Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN REVIEW ARTIKEL

KADEK GITA SARASWATI (1981621016)

Judul : Public Accounting Profession and Fraud Detection Responsibility


Author : Ni Wayan Rustiarini dan Anik Yuesti
Publikasi : Journal of Financial Crime (2020) Emerald

1. Phenomena
Skandal Enron telah meningkatkan keprihatinan publik atas penipuan.
Kondisi ini menuntut profesi auditor untuk secara aktif menemukan tindakan ilegal
di perusahaan (Alleyne dan Howard, 2005). Meskipun Standar Audit (SAS) No. 99
telah menetapkan bahwa auditor eksternal dapat memberikan “jaminan yang wajar”
(AICPA, 2002), kenyataannya tidak semua auditor dapat memenuhi tanggung jawab
ini (DeZoort dan Harrison, 2018).

2. Purpose
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor auditor yaitu, orientasi
tujuan, efikasi diri dan komitmen profesional persepsi auditor atas tanggung jawab
deteksi kecurangan. Peneliti mensurvei 86 auditor yang bekerja di 12 kantor
akuntan kecil di Provinsi Bali, Indonesia. Konsisten dengan teori sosial kognitif,
self-efficacy memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan tanggung jawab
deteksi kecurangan. Komitmen profesional memoderasi hubungan antara efikasi
diri dan tanggung jawab deteksi penipuan.

3. Theoritical Foundation And Research Gap


a) Theoritical Foundation
 Teori Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial yang dipopulerkan oleh Bandura (1986)
mengasumsikan bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif untuk
menjadi pengolah informasi yang aktif. Keyakinan pribadi muncul tentang
kemampuan mereka untuk melakukan tugas. Penelitian sebelumnya
menggabungkan teori kognitif sosial dengan peran auditor internal dalam
menggunakan teknologi informasi (Wongpinunwatana dan Panchoo, 2014).
Teori ini juga digunakan untuk mengevaluasi persepsi akuntan tentang iklim
etika dalam organisasi, termasuk sejauh mana akuntan akan mentolerir
perilaku tidak etis (Domino et al., 2015).
b) Research Gap
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh empat hal, yaitu :
 Adanya kesenjangan ekspektasi audit terkait dengan peran auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Studi keuangan global mengungkapkan bahwa
auditor eksternal hanya dapat mengidentifikasi 4% dari penipuan
perusahaan (ACFE, 2020). Tingkat deteksi yang rendah bertentangan
dengan kasus penipuan yang signifikan (DeZoort dan Harrison, 2018).
Kurangnya tanggung jawab auditor menimbulkan pertanyaan publik tentang
kemampuan dan keseriusan auditor untuk mendeteksi indikasi kecurangan.
 Berdasarkan tinjauan pustaka ilmiah, tidak ada penelitian sebelumnya yang
membahas orientasi tujuan pada tanggung jawab deteksi kecurangan. Dalam
konteks audit, orientasi tujuan menjadi alasan yang memotivasi auditor atas
kinerja audit judgement (Iskandar et al., 2012; Mohd-Sanusi dan Mohd-
Iskandar, 2007; Nasution dan Östermark, 2012; Sanusi et al., 2018).
Penelitian ini berinteraksi dengan orientasi tujuan dengan self-efficacy
untuk memaksimalkan pencapaian kinerja, yang belum banyak dibahas
dalam penelitian audit.
 Masih ada perdebatan ilmiah tentang peran efikasi diri dalam tugas-tugas
kompleks. Di satu sisi, peneliti sebelumnya menyatakan bahwa kemampuan
kognitif berperan sebagai prediktor terbaik yang menentukan kinerja
individu, terutama dalam tugas-tugas yang kompleks (Hunter, 1986; Hunter
dan Hunter, 1984; Ree dan Earles, 1991). Sebagai konstruksi kognitif sosial,
self-efficacy akan meningkatkan kepercayaan diri individu dalam
melakukan tugas tertentu (Bandura, 1991). Sebaliknya, efikasi diri tidak
dapat menjadi prediktor tugas kompleks (Sanusi et al., 2018; Svanberg et
al., 2019).
 Kesediaan auditor untuk memenuhi tanggung jawab deteksi kecurangan
ditentukan oleh komitmen mereka terhadap profesinya (Shafer et al.,
2016). Namun demikian, penelitian sebelumnya memiliki hasil yang
beragam. Beberapa peneliti menemukan bahwa komitmen profesional
memiliki hubungan positif terhadap sikap kepatuhan terhadap aturan
(Jeffrey et al., 1996), whistleblowing (Meutia et al., 2018; Taylor dan
Curtis, 2010) dan audit judgement (Nasution dan Östermark, 2012).
Sebaliknya, penelitian lain gagal mengidentifikasi efek ini (Kaplan dan
Whitecotton, 2001; Lord dan DeZoort, 2001; Shaub dkk., 1993; Yetmar
dan Eastman, 2000).
 Penelitian tentang tanggung jawab auditor yang dilakukan pada
perusahaan audit kecil masih terbatas, khususnya di negara berkembang.
Sebagian besar penelitian tentang tanggung jawab auditor dilakukan di
perusahaan audit besar (Big 4) (DeZoort dan Harrison, 2018). Tidak
banyak penelitian yang mengungkapkan kemampuan auditor di
perusahaan kecil untuk memenuhi tanggung jawab ini. Studi Alleyne dan
Howard (2005) yang menyelidiki 43 auditor di Barbados
mengungkapkan bahwa auditor menganggap deteksi kecurangan sebagai
tanggung jawab manajemen, bukan auditor. Meskipun demikian, standar
profesional akuntan publik telah menetapkan bahwa auditor memiliki
tanggung jawab khusus dalam mendeteksi kecurangan.

