Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN MATA KULIAH

AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PERTEMUAN 10

ARTIKEL 14
DETERMINANTS OF MORAL JUDGMENTS REGARDING
BUDGETARY SLACK : AN EXPERIMENTAL EXAMINATION
OF PAY SCHEME AND PERSONAL VALUES

KELOMPOK 6
MUHIMATUL KIBTIYAH ( 05 )
I WAYAN SUBRATA ( 06 )

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM STAR BPKP IV
2016
DETERMINANTS OF MORAL JUDGMENTS REGARDING

BUDGETARY SLACK : AN EXPERIMENTAL EXAMINATION


OF PAY SCHEME AND PERSONAL VALUES
Oleh :
Jessen L. Hobson, Mark J. Mellon dan Douglas E. Stevens

ABSTRAK
Penelitian ini mempelajari penilaian moral tentang kesenjangan anggaran yang
dibuat oleh peserta pada akhir sebuah eksperimen penganggaran partisipatif dimana
sebuah ekspektasi untuk anggaran yang jujur muncul. Penelitian ini menemukan bahwa
peserta yang menyusun anggaran dalam skema gaji dengan dorongan slack, sehingga
membangun tingkat senjangan anggaran yang relatif tinggi, menilai senjangan anggaran
tidak etis secara rata-rata, sedangkan peserta yang menyusun anggaran di bawah skema
gaji dengan dorongan kejujuran adalah tidak. Hal ini menunjukkan bahwa skema gaji
dengan dorongan slack menimbulkan sebuah bingkai moral dengan menetapkan
kepentingan ekonomi terhadap norma-norma sosial umum seperti kejujuran atau tanggung
jawab. Penelitian ini juga menemukan bahwa peserta yang memberi skor tinggi nilai-nilai
tradisional dan empati pada kuesioner kepribadian pra-eksperimen (JPI-R) lebih cenderung
menilai slack anggaran yang signifikan adalah tidak etis. Hasil ini juga menunjukkan
bahwa insentif keuangan berperan dalam menentukan bingkai moral pengaturan anggaran
dan nilai-nilai pribadi berperan dalam menentukan bagaimana individu menanggapi
bingkai moral.
I. PENDAHULUAN
Kesenjangan anggaran diciptakan ketika seorang bawahan mengestimasi
kemampuan mereka atau kemampuan unit bisnis dalam anggaran. Senjangan anggaran
dapat menimbulkan dilema moral karena memungkinkan bawahan untuk menggunakan
sumber daya berlebih dengan cara menipu, dan perilaku tersebut melanggar norma-norma
sosial umum (Merchant 1995) dan standar dasar perilaku profesional (Davis et al. 2006).
Konsisten dengan pandangan bahwa budgetary slack dapat menimbulkan dilema
moral, penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa beberapa individu menilai
budgetary slack adalah tindakan tidak etis, dan penilaian moral ini menurunkan slack
dalam anggaran mereka (Douglas dan Wier 2000; Stevens 2002). Stevens (2002)
menemukan bahwa peserta mengorbankan kekayaan untuk mengurangi slack dalam
anggaran produksi mereka, dan budgetary slack berpengaruh secara negatif terkait dengan

