Anda di halaman 1dari 18

METODE HARGA POKOK PESANAN

Dosen Pengampu :

Vicky Rosalia, SE., M.Si

Disusun oleh:

Josafat Benedict

M.Fachri Arifin

Fritz Adriel Siadari

Ian Primusta Tarigan

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

KATA PENGANTAR 
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak,
sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh
manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Ibu Dosen yang telah
membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah berjudul “Metode
Harga Pokok Pesanan” ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah semoga apa yang telah
kelompok kami susun ini penuh manfaat.

Medan, Maret 2021

Penyusun,

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5
B. Pembahasan......................................................................................................5
1. Pendahuluan...........................................................................................6
2. Analisis dan Pembahasan......................................................................6
3. Kesimpulan dan Saran...........................................................................7
BAB III....................................................................................................................8
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN....................................................................8
A. Kelebihan...................................................................................................8
B. Kekurangan...............................................................................................8
BAB IV....................................................................................................................9
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode pengumpulan biaya produksi untuk
menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar
pesanan. Atau Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan
memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya
overhead pabrik tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat
variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang
ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik
sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok
persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga
pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual.
BAB II
PEMBAHASAN

Karakteristik Penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan


Metode harga pokok pesanan adalah suatu system akuntansi biaya perpetual yang
menghimpun biaya menurut pekerjaan-pekerjaan tertentu. Tujuan dari penggunaan metode
harga pokok pesanan adalah untuk menentukan harga pokok produk dari setiap pesanan baik
harga pokok secara keseluruhan dari tiap-tiap pesanan maupun untuk per satuan.
Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan
harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk
pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan. Pada
pengumpulan harga pokok pesanan di mana biaya yang dikumpulkan untuk setiap
pesanan/kontrak/jasa secara terpisah dan setiap pesanan dapat dipisahkan identitasnya. Atau
dalam pengertian yang lain, penentuan harga pokok pesanan adalah suatu sistem akuntansi
yang menelusuri biaya pada unit individual atau pekerjaan, kontrak atau tumpukan produk
yang spesifik.

Sifat umum metode harga pokok pesanan (Job Order Costing)

 Tiap pekerjaan harus dapat diidentifikasikan menurut sifat fisiknya dan masing-
masing biayanya

 Setiap pekerjaan harus dapat dibedakan secara fisik sehingga pembebanan biaya dapat
dibedakan dan dicata dengan tepat untuk pekerjaan yang bersangkutan

 Permintaan atau pemakaian bahan baku dan biaya-biaya tenaga kerja langsung
diidentifikasikan menurut nomor dari masing masing pekerjaan (job number)

 Overhead pabrik yang merupakan biaya produksi tidak langsung biasanya dibebankan
kepada masing-masing pekerjaan berdasarkan suatu tarif yang ditetapkan lebih dahulu

 Setiap pekerjaan mempunyai daftar biaya atau kartu harga pokok yang menghimpun
dan mengikhtisarkan biaya-biaya yang dibebankan kepada masing-masing pekerjaan
yang bersangkutan

 Laba atau rugi serta biaya atau harga pokok persatuan produk ditentukan untuk
masing-masing pekerjaan
Kartu Harga Pokok (Job Order Cost Sheet)
Kartu harga pokok adalah buku tambahan ( subsidiary ledger) dari akun barang dalam
proses.
Biaya produksi untuk mengerjakan pesanan tertentu dicatat secara rinci di dalam kartu harga
pokok pesanan yang bersangkutan.
Biaya produksi dipisahkan menjadi:
 Biaya produksi langsung terhadap pesanan tertentu
 Biaya produksi tidak langsung dalam hubungannya dengan pesanan tersebut.
Biaya produksi langsung dicatat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan secara
langsung. Sedangkan biaya produksi tidak langsung dicatat dalam kartu harga pokok
produksi berdasarkan tarif tertentu.
Dalam mencatat arus biaya produksi biasanya menggunakan akun buku besar dan buku
tambahan sebagai berikut :

