Anda di halaman 1dari 60

1 bulan (5kali) pada bulan yang sama.

Data 30 orang siswa adalah sebagai berikut :


- Kelompok rajin (R)
38,36,38,39,35,37
- Kelompok sedang (S)
30,36,34,31,32,30,33,30,28,30,31,33,32
- Kelompok malas (M)
16,19,20,25,24,22,26,25,23
Apabila melihat rumus, maka yang diperlukan adalah ordinat yang lebih rendah, ordinat yang
lebih tinggi, mean, standar deviasi total, dan proporsi individu dalam golongan.
Langkah-langkah :
a. Mendaftar nilai tiap kelompok, seperti contoh diatas.
b. Menentukan proporsi individu dalam kelompok.
c. Menghitung banyaknya subjek setiap kelompok.
Rumus :

Dimana
P = proporsi
Nk = banyaknya subjek dalam kelompok
N = banyaknya subjek seluruhnya
P (R) =
P (S) =
P (M) =

324
d. Menghitung nilai rata-rata (mean) tiap kelompok. Bedasarkan data yang ada maka :
e. Menentukan ordinat, yaitu ordinat yang lebih rendah dan ordinat yang lebih tinggi.
Istilah “ordinat yang lebih rendah” dan “ordinat yang lebih tinggi” ini merupakan
keterangan dari tinggi ordinat untuk batas antara dua kelompok dalam kurva normal,
sedangkan tinggi ordinat dapat dilihat dari table Lampiran VII.
Dibawah ini adalah cuplikan table yang dimaksud, sekedar untuk menerangkan
bagaimana menggunakan table ini.

Huruf p dalam 2 kolom yang berdekatan merupakan singkatan dari proporsi. Kedua p
tersebut jika dijumlah selalu 1.00. Keduanya komplementer. Oleh karena itu, untuk
mencari nilai 0 dari p = 0,800 dapat dicari dengan melihat p = 0,200 atau sebaliknya.
Kembali kepada contoh, maka dari table terlihat p = 0,200 adalah 0,27996 dan p =
0,300 adalah 0,34769. Proporsi pada ujung-ujung distribusi adalah 0

325
Ordinat yag ada disebelah kiri disebut “ordinat yang lebih rendah”, dan ordinat di
sebelah kanan disebut “ordinat yang lebih tinggi”.
f. Membuat table kerja
Untuk menghitung korelasi serialnya, perlu dibuat suatu table kerja seperti pada
halaman berikut.
g. Mencari standar deviasi total
Dengan menggunakan rumus standar deviasi atau dengan memasukkan semua nilai
prestasi bahasa Indonesia ke kalkulator statistic, diketahui standar deviasinya yaitu
6,21.
h. Menghitung korelasi serial (dalam hal ini disebut korelasi tri serial, karena ada 3
kategori), dengan menggunakan rumus yang ada.

4. Point Biserial Correlation


Point biserial correlation atau korelasi point biserial digunakan apabila kita hendak
mengetahui korelasi antara dua variable, yang satu berbentuk variable kontinu, sedang yang
lain variable diskrit murni. Misalnya mengetahui hubungan antara jenis kelmain dengan
intelegensi, kemampuan berpidato atau prestasi belajar.
Hasil perhitungan dengan korelasi poit biserial dapat dikonsultasikan ke Tabel r hasil
product-moment. Bagi saudara-saudara yang sudah pernah menganalisis item soal tes maka
korelasi point biserial dapat digunakan untuk mencari korelasi antara item dengan seluruh tes,
yang mencari validasi item.
Rumus korelasi pont biserial adalah
Dalam mana:
r = koefisien korelasi point biserial.
M = mean skor dari subjek-subjek yang enjawab betil item yang dicari korelasinya dengan
tes.

326
M = mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes).
S = standar deviasi skor total.
p = proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut
q=1–p

Contoh :
Akan mencari validasi item nomor 6 dari sebuah tes yang terdiri dari 12 item. Untuk
kepentingan ini maka dilakukan penyekoran terhadap hasil tes, dengan skor 1 bagi jawaban
yang benar dan skor 0 bagi jawaban yang salah. Skor total merupakan jumlahan dari skor 1
setiap item.

327
Dari data table di atas diketahui :
M=
M=
S=
p=
q=
r=
Angka korelasi yang dioeroleh termasuk tinggi. Dengan pengambilan kesimpulan secara
sederhana, maka item 6 dapat dikatakan memiliki validitas yang cukup tinggi. Untuk lebih
efisien waktu, maka Adkins and Topps, Du Bois, Siegel dan Cureton, Goheen and Davidoff
telah membuat grafik sebagai metode untuk menentukan koefisien biserial.

328
Grafik ini hanya dapat digunakan jika jumlah kelompok atas sama dengan jumlah kelompok
bawah, (misalnya 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah). Proporsi kelompok atas
yang dapat menjawab item, dicari dalam ordinat, sedang proporsi kelompok bawah yang
dapat menjawab item ditentukan pada absis. Titik perpotongan antara ordinat dan absis,
merupakan angka indeks atau koefisien korelasi.
5. Korelasi Tetrachoric
Korelasi tetrachoric digunakan untuk mencari korelasi dua variable diskrit buatan (artificial
dichotomies) misalnya menentukan daya beda item.
Mula-mula datanya merupakan data kontinum yang sebarannya berbentuk kurva normal.
Untuk dapat yang kontinum ini biasanya hanya dikelompokka menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Subjek yang menguasai materi
b. Subjek yang tidak menguasai materi
Korelasi tetrachoric sangat jarang dipakai karena perhitungannya rumit, dan standar errornya
lebih besar.
6. Phi Coefiicient
Korelasi Phi yang menghasilkan koefisien Phi digunakan untuk mencari hubungan dua
variable diskrit, dan diutamakan diskrit murni. Apabila variable yang ada tidak merupakan
variable diskrit, maka diubah dulu menjadi variable diskrit.
Korelasi Phi seringkali digunakan untuk menentukan validitas item, dengan variable pertama
benar-salahnya subjek di dalam menjawab item, serta variable kedua adalah skor total yang
dibuat dikotomi.
Cara mengubah skor total menjadi dikotomi dapat dengan menggunakan mean atau median.
Jika menggunakan mean sebagai nilai pemisah subjek, maka ada kemungkinan banyaknya
subjek pada dua kelompok, bias tidak sama. Akan tetapi jika menggunakan media sebagai
nilai pemisah subjek, maka banyaknya subjek untuk kedua keompok, sama jumlahnya,
seperti kalau kita membagi subjek atas kelompok atas (upper-group) dan kelompok bawah
(lower group).
Kelompok yang Tidak sama Jumlah Subjeknya
Jika kita menggunakan mean sebagai nilai pemisah dua kelompok maka ada kemungkinan
banyaknya kelompok atas tidak sama dengan

329
Banyaknya kelompok bawah. Kelompok atas adalah mereka yang skornya lebih besar dari
mean, sedangkan kelompok bawah adalah subjek yang skornya sama atau lebih kecil dari
mean. Banyaknya subjek untuk setiap kategori, dihitung kemudian dimasukkan ke dalam
setiap table kontingensi 2 x 2.
Agar diperoleh kejelasan tentang hal ini, berikut akan diberikan table viasualisasinya.

Agar jelasnya uraian ini, berikut diberikan contoh :


1. Indeks korelasi r (xy) = 0,875, N = 100
a. Arah korelasi positif, artinya ada kesejajaran searah.
b. Ada korelasi antara variable X dengan variable Y.
c. Korelasi antara X dengan Y sangat tinggi.
d. Harga korelasi sangat signifikansi karena 0,875 > 0,256 > 0,195.
Dari table pada lampiran II diketahui bahwa dengan N = 100, harga kritik untuk r
pada taraf kepercayaan 1% = 0,256 dan pada taraf kepercayaan 5% = 0,195.
2. Indeks korelasi r (xy) = -0,009, N = 50
a. Arah korelasi negative,artinya kesejajarannya berlawanan arah.
b. Ada korelasi antara variable X dengan variable Y meskipun sangat kecil.
c. Korelasi antara X dengan Y sangat rendah.
d. Harga korelasi tidak signifikan, karena 0,009 < 0, 297 > 0,361

330
3. Manakah yang lebih tinggi korelasi antara + 0,125 dengan -0,615 ?
Jawab : lebih tinggi yang -0,615 karena angkanya lebih besar daripada yang 0,125.
Skor total (dibuat dikotomi)
Sel a : memuat subjek yang skor 1 untuk item dan skor 1 untuk dikotomi skor total.
Sel b : memuat subjek yang skor 1 untuk item dan skor 0 untuk dikotomi skor total.
Sel c : memuat subjek yang skor 0 untuk item dan skor 1 untuk dikotomi skor total.
Sel d : memuat subjek bedasarkan frekuesi yang ada dalam setiap sel, dimasukkan ke
dalam rumus Phi.

