Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

AKUNTANSI PERILAKU
“ASPEK KEPERILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

Bryan Taroreh 16061104306 Shintya Rotinsulu 16061104285


Anjelika Darius 16061104118 Glorya Tumonggor 16061104246
Veronica Tutu 16061104107 Caroline Sumangkut 16061104030
Yoshua Lalamentik 16061104059 Arifin Muksin 16061104001
Rizky Dainga 16061104175 Rendy Himber 16061104336
Megaputra Tasik 16061104033 Lifry Gimon 16061104139
Sammy Tuju 16061104174 Quintria Wancy 16061104126
Ebenheizer Koagouw 16061104087 Sarah Lengkong 16061104084
Tesalonika Tumewan 16061104261 Berry Nongkan 16061104108
Mitha Wewengkang 16061104292

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Akuntansi Keperilakuan tentang “Aspek Keperilakuan Pada Etika
Akuntan” ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan rekan-
rekan mahasiswa pada khususnya dan para pembaca umumnya tentang Aspek Keperilakuan
Pada Etika Akuntan di Indonesia.

Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyajian
makalah ini, untuk itu kami kelompok meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau
kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan
yang membangun dari pembaca demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Manado, 18 Maret 2019

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. DILEMA ETIKA
Akuntan didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan
karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses audit.
Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan
yang menyangkut independensi dan integritasnya dalam imbalan ekonomis yang mungkin
dijanjikan disisi lain. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor
berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis.

Penalaran Moral
Penalaran moral dan pengembangan memainkan peran kunci dalam seluruh area
profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilema berada pada konflik
nilai. Akuntan pajak misalnya, ketika memutuskan kebijakan mengenai metode akuntansi
yang akan dipilih, membutuhkan waktu untuk memutuskan antara metode yang
mencerminkan sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode yang paling sesuai
menggambarkan perusahaan.

B. MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS


Banyak sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang besaran riset
perilaku etis akuntan. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang pengambilan keputusan
etis dipinjam dari psikologi sosial.
1) Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan Etis
Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual untuk
mengukur tingkat moral reasoning individual, telah berkembang pendekatan tambahan yang
membahas komponen lain dari model riset. Misalnya, mereka menyebutnya skala etis
multidimensional (sem) sebagai ukuran kesadaran modal, yang merupakan komponen
pertama dari model rest dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen
lain.
Reidenach mengembangkan sem untuk fokus pada dinamika pengambilan keputusan
yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki. Delapan skala likert yang bipolar dibagi
kedalam tiga dimensi, yaitu keadilan moral, relativisme dan kontraktualisme, yang
dimasukkan dalam ukuran. Skenario etis degunakan dengan memasukkan deskripsi atas
situasi tunggal sepanjang 100 kata. Flory et al, menggunakan SEM untuk mengkaji respon etis
terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat terhadap empat skenario manajemen laba.
Tujuan utama dari studi tersubut adalah memvalidasi penggunaan SEM dalam konteks
akuntansi. Ketika tujuan ini dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas
antar subjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validasi eksternal.
Cohen kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap situasi
multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika Serikat dan lainnya
menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu utilitarianisme yang penting dalam
pengambilan keputusan etis. Sementara SEM dikritik sebagai gagal untuk memasukkan
kerangka kerja psikolog dalam proses ethical reasoning Flory merespon dengan menunjukkan
bagaimana ukuran ini secara teoritis berbeda dari karya pengembangan moral Kolhberg dan
Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat yang lebih baik untuk memahami proses
moral reasoning akuntan.
2) Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis
Noreen (1988), memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi etis dalam
konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia menyatakan aksi yang paling
menguntungkan. Terdapat model pengambilan keputusan etis lain yang dikembangkan secara
spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih memahami situasi dimana auditor
dianggap melanggar kode etik dan perilaku profesional AICPA, lampe dan finn membuat
model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses dengan lima elimen (pemahaman
keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain, penilaian lain, dan pengambilan keputusan
final) untuk dibandingkan dengan model yang berbasis kode etik dan perilaku profesional
AICPA. Dengan cara yang sama, finn dan lampe membuat model dari keputusan berkaitan
dengan penyampaian pengaduan auditor.
Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika akuntansi,
Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan bahwa riset saat ini
menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur penerimaan sosial, dan bukannya
perspektif etis yang sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang
menggunakan ukuran etis alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang etis, ini adalah
masalah ini atau itu.
Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat ini dengan
mencatat bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya) dan bukan fakta (apa ini).
Lebihlanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa individu yang
berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang berbeda yang didasarkan pada
konteks dan individu masing-masing.

