Anda di halaman 1dari 7

Balqis Nurul Nikmah

S1 Akuntansi A 2018
1706618017
Tugas Resume Jurnal
Mata Kuliah Perilaku Organisasi

Antecedents and Consequences of Performance Management Enactment by Front-Line


Managers. Evidence from Belgium

A. Latar Belakang Penelitian

Jurnal ini didasari atas adanya kesenjangan persepsi dari beberapa peneliti, dimana
ada yang mengungkapkan bahwa dengan adanya Performance Management (PM)
memberikan pengaruh dan berperan efektif terhadap sumber daya manusia, tetapi pada
penelitian lainnya juga ada yang menunjukkan bahwa cara praktik Performance Management
(PM) harus dihapuskan dengan alasan apabila praktik Performance Management (PM)
dilaksanakan akan membedakan antara praktik PM yang berhasil dan tidak berhasil. Artinya,
ketika diterapkan dan dipelihara secara tidak benar, praktik PM dapat menjadi beban
dibandingkan menjadi alat motivasi dan dapat menciptakan masalah hubungan karyawan
yang signifikan. efektivitas sistem PM sangat bergantung pada pemberlakuan yang tepat dari
sistem ini oleh FLM atau supervisor langsung. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui
faktor apa saja yang mempengaruhi Performance Management (PM) dapat menjadi beban
atau dapat menjadi praktik yang efektif untuk sumber daya manusia.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang
hubungan kinerja Performance Management (PM) untuk perusahaan, dengan mengeksplorasi
beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi cara pelaksanaan kegiatan Performance
Management (PM). Faktor-faktor ini mungkin menjelaskan beberapa temuan yang berbeda
mengenai hubungan kinerja Performance Management (PM) perusahaan. Selain itu, melalui
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang anteseden serta
konsekuensi dari pemberlakuan Performance Management (PM) oleh manajer lini depan.
Terdapat dua pertanyaan penelitian umum yang mendorong desain penelitian ini, antara lain:
1. Apa anteseden yang menyebabkan Front Line Managers (FLM) terlibat dalam
aktivitas PM? Lebih khusus lagi, sejauh mana budaya kinerja, dukungan SDM yang
dirasakan, dan karakteristik individu memengaruhi pemberlakuan PM oleh FLM? Apa
peran mediasi sikap FLM terhadap PM? Dan apa peran rentang kendali FLM dalam
hubungan ini?
2. Apa konsekuensi pemberlakuan PM oleh FLM? Lebih khusus, sejauh mana kepuasan
kerja dan keterlibatan karyawan dipengaruhi oleh pemberlakuan PM?

C. Kajian Literatur

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil dari teori sinyal, teori perilaku terencana dan
teori pertukaran sosial untuk menyelidiki baik anteseden maupun hasil dari berlakunya
aktivitas Performance Management (PM) manajemen lini depan. Teori pensinyalan terutama
digunakan untuk menyelidiki proses pensinyalan yang ditargetkan atau diprakarsai oleh pihak
eksternal (misalnya pelanggan, pelamar kerja, pesaing), tetapi juga dapat diterapkan pada
proses pensinyalan internal. Pentingnya komunikasi oleh manajemen puncak tentang praktik
SDM mengenai efektivitas implementasi SDM melalui empat praktik organisasi (yaitu
keterlibatan manajemen senior, komunikasi yang jelas tentang ekspektasi kinerja, pelatihan
penilai dan tujuan strategis vs taktis sistem PM) yang berfungsi sebagai sinyal yang
memfasilitasi efektivitas sistem PM. Memang, FLM mungkin juga tidak memberlakukan
kebijakan SDM yang diartikulasikan secara formal dari manajemen puncak, tetapi lebih
mencerminkan budaya informal organisasi. Budaya informal ini terkadang bahkan
mengesampingkan kebijakan SDM formal. Oleh karena itu kami mengusulkan bahwa budaya
kinerja organisasi (yaitu memiliki gaya berorientasi hasil, harapan kinerja tinggi, 'menang'
sebagai tema organisasi yang penting, dll.) memiliki fungsi sinyal penting, yang
menunjukkan bahwa terlibat dalam kegiatan PM diharapkan dari garis.

