab
junaid
Murid itu dibawanya pulang ke Tekkia. Sesampainya di sana si murid menjatuhkan dirinya di
depan kaki sang guru dan memohon ampun kepada Allah. Semua yang menyaksikan
pemandangan ini tergugah hatinya, banyak di antara mereka yang ikut bertaubat.

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 6_ )

Syeikh Junaid mempunyai seorang murid yang dicintainya melebihi muridnya yang lain. Murid-
murid lain merasa iri, hal ini disadari oleh syeikh melalui intuisi mistiknya.
“Sesungguhnya ia melebihi kalian di dalam tingkah laku dan tingkat pemahamannya”, Junaid
menjelaskan kepada mereka.
“Begitulah menurut pandanganku. Tetapi marilah kita membuat sebuah percobaan agar kalian
semua menyadari hal itu”.
Kemudian Junaid memerintahkan agar dua puluh ekor burung dibawakan ke padanya.
“Ambil burung-burung ini oleh kalian, seekor seorang”, Junaid berkata kepada murid-muridnya.
“Bawalah burung itu ke suatu tempat yang tak terlihat oleh siapa pun juga, kemudian bunuhlah.
Setelah itu bawalah kembali ke sini”.
Setiap murid pergi dengan membawa seekor burung, membunuh burung itu dan membawa
bangkainya kembali, kecuali murid kesayangan Junaid itu. Ia pulang dengan membawa seekor
burung yang masih hidup.
“Mengapa tak kau bunuh burungmu itu?”, Junaid bertanya kepadanya.
“Karena guru mengatakan hal itu harus dilakukan di suatu tempat yang tidak dapat dilihat oleh
siapa pun juga”, jawab si murid.
“Dan ke mana pun aku pergi, Allah senantiasa menyaksikannya”. “Kalian saksikanlah tingkat
pemahamannya!”, Junaid berkata kepada seluruh muridnya. “Bandingkanlah dengan yang lain-
lainnya”.
Semua murid Junaid segera mohon ampunan Allah.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Junaid mempunyai delapan orang murid istimewa yang melaksanakan setiap buah pikirannya.
Pada suatu hari, terpikirkan oleh mereka bahwa mereka harus terjun ke perang suci. Keesokan
paginya Junaid menyuruh pelayannya mempersiapkan perlengkapan perang. Beserta kedelapan
orang murid tersebut ia lalu berangkat ke medan perang.
Ketika kedua belah pihak yang bertempur saling berhadapan. tampillah seorang satria perkasa
dari pasukan kafir itu, lantas dibinasakannya kedelapan murid Junaid.
“Aku menengadah ke atas langit”, Junaid mengisahkan, “dan di sana terlihat olehku sembilan
buah usungan. Roh masing-masing dari kedelapan muridku yang syahid itu diangkat ke sebuah
usungan jadi masih ada satu usungan yang kosong. ’Usungan yang masih kosong itu tentulah
untukku’, aku berpikir dan karena itu akupun mencebur kembali ke dalam kancah pertempuran.
Tetapi satria perkasa yang telah membunuh kedelapan sahabatku itu tampil dan berkata: ’Abul
Qasim, usungan yang kesembilan itu adalah untukku. Kembalilah ke Baghdad dan jadilah
seorang syeikh untuk kaum Muslimin. Dan bawalah aku ke dalam IsIam”.
“Maka jadilah ia seorang Muslim. Dengan pedang yang telah digunakannya untuk membunuh
kedelapan muridku itu ia pun berbalik membunuh orang-orang kafir dalam jumlah yang sama.
Kemudian ia sendiri terbunuh sebagai seorang syuhada. Rohnya”, Junaid mengakhiri kisahnya,
“ditaruh ke atas usungan yang masih kosong tadi. Kemudian kesembilan usungan itu menghilang
tidak terlihat Iagi”.

Seorang sayyid bernama Nasiri, sedang melakukan perjalanan ke tanah suci untuk menunaikan
ibadah haji. Ketika sampai di Baghdad ia pun pergi mengunjungi Junaid.
“Dari manakah engkau datang, sayyid?”, Junaid bertanya setelah menjawab salam.
“Aku datang dari Ghilan”, jawab sang sayyid.
“Keturunan siapakah engkau?”, tanya junaid.
“Aku adalah keturunan ’Ali, pangeran kaum Muslimin, semoga Allah memberkatinya”, jawabnya.
“Nenek moyangmu itu bersenjatakan dua bilah pedang”, ujar Junaid. “Yang satu untuk melawan
orang-orang kafir dan yang lainnya untuk melawan dirinya sendiri. Pada saat ini, sebagai
puteranya, pedang manakah yang engkau gunakan?”
Sang sayyid menangis sedih mendengarkan’ kata-kata ini. Direbahkannya dirinya di depan
Junaid dan berkatalah ia:
“Guru, di sinilah ibadah hajiku Tunjukkanlah kepadaku jalan menuju Allah”.
“Dadamu adalah tempat bernaung Allah. Usahakanlah sedaya upayamu agar tidak ada yang
cemar memasuki tempat bernaung-Nya itu”.
“Hanya itulah yang ingin kuketahui”, si sayyid berkata.

Syeikh Junaidi Al Baghdadi dengan Bahlul

Syeikh Junaidi Al Baghdadi pergi untuk jalan-jalan keluar Baghdad. Murid-murid mengikutinya.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Syeikh bertanya bagaimana kabar bahlul yang gila ?

Mereka menjawab, “Dia adalah orang gila, apa yang anda perlukan dari dia?”

“bawalah aku ke dia, karena aku ada perlu dengan nya.”

Para murid mencari Bahlul dan menemukannya di padang pasir. Mereke membawa Syeikh
Junaidi Al Baghdadi kepadanya

Ketika Syeikh Junaidi Al Baghdadi pergi mendekati Bahlul, Beliau melihat Bahlul dalam keadaan
gelisah dengan batu bata ada dibawah kepalanya (posisi kepala dibawah ?)

Syeikh mengucapkan salam

Bahlul menjawab dan bertanya, “Siapakah Anda? ”


” Saya Junaidi Baghdadi.”

Bahlul bertanya, “Apakah Anda Abul Qasim?”

“Ya, betul !” jawab Syeikh

Bahlul bertanya lagi ” Apakah Anda Syeikh Baghdadi yang memberikan orang-orang Petunjuk
spiritual? ”

“Ya!” kemudian Bahlul bertanya ” Tahukah Anda bagaimana cara makan?”

“Ya!” Saya mengucapkan Bismillah (Dengan mengucap nama Allah SWT). Saya makan yang
paling dekat dengan saya, Saya mengambil gigitan kecil, meletakkannya di sisi kanan dari mulut
saya, dan mengunyah pelan-pelan. Saya tidak nampak ke gigitan yan lain. Saya mengingat Allah
SWT saat makan. Untuk sebutir apapun yang saya makan, Saya mengucap Alhamdulillah
(Segala puji bagi Allah SWT). Saya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.”

Bahlul berdiri, meggerakkan pakaiannya pada Syeikh, dan berkata, ” Anda ingin menjadi
pemimpin spiritual dunia tapi Anda tidak pun mengetahui bagaimana cara makan.” setelah
mengucapkannya, dia langsung pergi.

Para Murid Syeikh berkata, “O Syeikh! Dia orang yang gila. ”


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Syeikh menjawab, Dia adalah orang gila yang sangat pandai dalam berucap. dengarkan
pernyataan yang benar dari nya.

Setelah mengucapkan Beliau pergi dibelakang Bahlul, dan berkata, ” Saya ada perlu dengan
Bahlul.”

Ketika Bahlul mencapai bangunan yang berdebu, dia duduk. Syeikh mendekatinya.

Bahlul bertanya, “Siapakah Anda?”

” Syeikh Baghdadi yang pun tidak mengetahui bagaimana cara makan.”

” Anda tidak mengetahui bagaiamana makan, tapi apakah Anda tahu bagaimana berbicara?”

“Ya”

” Bagaimana anda berbicara ?”

” Saya berbicara secara umum dan langsung pada pokok masalah. Saya tidak berbicara terlalu
tinggi atau terlalu banyak. Saya berbicara sehingga para pendengar dapat mengerti. Saya
memanggil semua orang di dunia untuk kembali ke Allah dan Nabi (s). Saya tidak berbicara terlalu
banyak sehingga semua orang akan bosan. Saya memperhatikan kedalaman pengetahuan
spiritual dan yang umum.

kemudian dia menggambarkan apapun yang berhubungan dengan Adab dan etika

Bahlul berkata, “Lupakan soal makan, Anda pun tidak mengetahui bagaimana berbicara.”

Bahlul berdiri, menggerakkan pakaiannya pada Syeikh dan pergi

Para murid berkata, “O Syeikh! Anda lihatkan, dia orang yang gila. Apa yang Anda harapkan dari
orang yang gila!”

Syeikh berkata, ” Saya ada perlu dengan dia. Kalian tidak tahu.”

Sekali lagi Beliau pergi setelah Bahlul sampai Beliau menjumpainya.

Bahlul bertanya, “Apa yang Anda inginkan dari saya? Anda yang tidak mengetahui Adab makan
dan bicara, apakah Anda mengetahui bagaimana cara untuk tidur?”
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

” Ya, saya tahu.”

” Bagaimana cara tidur?” Bahlul bertanya

” Ketika saya selesai sholat Isya’ dan membacakan permohonan, saya pakai baju tidur saya.”

Kemudian beliau menggambarkan adab-adab tidur yang sudah diterima oleh beliau dari Orang-
orang yang telah belajar agama.

Bahlul kemudian berkata : ” Saya mengerti bahwa Anda pun tidak mengetahui juga bagaimana
untuk tidur.”

Dia ingin berdiri, tapi Junayd menangkap memegang pakaian nya dan berkata, O Bahlul! Saya
tidak mengethuinya; Demi kecintaan kepada Allah SWT ajari saya.

Bahlul berkata ” Anda mengklaim pengetahuan dan berkata bahwa anda tahu sehingga Saya
mencegah Anda. sekarang Anda mengakui ketiadaan pengetahuan Anda, Saya akan mengajari
Anda.”

“Tahu apapun yang Anda utarakan itu adalah tidak penting.”

” Kebenaran dibalik memakan makanan yang Anda makan menurut hukum adalah sepotong demi
sepotong. Jika Anda makan makanan yang dilarang juga, dengan seratus adab, hal itu tidak akan
menguntungkan Anda, tapi bisa menjadi alasan untuk menghitamkan hati.”

” Semoga Allah memberkati Anda pahala yang sangat besar.” ucap Syeikh.

Bahlul melanjutkan, Hati haruslah bersih, dan memiliki niat yang baik sebelum Anda mulai bicara.
dan pembicaraan Anda haruslah menyenangkan Allah SWT. Jika itu untuk segala urusan dunya
atau pekerjaan yang sia-sia, maka apapun yang Anda ekspresikan, akan menjadi bencana bagi
Anda. Itulah sebabnya diam dan tenang adalah yang terbaik.”

“Apapun yang Anda ucapkan tentang tidur juga tidak penting. Kebenarannya adalah bahwa hati
Anda seharusnya bebas dari permusuhan, cemburu, dan kebencian. Hati Anda seharusnya
TIDAK rakus untuk dunya ini atau kekayaanya, dan ingatlah Allah SWT ketika akan tidur.

Syeikh Junaidi kemudian mencium tangan Bahlul dan berdoa untuk nya.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Para murid yang menyaksikan kejadian ini, dan yang telah berfikir bahwa Bahlul gila, melupakan
tindakannya dan memulai hidup baru.