penilaian moral peserta, dan penilaian moral ini adalah invarian untuk jumlah informasi
yang dimiliki terkait dengan potensi produksi, sedangkan Schatzberg dan Stevens (2008)
tidak menemukan bukti bahwa penilaian moral akan mengurangi slack anggaran dalam
penyusunan anggaran. Penelitian Evans et al. (2001) dan Stevens (2002) menunjukkan
bahwa penilaian moral dapat mempengaruhi perilaku mementingkan diri sendiri dalam
anggaran partisipatif.
Penelitian ini mengembangkan hipotesis tentang efek skema gaji dan nilai-nilai
pribadi pada penilaian moral tentang kesenjangan anggaran dan menguji hipotesis dengan
menggunakan data dari eksperimen penganggaran yang dilaporkan dalam penelitian
Stevens (2002) dan data lainnya yang tidak dilaporkan dalam penelitian aslinya.
Pengaturan eksperimen dalam penelitian Stevens (2002) adalah ideal untuk penelitian ini.
Pertama, perintahnya diberikan berdasarkan realita secara sederhana dan diberitahukan
dengan harapan mendapatkan penganggaran yang jujur. Kedua, Stevens (2002)
mengumpulkan pertimbangan moral tentang senjangan anggaran di kuesioner yang
disebar, dan penilaian moral ini berhubungan negatif dengan senjangan anggaran yang
dibuat dengan skema gaji dengan dorongan slack. Ketiga, Stevens (2002) mengumpulkan
tapi tidak melaporkan data dari sekelompok partisipan yang diberi skema gaji dengan
dorongan kejujuran. Dengan demikian, kita dapat memasukkan data dari kedua kelompok
skema gaji untuk memeriksa efek skema gaji. Keempat, Stevens (2002) memberi peserta
dalam penelitiannya kuesioner Jackson Personality Inventory-Revisi (Jackson 1994),
sehingga peneliti dapat memeriksa efek dari nilai-nilai pribadi. Kelima, student producers
berinteraksi dengan manajer eksperimen, sehingga ketidakadilan dalam distribusi dapat
diminimalisir. Akhirnya, rancangan Stevens (2002) memasukkan prediksi ambigu dari
Agency Theory dan prediksi persaingan dari teori moral, yang meningkatkan potensi untuk
membangun teori ekonomi (Brown et al. 2009).
Berdasarkan teori dan temuan empiris dalam literatur, peneliti meneliti tiga hal
mengenai nilai-nilai pribadi yang cenderung meningkatkan penalaran moral terkait dengan
budgetary slack, yaitu: Nilai Tradisional, Tanggung Jawab, dan Empati. Penelitian ini
menambah pemahaman kita tentang pesan moral penganggaran partisipatif. Senjangan
anggaran secara tradisional dipandang sebagai masalah organisasi dan perilaku, namun
para peneliti telah mulai melihat senjangan anggaran sebagai masalah etika (Salterio dan
Webb 2006). Hal ini berkembang seiring dengan bukti empiris yang menemukan bahwa
beberapa manajer dan peserta eksperimen menilai budgetary slack tidak etis, dan penilaian
moral ini menyebabkan mereka untuk mengurangi slack dalam anggaran mereka (Douglas
dan Wier 2000; Stevens 2002).
2

Penelitian ini juga menambah pemahaman kita tentang peran insentif ekonomi
dalam organisasi. Dalam organisasi bisnis, tugas dan kewajiban sering muncul
bertentangan dengan kepentingan ekonomis dan menyebabkan dilema moral (Jansen dan
Von Glinow 1985; Bowie dan Duska 1990; Beauchamp dan Bowie 2004; Bicchieri 2006).
Saat ini masih sedikit

penelitian yang meneliti mengapa beberapa individu menilai

budgetary slack tidak etis. Bukti eksperimental terbaru menunjukkan bahwa senjangan
anggaran mungkin tidak meningkatkan keprihatinan moral saat peserta mengamati
senjangan anggaran yang tinggi terhadap orang lain (Schatzberg dan Stevens 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penilaian moral tentang
senjangan anggaran akan dipengaruhi oleh skema gaji dan nilai-nilai pribadi.
II. KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penganggaran partisipatif dan masalah senjangan anggaran telah dipelajari secara
ekstensif dalam literatur akuntansi (Argyris 1952; Onsi 1973; Umapathy 1987). Partisipasi
bawahan dalam proses penganggaran didorong oleh ketidakpastian lingkungan dan tugas,
tugas saling ketergantungan, dan asimetri informasi antara atasan dan bawahan (Shields
dan Shields 1998).
Tujuan utama dari penganggaran partisipatif, dari perspektif organisasi adalah
untuk mendapatkan informasi dari bawahan yang berguna untuk merencanakan dan
mengkoordinasikan

