Anda di halaman 1dari 12

COVER

1
PENDAHULUAN

Penelitian ini dilakukan untuk mendalami hubungan antara kepemimpinan


yang memberdayakan dan perilaku kewarganegaraan organisasi yang berorientasi
pada perubahan (OCB). Pada dasarnya, OCB mencakup perilaku sukarela karyawan
di luar tugas utama mereka yang dapat mendukung tujuan dan kesejahteraan
organisasi. Oleh karena itu, pemahaman tentang bagaimana kepemimpinan yang
memberdayakan dapat memengaruhi OCB berorientasi pada perubahan menjadi
penting dalam konteks perubahan yang konstan di dunia bisnis.

Alasan utama riset ini muncul sebagai respons terhadap kekurangan


pengetahuan dalam literatur mengenai hubungan spesifik antara kepemimpinan yang
memberdayakan dan OCB berorientasi pada perubahan. Meskipun telah ada
penelitian yang mengeksplorasi dampak positif kepemimpinan yang memberdayakan,
hubungannya dengan perilaku karyawan yang mendukung perubahan belum
sepenuhnya terungkap. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi
kesenjangan ini dan memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang bagaimana
kepemimpinan yang memberdayakan dapat memotivasi karyawan untuk bersikap
positif terhadap perubahan organisasional.

Pentingnya penelitian ini juga tercermin dalam perlunya mengidentifikasi


faktor-faktor yang dapat memperkuat atau meredakan dampak kepemimpinan yang
memberdayakan. Dengan merinci hubungan antara pemberdayaan kepemimpinan,
berkembang pada bekerja, otonomi, dan OCB berorientasi pada perubahan, kita dapat
memahami lebih baik mengenai variabel-variabel yang memediasi dan memoderasi
efek kepemimpinan terhadap perilaku karyawan.

Dengan menjelaskan latar belakang penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai,
dan relevansinya terhadap literatur yang ada, pendahuluan ini membentuk landasan
kuat untuk menggali lebih dalam hasil penelitian yang telah diungkapkan dalam jurnal
tersebut.

2
KONSEP TEORI

Penelitian ini menggunakan dua perspektif teoritis yang saling melengkapi:

1. Perspektif Pembagian Kekuasaan (Power-Sharing).


Definisi Kepemimpinan yang Memberdayakan: Dalam perspektif ini,
kepemimpinan yang memberdayakan didefinisikan sebagai serangkaian perilaku
kepemimpinan yang memberikan kekuasaan dan tanggung jawab kepada bawahan.
Dalam konteks ini, pemberdayaan kepemimpinan mencakup tindakan seperti
meningkatkan makna pekerjaan, memberikan otonomi dalam pengambilan keputusan,
mengekspresikan keyakinan pada kinerja karyawan, dan menghilangkan hambatan
dalam pekerjaan bawahan.
Referensi Teoritis: Kajian sebelumnya oleh Zhang dan Bartol (2010) dan Seibert et al.
(2011) menjadi dasar untuk integrasi dua perspektif, yaitu pembagian kekuasaan dan
peningkatan efikasi diri karyawan.

2. Perspektif Efikasi Diri (Self-Efficacy):


Definisi Kepemimpinan yang Memberdayakan: Dalam perspektif efikasi diri,
kepemimpinan yang memberdayakan didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang
bertujuan untuk menghilangkan perasaan tidak berdaya karyawan dan meningkatkan
motivasi intrinsik terkait tugas mereka.
Referensi Teoritis: Teori ini terkait dengan kajian sebelumnya oleh Ahearne et al.
(2005), yang menekankan pengalaman psikologis karyawan dalam konteks
kepemimpinan yang memberdayakan.

3. Model Sosial Tertanam (Socially Embedded Model):


Hubungan Empowering Leadership dan OCB Berorientasi pada Perubahan:
Penelitian ini mengusulkan bahwa model sosial tertanam, seperti yang dikembangkan
oleh Spreitzer et al. (2005), dapat menjadi mekanisme yang baik untuk menjelaskan
hubungan antara kepemimpinan yang memberdayakan dan OCB berorientasi pada
perubahan. Model ini menjelaskan bagaimana thriving at work, yang mencakup
pengalaman positif dan pertumbuhan individu dalam konteks pekerjaan, dapat
memediasi hubungan antara kepemimpinan yang memberdayakan dan OCB
berorientasi pada perubahan.