Akun Buku Besar Buku Tambahan


Akun Persediaan Bahan Kartu Persediaan Bahan
Gaji dan upah Daftar Gaji dan Upah
Biaya overhead pabrik Kartu biaya overhead Pabrik
Barang dalam proses Kartu Harga Pokok (metode harga pokok
pesanan
Laporan Biaya Produksi (metode harga
Pokok proses)
Barang jadi Kartu Persediaan Barang Jadi

Perhatikan contoh kartu harga pokok berikut ini:


Akuntansi Metode Harga Pokok
Setelah diuraikan karakteristik metode harga pesanan, selanjutnya akan diuraikan
proses pengumpulan tiap unsur biaya produksi dengan menggunakan metode harga
pesanan.Transaksi-transaksi yang dicatat sebagai biaya produksi dalam akun barang dalam
proses ini biasanya berasal dari pemakaian bahan langsung,pendistribusian dan pengalokasian
biaya tenaga kerja ke pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan,dan pembebanan biaya
overhead pabrik dengan menggunakan tarif tertentu.Rincian biaya produksi atau harga pokok
untuk masing-masing pekerjaan dapat ditunjukkan pada kartu harga pokok.
Pengumpulan biaya produksi dengan menggunakan metode harga pokok pesanan ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara berikut:

a. Akuntansi biaya bahan baku

Dibagi menjadi dua prosedur

Prosedur pencatatan pembelian bahan baku, dengan jurnal.

Persediaan bahan xxxx


Utang dagang xxxx
 

Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku dengan menggunakan metode mutasi persediaan.
Pada setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang menggunakannya,
dengan jurnal.

Barang dalam proses xxxx


Persediaan bahan xxxx

b. Akuntansi Biaya Tenaga Kerja

Pencatatan dan pembebanan biaya tenaga kerja untuk penentuan harga pokok dan pekerjaan
perkerjaan yang dilaksanakan. Pada dasarnya dilakukan dealam dua metode yaitu :

1. Mencatat total gaji dan upah (payroll)

untuk tenaga kerja langsung ( direct labor) dan tenaga kerja tidak langsung (indirect labor)
yang dihimpun dari kartu kartu waktu (time cards). Kartu kartu waktu ini menyediakan data
atau catatan mengenai jumlah jam yang diperkerjakan oleh tenaga kerja dan dibayar
berdasarkan upah per jam.

2. mengalokasikan biaya tenaga kerja.

Yaitu biaya tenaga kerja langsung dibebankan ke akun barang dalam proses dan tenaga kerja
tidak langsung dibebankan ke biaya overhead pabrik.. data dikumpulkan dari kupon-kupon
pwaktu pekerjaan (labor time tickets) dari masing masing tenaga kerja untuk vberbagai
pekerjaan. Jumlah jam dari kupon-kupon waktu tersebut dicocokkan dengan jumlah jam yang
dihimpun dari kartu waktu sehingga daftar gaji dan upah dapat ditentukan dengan akurat.

Barang dalam proses- biaya tenaga kerja tidak langsung xxxx


Gaji dan upahgg xxxx

c. Akuntansi Biaya Overhead Pabrik

Dalam metode ini, BOP atau Biaya Overhead Pabrik harus dikenakan pada tiap pemesanan
menurut tarif yang ditentukan di muka. BOP yang terjadi selama periode satu tahun
dikumpulkan kemudian di akhir tahun dibandingkan dengan yang dibebankan pada produk
atas dasar tarif pencatatan BOP yang dibebankan kepada produk. Jurnal penutupan rekening
BOP yang dibebankan adalah:

Biaya overhead pabrik dibebankan Xxxx


Biaya overhead pabrik sesungguhnya xxxx
 

Pencatatan BOP yang sesungguhnya adalah:

1. Pemakaian bahan penolong

Biaya overhead pabrik sesungguhnya Xxxx


Persediaan bahan penolong xxxx
 

2. Pencatatan biaya tenaga kerja tidak langsung

Biaya overhead pabrik sesungguhnya Xxxx


Gaji dan upah xxxx
 

d. Akuntansi untuk pekerjaan selesai dan penjualan

Biaya produksi yang terdapat dalam kartu harga pokok dijumlahkan dan dikeluarkan dari
rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal:

