1. Phenomena
Skandal Enron telah meningkatkan keprihatinan publik atas penipuan.
Kondisi ini menuntut profesi auditor untuk secara aktif menemukan tindakan ilegal
di perusahaan (Alleyne dan Howard, 2005). Meskipun Standar Audit (SAS) No. 99
telah menetapkan bahwa auditor eksternal dapat memberikan “jaminan yang wajar”
(AICPA, 2002), kenyataannya tidak semua auditor dapat memenuhi tanggung jawab
ini (DeZoort dan Harrison, 2018).
2. Purpose
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor auditor yaitu, orientasi
tujuan, efikasi diri dan komitmen profesional persepsi auditor atas tanggung jawab
deteksi kecurangan. Peneliti mensurvei 86 auditor yang bekerja di 12 kantor
akuntan kecil di Provinsi Bali, Indonesia. Konsisten dengan teori sosial kognitif,
self-efficacy memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan tanggung jawab
deteksi kecurangan. Komitmen profesional memoderasi hubungan antara efikasi
diri dan tanggung jawab deteksi penipuan.
4. Hypothesis
H1 : Orientasi tujuan memiliki efek positif pada tanggung jawab deteksi
kecurangan.
H2 : Orientasi tujuan berpengaruh positif terhadap efikasi diri.
H3 : Efikasi diri memiliki efek positif pada tanggung jawab deteksi kecurangan.
H4 : Komitmen professional berdampak positif pada tanggung jawab deteksi
kecurangan.
H5 : efikasi diri memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan tanggung jawab
deteksi kecurangan.
H6 : Komitmen professional memoderasi hubungan antara efikasi diri dan tanggung
jawab deteksi kecurangan.
5. Variable
a) Fraud Detection Responsibility
Tanggung jawab deteksi kecurangan menjadi variabel terikat (dependen)
dalam penelitian ini. Tanggung jawab deteksi kecurangan adalah persepsi
auditor tentang tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan. Peneliti
menggunakan model segitiga tanggung jawab (Schlenker et al., 1994) untuk
mengevaluasi persepsi pendengaran. Model ini terdiri dari tiga unsur yaitu
kewajiban profesional, kejelasan tugas dan pengendalian pribadi. Instrumen
penelitian ini berisi enam item pertanyaan yang diadaptasi dari DeZoort dan
Harrison (2018). Salah satu contoh pertanyaan yang diajukan adalah, "Seberapa
relevan mendeteksi penipuan ini dengan pekerjaan Anda?" Tanggapan peserta
diukur menggunakan skala semantik tujuh poin, yang "sama sekali tidak
relevan" sampai "benar-benar relevan".
b) Goal Orientation
Orientasi tujuan menjadi variabel bebas (independen) dalam penelitian ini.
Variabel orientasi tujuan terdiri dari tiga unsur yaitu, orientasi tujuan
pembelajaran, pendekatan kinerja dan penghindaran kinerja. Instrumen
penelitian terdiri dari 12 pernyataan yang diadaptasi dari Sanusi et al. (2018)
belajar. Salah satu contoh pernyataannya adalah, "Saya suka menunjukkan
bahwa saya bisa bekerja lebih baik daripada rekan kerja saya". Respons peserta
diukur menggunakan skala semantik tujuh poin, yaitu "sangat tidak setuju"
sampai "sangat setuju".
c) Self-efficacy
Efikasi diri menjadi variabel bebas (independen) dalam penelitian ini. Selain
menjadi variabel yang mempengaruhi tanggung jawab kecurangan, variabel ini
juga memediasi hubungan antara variabel orientasi tujuan dengan tanggung
jawab kecurangan. Variabel efikasi diri terdiri dari empat pernyataan yang
diadaptasi dari Sanusi et al. (2018). Salah satu contoh pernyataan adalah, "Saya
yakin saya bisa menyelesaikan tugas." Respons peserta diukur menggunakan
skala semantik tujuh poin, yaitu "sangat tidak setuju" sampai "sangat setuju".
d) Professional Commitment
Komitmen profesional menjadi variabel bebas (independen) dalam
penelitian ini. Selain menjadi variabel yang mempengaruhi tanggung jawab
kecurangan, variabel ini juga memoderasi hubungan antara efikasi diri dan
tanggung jawab deteksi kecurangan. Variabel komitmen profesional terdiri dari
dua unsur yaitu komitmen profesional afektif dan komitmen profesional
normatif. Instrumen terdiri dari delapan pernyataan yang diadaptasi dari Shafer
et al. (2016). Salah satu contoh pernyataannya adalah, "Saya merasa
bertanggung jawab kepada profesi akuntan publik untuk terus melakukannya."