3
4. Orientasi Otonomi (Autonomy Orientation):
Pengaruh Orientasi Otonomi pada Hubungan: Teori ini mengemukakan bahwa
orientasi otonomi karyawan dapat memoderasi hubungan antara kepemimpinan yang
memberdayakan dan thriving at work. Dalam konteks ini, ketika orientasi otonomi
karyawan tinggi, hubungan positif antara keduanya diperkuat.
Dengan mengintegrasikan konsep-konsep ini, penelitian ini berusaha memberikan
pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana kepemimpinan yang
memberdayakan dapat merangsang OCB berorientasi pada perubahan, dan bagaimana
variabel-variabel seperti thriving at work dan orientasi otonomi dapat memediasi dan
memoderasi efek tersebut.

4
METODE

Penelitian ini menerapkan pendekatan kuantitatif untuk memahami hubungan


antara kepemimpinan yang memberdayakan, thriving at work, orientasi otonomi
karyawan, dan perilaku kewarganegaraan organisasi yang berorientasi pada
perubahan (OCB). Berikut adalah rinciannya:

1. Desain Penelitian:
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data
dari 203 karyawan dan 80 supervisor di sebuah perusahaan teknologi informasi.
Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan data pada satu titik
waktu untuk menganalisis hubungan antara variabel-variabel yang diukur.

2. Instrumen Pengumpulan Data:


Kepemimpinan yang Memberdayakan: Diukur menggunakan skala 12 item
yang dikembangkan oleh Ahearne et al. (2005). Dimensi-dimensinya meliputi
meningkatkan makna pekerjaan, memberikan otonomi dari kendala birokratis,
mengekspresikan keyakinan pada kinerja tinggi, dan memfasilitasi partisipasi dalam
pengambilan keputusan.
Thriving at Work: Dukungan untuk dimensi ini diambil dari Model Sosial
Tertanam Spreitzer et al. (2005). Ini mencakup dua aspek utama: recognition
(learning) dan vitality (vitality).
Orientasi Otonomi Karyawan: Mengukur sejauh mana karyawan mencari
otonomi dalam pekerjaan mereka. Ini mungkin menggunakan skala atau kuesioner
yang dikembangkan untuk tujuan ini.

3. Analisis Data:
 Korelasi dan Statistik Deskriptif: Melibatkan perhitungan rata-rata, deviasi
standar, dan korelasi antar variabel untuk memberikan gambaran umum tentang
hubungan di antara mereka.
 Analisis Regresi Hierarkis: Digunakan untuk menguji hubungan antara
kepemimpinan yang memberdayakan dan thriving at work, serta thriving at work
dan OCB berorientasi pada perubahan. Rumus regresi:

5
Y=β +β X +β X +ϵ
0 ​ 1
​ 1 ​ 2
​ 2 ​

di mana YY adalah variabel dependen, X1X1​ dan X2X2​ adalah variabel independen, β0β0​
adalah intercept, β1β1​ dan β2β2​ adalah koefisien regresi, dan ϵϵ adalah kesalahan residual.
 Analisis Mediasi: Menggunakan teknik mediasi dengan memasukkan thriving at
work sebagai variabel mediator dalam hubungan antara kepemimpinan yang
memberdayakan dan OCB berorientasi pada perubahan.
 Analisis Moderasi: Memeriksa efek moderasi orientasi otonomi karyawan
terhadap hubungan antara kepemimpinan yang memberdayakan dan thriving at
work serta OCB berorientasi pada perubahan. Analisis menggunakan teknik
regresi interaksi.

4. Konfirmatori Factor Analysis:
Digunakan untuk memastikan validitas diskriminan dari variabel-variabel
yang diukur. Memastikan bahwa konstruk yang diukur benar-benar mencerminkan
konsep yang diinginkan.

5. Uji Bootstrap:
Dapat digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi, mediasi, dan
interaksi, dan untuk menghasilkan interval kepercayaan.
Melalui aplikasi metode ini, penelitian ini berusaha tidak hanya untuk
menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang diukur, tetapi juga untuk
memahami proses dinamika psikologis dan perilaku di balik interaksi kepemimpinan
dan karyawan dalam konteks organisasi yang berubah.

6
HASIL

Penelitian ini menghasilkan temuan yang signifikan mengenai hubungan


antara kepemimpinan yang memberdayakan, thriving at work, orientasi otonomi
karyawan, dan perilaku kewarganegaraan organisasi yang berorientasi pada
perubahan (OCB). Berikut adalah hasil temuan secara rinci:

Hubungan Positif antara Kepemimpinan yang Memberdayakan dan Thriving


at Work: Temuan menunjukkan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan
memiliki hubungan positif dengan thriving at work. Artinya, praktik kepemimpinan
yang memberdayakan, seperti meningkatkan makna pekerjaan, memberikan otonomi,
dan mengekspresikan keyakinan pada kinerja karyawan, berkontribusi positif
terhadap pengalaman psikologis karyawan dalam lingkungan kerja.