Persediaan produk jadi xxxx


Barang dalam proses- biaya bahan baku xxxx
Barang dalam proses – biaya tenaga kerja langsung xxxx
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik xxxx
Barang Rusak, Barang Cacat, Barang Sisa, dan Barang Sampah dalam
Metode Harga Pokok Pesanan
Dalam proses produksi memungkinkan timbulnya produk rusak. Bagi manajemen
disamping mengetahui informasi produk rusak, juga harus mengetahui apakah produk rusak
tersebut sifatnya normal atau abnormal. Sedangkan dari segi akuntansi biaya timbul masalah
untuk perlakuan akuntansi atas produk rusak dalam penentuan harga pokok produksi. Maka
dapat disimpulkan bahwa dalam perhitungan harga pokok produksi, perusahaan perlu
memperhitungkan adanya unit ekuivalen untuk menentukan harga pokok produk selesai,
harga pokok produk dalam proses maupun harga pokok untuk produk rusak. Sehingga dapat
menghasilkan perhitungan ataupun informasi harga pokok produk yang akurat sesuai dengan
metode harga pokok produksi. Hasil dari perhitungan harga pokok produk tersebut dibuatkan
jurnal sesuai dengan prosedur akuntansinya.

a. Akuntansi Untuk Barang Rusak


Barang rusak adalah barang-barang yang tidak memenuhi standar produksi dan tidak
memerlukan proses lebih lanjut untuk memperbaiki barang-barang tersebut. Biasanya barang-
barang seperti ini dapat dijual seharga nilai sisanya atau dibuang karena tidak mempunyai
nilai sama sekali.

Perlakuan akuntansi untuk barang rusak dapat dapat dilakukan dengan cara :

A. Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan
kepada biaya overhead pabrik (factory overhead control). Perlakuan akuntansi seperti
ini dapat dilakukan apabila sifat kerusakannya adalah:
1. Normal, tetapi tidak terjadi pada tingkat yang sama untuk masing-masing
pekerjaan, dan
2. Abnormal, disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan yang sebetulnya
dapat dihindarkan, dengan demikian biaya kerusakan sudah diperhitungkan dalam
tarif biaya overhead pabrik yang ditetapkan dimuka (predetermined factory
overhead)

Sebagai ilustrasi: PT Restu selama bulan Juni 2011 menghasilkan 10.000 unit produk
berdasarkan pesanan dari pelanggan. Biaya bahan langsung Rp 600 per unit, biaya tenaga
kerja langsung Rp 400 per unit, dan biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produksi
adalah 125% dari biaya tenaga kerja langsung. Hal ini berarti biaya per unit adalah Rp 1.500
(Rp600 + Rp400 + (Rp400 x 125%)). Dalam tarif biaya overhead pabrik ini sudah termasuk
taksiran biaya kerusakan sebesar Rp50 per unit produk. Pencatatan atas biaya-biaya pekerjaan
selama bulan Juni adalah sebagai berikut.
(Dr) Barang dalam Proses 15.000.000

(Cr) Persedian Bahan 6.000.000

(Cr) Gaji dan Upah 4.000.000

(Cr) Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan 5.000.000

Anggaplah terjadi kerusakan sejumlah 200 unit sebagai akibat dari kejadian kerugian yang
normal, namun demikian barang yang rusak ini diperkirakan masih dapat dijual dengan harga
Rp100 per unit. Maka pencatatan untuk kerugian atas barang yang rusak adalah sebagai
berikut.

(Dr) Barang Rusak 20.000

(Dr) Biaya Overhead Pabrik 280.000

(Cr) Barang dalam Proses 300.000 (200*1.500)

Apabila harga jual dari barang rusak ini berbeda dengan taksiran harga persedian yang telah
dicatat, maka selisihnya akan ditambahkan atau dikurangi ke akun biaya overhead pabrik.
Sebagai contoh, seluruh barang rusak tersebut dijual secara tunai dengan harga Rp 22.000.
pencatatan dalam jurnal sebagai berikut.