produksi,

mengurangi

ketidakpastian,

dan

dengan

demikian

meningkatkan profitabilitas. Dengan demikian, anggaran partisipatif adalah solusi


organisasi untuk masalah asimetri informasi, dan ada potensi keuntungan bagi organisasi
jika bawahan jujur mengungkapkan kinerja yang diharapkannya dalam anggaran (Stevens
2002; Salterio dan Webb 2006; Schatzberg dan Stevens 2008).
Penganggaran partisipatif dapat juga memberikan dampak negatif bagi organisasi
karena memberikan kesempatan bagi bawahan untuk mendapatkan keuntungan dengan
menghadirkan gambaran mengenai distorsi kemampuannya dalam anggaran (Merchant
1995). Ketika bawahan menciptakan budgetary slack, mereka akan mengestimasi
kemampuan untuk membuat anggaran supaya lebih mudah untuk dicapai, dan
memanfaatkan kurangnya pengetahuan atasannya untuk mengambil keuntungan (Douglas
dan Wier 2000).
Ketika kinerja bawahan dapat melampaui target anggaran, ia biasanya menerima
peningkatan bonus. Senjangan anggaran dapat menghasilkan dilema moral sehingga
membutuhkan penilaian moral para pegawai (Stevens 2002; Salterio dan Webb 2006;
3

Schatzberg dan Stevens 2008). Peneliti mengembangkan hipotesis yang memprediksi


bahwa penilaian moral tentang senjangan anggaran akan dipengaruhi oleh skema gaji dan
nilai-nilai pribadi.
1) Pengaruh Skema Gaji
Untuk mengembangkan hipotesis ini, peneliti memprediksi efek skema gaji
pada penilaian moral tentang budgetary slack, penelitian menggunakan teori yang
berkaitan dengan efek framing, teori norma sosial dan filsafat moral. Menurut
Bicchieri (2006), keberadaan norma sosial tergantung pada jumlah orang yang
percaya bahwa norma sosial ada, yang berkaitan dengan aturan tertentu, dan bahwa
sejumlah besar orang akan mengikutinya dalam aturan yang sama. Dengan demikian,
norma sosial untuk kepentingan yang sempit dapat muncul dan bertahan dalam
beberapa pengaturan. Secara umum, bagaimanapun, tujuan norma sosial adalah
untuk mengontrol kepentingan dalam pengaturan dimana ada potensi konflik antara
kepentingan pribadi dan perilaku pro-sosial. Norma-norma sosial (misalnya,
keadilan, resiprositas, kerjasama, kejujuran, dan menjaga janji) ada justru untuk
menghindari kepentingan pribadi dan mendorong individu berperilaku dengan cara
sosial yang baik dalam pengaturan tertentu.
Model

Rest

(1986)

terkait

dengan

moral

pengambilan

keputusan

menunjukkan bahwa seorang individu harus terlebih dahulu menafsirkan pengaturan


keputusan memiliki bingkai moral (kesadaran moral) sebelum memutuskan tindakan
yang benar secara moral (penilaian moral). Model-model lain dari pengambilan
keputusan moral juga menyiratkan bahwa situasi tertentu harus menghasilkan
bingkai moral sebelum pertimbangan moral dibuat (misalnya, Ferrell dan Gresham
1985; Hunt dan Vitell 1986; Trevino 1986; Jones 1991; Forsyth 1992). Ekonom juga
telah mulai menyadari pentingnya framing efek dalam merancang dan menafsirkan
studi eksperimental (Samuelson 2005).
Skema gaji sebagai pendorong slack kemungkinan akan mengaktifkan
penalaran moral dengan menyebabkan bawahan untuk fokus pada konflik antara
kepentingan ekonomi diri sendiri dan kewajiban untuk bertindak jujur dalam
menyusun anggaran. Sebaliknya, skema gaji sebagai pendorong kejujuran akan
cenderung untuk mengaktifkan penalaran moral karena menetapkan kepentingan
ekonomi selaras dengan norma-norma sosial umum. Peneliti memprediksi bahwa
bawahan yang menyusun anggaran di bawah skema gaji dengan dorongan slack

