Anda di halaman 1dari 10

BAB 5

KONSEP DASAR PROBABILITAS

Penekanan Bab 2 dan 3 yang telah dipelajari adalah pada statistika deskriptif. Statistika deskriptif
ini berkenaan dengan penyimpulan data yang dikumpulkan dari kejadian-kejadian di masa lalu
(bersifat empirik).
Sebagaimana telah diuraikan di Bab 1, selain statistika deskriptif ada statistika inferensial yang
diperlukan unuk menghitung kemungkinan sesuatu akan terjadi di masa depan. Statistika
inferensial terkait dengan membuat kesimpulan/keputusan mengenai populasi yang didasarkan
pada sampel yang diambil dari populasi tersebut. Karena ketidakpastian dalam pengambilan
keputusan, seluruh risiko yang diketahui juga dinilai secara ilmiah, oleh karena itu dibutuhkan
teori probabilitas yang erat kaitannya dengan ketidakpastian.
PENGERTIAN PROBABILITAS
Probabilitas, seringkali disebut peluang atau kemungkinan, menunjukkan nilai antara nol
sampai dengan satu yang menggambarkan kemungkinan relatif (peluang) suatu kejadian terjadi.
Jadi besarnya probabilitas terjadinya kejadian A, dapat ditulis: 0 ≤ P(A) ≤ 1. Kemungkinan
terjadinya kejadian A paling kecil adalah nol (artinya tidak mungkin terjadi), paling besar adalah
1 (artinya pasti terjadi) dan biasanya suatu kejadian terjadi antara 0 hingga 1.
Semakin mendekati probabilitas 0, artinya semakin TIDAK mungkin suatu kejadian akan terjadi
dan sebaliknya semakin mendekati probabilitas 1, artinya suatu kejadian semakin meyakinkan
akan TERJADI.
Probabilitas dapat dinyatakan dalam bentuk desimal (misal 0,7255; 0,32 atau 0,5625), pecahan
(misal 37/51, 32/100 atau 9/16) maupun persentase (misal 72,55%, 32% atau 56,25%).
Terdapat 3 istilah penting dalam probabilitas, yaitu: eksperimen, hasil dan kejadian.
1. Eksperimen atau percobaan adalah proses yang membawa pada terjadinya satu dan hanya satu-
satunya dari beberapa kemungkinan pengamatan, contoh eksperiman melempar sebuah dadu.
2. Hasil adalah hasil tertentu dari eksperimen. Contoh pada eksperimen melempar dadu adalah
munculnya mata 1, mata 2, mata 3, mata 4, mata 5 atau mata 6.
3. Kejadian adalah kumpulan dari satu atau lebih hasil dari eksperimen. Contoh beberapa hasil
yang mungkin dari eksperimen melempar dadu adalah jumlah mata yang muncul lebih dari 4
atau mata yang muncul jumlahnya genap.
PENDEKATAN UNTUK MENGHITUNG PROBABILITAS
Terdapat dua pendekatan, yakni pendekatan subjektif dan pendekatan objektif.
A. Konsep pendekatan subjektif adalah probabilitas kejadian yang terjadi ditentukan oleh
seseorang berdasarkan informasi apapun yang tersedia, contoh: memperkirakan seseorang
kemungkinan akan menikah sebelum usia 30 tahun.
B. Konsep pendekatan objektif adalah probabilitas suatu kejadian yang terjadi ditentukan
berdasarkan perhitungan tertentu. Termasuk probabilitas objektif adalah probabilitas klasik
dan probabilitas empiris, yang diuraikan sebagai berikut.
1) Probabilitas klasik berdasarkan pada asumsi bahwa hasil eksperimen kemungkinan besar
sama, yang dihitung dengan rumus:
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏
𝑷𝒓𝒐𝒃𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 = 𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏

Contoh: eksperimen melempar sebuah dadu, berapa probabilitas kejadian munculnya mata
genap?
• Hasil yang diharapkan adalah munculnya mata 2, mata 4 dan mata 6 → jumlahnya ada
3
• Seluruh hasil yang mungkin adalah munculnya mata 1, mata 2, mata 3, mata 4, mata 5
atau mata 6 → jumlah ada 6, sehingga probabilitasnya dapat dihitung sebagai berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛
𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙𝑛𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑛
3
=6

= 0,5
Dalam perhitungan probabilitas ini, kondisi tiap kejadian adalah saling lepas (mutually
exclusive), artinya bila satu kejadian terjadi, maka kejadian yang lain tidak mungkin terjadi
pada waktu yang bersamaan.

2) Probabilitas empiris, yaitu probabilitas kejadian yang terjadi merupakan bagian dari
kejadian yang telah terjadi pada waktu yang sama di masa lampau, yang dihitung dengan
rumus:
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒋𝒂𝒅𝒊
𝑷𝒓𝒐𝒃𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 = 𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒂𝒕𝒊

Contoh:
Pada 1 Februari 2003 Pesawat Luar Angkasa Columbia meledak. Ini adalah bencana kedua
dalam 113 misi luar angkasa NASA. Berapakah probabilitas misi luar angkasa di masa
mendatang berhasil diselesaikan?
Dari data tersebut diketahui:
• jumlah misi yang berhasil yaitu 111 misi, yang dihitung dari 113 misi dikurangi 2 misi
yang gagal
• jumlah seluruh misi adalah 113. Dengan demikian, probabilitas misi di masa depan
akan berhasil diselesaikan (misalnya disebut kejadian A) dapat dihitung sebagai
berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙
𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑚𝑖𝑠𝑖
111
𝑃(𝐴) =
113
𝑃(𝐴) = 0,9823 𝑎𝑡𝑎𝑢 98,23%
Dari penjelasan di atas, maka pendekatan untuk menghitung probabilitas dapat dirangkum dalam
bagan berikut ini:

Pendekatan Probabilitas

Subjektif Objektif

Probabilitas Klasik Probabilitas Empiris

Berdasarkan informasi
Berdasarkan kemungkinan Berdasarkan frekuensi
yang tersedia
yang sama relatif

ATURAN MENGHITUNG PROBABILITAS


Aturan Penjumlahan (ditandai dengan kata “atau”)
a. Aturan Penjumlahan Khusus
Syaratnya: kejadian bersifat SALING LEPAS (Mutually Exclusive)
Rumus: P(A atau B) = P(A) + P(B)
Contoh: (lihat buku hal 164)
Suatu mesin mengisi kantong plastik dengan campuran buncis, brokoli dan sayuran lainnya.
Hampir seluruh kantong memiliki berat yang sama, tetapi karena terdapat perbedaan pada
ukuran buncis dan sayuran lainnya, isi kantong mungkin terlampau ringan atau terlampau
berat. Pengujian terhadap 4000 kantong plastik yang diisi pada bulan lalu, ternyata hasilnya:
Berat Jumlah kantong
Kurang (terlampau ringan) 100
Tepat 3600
Lebih (terlampau berat) 300
Berapa probabilitas kantong yang akan diisi diwaktu mendatang didapati terlampau ringan
atau terlampau berat?
Penyelesaian
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dihitung dahulu probabilitas masing-masing
kejadian sebagai berikut:

Kejadian Berat Jumlah kantong Probabilitas kejadian


A Kurang (terlampau ringan) 100 100/4000 = 0,025
B Tepat 3600 3600/4000 = 0,900
C Lebih (terlampau berat) 300 300/4000 = 0,075
Total 4000 1,000
Kejadian tersebut bersifat saling lepas, karena tidak mungkin satu kantong terlampau ringan
sekaligus terlampau berat → berarti diselesaikan dengan aturan penjumlahan khusus, sehingga:
P(A atau C) = P(A) + P(C)
P(A atau C) = 0,025 + 0,075
P(A atau C) = 0,100
Jadi probabilitas kantong yang akan diisi diwaktu mendatang didapati terlampau ringan atau
terlampau berat adalah 0,100.
Aturan Komplemen
Aturan ini digunakan untuk menentukan probabilitas munculnya satu kejadian dengan
mengurangi probabilitas tidak munculnya kejadian tersebut dari 1
Rumus: P(A) + P(~A) =1, sehingga P(A) = 1 – P(~A) atau P(~A) = 1 – P(A)
dimana P(A) dibaca: probabilitas kejadian A
P(~A) dibaca: probabiltas bukan kejadian A
Contoh:
Dari contoh di atas, ditanyakan berapa probabilitas kantong yang akan diisi diwaktu mendatang
didapati TIDAK terlampau ringan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilihat dalam tabel yang beratnya terlampau
ringan adalah kejadian A dengan P(A) = 0,025, sehingga untuk mencari probabilitas yang
TIDAK terlampau ringan dapat digunakan rumus:
P(~A) = 1 – P(A)
P(~A) = 1– 0,025
P(~A) = 0,975
Jadi probabilitas kantong yang akan diisi diwaktu mendatang didapati TIDAK terlampau
ringan adalah 0,975

b. Aturan Penjumlahan Umum


Syaratnya: terdapat kejadian yang saling terikat (dependen)
Rumus: P(A atau B) = P(A) + P(B) – P(A dan B)
dimana P(A dan B) disebut probabilitas gabungan, yaitu probabilitas yang mengukur dua
kemungkinan kejadian atau lebih akan terjadi secara bersamaan.
Contoh (lihat buku halaman 168)
Dari setumpuk kartu standar, berapa probabilitas kartu yang terpilih merupakan kartu raja atau
hati? → dalam hal ini kartu raja dan hati dapat terjadi secara bersamaan (TIDAK saling lepas),
sehingga digunakan aturan penjumlahan umum.
Penyelesaian:
Kejadian Kartu Jumlah kartu Probabilitas
A Raja 4 P(A) = 4/52
B Hati 13 P(B) = 13/52
A dan B Raja hati 1 P(A dan B) = 1/52
Total kartu 52
P(A atau B) = P(A) + P(B) – P(A dan B)
P(A atau B) = 4/52 +13/52 – 1/52
P(A atau B) = 16/52 atau 0,3077
Jadi probabilitas kartu yang terpilih merupakan kartu raja atau hati = 0,3077

Aturan Perkalian (ditandai dengan kata “dan”)


a. Aturan Perkalian Khusus
Syaratnya: kejadian bersifat SALING BEBAS (independen), artinya probabilitas munculnya
suatu kejadian tidak memengaruhi probabilitas munculnya kejadian lainnya.
Rumus: P(A dan B) = P(A).P(B)
dimana: P(A dan B) = probabilitas gabungan A dan B
P(A) = probabilitas kejadian A
P(B) = probabilitas kejadian B
Contoh:
Probabilitas seorang mahasiswa lulus mata kuliah Ekonomi Manajerial 60%, sedangkan
probabilitas kelulusan seorang mahasiswa untuk mata kuliah Manajemen Pemasaran sebesar
75%. Bila Bellaria menempuh kedua mata kuliah tersebut, berapa probabilitas kelulusannya
untuk kedua mata kuliah tersebut?
Penyelesaian:
Misalkan:
A = kejadian kelulusan untuk mata kuliah Ekonomi Manajerial → P(A) = 60% atau 0,6
B = kejadian kelulusan untuk mata kuliah Manajemen Pemasaran → P(B)= 75% atau 0,75
Karena kejadian dari kedua mata kuliah tersebut saling bebas, maka digunakan aturan
perkalian khusus untuk menyelesaikan soal ini.
P(A dan B) = P(A).P(B)
P(A dan B) = (0,6).(0,75)
P(A dan B) = 0,45
Jadi probabilitas kelulusan Bellaria untuk kedua mata kuliah tersebut sebesar 0,45