(Dr) Kas 22.000

(Cr) Biaya Overhead Pabrik 2.000

(Cr) Barang Rusak 20.000

Dari biaya produksi yang terjadi selama bulan Juni 2011 sebesar Rp 15.000.000, produk yang
selesai hanya 9.800 unit sebagai akibat adanya kerusakan sebanyak 200 unit. Dengan
demikian harga pokok produk menjadi Rp 14.700.000 setelah dikurangi dengan biaya
produksi dari 200 unit yang rusak. Pencatataan atas barang yang selesai adalah sebagai
berikut.

(Dr) Barang Jadi 14.700.000

(Cr) Barang dalam Proses 14.700.000

Dalam biaya dari jumlah unit yang selesai tersebut, terdapat biaya overhead pabrik yang
dibebankan atas unit yang rusak sebesar Rp 490.000 (9.800 x Rp 50). Apabila dilakukan
analisis biaya overhead, maka akan menghasilkan selisih yang menguntungkan sebesar
Rp250.000, maka dalam jumlah ini termasuk selisih yang diakibatkan oleh jumlah unit yang
rusak sebesar Rp210.000 (Rp280.000 – Rp490.000) yaitu selisih antara biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya dan biaya overhead pabrik yang dibebankan (applied).

B. Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan secara
langsung kepada pekerjaan yang bersangkutan. Perlakuan akuntansi seperti ini dapat
dilakukan jika sifat kerusakannya adalah sebagai berikut.
1. Normal, terjadi pada suatu tingkat yang sama dengan masing-masing pekerjaan.
Dalam kondisi ini, maka taksiran biaya kerusakan dapat diperhitungkan sebagai
elemen dari tarif biaya overhead pabrik yang ditetapkan di muka (the
predetermined overhead rate), dengan demikian masing-masing pekerjaan akan
dibebankan dengan biaya keusakan pada saat pembebanan biaya overhead kepada
pekerjaan-pekerjaan tersebut. Alternatif lain adalah tidak membebankan biaya
kerusakan dalam perhitungan overhead pabrik, hal ini untuk memudahkan
pengendalian biaya.
2. Disebabkan adanya persyaratan secara langsung oleh pelanggan, biaya-biaya
kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisasi untuk barang rusak
tersebut dibebankan kepada pekerjaan yang bersangkutan dan taksiran mengenai
biaya kerusakan juga tidak dimasukan dalam perhitungan tarif biaya overhead
pabrik.

Sebagai ilustrasi: PT Restu menerima pesanan khusus sejumlahh 800 unit produk dari PT
Hasta. Biaya bahan per unit produk adalah lebih mahal dari pada produksi yang biasa yaitu
sebesar Rp750 karena adanya permintaan atas kualitas yang lebih tinggi dari PT Hasta.
Spesifikasi pesanan ini memerlukan teknik produksi yang sulit sekali, dan karena
itukerusakan normal akan dibebankan kepada pesanan ini. Tarif biaya overhead pabrik
112,5% dari biaya tenaga kerja langsung atau Rp450, tidak termasuk biaya kerusakan per
unit. Berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh PT Restu dari 10 unit produk yang
dihasilkann hanya bisa diperoleh 8 unit yang sesuai dengan pesanan khusus tersebut. Dengan
demikian, untuk memenuhi pesanan 800 unit harus dikeluarkan biaya untuk memproduksi
sebanyak 1.000 unit. Pencatatan dalam jurnal adalah sebagai berikut.

(Dr) Barang dalam Proses 1.600.000

(Cr) Pesediaan Bahan 750.000

(Cr) Gaji dan Upah 400.000


(Cr) Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan 450.000

Untuk 200 unit yang tidak memenuhi spesifikasi pesanan dapat dijual dengan harga Rp400
per unit. Pencatatan untuk jumlah unit yang rusak adalah sebagai berikut.