Contoh :
Dengan menggunakan table analisis item yang lalu, maka terdapat mean 6,6. Subjek
yang memiliki skor total di atas mean, adalah Artini, Nining, Santi, Tatan. Skor-skor
tersebut diubah menjadi 1, sedang skor dibawah mean dibuah menjadi 0.
Maka sel a, b, c dan d dapat diisi demikian.
Sel a : Artini, Nining, Santi
Sel b : Yudi
Sel c : tidak ada
Sel d : Yanto, Aryanto, Ibnu, Tini.

331
Kelompok yang sama jumlah subjeknya
Jika kita menggunakan median sebagai batas nilai pemisah dua kelompok, akan
diperoleh dua kelompok yang jumlah subjeknya sama. Rumusnya dapat menggunakan
yang lebih sederhana, yaitu :

Dengan keterangan :
r = koefisien Phi.
P (a) = proporsi kelompok atas yang mempunyai skor 1 untuk item.
P (b) = proporsi kelompok bawah yang mempunyai skor 1 untuk item.
P = proporsi seluruh subjek yang skornya 1 untuk item.
1 = 1 – p.
Contoh :
Dengan menggunakan table diatas ternyata membagi dengan mean sebagai batas telah
diperoleh 5 orang sebagai kelompok dengan skor 1 dan 5 orang sebagai kelompok
dengan skor 0.
Dengan menggunakan median akan diperoleh kelompok yang sama.
Maka : P (a) = 1,0
P (b) = 0,2
P (p) = 0,6

Hasil sama dengan diatas.

332
7. Contingency Coefficient (Koefisien Kontingensi)
Contingency coeffisien C digunakan apabila variable yang dikorelasikan berbentuk
kategori (gejala ordinal). Apabila datanya berjenis diskrit, maka selain menggunakan
koefisien kontingensi juga menggunakan koefisien Phi atau tetrachoric. Akan tetapi
jika variabelnya diklasifikasikan menjadi lebih dari dua data, maka koefisien Phi atau
tetrachoric tidak dapat digunakan.
C (singkatan dari contingency) sangat erat hubungannya dengan Chi-kuadrat dan
dihitung dengan table kontingensi.
Jika datanya telah dihitung dengan Chi-kuadrat (chi-square) maka C dapat dengan
mudah diketahui. C ditulis juga dengan KK, singkatan dari Koefisien Kontingensi.
Untuk menghitung koefisien kontingensi, terlebih dahulu dihitung nilai Chi-kuadrat
yang diberi symbol X2.
Rumus menghitung Chi-kuadrat adalah sebagai berikut.

Rumus X2 digunakan untuk menguji signifikasi perbedaan frekuensi yang diobservasi


fo’ (frekuensi yang diperoleh bedasarkan data), dengan frekuensi yang diharapkan fh.
Apabila dari perhitungan ternyata bahwa harga X2 sama atau lebih besar dari harga
kritik X2 yang tertera dalam label, sesuai dengan taraf signifikasi yang telah
ditetapkan, maka kesimpulan kita adalah bahwa ada perbedaan yang meyakinkan
antara fo dengan fh. Akan tetapi apabila dari perhitungan ternyata bahwa nilai X2
lebih kecil dari harga kritik dalam table menurut taraf signifikansi yang telah
ditentukan, maka kesimpulannya tidak ada perbedaan yang meyakinkan antara fo
dengan fh.
Contoh :
Seorang mahaskswi menyelidikisignifikasi perbedaan antara pria dan wanita terhadap
kesenangan membolos. Setelah diselidiki, dari 110 orang mahasiswa putra dan putri
diperoleh data sebagai berikut :
Pria : senang membolos 30 orang
Tidak senang membolos 20 orang

333
Wanita : senang membolos 25 orang
Tidak senang membolos 35 oranag
Kemudian data ini di dimasukkan ke dalam table kontingensi 2 x 2 sebagai berikut.

Dengan menggunakan rumus :

Maka dapat diisi fb untuk sel a, b, c atau d. untuk ini kita tidak perlu menghitung
semua karena jumlah pria dan wanitanya tetap. Derajat kebebasan untuk Chi-kuadrat
adalah :

Maka dengan baris sebanyak 2 dan kolom sebanyak 2 derajat kebebasan (d.b) atau
degree of freedom (d.f) diperoleh dari (2-1) (2-1) = 1. Ini berarti bahwa kita hanya
bebas atau hanya perlu menghitung satu sel saja, dan untuk sel-sel yang lain akan
terisi dengan sendirinya.
Misalnya kita akan mengisi fh untuk sel a, maka :
Fh sel a =
Selanjutnya dapat dibuat table fh sebagai berikut.

334
Berdasaarkan table yang ada, yakni table fo dengan table fh, dapat dihitung X2 dengan rumus
:

Catatan :
Harap dicocokkan
Hasil X2 sebesar 3,66 dikonsultasikan ke table harga kritik X2 d.b. = 1 (konsultasi ke table,
lampiran IV).
Dengan taraf signifikansi 5% dan d.b. = 1, maka dalam table terdapat harga kritik untuk X2
adalah 3,84. Maka kesimpulan tidak ada perbedaan yang signifikansi antara fo dengan fh bagi
pria dan wanita sehubungan dengan kesenangan membolos.
Selanjutnya apabila kita hendak menghitung koefisien kontingensi, kita gunakan rumus :

335
Dengan keterangan :
KK = koefisien kontingensi
= harga Chi-kuadrat yang diperoleh
Maka :
KK =

Koefisien Phi dapat juga dicari melalui rumus Chi-kuadrat, jika tabelnya 2 x 2.
Rumusnya :

Derajat kebebasannya sama dengan derajat kebebasan untuk Chi-kuadrat yang lain, yaitu
(baris-1) (kolom-1)
Dalam bab ini telah disajikan beberapa perhitungan analisis data dengan berbagai teknik
korelasi. Harap dipahami bahwa sebenarnya pengertian korelasi atau hubungan yang
menunjukkan kesejajaran paling halus adalah kesejajaran yang dihitung dengan korelasi
product moment. Korelasi jenis ini, dimaksud mengetahui kesejajaran individu dengan
menggunakan data asli.
Korelasi Phi, korelasi serial maupun Chi-kuadrat telah mengubah data asli dengan
mengelompokkannya atas 2 kategori (diskrit) atau 3 maupun 4 kategoru (ordinal). Tentu saja
data ubahan ini tidak lagi sehalus data semula. Oleh karena yang dilihat korelasinya hanya
terdiri atas 2,3 atau 4 (atau beberapa saja yang menunjukkan kelompok, maka arti korelasi
dapat dipahami sebagai membandingkan atau mengkomparasikan.
Harga r yang diperoleh dari mengelompokkan data asli, dengan sendirinya sudah bukan harga
r murni, tetapi sudah lebih rendah dari

336
Sebenarnya. Itulah sebabnya harga r dari r atau r harus dikorelasi terlebih dahulu, baru bias
dikonsultasikan dengan table. Untuk keperluan korelasi harga r ini sudah disediakan table
khusus.
Tidak semua nilai r tersedia table untuk konsultasi. Pedoman untuk konsultasi adalah sebagai
berikut.
1) Untuk r produk moment (korelasi Pearson) digunakan table harga kritik dari r product
moment pada lampiran II.
2) Untuk rho (xy), yaitu korelasi tata jenjang konsultasi harganya menggunakan table
harga kritik dari rho Spearman pada lampiran II di bawah.
3) Untuk korelasi point biserial dan korelasi serial, diuji melalui table uji t (t-test),
setelah terlebih dahulu diketahui harga t-nya.
Rumusnya adalah :

Dengan d.b = N – 2
4) Untuk r diuji melalui X2, dengan terlebih dahulu mencari harga X2.
Rumusnya adalah :

Dengan d.b = 1
5) Untuk harga X2, sudah disebutkan di depan dikonsultasikan dengan table harga kritik
Chi-kuadrat pada lampiran IV.
Selain untuk mengetahui korelasi dua variable dengan gejala nominal, teknik Chi-
kuadrat dapat digunakan untuk menguji daya beda item, tetapi dengan rumus yang
sudah dimodifikasikan.
Rumus modifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

Dengan penjelasan :
N = banyaknya subjek peserta tes
P (A) = proporsi kelompok atas yang menjawab betul.