b. Aturan Perkalian Umum


Syaratnya: kejadian bersifat SALING TERIKAT (dependen), artinya probabilitas munculnya
suatu kejadian memengaruhi probabilitas munculnya kejadian lainnya.
Rumus: P(A dan B) = P(A) . P(B|A)
dimana: P(A dan B) = probabilitas gabungan A dan B
P(A) = probabilitas kejadian A
P(B|A) = probabilitas kejadian B setelah kejadian A
P(B|A) disebut probabilitas bersyarat, yaitu probabilitas munculnya suatu kejadian, apabila
diketahui kejadian lain telah terjadi
Contoh: (lihat buku hal 171)
Dalam kulkas ada 10 kaleng soda, dimana 7 kaleng adalah soda biasa dan 3 kaleng soda diet.
Soda diambil bertahap tanpa pengembalian, hitunglah:
a. Probabilitas kedua soda yang terambil adalah soda diet?
b. Probabilitas kedua soda yang terambil adalah soda biasa?
c. Probabilitas soda yang terambil pertama soda diet dan yang kedua soda biasa?
d. Probabilitas soda yang terambil pertama soda biasa dan yang kedua soda diet?
Penyelesaian:
a. Probabilitas pengambilan pertama soda diet → P(A1) = 3/10
Probabilitas pengambilan kedua soda diet → P(A2|A1) = 2/9
P(A1 dan A2) = P(A1). P(A2|A1)
= (3/10). (2/9)
P(A1 dan A2) = 1/15 atau 0,0667
Jadi probabilitas kedua soda yang terambil adalah soda diet sebesar 0,0667
b. Probabilitas pengambilan pertama soda biasa → P(B1) = 7/10
Probabilitas pengambilan kedua soda biasa → P(B2|B1) = 6/9
P(B1 dan B2) = P(B1). P(B2|B1)
= (7/10). (6/9)
P(B1 dan B2) = 7/15 atau 0,4667
Jadi probabilitas kedua soda yang terambil adalah soda biasa sebesar 0,4667
c. Probabilitas pengambilan pertama soda diet → P(A) = 3/10
Probabilitas pengambilan kedua soda biasa → P(B|A) = 7/9
P(A dan B) = P(A). P(B|A)
= (3/10). (7/9)
P(A dan B) = 7/30 atau 0,2333
Jadi Probabilitas soda yang terambil pertama soda diet dan yang kedua soda biasa sebesar
0,2333
d. Probabilitas pengambilan pertama soda biasa → P(B) = 7/10
Probabilitas pengambilan kedua soda diet → P(A|B) = 3/9
P(B dan A) = P(B). P(A|B)
= (7/10). (3/9)
P(B dan A) = 7/30 atau 0,2333
Jadi Probabilitas soda yang terambil pertama soda biasa dan yang kedua soda diet sebesar
0,2333

TABEL KONTINGENSI
Tabel kontingensi adalah tabel yang digunakan untuk mengelompokkan sampel pengamatan
menurut dua ciri atau lebih yang dapat diamati

Contoh tabel kontingensi dapat dilihat pada tabel-tabel yang ada di halaman 173 dan 174
Tabel 5-1 di halaman 174 menunjukkan kesetiaan para eksekutif dan lama pengabdian mereka
pada perusahaan
Lama Pengabdian
Kesetiaan Kurang dari 1 tahun 1 – 5 tahun 6 – 10 tahun Lebih dari 10 tahun Total
(B1) (B2) (B3) (B4)
Setia (A1) 10 30 5 75 120
Tidak setia (A2) 25 15 10 30 80
Total 35 45 15 105 200
a. Berapakah probabilitas pemilihan seorang eksekutif yang setia pada perusahaan dan lama
pengabdian lebih dari 10 tahun?
b. Berapakah probabilitas terpilih seorang eksekutif yang lama pengabdiannya 1-5 tahun atau
lebih dari 10 tahun?
c. Berapakah probabilitas terpilih seorang eksekutif yang tidak setia pada perusahaan?
d. Berapakah probabilitas pemilihan seorang eksekutif yang setia pada perusahaan jika lama
pengabdian lebih dari 10 tahun?
e. Berapakah probabilitas terpilih seorang eksekutif yang lama pengabdiannya 1-5 tahun atau
tidak setia pada perusahaan?
Penyelesaian:
Untuk memudahkan penyelesaian, maka tiap kejadian diberi nama terlebih dahulu:
• untuk kejadian pada baris diberi nama kejadian A, karena ada 2 maka diberi nama A1 dan
A2
• untuk kejadian pada kolom diberi nama kejadian B, yaitu B1, B2, B3 dan B4
a. Dengan demikian pertanyaan yang ada dapat ditulis dengan lambang P(A1 dan B4), karena
kejadian A1 dan B4 saling terikat (ada perpotongan pada tabel), maka untuk menyelesaikan
digunakan aturan perkalian umum dengan rumus: P(A1 dan B4) = P(A1). P(B4|A1)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴1 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵4 𝑑𝑎𝑛 𝐴1
P(𝐴1 ) = 𝑃(𝐵4 |𝐴1 ) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴1
120 75
= =
200 120