*ABUL QASIM AL-JUNAID AL-BAGHDADI*


( _PART 7_ )

*JUNAID MENINGGAL DUNIA*

Ketika ajalnya sudah dekat, Junaid menyuruh sahabat-sahabatnya untuk membentangkan meja
dan mempersiapkan makanan.
“Aku ingin menghembuskan nafasku yang terakhir ketika sahabat-sahabatku sedang menyantap
seporsi sop”, Junaid berkata.
Kesakitan pertama menyerang dirinya.
“Berilah aku air untuk bersuci”, ia meminta kepada sahabat-sahabatnya.
Tanpa disengaja mereka lupa membersihkan sela-sela jari tangannya. Atas permintaan Junaid
sendiri kekhilafan ini mereka perbaiki. Kemudian Junaid bersujud sambil menangis.
“Wahai ketua kami”, murid-muridnya menegurnya, “dengan semua pengabdian dan
kepatuhanmu kepada Allah seperti yang telah engkau lakukan, mengapakah engkau bersujud
pada saat-saat seperti ini?” .
“Tidak pernah aku merasa lebih perlu bersujud daripada saat-saat ini”, jawab Junaid.
Kemudian Junaid membaca ayat-ayat al-Qur‘an tanpa henti-hentinya.
“Dan engkau pun membaca al-Qur‘an?”, salah seorang muridnya bertanya.
“Siapakah yang lebih berhak daripadaku membaca al-Qur‘an, karena aku tahu bahwa sebentar
lagi catatan kehidupanku akan digulung dan akan kulihat pengabdian dan kepatuhanku selama
tujuh puluh tahun tergantung di angkara pada sehelai benang. Kemudian angin bertiup dan
mengayunkan ke sana ke mari, hingga aku tak tahu, apakah angin itu akan memisahkan atau
mempertemukanku dengan-Nya. Di sebelahku akan membentang tebing pemisah surga dan
neraka, dan di sebelah yang lain malaikat maut. Hakim yang adil akan menantikanku di sana,
teguh tak tergoyahkan di dalam keadilan yang sempurna. Sebuah jalan telah terbentang di
hadapanku dan aku tak tahu ke mana aku hendak dibawa”.
Setelah tamat dengan al-Qur‘an yang dibacanya. diIanjutkannya pula tujuh puluh ayat dari surah
al-Baqarah.
Kesakitan kedua menyerang Junaid.
“Sebutlah nama Allah”, sahabat-sahabatnya membisikkan.
“Aku tidak lupa”, jawab Junaid. Tangannya meraih tasbih dan keempat jarinya kaku
mencengkeram tasbih itu, sehingga salah seorang muridnya harus melepaskannya.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”, Junaid berseru, kemudian
menutup matanya dan sampailah ajalnya.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Ketika jenasahnya dimandikan, salah seorang yang ikut memandikannya bermaksud membasuh
matanya. Tetapi sebuah seruan dari langit mencegah: “Lepaskan tanganmu dari mata sahabat-
Ku. Matanya tertutup bersama nama-Ku dan tidak akan dibukakan kembali kecuali ketika dia
menghadap-Ku nanti”. Kemudian ia hendak membuka jari-jari Junaid untuk dibasuhnya, Sekali
lagi terdengar suara mencegah: “Jari-jari yang telah kaku bersama nama-Ku tidak akan
dibukakan kecuali melalui perintah—Ku”.
Ketika jenasah Junaid diusung, seekor burung berbulu putih hinggap di sudut peti matinya.
Percuma saja para sahabat mencoba mengusir burung itu, karena ia tak mau pergi. Akhirnya
burung itu berkata:
“Janganlah kalian menyusahkan diri kalian sendiri. dan menyusahkan aku. Cakar-cakarku telah
tertancap di sudut peti mati ini oleh paku cinta. Itulah sebabnya aku hinggap di sini. Janganlah
kalian bersusah-payah. Sejak saat ini Jasadnya dirawat oleh para malaikat. Jika bukan karena
kegaduhan yang kalian buat, niscaya jasad Junaid telah terbang ke angkasa sebagai seeekor
elang putih bersama-sama dengan kami”.

*IMAM IBNU HAJAR AL-HAITAMI*


( _PART 1_ )

*Imam Ibnu Hajar Al-Haitami*

_Riwayah Hidup Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974H)_

Nama lengkap beliau adalah Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Haitami


Lahir di Mesir tahun 909 H. dan wafat di Makkah tahun 974H. ( I’anatut Talibin Juzu’ I halaman
18).

Pada waktu kecil beliau diasuh oleh dua orang Syeikh, yaitu
1. Syeikh Syihabuddin Abul Hamail
2. Syeikh Syamsuddin Asy-Syanawi

Pada usia 14 tahun beliau belajar ke Jami’ Al-Azhar.

Pada Universiti Al-Azhar beliau belajar kepada Syeikhul Islam Zakaria Al-Ansari
dan lain-lain. Kitab-kitab karangan beliau banyak sekali, di antaranya:

1. Kitab Tohfatul Muhtaj Al-Syarhil Minhaj (10 jilid besar), sebuah


kitab fiqih dalam Mazhab Syafi’i yang sampai saat ini dipakai dalam
sekolah sekolah tinggi Islam di seluruh dunia, khususnya di
Indonesia.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Kitab ini setaraf dengan kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj
(8 jilid besar) karangan Imam Ramli (wafat 1004H).

Kedua-dua kitab ini adalah tiang tengah dari Mazhab Syafi’i, tempat
kembali Ulama’-ulama’ Syafi’iyah dalam masalah-masalah agama di
Indonesia pada waktu ini.

2. Kitab fiqih Fathul Jawad.


3. Kitab fiqih Al-Imdad.
4. Kitab fiqih Al-Fatawa.
5. Kitab fiqih Al-‘Ubad.
6. Kitab Fatawa Al-Haditsiyah.
7. Kitab Az-Zawajir, Fightirafil Kabaari.
8. Asy-Syawa’iqul Muhriqah Firradi Al-Azzindiqah.
9. Dan banyak lagi yang lainnya.

Perlu diperingkatkan kepada pembaca bahwa dalam lingkungan para Ulama Syafi’iyah terkenal
dua orang Ibnu Hajar, yaitu:

1. Ibnu Hajar Al-‘Asqolani (wafat 852H) pengarang kitab Fathul Bari Al-Syarhil Bukhari dan kitab
hadits Bulughul Maram dan lain-lain.
2. Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974H), pengarang kitab Tohfah yang kita bicarakan sekarang ini.

Tetapi yang sangat terkemuka di antara dua orang Ulama’ Ibnu Hajar ini, adalah Ibnu Hajar
Haitami kerana Ibnu Hajar Al-‘Asqolani lebih banyak kesibukannya dalam ilmu hadits dari pada
ilmu fiqih.

1. Baginda Nabi Muhammad SAW.

2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob Ra.

3. Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar Ra.

4. Al-Imam Malik bin Anas Ra.

5. Al-Imam Muhammad bin Idris Syafi’i Ra.

6. Al-Imam Ibrahim Al-Mazaniy Ra.


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

7. Al-Imam Abu Sa’id Al-Anbatiy Ra.

8. Al-Imam Abu Abbas bin Syurej Ra.

9. Al-Imam Ibrahim Al-Maruziy Ra.

10. Syekh Abu Bakar Al-Qofal Ra.

11. Syekh Abdullah Al-Juaeniy Ra.

12. Al-Imam Haromain, Mekkah-Madinah Ra.

13. Al-Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghozaly Ra.

14. Syekh Muhammad bin Yahya Ra.

15. Syekh Muhammad Al-Ardabiliy Ra.

16. Syekh Muhyiddin An-Nawawiy Ra.

17. Syekh ‘Athouddin Al-‘Athoriy Ra.

18. Syekh Abdurrohim Al-‘Iraqiy Ra.

19. Syekh Ibnu Hajar Al-‘Asqolaniy Ra.

20. Syekh Zakaria Al-Anshoriy Ra.

21. Syekh Ibnu Hajar Al-Haitamiy Ra.

22. Syekh Zaenuddin Al-Malaibariy Ra.

23. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, Tasikmalaya Rhm.

*IMAM IBNU HAJAR AL-HAITAMI*


( _PART 2_ )
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

*Kitab Karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami berjudul Hasyiyah al-Idlah Ala Manasik al-Hajj Wa al-
'Umrah (Kitab Penjelasan terhadap Karya Imam an-Nawawi)*

_Bab VI: Menjelaskan tentang ziarah ke makam tuan kita dan baginda kita Rasulullah (Shallallahu
Alyhi Wa Sallam) dan segala permasalahan yang terkait dengannya_

Terjemah:

_"... Jangan tertipu dengan pengingkaran Ibn Taimiyah terhadap kesunahan ziarah ke makam
Rasulullah, karena sesungguhnya dia adalah manusia yang telah disesatkan oleh Allah;
sebagaimana kesesatannya itu telah dinyatakan oleh Imam al-'Izz ibn Jama'ah, juga
sebagaimana telah panjang lebar dijelaskan tentang kesesatannya oleh Imam Taqiyyuddin as-
Subki dalam karya tersendiri untuk itu (yaitu kitab Syifa' as-Siqam Fi Ziyarah Khayr al-Anam)._

_Penghinaan Ibn Taimiyah terhadap Rasulullah ini bukan sesuatu yang aneh; oleh karena
terhadap Allah saja dia telah melakukan penghinaan, --Allah maha suci darisegala apa yang
dikatakan oleh orang-orang kafir dengan kesucian yang agung--._

_Kepada Allah; Ibn Taimiyah ini telah menetapkan arah, tangan, kaki, mata, dan lain sebagainya
dari keburukan-keburuan yang sangat keji. Ibn Taimiyah ini telah dikafirkan oleh banyak ulama, -
-semoga Allah membalas segala perbuatan dia dengan keadilan-Nya dan semoga Allah
menghinakan para pengikutnya; yaitu mereka yang membela segala apa yang dipalsukan oleh
Ibn Taimiyah terhadap syari'at yang suci ini"._

*Dalil-dalil Maulid Nabi saw. berdasarkan kitab karya Ibnu Hajar al-Haitami*

1. Abu Bakar ash-Shiddiq

‘Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq : Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham
bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam
Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

2. Umar bin Khottob al-Furqon

Telah berkata Sayyidina 'Umar : "Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi
saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam." (sumber dari kitab anni'matul kubro
'alaa al-'aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-
Haitami as-Syafii)
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

3. Utsman bin 'Affan Dzun-Nuraini

Telah berkata Utsman : "Siapa yang menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid
Nabi saw. maka seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain" (sumber dari kitab
anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad
ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

4. Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah

Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan
majlis membaca maulid, maka dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan
akan masuk ke dalam syurga tanpa hisab”. (sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii
maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

5. Syekh Hasan al-Bashri


Telah berkata Hasan Al-Bashri :

“Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan
membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw. (sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa
al-'aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami
as-Syafii)

6. Syekh Junaid al-Baghdady

Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya: “Siapa yang
menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia
telah mencapai kekuatan iman”. (sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii maulid
sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

7. Syekh Ma'ruf al-Karkhy

Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi : “Siapa yang menyediakan makanan untuk majlis membaca
maulid Nabi saw. mengumpulkan saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru,
memasang bau yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi
saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama kumpulan yang pertama
di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga yang teratas (Illiyyin)” (sumber dari kitab
anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad
ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

*IMAM IBNU HAJAR AL-HAITAMI*


( _PART 3_ )

8. Fakhruddin ar-Rozi
Telah berkata seorang yang unggul pada zamannya, Imam Fakhruddin Al-Razi : “Tidaklah
seseorang yang membaca maulid Nabi saw. ke atas garam atau gandum atau makanan yang
lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya
(dimasuki) dari makanan tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan
tetap sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.
“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air
tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya
seribu sifat dengki, penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.
“Siapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa dengan perak atau
emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham
tersebut keberkatan, pemiliknya tidak akan fakir dan tidak akan kosong tangannya dengan
keberkatan Nabi saw.” (sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii maulid sayyidii
waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

9. Imam as-Syafii
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i : “Siapa yang menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk
mengadakan majlis maulid Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan
kebaikan, dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan dibangkitkan oleh
Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin (orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta
berada di dalam syurga-syurga Na’im.” (sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii
maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

10. as-Sary as-Saqothy


Telah berkata As-Sariyy As-Saqothi : “Siapa yang pergi ke suatu tempat yang dibacakan di
dalamnya maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman
syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran kerana cintanya
kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku,
maka ia akan bersamaku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii
maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

11. Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami


“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar
ini saja akan kelebihannya. Bagi siapa yang tidak ada di hatinya hasrat untuk membesarkan
maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

akan tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian di kalangan
orang yang membesarkan dan memuliakannya
dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang teristimewa di
kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai dan mengikutinya. Aamiin,
wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi
Muhammad saw. keluarganya dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”
(sumber dari kitab anni'matul kubro 'alaa al-'aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam
Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

Di dalam hadis, Rasulullah bersabda: “Aku adalah orang yang pertama sekali memohon syafa`at
dan aku adalah orang yang pertama kali diterima syafa`atnya oleh Allah”. Lihatlah di dalam hadis
ini ! Rasulullah mengajar agar kita menjalin hubungan dengannya, menjalin hubungan yang erat
dengan Rasulullah SAW. Dahulu para sahabat berkumpul yang dalam perkumpulan itu para
sahabat mengingat Allah, mereka berkumpul mengingat Nabi Muhammad, mengingat orang-
orang yang dimuliakan oleh Allah.

