Anda di halaman 1dari 4

Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit koronavirus 2019 (Bahasa


Inggris: Coronavirus disease 2019, disingkat COVID-19) di seluruh dunia untuk semua
Negara. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-
CoV-2.[2] Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,
Tiongkok pada tanggal 1 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020.[3] Hingga 14
November 2020, lebih dari 53.281.350 orang kasus telah dilaporkan lebih dari 219
negara dan wilayah seluruh dunia, mengakibatkan lebih dari 1.301.021 orang
meninggal dunia dan lebih dari 34.394.214 orang sembuh.

Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang terutama melalui percikan


pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk.[4][5][6][7] Percikan ini juga dapat
dihasilkan dari bersin dan pernapasan normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat
menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah
seseorang.[6] Penyakit COVID-19 paling menular saat orang yang menderitanya
memiliki gejala, meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum gejala muncul.[8]
Periode waktu antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar lima hari,
tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari.[7][9] Gejala umum di antaranya
demam, batuk, dan sesak napas.[7][9] Komplikasi dapat berupa pneumonia dan
penyakit pernapasan akut berat. Tidak ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus
untuk penyakit ini. Pengobatan primer yang diberikan berupa terapi simtomatik dan
suportif. Langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci
tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan
dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.[6][7][10]

Upaya untuk mencegah penyebaran virus corona termasuk pembatasan perjalanan,


karantina, pemberlakuan jam malam, penundaan dan pembatalan acara, serta
penutupan fasilitas. Upaya ini termasuk karantina Hubei, karantina nasional di Italia dan
di tempat lain di Eropa, serta pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan,
[11][12] [13] berbagai penutupan perbatasan negara atau pembatasan penumpang
yang masuk,[14][15] penapisan di bandara dan stasiun kereta,[16] serta informasi
perjalanan mengenai daerah dengan transmisi lokal.[17][18][19] [20][21] Sekolah dan
universitas telah ditutup baik secara nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan
memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.[22]

Pandemi ini telah menyebabkan gangguan sosioekonomi global,[23] penundaan atau


pembatalan acara olahraga dan budaya,[24] dan kekhawatiran luas tentang kekurangan
persediaan barang yang mendorong pembelian panik.[25][26] Misinformasi dan teori
konspirasi tentang virus telah menyebar secara daring,[27][28] dan telah terjadi insiden
xenophobia dan rasisme terhadap orang Tiongkok dan orang-orang Asia Timur atau
Asia Tenggara lainnya.[29]

Epidemiologi
Dugaan kasus pertama dilaporkan pada tanggal 31 Desember 2019. [257] Gejala awal
mulai bermunculan tiga pekan sebelumnya pada tanggal 8 Desember 2019. [258] Pasar
ditutup tanggal 1 Januari 2020 dan orang-orang yang mengalami gejala serupa
dikarantina.[257] Kurang lebih 700 orang yang terlibat kontak dengan terduga pengidap,
termasuk +400 pekerja rumah sakit, menjalani karantina. [259] Seiring berkembangnya
pengujian PCR khusus untuk mendeteksi infeksi, 41 orang di Wuhan diketahui
mengidap virus korona SARS-CoV-2,[260][261] dua orang di antaranya suami-istri, salah
satunya belum pernah ke pasar, dan tiga orang merupakan anggota satu keluarga yang
bekerja di toko ikan.[262][263] Korban jiwa mulai berjatuhan pada 9 Januari [264] dan 16
Januari 2020.[265][266][267]

Kasus yang dikonfirmasi di luar daratan Tiongkok termasuk 3 wanita dan 1 pria di
Thailand, dua pria di Hong Kong, dua pria di Vietnam, satu pria di Jepang, satu wanita
di Korea Selatan, satu pria di Singapura, satu wanita di Taiwan dan satu pria di Amerika
Serikat.[268][269][270] Angka-angka ini didukung oleh para ahli seperti Michael Osterholm.[271]

Pada 17 Januari, sebuah kelompok Imperial College London di Inggris menerbitkan


perkiraan bahwa terdapat 1.723 kasus (interval kepercayaan 95%, 427–4.471) dengan
timbulnya gejala virus tersebut pada 12 Januari 2020. Perkiraan ini didapat berdasarkan
pola penyebaran awal dari virus 2019-nCoV ke Thailand dan Jepang. Mereka juga
menyimpulkan bahwa "penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan tidak
harus dikesampingkan"..[272][273] Ketika kasus-kasus selanjutnya terungkap, mereka
kemudian menghitung ulang bahwa "terjadi 4.000 kasus 2019-nCoV di Kota Wuhan …
mulai timbul gejala pada 18 Januari 2020". [274][275]

Pada 20 Januari, Tiongkok melaporkan peningkatan tajam dalam kasus ini dengan
hampir 140 pasien baru, termasuk dua orang di Beijing dan satu di Shenzhen.[276] Per 3
Maret, jumlah kasus yang dikonfirmasi laboratorium mencapai 93.000 kasus, yang
terdiri dari lebih dari 80.000 kasus di daratan Tiongkok, dan sisanya di beberapa negara
lainnya.[277][278][279][280][281][282]