𝑃(𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4 ) = 𝑃(𝐴1 ). 𝑃(𝐵4 |𝐴1 )


120 75
𝑃(𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4 ) = .
200 120
75
𝑃(𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,375
200
P(A1 dan B4) juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4
𝑃(𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4 ) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
75
𝑃(𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,375
200
Jadi probabilitas pemilihan seorang eksekutif yang setia pada perusahaan dan lama pengabdian
lebih dari 10 tahun sebesar 0,375
Perhatikan cara mencari probabilitas: (1) satu kejadian tertentu, (2) probabilitas
bersyarat dan (3) probabilitas gabungan

b. Karena kejadian B2 dan B4 saling lepas, maka digunakan aturan penjumlahan khusus, sehingga
digunakan rumus: P(B2 atau B4) = P(B2) + P(B4)
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵2 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵4
P(𝐵2 ) = P(𝐵4 ) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
45
= 105
200 =
200

𝑃(𝐵2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐵4 ) = 𝑃(𝐵2 ) + 𝑃(𝐵4 )


45 105
= +
200 200
150
𝑃(𝐵2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐵4 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,75
200

Jadi probabilitas terpilih seorang eksekutif yang lama pengabdiannya 1-5 tahun atau lebih dari
10 tahun sebesar 0,75
c. Eksekutif tidak setia adalah kejadian A2, karena ini probabilitas tunggal maka dapat dihitung
sebagai berikut:
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴2
𝑃(𝐴2 ) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
80
𝑃(𝐴2 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,40
200
Jadi probabilitas terpilih seorang eksekutif yang tidak setia pada perusahaan sebesar 0,40
d. Eksekutif yang setia adalah kejadian A1, sedangkan eksekutif dengan pengabdian lebih dari 10
tahun adalah kejadian B4. Dalam Bahasa Indonesia, jika …..(kejadian pertama) maka …..
(kejadian kedua).
Untuk melihat probabilitas mana yang merupakan kejadian pertama dan mana kejadian kedua,
maka perlu memperhatikan kalimat: terpilih …..(kejadian ke2 = A1), jika …..(kejadian pertama
= B4), maka yang dimaksud adalah P(A1│B4), sehingga dapat digunakan rumus:
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝐵4
𝑃(𝐴1 |𝐵4 ) =
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵4
75
𝑃(𝐴1 |𝐵4 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,7143
105
Jadi probabilitas pemilihan seorang eksekutif yang setia pada perusahaan jika lama
pengabdian lebih dari 10 tahun sebesar 0,7143 (diambil hingga 4 digit di belakang koma)
e. Eksekutif yang lama pengabdiannya 1-5 tahun adalah kejadian B2, sedangkan eksekutif yang
tidak setia pada perusahaan adalah kejadian A2. Karena B2 dan A2 saling terikat (pada tabel
ada perpotongan) dengan kata penghubung “atau”, maka digunakan aturan penjumlahan
umum, sehingga digunakan rumus:
𝑃(𝐵2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴2 ) = 𝑃(𝐵2 ) + 𝑃(𝐴2 ) − 𝑃(𝐵2 𝑑𝑎𝑛 𝐴2 )

𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵2 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴2
𝑃(𝐵2 ) = 𝑃(𝐴2 ) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
45 80
𝑃(𝐵2 ) = 𝑃(𝐴2 ) =
200 200

𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵2 𝑑𝑎𝑛 𝐴2


𝑃(𝐵2 𝑑𝑎𝑛 𝐴2 ) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
15
𝑃(𝐵2 𝑑𝑎𝑛 𝐴2 ) =
200

𝑃(𝐵2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴2 ) = 𝑃(𝐵2 ) + 𝑃(𝐴2 ) − 𝑃(𝐵2 𝑑𝑎𝑛 𝐴2 )


45 80 15
𝑃(𝐵2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴2 ) = + −
200 200 200
110
𝑃(𝐵2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴2 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,55
200
Jadi probabilitas terpilih seorang eksekutif yang lama pengabdiannya 1-5 tahun atau tidak setia
pada perusahaan sebesar 0,55.

PRINSIP-PRINSIP PERHITUNGAN
Dalam prinsip-prinsip perhitungan, yang dipelajari hanyalah mengenai permutasi dan kombinasi.
Perbedaan permutasi dan kombinasi terletak pada penting atau tidaknya urutan objek yang dipilih.
Bila urutan objek penting dan harus diperhatikan maka yang dimaksudkan adalah permutasi,
jadi bila terdapat 3 objek yang terpilih, yaitu A dengan jabatan Ketua, B dengan jabatan wakil
ketua dan C dengan jabatan bendahara, bila urutan penyebutan harus ketua, wakil dan bendahara
maka diperoleh nama A, B dan C, karena kalau disebutkan nama B, A, C maka akan mempunyai
makna yang berbeda.
𝑛!
Rumus Permutasi: nPr = (𝑛−𝑟)!
Dimana: n = jumlah total objek
r = jumlah objek yang dipilih
Contoh:
Dari 4 objek, yaitu angka 1,2,3,4 akan dipilih 2 objek, ada berapa pasangan hasil yang diperoleh,
bila urutan objek diperhatikan? → ini adalah persoalan Permutasi, dengan n = 4 dan r = 2
𝑛!
Rumus: nPr = (𝑛−𝑟)!
4!
4P2 = (4−2)!
4P2 = 12
Jadi bila urutan objek diperhatikan, ada 12 pasangan hasil yang diperoleh, yaitu:
1,2 1,3 1,4 2,1 2,3 2,4 3,1 3,2 3,4 4,1 4,2 4,3
Dalam hal ini urutan 1,2 dianggap berbeda dengan urutan 2,1 demikian juga dengan yang lain.

Bila urutan objek tidak diperhatikan maka yang dimaksudkan adalah kombinasi, jadi bila A
dan B sedang bertanding tennis meja, dan saudara menyebutkan A dan B sedang bertanding tennis
meja atau menyebutkan B dan A sedang bertanding tennis meja, maka yang dimaksudkan adalah
hal yang sama.
𝑛!
Rumus Kombinasi: nCr =
𝑟! (𝑛−𝑟)!
Dimana: n = jumlah total objek
r = jumlah objek yang dipilih

Contoh:
Dari 4 objek, yaitu angka 1,2,3,4 akan dipilih 2 objek, ada berapa pasangan hasil yang diperoleh,
bila urutan objek tidak dipersoalkan? → ini adalah persoalan Kombinasi, dengan n = 4 dan r = 2
𝑛!
Rumus: n Cr = 𝑟!(𝑛−𝑟)!

4!
4C2 = 2! (4−2)!

4C2 =6
Jadi bila urutan objek tidak dipersoalkan, maka ada 6 pasangan hasil yang diperoleh, yaitu:
1,2 1,3 1,4 2,3 2,4 3,4
Hal ini dikarenakan urutan 1,2 dianggap sama dengan urutan 2,1, jadi urutan 2,1 tidak boleh
disebutkan lagi.

RUMUS KOMBINASI INI AKAN DIGUNAKAN PADA DISTRIBUSI PROBABILITAS


BINOMIAL

Anda mungkin juga menyukai