Lihat keadaan kaum muslimin sekarang, berbeda dengan keadaan para sahabat Rasulullah,
kaum muslimin di zaman kita berkumpul mengingat orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah, menyebut nama-nama orang yang hina di sisi Allah, sehingga betapa banyak kaum
muslimin yang terpengaruh dengan pemikiran barat, pemikiran orang-orang yang tidak pernah
sujud kepada Allah. Kewajiban kita kaum muslimin adalah kita menyuburkan keimanan di dalam
hati kita, kita tingkatkan keimanan kepada Allah dan tanamkan pada hati-hati kita bahwa
kemuliaan hanya milik Allah dan Rasulullah, keagungan hanyalah milik Allah dan RasulNya. Allah
berfirman di dalam al-Quran: “Kemuliaan, keagungan adalah milik Allah, milik Rasulullah dan
milik mereka yang beriman kepada Allah. Adapun mereka orang-orang munafiqin tidak
mengetahui kalau kemuliaan adalah milik Allah.”

Oleh kerana itu ayyuhal ikhwan, mari kita agungkan Allah, kita agungkan mereka orang-orang
yang diagungkan Allah, muliakanlah orang-orang yang dimuliakan oleh Allah. Kewajiban kita
mengagungkan Allah, mengagungkan Rasulullah, mengagungkan para sahabat Rasulullah,
mengagungkan para auliya` Allah. Disebutkan ketika pada suatu hari para sahabat berkumpul,
mereka menyebut tentang keistimewaan para Nabi-Nabi yang terdahulu. Beberapa dari mereka
mengatakan: “Lihatlah Nabi Ibrahim yang dijadikan oleh Allah sebagai Khalilullah.” Maka
beberapa sahabat yang lain mengatakan: “Tapi lihat Nabi Musa yang lebih agung yang dijadikan
oleh Allah sebagai kalimullah, orang yang bicara langsung dengan Allah.” Beberapa lagi
mengatakan: “Lihat Nabi Isa a.s. yang dijadikan oleh Allah sebagai ruhullah sebagai kalimatullah!”
Beberapa lagi mengatakan tentang Nabi Adam yang diciptakan oleh Allah secara langsung.
Ketika mereka sedang menyebutkan keistimewaan para nabi yang terdahulu, datang kepada
mereka Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, ketika Nabi Muhammad datang pada
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

mereka dan mengucapkan salam kepada mereka, Rasulullah mengatakan kepada mereka:
“Wahai para sahabatku, kalian berkumpul pada saat ini menyebutkan tentang keistimewaan para
nabi utusan-utusan Allah, kalian mengatakan bahawa Nabi Ibrahim adalah khalilullah dan
memang demikian Nabi Ibrahim adalah khalilullah. Dan kalian menyebutkan bahwa Nabi Musa
adalah kalimullah, nabi yang berbicara langsung dengan Allah, yang bermunajat langsung
dengan Allah, dan memang demikian adanya Nabi Musa sebagai kalimullah. Dan demikian pula
dengan Nabi Isa dan Nabi Adam, yang mereka adalah orang yang mulia di sisi Allah `azza wa
jalla.” Kemudian Nabi mengatakan kepada mereka:- “Dan ketahuilah wahai para sahabatku
bahwa aku adalah habibullah, aku adalah kekasih Allah, aku adalah orang pertama yang akan
memberikan syafa`at kepada umat manusia di hari kiamat nanti, aku adalah orang yang termulia
dari semua makhluk yang diciptakan Allah, aku adalah nabi pertama yang akan memasuki surga
dan bersamaku orang-orang fuqara` dari kalangan orang-orang mukminin (orang-orang yang
beriman kepada Allah).”

Lihatlah Rasulullah, bagaimana beliau mengajarkan kita agar kita menjalinkan hubungan
dengannya, agar kita selalu menguatkan hubungan dengan Rasulullah. Allah dan RasulNya lebih
pantas kita agungkan, lebih pantas kita muliakan kalau memang kita beriman kepada Allah dan
Rasulullah saw.

*Biografi Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki*

As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki adalah salah seorang ulama Islam dari Arab Saudi.
Dilahirkan pada tahun 1365H atau 1946M di kota Mekkah. Ia berasal dari keluarga Al-Maliki Al-
Hasani yang terkenal. Ayahnya adalah As-Sayyid Alawi, seorang ulama terkemuka di Mekkah
dan merupakan salah satu penasihat Raja Faisal, raja Arab Saudi. Di bawah bimbingan ayahnya,
sejak kecil ia sudah belajar Al-Quran. Ayahnya wafat pada tahun 1971.

Sayyid Muhammad wafat pada hari Jumat, 15 Ramadhan di Mekkah. Ia dimakamkan di sebelah
makam ayahnya dan Sayyidah Khadijah.

Dia telah meninggalkan kita pada hari Jumaat, 15 Ramadhan (bersesuaian dengan doanya untuk
meninggal dunia pada bulan Ramadhan), dalam keadaan berpuasa di rumahnya di Makkah.
Kematiannya amat mengejutkan. Ucapan takziah diucapkan dari seluruh dunia Islam. Salat
jenazah dia dilakukan di seluruh pelusuk dunia. Dia telah pergi pada bulan Ramadhan dan pada
hari Jumat.

Sholat jenazah pertama di rumah dia diimamkan oleh adiknya As-Sayyid Abbas, dan seterusnya
di Masjidil Haram dengan Imam Subayl, ratusan ribu manusia membanjiri upacara
pengebumiannya. Dia dimakamkan di sebelah bapaknya, berhampiran maqam dengan Sayyidah
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Khadijah. Sebelum dia meninggal dunia, dia ada menghubungi seorang pelajar lamanya di
Indonesia melalui telepon dan bertanyanya adakah dia akan datang ke Mekkah pada bulan
Ramadhan. Apabila dia menjawab tidak, Sayyid Muhammad bertanya pula, “tidakkah engkau
akan menghadiri penegebumianku?”

*Nasab*
Keluarga Keturunan Sayyid merupakan keturunan mulia yang bersambung secara langsung
dengan Nabi Muhammad. Dia merupakan waris keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Mekkah yang
masyhur yang merupakan keturunan Rasulullah, melalui cucunya, Imam Al-Hasan bin Ali,
Radhiyallahu ‘Anhum.

Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki (ayah)

Sayyid Abbas Al Maliki bin Abdul Aziz Al Maliki (kakek)

Abdul Aziz Al Maliki (ayah kakek)

*Aktifitas Mengajar*
Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah dia tidak berpoin kepada
ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima
semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua
bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu dia selalu menitik-beratkan untuk
membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa
dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap
bulan Ramadan dan hari raya dia selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan
terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid
murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.

Dari rumah dia telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok
permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid dia, di India, Pakistan, Afrika, Eropa,
Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki,
ribuan murid murid dia yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari
murid2 dia yang masuk ke dalam pemerintahan.

Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula dia telah berusaha
mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru
dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan dia memberikan
beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri
dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran
keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah
hasanah.thariqahnya.

Dalam kehidupannya dia selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik
dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan
usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-
dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Dia
tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang
yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai dia menerima dengan rela digeser dari
kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim dia di masjidil Haram. Semua ini dia terima dengan
kesabaran dan keikhlasan bahkan dia selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat
dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-
Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin
Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka
menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara
mereka. Dia ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku
baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan,
tindakan serta pikiran dan perasaannya. Dia adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur
serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi
Almaliki. Dia selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang
tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya.

*Karya Tulis*
Di samping tugas dia sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk
kegiatan yang bermanfaat bagi agama, dia pula seorang pujangga besar dan penulis unggul.
Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak
sedikit dari kitab2 dia yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu,
Indonesia dll.

Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus
buah kitab. Dia telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah,
dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang
dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita
sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang:

Aqidah:
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Mafahim Yajib an Tusahhah


Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus
At-Tahzir min at-Takfir
Huwa Allah
Qul Hazihi Sabeeli
Sharh ‘Aqidat al-‘Awam

Tafsir:

Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an


Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la
Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran
Hawl Khasa’is al-Quran

Hadith:

Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif


Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith
Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi
Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik

Sirah:

Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil


Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah
‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif
Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah
Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah
Zikriyat wa Munasabat
Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra

Usul:

Al-Qawa’id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh


Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh
Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari’ah al-Islamiyyah

Fiqh:
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha 2. Shawariq al-Anwar min


Ad’iyat al-Sadah al-Akhyar 3. Abwab al-Faraj 4. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar 5. Al-Husun al-
Mani’ah 6. Mukhtasar Shawariq al-Anwar

Lain-lain:

1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah) 2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah


(Kajian Berkaitan Orientalis) 3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam) 4. Al-Qudwah
al-Hasanah fi Manhaj al-Da’wah ila Allah (Teknik Dawah) 5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga)
6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam) 7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi’ wa al-
Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman) 8. Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu
Muslimin) 9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan) 10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad
(Koleksi Ucapan) 11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah) 12. Usul al-
Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi) 13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-
Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk dia, As-Sayyid Abbas) 14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-
Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa dia, As-Sayyid Alawi) 15. Al-Tali’ al-Sa’id al-
Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah) 16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar
min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)[2]

Catatan diatas adalah kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan.
Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak
menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali,
dengan ta’liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya,
sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah
diterjemahkan ke pelbagai bahasa.

*Mafahim Yujibu an-Tusahha*


Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab
karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia
yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan
doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.

Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang
yang sesat”. Dia pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil
Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya dia dilarang, bahkan kedudukan dia sebagai professor
di Umm ul-Qura pun dicabut. Dia ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam
menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan
dan keluh kesah. Dia tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah,
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan
tasawwuf.

Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, dia
mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman
Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424
H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana dia mendapat
kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut
ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana dia telah meluncurkan
sebuah buku yang popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab
Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran dia tentang da’wah selalu
mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.

Pada tanggal 11/11/1424, dia mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan
wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya dia selalu menggaris-bawahi akan usaha
menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.

*Wafat*
Dia wafat hari Jumat tanggal 15 Ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la di
samping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan
penguburan dia seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para
pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau
dari luar negeri.

Semuanya menyaksikan hari terakhir dia sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah
dia setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang
dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang
yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil
Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah dia untuk memberikan
sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak
bisa dilupakan umat.

*IMAM IBNU HAJAR AL-'ATSQOLANI*


( _PART 1_ )

*Imam Ibnu Hajar Al-‘Atsqolani*

(12 Sya’ban tahun 773H sd 28 Dzulhijjah 852H)


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Pada akhir abad kedelapan hijriah dan pertengahan abad kesembilan hijriah termasuk masa
keemasan para ulama dan terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah
ilmu, walaupun terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu
memberikan perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan dan
memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan kedudukan. Semua ini
menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan pengajaran dan
menulis karya ilmiah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa demikian ini muncullah
seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani.
Berikut biografi singkat beliau:

*Nama dan Nashab*

Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad
bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani Al-Mishri. (Lihat Nazhm Al-‘Uqiyaan Fi A’yaan Al-A’yaan, karya
As-Suyuthi hal 45)

*Gelar dan Kunyah Beliau*

Beliau seorang ulama besar madzhab Syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam,
hafizh Al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang hadist dan
dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau juga
dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-
Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang
penjaga tahqiq.

