Anda di halaman 1dari 3

Manajemen kinerja 

erat kaitannya dengan karier pegawai/karyawan. Jelaskan bagaimana


penerapan manajemen kinerja dan pengembangan karier ASN/PNS dewasa ini!

Salam ibu Prof yang saya hormati, mohon izin menambahkan diskusi sesi keenam ini.
Pada organisasi yang modern saat ini, pengelolaan kinerja merupakan pengungkit/leverage
dalam mempercepat karir individu. Kinerja ASN selama ini dianggap sebagai cerminan kualitas
penyelenggaraan birokrasi secara umum. Pengukuran kinerja instansi publik berguna untuk
menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program dan kegiatan yang dijalankan suatu
instansi pemerintah. Ada anekdot bahwa ASN sampai kantor absen lalu makan gaji buta
(magabut) alias tidak memiliki output yang jelas selama bekerja. Pernyataan ini tidak 100%
salah juga tidak 100% benar. Pemerintah melalui Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang
Manajemen ASN ingin merubah kebijakan terkait pengelolaan ASN secara komprehensif. Mulai
dari perencanaan sampai dengan purna tugas. Pertimbangan ini juga memandang bahwa
perkembangan teknologi sudah tidak dapat dibendung, oleh karena hal tersebut ASN harus
beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Saat ini sudah bukan lagi bussiness as usual
dengan merubah kebiasaan dari zona nyaman/comfort zone ke zona kompetisi/competitive
zone (Daniarsyah: 2017).
Manajemen kinerja sebagai tools/atau alat manajerial dalam mengevaluasi kinerja ASN perlu
dimaknai bahwa manajemen kinerja mendorong ASN untuk mencapai karir yang diinginkannya
sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi yang ditentukan organisasi. Salah satu tools/alat
manajemen kinerja guna mendorong karir ASN adalah dengan menerapkan sistem merit.
Sistem merit ini bertujuan untuk menjamin birokrasi pemerintah yang bersih, bebas KKN dan
terlepas dari intervensi politik (Rachmawanto: 2018). Lebih lanjut lagi menurut Woodard (2000:
12) dalam Rachmawanto, sistem merit merupakan penopang utama dalam tata Kelola
pemerintahan yang baik di lingkungan instansi pemerintah. Sistem merit diukur melalui prestasi
yang merupakan kinerja dari seorang ASN bukan dinilai dari faktor politik atau faktor
diskriminasi lainnya.
Prinsip pengukuran kinerja ini telah dituangkan dalam UU nomor 5 tahun 2014 pasal 51,
dimana dalam pengangkatan ASN mensejajarkan kompetensi, kualifikasi, prestasi kerja, adil
dan terbuka. Tujuan akhirnya dengan adanya sistem merit ini sebenarnya adalah untuk
menghasilkan ASN yang berkompeten, berkinerja baik, dan mampu memberikan pelayanan
yang prima kepada masyarakat. Lebih jauh lagi, hubungan antara kinerja dengan karir pegawai
sangat erat bila kita berbicara mengenai sistem merit, karena sistem ini mengakui kinerja
sebagai salah satu komponen pengembangan karir ASN. Daniarsyah (2017) menambahkan
bahwa sistem merit berpusat pada kinerja, apabila berkinerja baik maka diberikan reward
misalnya promosi dan apabila berkinerja kurang maka mendapatkan punishment. Pengelolaan
kinerja seperti ini sangat membantu manajer dalam pengambilan keputusan dan pertimbangan
baperjakat dalam penetuan mutasi dan promosi ASN.
Guna mengejawantahkan pengembangan karir PNS yang komprehensif, pemerintah melalui
Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 pengembangan karir PNS melakukan
implementasi sistem merit dan pengembangan karir PNS. Adapun pengembangan karir PNS
sendiri dapat dilakukan dengan mutasi, promosi, atau penugasan khusus. Lebih jauh lagi,
dalam PP itu sendiri disebutkan bahwa tahapan pengembangan karir mencakup perencanaan,
pengembangan, pola karir, dan kelompok rencana suksesi yang diperoleh dari manajemen
talenta (Sobandi: 2019). Mengapa menggunakan manajemen talenta? Menurut Sobandi,
karena manajemen talenta merupakan sistem yang mendukung pemenuhan jabatan-jabatan
karir yang diisi oleh orang-orang yang hebat dan berkinerja tinggi melebihi harapan organisasi.
Manajemen talenta tidak hanya dapat diterapkan dalam mutasi, promosi, maupun penugasan
khusus. Menurut Smilansky (2006:7) talent management merupakan sebuah tindakan inisiasi
organisasi yang terintegrasi menargetkan peningkatan dasar, ketersediaan dan penggunaan
yang fleksibel dari pegawai yang berpotensi dan berkinerja tinggi sehingga mampu
berkontribusi secara maksimal bagi organisasi. Semua tahapan proses talent management
harus diintegrasikan dengan proses pengelolaan SDM reguler yang dikelola oleh pengelola
SDM. Manajemen talenta didesain untuk menjamin bahwa pencapaian tujuan organisasi
menggunakan pegawai-pegawai yang memiliki posisi penting dan mampu memaksimalkan
kemampuannya. Manajemen talenta memastikan bahwa kinerja pegawai akan terus dipantau,
karena dalam tahapan manajemen talenta sendiri kinerja adalah faktor penentu dalam
pemilihan pegawai untuk dapat masuk kedalam kategori pegawai bertalenta. Pengukuran
kinerja pemerintah sendiri saat ini terhitung sudah cukup baik, misal melalui nilai