secara rata-rata menilai slack anggaran yang signifikan menjadi tidak etis. Hal ini
menyebabkan hipotesis pertama penelitian :
H1 : Bawahan yang menyusun anggaran di bawah skema gaji dengan dorongan
slack akan lebih menilai slack anggaran yang signifikan menjadi tidak etis
dibandingkan dengan bawahan yang menyusun anggaran di bawah skema
gaji dengan dorongan kejujuran.
2) Pengaruh Nilai Pribadi
Konsisten dengan Rokeach (1973), nilai-nilai pribadi adalah keyakinan
dreskriptif individu mengenai keinginan mode perilaku. Dengan demikian, nilai-nilai
pribadi mirip dengan preferensi pribadi dalam teori ekonomi. Teori ekonomi
biasanya mengasumsikan, bahwa preferensi pribadi hanya mencakup kekayaan dan
kesenangan (lihat Stevens dan Thevaranjan (2010) untuk pengecualian). Nilai-nilai
pribadi, seperti yang dijelaskan dalam filsafat moral dan psikologi moral, lebih
komprehensif dan individualistis. Secara khusus, nilai-nilai pribadi dapat mencakup
kejujuran, integritas, keadilan, tanggung jawab, dan empati (kepedulian terhadap
orang lain). Nilai-nilai pribadi ini adalah hasil dari pengalaman pribadi dan budaya
dan dapat berbeda-beda di individu karena perbedaan pengalaman tersebut.
Selanjutnya, nilai-nilai pribadi dapat berkembang dari waktu ke waktu sebagai akibat
dari "proses pematangan" (Glover et al. 1997).
Teori moral dalam pengambilan keputusan menunjukkan bahwa penilaian
moral dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi. Misalnya, model penelitian
Kohlberg (1969), Rest (1986), Trevino (1986), dan Jones (1991) menekankan peran
perkembangan moral dalam membangun kapasitas moral seseorang atau kemampuan
untuk merespon dilema moral. Sebaliknya, model di Ferrell dan Gresham (1985) dan
Hunt dan Vitell (1986) menganggap pra-eksistensi nilai-nilai pribadi yang
mempengaruhi penilaian moral. Secara teoritis, nilai-nilai pribadi tidak terpengaruh
oleh faktor-faktor kontekstual jangka pendek (Thorne 2000). Dengan demikian, teori
menunjukkan bahwa nilai-nilai pribadi mencerminkan potensi jangka panjang bagi
seorang individu untuk membentuk pertimbangan moral yang cukup di bawah
pengaturan moral atau bingkai moral.
Berdasarkan teori dan temuan empiris dalam literatur, peneliti menyelidiki
tiga nilai-nilai pribadi yang cenderung meningkatkan penalaran moral mengenai
budgetary slack, yaitu : Nilai Tradisional, Tanggung Jawab, dan Empati.
5