*Kelahirannya*

Beliau dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriah dipinggiran sungai Nil di Mesir kuno.
Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid. (Lihat Adh-Dahu’ Al-Laami’
karya imam As-Sakhaawi 2/36 no. 104 dan Al-badr At-Thaali’ karya Asy-Syaukani 1/87 no. 51).

*Sifat beliau*

Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya
bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih
serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan sehat, kuat dan
utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi, kurus badannya, fasih lisannya,
lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

*Pertumbuhan dan belajarnya*

Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4
tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777
H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu
Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-
Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena
sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama
Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung
dan membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu
Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.

Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari
dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut.
Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan
memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan
tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.

Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal
Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi
gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil
menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu
Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini
lah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan
tahun.

Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram
pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya
sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir
pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia
hafal beberapa kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-
Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-
Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.

Pertama kali ia diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-
nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan
menjadi pakar dalam syair.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau
belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau
konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.

Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh
Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu
tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir,
hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam
sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya.
Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang
pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu
Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia
belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam
Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam
mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan
membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga
Ibnu Hajar amat diperlukan.

Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan tholabul ilmi) ke negeri Syam, Hijaz dan
Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda himgga mayoritas ulama dizaman beliau
mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar.

Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-
Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan
Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta
mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan selainnya.

Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-
Baibrisiyah dan madrasah lainnya (Lihat Ad-Dhau’ Al-Laami’ 2/39).

*IMAM IBNU HAJAR AL-'ATSQOLANI*


( _PART 2_ )

*Para Guru Beliau*

Al-Hafizh Ibnu Hajar sangat memperhatikan para gurunya dengan menyebut nama-nama mereka
dalam banyak karya-karya ilmiahnya. Beliau menyebut nama-nama mereka dalam dua kitab,
yaitu:
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

1. Al-Mu’jam Al-Muassis lil Mu’jam Al-Mufahris.

2. Al-Mu’jam Al-Mufahris

Imam As-Sakhaawi membagi guru beliau menjadi tiga klasifikasi :


1.Guru yang beliau dengar hadits darinya walaupun hanya satu hadits

2. Guru yang memberikan ijazah kepada beliau

3. Guru yang beliau ambil ilmunya secara mudzkarah atau mendengar darinya khutbah atau
karya ilmiahnya.

Guru beliau mencapai lebih dari 640an orang, sedangkan Ibnu Khalil Ad-Dimasyqi dalam kitab
Jumaan Ad-Durar membagi para guru beliau dalam tiga bagian juga dan menyampaikan
jumlahnya 639 orang.

Dalam kesempatan ini kami hanya menyampaikan beberapa saja dari mereka yang memiliki
pengaruh besar dalam perkembangan keilmuan beliau agar tidak terlalu panjang biografi beliau
ini.

*Diantara para guru beliau tersebut adalah:*

I. Bidang keilmuan Al-Qira’aat (ilmu Alquran):

Syeikh Ibrahim bin Ahmad bin Abdulwahid bin Abdulmu`min bin ‘Ulwaan At-Tanukhi Al-Ba’li Ad-
Dimasyqi (wafat tahun 800 H.) dikenal dengan Burhanuddin Asy-Syaami. Ibnu Hajar belajar dan
membaca langsung kepada beliau sebagian Alquran, kitab Asy-Syathibiyah, Shahih Al-Bukhari
dan sebagian musnad dan Juz Al-Hadits. Syeikh Burhanuddin ini memberikan izin kepada Ibnu
Hajar dalam fatwa dan pengajaran pada tahun 796 H.

II. Bidang ilmu Fikih:

Syeikh Abu Hafsh Sirajuddin Umar bin Ruslaan bin Nushair bin Shalih Al-Kinaani Al-‘Asqalani Al-
Bulqini Al-Mishri (wafat tahun 805 H) seorang mujtahid, haafizh dan seorang ulama besar. Beliau
memiliki karya ilmiah, diantaranya: Mahaasin Al-Ish-thilaah Fi Al-Mushtholah dan Hawasyi ‘ala
Ar-Raudhah serta lainnya.

Syeikh Umar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdillah Al-Anshari Al-Andalusi Al-Mishri
(wafat tahun 804 H) dikenal dengan Ibnu Al-Mulaqqin. Beliau orang yang terbanyak karya
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

ilmiahnya dizaman tersebut. Diantara karya beliau: Al-I’laam Bi Fawaa`id ‘Umdah Al-Ahkam
(dicetak dalam 11 jilid) dan Takhrij ahaadits Ar-Raafi’i (dicetak dalam 6 jilid) dan Syarah Shahih
Al-Bukhari dalam 20 jilid.

Burhanuddin Abu Muhammad Ibrahim bin Musa bin Ayub Ibnu Abnaasi (725-782 ).

III. Bidang ilmu Ushul Al-Fikih :

Syeikh Izzuddin Muhammad bin Abu bakar bin Abdulaziz bin Muhammad bin Ibrahim bin
Sa’dullah bin Jama’ah Al-Kinaani Al-Hamwi Al-Mishri (Wafat tahun 819 H.) dikenal dengan Ibnu
Jama’ah seorang faqih, ushuli, Muhaddits, ahli kalam, sastrawan dan ahli nahwu. Ibnu Hajar
Mulazamah kepada beliau dari tahun 790 H. sampai 819 H.

IV. Bidang ilmu Sastra Arab :

Majduddin Abu Thaahir Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-
Syairazi Al-Fairuzabadi (729-827 H.). seorang ulama pakar satra Arab yang paling terkenal
dimasa itu.

Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdurrazaaq Al-Ghumaari 9720 -802 H.).

V. Bidang hadits dan ilmunya:

Zainuddin Abdurrahim bin Al-Husein bin Abdurrahman bin Abu bakar bin Ibrahim Al-Mahraani Al-
Iraqi (725-806 H. ).

Nuruddin abul Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaimanbin Abu Bakar bin Umar bin Shalih Al-
Haitsami (735 -807 H.).

Selain beberapa yang telah disebutkan di atas, guru-guru Ibnu Hajar, antara lain:

Al-Iraqi, seorang yang paling banyak menguasai bidang hadits dan ilmu-ilmu yang berhubungan
dengan hadits.

Al-Haitsami, seorang yang paling hafal tentang matan-matan.


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Al-Ghimari, seorang yang banyak tahu tentang bahasa Arab dan berhubungan dengan bahasa
Arab.

A-Muhib bin Hisyam, seorang yang cerdas.

Al-Ghifari, seorang yang hebat hafalannya.

Al-Abnasi, seorang yang terkenal kehebatannya dalam mengajar dan memahamkan orang lain.

Al-Izzu bin Jamaah, seorang yang banyak menguasai beragam bidang ilmu.

At-Tanukhi, seorang yang terkenal dengan qira’atnya dan ketinggian sanadnya dalam qira’at.

*Murid Beliau*

Kedudukan dan ilmu beliau yang sangat luas dan dalam tentunya menjadi perhatian para
penuntut ilmu dari segala penjuru dunia. Mereka berlomba-lomba mengarungi lautan dan daratan
untuk dapat mengambil ilmu dari sang ulama ini. Oleh karena itu tercatat lebih dari lima ratus
murid beliau sebagaimana disampaikan murid beliau imam As-Sakhawi.

Diantara murid beliau yang terkenal adalah:

Syeikh Ibrahim bin Ali bin Asy-Syeikh bin Burhanuddin bin Zhahiirah Al-Makki Asy-Syafi’i (wafat
tahun 891 H.).

Syeikh Ahmad bin Utsmaan bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah Al-Karmaani Al-hanafi (wafat
tahun 835 H.) dikenal dengan Syihabuddin Abul Fathi Al-Kalutaani seorang Muhaddits.

Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hasan Al-Anshari Al-Khazraji (wafat tahun 875
H.) yang dikenal dengan Al-Hijaazi.

Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari wafat tahun 926 H.

Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu bakar bin Utsmaan As-Sakhaawi Asy-
Syafi’i wafat tahun 902 H.

Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin Fahd Al-Hasyimi Al-‘Alawi Al-Makki
wafat tahun 871 H.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Burhanuddin Al-Baqa’i, penulis kitab Nuzhum Ad-Dhurar fi Tanasub Al-Ayi wa As-Suwar.

Ibnu Al-Haidhari.

At-Tafi bin Fahd Al-Makki.

Al-Kamal bin Al-Hamam Al-Hanafi.

Qasim bin Quthlubugha.

Ibnu Taghri Bardi, penulis kitab Al-Manhal Ash-Shafi.

Ibnu Quzni.

Abul Fadhl bin Asy-Syihnah.

Al-Muhib Al-Bakri.

Ibnu Ash-Shairafi.

*IMAM IBNU HAJAR AL-'ATSQOLANI*


( _PART 3_ )

*Menjadi Qadhi*

Beliau terkenal memiliki sifat tawadhu’, hilm (tahan emosi), sabar, dan agung. Juga dikenal
banyak beribadah, shalat malam, puasa sunnah dan lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal
dengan sifat wara’ (kehati-hatian), dermawan, suka mengalah dan memiliki adab yang baik
kepada para ulama pada zaman dahulu dan yang kemudian, serta terhadap orang-orang yang
bergaul dengan beliau, baik tua maupun muda. Dengan sifat-sifat yang beliau miliki, tak heran
jika perjalanan hidupnya beliau ditawari untuk menjabat sebagai hakim.

Sebagai contohya, ada seorang hakim yang bernama Ashadr al Munawi, menawarkan kepada al
Hafizh untuk menjadi wakilnya, namu beliau menolaknya, bahkan bertekad untuk tidak menjabat
di kehakiman. Kemudian, Sulthan al Muayyad Rahimahullah menyerahkan kehakiman dalam
perkara yang khusus kepada Ibnu Hajar Rahimahullah. Demikian juga hakim Jalaluddin al
Bulqani Rahimahullah mendesaknya agar mau menjadi wakilnya. Sulthan juga menawarkan
kepada beliau untuk memangku jabatan Hakim Agung di negeri Mesir pada tahun 827 H. Waktu
itu beliau menerima, tetapi pada akhirnya menyesalinya, karena para pejabat negara tidak mau
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

membedakan antara orang shalih dengan lainnya. Para pejabat negara juga suka mengecam
apabila keinginan mereka ditolak, walaupun menyelisihi kebenaran. Bahkan mereka memusuhi
orang karena itu. Maka seorang hakim harus berbasa-basi dengan banyak fihak sehingga sangat
menyulitkan untuk menegakkan keadilan.

Setelah satu tahun, yaitu tanggal 7 atau 8 Dzulqa’idah 828 H, akhirnya beliau mengundurkan diri.

Pada tahun ini pula, Sulthan memintanya lagi dengan sangat, agar beliau menerima jabatan
sebagai hakim kembali. Sehingga al Hafizh memandang, jika hal tersebut wajib bagi beliau, yang
kemudian beliau menerima jabatan tersebut tanggal 2 rajab. Masyarakatpun sangat bergembira,
karena memang mereka sangat mencintai beliau. Kekuasaan beliau pun ditambah, yaitu
diserahkannya kehakiman kota Syam kepada beliau pada tahun 833 H.

Jabatan sebagai hakim, beliau jalani pasang surut. Terkadang beliau memangku jabatan hakim
itu, dan terkadang meninggalkannya. Ini berulang sampai tujuh kali. Penyebabnya, karena
banyaknya fitnah, keributan, fanatisme dan hawa nafsu.

Jika dihitung, total jabatan kehakiman beliau mencapai 21 tahun. Semenjak menjabat hakim
Agung. Terakhir kali beliau memegang jabatan hakim, yaitu pada tanggal 8 Rabi’uts Tsani 852
H, tahun beliau wafat.

Selain kehakiman, beliau juga memilki tugas-tugas:

- Berkhutbah di Masjid Jami’ al Azhar.

- Berkhutbah di Masjid Jami’ ‘Amr bin al Ash di Kairo.

- Jabatan memberi fatwa di Gedung Pengadilan.

Di tengah-tengah mengemban tugasnya, beliau tetap tekun dalam samudra ilmu, seperti
mengkaji dan meneliti hadits-hadits, membacanya, membacakan kepada umat, menyusun kitab-
kitab, mengajar tafsir, hadits, fiqih dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan dengan
hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama dan tokoh-tokoh
ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.