Teori Perilaku Terencana, mengusulkan niat perilaku menjadi penentu utama tindakan
seseorang. Niat ini dipandu oleh norma subjektif, kontrol perilaku yang dirasakan dan sikap
perilaku. yang terakhir adalah penilaian subjektif seseorang tentang kemungkinan bahwa
perilaku tersebut akan menghasilkan hasil tertentu. Teori pertukaran sosial sering diminta
untuk menjelaskan hubungan antara praktik SDM, di satu sisi, dan keterlibatan kerja.
D. Metode Penelitian

Peneliti dalam melakukan penelitian ini melakukan dua study. Study 1 menggunakan
data yang diambil dari survey skala besar secara online, sebanyak 721 responden yang
merupakan FLM. Sedangkan Study 2 menggunakan data yang diambil dari survey skala
besar secara online Terdapat 2 sample yang digunakan dalam penelitian ini yaitu FLM
sebanyak 731 sample, dan Employee sebanyak 425 sample.

Model penelitian yang digunakan adalah:


1. Harman’s single factor test on the data.
2. Exploratory factor analysis (EFA)
3. Confrmatory factor analysis (CFA)
4. Multi-group analysis using Structural Equation Modeling (SEM)

E. Hasil Penelitian

Hasil study 1 dari penelitian ini adalah sikap PM terbukti berhubungan positif dengan
semua aspek pemberlakuan PM (yaitu frekuensi percakapan formal, durasi percakapan
formal dan frekuensi percakapan informal). Secara keseluruhan, perbedaan yang dijelaskan
cukup kecil (berkisar dari 2% untuk frekuensi percakapan formal hingga 5% untuk sikap
PM). Hasil ini menunjukkan hubungan tidak langsung antara dukungan SDM yang dirasakan
dan IPT melalui sikap PM, sehingga memberikan dukungan parsial untuk Hipotesis 4b dan
4c. Hipotesis 4a tidak didukung. Dukungan SDM yang dirasakan, melalui hubungan dengan
sikap, berhubungan positif dengan pemberlakuan PM.

Hasil study 2 dari penelitian ini adalah peneliti menemukan hubungan yang signifikan
antara frekuensi percakapan formal dan kepuasan kerja, hasil keseluruhan menunjukkan
bahwa pemberlakuan PM informal menunjukkan lebih penting dalam menjelaskan hasil kerja
karyawan. Baik untuk kepuasan kerja dan keterlibatan, peneliti menemukan hubungan positif.
Dengan demikian, Hipotesis 6 dan Hipotesis 7 hanya didukung sebagian. Namun secara
keseluruhan, hubungan tersebut tidak terlalu kuat. Lebih jauh lagi, perhatian umum FLM
terhadap kesejahteraan karyawan terbukti jauh lebih kuat terkait dengan kepuasan kerja dan
keterlibatan karyawan daripada variabel pemberlakuan PM.

Peneliti menemukan bahwa pemberlakuan PM memiliki efek positif pada kepuasan


dan keterlibatan kerja karyawan. Karena tujuan akhir dari PM adalah untuk meningkatkan
kinerja karyawan, kesempatan yang menarik untuk studi masa depan dalam hal ini akan
menyelidiki hubungan antara pemberlakuan PM dan berbagai jenis kinerja.

F. Kesimpulan

Meskipun implementasi aktual dari praktik PM telah diidentifikasi sebagai upaya


penting, namun menantang dan keterlibatan FLM telah diidentifikasi sebagai elemen penting,
masih sedikit yang diketahui tentang pendorong pemberlakuan PM oleh manajemen lini.
Studi ini pun menunjukkan relevansi penyelidikan dukungan yang diberikan oleh
karakteristik pribadi HR dan FLM untuk menjelaskan pemberlakuan PM. Pada gilirannya,
pemberlakuan PM menunjukkan hubungan positif dengan hasil yang bermanfaat bagi
karyawan individu dan organisasi. Studi ini juga menyarankan pentingnya SPOC untuk
membuat PM efektif.