337
P (B) = proporsi kelompok bawah yang menjawab betul.
P= atau banyaknya jawaban yang betul dibagi dengan N.
q=1–p
REGESI
Pengertian :
Istilah regesi mulai digunakan dalam analisis statistic oleh Galton. Analisis ini
mengenai perbandingan antara tinggi badan anak laku-laki dengan tinggi badan
ayahnya. Galton menyimpulkan bahwa rata-rata tinggi badan anak laki-laki dari ayah
yang tinggi, kurang tinggi dibandingkan dengan rata-rata tinggi ayah mereka.
Sebaliknya, rata-rata tinggi anak laki-laki dari ayah yang pendek, lebih tinggi dari
rata-rata tinggi ayah mereka.
Akibat dari adanya regesi,menunjukkan adanya kecenderungan kearah rata-rata dari
hasil yang sama pengukuran berikutnya. Istilah regesi juga digunakan dalam analisis
statistic yang digunakan dalam mengembangkan suatu persamaan untuk meramalkan
sesuatu variable dari variable kedua yang telah diketahui.
Dalam mengetahui hubungan antara tinggi ayah dan anak laki-laki, maka kita dapat
menggambarkan tinggi ayah pada absis X dan tinggi anak pada ordinat Y, sehingga
kita peroleh diagram pencar dari nilai X dan Y. jika Tarik suatu garis lurus yang
berjarak jumlah kuadrat jarak vertical dari setiap titik, maka garis lurus inilah yang
disebut dengan garis regesi. Dengan hubungan antara tinggi ayah dan anak tersebut,
maka persamaan nya Y = a + bX, menunjukkan hubungan linier Y dengan X.
berdasarkan persamaan tersebut, jika diketahui nilai X dan Y, maka estimasi a dan b
dengan mudah dapat ditentukan. Nilai a menunjukkan pemotongan Y terhadap garis
regesi, sedangkan b, yakni koefisien X, disebut koefisien regesi. Ilustrasi data Galton
adalah (lihat di halaman 243).
Jika data tersebut dalam daerah disekitar garis lurus (atau kurva) maka nilai Y dapat
dicari untuk nilai X yang diketahui. Manfaat dari garis regesi adalah untuk
memperkirakan nilai variable terikat dari variable bebas jika variable bebeas tersebut
telah diketahui.
Regesi ganda adalah suatu perluasan dari teknik regesi apabila terdapat lebih dari satu
variable bebas untuk mengadakan rediksi terhadap variable terikat.

338
Korelasi dan Regesi Berganda
Analisis korelasi dan regesi berganda ini adalah analisis tentang hubungan antara satu
dependent variable dengan dua atau lebih independent variable. Jika ada lebih dari satu
variable bebas untuk mengestimasikan nilai Y, persamaan tingkat pertama persamaan disebut
permukaan regesi, misalnya Y = a + bX +cZ. Y adalah kombinasi linier dari X dan Z.
konstan b dan c disebut koefisien regesi. Ada kalanya a, b, dan c diganti dengan b1, B2, dan
b3 sedangkan X dan Z diganti dengan X1, dan X2.
Dalam analisis regesi, baik regesi sederhana (dengan satu variable bebas) maupun berganti
(dengan lebih dari satu variable bebas) ada tiga rukun dasar yang harus dicari, yaitu :
1. Garis regesi, yaitu garis yang menyatakan hubungan antara variable – variable itu.
2. Standar error of estimate (Sy, X1, X2) yaitu harga yang mengukur pemencaran tiap-
tiap titik (data) terhadap garis regesinya. Atau merupakan penyimpangan standar dari
harga-harga dependent (Y) terhadap garis regesinya.
3. Koefisien korelasi (r), yaitu angka yang menyatakan eratnya hubungan antara
variable-variabel itu.
Contoh :
Penelitian dengan judul : Pengaruh Kepuasan Financial Incentive dan Non-Financial
Incentive dalam Mnedidik Tenaga Kerja untuk Meningkatkan Semangat Kerja pada PT
“Yogyatex” Yogyakarta.

339
Table Nilai Variabel Terikat Bebas -1 dan Variabel Bebas -2

340
Lanjutan

Selanjutnya, dari data tersebut dapat digambar scatter dagram (diagram pencar) seperti
berikut ini.
Hubungan Financial Incentive dengan Semangat Kerja

341
Hubungan Non-Financial Incentive dengan Semangat Kerja

Dari diagram pencar tersebut dapat terlihat bahwa :


a. Variable-variabel tersebut mempunyai hubungan yang cukup dekat. Hal ini
disebabkan bahwa titik-titik pada diagram pencar itu terletak saling berdekatan
dengan garis yang bias ditarik melalui titik tersebut.
b. Variable-variabel tersebut mempunyai hubungan positif, karena titik-titik pada
diagram pencar itu menunjukkan gejala dari kiri ke kanan atas.
c. Variable-variabel tersebut mempunyai korelasi yang linear karena titik-titik pada
diagram pencar menunjukkan gejala garis lurus.
Perhitungan :
Setelah diketahui hubungan dari variable-variabel tersebut, selanjutnya harga-harga dari
variable-variabel tersebut kita perhitungkan ke dalam persamaan regesi, standard error of
estimate dan koefisien korelasi.
Ini dimaksudkan untuk dapat diketahui kecenderungan variable independent yang mana
diantara variable financial incentive dan non-financial incentive yang lebih besar menentukan
(berpengaruh) terhadap variable semangat kerja (dependent variable).

342
Kemudian untuk mengetahui penyimpangan standar dari harga-harga variable terikat
terhadap garis regresinya serta menyatakan eratnya hubungan antara variable-variabel
tersebut.
Dan untuk memudahkan dalam perhitungan persamaan regesi, standard error of estimate dan
koefisien korelasi, maka dibuat table yang berisikan harga-harga dari variable-variabel
semangat kerja (Y), variable financial incentive (X1) dan variable non-financial incentive
(X2) serta hasil perkalian dan kuadrat dari harga-harga variable tersebut yang tampak seperti
berikut ini.

343
1. Garis Regresi
Untuk persamaan garis regesi yang mempunyai dua independen variable adalah :

Dengan metode kuadrat terkecil dapat diperoleh persamaan-persamaan normal :

Dengan persamaan normal ini dapat diperoleh/dihitung harga-harga b0, b1, dan b2.

344
Dari jumlah harga-harga yang terdapat dalam table tersebut kita masukkan dalam persamaan,
sehingga diperoleh persamaan :
I.
II.
III.
Kemudian dicari harga b0, b1, dan b2 dengan cara menyamakan dan menghilangkan harga b0
terlebih dahulu, yaitu :
I.
II.

I.
III.
V.
Dari persamaan IV dan V dapat diperoleh harga b2 dengan menghilangkan harga b1, yaitu :
IV.

Setelah harga b2 diketahui kemudian dikembalikan lagi ke dalam persamaan IV untuk


mendapatkan harga b1.
IV.

Selanjutnya setelah diketahui harga b1 dan b2 dapat dicari harga b0 dengan memasukkan
harga b1 dan b12 ke dalam persamaan I, II aataupun III.

345
1.

Setelah harga b0, b1, dan b2, diketahui, maka akan didapatkan persamaan garis
regresi :

2. Standard Error of Estimate (SY X1 X2)


Untuk menghitung standard error of estimate terlebih dahulu dibuat table yang
berisikan harga Y, Yc, Y – Yc, dan (Y-Yc)2 seperti berikut ini.
Tabel 18

346
Lanjutan

347
Kemudian jumlah harga (Y-Yc) dimasukkan dalam rumus :

3. Koefisien Korelasi
Untuk mencari koefisien korelasi dihitung terlebih dahulu variance dari harga Y.

Dan jika kita lihat pada table r product-moment dengan n = 48, maka :
- Taraf signifikamsi 5% = 0,284.
- Taraf signifikansi 1% = 0,368.

348
Hasil ini berarti bahwa koefisien korelasi sebesar 0,97 lebih besar dari taraf
signifikansi 5% maupun 1% yang berarti pula telah terbukti adanya korelasi antara
variable financial incentive dan non-financial incentive (independent variable) dengan
semangat kerja (dependent variable).
Selanjutnya untuk membuktikanhipotesis yang berbunyi : Faktor kepuasan financial
incentive lebih berpengaruh daripada kepuasan non-financial incentive untuk
meningkatkan semangat kerja karyawan PT Yogyatex Yogyakarta, dapat dilihat dari
persamaan garis regesi, yaitu :
Yc = 1,96 + 0,75 X1 + 0,375 X2
Dimana Yc = nilai ramalan semangat kerja
1,96 = bilangan konstan
0,75 X1 = nilai dari financial incentive
0,375 X2 = nilai dari non-financial incentive
Dari persamaan garis regresi tersebut dapat dilihat bahwa 0,75 X1 > 0,375 X2, yang
berarti bahwa factor kepuasan financial incentive lebih besar dari factor kepuasan
non-financial incentive.
Analisis Data Penelitian Eksperimen
Di dalam langkah memilih pendekatan penelitian, telah dikemukakan beberapa desain
eksperimen di antaranya telah disertai rumus/cara analisis datanya. Untuk testing
signifikansi, maka digunakan t-test.
Apabila akan membandingkan kedua hasil dengan membandingkan mean seperti
halnya one-shot case study, maka rumus yang digunakan adalah :

Untuk menganalisis, hasil eksperimen yang menggunakan pre-test dan post-test one
group design (desain 2), maka rumusnya adalah :

349
Dengan keterangan :
Md = mean dari perbedaan pre test dengan post test (post test – pre test)
Xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md)
= jumlah kuadrat deviasi
N = subjek pada sampel
d.b. = ditentukan dengan N – 1.
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

Md =
Tes signifikansi untuk 2 desai adalah :
t =

350
t = 1.883 (dikonsultasikan dengan table nilai t, pada lampiran 2 ekor) d.b. = N -1 = 8
-1 = 7
Dengan t(0,05) harga t = 2,36, tidak signifikan.
Kesimpulan :
perbedaan antara hasil pre-test dengan post-test tidak signifikan.
Cara menentukan xd dan x2d adalah sebagai berikut.