a) Nilai Tradisional
Individu cenderung menggunakan orientasi nilai yang diberikan ketika
dihadapkan dengan dilema moral (Glover et al. 1997). Literatur empiris
menunjukkan bahwa "relativis" orientasi nilai utilitarian berhubungan negatif
dengan moral dalam pengambilan keputusan (O'Fallon dan Butterfield 2005).
Secara khusus, relativisme digunakan untuk mengurangi penilaian moral
(Forsyth 1980, 1992), menurunkan kepekaan terhadap masalah etika (Shaub et
al. 1993), dan meningkatkan kemauan manajer profesional untuk terlibat
dalam kejujuran penyusunan anggaran dan perilaku anggaran lainnya
(Douglas dan Wier 2000).
Penelitian ini berfokus pada nilai-nilai pribadi yang cenderung
meningkatkan penalaran moral mengenai slack anggaran. Mengingat teori
moral yang menunjukkan bahwa orientasi nilai deontologis mengarahkan
individu untuk mengandalkan aturan moral yang universal atau "nilai-nilai
tradisional," dan senjangan anggaran cenderung bertentangan dengan aturan
dan nilai-nilai tersebut, peneliti memperkirakan bahwa nilai pribadi untuk
nilai-nilai tradisional akan meningkatkan penalaran moral terkait slack
anggaran. Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis :
H2 : Bawahan yang menghargai nilai-nilai tradisional cenderung menilai slack
anggaran yang signifikan menjadi tidak etis.
b) Tanggung Jawab
Beberapa nilai individu yang bertanggungjawab dan mengikuti
komitmen mereka (Jackson 1994). Jika bawahan melihat anggaran yang jujur
sebagai bagian dari tanggung jawabnya kepada atasan dan nilai-nilai untuk
menindaklanjuti komitmen, maka ia lebih cenderung melihat senjangan
anggaran sebagai tindakan yang salah. Hal ini konsisten dengan argumen di
Stevens dan Thevaranjan (2010) bahwa agen cenderung merasa beberapa
tingkat disutilitas (rasa bersalah atau penyesalan) karena gagal untuk
menindaklanjuti kesepakatan sebelumnya dengan prinsipal. Sejalan dengan
Stevens (2002) yang membuktikan hubungan negatif antara nilai pribadi untuk
tanggung jawab dan senjangan anggaran. Mengingat dukungan teoritis dan
bukti empiris, peneliti memperkirakan bahwa nilai pribadi untuk tanggung
jawab akan meningkatkan penalaran moral mengenai slack anggaran. Dengan
demikian, peneliti mengajukan hipotesis :
6

H3 : Bawahan yang memiliki nilai tanggung jawab cenderung untuk menilai


slack anggaran yang signifikan menjadi hal yang tidak etis.
c) Empati
Eisenberg et al. (1994) mendefinisikan empati sebagai respon afektif
yang berasal dari ketakutan atau pemahaman lain dari keadaan atau kondisi
emosional. Empati berhubungan dengan motivasi lain dalam berorientasi, dan
motivasi ini merupakan persyaratan untuk perilaku altruistik (Eisenberg 2000).
Dengan demikian, empati dapat dilihat sebagai emosi moral yang membantu
individu mengatasi kepentingan pribadi atau egoisme (Deigh 1995).
Mengingat teori pendukung dalam psikologi moral dan filsafat moral, peneliti
memperkirakan bahwa nilai pribadi untuk empati akan meningkatkan
penalaran moral mengenai slack anggaran. Dengan demikian, peneliti
mengajukan hipotesis :
H4 : Bawahan yang memiliki nilai empati cenderung menilai slack anggaran
yang signifikan adalah tidak etis.
III.

METODE PENELITIAN
1) Jenis Penelitian
Peneliti menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengaturan
eksperimen dalam penelitian Stevens (2002), karena penelitiannya menggunakan
metode eksperimen ekonomi dan psikologi perilaku. Konsisten dengan eksperimen
ekonomi, peserta dibayar secara pribadi dalam bentuk tunai dan beberapa periode
keputusan dimasukkan untuk mengurangi pengaruh efek pembelajaran. Fitur-fitur ini
penting dalam tes eksperimen untuk penilaian efek insentif ekonomi (Smith 1991;
Smith dan Walker 1993; Moser 1998). Konsisten dengan psikologi perilaku,
eksperimen mengandung realisme biasa dalam petunjuk pengaturan produksi dimana
peserta memproduksi unit dan menetapkan anggaran untuk sebuah perusahaan
produksi. Fitur ini penting dalam tes eksperimental efek nilai-nilai pribadi dan
persepsi (Haynes dan Kachelmeier 1998). Akhirnya, petunjuk menekankan bahwa
perusahaan menginginkan anggaran yang jujur dan prosedur eksperimental secara
hati-hati menjaga privasi keputusan peserta. Hal ini penting dalam tes eksperimen
penalaran moral (Stevens 2002).