G. Jurnal Pendukung

Dalam dunia kerja ataupun dalam organisasi, manajemen kinerja berperan sebagai
satu langkah penting yang dapat diimplementasikan untuk meraih tujuan organisasi.
Manajemen Kinerja merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan karyawan agar
bisa mencapai kinerja yang optimal.(Suhardoyo, 2018) Setidaknya, ada beberapa alasan
utama mengapa manajemen kinerja sangat dibutuhkan keberadaannya antara lain untuk
meningkatkan skill karyawan, mengembangkan karir, meningkatkan kinerja karyawan serta
penghasilannya, sebagai bentuk apresiasi terhadap prestasi karyawan serta dalam rangka
meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktifitas karyawan.(Suhardoyo, 2018)
Manajemen kinerja sendiri memiliki beberapa fokus yang dapat dinilai, yaitu penilaian yang
berfokus pada proses individu karyawan, penilaian yang berfokus pada proses melakukan
pekerjaan, dan penilaian yang berfokus pada hasil atau output. (Rizal & Badaruddin, 2017)

Dari jurnal penelitian yang membahas pemberlakuan manajemen kinerja oleh manajer
lini depan. Dimana hasilnya menunjukkan peneliti menemukan hubungan yang signifikan
antara frekuensi percakapan formal dan kepuasan kerja, hasil keseluruhan menunjukkan
bahwa pemberlakuan PM informal menunjukkan lebih penting dalam menjelaskan hasil kerja
karyawan. Baik untuk kepuasan kerja dan keterlibatan, peneliti menemukan hubungan positif.
Oleh karena itu peran FLM sebagai pengarah yang menginstruksikan penetapan target kinerja
kepada karyawan akan membuat karyawan dapat bekerja dengan baik sesuai instruksi. Hal ini
menunjukkan semakin besar/ semakin matang proses penetapan target kinerja/perencanaan
kinerja akan memberikan pengaruh pada peningkatan produktivitas pegawai. (Anggraeni &
Cikusin, 2021)

Pada jurnal penelitian, peneliti menemukan bahwa pemberlakuan manajemen kinerja


memiliki efek positif pada kepuasan dan keterlibatan kerja karyawan. Sejalan dengan hal
tersebut dimana pada penelitian lain juga menyebutkan dalam membangun kinerja karyawan,
perusahaan akan memberi reward pada setiap karyawan jika mampu mencapai kinerja baik
dalam melakukan tugasnya. Sehingga diharapkan dengan reward tersebut dapat menjadi
motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. (Suhardoyo, 2018) Tentunya
dengan karyawan yang termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan kinerja yang baik
akan membawa dampak positif kepada perusahaan.

Dalam pembahasan Manajemen Kinerja seringkali dikaitkan dengan sumber daya


manusia. SDM sendiri merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan, tanpa
manusia maka sumber daya perusahaan tidak akan dapat mengahasilkan laba atau menambah
nilainya sendiri. Dari berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan SDM menempati posisi
strategis diantara sumber daya lainnya. Tanpa SDM, sumber daya yang lain tidak bisa
dimanfaatkan apalagi dikelola untuk menghasilkan suatu produk.(Ashary, 2016) Hal tersebut

