Anda di halaman 1dari 5

THE PRACTICE OF SLACK : A REVIEW

A. PENDAHULUAN
Terdapat dua aspek penting dalam bab ini, pertama, mengenai organizational slack
dan kedua adalah budgetary slack. Menurut Belkaoui (1989), slack atau “senjangan” adalah
“kecenderungan dari organisasi atau individu untuk tidak mengoptimalkan sumber daya
yang tersedia dan kecenderungan untuk tidak melakukan efisiensi”. Organizational slack
secara mendasar mengacu pada kapasitas yang tidak digunakan, sedangkan budgetary slack
adalah “proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara sengaja dengan
menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatakan biaya yang dianggarkan”.

B. BUDGETARY SLACK
Pandangan keperilakuan dari perusahaan memandang pencapaian tujuan dan tujuan-
tujuan dari sub unit yang ada. Kesepakatan mengenai tujuan dan pencapaian sasaran dalam
kongruensi tujuan organisasional yang mendukung kelangsungan perusahaan pasti menjadi
tujuan bersama. Ada banyak variabel dan faktor dalam perusahaan yang menjadi penghalang
dalam tujuan penganggaran tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud bisa bersifat personalitas
maupun lingkungan organisasi.
Anggaran merupakan bagian penting dalam perusahaan atau organisasi sektor publik.
Anggaran secara umum sudah diketahui sebagai alat pengendalian. Penting dan urgen-nya
fungsi penganggaran sebagai perencana dan pengendalian perusahaan menjadikan
penganggaran sebagai area penting bagi keberhasilan perusahaan.
Anggaran diharapkan menjadi kerangka kerja untuk menentukan prestasi dan kinerja
karyawan, anggaran seperti yang dijelaskan terdahulu, merupakan suatu penentu tujuan atau
tujuan itu sendiri. Anggaran sektor publik, berupa APBD merupakan representasi dari tujuan
pemerintah daerah. Seringkali anggaran digunakan untuk menilai suatu kinerja manajemen,
sehingga dapat menimbulkan kemungkinan slack. Slack anggaran adalah perbedaan antara
anggaran yang dinyatakan dan estimasi anggaran terbaik secara jujur yang dapat
diprediksikan.
Anggaran secara luas telah menjadi fokus bagi aktivitas perencanaan dalam jangka
pendek dan menjadi dasar bagi sistem pengendalian manajemen. Anggaran keuangan adalah
ringkasan dari proyeksi laporan keuangan perusahaan satu tahun ke depan dalam bahasa
kuantitatif yang terukur. Anggaran mencerminkan tujuan dari perusahaan dan perencannaan
untuk mencapainya dengan sumber daya terbatas.
Aspek keprilakuan dari pengangaran mengacu pada perilaku manusia yang muncul
dari proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang didorong ketika manusia
mencoba untuk hidup dengan anggaran.
Anggaran dan proses penganggaran memiliki dampak langsung dan menentukan yang
mempengaruhi perilaku manusia. Anggaran menjelaskan kepada orang orang mengenai apa
yang diharapkan dari mereka, kapan, dimana dan beberapa hal tersebut harus sudah dilakukan
dan dioperasionalkan. Angggaran menetapkan limit terhadap apa yang dapat dibeli dan
beberapa banyak yang dapat di belanjakan. Anggaran membatasi tindakan diskresi
manajemen sekaligus mengukur kinerja mereka. Itulah yang menyebabkan anggaran berbasis
kinerja sangat popular.
Karyawan merasakan tekanan dari anggaran yang ketat, kegelisahaan dari laporan
kinerja yang buruk dan kegembiraan atau puas karena memenuhi anggaran dan efisiensi
pelaksanaan anggaran.
Era digitalisasi dan teknologi informasi telah menuntut adanya perubahan yang sangat
cepat dan menyebabkan adanya pergeseran mind set yang komplek di segala bidang. Untuk
itu perusahaan harus memiliki keunggulan yang kompetitif agar dapat memenangkan
persaingan. Dalam rangka memberikan layanan publik yang lebih perform kepada
masyarakat, maka karyawan dituntut dapat meningkatkan kinerjanya. Kinerja dan prestasi
karyawan akan ikut meningkat apabila mereka dilibatkan dalam penyusunan anggaran secara
aktif pada unit organisasi dimana mereka bekerja. Mereka dituntut ikut berpartisipasi supaya
anggaran menjadi lebih realistis. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kesadaran
karyawan akan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ini sudah normatif,
dengan melibatkan karyawan dalam proses penyusunan anggaran, hal ini akan menimbulkan
komitmen organisasional pada karyawan, bahwa anggaran yang ada merupakan tujuannnya.
Pada pemerintah daerah ada mekanisme yang disebut MUSRENBANG.
Anggaran juga merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah ditetapkan, anggaran
juga merupakan proses pengendalian manajemen.

C. KONSEKUENSI DISFUNGSIONAL
Menurut Gudono (1993), penyusunan anggaran dapat menimbulkan dampak
psikologis langsung pada karyawan. Tidak sedikit manajer departemen tertentu mengalami
keresahan, apabila realisasi dan anggaran mengalami perbedaan. Juga ada sebagian manajer
yang senang dan semakin termotiviasi dengan adanya anggaran.

1
Tidak sedikit pimpinan departemen yang sengaja menyusun target atau rencana yang
mudah dicapai, contoh:
 Misalnya Departemen A, yang seharusnya mampu mencapai target cost per unit sebesar
Rp. 1.000, namun ia mungkin akan merancang anggaran sebesar Rp. 1.200 per unit.
Sehingga seolah – olah telah terjadi suatu efisiensi cost sebesar Rp. 200 per unit,
meskipun sesungguhnya efisiensi itu hanya semu belaka.
 Contoh lain, Manajer pemasaran mungkin akan menyodorkan target harga jual sebesar
Rp. 4.000, meskipun sebetulnya ia mampu menjual dengan harga Rp. 5.000. Target yang
terlalu rendah ini akan menimbulkan budgetary slack / senjangan anggaran.

Secara teoritis bisa dikatakan: bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan
baik, akan dapat mendorong pelaksana anggaran melakukan senjangan anggaran. Senjangan
anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi informasi asismetris, karena informasi
asimetris mendorong bawahan / pelaksana anggaran membuat senjangan anggaran. Secara
teoritis, informasi asimetris dapat dikurangi dengan memperkuat monitoring dan
meningkatkan kualitas pengungkapan.

Dengan demikian, ada konsekuensi disfungsional dari proses penganggaran :


 Rasa Tidak Percaya
Dalam kenyataan anggaran dapat disesuaikan, tetapi akan menjadi suatu sumber tekanan
yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya. Orang merasa pesimis, apakah mampu
menjawab target yang dibebankan kepadanya.
 Resistensi
Anggaran bisa jadi menimbulkan penolakan, karena orang mempunyai status qua masing
– masing, terbiasa dengan cara – cara lama dan dirugikan secara pribadi. Resistensi
muncul karena adanya prerequisite yang tidak proporsional. Prerequisite yang dimaksud
disini adalah kenikmatan – kenikmatan yang diperoleh karena memangku jabatan. Kalau
anggarannya tiba – tiba dipotong, tentu saja akan menimbulkan keterkejutan.
 Konflik Internal
Konflik internal akan muncul saat anggaran sebagai pusat koordinasi tidak berjalan.
Masing – masing menjalankan ego sendiri – sendiri. Seharusnya anggaran berfungsi
sebagai alat koordinasi sehingga dapat memitigasi konflik internal. Namun kadang
kadang susah dilakukan, karena desentralisasi tanpa disertai dengan pemahaman

2
mengenai kongruensi tujuan yang jelas. Meskipun punya banyak segmen, organisasi atau
perusahaan tetap dianggap sebagai suatu entitas yang tunggal.

3
4

Anda mungkin juga menyukai