4. Hypothesis
H1 : Orientasi tujuan memiliki efek positif pada tanggung jawab deteksi
kecurangan.
H2 : Orientasi tujuan berpengaruh positif terhadap efikasi diri.
H3 : Efikasi diri memiliki efek positif pada tanggung jawab deteksi kecurangan.
H4 : Komitmen professional berdampak positif pada tanggung jawab deteksi
kecurangan.
H5 : efikasi diri memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan tanggung jawab
deteksi kecurangan.
H6 : Komitmen professional memoderasi hubungan antara efikasi diri dan tanggung
jawab deteksi kecurangan.
5. Variable
a) Fraud Detection Responsibility
Tanggung jawab deteksi kecurangan menjadi variabel terikat (dependen)
dalam penelitian ini. Tanggung jawab deteksi kecurangan adalah persepsi
auditor tentang tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan. Peneliti
menggunakan model segitiga tanggung jawab (Schlenker et al., 1994) untuk
mengevaluasi persepsi pendengaran. Model ini terdiri dari tiga unsur yaitu
kewajiban profesional, kejelasan tugas dan pengendalian pribadi. Instrumen
penelitian ini berisi enam item pertanyaan yang diadaptasi dari DeZoort dan
Harrison (2018). Salah satu contoh pertanyaan yang diajukan adalah, "Seberapa
relevan mendeteksi penipuan ini dengan pekerjaan Anda?" Tanggapan peserta
diukur menggunakan skala semantik tujuh poin, yang "sama sekali tidak
relevan" sampai "benar-benar relevan".
b) Goal Orientation
Orientasi tujuan menjadi variabel bebas (independen) dalam penelitian ini.
Variabel orientasi tujuan terdiri dari tiga unsur yaitu, orientasi tujuan
pembelajaran, pendekatan kinerja dan penghindaran kinerja. Instrumen
penelitian terdiri dari 12 pernyataan yang diadaptasi dari Sanusi et al. (2018)
belajar. Salah satu contoh pernyataannya adalah, "Saya suka menunjukkan
bahwa saya bisa bekerja lebih baik daripada rekan kerja saya". Respons peserta
diukur menggunakan skala semantik tujuh poin, yaitu "sangat tidak setuju"
sampai "sangat setuju".
c) Self-efficacy
Efikasi diri menjadi variabel bebas (independen) dalam penelitian ini. Selain
menjadi variabel yang mempengaruhi tanggung jawab kecurangan, variabel ini
juga memediasi hubungan antara variabel orientasi tujuan dengan tanggung
jawab kecurangan. Variabel efikasi diri terdiri dari empat pernyataan yang
diadaptasi dari Sanusi et al. (2018). Salah satu contoh pernyataan adalah, "Saya
yakin saya bisa menyelesaikan tugas." Respons peserta diukur menggunakan
skala semantik tujuh poin, yaitu "sangat tidak setuju" sampai "sangat setuju".
d) Professional Commitment
Komitmen profesional menjadi variabel bebas (independen) dalam
penelitian ini. Selain menjadi variabel yang mempengaruhi tanggung jawab
kecurangan, variabel ini juga memoderasi hubungan antara efikasi diri dan
tanggung jawab deteksi kecurangan. Variabel komitmen profesional terdiri dari
dua unsur yaitu komitmen profesional afektif dan komitmen profesional
normatif. Instrumen terdiri dari delapan pernyataan yang diadaptasi dari Shafer
et al. (2016). Salah satu contoh pernyataannya adalah, "Saya merasa
bertanggung jawab kepada profesi akuntan publik untuk terus melakukannya."
Respons peserta diukur menggunakan skala semantik tujuh poin, yaitu "sangat
tidak setuju" sampai "sangat setuju".

6. Methodology
Data penelitian dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan
pendekatan orde pertama. Tahapan pengujian yang dilakukan adalah uji outer model
untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas indikator, menguji model penelitian
dan menguji hipotesis. Pengujian reliabilitas menggunakan tiga metode yaitu uji
validitas konvergen, validitas diskriminan dan reliabilitas komposit.

7. Data And Method


Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu menyebarkan kuesioner
kepada seluruh auditor yang bekerja di 12 Kantor Akuntan Kecil di Provinsi Bali,
Indonesia. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 110 kuesioner, dan yang
dikembalikan sebanyak 86 kuesioner. Dengan demikian, tingkat pengembalian
kuesioner (tingkat tanggapan) adalah 78,18%. Semua kuesioner yang dikembalikan
dilengkapi sehingga mereka dapat menggunakannya dalam analisis lebih lanjut.
Responden terdiri dari rekanan (13,95%), manajer (8,14%), auditor senior (26,74%)
dan auditor yunior (51,16%). Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki
(51,16%) dan memiliki masa kerja di bawah sepuluh tahun (69,77%).