(Dr) Barang Rusak 80.000

(Cr) Barang dalam Proses 80.000

Pekerjaan yang sudah selesai sebanyak 800 unit langsung dikirim ke PT Hasta. Pencatatan
dalam jurnal adalah sebagai berikut.

(Dr) Beban Pokok Penjualan 1.520.000

(Cr) Barang dalam Proses 1.520.000

Biaya per unit produk dari pesanan PT Hasta menjadi lebih tinggi karena adanya pembebanan
kerugian dari unit yang rusak sebesar Rp240.000 (Rp320.000 – Rp80.000). Biaya per unit
produk selesai untuk pesanan PT Hasta adalah sebesar Rp1.900 (Rp1.520.00 : 800 unit).

Apabila persediaan barang rusak dijual dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah
daripada harga persediaan semula, maka selisih terssebut dalam ilustrasi ini dikredit atau
dibebankan ke akun beban pokok penjualan. Akan tetapi, apabila penjualan terjadi pada saat
pekerjaan belum selesai atau sudah selesai tetapi belum diserahkan ke pelanggan maka dapat
dikoreksi ke akun biaya overhead pebrik (factory overhead control) yang sesungguhnya.

Akuntansi Barang Cacat

Barang cacat (defective goods) adalah barang-barang yang tidak memenuhi standar produksi
karena kesalahan dalam bahan, tenaga kerja atau mesin dan harus diproses lebih lajut agar
memenuhi standar mutu yang ditentukan.

Dua metode akuntansi yang dapat digunakan untuk mencatat biaya tambahan atas proses
penyempurnaan unit-unit yang cacat dari suatu pekerjaan pesanan, adalah sebagai berikut.

1. Biaya tambahan untuk menyempurnakan unit-unit yang cacat dibebankan ke akun biaya
overhead pabrik (factory overhead control) jika sifat cacat barang adalah normal, tetapi
tidak terjadi pada tingkat yang sama antara pekerjaan yang yang satu dengan yang
lainnya atau kecacatan ini dikarekan oleh suatu kejadian luar biasa yang tidak diharapkan
akan terjadi lagi. Jika cacatnya bersifat normal maka berdasarkan pengalaman yang lalu
jumlah biaya tambahan tersebut dapat diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa PT Wahana menerima pesanan dari yayasan Multi
Karya sebanyak 100 unit produk. Biaya bahan adalah Rp2.000 per unit, biaya tenaga
kerja langsung sebesar Rp1.500 per unit, sedangkan biaya overhead pabrik dibebankan ke
produksi dengan tarif 150% dari biaya tenaga kerja langsung. Dalam tarif ini sudah
dipertimbangkan biaya tambahan atas unit-unit yang cacat sebesar 10%. Selama
pengolahan pekerjaan pesanan ini ditemukan 8 unit yang cacat dan akan diolah kembali
dengan jumlah biaya bahan langsung dan tenaga kerja langsung sebesar Rp10.000 dan
Rp12.000 dan biaya overhead pabrik adalah 150% dari biaya tenaga kerja langsung.
Pencatatan dalam jurnal untuk transaksi-transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Untuk biaya produksi dari pekerjaan pesanan