2) Peserta dan Pelaksanaan Eksperimen


Data untuk penelitian ini berasal dari 104 relawan mahasiswa yang terdaftar
di kursus akuntansi tingkat atas di sebuah Universitas besar Midwestern di Amerika
Serikat. Sampel penelitian ini meliputi 52 peserta yang termasuk dalam studi asli
Stevens (2002) tentang kesenjangan anggaran dan 52 peserta tidak dilaporkan dalam
studinya. Dua puluh empat sesi percobaan dilakukan selama periode empat minggu.
Dalam setiap sesi eksperimental, hingga lima peserta datang ke laboratorium
komputer dan melakukan tugas percobaan komputerisasi di bilik pribadi. Peserta
melakukan tugas produksi dan menyerahkan anggaran ke experimenter yang
memainkan peran sebagai manajer di sebuah perusahaan produksi. Setiap sesi
eksperimental termasuk dua periode pelatihan dan lima periode produksi dan
berlangsung sekitar satu jam. Dalam setiap periode produksi, peserta memasukan
anggaran dan perkiraan produksi ke dalam komputer, melakukan tugas produksi
selama tiga menit, dan kemudian menerima ringkasan pendapatan mereka untuk
periode tersebut.
Sehari sebelum jadwal ujian, partisipan datang ke laboratorium untuk
melengkapi kuesioner penelitian Jackson. JPI-R terdiri dari 300 pertanyaan salahbenar yang terdiri dari 15 skala personality. Partisipan dibayar 3 dolar untuk mengisi
JPI-R bersama dengan penghasilan mereka yang lain, yang rata-rata sekitar $ 9, pada
akhir sesi eksperimental.
3) Variabel Dependen
Untuk variabel dependen, peneliti menggunakan ukuran penilaian moral
budgetary slack dari penelitian yang digunakan oleh steven yang terdiri dari 25 item
pertanyaan.
4) Manipulasi Skema Gaji
Para peserta ditugaskan secara acak untuk salah satu dari dua kondisi skema
gaji. Setengah dari partisipan diberi skema gaji dengan dorongan slack yang
membayar gaji tetap ditambah bonus untuk setiap unit produksi di luar anggaran.
Secara khusus, skema gaji dengan dorongan slack yang dibayar mengikuti setiap
periode :
P = $1,35 + $0,05(A B), jika A B,
P = $1,35,

jika A < B,

dimana P, A dan B mewakili gaji, unit yang sebenarnya diproduksi, dan anggaran pra
penetapan dari peserta untuk masing-masing periode produksi.
8

Di sisi lain dari peserta diberi skema gaji dengan "dorongan kejujuran" yang
dibayar dengan bonus $ 0,10 untuk setiap unit dalam anggaran, penalti $ 0,15 untuk
setiap unit produksi di bawah anggaran jika produksi tidak mencapai anggaran, dan
bonus $ 0,05 untuk setiap unit produksi di atas anggaran jika produksi melebihi
anggaran. Skema tersebut adalah sebagai berikut :
P = $ 0,10B + $ 0,05(A B),

jika A B,

P = $ 0,10B + $ 0,15(A B),

jika A < B.

