Anda di halaman 1dari 8

Nurul Fadhillah, 2206005475

KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI

Definisi Perilaku Individu dalam Organisasi


Perilaku kesehatan merupakan tindakan individu, kelompok, dan organisasi termasuk
perubahan sosial, pengembangan dan implementasi kebijakan, peningkatan keterampilan koping,
dan peningkatan kualitas hidup. Perilaku kesehatan juga didefinisikan sebagai atribut pribadi
seperti keyakinan, harapan, motif, nilai, persepsi, dan elemen kognitif lainnya, karakteristik
kepribadian, termasuk keadaan dan sifat afektif dan emosional, dan pola perilaku, tindakan, dan
kebiasaan terbuka yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan, pemulihan kesehatan, dan
peningkatan kesehatan.

 SIFAT ORGANISASI

Ada 3 hubungan dasar dalam hubungan formal :

1.      Tanggung jawab

Hal ini merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Barang kali bisa
diarahkan dengan terjadinya spesialisasi dalam bekerja.

2.      Wewenang  

Wewenang adalah hak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang dijalankan oleh
seseorang dan merupakan hak untuk meminta kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.

3.       Pertanggungjawaban

Apabila wewenang berasal dari pimpinan ke bawahan, maka pertanggung jawaban berasal dari
bawahan ke pimpinan. Pertanggung jawaban merupakan laporan hasil dari bawahan kepada yang
berwenang (atasan).

     Unsur-unsur organisasi terdiri dari :

1. Manusia (Human Faktor), artinya organisasi baru ada, jika ada unsur manusia yang
bekerjasama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2. Sasaran, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
3. Pekerjaan, menunjukkan bahwa organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan
dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
4. Teknologi, ini artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-unsur teknis.
5. Tempat kedudukan, organisasi itu ada jika ada tempat kedudukannya.
6. Struktur, organisasi tersebut baru ada jika ada hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7. Lingkungan (Enviromental External Sosial System), artinya organisasi baru ada jika ada
lingkungan yang saling mempengaruhi, misalnya ada sistem kerja sama sosial.

Sistem Organisasi

Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi


dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit
sekali kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan
bagaimana dikerjakan. Di organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah
tugas yang jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak
terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresi mereka terkait
dengan pekerjaan.

Kadar formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi. Pekerjaan-
pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.

Efektivitas Organisasi

Menurut Soekarno Kefektif adalah pencapaian tujuan atau hasil dikehendaki tanpa menghiraukan
faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, fikiran alat dan lain-alat yang telah dikeluarkan/ digunakan.
Hal ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau
tujuan yang dikehendaki. Jadi pengertian efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian tujuan
atau hasil yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara bersama-sama.

Pendekatan-Pendekatan Keefektifan Organisasi

1.   Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)

Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat
dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan yang berhasil
menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan. Namun demikian agar pencapaian tujuan
bisa menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga
harus diperhatikan. Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan
tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga, tujuan-
tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus ada consensus atau
kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.

2.   Pendekatan Sistem (system approach)

Pendekatan system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi terdiri


dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian ini mempunyai performa
yang buruk, maka akan timbul dampak yang negative terhadap performa keseluruhan system.
Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi
lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik dengan
para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang
mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil.

Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan
pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting. Keunggulan akhir
dari pendekatan system adalah kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat
samara atau tidak dapat diukur.

3.   Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies approach)

Pendekatan konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi diasumsikan


sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan bersaing untuk
mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan organisasi menjadi sebuah penilaian
tentang sejauh mana keberhasilan sebuah organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi
kritisnya yaitu pihak-pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk
kelangsungan hidupnya di masa depan.

Kekurangan dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi
strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar untuk
dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi
mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis,
para manajer mengurangi kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sangat
mengganggu sebuah kelompok yang kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah
organisasi secara nyata.

4.   Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (Competing-values approach)

Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang adanya
pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa berbagai macam
pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi. Pendekatan nilai-nilai bersaing
mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari setiap daftar criteria Efektifitas
Organisasi yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian
rupa sehingga menciptakan kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing
kumpulan tersebut lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.

 DETERMINAN-DETERMINAN KERJA INDIVIDU

Suatu Model Perilaku dan Prestasi Kerja


a. Perilaku individu

Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan
pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik
individu akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya.  Selain itu,
organisasi juga memiliki karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu.
Karakteristik organisasi, antara lain reward system dan pengendalian. Selanjutnya, karakteristik
individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu
dalam organisasi.

Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka ia membawa karakteristik individu ke
dalam organisasi, sehingga terjadilah interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik
organisasi. Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku
individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut.

b.  Dasar-Dasar Perilaku Individu

Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Sajian
berikut ini akan diarahkan pada empat variabel tingkat-individual, yaitu karakter biografis,
kemampuan, kepribadian, dan pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat variabel
tersebut.