Md =
Sebenarnya untuk memperoleh x2d dapat ditempuh jalan tanpa mencari Md terlebih
dahulu, serta mengurangkan setiap d dengan Md.
Rumusnya :

Maka perhitungannya adalah menjumlah setiap nilai d kemudian baru dikurangi


Perhitungannya adalah :

351
Menghitung Nilai t untuk Desain 3
Desain 3 adalah eksperimen yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok
pembanding, dalam hal ini t-test digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan
mean.
Table yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Rumus :

Dalam Bab VIII yang membicarakan cara menguji hipotesis dikatakan bahwa
hipotesis kerja atau hipotesis alternative dapat diuji dengan dua cara, yaitu pengetesan
dua ekor dan pengetesan satu ekor. Pengetesan dua ekor dilakukan apabila peneliti
tidak mempunyai kecenderungan terhadap perbedaan.

352
Contoh hipotesis
“ada perbedaan prestasi belajar antara pria dan wanita”.
Dalam hal ini peneliti tidak mempunyai pendapat pihak mana yang prestasinya lebih
tinggi; yang penting hanyalah bahwa ada perbedaan. Dengan demikian, jika peneliti
menggunakan taraf kepercayaan 95%, konsultasinya pada kolom taraf signifikansi 2½
%.
Pengetesan satu ekor dilakukan apabila peneliti sudah memihak pada salah satu dari
dua kelompok penelitian.
Contoh hipotesis
“pria lebih besar tenaganya dibandingkan dengan wanita”.
Dalam hal ini peneliti mengetes hipotesis nya dengan kurva satu ekor. Dengan
demikian, jika peneliti menggunakan taraf kepercayaan 95%, konsultasinya pada
kolom taraf signifikansi 5%.
Penelitian pada bab ini adalah penelitian eksperimen. Dalam melakukan eksperimen
ini peneliti tentu berharap bahwa perlakuan atau treatment yang diberikan akan
mempunyai akibat positif. Oleh karena itu, peneliti dalam hal ini sudah memihak pada
hasil tes sesudah eksperimen. Pengetesan yang dilakukan dengan demikian haruslah
pengetesan satu ekor.
Dengan harga t = 2,37 dan d.b. = 14, kita lihat table pada Lampiran V, harga t kritik
pada t.s. 0,05 = 1,76 dan t.s.0,05 = 1,76 dan t.s.0,01 = 2,62.
1,76 < 2,27 < 2,62
Kesimpulannya :
Eksperimen mempunyai pengaruh pada taraf signifikansi 0,05 tetapi tidak mempunyai
pengaruh pada taraf signifikansi 0,01.
Rotasi
Apabila peneliti tidak yakin akan hasil eksperimen dikarenakan factor sampel, maka
subjeknya dapat dipertukarkan. Suatu ketika kelompok eksperimen diberi treatment,
kemudiana ganti kelompok pembanding diberi treatment. Jika belum puas atau masih
ragu akan akibat treatment, dapat lagi dipertukarkan. Pergantian-pergantian atau
giliran ini disebut rotasi.
Contoh :
Peneliti mau melihat keampuhan system modul. Maka modul dijadikan sesuatu yang
ditreatmentkan. Diambillah 2 kelompok A dan B. kelompok A, 5 orang dan kelompok
B, 5 orang.

353
Pada waktu menganalisis, nilai-nilai modul disatukan sebagai nilai kelompok
treatment, dan nilai non-modul disatukan sebagai nilai kelompok pembanding.
Rumus yang digunakan untuk menganalisis adalah rumus uji t (t-test) seperti diatas,
dengan N = 5 + 5 atau 10, menghiraukan asal kelompok. Dalam hal ini, peneliti
beranggapan bahwa tidak ada perbedaan antara individu sehingga dari mana pun asal
individu itu, kelompok E dan P sudah seimbang. Desain eksperimen yang
menggunakan kelompok control pre-test dan post-tes.
Secara umum, pola peneliti dilakukan terhadap 2 kelompok, yang satu merupakan
kelompok eksperimen (yang dikenal perlakuan) dan kelompok control atau kelompok
pembanding yang tidak dikenal perlakuan.
Setelah selesai dilaksanakan eksperimen maka hasil kedua kelompok diolah dengan
membandingkan kedua mean. Untuk sampel random bebas, pengujian perbedaan
mean dihitung dengan rumus t-test sebagai berikut :

354
Dengan keterangan :
M = nilai rata-rata per kelompok
N = banyaknya subjek
x = deviasi setiap nilai X2 dan X1
y = deviasi setiap nilai y2 dari mean Y1
Ingat bahwa :

Bila Nx =

Contoh perhitungan :

355
Dimasukkan ke rumus :
t =

d.b. =
Dengan harta t0 = 1,51 dan db = 8, selsnjutnya dilakukan pengetesan satu ekor.
Dalam table lampiran V diketahui harga t kritik pada ts0,05 = 1,86 dan pada ts0,01 =
2,00
1,51 < 1,86 < 2.00
Harga t0 tidak signifikan, dan kesimpulan hasil penelitian adalah bahwa eksperimen
yang dilakukan tidak mempunyai pengaruh terhadap kelompok eksperimen.
Sebelum peneliti memulai menganalisis data, ada satu pekerjaan penting sekali tetapi
sering dilupakan (atau diabaikan)olehnya. Hal penting tersebut adalah memperhatikan
data yang akan diolah. Ibarat orang yang akan memotong kayu atau memotong
rambut, terlebih dahulu harus tahu keadaan bahan yang akan digarap agar hasilnya
lebih baik. Pemilihan teknik analisis data interval ditentukan beberapa factor, antara
lain penyebaran data nya. Yang dimaksud dengan penyebaran data adalah bagaimana
data tersebut tersebar antara nilai paling tinggi dengan nilai paling rendah, serta
variabilitas di dalamnya. Apabila data yang dianalisis berbentuk sebaran

356
Normal maka peneliti boleh menggunakan teknik analisis statistic parametric,
sedangkan apabila data yang diolah tidak merupakan sebaran normal, maka peneliti
harus menggunakan statistic non-parametrik.
Bagi mahasiswa tingkat sarjana yang sedang menyusun skripsi ada kalanya tidak
memperhatikan sebaran data pada sampelnya. Akan tetapi untuk mahasiswa tingkat
diatasnya, atau kalaupun mahasiswa tingkat sarjana menginginkan hasil penelitian
yang lebih baik, maka pengujian normalitas sampel itu perlu bahkan harus. Itulah
sebabnya untuk teknik-teknik tertentu, persyaratan normal tersebut harus terlebih
dahulu diperiksa apakah betul sudah memenuhi persyaratan yang dimaksud. Diantara
persyaratan tersebut, disamping normal juga harus homogeny. Sampel-sampel yang
berasal dari satu populasi dan diperkirakan sama, belum tentu demikian keadaannya.
Apabila dua atau lebih sampel diperiksa dengan teknik tertentu dan ternyata
homogeny, maka dapat dapat dikatakan bahwa sampel-sampel itu berasal dari
populasi yang sama.
Sehubungan dengan adanya persyaratan yang harus dipenuhi sebelum peneliti boleh
menentukan teknik analisis statistic yang digunakan, pada bab ini akan disajikan dua
cara saja untuk memeriksa keabsahan sampel untuk diterapi teknik tertentu, yaitu : uji
normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Banyak cara yang dapat digunakan melakukan pengujian normalitas sampel, namun
di dalam tulisan ini hanya akan disajikan dua macam cara, yaitu : pengujian
normalitas dengan kertas probabilitas normal dan dengan rumus Chi-kuadrat.
Uji normalitas dengan kertas probabilitas normal.
Apabila dari penelitian sudah terkumpul data lengkap, maka untuk pengujian
normalitas dilalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Membuat table distribusi frekuensi
b. Menentukan batas nyata tiap-tiap kelas interval
c. Mencari frekuensi kumuiatif dan frekuensi kumulatif relative (dalam persen)
d. Dengan skala sumbu mendatar dan sumbu menegak, menggambarkan grafik
dengan data yang ada, pada kertas probabilitas normal.
Contoh distribusi frekuensi yang akan diuji normalitasnya adalah sebagai berikut.