8. Finding
 Hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa orientasi tujuan tidak
mempengaruhi tanggung jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik 0,773
<1,96, p-value 0,221). Hasilnya tidak mendukung H1.
 Hasil pengujian empiris menunjukkan pengaruh positif orientasi tujuan
terhadap efikasi diri (nilai statistik-T 19,182> 1,96, nilai-p 0,000). Hasilnya
mendukung H2.
 Hasil pengujian menunjukkan pengaruh positif efikasi diri terhadap tanggung
jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik 1,98> 1,96, p value 0,003). Hasil
mendukung H3.
 Hasil menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara komitmen
professional terhadap tanggung jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik
1.480 <1.96, p-value 0.071). Hasilnya tidak mendukung H4.
 Hasil analisis koefisien jalur menunjukkan bahwa hubungan orientasi tujuan
terhadap fraud detection responsibility memiliki hasil yang tidak signifikan
(nilai T-statistic 0.773 <1.96, p-value 0.221). Tabel 3 menunjukkan bahwa self-
efficacy memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan tanggung jawab
deteksi kecurangan. Hasil ini dikonfirmasi oleh nilai VAF 0,8716> 0,8. Nilai
VAF sebesar 0.8716 atau 87.16% menegaskan bahwa model penelitian ini
adalah model mediasi penuh. Hasilnya mendukung H5.
 Tabel 4 menunjukkan bahwa komitmen profesional tidak berpengaruh terhadap
tanggung jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik 1.480 <1.96, p-value
0.071). Analisis interaksi menunjukkan bahwa pengujian interaksi antara
variabel efikasi diri dan komitmen profesional terhadap tanggung jawab
deteksi kecurangan menunjukkan nilai yang signifikan (nilai T-statistik 1.962>
1.96, p-value 0.039). Dalam hal ini, komitmen profesional menjadi variabel
moderasi murni. Hasilnya mendukung H6.

9. Conclusions
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel orientasi tujuan mempengaruhi
variabel efikasi diri tetapi tidak secara langsung mempengaruhi tanggung jawab
deteksi kecurangan. Temuan ini mendukung teori kognitif sosial. Studi ini juga
menemukan peran efikasi diri dalam memediasi hubungan antara orientasi tujuan
dan tanggung jawab deteksi kecurangan. Hasil ini menegaskan bahwa self-efficacy
dapat meningkatkan kinerja individu bahkan dalam tugas-tugas yang kompleks.
Komitmen profesional memoderasi hubungan antara efikasi diri dan tanggung
jawab deteksi penipuan.

10. Implication
Berdasarkan perspektif akademis, temuan ini memperluas literatur penipuan.
Dalam hal ini tanggung jawab dipengaruhi oleh kemampuan kognitif auditor.
Namun demikian, temuan ini menyisakan pertanyaan tentang kegagalan variabel
komitmen profesional dalam mempengaruhi hubungan antara efikasi diri dan
tanggung jawab deteksi kecurangan. Dari perspektif praktik dan pembuatan
kebijakan, penelitian ini menyoroti perlunya standar dan pembuat kebijakan untuk
meninjau kesenjangan ekspektasi audit yang terjadi antara auditor dan publik. Untuk
meningkatkan kesadaran auditor atas tanggung jawab deteksi kecurangan, organisasi
profesi perlu meningkatkan fungsi orientasi tujuan, kemanjuran diri dan komitmen
profesional auditor melalui sosialisasi, pelatihan, program pendidikan berkelanjutan
dan program sertifikasi anti kecurangan.

11. Further Research


Responden berasal dari perusahaan audit kecil di Indonesia. Walaupun tidak
ada pernyataan bahwa teori yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan audit
menentukan orientasi tujuan dan efikasi diri, pasar masih menganggap bahwa KAP
besar memiliki kualitas audit yang lebih tinggi (Tien et al., 2019). Penelitian
selanjutnya dapat memperluas penelitian ini dengan berfokus pada auditor yang
berafiliasi dengan Big Four. Peneliti juga dapat membandingkan hasil dengan
tanggung jawab auditor di perusahaan audit kecil di negara lain.
Penelitian ini gagal membuktikan komitmen profesional berpengaruh
terhadap responsivitas deteksi penipuan. Mungkin penelitian inilah yang hanya
mengukur komitmen profesional afektif dan normatif, yang banyak diteliti dalam
akuntansi dan audit (Hall et al., 2005). Penelitian masa depan dapat menggunakan
dimensi lain, seperti komitmen profesional berkelanjutan.
REFERENSI

Rustiarini, N.W., Yuesti, A. and Gama, A.W.S. (2020), "Public accounting profession


and fraud detection responsibility",  Journal of Financial
Crime. https://doi.org/10.1108/JFC-07-2020-0140.

Anda mungkin juga menyukai