(Dr) Barang dalam proses 575.000
(Cr) Persediaan Bahan 200.000
(Cr) Gaji dan Upah 150.000
(Cr) Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan 225.000
b. Untuk biaya tambahan atas unit-unit yang cacat
(Dr) Biaya Overhead Pabrik 40.000
(Cr) Persediaan Bahan 10.000
(Cr) Gaji dan Upah 12.000
(Cr) Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan 18.000
c. Untuk pekerjaan yang selesai
(Dr) Barang Jadi 575.000
(Cr) Barang dalam Proses 575.000
2. Biaya tambahan untuk menyempurnakan unit-unit yang cacat dibebankan ke pekerjaan
yang bersangkutan. Hal ini diperlakukan jika sifat cacat barang adalah normal dan terjadi
pada tingkat yang sama antara masing-masing pekerjaan, atau jika sifat cacat barang ini
juga disebabkan oleh persyaratan khusus yang diinginkan oleh pelanggan.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa PT Wahana seperti contoh diatas menerima pesanan
khusus 100 unit dengan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian bahwa biaya atas
unit-unit yang cacat dapat dibebankan kepada kontrak atau pekerjaan yang bersangkutan.
Dalam hal ini penyisihan sebesar 10% untuk biaya tambahan tidak dimasukan ke dalam
tarif biaya overhead pabrik. Jumlah unit yang cacat adalah 8 unit dengan jumlah biaya
tambahan bahan langsung dan tenaga kerja untuk menyempurnakan masing-masing
sebesar Rp10.000 dan Rp12.000. Tarif biaya overhead pabrik tidak termasuk penyisihan
biaya tambahan adalah 140% dari biaya tenaga kerja langsung. Pencatatan dalam jurnal
adalah sebagai berikut.
a. Untuk biaya produksi pekerjaan pesanan secara khusus
(Dr) Barang dalam Proses 560.000
(Cr) Persediaan Bahan 200.000
(Cr) Gaji dan Upah 150.000
(Cr) Biaya Overhead Pabrik 210.000
b. Untuk biaya tambahan atas unit-unit yang cacat
(Dr) Barang dalam proses 38.800
(Cr) Persediaan Bahan 10.000
(Cr) Gaji dan Upah 12.000
(Cr) Biaya Overhead Pabrik Dibebankan 16.800
c. Untuk pekerjaan atas pesanan khusus yang selesai
(Dr) Barang Jadi 598.000
(Cr) Barang dalam Proses 598.000

Akuntansi Barang Sisa dan Barang Sampah

Pada saat terjadinya barang sisa tidak ada pencatatan pencatatan dalm jurnal. Pencatatan
hanya dilakuakan pada saat penjualan terjadi. Sebagai contoh, barang sisa dijual secara tunai
dengan harga Rp125.000 maka pencatatan dalam jurnal adalah sebagai berikut.

(Dr) Kas 125.000

(Cr) Pendapatan Lain-lain 125.000

Apabila nilai penjualan dari barang sisa ini telah diperhitungkan dalam menentukan
tarif biaya overhead pabrik, maka pencatatan dalam jurnal dapat dilakukan sebagai berikut.

(Dr) Kas 125.000

(Cr) Biaya Overhead Pabrik 125.000

Apabila barang sisa berasal dari suatu pekerjaan atau departemen di mana taksiran
harga jual dari barang sisa diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik, maka
pencacatan dalam jurnal adalah ssebagai berikut.

(Dr) Kas 125.000

(Cr) Barang dalam Proses 125.000


Jenis kartu persediaan barang sisa, adalah sebagai berikut.

1. Kartu yang hanya mencatat masuk dan keluarnya barang sisa dalam kuantitas saja.
Jenis kartu ini untuk dasar pencatatan dalam jurnal dan pengakuan pendapatan sesuai
dengan ilustrasi sebelumnya, yaitu pada saat barang sisa tersebut dijual.
2. Kartu yang mencatat kuantitas maupun nilai rupiah dari barang sisa. Jenis kartu yang
kedua ini menggunakan akun. Persediaan barang sisa sebagai akun pengendali
( controlling account). Untuk nilai dari persediaan barang sisa ditetapkan sesuai harga
pasar pada waktu barang sisa diterima dan dicatat oleh petugas gudang. Masih
menggunakan contoh sebelumnya, maka pencatatan dalam jurnal adalah sebagai
berikut.
Pada saat penerimaan barang sisa oleh gudang
(Dr) Persediaan Barang Sisa 125.000
(Cr) Pendapatan lain-lain 125.000
Pada saat pengakuan pendapatan (penjualan barang sisa)
(Dr) Kas 125.000
(Cr) Persediaan Barang Sisa 125.000

Akan tetapi, bila harga jual yang sesungguhnya berbeda dengan harga pasar pada waktu
pencatatan persediaan barang sisa, maka selisih harga tersebut akan dikoreksi tergantung
akun apa yang semula dikredit. Sebagai contoh, harga jual adalah Rp120.000. Pencatatan
dalam jurnal atas penjualan barang sisa tersebut adalah sebagai berikut.