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Koen Dewettinck & Wim Vroonen bahwa
dukungan SDM yang dirasakan melalui hubungan dengan sikap, berhubungan positif dengan
pemberlakuan Manajemen Kinerja. Sehingga pemberlakuan Manajemen Kinerja akan
semakin efektif jika didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Setelah karyawan berhasil termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik, tentu ia akan
semakin produktif. Dimana seorang karyawan dikatakan produktif jika dalam melakukan
pekerjaan mencapai standar pekerjaan yang telah ditetapkan perusahaan atau melampaui
target yang diberikan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Produktivitas kerja sendiri sering diartikan sebagai sikap yang senantiasa mempunyai
pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari pada metode kerja hari kemarin
dalam hasil yang dapat diraih esok hari harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil
yang diraih hari ini.(Fitriana & Lilianti, 2020) Produktivitas tersebut dapat dinilai melalui
Manajemen Kinerja. Seperti yang ditunjukkan pada hasil penelitian (Fitriana & Lilianti, 2020)
yang menyatakan bahwa Penetapan Target Kinerja, Pelaksanaan Kinerja, Penilaian Kinerja,
dan Evaluasi Kinerja (Manajemen Kinerja) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
produktivitas pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen kinerja merupakan informasi
utama yang diperhatikan oleh pimpinan dalam membuat keputusan.

Dalam penelitian disebutkan bahwa efektivitas sistem Manajemen Kinerja sangat


bergantung pada pemberlakuan yang tepat dari sistem ini oleh Front Line Managers atau
supervisor langsung. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah Front Line Managers atau
supervisor memerlukan pengelolaan yang efektif agar dapat menciptakan kompetensi bagi
perusahaan. Pengembangan dan aplikasi sistem kompensasi (rewards) yang bermakna
merupakan tantangan tersendiri bagi organisasi. Hal ini karena sistem kompensasi merupakan
poros beberapa aktivitas yang akan mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Akibat dari
ketidakpuasan dalam pembayaran yang dirasa kurang akan mengurangi kinerja dan loyalitas
karyawan, meningkatkan keluhan-keluhan, penyebab mogok kerja, dan mengarah pada
tidakan-tindakan fisik dan psikologis, seperti meningkatnya derajat ketidakhadiran dan
perputaran karyawan, yang pada gilirannya akan menurunkan kesehatan jiwa karyawan yang
semakin parah yang berujung pada penurunan produktivitas karyawan.

Penerapan manajemen kinerja yang baik akan mendorong peningkatan produktivitas


maupun kualitas yang berdampak pada berjalannya perusahaan dengan baik. Peningkatan
kinerja karyawan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan efisiensi dan produktivitas kerja
dapat dilaksanakan jika para karyawan memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi, kreatif
dan inovatif, terampil serta bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Pada
gilirannya, pemberlakuan Performance Management (PM) menunjukkan hubungan positif
dengan hasil yang bermanfaat bagi karyawan individu dan organisasi. Sehingga hal tersebut
juga mendukung opini penelitian yang mengungkapkan bahwa dengan manajemen kinerja
apabila diterapkan dengan benar maka akan membentuk motivasi para karyawan untuk
menunjukkan kinerja yang baik dalam bekerja di suatu perusahaan.
REFERENSI

Anggraeni, A. N., & Cikusin, Y. (2021). PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA


TERHADAP PRODUKTIVITAS PEGAWAI. In Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Administrasi
Negara (Vol. 5, Issue 1).

Ashary, L. (2016). PENGARUH PRAKTIK MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN PETERNAK AYAM POTONG PT.MITRA
GEMUK BERSAMA (MGB) DI KABUPATEN JEMBER.

Fitriana, & Lilianti, E. (2020). Pengaruh Pengawasan dan Penilaian Kinerja Terhadap
Produktivitas Kerja Pada PT. Remco Palembang. Jurnal Media Wahana Ekonomika, 17,
127–139.

Rizal, S., & Badaruddin. (2017). PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA DAN
PENGEMBANGAN KARIR TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. TELKOM
KANDATEL ACEH. Jurnal Manajemen Dan Akuntansi, 3(2).

Suhardoyo. (2018). Analisis Implementasi Model Manajemen Kinerja Karyawan Pada Industri
Manufacture Garment (Studi Kasus PT. Tae Young Indah). Jurnal Humaniora, 18(2).
https://doi.org/10.31294/jc.v18i2

Anda mungkin juga menyukai