357
Contoh Pengujian Normalitas Data dengan Kertas Probabilitas Normal

Dengan angka-angka yang ada pada table distribusi inilah diletakkan titik-titik
frekuensi kumulatif relative pada kertas probabilitas yang telah disediakan pada buku-
buku statistic. Jika letak titik-titik berada pada garis lurus atau hamper lurus, maka
dapat disimpulkan dua hal :
a. Mengenai data itu sendiri
Dikatakan bahwa data itu berdistribusi normal atau hampir normal (atau dapat
didekati oleh distribusi normal).
b. Mengenai populasi dari mana data sampel diambil
Dikatakan bahwa populasi dari mana data sampel itu diambil ternyata
berdistribusi normal atau hamper berdistribusi normal, atau dapat didekati oleh
distribusi normal. Jika titi-titik yang diletakkan tidak menunjukkan terletak pada
garis lurus maka dapat disimpulkan bahwa data atau sampel yang diambil tidak
berasal dari populasi normal. (Sudjana, 1975:149).
Menguji normalitas dengan cara ini lebih sederhana disbandingkan dengan cara
kedua. Saying bahwa kertas probabilitas normal yang diperlukan, tidak selalu
tersedia pada buku-buku statistic. Kertas tersebut berskala matematika sehingga
tidak dapat atau tidak sederhana untuk dibuat sendiri. Namun apabila pembaca
menghendaki, dapat mengutip (fotokopi) gambar contoh berikut. (halaman 316).
Dari table contoh pengujian normalitas data dengan kertas probabilitas normal,
kita mempunyai harga-harga untuk batas atas nyata

358
(37,5;34;5; dan sebagainya) dan frekuensi dalam persen (100,00; 98, 57; dan sebagainya).
Angka-angka batas atas nyata, kita letakkan pada garis dasar kertas probabilitas normal dari
kiri ke kanan urut dari harga yang paling kecil. Angka-angka frekuensi kumulatif dalam
persen dituliskan pada garis tegak. Oleh karna angka-angka yang tertulis pada garis terlalu
kecil, maka kita harus hati-hati. Harap kita sadari bahwa pembagian jarak pada garis tegak
memang tidak sama. Ada yang lebar, ada yang sempit.

Langkah berikutnya adalah meletakkan titik-titik potong antara garis yang menegak pada
batas atas nyata dengan garis yang mendasar dari titik frekuensi kumulatif. Langkah terakhir
adalah menghubungkan titik-titik potong yang ada.
Yang tampak pada contoh gambar adalah delapan buah titik potong karena kita mempunyai
delapan batas nyata dan delapan harga frekuensi

359
Kumulatif dalam persen. Garis hubung titik-titik potong tersebut dapat dikatakan lurus atau
hamper lurus. Menurut aturan, jika garis hubung merupakan garis lurus, maka dapat
disimpulkan bahwa data yang diolah, tersebar dalam kurva normal. Sebaran data adalah
normal.
Peneliti yang memerlukan kertas probabilitas normal menggunakan contoh tersebut dengan
menghapus bagian-bagian yang akan diganti. Apabila kebetulan memiliki lebih dari 8 batas
atas nya, gambar tersebut diperpanjang juga ke kiri dank e kanan secara hati-hati agar jarak
antar garis tidak berubah. Garis-garis vertical dapat dibuat sendiri karena jarak antar garis
tidak berubah. Garis-garis vertical dapat dibuat sendiri karena jarak antar-garis sama
lebarnya.
Uji Normalitas dengan Rumus Chi-kuadrat
Pengujian normalitas data dengan rumus Chi-kuadrat dapat dilakukan oleh siapa saja karena
tidak memerlukan sarana khusus seperti pengujian dengan kertas probabilitas normal. Cara
kedua ini jalannya sedikit lebih panjang. Data yang terkumpul (yang notabene harus
merupakan data jenis interval), disusun dalam satu distribusi frekuensi terlebih dahulu. Pada
uraian berikut ini disampaikan contoh table distribusi frekuensi mengenai isi prestasi belajar
matematika siswa-siswa SD X dan SD Y yang berjumlah 70 orang sebagai sampel dari siswa-
siswa SD di suatu daerah. Table tersebut sekaligus akan disajikan pada bagian berikutnya.
Penjelasan tentang table kerja akan diberikan sesudah table dalam bentuk langkah-langkah
kerja.
Langkah-langkah Kerja
Setelah tersedia kelas interval, maka langkah selanjutnya adalah :
1. Menentukan batas-batas kelas interval. Untuk kelas interval pertama, batas atas nyata
adalah 37,5 dituliskan pada garis di atas kelas intervalnya. Selanjutnya untuk batas
atas kelas interval berikutnya dituliskan di antara kelas-kelas interval. Demikianlah
maka untuk kelas interval paling bawah, atas bawah nyata dituliskan pada garis di
bawahnya.
2. Menentukan titik tengah kelas interval (X) sejajar dengan kelas interval yang
bersangkutan : 36, 33, 30, 27, 24, 21, 18 dan 15.
3. Menuliskan frekuensi (f) bagi tiap-tiap kelas interval, sejajar dengan kelas interval
yang bersangkutan.

360
Contoh Pengujian Normalitas Data dengan Rumus Chi-kuadrat

4. Menentukan fX hasil kali frekuensi dengan titik tengah. Berdasarkan jumlah fX dapat
dihitung rerata dan standar deviasi. Setelah dihitung ditemukan x = 24,1 dan SD =
4,31.

361
5. Dengan menggunakan rerata dari standar deviasi yang telah diketahui, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung angka standar atau z-score batas nyata kelas interval.
Oleh karena z-score dituliskan sejajar atau segaris dengan batas nyata.

6. Menentukan batas daerah dengan menggunakan table “luas daerah di bawah lengkung
normal standar dari 0 ke z”. caranya adalah mencari judul kolom pada baris pertama
menunjuk pada angka kedua setelah koma, pada z score. Bilangan empat angka yang
terletak di perpotongan kolom dan baris adalah bilangan yang menunjukkan batas
daerah. Untuk dituliskan sebagai batas daerah terlebih dahulu harus ditambah “nol
koma” di depannya. Demikianlah maka untuk setiap z-score dicarikan batas
daerahnya ke table lampiran III buku ini seperti dengan cara yang telah dicontohkan.
Contoh : z-score 3, 11 dari table terdapat batas luas daerah adalah 4991.

7. Dengan diketahui nya batas daerah dapat diketahui luas daerah untuk tiap-tiap kelas
interval, yaitu selisih dari kedua batasnya. Caranya adalah mengurangi bilangan batas
atas dengan bilangan batas bawah. Jadi, bilangan yang di atas dikurangi dengan
bilangan di bawahnya. Untuk luas daerah tidak ada bilangan negative. Oleh karena
itu, bila dalam pengerjaan mengurangi diperoleh bilangan negative, pengurangannya
harus dibalik, yaitu bilangan yang dibawah dikurangi dengan bilangan yang diatas.
Mengapa terjadi hal yang demikian? Kalau distribusi ini diterapkan pada kurva, z-
score negative terletak disebelah kiri titik nol. Jadi, luas daerah interval adalah batas
kiri yang dinyatakan sebagai z-score yang lebih besar dikurangi dengan bilangan yang
menunjukkan batas daerah dikanannya. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah
menentukan luas daerah kelas interval ditengah-tengah kurva. Bagian ini dilihat dari
z-score positif dan z-score negative sebagai dua nilai yang terletak disebelah kanan
dan sebelah kiri titik nol. Oleh karena itu, bilangan batas daerah tidak dikurangkan
tetapi ditambahkan.

Dengan menggunakan gambar kurva diatas dapat lebih mudah dipahami bagaimana
menentukan luas daerah kelas interval pada kurva normal tersebut. Daerah di tengah-tengah
kurva diperoleh dengan menjumlahkan batas yang asal z-score nya bertanda (+) dengan batas
yang bertanda (-). Dalam hal ini adalah kelas interval nomor V terbentuk dari daerah yang
terletak di sebelah kanan dan kiri ordinat titik nol.