*Wafatnya*

Setelah melalui masa-masa kehidupan yang penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah
kepada ilmu dan berjihad menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu Hajar jatuh
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25
Jamadal Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan
mendatangi majelis-majelis taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan
Dzulqa’dah tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya Allah,
bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku
pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan penyakitnya dan tetap menunaikan
kewajibannya mengajar dan membacakan imla’. Namun penyakit tersebut semakin bertambah
parah sehingga para tabib dan penguasa (umara) serta para Qadhi bolak balik menjenguk beliau.
Sakit ini berlangsung lebih dari satu bulan kemudian beliau terkena diare yang sangat parah
dengan mengeluarkan darah. Imam As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah
memuliakan beliau dengan mati syahid, karena penyakit tha’un telah muncul. Kemudian pada
malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-
orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”

Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-
sampai orang nonmuslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup
demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung.
Semua para pembesar dan pejabat kerajaan saat itu datang melayat dan bersama masyarakat
yang banyak sekali menshalatkan jenazah beliau. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau
lebih dari 50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan Al-Bulqini
untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah
ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan
dengan masjid Ad-Dailami di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.

*IMAM IBNU HAJAR AL-'ATSQOLANI*


( _PART 4_ )

*Sanjungan Para Ulama Terhadapnya*

Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian
mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya
berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.”

Al-Iraqi berkata, “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang
muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang
sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah,
Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin,
yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh,
yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

tsiqah dan dhaif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu
yang relatif pendek.” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu
Hajar.

*Karya Ilmiah Beliau*

Al-Haafizh ibnu Hajar telah menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya
dengan lisan, amalan dan tulisan. Beliau telah memberikan jasa besar bagi perkembangan
beraneka ragam bidang keilmuan untuk umat ini.

Murid beliau yang ternama imam As-Sakhaawi dalam kitab Ad-Dhiya’ Al-Laami’ menjelaskan
bahwa karya tulis beliau mencapai lebih dari 150 karya, sedangkan dalam kitab Al-Jawaahir wad-
Durar disampaikan lebih dari 270 karya.

*Tulisan-tulisan Imam Ibnu Hajar, antara lain :*

Ithaf Al-Mahrah bi Athraf Al-Asyrah.

An-Nukat Azh-Zhiraf ala Al-Athraf.

Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-Tadlis (Thaqabat Al-Mudallisin).

Taghliq At-Ta’liq.

At-Tamyiz fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz (At-Talkhis Al-Habir).

Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah.

Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari.

Al-Qaul Al-Musaddad fi Adz-Dzabbi an Musnad Al-Imam Ahmad.

Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasyyaf.

Mukhtashar At-Targhib wa At-Tarhib.

Al-Mathalib Al-Aliyah bi Zawaid Al-Masanid Ats-Tsamaniyah.

Nukhbah Al-Fikri fi Mushthalah Ahli Al-Atsar.


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Nuzhah An-Nazhar fi Taudhih Nukhbah Al-Fikr.

Komentar dan kritik atas kitab Ulum Hadits karya Ibnu As-Shalah.

Hadyu As-Sari Muqqadimah Fath Al-Bari.

Tabshir Al-Muntabash bi Tahrir Al-Musytabah.

Ta’jil Al-Manfaah bi Zawaid Rijal Al-Aimmah Al-Arba’ah.

Taqrib At-Tahdzib.

Tahdzib At-Tahdzib.

Lisan Al-Mizan.

Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah.

Inba’ Al-Ghamar bi Inba’ Al-Umur.

Ad-Durar Al-Kaminah fi A’yan Al-Miah Ats-Tsaminah.

Raf’ul Ishri ‘an Qudhat Mishra.

Bulughul Maram min Adillah Al-Ahkam.

Quwwatul Hujjaj fi Umum Al-Maghfirah Al-Hujjaj.

Di antara karya-karya beliau di atas, yang paling terkenal adalah kitab “Fathul Bari bi Syarhi
Shahih al-Bukari”. Kitab tersebut mulai disusun pada tahun 817 H / 1415 M, setelah
menyelesaikan kitab mukaddimahnya “Huda as-Sari” pada tahun 817 H / 1415 M. Ketika kitab
“Fathul Bari” itu diselesaikan pada tahun 842 H / 1439 M, maka diadakanlah semacam resepsi
syukuran, yang dihadiri oleh banyak ulama, kaum muslimin, dan penguasa setempat. Naskah
pertama itu kemudian dibeli oleh pemerintah negeri itu dengan harga 300 dinar untuk diperbanyak
dan disebarluaskan. Kitab tersebut sampai sekarang menjadi rujukan utama bagi siapa saja yang
hendak mendalami hadits, khususnya kitab “Shahih Al-Bukhari”. Kitab yang terdiri dari 14 jilid ini
(termasuk mukaddimah “Fathul Bari”) cukup menggambarkan keahlian pengarangnya.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

*SYEKH SULAIMAN AL-JAZULI*

*Sejarah Menjelang Mengarang Kitab Dalailul Khoirot*


_Waliyulloh Syekh Sulaiman al Jazuli_

egala puji bagi Allah yang menganugerahi hidayah kepada kita berupa iman dan Islam, yang
memberikan kenikmatan kepada kita dengan suka bersholawat dan salam kepada baginda Rosul
sebaik – baik manusia, beliaulah yang kita mintai syafa’at ( Syafaatul Uzhma ) . Semoga beliau
Saw. memberikan syafa’at-nya kepada kita dihari kiamat kelak…Aaaamiiiiiin.

Saya bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan hanya Allah, tiada
sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi sesungguhnya Sayyid Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya, shalawat salam atas beliau, keluarga dan para sahabatnya.

Tulisan ini adalah sebagian dan sejarah perjalanan hidup seorang Imam yang alim dan amil,
seorang wali Allah yang besar dan sempurna yang ma’rifat kepada Allah, yang muhaqqik dan
wasil kepada-Nya, seorang tokoh terkemuka pada zamannya, yang berbeda pada masanya,
Sayid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli rodliyallah ‘anhu pengarang kitab dalailul
Khoirot.

*Nasab*

Adapun nasabnya adalah Sayyid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman bin Abdurrohman bin
Abu Bakar bin Sulaiman bin Ya’la bin Yakhluf bin Musa bin ‘Ali bin Yusuf bin Isa bin Abdulloh bin
Jundur bin Abdurrohman bin Muhammad bin Ahmad bin Hasan bin Isma’il bin Ja’far bin Abdulloh
bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abu Tholib Karramallahu Wajhah.

*Kelahiran*

Beliau dilahirkan di Jazulah yaltu di sebuah kabilah dan Barbar di pantai negeri Maghrib {Maroko}
Afrika. Beliau belajar di Fas yaitu sebuah kota yang cukup ramai yang terletak tidak terlalu jauh
dan tidak terlalu dekat dengan Mesir. Jarak antara Fas dan Mesir kira-kira 36 derajat 17 daqiqoh
atau sekitar 4.064 km. Dikota Fas beliau belajar hingga menjadi sangat banyak menguasai ilmu
yang bermacam-macam sehingga namanya tersohor, kemudian beliau mengarang kitab “Dalail
al Khoirat”.

*Sejarah Menjelang Mengarang Kitab Dalailul Khoirot*


Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Adapun sebab musabah beliau mengarang kitab Dalailul Khoirot adalah karena pada suatu saat
beliau singgah di suatu desa bertepatan dengan waktu (habisnya) sholat dhuhur; tetapi beliau
tidak menjumpai seorangpun yang dapat beliau tanyai untuk mendapatkan air wudlu.

Akhirnya beliau menemukan sebuah sumur yang tidak ada timbanya, maka beliau berputar-putar
di sekitar sumur itu dalam keadaan bingung karena tidak ada alat untuk menimba air. Tetapi
kemudian beliau dilihat oleh seorang anak perempuan kecil yang berusia sekitar tujuh tahun.
Anak itu bertanya kepada Sayid Muhammad al-Jazuli,

“Ya Syekh, mengapa anda nampak bingung berputar-putar disekitar sumur Syekh
menjawab,”Saya Muhammad bin sulaiman”.

Anak itu bertanya lagi, “Apa yang hendak tuan lakukan ?“

Syekh menjawab, “Waktu sholat dhuhurku sudah sempit, tetapi saya belum mendapatkan air
untuk berwudlu”.

Anak kecil itu bertanya, apakah dengan namamu yang sudah terkenal ia tidak bisa (hanya
sekedar) mendapatkan air wudlu dan dalam sumur? Tunggulah sebentar!“

Kemudian anak kecil itu mendekat ke bibir sumur dan meniupnya sekali, tiba-tiba airnya mengalir
dan memancarkan di sekitan sumur seperti sungai besar.

Kemudian anak kecil itu pulang kerumahnya, dan Syekh Muhammad Al-Jazuli pun segera
berwudlu dan melaksanakan sholat dluhur.

Setelah Al -Jazuli rumah itu Syekh Muhammad bergegas mendatangi anak perempuan kecil itu,
sesampainya di sana beliau mengetuk pintu. Anak kecil itu berkata, “Siapa itu ?“, maka syekh
menjawab, “Wahai anak perempuanku, saya bertanya kepadamu, demi Allah dan
kemahaagungan-Nya yang menciptakan kamu dan menunjukiku kepadamu terhadap Nabi
Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasulmu yang diharap-harapkan syafaatnya, saya harap
engkau mau menemuiku, saya hendak menanyakan tentang satu hal”.

Ketika anak itu menemui beliau, Syekh Muhammad Al-Jazuli bersumpah, “Aku bersumpah
kepadamu demi kemahaagungan Allah, demi kemahakuasaan-Nya, demi kemahamemberi-Nya,
demi kemahasempurnaan-Nya dan demi Nabi Muhammad yang sholawat salam atas beliau, para
shahabat, isteri dan putra-putra beliau, demi risalah beliau dan demi syafaat beliau, aku mohon
kamu mau menceritakan kepadaku dengan apakah kamu bisa mendapatkan martabat yang tinggi
{sehingga dapat mengeluarkan air dan sumur tanpa menimba} ?“.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Anak perempuan kecil itu menjawab, : “Kalaulah tidak karena sumpahmu itu wahai Syekh,
tentulah aku tidak mau menceritakannya. Saya mendapatkan keistimewaan yang demikian itu
karena membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.” Setelah peristiwa itu kemudian Syekh
Muhammad Al-Jazuli radliallahu anhu mengarang kitab “Dalail al Khairat” di kota Fas. Dan
sebelum beliau mensosialisasikan kitab itu ia mendapat ilham untuk pulang kembali ke tanah
kelahirannya. Maka beliau kembali dan Fas kedesa beliau ditepi daerah Jazulah. Kemudian
beliau dengan kesendiriannya itu bertemu Syekh Abu Abdilah Muhammad bin Abdullah Al-
Shaghir seorang penduduk dipinggiran desa dan beliau berguru Dalail kepadanya.

*Riwayat lainnya mengisahkan:*

suatu hari Syeikh Sulaiman Al Zazuli akan mengambil air wudhu untuk sholat ketika beliau
sedang berjalan disebuah padang pasir. Tetapi beliau tidak mendapatkan alat buat mengambi air
dalam sumur. Keadaan itu terus berlangsung sampai ia melihat seorang anak perempuan kecil
yang memandanginya dari tempat yang cukup tinggi, lalu anak kecil itu bertanya kepada beliau:
“Siapakah Anda?” Beliau kemudian menjelaskan hal ihwal beliau, maka anak itu berkata: “Tuan
ini ahli membaca sholawat kepada Rasulullah SAW, dan Tuan ini termasuk orang yang dihormati,
mengapa Tuan bingung tidak mendapatkan air?” Kemudian ia pun meludah ke dalam air sumur
itu, seketika itu pula airnya naik dan akhirnya memudahkan untuk berwudhu.