Mediasi Thriving at Work dalam Hubungan antara Kepemimpinan yang


Memberdayakan dan OCB Berorientasi pada Perubahan: Temuan menunjukkan
bahwa thriving at work berperan sebagai mediator dalam hubungan antara
kepemimpinan yang memberdayakan dan OCB berorientasi pada perubahan. Dengan
kata lain, pengalaman positif karyawan dalam bekerja (thriving at work)
menghubungkan pengaruh positif kepemimpinan yang memberdayakan dengan
perilaku kewarganegaraan organisasi yang berorientasi pada perubahan.

Efek Moderasi dari Orientasi Otonomi Karyawan: Hasil penelitian


menunjukkan bahwa orientasi otonomi karyawan memoderasi hubungan antara
kepemimpinan yang memberdayakan dan thriving at work. Khususnya, ketika
karyawan memiliki tingkat orientasi otonomi yang tinggi, hubungan antara
kepemimpinan yang memberdayakan dan thriving at work menjadi lebih kuat.

Interaksi Antara Kepemimpinan yang Memberdayakan dan Orientasi Otonomi


Karyawan dalam Mempengaruhi OCB Berorientasi pada Perubahan: Terdapat
interaksi yang signifikan antara kepemimpinan yang memberdayakan dan orientasi
otonomi karyawan dalam memengaruhi OCB berorientasi pada perubahan. Hasilnya
menunjukkan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan lebih positif terkait dengan

7
OCB berorientasi pada perubahan ketika karyawan memiliki orientasi otonomi yang
tinggi.

Verifikasi Mediasi Moderasi:


Analisis lebih lanjut dengan menggunakan teknik mediasi-moderasi (mediate-
moderate) mengkonfirmasi bahwa thriving at work memediasi efek interaktif antara
kepemimpinan yang memberdayakan dan orientasi otonomi karyawan terhadap OCB
berorientasi pada perubahan.

Pentingnya Kepemimpinan yang Memberdayakan dalam Merangsang OCB


Berorientasi pada Perubahan: Keseluruhan, penelitian ini menekankan bahwa perilaku
kepemimpinan yang memberdayakan memiliki peran penting dalam merangsang
OCB berorientasi pada perubahan, dan bahwa pengalaman positif karyawan dalam
bekerja (thriving at work) menjadi saluran kunci dalam menyampaikan pengaruh ini.

Hasil temuan ini memberikan wawasan mendalam tentang dinamika kompleks


antara pemimpin, karyawan, dan lingkungan kerja dalam konteks organisasi yang
berorientasi pada perubahan. Implikasinya dapat digunakan untuk pengembangan
strategi kepemimpinan yang lebih efektif dan peningkatan kinerja organisasi melalui
pemberdayaan karyawan.

8
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

Kelebihan dari Riset:

1. Keterlibatan Organisasi Tunggal:


Kelebihan utama dari penelitian ini adalah keterlibatan dalam satu organisasi
tunggal. Hal ini dapat meningkatkan validitas internal, mengurangi efek variabel luar
yang tidak diketahui, dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan
antarvariabel dalam konteks organisasi tersebut.

2. Penggunaan Metode Statistik yang Kuat:


Riset ini menggunakan metode statistik seperti hierarchical regression dan
bootstrapping test. Penggunaan metode ini dapat meningkatkan keandalan dan
validitas analisis data, memberikan dukungan kuat terhadap temuan-temuan yang
dihasilkan.

3. Pemilihan Model Konseptual yang Relevan:


Konsep teoritis yang digunakan, yaitu model Spreitzer et al.'s (2005) socially
embedded model, merupakan kerangka kerja yang relevan untuk mengkaji hubungan
antara kepemimpinan yang memberdayakan, thriving at work, dan perilaku
kewarganegaraan organisasi yang berorientasi pada perubahan.

4. Pemahaman Mendalam tentang Hubungan Kepemimpinan dan Perilaku Karyawan:


Temuan mengenai hubungan antara kepemimpinan yang memberdayakan,
thriving at work, dan OCB berorientasi pada perubahan memberikan kontribusi
signifikan terhadap pemahaman tentang dinamika kepemimpinan dan perilaku
karyawan di konteks perubahan organisasi.