362
Gambar kurva adalah sebagai berikut

8. Luas daerah menggambarkan persentase bagian dalam bandingannya dengan luas


seluruh kurva yang berjumlah 100%. Bilangan yang menunjukkan luas daerah ini
kemudian dikalikan dengan bilangan 100. Bilangan hasil perkalian dengan 100 itulah
frekuensi yang diharapkan (fh) dari perhitungan Chi-kuadrat yang akan dilakukan.
9. Dalam menggunakan rumus Chi-kuadrat diperlukan biaya bilangan yang
menunjukkan frekuensi yang diobservasi (fo) dan frekuensi yang diharapkan (fh). Di
dalam table kerja telah tertera bilangan-bilangan yang diobservasi (fo) adalah
frekuensi pada setiap kelas interval tersebut.
Dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat yang telah disajikan di depam dapatlah diperoleh
harga x2 = 11,7434. Jika harga x2 yang diperoleh lebih besar dari harga kritik x2 yang ada
pada table maka data yang diperoleh tidak beretribusi normal. Dan sebaliknya jika harga x2
lebih kecil dari harga x2 dalam table, justru data yang kita peroleh tersebar dalam distribusi
normal. Dari table harga kritik Chi-kuadrat dketahui bahwa dengan d.b. = k – 3 (8 - 5), harga
x2 dalam interval kepercayaan 99% adalah 15,1. 11,7434 < 15, 1. Jadi data dalam sebaran
normal.
Dengan selesainya langkah ini, selesailah udah pengujian normalitas data dengan rumus Chi-
kuadrat.
2. Uji Homogenitas Sampel
Disamping pengujian terhadap normal tidaknya distribusi data pada sampel, perlu
kiranya peneliti melakukan pengujian terhadap kesamaan (homogenitas) beberapa
bagian sampel, yakni seragam tidaknya variansi

363
Sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Pengujian homogenitas sampel
menjadi sangat penting apabila peneliti bermaksud melakukan generalisasi untuk hasil
penelitiannya serta penelitian yang data penelitiannya diambil dari kelompok-kelompok
terpisah yang berasal dari satu populasi.
Ada bermacam-macam cara untuk mengadakan pengujian homogenitas sampel, tetapi kali ini
hanya akan satu cara saja yaitu tes Barleth. Dalam menguji homogenitas sampel, pengetesan
didasarkan asumsi bahwa apabila varians yang dimiliki oleh sampel-sampel yang
bersangkutan tidak jauh berbeda, maka sampel-sampel tersebut cukup homogeny.
ANALISIS VARIANS
Pengertian
Kita baru saja mempelajari bagaimana memeriksa atau menguji perbedaan mean terhadap
dua kelompok, yang satu memperoleh perlakuan, yang lain tidak. Dengan menggunakan t-
test, kita memeriksa efektifitas perlakuan. Dengan t-test hanya dapat dilihat perbedaan mean
dua kelompok.
Apabila misalnya kita memiliki tiga sampel, yaitu sampel A, sampel B, dan sampel C, maka
pengujian perbedaan mean tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi berpasangan dua-dua.
Pertama, menguji perbedaan mean sampel A dan sampel B
Kedua, menguji perbedaan mean sampel A dengan sampel C
Ketiga, menguji perbedaan mean sampel B dengan sampel C
Untuk dapat membandingkan ketiga mean sekaligus, harus digunakan teknik lain, yaitu F-
test, atau analisis varians.
Catatan, - t-test diajukan oleh Gossett, diambil huruf paling belakang huruf t.
- F-test diajukan oleh Fisher, diambil huruf paling depan huruf F.
Dengan menggunakan F-test, dapat diuji perbedaan mean dari tiga sampel secara serentak.
Dengan demikian, maka ditinjau dari segi waktu menggunakan F-test lebih efisien. Di
samping itu, dengan F-test dapat diketahui gambaran mengenai interaksi antara variable-
variabel yang sedang menjadi pusat perhatian.

364
Ada dua macam analisis varians, yaitu analisis varians klasifikasi tunggal dan analisis varians
klasifikasi jamak atau analisis varians ganda.
Analisis Varians Klasifikasi Tunggal
Ada beberapa pengertian dalam menggunakan analisis varians klasifikasi tunggal (kemudian
dapat disebut dengan anava tunggal), tidak terdapat variable baris. Yang ada hanya variable
kolom. Juga disebut anava satu jalan.
Sebelum mengadakan perhitungan nilai F, maka perlu dibuat table persiapan. Rumus-rumus
untuk masing-masing pengertian serta contoh perhitungannya adalah sebagai berikut.
Suatu kelas, siswa-siswanya berasal dari 3 daerah, yaitu kota, pinggiran kota dan desa.
Dilihat dari prestasi bidang studi X, maka nilainya adalah sebagai berikut.

Pengertian dan rumus-rumus yang diperlukan dalam table persiapan seperti ini.

365
Keterangan :
nk = jumlah subjek dalam kelompok
K = banyaknya kelompok
N = jumlah subjek seluruhnya

Berdasarkan data yang ada, maka dapat dicari M, nk,

Dengan menggunakan rumus-rumus yang ada dapat dicari JK

Untuk mempermudah perhitungan, dibuatlah table ringkasan anava sebagai berikut.

366
Harga F (singkatan dari harga F observasi) dicari dengan membagi M dengan M . derajat
kebebasan yang digunakan untuk melihat table F adalah db lawan db . jika dinyatakan
dalam rumus maka :
Melihat db ini, maka cara melihat Tabel F berbeda dengan cara melihat table-tabel lain dalam
menguji harga F-nya. Harga-harga F yaitu F teoretik tertera dalam Tabel F dalam 2 angka
ialah pada taraf signifikansi 1% dan 5%. Angka kolom (dari kiri ke kanan) menunjukkan db
dari MK pembilang sedangkan angka baris (dari atas ke bawah) menunjukkan db dari MK
penyebut.
Kembali pada contoh perhitugan kita, maka F diperoleh dari membagi MK , yaitu 6 dengan
MK , yaitu 0,67. Maka F = 6 : 0,67 = 8,96. Untuk mengetes signifikan tidaknya F ini, maka
dikonsultasikan dengan Tabel F, degan db, adalah db , yaitu 2, lawan db yaitu 15. db
menunjukka kolom, db menunjukkan baris.
Derajat kebebasan 2 lawan 15 ini digunakan untuk melihat letak F yaitu kolom 2 baris ke-15.
(table F tersebut pada lampiran VIII). Ternyata F 1% = 6,36 dan F 5% = 3,38.
Harga F hasil perhitungan 8,96 berarti lebih besar dari harga F baik bedasarkan taraf
signifikansi 5% maupun 1%. Maka F sangat signifikan dengan p < 0,01.
Cara untuk menentukan kesimpulan adalah sebagai berikut.

367
Catatan :
p singkatan dari proportion of inference error.
Menurut teori lama, jika harga F tidak signifikan, maka perhitungan anava hanya berhenti
sampai sekian. Tetapi apabila harga F yang diperoleh sangat signifikan atau signifikan, maka
pekerjaan yang hilang perlu dilanjutkan dengan pengujian lain, yaitu uji t. pengujian ini
dimaksudkan untuk melihat perbedaan mean antara kelompok. Akan tetapi menurut teori
baru, harga F signifikan maupun tidak, tetap dilanjutkan dengan pengujian perbedaan mean.
Perbedaan f yang digunakan adalah :
Derajat kebebasan uji t ini adalah
(n1 + n2 -2)
Contoh :
Pengujian perbedaan mean kelompok A dengan kelompok B.

Harga t dikonsultasikan dengan table nilai t pengetesan 2 ekor. Dengan db = 18,t 1% = 2,88
dan t 5% = 2,10 maka hrga t tersebut signifikan untuk taraf signifikansi 5% atau p < 0,05.
Dengan cara yang sama, dapat diuji perbedaan mean antara kelompok A dengan kelompok B,
dan antara kelompok B dengan kelompok C.

368
Telah dikatakan apabila harga F tidak signifikan, tidak perlu dilakukan pengujian perbedaan
mean. Namun, pendapat baru mengatakan bahwa walaupun F tidak signifikan tetap saja
dilakukan pengujian perbedaan mean.
Analisis Varians Klasifikasi Ganda
Analisis varians klasifikasi ganda dapat hanya mempunyai variasi satu, atau lebih variasi
kolom maupun satu atau lebih variasi baris.
Dengan demikian dapat diperoleh anava dua jalan, anava tiga jalan, dan seterusnya. Dengan
sendirinya semakin banyak variasi kolom dan baris, maka perhitungannya akan semakin
rumit.
Bentuk kolom baris Anava Tunggal

1. Anava dua jalan (Anava AB)

369
2. Anava tiga jalan (Anava ABC)
“Dua jalan”, “Tiga jalan” menunjukkan banyaknya variable bebas. Banyaknya sel diperoleh
dari hasil banyaknya penggolongan setiap variable. Misalnya variable 2 klasifikasi, variable
II, 4 klasifikasi, variable III, 3 klasifikasi, maka banyaknya sel ada 2 x 4 x 3 buah atau 24
buah.
Contoh-contoh lain
Penelitian A
Variable I 3 klasifikasi
Variable II 4 klasifikasi
Variable III 4 klasifikasi
Maka banyaknya sel adalah 3 x 4 x 4 buah atau 48 buah
Penelitian B
Variable I 3 klasifikasi
Variable II 5 klasifikasi
Variable III 5 klasifikasi
Maka banyaknya sel adalah 3 x 5 x 5 buah atau 75 buah. Dengan contoh-contoh ini dapat
diketahui bahwa peneliti mesti hati-hati dalam menentukan banyaknya klasifikasi mengingat
rumitnya perhitungan.
Tentang bagaimana cara menentukan letak variable sebagai baris atau kolom, diserahkan
kepada peneliti sendiri. Hanya untuk memperoleh kotak sel mendatar, kiranya dapat
diusahakan bahwa banyaknya deretan sel ke kanan lebih sedikit dibandingkan dengan yang
kebawah. Untuk jelasnya, perhatikan contoh-contoh dibawah.
Sebuah penelitian dimaksudkan mengetahui pengaruh kelengkapan sarana belajar terhadap
indeks prestasi mahasiswa. Yang dimaksudkan sebagai sarana belajar adalah kamar belajar,
penerangan/lampu, dan buku-buku.
- Kamar belajar (A) diklasifikasikan atas :
A1 = kamar belajar terpisah, dihuni sendiri
A2 = kamar belajar terpisah, dihuni dengan orang lain
A3 = kamar belajar jadi satu dengan ruangan lain
- Penerangan (B) diklasifikasikan atas :
B1 = listrik
B2 = lampu petromaks
B3 = lampu teplok