Kematian
Per 27 September 2020, terjadi 994.216 kasus kematian yang dikaitkan dengan
COVID-19. Menurut NHC Tiongkok, sebagian besar dari mereka yang meninggal
adalah pasien yang lebih tua – sekitar 80% kematian yang tercatat berasal dari mereka
yang berusia di atas 60 tahun, dan 75% memiliki kondisi kesehatan yang sudah ada
termasuk penyakit kardiovaskular dan diabetes.[283] Kasus kematian pertama yang
dilaporkan adalah seorang pria berusia 61 tahun pada 9 Januari 2020 yang pertama
kali dirawat di rumah sakit Wuhan pada 27 Desember 2019. [284] Kasus kematian
pertama di luar Tiongkok terjadi di Filipina,[285] dimana seorang pria warga negara
Tiongkok berusia 44 tahun menderita pneumonia parah dan meninggal pada 1
Februari.[286] Pada 8 Februari 2020, diumumkan bahwa seorang warga Jepang dan
seorang warga Amerika Serikat meninggal akibat virus di Wuhan. Mereka adalah orang
asing pertama yang meninggal akibat virus korona. [287] Kasus kematian pertama di luar
Asia terjadi di Paris, Prancis pada 15 Februari 2020, ketika seorang turis Tiongkok
berusia 80 tahun dari Hubei meninggal setelah dirawat di rumah sakit sejak 25 Januari.

Penyebab

Virus korona baru awalnya disimbolkan 2019-nCoV oleh WHO, dengan huruf n yang
berarti novel atau baru, dan CoV yang berarti coronavirus atau virus korona.[288] Virus ini
tergolong dalam ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae, dan genus Betacoronavirus
(Beta-CoV). Genus betacoronavirus terdiri atas empat garis keturunan (subgenus), di
mana 2019-nCoV bersama dengan SARS-CoV digolongkan dalam garis keturunan B
(subgenus Sarbecovirus).[260][289][290] Virus 2019-nCoV merupakan spesies ketujuh dalam
keluarga Coronaviridae yang mampu menginfeksi manusia, selain 229E, NL63, OC43,
HKU1, MERS-CoV, dan SARS-CoV. Pada 11 Februari 2020, Komite Internasional
Taksonomi Virus (ICTV) memberi nama virus ini koronavirus sindrom pernapasan akut
berat 2 (Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2, disingkat SARS-CoV-2)
yang merupakan galur dalam spesies SARS-CoV.[2][291]

Genom SARS-CoV-2 telah berhasil diisolasi. Virus ini memiliki RNA dengan panjang
sekitar 30 ribu pasangan basa. Urutan genom menunjukkan bahwa SARS-CoV-2
memiliki tingkat kesamaan dengan SARS-CoV sebesar 79,5% dan dengan virus korona
kelelawar sebesar 96%.[292] Sejumlah genom SARS-CoV-2 telah diisolasi dan dilaporkan
termasuk BetaCoV/Wuhan/IVDC-HB-01/2019, BetaCoV/Wuhan/IVDC-HB-04/2020,
BetaCoV/Wuhan/IVDC-HB-05/2019, BetaCoV/Wuhan/WIV04/2019, dan
BetaCoV/Wuhan/IPBCAMS-WH-01/2019 dari Institut Nasional untuk Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Virus, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok
(CDC Tiongkok), Institut Biologi Patogen, dan Rumah Sakit Jinyintan Wuhan.[293][294]

Penyebaran

Angka reproduksi dasar untuk penularan virus dari manusia ke manusia diperkirakan
antara 2 dan 4. Jumlah tersebut menggambarkan berapa banyak makhluk hidup yang
baru terinfeksi yang kemungkinan menularkan virus dalam populasi manusia. Virus
korona baru telah dilaporkan mampu mengirimkan rantai hingga empat orang sejauh
ini.[295]

Pada 22 Januari 2020, para ilmuwan dari Universitas Peking, Universitas Kedokteran
Tradisional Tiongkok Guangxi, Universitas Ningbo dan Sekolah Tinggi Teknik Biologi
Wuhan menerbitkan sebuah artikel setelah melihat "manusia, kelelawar, ayam, landak,
trenggiling, dan dua spesies ular",[296] yang menyimpulkan bahwa "2019-nCoV
tampaknya merupakan virus rekombinan antara koronavirus kelelawar dan koronavirus
yang asalnya tidak diketahui"... dan ..."ular adalah reservoir hewan satwa liar yang
paling mungkin untuk virus 2019-nCoV" yang kemudian menyebar ke manusia. [296][297][298]
Beberapa ilmuwan lain berpendapat bahwa 2019-nCoV dikembangkan sebagai hasil
dari "virus gabungan antara kelelawar dan ular. [296][297][299]

Artikel pracetak yang dipublikasikan pada tanggal 23 Januari 2020 di jurnal bioRxiv
yang ditulis oleh peneliti dari Institut Virologi Wuhan, Rumah Sakit Jinyintan Wuhan,
Universitas Akademi Sains Tiongkok dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit menyatakan bahwa virus korona ini kemungkinan berasal dari kelelawar,
karena analisis mereka menunjukkan bahwa 2019-nCoV 96% identik di tingkat genom
secara keseluruhan dengan koronavirus kelelawar. [300]

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa virus 2019-nCoV masuk ke tubuh manusia
melalui Reseptor ACE 2, sama seperti virus SARS.[301][302]

Anda mungkin juga menyukai