Setelah merampungkan wudhunya Syaikh al Jazuli bertanya: “Dengan apa engkau memperoleh
karomah (kemuliaan) ini?” Jawabnya: “Karena saya memperbanyak membaca sholawat kepada
Nabi SAW, yang mana jika seseorang berjalan di daratan yang tiada makanan & air,
bergantunglah binatang-binatang buas kepadanya”.

Lalu beliau bersumpah untuk mengarang sebuah kitab sholawat Nabi SAW, pelindungku, yang
melebihi ilmu Aqliyah dan Naqliyah.Sebelum beliau mengajarkan ilmunya dan tarbiyah kepada
muridnya beliau melakukan riyadhah / khawat / uzlah selama 14 tahun setelah mendapat talqin
(ijazah) Thariqat Syadziliyah. Setelah beliau keluar ke masyarakat, beliau menjadi masyhur di
berbagai tempat dan negeri, murid beliau mencapai 12.000 orang lebih.Beliau berkata: “Allah
telah berfirman kepadaku: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku menganugerahkan karomah
dan derajat luhur kepadamu ini, karena kamu senang memperbanyak Sholawat kepada NabiKu”.

*Wafatnya*

Pada tanggal 16 Rabiul Awal 870 H beliau wafat, disemayamkan di desa Sus al Aqsha. Setelah
77 tahun dari wafatnya, jenazahnya dipindahkan ke Marakesy, maka didapati jenazahnya itu utuh
sebagaimana waktu dikubur pertama kali. Makamnya banyak diziarahi orang, dikarenakan
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

baunya yang semerbak. Hal ini dikarenakan beliau menyukai membanyakkan sholawat kepada
Nabi SAW selama hidupnya. (Asraarur Rabbaniyyah wal Fuyudhatir Rahmaniyyah ‘aas
Sholawatid Dardiriyyah, Sy. Ahmad as Showi).

Kemudian Syekh Muhammad Al-Jazuli melaksanakan kholwat untuk beribadah selama 14 tahun
dan kemudian keluar dan kholwatnya untuk mengabdikan din dan menyempurnakan pentashihan
(pembetulan) kitab “Dalait al Khoirot” pada hari jum’at, 6 Rabi’ul Awwal 82 H. delapan tahun
sebelum hari wafatnya.

Adapun Thoriqoh beliau disandarkan pada Syekh Syadzili yang belajar dan Sayyid Abu Abdillah
Muhammad bin Abdul Mudhor Al-Munithi dan Sayid Abu Utsman Sa’id Al-Hartanai dan Sayid Abi
Zaid Abdurrahman Al-Rajnaji dan Sayid Abul Fadhil Al-Hindi dan Syekh Ihus Uwais Zamanihi dan
Sayid Abu Abdilah Al-Maghribi seorang pengembara yang dimakamkan di Damnaliur
AlBukhairoh dan pengikut para orang sholih dan kelompok Thoriholnya muslikin dan seagung-
agungnya orang-orang ma’nifat dan Imamnya para wasil, Abul Aqthob yang diperlihatkan oleh
Allah terhadap semua pengikutnya sebagai penerus barisan para keturunan Al Hasyimiyyah dan
keturunan Nabi, Sayid Abul Hasan ‘Ali Al-Syadzali radtiyallahu ‘anhu yang dilahirkan pada tahun
595 H. dan wafat pada tahun 656 H.

Dinegerinya sebelum beliau merealisasikanSepuluh hal sebagaimana beliau berkata: “Masih ada
sepuluh tahun untukmu”, dan beliau mewariskan banyak teman. Adapun murid-murid beliau
banyak sekali, diantaranya adalah Syekh Abu Abdillah Muhammad Al-Shoghir Al-Sahli dimana
beliau adalah yang tertua dan sahabatnya yang lain, yang menemaninya dalam meriwayatkan
Dalail. Kemudian Syekh Abu Muhammad Abdul Karim Al-Mandari dan juga Syekh Abdul ‘Aziz
Ab-Tiba’

*Syekh Muhammad Al-Jazuli Mendidik*

Syekh Muhammad Al-Jazuli pada mulanya mulai mendidik para muridin dipinggiran Asafi di mana
banyak sekali orang yang sadar dan bertaubat atas bimbingannya. Dzikirnya begitu terkenal,
tersebar dan diamaikan orang-orang diberbagai negeri dan nampaklah keistimewaan yang besar
dan keramat-keramatnya. Syekh Muhammad Al-Jazuli senantiasa berpegang teguh terhadap
hukum-hukum Allah SWT dengan melaksanakan ajaran A1-Qur’an dan Sunnah rosul shallalluhu
‘alaihi wassalani. Kemudian beliau pindah dan Asafi kesuatu tempat yang terkenal dengan afrigal.
Kemudian beliau membangun masjid dan menetap ditempat itu untuk tetap mendidik dan
membimbing para muridin ke jalan yang benar sesuai petunjuk Allah.

Jelaslah cahaya keberkahan beliau, nampaklah tanda-tanda kerahasiaannya dan para faqir dan
orang-orang yang tekun membaca dan dzikir kepada Allah dan membaca sholawat Nabi semakin
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

banyak Dzikir-dzikir beliau dikenal disegenap penjuru dan pam pengikutnya pun tersebar disetiap
bagian negeri sehingga menjadi semarak dan hiduplah negeri Maghribi. Syekh Muhammad Al-
Jazuli memperbaharui Thoriqot di Maghribi setelah pengaruh-pengaruh dari pengajarannya.
Syekh Muhammad Al-Jazuli benar-benar seorang yang mencurahkan waktunya untuk menolong
dan memberikan manfa’at kepada ummat Beliau juga mengutus para sahabatnya keberbagai
negeri untuk menda’wahkan hukum Allah dan mendorong mereka ke jalan Allah.

Banyak sekali orang mengikuti dan mengamalkan Thoriqotnya. Mereka juga banyak yang datang
langsung kepada Syekh Muhammad A1-Jazuli untuk bertaqurrub dan mencari ridho Allah. Junilali
dan pengikut itu mencapai 12665 orang dimana kesemuanya itu bisa mendapatkan fadhilah
menurut kadar martabat dan kedekatan mereka dengan Syekh Muhammad Al-Jazuli.

*Wafatnya Syekh Muhammad Al Jazuli*

Beliau wafat waktu melaksanakan sholat subuh pada sujud yang pertama (atau pada sujud yang
kedua menurut satu riwayat) tanggal 16 Rabi’ul Awwal 870 H. Beliau dimakamkan setelah waktu
sholat dhuhur pada hari itu juga di tengah masjid yang beliau bangun.

Sebagian dan keramaltnya adalah setelah 77 tahun dan wafat beliau, makam beliau dipindahkan
Maralisy, dan ternyata ketika jenazah beliau dikeluarkan dan kubur, keadaan jenazah itu masih
utuh seperti ketika beliau dimakamkan. Rambut dan jenggot beliau masih nampak bersih dan
jelas seperti pada hari beliau dimakamkan. Makam beliau di Markasy sering diziarabi oleh banyak
orang.

Sebagian besar dan peziarah itu membaca Dalil al Khairat disana, sehingga dijumpai di makam
itu bau minyak misik yang amat harum karena begitu banyak di bacakan sholawat salam kepada
nabi muhamad, para sahabat dan keluarga beliau. kisah wangi semerbak itu adalah sebagian
dari sejarah yang lain tentang beliau bahwa para orang sholeh dari berbagai penjuru dari masa
ke masa senantiasa membaca dan mengamalkan kitab beliau yaitu dalail al khoirot.

Akhirnya beliau mendapat perdikat sebagai seutama-utamanya orang yang bersama Rosul SAW
kelak karena banyaknya pengikut beliau untuk membaca Sholawat, sebagai mana Rosululloh
SAW bersabda, “Seutama utama manusia bersamaku pada hari kiamat adalah orang yang paling
banyak membaca Sholawat untukku”

Syekh al-Khafidh Abu Na’im berkata, “ Sejarah besar tentang Syeh Muhamad Al-Jazuli ini benar-
benar sesuai dengan hadist dan fatwa para sahabat tentang membaca sholawat kepada Nabi ni
saya telah menuqilnya meskipun banyak para ulama’ yang mengetahuinya secara pasti, sebagai
mana disabdakan Nabi, “Sedekat-dekatnya orang yang lebih berhak mendapat syafa’atku pada
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

hari kiamat besok adalah orang yang paling banyak membaca sholawat pada waktu ia masih di
dunia”

Segala puji bagi Alloh tanpa batas, Sholawat salam atas Rosululloh SAW para sahabat dan
keluarganya. Amien.

Semoga tulisan singkat tentang IMAM JAZULI ini..barokah bagi kita semua Amien.

Hadzihi Hadiyyatun Khususon ila Syeikh Muhammad Bin Sulaiman Al Jazuli AL FATIHAH...

*Sayidina al-Imam Ustadz al-Adzhom Muhammad Bin Ali (al-Faqih al-Muqaddam)*


( _PART 1_ )

_[Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad - Ali - Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali’
Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-
Naqib - Ali Al-’Uraidhi - Ja’far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain -
Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW]_

Yang pertama kali dijuluki 'al-Faqih al-Muqaddam' adalah waliyullah Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shahib Marbad. Soal gelar yang disandangnya, karena waliyullah Muhammad bin
Ali seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih.
Salah seorang guru beliau Ali Bamarwan mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih
sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin
Furak al-Syafi'i', wafat tahun 406 Hijriah. Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih
yang berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, dalam hal ini waliyullah Muhammad
bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada
di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah lainnya.

Al-Waliyullah al-Imam Sayidina Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dilahirkan
di kotaTarim, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad yang
menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad
menurunkan 16 leluhur Alawiyin, termasuk di antaranya yang dikenal sebagai walisongo, di tanah
Jawa, Indonesia. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam
ialah poros sesepuh semua kaum Alawiyin.

Sayyidina Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh
semua kaum Alawiyin. Beliau dilahirkan di Tarim. Beliau seorang yang hafal al-quran dan selalu
sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai tingkat
sebagai mujtahid mutlak.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Beliau dikenal dengan gelar lain yakni ustadzul A’zham (Guru besar), beliau adalah bapak dari
semua keluarga Alawiyin, keindahan kaum muslimin dan agama Islam.

Mengenai Imam al-Faqih al- Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid Idrus bin Umar al-Habsyi
dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah mengatakan: " Dari keistimewaan yang ada pada
Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam
kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul
(nash-nash Alquran dan Sunnah).

Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul
(ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah
Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz
Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli
ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala
kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib).

Beliau adalah al-’arif billah, seorang ulama besar, pemuka para imam dan guru, suri tauladan
bagi al-’arifin, penunjuk jalan bagi as-salikin, seorang qutub yang agung, imam bagi Thariqah
Alawiyyah, seorang yang mendapatkan kewalian rabbani dan karomah yang luar biasa, seorang
yang mempunyai jiwa yang bersih dan perjalanan hidupnya terukir dengan indah. Thariqahnya
adalah kefakiran yang hakiki dan kema’rifatan yang fitrah. Beliau Imam Faqihi Muqadam adalah
penutup Aulia-illah (para waliyullah) yang mewarisi maqam Rasulullah saw, yaitu maqam
Quthbiyah Al Kubra (Wali Quthub besar).

Beliau adalah sosok ulama yang mendapat keistimewaan dari Allah SWT sehingga mampu
menyingkap rahasia ayat-ayat-Nya. Allah juga memberinya kemampuan untuk menguasai
berbagai macam ilmu, baik lahir maupun batin.

Beliau lahir pada 574 H/1154 M. Di masa remaja ia menuntut ilmu kepada para ulama besar,
antara lain Al-Allamah Al-Faqih Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-Hadhrami,
seorang guru yang agung, pemuka para ulama besar di Tarim; Al-Faqih Asy-Syeikh Salim bin
Fadhl; dan Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid, pengarang kitab Al-Ikmal
‘alat Tanbih.