370
- Buku-buku (C) diklasifikasikan atas :
C1 = sangat lengkap
C2 = lengkap
C3 = tidak lengkap
C4 = sangat tidak lengkap
Berdasarkan atas klasifikasi variable-variabel tersebut maka table pengelompokkan selnya
adalah :
Kemungkinan I ; kolom untuk variable A, baris untuk variable B dan C.

Kemungkinan II ; kolom untuk variable A, dan B, baris untuk variable C.

Demikianlah 2 contoh pengelompokkan sel sudah disajikan. Bentuk lain dapat dirancang
sendiri. Tidak ada ketentuan tentang dimana letak Variabel A, dimana B, C dan sebagainya.
Yang perlu dipahami adalah 3 x 3 x 3 sel atau 6 sel, tempat memasukkan variable terikat
yang terbentuk data interval. Indeks prestasi tertulis sebagai data interval, yakni dari 0 sampai
dengan 4.

371
Sel 1 merupakan sel tempat menuliskan IP mahasiswa yang mempunyai kamar belajar
terpisah dan dihuni sendiri (A1), dengan penerangan listrik (B1), dan bukunya sangat lengkap
(C1). Sel 16 untuk menuliskan mahasiswa yang tidak mempunyai kamar belajar terpisah
(A3), belajar dengan lampu listrik (B1) dan memiliki buku-buku lengkap (C2).
Bagaimanakah dengan sel 30, 9, dan 17?
Pengertian tentang arti tiap sel ini penting karena kalau salah mengartikan sel dapat
menyebabkan salah pula dalam menempatkan sata tiap individu, dan berarti salah pula
kesimpulan yang diperoleh.
Analisis varians klasifikasi ganda ini sering digunakan dalam penelitian factorial (A x B
factorial design).
Misalnya kita akan mengadakan penelitian dengan 3 variabel.
Variable A ; penggunaan metode, terdiri atas A1 sebagai metode ceramah dan A2 sebagai
metode diskusi.
Variable B ; jenis kelamin, yaitu B1 pria dan B2 wanita.
Variable C : kelas, terbagi atas :
C1 ; kelas I
C2 : kelas II
C3 : kelas III
Banyaknya sel adalah 2 x 2 x 3 buah atau 12 buah.
Jika digambarkan dalam bentuk balok, terlihat seperti dibawah ini.
Setiap kotak atau sel, merupakan kombinasi antara A, B dan C
Contoh kotak X, merupakan kombinasi antara B1, A1, dan C1,
sedangkan kotak Y merupakan kombinasi antara B2, A2 dan C3.

372
Banyaknya variable bebas ada tiga buah yakni metode, jenis kelamin dan kelas. Maka anava
ini disebut anava tiga jalan dengan 12 buah sel.
Di dalam buku-buku statistic sudah banyak terdapat contoh perhitungan dengan anava
tunggal maupun anava ganda. Sebelum disampaikan contoh perhitungan mulai dari data
mentah, akan disampaikan dulu langkah-langkah menggunakan anava ganda ini.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
Langkah 1
Data yang diperoleh melalui angket, pengamatan, wawancara, tes atau dokumentasi atau
kombinasi metode-metode tersebut dipilih yang berhubungan dengan variable,
dikelompokkan mana variable bebas 1, variable bebas 2, variable bebas 3 dan seterusnya dari
mana variable terikat. Data-data tersebut dituliskan dalam bentuk table induk.
Langkah 2
Membuat table persiapan anava dengan terlebih dahulu membuat kerangka berdasarkan
klasifikasi yang ada pada tiap variable. Sesudah itu memasukkan data variable terikat ke
dalam sel-sel sesuai dengan data bebas masing-masing subjek.
Langkah 3
Membuat table statistic dengan kerangka yang sama persis susunannya dengan table
persiapan anava ditambah dengan kolom “statistic” dan kolom serta baris “jumlah”.
Yang perlu dicari dalam mengisi table statistic ini adalah sebagai berikut :
1. N = banyaknya subjek dalam tiap sel (N tidak harus sama)
2. = jumlah skor (X) dalam satu sel
3. = rata-rata skor variable terikat untuk tiap sel
4. = jumlah skor setelah masing-masing dikuadratkan
Langkah 4
Menurut table ringkasan anava dengan judul kolom, sumber variasi, jumlah kuadrat (JK),
derajat kebebasan (db), mean kuadrat (MK), harga F , dan peluang galat (P).
Untuk dapat mengisi kolom-kolom dalam table tersebut perlu dilakukan perhitungan seperti
halnya anava tunggal. Perbedaannya adalah bahwa pada anava ganda ini sumber variasinya
bukan hanya “kelompok”

373
Atau “kolom”, “dalam”, “total” saja, tetapi ada tambahan sesuai dengan banyaknya variable
ditambah kombinasinya.
Contoh:
- Untuk anava AB sumber variasinya A, B, A x B dalam dan total.
- Untuk anava A x B x C, sumber variasinya A, B, C, A x B, A x C, B x C, A x B x C
dalam dan total.
Langkah 5
Berdasarkan atas harga-harga pada F dan p yang tertera pada table persiapan anava, diambil
kesimpulan penelitian.
Agar para pembaca memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam
menggunakan teknik anava ini, pada uraian berikut disampaikan contoh penggunaan mulai
dari penyajian data pada table induk.
Dalam contoh ini judul penelitiannya adalah :
“Pengaruh jenis kelamin, asal daerah, dan pekerjaan orang tua terhadap minat baca siswa
SMP Sidomulyo kelas I Tahun 1986/1987”.
Dengan angket sebagai alat pengumpulan data kepada siswa kelas I yang terdiri dari 32
orang, diperoleh data seperti tertera pada table induk.variabel jenis kelamin dikelompok atas
2 klasifikasi, pria (A1) dan wanita (A2), asal daerah dikelompokkan atas 2 klasifikasi, yaitu
kota (B1), dan desa (B2), pekerjaan orang tua diklasifikasikan atas 3 klasifikasi, yaitu
pegawai negeri (C1), ABRI (C2), dan swasta (C3) sedang mint abaca diberi skor 0 sampai
dengan 5.
Berikut ini table induk dari 24 orang siswa.
Tabel Induk 24 Orang Siswa Kelas I SMP Sidomulyo

374
Keterangan :
A1 = Pria A2 = Wanita
B1 = Kota B2 = Desa
C1 = Pegawai Negeri C2 = ABRI
C3 = Swasta
Agar kita terbantu dalam memasukkan skor minat baca ke dalam sel-sel, maka kita
tambahkan identitas sel tempat subjek yang bersangkutan. Dari table induk tersebut diperoleh
isian table persiapan anava sebagai berikut.
Berdasarkan atas data tersebut, dicarilah X, N, dan untuk diisikan ke table statistic.

375
Sebagai contoh untuk sel 1.

Dengan cara yang sama dicarilah N, , , dan untuk semua sel sehingga diperoleh isian
table statistic seperti pada halaman berikut.
Bertitik tolak dari table statistic tersebut, kita lakukan perhitungan untuk table ringkasan
anava, yaitu menghitung jumlah kuadrat :
1. Jumlah kuadrat total (JT T)
2. Jumlah kuadrat antara (JKA). Dalam hal ini ada 2macam antara, yaitu antara jenis
kelamin (variable A), antara asal daerah (variable B), dan antara pekerjaan orang tua
(variable C).
3. Jumlah kuadrat dalam (JK d)
Berbeda dengan pada waktu kita membicarakan analisis varians klasifikasi tunggal, maka
pada analisis varians klasifikasi ganda ini kita mempunyai interaksi, yaitu :
- Interaksi antara A dan B
- Interaksi antara A dan C
- Interaksi antara B dan C
- Interaksi antara A, B dan C
Perhitungan :
1. Jumlah kuadrat total (JK T) =

2. Mencari jumlah kuadrat antara metode (JK A)


pada waktu mencari JK A, kita memperhatikan A1 dan A2 saja, jangan memperhatikan B
dan C. A1 sebagai kelompok, dan A2 sebagai satu kelompok.