Peneliti menerapkan skema gaji dengan dorongan kejujuran dalam penelitian ini
untuk memeriksa pengaruh insentif keuangan pada penilaian moral tentang slack
anggaran. Selain itu, perbandingan penilaian moral di bawah skema gaji dengan
dorongan kejujuran dan skema gaji dengan dorongan slack dapat membantu
menjelaskan mengapa skema gaji dengan dorongan kejujuran jarang digunakan
dalam praktek.
5) Ukuran Nilai Kepribadian
Penelitian ini menggunakan tiga skala kepribadian dari JPI-R untuk menguji
Hipotesis efek nilai-nilai pribadi pada penilaian moral tentang budgetary slack (nilai
tradisional, tanggungjawab dan empati). Setiap skala diukur dengan 20 kuesioner
salah-benar. Skala nilai tradisional menilai sejauh mana nilai-nilai norma individu
dan kepercayaan tradisional merupakan kebalikan relativisme. Skala tanggungjawab
menilai sejauh mana seseorang merasa kewajiban moral yang abstrak untuk orang
lain dan msyarakat luas, yang merupakan kebalikan dari kelalaian. Skala empati
menilai sejauh mana individu bersimpati dengan orang lain dan masalah mereka,
yang merupakan kebalikan dari ketidakpedulian.
6) Variabel Kontrol
Berdasarkan intuisi dan temuan empiris sebelumnya, peneliti menyertakan
tiga variabel kontrol dalam model penilaian moral tentang budgetary slack, yaitu :
kewajiban moral, tahun senior di sekolah bisnis, dan kejujuran. Peneliti
menggunakan kuesioner sebagai ukuran untuk kewajiban

moral, memberikan

petunjuk untuk percobaan dengan harapan anggaran dapat dikomunikasikan dengan


jujur. Pernyataan dalam kuesioner menggunakan skala Likert dari 1 = "sangat tidak
setuju" untuk 7 = "sangat setuju" dengan 4 label sebagai "netral." Peneliti
menggunakan pernyataan ini sebagai ukuran kewajiban moral yang dirasakan oleh
peserta selama percobaan, dan memprediksi hubungan positif antara variabel kontrol
dan penilaian moral tentang budgetary slack.
9

Tse dan Au (1997) menemukan bahwa siswa sekolah bisnis senior di


Selandia Baru cenderung kurang etis dalam penilaian moral mereka dibandingkan
siswa bisnis junior. Dengan demikian, peneliti menyertakan tahun senior di sekolah
bisnis sebagai variabel kontrol dalam penelitian kami. Kode variabel kontrol ini
diukur dengan 0 untuk tahun kedua dan yunior dan 1 untuk senior dan mahasiswa
pascasarjana. Berdasarkan hasil sebelumnya (Tse dan Au 1997), peneliti
memprediksi hubungan negatif antara variabel kontrol dan penilaian moral mengenai
slack anggaran.
Penilaian moral tentang budgetary slack digunakan dalam penelitian dimana
peserta pada akhir percobaan menciptakan berbagai tingkat senjangan anggaran
selama lima periode produksi. Penelitian ini mengukur slack anggaran sebagai
perbedaan antara kinerja bawahan dan anggaran menggunakan rata-rata produksi
dalam dua periode sebelum digunakan proxy untuk kinerja bawahan yang
diharapkan. Berdasarkan hasil sebelumnya (Sligo dan Stirton 1998), peneliti
memprediksi hubungan negatif antara variabel kontrol ini dan penilaian moral
mengenai slack anggaran.
IV.

HASIL
Hasil penelitian ini mendukung tiga dari empat hipotesis yang telah dikemukakan.

Konsisten dengan H1, peneliti menemukan bahwa peserta yang menyusun anggaran
di bawah skema gaji dengan dorongan slack lebih cenderung menilai slack anggaran
yang signifikan tidak etis daripada peserta yang menyusun anggaran di bawah skema
gaji dengan dorongan kejujuran. Dalam analisis tindak lanjut, peneliti menemukan
bahwa hasil skema gaji tidak timbul dari perbedaan dalam persepsi kewajiban moral
mengenai kejujuran anggaran ataupun bias pembenaran.

Konsisten dengan H2, peneliti menemukan bahwa peserta yang cenderung menilai
tinggi mengenai Nilai Tradisional pada JPI-R (Jackson 1994) sehingga rata-rata
cenderung menilai slack anggaran yang signifikan tidak etis.

