Anda di halaman 1dari 10

PENETAPAN TUJUAN, PENGANGGARAN PARTISIPATIF, DAN KINERJA

A. PENDAHULUAN
Telah dijelaskan dalam literatur bahwa baik akuntansi perilaku maupun psikologi,
telah berfokus pada dampak penetapan tujuan, atau penetapan standar, pada kinerja. Sebagai
tambahan, di satu sisi literatur akuntansi konvensional mengasumsikan bahwa partisipasi
dalam penetapan tujuan menjadi sebuah upaya untuk mempengaruhi motivasi, perilaku, dan
kinerja, di sisi lain literatur akuntansi perilaku telah meneliti dampak kinerja dan sikap
penganggaran partisipatif.

B. PENETAPAN TUJUAN DAN KINERJA TUGAS


Bukti dalam Psikologi
Suatu tujuan dapat diartikan sebagai “apa yang sedang dicoba untuk dicapai oleh
seseorang objek atau sasaran dari suatu tindakan.” Apabila dibandingkan dalam akuntansi
yaitu standar kinerja. Penetapan tujuan, atau tujuan standar, diasumsikan berpengaruh
terhadap motivasi, perilaku, dan kinerja tugas.
Beberapa atribut tujuan diantaranya adalah
1. Goal specify, yaitu dimana perluasan tingkat kinerja yang akan dicapai haruslah eksplisit
dalam isi dan kejelasannya.
2. Goal difficulty, yaitu probabilitas pencapaian. Sebuah survei studi empiris telah
menunjukkan bahwa sebagian besar studi penelitian mendukung hipotesis bahwa dengan
menetapkan tujuan yang spesifik dan sulit, menghasilkan kinerja yang lebih baik
dibandingkan tujuan yang mudah, lakukan yang terbaik, atau tanpa tujuan. Mekanisme,
proses psikologi, dan aktivitas kognitif yang mempengaruhi dampak penetapan tujuan
meliputi:
 direction (arah), yaitu apa yang harus dilakukan dalam penetapan kerja
 effort yaitu upaya yang digerakkan untuk mencapai tujuan
 persistence yaitu kegigihan masing-masing individu dalam tugas
 (strategy development, yaitu pengembangan strategi, atau rencana tindakan (action
plans) untuk mencapai tujuan. Sebagai tambahan, umpan balik dalam perkembangan
menuju tujuan, rewards atau imbalan diberikan untuk pencapaian tujuan, dan
partisipasi dalam penetapan tujuan telah memberikan dampak positif penetapan tujuan
pada kinerja. Dalam konteks individu, penghargaan dan self-esteem (harga diri) dapat
menjadi variabel moderat dari relasi antara penetapan tujuan dan kinerja tugas.

Bukti dalam Akuntansi


Beberapa studi telah meneliti pengaruh dari penetapan tujuan anggaran pada kinerja.
Rokness menguji dampak kesulitan penetapan tujuan, struktur imbalan alternatif, dan umpan
balik kinerja baik terhadap ukuran dan kepuasan kinerja. Hasil penelitiannya adalah bahwa
 Perbedaan hasil antara subjek dalam kondisi anggaran tinggi (high-budget) dengan
subjek dalam kondisi anggaran menengah
 Kinerja absolut meningkat dengan struktur imbalan langsung, dan
 Perbedaan dalam rencana kinerja diantara subjek-subjek yang menerima umpan balik
formal dengan subjek-subjek yang menerima umpan balik nonformal.

Sebuah studi oleh Chow meneliti hubungan antara keketatan standar pekerjaan, jenis
skema kompensasi, dan kinerja. Chow membangun model berdasarkan teori agensi untuk
menguji bahwa penetapan tujuan dan jenis skema kompensasi tidak hanya mempengaruhi
upaya para pekerja namun juga mempengaruhi pilihan mereka pada kontrak pekerjaan dan,
melalui kinerja ini. Hasil eksperimen mengindikasikan bahwa
 Untuk subjek-subjek dengan perlakuan penunjukan terhadap tugas, keketatan standar
pekerjaan dan jenis skema kompensasi, menghasilkan dampak signifikan yaitu
independen namun tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan terhadap kinerja
 Ketika diizinkan untuk memilih skema kompensasi (dalam suatu standar pekerjaan yang
ditunjuk), subjek-subjek memilih sendiri berdasarkan kecakapan/skill
 Skema kompensasi yang dipilih sendiri oleh subjek berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.

Menuju Kerangka Teoritis: Peranan Ketidakpastian Tugas


Berdasarkan penelitian terdahulu, studi akuntansi sependapat dengan literatur
psikologi dalam temuan bahwa penetapan tujuan spesifik yang sulit menghasilkan kinerja
tugas yang lebih tinggi dibandingkan tujuan spesifik yang menengah, mudah, ataupun umum.
Naylor dan Ilgen telah menyarankan bahwa penelitian seharusnya diperluas untuk mencari
variabel moderat yang menengahi relasi antara penetapan tujuan dan kinerja. Hirst
mengemukakan dua alasan untuk dilakukan perluasan penelitian semacam ini:

1
1. Peneltian semacam ini memiliki potensi untuk menggambarkan situasid dimana
penetapan tujuan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini signifikan karena
penelitian dapat menyarankan kebutuhan untuk mengendalikan variabel moderat dalam
penelitian di masa yang akan datang yang menginvestigasi secara empiris baik pengaruh
langsung penetapan tujuan terhadap kinerja maupun bagaimana penetapan tujuan
bergabung dengan faktor-faktor lain (misalnya partisipasi) untuk mempengaruhi kinerja.
Dan Pengetahuan mengenai variabel moderat bisa mendatangkan implikasi yang praktis.
Misalnya para perancang program penetapan tujuan dapat memanfaatkan pengetahuan
semacam ini untuk mengantisipasi pengaruh program itu sendiri dan untuk
memperkenalkan intervensi penetapan tujuan dalam salah satu situasi dimana mereka
diharapkan untuk mendatangkan pengaruh positif tehadap kinerja.
2. Hirst berpendapat bahwa kesulitan dapat muncul dalam menjalankan aktivitas kognitif
yang memiliki ketidakpastian tugas yang tinggi. Hasilnya, Hirst mengemukakan sebuah
hipotesis ketidakpastian tugas sebagai suatu variabel moderat. Relasi antara penetapan
tujuan dan kinerja dihubungkan oleh hipotesis aktivitas yang sejalan dengan model
kinerja tugas yang dikemukakan oleh Locke et al. dan Porter, Lawler, dan Hackman.
Model ini meliputi:
 Goal setting/penetapan tujuan, dalam konteks kesulitan dan kekhususan.
 Sebuah kumpulan interpretasi aktivitas kognitif, pencarian strategi, dan pemilihan
strategi yang valid.
 Intentions/maksud, dalam konteks arah, tingkat, dan durasi upaya
 Action/tindakan, dalam konteks kinerja tugas

Ketidakpastian tugas merupakan kerangka teori yang dikembangkan oleh Hirst. Hirst
mengemukakan hipotesis bahwa:
H1 : Terdapat interaksi antara penetapan tujuan dan ketiakpastian tugas yang akan
mempengaruhi kinerja.

C. PENGANGGARAN PARTISIPATIF DAN KINERJA


Pastisipasi dalam anggaran mensyaratkan keterlibatan subordinat dalam penetapan
standar yang mempengaruhi operasional dan imbalan. Keuntungan penganggaran partisipasif
adalah bahwa hal tersebut akan meningkatkan perilaku, produktivitas, dan/atau kinerja.
Namun dari studi penelitian yang ada, hasilnya beragam. Beberapa studi mendukung

2
pendapat bahwa partisipasi anggaran menghasilkan kepuasan kerja, motivasi untuk
memenuhi anggaran dan kinerja yang lebih tinggi. Studi lain menemukan asosiasi yang
lemah ataupun asosiasi negatif antara partisipasi dan kinerja.
Disisi lain, partisipasi dalam pengambilan keputusan telah diartikan secara luas
sebagai “proses organisasional dimana para individu yang terlibat dalam, dan memiliki
pengaruh pada, keputusan yang berpengaruh langsung terhadap para individu tersebut”.
Browner mengulas partisipasi dalam pengambilan keputusan dan menemukan bukti pengaruh
positif moderator anteseden terhadap partisipasi, dan pengaruh positif partisipasi terhadap
outcomes/hasil yang dikondisikan oleh moderator konsekuensi.
Moderator anteseden meliputi:
1. Variabel kultural dari kebangsaan, sistem legislatif, ras, dan agama
2. Variabel organisasional dari stabilitas lingkungan, teknologi, ketidakpastian tugas,
dan struktur organisasional
Moderator konsekuensi meliputi:
1. Variabel interpersonal dari tekanan tugas, ukuran kelompok, kepuasan intrinsik tugas,
dan kesesuaian antara tugas dan individu
2. Variabel tingkat individual dari locus of control, otoritarianisme, poin referensi
eksternal, dan persepsi titik berat yang ditempatkan pada informasi akuntansi.

Locke & Schweiger menulis secara komprehensif mengenai partisipasi dalam


pengambilan keputusan (Participation in Decision Making-PDM). Mereka mengemukakan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan PDM lebih bersifat praktis daripada moral
2. Konsep partisipasi yaitu untuk berbagi atau bersama-sama dalam pengambilan
keputusan, karena itu disini delegasi dikecualikan
3. Terdapat banyak mekanisme baik kognitif maupun motivasional dimana PDM dapat
menghasilkan kinerja dan semangat juang yang tinggi
4. Penelitian-penelitian menghasilkan dukungan yang kurang tegas untuk tesis bahwa PDM
memang semestinya mengarah ke peningkatan kepuasan dan produktivitas, walaupun
bukti untuk hasil pendahulunya lebih kuat dibandingkan bukti selanjutnya.
5. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa efektivitas PDM tergantung pada banyak faktor
kontekstual
6. PDM adalah satu-satunya cara untuk memotivasi para pekerja

3
D. FAKTOR MODERAT DALAM HUBUNGAN ANTARA PENGANGGARAN
PARTISIFATIF DAN KINERJA
Pandangan bahwa relasi antara partisipasi dan kinerja terjadi dalam semua kondisi
dikenal sebagai suatu perspektif universal. Sebagaimana yang telah kita lihat, terdapat
beragam dukungan terhadap pandangan ini. Pandangan lain, bahwa relasi antara partisipasi
dan kinerja ditengahi oleh variabel organisasional, keterkaitan dengan tugas, struktural, sikap,
dan kepribadian, dikenal sebagai perspektif kontigensi. Perspektif kontigensi ini menjadi
faktor moderat untuk motivasi, gaya kepemimpinan, ketidakpastian tugas, ambiguitas peran,
struktur imbaland, disonansi kognitif, otoritarianisme, locus of control, dan Pelz effect.

E. MOTIVASI, PENGANGGARAN PARTISIPATIF, DAN KINERJA


Partisipasi budgeting telah lama diasumsikan dapat meningkatkan kinerja manajerial
dengan mempengaruhi motivasi secara positif. Motivasi disini menjadi variabel intervensi
antara penganggaran partisipatif dan kinerja manajerial.
Pertama, hubungan antara partisipasi dan kinerja belum tentu pada kondisi terbaik,
mengacu perlunya untuk meneliti dampak variabel moderat.
Kedua, banyak bukti pendukung atas hubungan antara penganggaran partisipatif dan
motivasi. Untuk mengukur motivasi, studi-studi yang ada berdasarkan pada: (1) model
ekspektansi Vroom, (2) rating subordinat perilaku budget-related para superior untuk menilai
motivasi mereka, dan (3) ketiga instrumen yang dikembangkan oleh Hackman & Lawler atau
Hackman & Porter.
Ketiga, baik literatur mengenai akuntansi maupun perilaku organisasional
memberikan bukti kuat akan hubungan positif antara motivasi dan kinerja.
Keempat, Browell & McInnes tidak menemukan hasil signifikan bahwa motivasi
menjadi variabel mediasi. Model ekspektansi yang dikembangkan oleh House kemudian
diperkenalkan dalam literatur akuntansi oleh Ronen & Livingstone digunakan untuk
mengukur motivasi, sebagaimana berikut ini:

Dimana:
M = Motivasi
IVa = Valensi intrinsik terkait dengan pencapaian tujuan kerja
IVb = Valensi intrinsik terkait dengan perilaku terarah ke tujuan

4
EVi = Valensi ektrinsik terkait dengan kontingen imbalan ekstrinsik ke-I pada
pencapaian tujuan kerja
Pi = Ekspektansi bahwa perilaku terarah ke tujuan akan menghasilkan pencapaian
tujuan kerja
P2i = Ekspektansi bahwa pencapaian tujuan kerja akan menghasilkan imbalan
ekstrinsik ke-i

Dalam studi Brownel dan McInnes, ekspektansi terkait positif terhadap penganggaran
partisipatif, sementara nilai intrinsik terkait negatif terhadap penganggaran partisipatif.

F. GAYA KEPEMIMPINAN, KINERJA ORGANISASIONAL, TEKANAN


PEKERJAAN, DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF
 Penelitian yang dilakukan untuk menguji hubungan antara gaya kepemimpinan
managerial dan ukuran efektivitas organisasional memiliki hasil yang  beragam. Hopwood
menyelidiki pengaruh ketiga gaya evaluasi yang menghasilkan perbedaan penggunaan data
yang mencolok: budget-constrained style, profit-conscious style, nonaccounting style. Ia
mengungkapkan bahwa satu dimensi signifikan dari penggunaan anggaran merupakan
kepentingan relatif yang melekat dengan anggaran dalam evaluasi kinerja manajerial.
Ditemukan hasil signifikan bahwa gaya kepemimpinan berkaitan erat dengan tekanan terkait
pekerjaan. Otley memperluas hipotesis dengan meliputi efektivitas operasional secara
keseluruhan. Ia menyatakan hipotesis sebagai berikut:
“ketika seorang manajer memiliki persepsi bahwa ia terutama dinilai berdasarkan
kemampuannya untuk memenuhi anggaran (ketimbang berdasarkan penggunaan informasi
anggaran yang lebih fleksibel), ia akan cenderung untuk
a. mengalami tekanan anggaran dan tekanan pekerjaan
b. berprasangka terhadap atasan/superiornya
c. menjadi jelas mengenai bagaimana kinerjanya dievaluasi
d. menganggap bahwa penilaiannya tidak adil. Responnya terhadap perasaan-perasaan
tersebut yakni ia akan cenderung untuk
e. membiaskan estimasi anggaran dengan membangun dalam “slack/kelonggaran”
sehingga anggaran menjadi lebih gampang untuk dipenuhi
f. memiliki pandangan jangka pendek mengenai pekerjaannya bahwa ukuran kinerjanya
bersifat jangka pendek

5
g. berkinerja buruk, khususnya pada aspek-aspek kinerja yang hanya menghasilkan
keuntungan jangka panjang”.
Otley menemukan hasil yang kontradiktif dengan penelitian Hopwood, dimana bahwa
tingkat kinerja superior berhubungan dengan suatu kepemimpinan yang berfokus pada
anggaran. Kemudian Brownell mempertegas hipotesis tersebut dengan temuannya bahwa
ketika pastisipasi anggaran tinggi (rendah), penekanan anggaran yang tinggi (rendah)
dikaitkan dengan kinerja manajerial.

G. KETIDAKPASTIAN TUGAS DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF


Galbraith, Tushman, dan Nadler berpendapat bahwa efektivitas pertisipasi dalam
pengambilan keputusan tergantung pada ketidakpastian tugas. Ketika lingkup tugas menjadi
semakin tidak pasti, semakin besar kebutuhan akan informasi dan kapasitas untuk memproses
informasi tersebut, sehingga perusahaan mengembangkan strategi untuk menanggulangi
kebutuhan pemrosesan informasi. Salah satunya yaitu membuat relasi lateral, yang ekuivalen
dengan melakukan pengambilan keputusan dimana informasi tersedia, ketimbang membawa
informasi ke hirarki atas.
Peneliti-peneliti yang menguji hubungan partisipasi dan pengambilan keputusan
dimediasi oleh ketidakpastian tugas yaitu Lawrence & Lorsch, Govindarajan yang
memperluas penelitian Lawrence & Lorsch, Hirst, dan Brownell & Hirst. Kesemuanya
menunjukkan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel
tersebut.

H. AMBIGUITAS PERANAN DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF


Ambiguitas peranan dipandang sebagai hilangnya kejelasan informasi terkait dengan
ekspektasi akan peranan, metode untuk memenuhi ekspektasi peranan, dan/atau konsekuensi
kinerja peranan. Ambiguitas peranan tidak memiliki pengaruh terhadap penganggaran
partisipatif, kepuasan kerja, kinerja, usaha, dan produktivitas. Kemudian Chenhall dan
Brownell meneliti hubungan penganggaran partisipatif dengan kepuasan kerja dan kinerja
dengan memasukkan ambiguitas peranan sebagai variabel intervensi. Mereka berhipotesis
bahwa hubungan antara penganggaran partisipatif dan kepuasan kerja atau kinerja
bawahan/subordinat dapat dijelaskan dengan efek tidak langsung (indirect effect), dimana
partisipasi mengurangi ambiguitas peranan sehingga meningkatkan kepuasan kerja dan
kinerja subordinat.

6
I. STRUKTUR IMBALAN DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF
Cherrington & Cherrington berpendapat bahwa anggaran tidak akan mempengaruhi
orang-orang, melainkan penegakan positif dan negatif dari konsekuensi dan kontingensi
imbalan yang terkait dengan anggaranlah yang berpengaruh. Mereka berpendapat bahwa
prinsip operant conditioning, sebagaimana dikemukakan oleh Skinner, dapat diterapkan pada
proses penganggaran untuk memprediksi perilaku pengendalian. Mereka memprediksi
bahwa:
 kinerja tugas merupakan suatu fungsi kontingensi imbalan, dimana kinerja tinggi
diharapkan dalam kondisi dimana penegakan yang pantas dilakukan pada kinerja tinggi
 ada hubungan langsung antara penegakan yang pantas dengan ukuran kepuasan.
Penemuan mereka membuktikan bahwa secara signifikan, imbalan menjadi variabel
intervensi yang kuat terhadap hubungan penganggaran partisipatif dan kinerja.

J. DISONASI KOGNITIF DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF


Disonansi kognitif diartikan sebagai “suatu pergerakan negatif yang terjadi kapanpun
seorang individu memegang dua kognisi (ide, keyakinan, pendapat) yang tidak konsisten
secara psikologis. Sebaliknya, kedua kognisi bersifat dominan bila, hanya dengan melihat
kedua kognisi ini saja, kebalikan dari satu kognisi terjadi dari kognisi yang satunya. Karena
keberadaan disonansi ini dianggap tidak menyenangkan, para individu berusaha untuk
menguranginya.
Individu-individu membuat pilihan diantara alternatif yang ada namun pada akhirnya
mereka mengalami disonansi sebagai hasil pilihan mereka sendiri. Foran dan Decoster
menyelidiki efek pada variabel dependen disonansi kognitif dan mode postdecisional
pengurangan disonansi dari variabel independen berikut: (1) jaringan komunikasi channeled
dan nonchanneled, (2) kepribadian otoritarianisme, dan (3) umpan balik mengenai standar
kinerja. Kesimpulannya sebagai berikut:
“Penemuan ini memberikan spekulasi tentang implikasi kebijakan bagi para akuntan.
Partisipasi dalam proses penentuan standar tidak cukup untuk menjamin komitmen para
pekerja terhadap standar kinerja. Para pekerja harus berpartisipasi dan kemudian diberikan
umpan balik mengenai pilihan mereka. Karena itu, berdasarkan studi ini, para akuntan harus
mempertimbangkan pengembangan standar kinerja sebagai proses bertahap meliputi
partisipasi, keterlibatan, pilihan bebas, dan umpan balik (yang disukai jika memungkinkan)
mengenai hasil perencanaan. Hanya saat itulah akan ada komitmen terhadap standar kinerja”