376
Tabel Statistik

JK A =
= 105, 67 – 104, 16 = 1, 51
3. Mencari jumlah kuadrat jenis kelamin (JK B)
Seperti halnya waktu mencari JK A kita hanya memperhatikan A1 dan A2 masing-masing
sebagai satu kelompok, maka pada waktu mencari JK B kita hanya memperhatikan B1
dan B2 masing-masing sebagai satu kelompok.

377
JK B =
= 105, 67 – 104, 16 = 1, 51
4. Mencari jumlah kuadrat antara kelas (JK C)
Dalam hal ini kita kelompokkan C – C yang sejenis, berarti C, dengan C1, C2 dengan C2,
dan C3 dengan C3. Maka ada tiga kelompok yaitu C1, C2 dan C3.
JK C =

= 106, 5 – 104, 16 = 2, 34
5. Mencari jumlah kuadrat interaksi antara A dan B
Dalam hal ini untuk sementara C dianggap tidak ada. Jadi seakan-akan hanya ada 2
klasifikasi.
JK AB =

= 107, 67 – 104, 16 – 1, 15 – 1, 51
= 0, 49
6. Mencari jumlah kuadrat interaksi antara A dan C. dalam hal ini untuk sementara ganti
B yang dianggap tidak ada. Yang ada seakan-akan hanya 2 klasifikasi yaitu A dan C.
JK ZxC =

= - 1, 51 – 2, 34 = 109 – 108, 01 = 0,99


Perhatian: Meskipun kelihatannya angka-angkanya sama, yaitu 8, 6, 8, 12, 8, 8, tetapi
sebenarnya berasal dari sel-sel yang berbeda. Disini 8

378
Berasal dari C1B1 = C1B2 ; 6 berasal dari C2B1 = C2B2 dan seterusnya, sedangkan pada
JKxAxC, angka 8 berasal dari C1A1 = C1A2 6 berasal C2A1 = C2A2 dan seterusnya.
JK BxC dapat dicari dengan cara yang sama, diperoleh hasil 0,99.
7. Mencari jumlah kuadrat interaksi antara A, B dan C sekaligus.
Rumus :
JK AxBxC = JK seluruh sel – JK A – JK B – JK AxB – JK AxC – JK BxC
Maka JK AxBxC =

= 13, 84 – 7, 83 = 6, 01
8. Mencari JK d
Rumusnya :
JKd = JKT (jumlah semua JK selain JKT)
JKd = 25,84 – (1,51 + 1,51 + 2,34 + 0,49 + 0,99 + 0,99 + 6,01)
= 25,84 – 13,84 = 12
9. Mencari derajat kebebasan untuk masing-masing sumber variasi.
dbA = banyaknya kategori A – 1 = 2 – 1 = 1
dbB = banyaknya kategori B – 1 = 2 – 1 = 1
dbC = banyaknya kategori C – 1 = 3 – 1 = 2
dbAxB = dbA x dbB – 1 x 1 = 1
dbAxC = dbA x dbC – 1 x 2 = 2
dbBxC = dbB x dbC – 1 x 2 = 2
dbAxBxC = dbA x dbB x dbC = 1 x 1 x2 = 2
dbT = banyaknya subjek – 1 = 24 – 1 = 23
dbd = dbT – semua dk kecuali dkT
23 – ( 1 + 1 + 2 + 1 + 2 + 2 + 2) = 12
10. Mencari mean kuadrat :
MKA = JKA : dbA = 1,51 : 1 = 1, 51
MKB = JKB : dbB = 1,51 : 1 = 1,51

379
MKC = JKC : dbC = 2,34 : 2 = 1,17
MKAxB = JKAxB : dbAxB = 0,49 : 1 = 0,49
MKAxC = JKAxC : dbAxC = 0,99 : 2 = 0,49
MKBxC = JKBxC : dbBxC = 0,99 : 2 = 0,49
MKAxBxC = JKAxBxC : dbAxBxC = 6,01 : 2 = 3
MKd = JKd : dbd = 12 : 12 = 1
11. Semua harga JK, db, dan MK dimasukkan ke dalam table ringkasan anava.
12. Mencari harga Fo
Harga Fo masing-masing variable diperoleh dengan membagi setiap MK variable tersebut
dengan MKd.
Maka FoA = MKA : MKd = 1,51 : 1 = 1, 51.
Oleh karena MKd = 1, maka setiap harga Fo sama dengan harga setiap MK.
Tabel Ringkasan Anava

13. Mengkonsultasikan setiap harga Fo dengan Tabel F, dengan dbf = dbk lawan dbd.
Dengan dbk lawan dbd bagi dbk = 1 : dbd = 12,
Maka : Ft pada t.s 1% = 9,33
t.s 5% = 4,75

380
Dengan dbk lawan dbd bagi dbk = 2 : dbd + 12 Ft pada taraf signifikansi 1% = 6, 93 pada
taraf signifikansi 5% = 3,88.
14. Kesimpulan
Dari table ringkasan Anava diketahui bahwa tidak ada harga Fo yang signifikan, baik
berdasar 1% maupun 5%. Pada kolom p semua nilai > 0,05. Hal ini disebabkan karena
harga-harga Fo yang diperoleh tidak signifikan. Harga-harga Fo lebih kecil dari Ft
dengan kata lain, sebagai berikut.
a. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa pria dengan siswa wanita.
b. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa yang berasal dari kota maupun dari
desa.
c. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa yang orang tuanya pegawai negeri,
ABRI maupun swasta.
d. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa pria yang berasal dari kota dengan
desa dan antara siswa wanita yang berasal dari kota dengan desa.
e. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa pria yang orang tuanya pegawai
negeri dengan ABRI atau swasta dan siswa wanita yang orangtuanya pegawai
negeri dengan ABRI atau swasta.
f. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa kota yang orang tuanya pegawai
negeri dengan ABRI atau swasta dan siswa desa yang orang tuanya pegawai
negeri dengan yang ABRI atau swasta,
g. Tidak ada perbedaan minat baca antara siswa pria yang berasal dari kota dengan
orang tuanya pegawai negeri, ABRI atau swasta dan antara siswa wanita yang
berasal dari desa dengan orang tua pegawai negeri, ABRI maupun swasta.
I. Ringkasan Bab XV
Langkah-langkah dalam analisis data adalah :
1. Persiapan : mengecek nama, isian, macam data.
2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode, mengubah jenis data, coding dalam
coding form.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan.
a. Penelitian deskriptif : persentase dan komparasi dengan kinerja yang telah
ditentukan

381
b. Penelitian komparasi : dengan berbagai teknik korelasi sesuai dengan jenis
data.

c. Penelitian eksperimen : diuji hasilnya dengan t-test.

J. Soal-soal
1. bagaimanakah cara seorang peneliti membuat kriteria untuk mengukur penelitian
komparasi?
2. benarkah bahwa penelitian korelasi itu dapat juga disebut penelitian komparasi? Jelaskan!
3. nilai korelasi sempurna, digambarkan dalam koefisien 1.00. benarkah itu? Apakah alas an
saudara?
4. teknik korelasi apakah yang digunakan untuk mencari hubungan antara:
a. data diskrit – diskrit
b. data diskrit – ordinal
c. data ordinal-ordinal
d. diskrit – interval
e. ordinal – interval
5. scattergram digunakan untuk mengecek apa? Bagaimanakah caranya?
6. dari 10 subjek penelitian nilai pre-test berturut-turut 12, 15, 11, 8, 9, 15, 7 , 6, 16, 9. Nilai
post-test : 12, 14 , 12, 23, 9, 10, 19, 6, 29, 4.
Bagaimana kesimpulan yang dapat saudara ambil?
7. seorang peneliti berpendapat bahwa anak kota tidak berbeda dengan anak desa dalam
keinginan mengikuti tes masuk PP-I.
Dari sampel yang kebetulan ditemui di beberapa SMA diperoleh data :
- Anak kota 180, yang ingin tes 120
- Anak desa 120, yang ingin tes 60
Apakah ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diamati dan frekuensi yang
diharapkan atas dasar taraf signifikansi 5%.
8. A, B, C, D dan E berturut-turut menduduki juara 1, 2, 3, 4 dan 5 dalam lomba menggambar
bebas.
Di dalam lomba menggambar desain, ternyata urutannya : C, B, D, E dan A. bagaimanakah
korelasi antara kemampuan menggambar bebas dan menggambar desain?

382
9. Dari analisis item untuk 10 orang terdapat :

a. Hitunglah korelasi Phi untuk item nomor 5.


b. Hitunglah validitas item 5 tersebut dengan rumus korelasi product moment.
10. Berapakah daya pembeda item-item nomor : 1, 4 dan 10?

383

Anda mungkin juga menyukai