1.      Karakteristik Biografis

Karakteristik biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari:

a. Usia

Ada keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan  makin tuanya usia
seseorang.

b. Jenis Kelamin

Perbedaan antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada  juga yang berpendapat
tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan  memecahkan
masalah , keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan
belajar.

c. Status Perkawinan

Perkawinan biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih berharga dan
penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga.
d. Masa Kerja

Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan
dengan rekan kerjanya yang lain.

e. Prestasi kerja

Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut
dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada
“prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal
dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan
menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.

Bernardin dan Russel memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut                 

“performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or


activity during a specified time period” (Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-
hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu
tertentu).

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang
diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan.

Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang bisa
dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Model perilaku dan
prestasi kerja individu dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh bebrapa faktor, faktor-faktor
tersebut dijelaskan dalam sub pokok bahasan berikutnya.

KELOMPOK DALAM ORGANISASI

 1.  Sifat Kelompok Kerja

Kelompok Kerja adalah kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan
mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan
Berbagi info, Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak

Tim Kerja adalah kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang
lebih besar daripada jumlah dari masukan-masukan individual. Tanggung Jawab individual dan
timbal balik, Keterampilan Saling melengkapi.

Karakteristik Kelompok Efektif.

a.      Kompetensi Teknis
b.      Kohesi
c.      Nilai dan Tujuan kelompok jelas
d.      Dukungan dari Anggota
e.      Kesetiakawanan
f.       Keterbukaan
g.      Pengambilan Keputusan
h.      Fleksibel
i.       Kreatif
j.       Kepemimpina yang jelas

2.   Kepaduan Kelompok

Festinger (dalam Shaw, 1979:197) mengatakan bahwa kepaduan kelompok merupakan “the
resultant of all the forces actingon the member to remain in ther group”. Artinya kepaduan
kelompk merupakan hasil akhri keseluruh kekuatan yang menyebabkan anggota tetap bertahan
dalam kelompok

3.      prestasi Kelompok

Prestasi kelompok merupakan output atau tujuan dari kelompok. Ada tiga unsur yang
mjenentukkan prestasi kelompok, yaitu : produktivitas (derajat perubahan harapan tentang nilai-
nilai yang dihasilkan oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan dari hambatan-
hambatan dalam kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan (tingkat kemampuan
kelompok untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisi yang penuh
tekanan (stress).

4.      Norma-norma Kelompok

Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan prilaku atau perbuatan
anggota kelompok. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat
bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia
termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk pada norma
kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan
normanya sendiri.

Dalm hal ini, individu dapat ikut membentuk norma kelompok bersangkutan, tetapi individu
dapat pula tinggal mengambil oper norma kelompok yang telah ada. Norma kelompok
merupakan norma yang relative tidak tetap. Ratinya, norma kelompok dapat berubah sesuai
dengan keadaan yang dihadapi oleh kelompok. Sesuai dengan perkembangan keadaan yang
dihadapi oleh kelompook, kemungkinan norma kelompok akan mengalami perubahan sehingga
norma kelompok yang dahulu berlaku kini sudah tidak berlaku. Misalnya saja dalam suatu
kelompok ada norma bahwa setiap anggota kelompok harus berambut panjang, namun karena
perkembangan keadaan norma dapat berubah bahawa setian anggota kelompok tidak perlu
berambut panjang, tetapi memakai sesuatu yang menjadi norma kelompok tersebut.

5.      Penolakan (deviance)
Penolakan adalah bagian dari perkembangan yang meliputi semua aspek kehidupan kita. Setelah
bekerja keras selama beberapa tahun terakhir dalam hal pengembangan kepribadian, saya telah
belajar bahwa tidak mungkin untuk menghindari penolakan jika kita benar-benar ingin
berkembang ke arah yang positif. Penolakan membantu kita untuk mengungkap kelemahan yang
tak terlihat, belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri, dan akhirnya tumbuh sebagai seorang
manusia. 

   Penerapan Khusus dalam Organisasi

Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling
menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :

a.       Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian


perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan
dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting
dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja
suatu organisasi.

b.      Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan
persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita
mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnay manager
memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian
untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.

c.       Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada  proses
perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif.
Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar (1994), Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga, PPT Bina Rupa Aksara.
Departemen Kesehatan RI (1999), Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia Sehat 2010, Jakarta.
James.AF Stoner (1982), Management , edisi kedua, Prentice/ Hall International, Inc.
Englewood Cliffs, New York
Masruroh, 2015. Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Saleha, dkk, 2009. organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan serta
kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Muchlas, M. 2005. Prilaku Organisasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Marnis. 2011. Pengantar Manajemen. Pekanbaru : PT Arjuna Riau Grafindo

Gitosudarno, Indriyo & Nyoman Sudita. 1997. Prilaku Keorganisasian, BPFE, Yogyakarta

Joseph A. Devito,1997, Komunikasi antar manusia (edisi kelima), Profesional Books, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai