A. PENDAHULUAN
Telah dijelaskan dalam literatur bahwa baik akuntansi perilaku maupun psikologi,
telah berfokus pada dampak penetapan tujuan, atau penetapan standar, pada kinerja. Sebagai
tambahan, di satu sisi literatur akuntansi konvensional mengasumsikan bahwa partisipasi
dalam penetapan tujuan menjadi sebuah upaya untuk mempengaruhi motivasi, perilaku, dan
kinerja, di sisi lain literatur akuntansi perilaku telah meneliti dampak kinerja dan sikap
penganggaran partisipatif.
Sebuah studi oleh Chow meneliti hubungan antara keketatan standar pekerjaan, jenis
skema kompensasi, dan kinerja. Chow membangun model berdasarkan teori agensi untuk
menguji bahwa penetapan tujuan dan jenis skema kompensasi tidak hanya mempengaruhi
upaya para pekerja namun juga mempengaruhi pilihan mereka pada kontrak pekerjaan dan,
melalui kinerja ini. Hasil eksperimen mengindikasikan bahwa
Untuk subjek-subjek dengan perlakuan penunjukan terhadap tugas, keketatan standar
pekerjaan dan jenis skema kompensasi, menghasilkan dampak signifikan yaitu
independen namun tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan terhadap kinerja
Ketika diizinkan untuk memilih skema kompensasi (dalam suatu standar pekerjaan yang
ditunjuk), subjek-subjek memilih sendiri berdasarkan kecakapan/skill
Skema kompensasi yang dipilih sendiri oleh subjek berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.
1
1. Peneltian semacam ini memiliki potensi untuk menggambarkan situasid dimana
penetapan tujuan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini signifikan karena
penelitian dapat menyarankan kebutuhan untuk mengendalikan variabel moderat dalam
penelitian di masa yang akan datang yang menginvestigasi secara empiris baik pengaruh
langsung penetapan tujuan terhadap kinerja maupun bagaimana penetapan tujuan
bergabung dengan faktor-faktor lain (misalnya partisipasi) untuk mempengaruhi kinerja.
Dan Pengetahuan mengenai variabel moderat bisa mendatangkan implikasi yang praktis.
Misalnya para perancang program penetapan tujuan dapat memanfaatkan pengetahuan
semacam ini untuk mengantisipasi pengaruh program itu sendiri dan untuk
memperkenalkan intervensi penetapan tujuan dalam salah satu situasi dimana mereka
diharapkan untuk mendatangkan pengaruh positif tehadap kinerja.
2. Hirst berpendapat bahwa kesulitan dapat muncul dalam menjalankan aktivitas kognitif
yang memiliki ketidakpastian tugas yang tinggi. Hasilnya, Hirst mengemukakan sebuah
hipotesis ketidakpastian tugas sebagai suatu variabel moderat. Relasi antara penetapan
tujuan dan kinerja dihubungkan oleh hipotesis aktivitas yang sejalan dengan model
kinerja tugas yang dikemukakan oleh Locke et al. dan Porter, Lawler, dan Hackman.
Model ini meliputi:
Goal setting/penetapan tujuan, dalam konteks kesulitan dan kekhususan.
Sebuah kumpulan interpretasi aktivitas kognitif, pencarian strategi, dan pemilihan
strategi yang valid.
Intentions/maksud, dalam konteks arah, tingkat, dan durasi upaya
Action/tindakan, dalam konteks kinerja tugas
Ketidakpastian tugas merupakan kerangka teori yang dikembangkan oleh Hirst. Hirst
mengemukakan hipotesis bahwa:
H1 : Terdapat interaksi antara penetapan tujuan dan ketiakpastian tugas yang akan
mempengaruhi kinerja.
2
pendapat bahwa partisipasi anggaran menghasilkan kepuasan kerja, motivasi untuk
memenuhi anggaran dan kinerja yang lebih tinggi. Studi lain menemukan asosiasi yang
lemah ataupun asosiasi negatif antara partisipasi dan kinerja.
Disisi lain, partisipasi dalam pengambilan keputusan telah diartikan secara luas
sebagai “proses organisasional dimana para individu yang terlibat dalam, dan memiliki
pengaruh pada, keputusan yang berpengaruh langsung terhadap para individu tersebut”.
Browner mengulas partisipasi dalam pengambilan keputusan dan menemukan bukti pengaruh
positif moderator anteseden terhadap partisipasi, dan pengaruh positif partisipasi terhadap
outcomes/hasil yang dikondisikan oleh moderator konsekuensi.
Moderator anteseden meliputi:
1. Variabel kultural dari kebangsaan, sistem legislatif, ras, dan agama
2. Variabel organisasional dari stabilitas lingkungan, teknologi, ketidakpastian tugas,
dan struktur organisasional
Moderator konsekuensi meliputi:
1. Variabel interpersonal dari tekanan tugas, ukuran kelompok, kepuasan intrinsik tugas,
dan kesesuaian antara tugas dan individu
2. Variabel tingkat individual dari locus of control, otoritarianisme, poin referensi
eksternal, dan persepsi titik berat yang ditempatkan pada informasi akuntansi.
3
D. FAKTOR MODERAT DALAM HUBUNGAN ANTARA PENGANGGARAN
PARTISIFATIF DAN KINERJA
Pandangan bahwa relasi antara partisipasi dan kinerja terjadi dalam semua kondisi
dikenal sebagai suatu perspektif universal. Sebagaimana yang telah kita lihat, terdapat
beragam dukungan terhadap pandangan ini. Pandangan lain, bahwa relasi antara partisipasi
dan kinerja ditengahi oleh variabel organisasional, keterkaitan dengan tugas, struktural, sikap,
dan kepribadian, dikenal sebagai perspektif kontigensi. Perspektif kontigensi ini menjadi
faktor moderat untuk motivasi, gaya kepemimpinan, ketidakpastian tugas, ambiguitas peran,
struktur imbaland, disonansi kognitif, otoritarianisme, locus of control, dan Pelz effect.
Dimana:
M = Motivasi
IVa = Valensi intrinsik terkait dengan pencapaian tujuan kerja
IVb = Valensi intrinsik terkait dengan perilaku terarah ke tujuan
4
EVi = Valensi ektrinsik terkait dengan kontingen imbalan ekstrinsik ke-I pada
pencapaian tujuan kerja
Pi = Ekspektansi bahwa perilaku terarah ke tujuan akan menghasilkan pencapaian
tujuan kerja
P2i = Ekspektansi bahwa pencapaian tujuan kerja akan menghasilkan imbalan
ekstrinsik ke-i
Dalam studi Brownel dan McInnes, ekspektansi terkait positif terhadap penganggaran
partisipatif, sementara nilai intrinsik terkait negatif terhadap penganggaran partisipatif.
5
g. berkinerja buruk, khususnya pada aspek-aspek kinerja yang hanya menghasilkan
keuntungan jangka panjang”.
Otley menemukan hasil yang kontradiktif dengan penelitian Hopwood, dimana bahwa
tingkat kinerja superior berhubungan dengan suatu kepemimpinan yang berfokus pada
anggaran. Kemudian Brownell mempertegas hipotesis tersebut dengan temuannya bahwa
ketika pastisipasi anggaran tinggi (rendah), penekanan anggaran yang tinggi (rendah)
dikaitkan dengan kinerja manajerial.
6
I. STRUKTUR IMBALAN DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF
Cherrington & Cherrington berpendapat bahwa anggaran tidak akan mempengaruhi
orang-orang, melainkan penegakan positif dan negatif dari konsekuensi dan kontingensi
imbalan yang terkait dengan anggaranlah yang berpengaruh. Mereka berpendapat bahwa
prinsip operant conditioning, sebagaimana dikemukakan oleh Skinner, dapat diterapkan pada
proses penganggaran untuk memprediksi perilaku pengendalian. Mereka memprediksi
bahwa:
kinerja tugas merupakan suatu fungsi kontingensi imbalan, dimana kinerja tinggi
diharapkan dalam kondisi dimana penegakan yang pantas dilakukan pada kinerja tinggi
ada hubungan langsung antara penegakan yang pantas dengan ukuran kepuasan.
Penemuan mereka membuktikan bahwa secara signifikan, imbalan menjadi variabel
intervensi yang kuat terhadap hubungan penganggaran partisipatif dan kinerja.
7
Tiller menguji sebuah model disonansi penganggaran partisipatif yang spesifik pada
tiga kondisi yaitu: upah rendah, anggaran tinggi, dan partisipasi. Hasil menunjukkan bahwa
ketika dalam konteks anggaran, masing-masing individu diberikan persepsi bahwa mereka
bebas dalam mengambil keputusan, dalam penetapan anggaran yang sulit untuk dipenuhi,
penganggaran partisipatif menghasilkan peningkatan komitmen untuk pencapaian imbalan
serta peningkatan kinerja, bahkan saat ketiadaan struktur imbalan kontingen-kinerja.
.
K. FAKTOR KEPERILAKUAN DAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF
Pencarian variabel moderat dalam hubungan antara penganggaran partisipasif dan
ukuran kinerja manajerial meliputi beberapa variabel kepribadian sebagimana berikut:
Authoritarianism
Otoritarianisme telah diteliti sebagai suatu variabel moderat dari efektivitas partisipasi
dalam anggaran. Diketahui memiliki potensi untuk mempengaruhi perilaku kerja individu,
dengan pengaruh yang beragam, dimana beberapa bukti menunjukkan bahwa partisipasi
menjadi paling efektif pada otoritarian rendah, bukti lainnya menunjukkan bahwa partisipasi
tidak memiliki dampak sama sekali. Chenhall berhipotesis dan menegaskan bahwa efek
penganggaran partisipasif terhadap kepuasan subordinat/bawahan akan pekerjaan dan
anggaran yang mereka dapat, ditengahi oleh konfigurasi otoritarianisme antara
bawahan/subordinat dengan atasan/superior. Lebih spesifik lagi, autoritarianisme memilki
pengaruh signifikan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja.
Locus of Control
Diteliti sebagai variabel moderat atau “faktor kondisional” dalam hubungan antara
partisipasi anggaran dan kinerja. Locus of control menandakan distribusi individu-individu
menurut tingkatan dimana mereka menerima tanggung jawab personal akan apa yang terjadi
pada mereka.
Mengacu pada paham psikologi dasar dimana kinerja tugas adalah suatu fungsi
kongruen kepribadian/situasi, Brownell mengungkapkan potensi interaksi signifikan antara
partisipasi anggaran dan locus of control yang bisa mempengaruhi kinerja. Hasil eksperimen
laboratorium menunjukkan interaksi yang signifikan diantara partisipasi dan locus of control
yang mempengaruhi kinerja.
Pelz Effect
Para peneliti komunikasi antara atasan-bawahan telah mempelajari pengaruh gaya
kepemimpinan dan pengaruh keatas seorang atasan terhadap hubungannya dengan para
8
bawahan. Bukti penelitian, dikenal sebagai Pelz Effect/Efek Pelz, menunjukkan hubungan
positif antara pengaruh hierarki seorang atasan dan kepuasan bawahan akan kinerja atasan,
dilengkapi dengan bukti bahwa atasan juga menampilkan suatu gaya kepemimpinan yang
“suportif” dalam interaksinya dengan para pekerja. Sebagaimana dinyatakan Pelz: “Jika
atasan memiliki kekuatan pengaruh yang kecil, maka baik perilaku ringan tangannya maupun
perilaku mengekangnya akan mendatangkan pengaruh yang sangat konkret terhadap para
pekerja.”
Belkaoui mengajukan hipotesis bahwa bagi para bawahan yang merasa atasan mereka
suportif dan pengaruh hierarkinya tinggi, partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja bahawan dan kepuasan bawahan terhadap anggaran. Studi lain oleh Murray
juga menunjukkan bahwa penganggaran partisipatif mungkin berhasil dalam tugas manajerial
yang kompleks dimana bawahan diberikan umpan balik dan atasan berperilaku suportif dan
tenggang rasa.
L. Kesimpulan
Apa yang terungkap dalam literatur yang tercakup dalam bab ini adalah kebutuhan
akan sebuah investigasi variabel moderat tambahan yang bisa menengahi hubungan antara
penetapan tujuan pada umumnya, penganggaran partisipatif pada khususnya, serta kinerja
tugas. Perkembangan kerangka teoritis yang menggabungkan variabel-variabel moderat
sebagai rantai penghubung antara penetapan tujuan dan penganggaran partisipatif di satu sisi
dan kinerja di sisi lain, dapat menjadi langkah awal sebelum melakukan investigasi empiris.
Hasil praktis dari investigasi variabel moderat akan membantu para perancang program
penetapan tujuan dalam mengantisipasi dampak program mereka dan juga memberikan
peranan bagi variabel moderat dalam situasi dimana mereka diharapkan akan memiliki
pengaruh.