7
Tiller menguji sebuah model disonansi penganggaran partisipatif yang spesifik pada
tiga kondisi yaitu: upah rendah, anggaran tinggi, dan partisipasi. Hasil menunjukkan bahwa
ketika dalam konteks anggaran, masing-masing individu diberikan persepsi bahwa mereka
bebas dalam mengambil keputusan, dalam penetapan anggaran yang sulit untuk dipenuhi,
penganggaran partisipatif menghasilkan peningkatan komitmen untuk pencapaian imbalan
serta peningkatan kinerja, bahkan saat ketiadaan struktur imbalan kontingen-kinerja.
.
K. FAKTOR KEPERILAKUAN DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF
Pencarian variabel moderat dalam hubungan antara penganggaran partisipasif dan
ukuran kinerja manajerial meliputi beberapa variabel kepribadian sebagimana berikut:
Authoritarianism
Otoritarianisme telah diteliti sebagai suatu variabel moderat dari efektivitas partisipasi
dalam anggaran. Diketahui memiliki potensi untuk mempengaruhi perilaku kerja individu,
dengan pengaruh yang beragam, dimana beberapa bukti menunjukkan bahwa partisipasi
menjadi paling efektif pada otoritarian rendah, bukti lainnya menunjukkan bahwa partisipasi
tidak memiliki dampak sama sekali. Chenhall berhipotesis dan menegaskan bahwa efek
penganggaran partisipasif terhadap kepuasan subordinat/bawahan akan pekerjaan dan
anggaran yang mereka dapat, ditengahi oleh konfigurasi otoritarianisme antara
bawahan/subordinat dengan atasan/superior. Lebih spesifik lagi, autoritarianisme memilki
pengaruh signifikan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja.
Locus of Control
Diteliti sebagai variabel moderat atau “faktor kondisional” dalam hubungan antara
partisipasi anggaran dan kinerja. Locus of control menandakan distribusi individu-individu
menurut tingkatan dimana mereka menerima tanggung jawab personal akan apa yang terjadi
pada mereka.
Mengacu pada paham psikologi dasar dimana kinerja tugas adalah suatu fungsi
kongruen kepribadian/situasi, Brownell mengungkapkan potensi interaksi signifikan antara
partisipasi anggaran dan locus of control yang bisa mempengaruhi kinerja. Hasil eksperimen
laboratorium menunjukkan interaksi yang signifikan diantara partisipasi dan locus of control
yang mempengaruhi kinerja.
Pelz Effect
Para peneliti komunikasi antara atasan-bawahan telah mempelajari pengaruh gaya
kepemimpinan dan pengaruh keatas seorang atasan terhadap hubungannya dengan para

8
bawahan. Bukti penelitian, dikenal sebagai Pelz Effect/Efek Pelz, menunjukkan hubungan
positif antara pengaruh hierarki seorang atasan dan kepuasan bawahan akan kinerja atasan,
dilengkapi dengan bukti bahwa atasan juga menampilkan suatu gaya kepemimpinan yang
“suportif” dalam interaksinya dengan para pekerja. Sebagaimana dinyatakan Pelz: “Jika
atasan memiliki kekuatan pengaruh yang kecil, maka baik perilaku ringan tangannya maupun
perilaku mengekangnya akan mendatangkan pengaruh yang sangat konkret terhadap para
pekerja.”
Belkaoui mengajukan hipotesis bahwa bagi para bawahan yang merasa atasan mereka
suportif dan pengaruh hierarkinya tinggi, partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja bahawan dan kepuasan bawahan terhadap anggaran. Studi lain oleh Murray
juga menunjukkan bahwa penganggaran partisipatif mungkin berhasil dalam tugas manajerial
yang kompleks dimana bawahan diberikan umpan balik dan atasan berperilaku suportif dan
tenggang rasa.

L. Kesimpulan
Apa yang terungkap dalam literatur yang tercakup dalam bab ini adalah kebutuhan
akan sebuah investigasi variabel moderat tambahan yang bisa menengahi hubungan antara
penetapan tujuan pada umumnya, penganggaran partisipatif pada khususnya, serta kinerja
tugas. Perkembangan kerangka teoritis yang menggabungkan variabel-variabel moderat
sebagai rantai penghubung antara penetapan tujuan dan penganggaran partisipatif di satu sisi
dan kinerja di sisi lain, dapat menjadi langkah awal sebelum melakukan investigasi empiris.
Hasil praktis dari investigasi variabel moderat akan membantu para perancang program
penetapan tujuan dalam mengantisipasi dampak program mereka dan juga memberikan
peranan bagi variabel moderat dalam situasi dimana mereka diharapkan akan memiliki
pengaruh.

Anda mungkin juga menyukai