kinerja/Capaian Kinerja Pegawai (CKP) yang terstandar bagi seluruh PNS. Meskipun
kenyataannya dalam pengukuran kinerja ini pengisian capaiannya masih sebatas formalitas,
namun atasan langsung yang bertanggungjawab terhadap capaian kinerja bawahannya
memiliki beban moril, apalagi capaian ini dipergunakan untuk keperluan manajemen talenta.
Bagi PNS yang telah masuk dalam manajemen talenta/talent pool, berikutnya akan diberikan
diuji dan disaring Kembali melalui assessment yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
daya tahan (resilience) pegawai bertalenta mampu bertahan dan belajar, dari usaha ini terlihat
pegawai yang benar-benar memiliki kinerja yang tinggi. Pada akhirnya pegawai hanya dapat
memilih dua pilihan yaitu tetap berkarir maupun pindah/resign karena kinerjanya tidak
maksimal. Kinerja yang tidak maksimal ini dapat berdampak tidak hanya bagi pegawai tersebut
tapi dapat berdampak pada kinerja organisasi. Oleh karena itu perlunya organisasi untuk
melakukan pemetaan terhadap keterikatan pegawainya (engagement) sebelum melanjutkan
kea rah pengembangan karirnya.
Keterikatan pegawai memiliki hubungan dengan kinerja individu, mengutip hasil penelitian
Muliawan, dkk (2017), keterikatan pegawai (employee engagement) memiliki hubungan yang
positif dan mempengaruhi secara siginfikan terhadap kinerja pegawai. Pegawai yang memiliki
keterikatan dan berkinerja bagus cenderung untuk memilih jenjang karir yang bagus pada
organisasi itu. Lebih lanjut lagi Muliawan dkk, mengutip Blessingwhite (2011), terdapat 5 model
keterikatan pegawai terhadap unit kerjanya, yaitu:
1. The engagement (terikat), yang artinya pegawai ini puas bekerja dengan kinerja dan
kontribusi yang tinggi.
2. Almost engaged (hampir terikat), pegawai ini memiliki peran yang cukup signifikan,
namun belum memiliki tujuan ke depannya bersama unit kerja.
3. Honeymooner dan hamster, honeymooner merupakan tipe pegawai yang nyaman pada
unit kerja tetapi tipe ini memiliki sifat yang malas bekerja, intinya menerima apa adanya,
dengan kontribusi kinerja secukupnya. Sedangkan hamster merupakan pekerja keras
seperti hamster yang berlari dalam roda berjalan, tetapi kontribusinya kecil, pegawai ini
memiliki kinerja yang tinggi namun tidak berkontribusi banyak/penting terhadap
organisasi.
4. Crash and burner, pegawai pada tipe ini memiliki kinerja bagus, namun kecewa dan
tidak puas karena tidak diberikan apresiasi oleh organisasi.
5. The disengaged, tipe ini merupakan tipe yang paling rendah, pegawai seperti ini sudah
tidak puas juga tidak berkontribusi.
Berdasarkan uraian di atas, manajemen perlu untuk mengetahui dan memetakan kinerja
pegawai termasuk kepuasannya. Karena ketidakpuasan akan berdampak pada hasil kinerja
dan tentunya berdampak pada potensi turnover (mengundurkan diri) dari pegawai dimaksud
padahal disatu sisi pegawai dimaksud memiliki potensi dan kinerja yang luar biasa.
Setelah mengetahui peta pegawai dari sisi kepuasan dan kinerja, maka selanjutnya adalah
menentukan karir kedepan bagi pegawai bertalenta. Pegawai bertalenta untuk bekal karir di
tempat barunya, dapat dibekali dengan beberapa metode dan kesemua metode ini sebagai
informasi kinerja juga untuk manajemen dalam rangka evaluasi pengembangan karir. Metode
tersebut dapat berupa: on the job training, mentoring, coaching counseling, penugasan khusus,
job shadowing, dan juga rotasi. Dari berbagai macam metode ini, informasi capaian kinerja
dalam rangka pengembangan karir pegawai dapat diperoleh secara akurat dan menjaga
pegawai agar tetap retain (bertahan) dalam organisasi tersebut. Adakalanya pegawai yang
memiliki keinginan untuk berkarir, namun dalam pertengahan prosesnya, pegawai dimaksud
berniat untuk retain maupun desersi misalnya. Untuk itu pimpinan harus mampu berkomunikasi
dengan bawahan dan membangun hubungan emosional dengan staf/pegawainya dalam rangka
mendukung peningkatan kinerja dan pencapaian karir pegawai tersebut.

Pustaka:

 
PUSTAKA:

1. Daniarsyah, Dida. (2017). Penerapan Sistem Merit Dalam Rekrutmen Terbuka


Promosi Jabatan Pimpinan Tinggi ASN (Suatu Pemikiran Kritis Analisis). Civil
Service: Vol.11 (2), November 2017, 39-47.
2. Muliawan, Y; Perizade, B; & Cahyadi, A. (2017). Pengaruh Keterikatan Karyawan
(Employee Engagement) Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Badja Baru
Palembang. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis Dan Terapan: No. 2, Oktober 2017,
69-78.
3. Panggabean, M.S. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia. Modul 1-9,
penerbit Universitas Terbuka: Tangerang Selatan.
4. Rachmawanto, A. (2018). Dikotomi Sistem Merit Dan Politisasi Birokrasi Dalam
Pengangkatan Jabatan ASN. Civil Apparatus Policy Brief, BKN.
5. Smilansky, J. (2006). Developing Executive Talent: Best Practices From Global
Leaders. Chichester: John Wiley
6. Sobandi, B. (2019). Strategi Implementasi Manajemen Talenta Pada Birokrasi Di
Indonesia. Civil Service: Vol. 13(2), November 2019, 15-25.

Anda mungkin juga menyukai