Konsisten dengan H3, namun peneliti tidak menemukan kekuatan penjelas untuk
skala tanggung jawab JPI-R dengan variabel lain dalam model. Hasil ini
kemungkinan disebabkan korelasi tinggi antara tanggung jawab dan dua nilai pribadi
lainnya dalam model.

10

Akhirnya, konsisten dengan H4, peneliti menemukan bahwa peserta yang menilai
tinggi pada Empati lebih cenderung menilai slack anggaran yang signifikan tidak etis
secara rata-rata. Mengunakan model regresi alternatif penilaian moral, (yaitu, dengan
atau tanpa variabel kontrol yang dimasukan ke dalam model) dan pada skema gaji
yang mendorong slack, ada satu kelompok yang merupakan satu-satunya kelompok
yang setuju mengenai skema gaji yang terkait dengan slack anggaran yang signifikan
adalah tidak etis.

V. KESIMPULAN
Penelitian ini menguji penilaian moral tentang budgetary slack yang dibuat oleh
peserta pada akhir percobaan penganggaran partisipatif

dengan harapan akan

menyebabkan kejujuran pada penyusunan anggaran. Hasil yang didapat adalah :


a) Hasil eksperimen awal menunjukkan bahwa penilaian moral tentang budgetary slack
adalah invarian untuk insentif keuangan dan pengaturan sosial (Evans et al 2001;.
Stevens 2002), hasil eksperimen terbaru menunjukkan bahwa penilaian moral
tentang budgetary slack sesuai efek framing (Rankin et al. 2008; Schatzberg dan
Stevens 2008). Hasil penelitian ini mendukung pandangan framing dari isi moral
dalam penyusunan penganggaran partisipatif. Secara khusus, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa insentif keuangan berperan dalam menentukan kerangka moral
pengaturan anggaran dan nilai-nilai pribadi yang menentukan bagaimana individu
menanggapi kerangka moral. Dengan demikian, penelitian ini memberikan wawasan
baru dan berpotensi berguna mengenai isi moral pengaturan penganggaran
partisipatif.
b) Hasil skema gaji, penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan menilai signifikan
kesenjangan anggaran merupakan tindakan yang tidak beretika ketika peserta
dibawah skema gaji dengan dorongan slack (bukan dibawah skema gaji dengan
dorongan kejujuran). Dengan menguji efek nilai personal, penelitian ini memberikan
bukti hubungan faktor alasan moral yang menyebabkan masing-masing individu
merespon berbeda untuk macam-macam alasan yang menggunakan frame moral.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan fakta empiris dalam filosofi moral dan
moral psikologi.

11

c) Hasil penelitian ini menunjukkan satu kemungkinan penjabaran mengapa skema


gaji dengan dorongan kejujuran rata-rata ditemukan dalam praktiknya. Dalam
faktanya, hasil penelitian ini menganjurkan bahwa pemberian skema gaji tidak
diperlukan ketika pegawai mempunyai nilai moral yang cukup dan harapan bahwa
anggaran yang benar akan dapat dicapai.
d) Penelitian mendukung bahwa moralitas merupakan kontrol yang efektif dan efisien
ketika seseorang lebih mengutamakan kepentingkan pribadi.

VI.

PENELITIAN SELANJUTNYA

Untuk penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan pengaturan ekonomi lain


selain penganggaran partisipatif yang meningkatkan dilema moral, seperti
pengaturan investasi tradisional di mana manajer non-pemilik memiliki insentif
untuk mengambil alih dana yang diinvestasikan pemilik.

Penelitian di masa depan juga dapat mempertimbangkan faktor-faktor eksternal


yang mempengaruhi respon terhadap dilema moral yang diberikan, seperti kode
etik maupun dampak dari nilai-nilai pribadi tertentu pada penalaran moral dalam
akuntansi.

12

Anda mungkin juga menyukai