Kekurangan dari Riset:


1. Keterbatasan dalam Generalisasi:
Pengumpulan data dilakukan hanya dalam satu organisasi, sehingga hasil
temuan mungkin memiliki keterbatasan dalam generalisasi untuk konteks organisasi
lain atau di berbagai industri.

9
2. Pengukuran dengan Self-Report:
Data dalam penelitian ini sebagian besar diperoleh melalui self-report oleh
karyawan. Hal ini dapat menciptakan bias persepsi atau kesalahan memori yang
mempengaruhi validitas data.

3. Keterbatasan dalam Kontrol Variabel Eksternal:


Meskipun keterlibatan dalam satu organisasi dapat meningkatkan validitas
internal, tetapi juga menghadapi keterbatasan dalam kontrol terhadap variabel
eksternal. Variabel eksternal yang tidak diobservasi dapat memengaruhi validitas
eksternal hasil temuan.

4. Pertimbangan Budaya dan Kontekstual:


Penelitian ini dilakukan di sebuah perusahaan di China, dan hasilnya mungkin
terpengaruh oleh faktor budaya dan kontekstual tertentu yang spesifik untuk wilayah
tersebut, sehingga perlu hati-hati dalam menggeneralisasikan hasil ke konteks yang
berbeda.

5. Keterbatasan dalam Menangani Variabilitas Individu:


Meskipun penelitian memperhatikan orientasi otonomi karyawan, masih ada
kompleksitas dalam menangani variabilitas individu yang mungkin memengaruhi
respons terhadap kepemimpinan yang memberdayakan.

Penting untuk diingat bahwa kelebihan dan kekurangan ini tidak selalu
mereduksi nilai penelitian, tetapi menunjukkan area di mana penelitian ini dapat
diperkuat atau dikembangkan lebih lanjut.

10
RELEVANSI PENELITIAN

Relevansi penelitian tersebut dengan organisasi tempat kerja Anda di Bank BTN
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemahaman Lebih Lanjut tentang Kepemimpinan yang Memberdayakan:


Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana
kepemimpinan yang memberdayakan dapat memengaruhi perilaku karyawan,
terutama dalam konteks perubahan organisasi. Ini dapat membantu organisasi,
termasuk Bank BTN, memahami peran penting kepemimpinan dalam merangsang
perilaku positif yang berorientasi pada perubahan.

2. Implementasi Gaya Kepemimpinan yang Efektif:


Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan
positif terkait dengan perilaku karyawan yang berorientasi pada perubahan. Oleh
karena itu, Bank BTN dapat mempertimbangkan untuk mengimplementasikan atau
meningkatkan praktik kepemimpinan yang memberdayakan sebagai strategi untuk
mendorong karyawan terlibat dalam perilaku positif terkait perubahan.

3. Fokus pada Thriving at Work:


Penelitian menyoroti pentingnya "thriving at work" sebagai mediator antara
kepemimpinan yang memberdayakan dan perilaku karyawan. Organisasi, termasuk
Bank BTN, dapat mengakui pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang
mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan karyawan untuk merangsang perilaku
yang berorientasi pada perubahan.

4. Menyesuaikan dengan Konteks Industri Keuangan:


Meskipun penelitian dilakukan di industri teknologi informasi, konsep dan
temuan dalam penelitian ini dapat diadaptasi ke konteks industri keuangan seperti
Bank BTN. Bank sebagai organisasi yang terlibat dalam industri keuangan mungkin
menghadapi dinamika perubahan dan tantangan yang mirip dengan industri teknologi
informasi.

11
5. Peningkatan Produktivitas dan Kinerja:
Dengan memahami bagaimana kepemimpinan yang memberdayakan dapat
meningkatkan perilaku karyawan yang berorientasi pada perubahan, Bank BTN dapat
mengharapkan peningkatan produktivitas dan kinerja secara keseluruhan. Karyawan
yang terlibat dalam perubahan dengan sikap positif dapat memberikan kontribusi
lebih besar terhadap tujuan organisasi.

6. Adaptasi terhadap Perubahan dalam Industri Keuangan:


Industri keuangan sering kali mengalami perubahan regulasi, teknologi, dan
persaingan. Penelitian ini dapat membantu Bank BTN untuk lebih baik beradaptasi
dengan perubahan ini dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi kesiapan
karyawan terhadap perubahan.

Penting untuk menyesuaikan dan mengadaptasi temuan penelitian ke konteks


spesifik Bank BTN, mempertimbangkan dinamika dan karakteristik unik dari industri
keuangan dan lingkungan kerja di Bank tersebut.

12

Anda mungkin juga menyukai