(Dr) Kas 120.000

(Dr) Pendapatan Lain-lain 5.000

(Cr) Persediaan Barang Sisa 125.000

Prosedur pencatatan dengan menggunkan akun persediaan barang sisa dan kartu-kartu
persediaan sebagai buku tambahan (subsidiary ledger) akan menjadi mahal, sehingga aspek
pengendalian ini menjadi tidak berarti terutama apabila barang sisa tersebut nilainya relatif
kecil.
Buku Pabrik
Yg dimaksud dengan buka pabrik disini adalah penyelengaraan pencatatan yang terpisah
disetiap pabrik. Hal ini dilakukan dalam kondisi dimana kantor pusat dan pabrik letak atau
lokasinya berjauhan satu sama lain atau dalam hal suatu perusahaan mempunyai beberapa
pabrik pada tempat yang berbeda, Maka fungsi dapat diselenggarakan secara desentralisasi.
Seiring Dengan kemajuan Teknologi Informasi maka bisa saja pencatatan akuntansi
dilakukan secara web -( Based berdasarkan jaringan ) Sehingga buku pabrik tidak lagi
diperlukan. Melalui Buku pabrik masing-Masing pabrik menyelenggarakan buku pabrik
secara terpisah dan pada akhir periode laporan yang dihasilkan oleh pabrik akan digabungkan
dengan laporan kantor pusat dalam rangka menghasilkan laporan keuangan secara
keseluruhan. Dengan adanya buku pabrik maka pencatatan dan pelaporan biaya dapat
dilaksanakan dengan segera, Sehingga laporan keuangan bisa selesai tepat waktu bergantung
pada organisasi dan operasi bisnis dari perusahaan yang bersangkutan Apabila Pabrik
melakukan fungsi produksi juga melakukan fungsi lainnya. Seperti penjualan dan personalia,
Maka kegiatan akuntansi yang dilakukan tentu akan Lebih banyak. Semakin luas
desentralisasi di mana kewenangan yang diberikan kepada pabrik maka meningkat pula
aktivitas fungsi akuntansi yang ada di Pabrik.
Bab 3
Kesimpulan dan Saran
 Kesimpulan
Metode harga pokok pesanan adalah suatu system akuntansi biaya perpetual yang
menghimpun biaya menurut pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dalam metode ini biaya-biaya
produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan dihitung
dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan
produk dalam pesanan yang bersangkutan. Pada pengumpulan harga pokok pesanan di mana
biaya yang dikumpulkan untuk setiap pesanan/kontrak/jasa secara terpisah dan setiap pesanan
dapat dipisahkan identitasnya. Transaksi-transaksi yang dicatat sebagai biaya produksi dalam
akun barang dalam proses ini biasanya berasal dari pemakaian bahan langsung,
pendistribusian dan pengalokasian biaya tenaga kerja ke pekerjaan-pekerjaan yang
bersangkutan,dan pembebanan biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif tertentu.
Dalam proses produksi memungkinkan timbulnya produk rusak. Jadi manajemen mengetahui
informasi produk rusak, apakah produk rusak tersebut sifatnya normal atau abnormal.
Sedangkan dari segi akuntansi biaya timbul masalah untuk perlakuan akuntansi atas produk
rusak dalam penentuan harga pokok produksi. Maka perusahaan perlu memperhitungkan
adanya unit ekuivalen untuk menentukan harga pokok produk selesai, harga pokok produk
dalam proses maupun harga pokok untuk produk rusak. Sehingga dapat menghasilkan
perhitungan ataupun informasi harga pokok produk yang akurat sesuai dengan metode harga
pokok produksi. Biaya produksi untuk mengerjakan pesanan tertentu dicatat secara rinci di
dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Dan semua data yang ada di kartu
harga pokok produksi masuk ke buku pabrik dan setelah satu periode buku pabrik di serahkan
ke kantor pusat dan kantor pusat akan mengevaluasi kinerja dari setiap parik.

 Saran

Anda mungkin juga menyukai