Kecerdasannya sudah tampak sejak masa kanak-kanak, sehingga ia sering mendapat perhatian
lebih dari guru-gurunya. Salah seorang gurunya, Al-Imam Abdullah bin Abdurrahman, hanya akan
memulai pelajaran jika muridnya Al-Faqih al-Muqaddam yang istimewa itu sudah hadir.
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Selain itu, ia juga belajar kepada beberapa ulama besar yang lain, seperti Al-Qadhi Al-Faqih
Ahmad bin Muhammad Ba’isa, Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abul Hubbi, Asy-Syeikh
Sufyan Al-Yamani, As-Sayid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid, As-Sayid Al-Imam
Salim bin Bashri, Asy-Syeikh Muhammad bin Ali Al-Khatib, dan pamannya sendiri, Asy-Syeikh
As-Sayid Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath(paman beliau) dan masih banyak lagi.

Beliau belajar fiqh Syafi’i kepada Syeikh Abdullah bin Abdurahman Ba’Abid dan Syeikh Ahmad
Bin Muhammad Ba’Isa, belajar Ushul dan ilmu logika kepada Imam Ali Bin Ahmad Bamarwan
dan Imam Muhammad Bin Ahmad Bin Abilhib, belajar ilmu Tafsir dan Hadits kepada seorang
Mujtahid bernama Sayid Ali bin Muhammad Bajadid, belajar ilmu tasawuf dan hakikat kepada
Imam salim Bashri, Syeikh Muhammad Ali Al Khatib dan pamannya Syeikh Alwi Bin Muhammad
Shahib Mirbath serta Syeikh Sufyan Al Yamani yang berkunjung ke Hadramaut dan tinggal di
kota Tarim.

*Sayidina al-Imam Ustadz al-Adzhom Muhammad Bin Ali (al-Faqih al-Muqaddam)*


( _PART 2_ )

Di antara sikap tawadhunya, beliau tidak mengarang kitab-kitab yang besar, akan tetapi ia hanya
mengarang dua buah kitab berisi uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul : Bada’ia Ulum Al
Muksysyafah dan Ghoroib Al Musyahadat wa Al Tajalliyat. Kedua kitab tersebut di kirimkan
kepada salah satu gurunya Syeikh Sa’Adudin Bin Ali Al Zhufari yang wafat di Sihir tahun 607 H.
Setelah melihat dan membacnya ia merasa takjub atas pemikiran dan kefasihan kalam Imam
Muhammad Bin Ali. Kemudian surat tersebut di balas dengan menyebutkan di akhir tulisan
suratnya : ‘’Engkau wahai Imam, adalah pemberi petunjuk bagi yang membutuhkannya’’. Imam
Muhammad Bin Ali pernah ditanya tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka
beliau menjawab semua masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban.

Selain dikenal sebagai ulama yang ketinggian ilmunya diakui oleh para ulama Hadramaut, ia juga
terkenal sebagai dermawan yang suka memperhatikan nasib rakyat miskin. Setiap hari di bulan
Ramadan, rumahnya selalu ramai oleh antrean fakir miskin yang menanti pembagian sedekah
kurma.

Di rumahnya memang selalu tersedia gudang khusus untuk menyimpan 360 guci penuh kurma,
setiap hari dibagikan kurma satu guci, sehingga dalam setahun habis 360 guci. Kurma itu adalah
hasil kebun yang memang khusus untuk fakir miskin.

Tak mengherankan jika namanya cukup harum di kalangan masyarakat Tarim, ibu kota
Hadramaut kala itu. Apalagi ia juga dikenal sebagai al-‘arif billah, ulama besar, pemuka para
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

imam dan guru, suri teladan bagi al-‘arifin, penunjuk jalan bagi as-salikin, imam bagi tarekat
Alawiyah, yang mendapatkan kewalian dan karamah luar biasa, yang mempunyai jiwa bersih.

*Sayidina al-Imam Ustadz al-Adzhom Muhammad Bin Ali (al-Faqih al-Muqaddam)*


( _PART 3_ )

*Ikhtiar Keras*

Di masa-masa awal pertumbuhannya, beliau menjalaninya dengan penuh kesungguhan dan


mencari segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Beliau berpegang teguh pada
Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, serta mengikuti jejak-jejak para Sahabat Nabi dan para
Salafus Sholeh. Beliau ber-mujahadah dengan keras dalam mendidik akhlaknya dan
menghiasinya dengan adab-adab yang sesuai dengan syariah.

Beliau juga giat dalam menuntut ilmu, sehingga mengungguli ulama-ulama di jamannya dalam
penguasaan berbagai macam ilmu. Para ulama di jamannya pun mengakui akan ketinggian dan
penguasaannya dalam berbagai macam ilmu. Mereka juga mengakui kesempurnaan yang ada
pada diri beliau untuk menyandang sebagai imam di jamannya.

Mujahadah beliau di masa-masa awal pertumbuhannya bagaikan mujahadahnya orang-orang


yang sudah mencapai maqam al-’arif billah. Allah-lah yang mengaruniai kekuatan dan keyakinan
di dalam diri beliau. Allah-lah juga yang mengaruniai beliau berbagai macam keistimewaan dan
kekhususan yang tidak didapatkan oleh para qutub yang lainnya. Hati beliau tidak pernah kosong
sedetikpun untuk selalu berhubungan dengan Allah. Sehingga tampak pada diri beliau asrar,
waridad, mawahib dan mukasyafah.

Boleh dikata, sedetik pun hatinya tidak pernah kosong dalam berhubungan dengan Allah.
Sosoknya penuh dengan sikap tawaduk, dan menyukai ketertutupan, tidak pernah pamer. Suatu
ketika ia berkirim surat kepada seorang pemuka sufi bernama Syekh Sa’ad bin Ali Adz-Dzafari.
Setelah membacanya, Syekh Sa’ad terkagum-kagum karena merasakan asrar, rahasia kewalian,
dan anwar, cahaya kewalian, di dalamnya.

Dalam jawabannya, Syekh Sa’ad antara lain menulis, “Wahai Faqih, orang yang diberikan karunia
oleh Allah yang tidak dipunyai oleh siapa pun, engkau adalah orang yang paling mengerti syariat
dan hakikat, baik yang lahir maupun yang batin.”

Tentang ketokohan dan kepribadiannya, Imam Syekh Abdurrahman As-Saggaf berkata, “Aku
tidak pernah melihat atau mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalam Al-Faqih
Muhammad bin Ali, kecuali kalam para nabi. Dan aku tidak dapat mengunggulkan seorang wali
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

pun kecuali para sahabat nabi, atau orang yang mendapat kelebihan melalui hadis seperti Uwais
Al-Qarni, atau Al-Faqih Muqaddam.”

Sepanjang hidupnya ia banyak mengalami pengalamaan spritual, antara lain bertemu Nabi Hud
dan Nabi Khidlir.

Di zamannya, ia banyak menghasilkan ulama besar. Dan yang paling utama ialah Syekh Abdullah
bin Muhammad 'Ibad dan Syekh Sa’id bin Umar Balhaf. Para ulama yang lain: Syekh Al-Kabir
Abdullah Baqushair; Syekh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad; Syekh Ali bin Muhammad Al-
Khatib dan saudaranya, Syekh Ahmad; Syekh Sa'ad bin Abdullah Akdar dan saudara-saudara
sepupunya; dan masih banyak lagi.

Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, pernah berkata, “Aku terhadap masyakaratku seperti awan.”
Suatu hari dikisahkan bahwa beliau pernah tertinggal pada saat ziarah ke kubur Nabiyallah Hud
alaihis salam. Beliau berkisah, “Pada suatu saat aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi.
Tiba-tiba datanglah Nabiyallah Hud ke tempatku sambil membungkukkan badannya agar tak
terkena atap. Lalu ia berkata kepadaku, ‘Wahai Syeikh, jika engkau tidak berziarah kepadaku,
maka aku akan berziarah kepadamu.’”

Disuatu saat Al Imam Faqihi Muqadam duduk bersama sahabatnya, ketika itu ada seseorang
yang nampak seperti Badui datang mengunjunginya, dengan di atas kepalanya membawa keju.
Maka berdiri Imam Faqihi Muqadam untuk mengambil keju tersebut lalau memakannya. Para
sahabatnya yang hadir saat itu merasa heran dan bertanya : ‘’Siapa dia ? maka beliau menjawab
: Nabi Khidir as. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa : Allah telah mengangkat derajat Al Faqihi
Muqadam sebagai seorang Ahli Hakikat dan Ahli Kasyaf. Ini terlihat dari isyarat keju yang di
makannya dari kepala Nabi Khidir as. Keju tersebut di ibaratkan sebuah buah dari sebuah dari
hasil mujahadah para wali. Dan di jadikan Imam Al Faqihi Muqadam bagi para wali seperti
kedudukan Malaikat Jibril terhadap para Nabi. Syeikh Fadhal bin Abdullah Bafadhal berkata :
‘’Banyak dari manusia yang mendapatkan anugrah dari imam Al Faqihi Muqadam lantaran
didikan dan kebaikannya, khususnya dua orang Syeikh Kabir Abdullah bin Muhammad Abbad
dan Syeikh Said Bin Umar Balhaf’’.

Imam Muhammad Bin Ali Al Faqihi Muqadam berdoa untuk para keturunannya agar selalu
menempuh perjalanan yang baik, jiwanya tidak di kuasai oleh kedzaliman yang akan
menghinakannya, serta tidak ada satupun dari anak cucunya yang meninggal kecuali dalam
keadaan mastur ( Kewalian yang tersembunyi ).
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

Beliau seorang yang gemar bersedeqah sebanyak dua ribu ratl kurma kepada yang
membutuhkannya, memberdayakan tanah pertaniannya untuk kemaslahatan umum. Beliau juga
menjadikan isterinya Zainab Ummul Fuqara sebagai khalifah beliau.

Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, banyak menghasilkan para ulama besar di jamannya. Beberapa
ulama besar berhasil dalam didikan beliau. Yang paling terutama adalah dua orang muridnya,
yaitu Asy-Syeikh Abdullah bin Muhammad ‘Ibad dan Asy-Syeikh Sa’id bin Umar Balhaf. Selain
keduanya, banyak juga ulama-ulama besar yang berhasil digembleng oleh beliau, diantaranya
Asy-Syekh Al-Kabir Abdullah Baqushair, Asy-Syeikh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad, Asy-
Syeikh Ali bin Muhammad Al-Khatib dan saudaranya Asy-Syeikh Ahmad, Asy-Syeikh Sa’ad bin
Abdullah Akdar dan saudara-saudara sepupunya, dan masih banyak lagi.

Sayidina al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alawi bin Muhammad bin Alawi
bin Ubaidillah bin Ahmad AlMuhajir. Al-Faqih Al Muqaddam adalah tokoh Ala-wiyin pertama yang
menyebarluaskan ajaran tasawuf, setelah mengenakan “khirgah” (baju tasawuf) dari seorang
tokoh ahli sufi, ialah Syekh Abu Madyan. Al Faqih Al Muqaddam menerima “khirgah” itu melalui
seorang perantara, Syekh Abdurrahman bin Mu­hammad Al Muq’ad, seorang murid Syekh Abu
Madyan. Syekh Abdurrahman diutus oleh gurunya khusus untuk tugas itu, tapi ia telah wafat di
Makkah sebelum sempat menemui Al Fagih Al Muqaddam.

Meski demikian, sebelum wafat ia telah melimpahkan misi itu kepada kawan yang dapat
dipercaya ialah Syekh Abdullah Al Maghribi untuk menyampaikan “khirgah” kepada Al Fagih Al
Muqaddam di Tarim, Menurut kitab AlMasyra ‘Arrawiy, Al Fagih Al Mugaddam telah mencapai
derajat Al Mujtahid Al Muthlaq di dalam ilmu Syari’at, - makam Al Quthbiyah di dalam bidang
tasawuf. Gurunya ,Syech Muhammad Bamarwan mengatakan Al Faqih Muqaddam telah
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan AI-Imamah-.

Sayyidina Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh
semua kaum Alawiyin. Beliau seorang yang hafal al-quran dan selalu sibuk menuntut berbagai
macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai tingkat sebagai mujtahid mutlak.

Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul
(ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah
Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz
Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli
ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala
kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib).
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

mengenai ketinggian derajat maka diriwayatkan bahwa awal derajat Imam al-Faqih al-Muqaddam
adalah akhir derajat Syeikh Abdul Qadir Al-Jailaniy, menunjukkan derajat yang demikian agung.