Respons peserta diukur menggunakan skala semantik tujuh poin, yaitu "sangat
tidak setuju" sampai "sangat setuju".
6. Methodology
Data penelitian dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan
pendekatan orde pertama. Tahapan pengujian yang dilakukan adalah uji outer model
untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas indikator, menguji model penelitian
dan menguji hipotesis. Pengujian reliabilitas menggunakan tiga metode yaitu uji
validitas konvergen, validitas diskriminan dan reliabilitas komposit.
8. Finding
Hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa orientasi tujuan tidak
mempengaruhi tanggung jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik 0,773
<1,96, p-value 0,221). Hasilnya tidak mendukung H1.
Hasil pengujian empiris menunjukkan pengaruh positif orientasi tujuan
terhadap efikasi diri (nilai statistik-T 19,182> 1,96, nilai-p 0,000). Hasilnya
mendukung H2.
Hasil pengujian menunjukkan pengaruh positif efikasi diri terhadap tanggung
jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik 1,98> 1,96, p value 0,003). Hasil
mendukung H3.
Hasil menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara komitmen
professional terhadap tanggung jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik
1.480 <1.96, p-value 0.071). Hasilnya tidak mendukung H4.
Hasil analisis koefisien jalur menunjukkan bahwa hubungan orientasi tujuan
terhadap fraud detection responsibility memiliki hasil yang tidak signifikan
(nilai T-statistic 0.773 <1.96, p-value 0.221). Tabel 3 menunjukkan bahwa self-
efficacy memediasi hubungan antara orientasi tujuan dan tanggung jawab
deteksi kecurangan. Hasil ini dikonfirmasi oleh nilai VAF 0,8716> 0,8. Nilai
VAF sebesar 0.8716 atau 87.16% menegaskan bahwa model penelitian ini
adalah model mediasi penuh. Hasilnya mendukung H5.
Tabel 4 menunjukkan bahwa komitmen profesional tidak berpengaruh terhadap
tanggung jawab deteksi kecurangan (nilai T-statistik 1.480 <1.96, p-value
0.071). Analisis interaksi menunjukkan bahwa pengujian interaksi antara
variabel efikasi diri dan komitmen profesional terhadap tanggung jawab
deteksi kecurangan menunjukkan nilai yang signifikan (nilai T-statistik 1.962>
1.96, p-value 0.039). Dalam hal ini, komitmen profesional menjadi variabel
moderasi murni. Hasilnya mendukung H6.
9. Conclusions
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel orientasi tujuan mempengaruhi
variabel efikasi diri tetapi tidak secara langsung mempengaruhi tanggung jawab
deteksi kecurangan. Temuan ini mendukung teori kognitif sosial. Studi ini juga
menemukan peran efikasi diri dalam memediasi hubungan antara orientasi tujuan
dan tanggung jawab deteksi kecurangan. Hasil ini menegaskan bahwa self-efficacy
dapat meningkatkan kinerja individu bahkan dalam tugas-tugas yang kompleks.
Komitmen profesional memoderasi hubungan antara efikasi diri dan tanggung
jawab deteksi penipuan.
10. Implication
Berdasarkan perspektif akademis, temuan ini memperluas literatur penipuan.
Dalam hal ini tanggung jawab dipengaruhi oleh kemampuan kognitif auditor.
Namun demikian, temuan ini menyisakan pertanyaan tentang kegagalan variabel
komitmen profesional dalam mempengaruhi hubungan antara efikasi diri dan
tanggung jawab deteksi kecurangan. Dari perspektif praktik dan pembuatan
kebijakan, penelitian ini menyoroti perlunya standar dan pembuat kebijakan untuk
meninjau kesenjangan ekspektasi audit yang terjadi antara auditor dan publik. Untuk
meningkatkan kesadaran auditor atas tanggung jawab deteksi kecurangan, organisasi
profesi perlu meningkatkan fungsi orientasi tujuan, kemanjuran diri dan komitmen
profesional auditor melalui sosialisasi, pelatihan, program pendidikan berkelanjutan
dan program sertifikasi anti kecurangan.