AsSyeikh Abdurahman AsSeqaf berkata : ”Tidak aku lihat dan aku dengar suatu kalam yang
melebihi kalam Imam Al faqihi Muqadam kecuali kalam para Nabi”. Sedang Imam Al faqihi
Muqadam bernah berkata kepada kaumnya ’’Kedudukan ku terhadap kalian seperti kedudukan
Nabi Muhammad kepada kaumnya’’. Didalam riwayat lain AsSyeikh Abdurahman AsSeqaf :
berkata ’’Kedudukan ku terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Isa kepada kaumnya’’. Berkata
AsSyeikh Al Kabir Abu Al Ghaits Ibnul Jamil :’’Derajat kami tidak akan menyamai derajat Imam
Al Faqihi Muqadam, terkecuali hanya setengahnya saja’’. Dalam salah satu kalimat yang
ditulisnya kepada gurunya Syeikh Sa’aduddin, Imam Al Fiqihi Muqadam bekata ‘’Aku telah di
Mi’rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak tujuh kali ( dilain riwayat dua puluh tujuh kali).

*Sayidina al-Imam Ustadz al-Adzhom Muhammad Bin Ali (al-Faqih al-Muqaddam)*


( _PART 4_ )

Imam Mursyid Tarekat Alawiyah

Dialah yang mula-mula dijuluki Al-Faqih Al-Muqadam, fakih yang diunggulkan.

Dalam mengambil sanad keilmuan dan tarekat, ia mengambil dari dua jalur. Jalur pertama dari
orangtua dan pamannya, sementara orangtua dan pamannya mengambil dari kakeknya, dan
terus sambung-menyambung, akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.

Jalur kedua dari seorang ulama besar pemuka sufi, Syekh Abu Madyan Syu’aib, melalui dua
muridnya, yaitu Abdurrahman Al-Maq'ad Al-Maghrabi dan Abdullah Ash-Shaleh Al-Maghrabi.
Syekh Abu Madyan mengambil dari gurunya, gurunya mengambil dari guru sebelumnya, dan
terus sambung-menyambung, akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.

Mengenai kesufian beliau. Adapun sumber penisbatan Al-Khirqah dan Silsilah Isnad Didalam
Kesufian Beliau Al Faqihi Muqadam, diterangkan mengambil sanad Khirqah Kesufian berasal dua
jalur, salah satu dari jalur ayah-kakek beliau ( Ahlulbait ), yakni beliau dididik dan menerimanya
dari ayah beliau, Ali bin Muhammad dan dari paman beliau, Alwi bin Muhammad, keduanya
menerima dari ayahnya Muhammad Syahib Mirbath, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali Khali’
Qasam, beliau menerimanya dari ayahnya, Alwi Shahib Samal, beliau menerimanya dari
ayahnya, Ubaidillah, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa, beliau
menerimanya dari ayahnya, Isa an-Naqib, beliau menerimanya dari ayahnya, Muhammad, beliau
menerimanya dari ayahnya, Ali al-Uraidhi, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Ja’far as-
Shoddiq, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhammad al-Baqir, beliau menerimanya
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

dari ayahnya, Ali Zainal Abidin, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam al-Hussein dan dari
pamannya al-Imam al-Hassan, keduanya menerima dari kakeknya Nabi Muhammad SAW, juga
dari ayahnya al-Imam Ali bin Abi Thalib sedangkan Nabi SAW menerimanya dari Allah seperti
yang beliau katakan:

“Aku dididik oleh Tuhanku dan ia mendidikku dengan sebaik-baik didikan”.

Sedang jalur yang ke dua, Beliau Al Faqihi Muqadam diterangkan mengambil sanad Khirqah
Kesufian di bawah usia 20 tahun, dari seorang Sufi terkemuka yang berasal dari Maroko.
Selengkapnya yakni; lewat Abu Madyan al-Maghribi (Syeikh Syu’aib bin Husain Al Anshari) yang
wafat di tahun 594 H, dengan perantaraan Abdurrahman Al-Muq’ad dan Abdullah As-Shaleh.
Sedangkan Syeikh Syu’aib Abu Madyan menerimanya dari Syeikh Abu Ya’za al-Maghribi, beliau
menerimanya dari Syeikh Abul Hasan bin Hirzihim atau yang dikenal dengan nama Abu Harazim,
beliau menerimanya dari Syeikh Abu Bakar bin Muhammad bin Abdillah ibnl Arabi dan Al-Ghadi
Al-Mughafiri. Sedangkan ibnl Al-Arabi menerimanya dari Syeikh Al Imam Hujjatul Islam Al-
Ghadzali, beliau menerimanya dari gurunya, iaitu Imam al-Haramain Abdul Malik bin Syeikh Abu
Muhammad Al-Juwaini, beliau menerimanya dari ayahnya, Abu Muhammad bin Abdullah bin
Yusuf, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Thalib al-Makki, beliau menerimanya dari Syeikh
Syibli, beliau menerimanya dari Syeikh Junaid Al Baghdadi, beliau menerimanya dari pamannya,
yaitu As-Sirri As-Siqthi, beliau menerimanya dari Syeikh Ma’ruf al-Karkhi, beliau menerimanya
dari gurunya, Syeikh Daud at-Tho’i, beliau menerimanya dari Syeikh Habib al-’Ajmi, beliau
menerimanya dari Imam Hasan al-Basri, beliau menerimanya dari Imam Ali bin Abi Thalib, beliau
menerimanya dari Rasulullah SAW, beliau menerimanya dari malaikat Jibril, dan beliau
menerimanya dari Allah Ta’ala.

Karena kebanyakan orang jika ia mendalami tashawwuf maka ia lebih kurang meninggalkan
dakwah dan mengajar ilmu syariah, atau begitu pula sebaliknya jika ia menjadi ulama, sibuk
dengan hadits dan ilmu syariah dan meninggalkan ilmu kesucian hati dan ibadah (tadzkiyatul
Nafs)

maka Thariqah alawiyyah memadukan keduanya, ilmu syariah yang kuat, tashawwuf yang kokoh
pula.

al-Imam al-Faqih al-Muqaddam.ra memelopori perpaduan ilmu syariah dan haqiqah, kembali
kepada masa para sahabat dan Tabiin.

Beliau memadukan syariah dan haqiqah pada Thariqah Alawiyyah ini, sedangkan umumnya pada
semua Thariqah tidak demikian, mereka mengkhususkan pada tasawwuf dan dzikir, berbeda
dengan Thariqah alawiyyah yang tetap mendalami syariah, tidak meninggalkan kesibukan
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

syariah, bahkan mewajibkan taklim (belajar dan mengajar) fiqih, hadits, nahwu, ushul, tafsir dll
pada murid muridnya, dan para guru-gurunya (mursyid) tetap mengajar nahwu, hadits, fiqih,
ushul, tafsir, sibuk dengan ummat, berdakwah, dan kesibukan syariah lainnya, sedangkan
umumnya thariqah lain adalah menyendiri (Tajarrud) dari pergaulan, menyingkir dari keramaian,
dan menyibukkan diri untuk selalu berduaan dengan Allah swt dalam dzikir, dan larut dalam
mabuk dzikrullah, misalnya dengan menari, mematikan lampu, melompat lompat sambil
berpegangan tangan (wherling-darwis-hadhrah dll).

Murid-muridnya kebanyakan lepas dari memperdalam syariah, dan guru-gurunya pun


kebanyakan meninggalkan aktifitasnya dalam mengajar syariah, dan sibuk dalam menuju pada
dzikir dan dzikir.

Mengenai kedudukan thariqah lainnya yang juga dari dzurriyyah atau pun bukan dzurriyyah
masing masing memiliki kemuliaan disisi Allah swt, namun dari sisi kelebihan Thariqah alawiyyah
adalah perpaduan dan keselarasan Syariah dan Haqiqah, dan sebenarnya hal inilah yang mutlak
selaras dengan Sunnah sang Baginda Nabi saw dan syariah.

Bisa dilihat para Imam-Imam Thariqah Allawiyyah, semacam Imam Haddad, Imam Seggaf, Imam
Aidrus, dan ratusan lainnya, mereka kesemuanya telah sampai pada derajat Al Hafidh, yaitu hafal
lebih dari 100 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, atau Hujjatul Islam, yaitu hafal lebih
dari 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, mereka fuqaha, mereka berdakwah,
mereka ulama, mereka mengajar ilmu dan murid muridnya pun dididik untuk mengikuti sunnah,
berbeda dengan umumnya thariqah lain, mereka berpakaian sunnah hanya saat dzikir bersama
saja, selepas itu mereka berpakaian biasa dan tenggelam dalam kesibukan duniawi, dan jika
ditanya tentang hukum-hukum syariah mereka umumnya buta, karena guru-gurunya atau pun
badal/wakil/deputy tidak mendidik mereka syariah dan sunnah, hanya dzikir dan dzikir dan
pendidikan syariah tak ada atau sedikit terlihat pada bimbingan thariqah mereka. Namun tentunya
kesemua thariqah adalah mulia di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, terkecuali yg menyimpang
dari syariah Rasul saw.

Thariqah Allawiyah sangat menekankan mengenai pentingnya menuntut ilmu. Para Habaib
Mursyid guru di Hadramaut ketika bercerita mengenai para karomatul awliya', yang ditekankan
adalah aspek mujahadah mereka dalam mencari Ilmu dan menundukkan hawa nafsu, dan tidak
banyak berbincang mengenai karomatul awliya' belaka.

Sedangkan aspek yg kedua yang juga sangat ditekankan adalah upaya Pensucian Hati. Bukan
hanya pembersihan hati. Hal ini dilakukan dengan berbagai amal zahir dan batin, dan dengan
bimbingan seorang syeikh yang mumpuni. Para orang tua di sana menegakkan sunnah Nabi
hingga yg sekecil-kecilnya dan menjadi Contoh Hidup dari Cermin Nubuwwah. Hidup mereka
Majelis Ilmu & Sholawat dan Ghiroh
Nahdliyyah

diabdikan untuk mendekatkan diri dan meraih setinggi-tinggi kedudukan disisi Allah Ta'ala.
Sehingga memiliki Hati yang Jernih (Shofi).

Beliau.ra sangat mementingkan Pensucian Batin. Seorang yang berniat baik dan lama berada
dalam didikan seorang Mursyid yang mumpuni, maka ia akan berada dalam keadaan terbebas
dari penyakit: iri, dengki, benci, ujub, takabbur, riya, pamer, su’uzann, dan berbagai penyakit hati
lainnya. Dan perlahan-lahan dirinya terisi oleh cahaya sifat-sifat yang mulia: sabar, cinta, rahmah,
mudah memaafkan, menanggung gangguan, rendah hati, merasa dirinya orang yang paling
rendah dihadapan Allah Ta'ala, mahabbah, dst.

Mereka tak sanggup mencaci maki karena hati mereka putih bercahaya. Perbuatan maksiat
membuat mereka sakit, sehingga dirasakan berat untuk memulainya. Mengajarkan Mahabbah
dan menjauhkan kebencian.

Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah. Beliau wafat pada tahun
653 H/1233 M, akhir dari bulan Dzulhijjah. Beliau disemayamkan di pekuburan Zanbal, di kota
Tarim. Banyak masyarakat yang berduyun-duyun menghadiri prosesi pemakaman beliau. Beliau
meninggalkan 5 orang putra, yaitu Alwi, Abdullah, Abdurrahman, Ahmad dan Ali.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi
Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy, dan Alawiyin,
Asal Usul & Peranannya, karya Alwi Ibnu Ahmad Bilfaqih, dari kitab Manaqib Al-Faqih Al-
Muqaddam Muhammad Bin Ali Ba'Alawi dan Wafayat A'yanil Yaman, oleh Abdul Rahman bin Ali
Hassan].

=============================
m̲̅ a̲̅ j̲̅ e̲̅ l̲̅ i̲̅ s̲̅ i̲̅ l̲̅ m̲̅ u̲̅ g̲̅ h̲̅ i̲̅ r̲̅ o̲̅ h̲̅ n̲̅ a̲̅ h̲̅ d̲̅ l̲̅ i̲̅ y̲̅ a̲̅ h̲̅

_Sumber : pustakapejaten_

Anda mungkin juga menyukai