C. RISET PERILAKU ETIS AKUNTAN


Bagian berikut mendefinisikan dan menjelaskan empat area riset akuntansi utama yang
menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan perilaku yang berhubungan, yaitu studi
pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas
budaya. Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi keahlian moral
reasonig siswa dalam program akuntansi.
Studi pengembangan etika berusaha meningkatkan poin kerier mereka. Studi penilaian
etika mengkaji hubungan antara ukurn moral reasoning dengan perilaku spesifik dalam
akuntansi, auditing, atau perpajakan. Terakhir, studi etika lintas budaya menyelidiki
perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan etika akuntan dari belahan
dunia yang berbeda.
a. Studi Pendidikan Etika
Studi pendidikan etika berusaha menentukan efek pendidikan terhadap keahlian moral
reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi. Sementara hasil dari banyak studi
umumnya telah menunjukkan bahwa pendidikan kampus secara positif berhubungan dengan
pengaruh tingkat moral reasoning individual, temuan dalam ranah akuntansi telah
menunjukkan bahwa akuntan pada umumnya tidak mengalami kemajuan pada tingkat
perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya.
M. Armstrong (1987)
Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan moral dan riset
perilaku dilakukan m. Armstrong (1987). Tingkat moral reasoning dari CPA dibandingkan
dengan yang sudah dan belum lulus. Hal yang mengejutkan, skor DIT rata-rata CPA secara
signifikan lebih rendah dari pada kedua kelompok tersebut. M.armstrong (1987)
menyimpulkan bahwa para CPA yang menjadi responden kelihatannya mencapai tingkat
kematangan moral orang dewasa pada umumnya.
Ponemon Dan Glazer (1990)
Poneman dan glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral reasoning
akuntan dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni untuk dua lembaga pendidikan
yang terletak di daerah timur amerika serikat. Lembaga yang pertama adalah suatu kampus
seni liberal swasta yang menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga yang kedua,
american assembly of colligiate school bisiness (AACSB) merupakan lembaga yang
terpandang dalam mengadakan program akuntansi.
St. Pierre, nelson dan gabbin (1990)
St pierre et al. Mengkaji hubungan tingkat moral reasoning . sampel yang terdiri atas
479 mahasiswa senior dari semua disiplin ilmu yang berbeda yang terdiri atas jurusan bisnis
dan non bisnis pada universitas ukuran menengah di bagian timur Amerika serikat diminta
untuk melengkapi DIT. Ukuran lain yang dikumpulkan berkaitan dengan sbjek adalah jurusan,
gender, dan paparan awal terhadap etika dalam kurikulum formal.
b. Studi Pengembangan Etika
Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap praktisi dan
mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada pengembangan moral
reasoning dalam profesi akuntansi. Beberapa studi misalnya menemukan bahwa posisi auditor
dalam perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat moral reasoning. Riset memberikan
bukti kuat mengenai eksistensi sosialitan etis. Individu yang dipromosikan mempunyai tingkat
ethical reasoning yang serupa dengan manajemen. Bukti ini mendukung keyakinan bahwa
promosi individual dapat ditekan oleh budaya etika perusahaan.
Ponemon (1990)
Ponemon menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam
perusahaan publik. Lima puluh sua praktisi CPA dari bermacam-macam posisi diperusahaan
publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi. Subjek mengisi
wawancara penilaian moral atau MJI dan paradigma auditing. Dilema auditing dikembangkan
dari studi kasus dari kehidupan nyata yang melibatkan kantor akuntan publik dan dua klien
audit besar.
Dilema tersebut digambarkan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu
krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing diskor secara serupa, sehingga
memungkinkan untuk membandingkan secara langsung skor tersebut. Hasilnya menunjukkan
bahawa subjek tidak berbeda secara signifikan antara kedua dilema.
c. Studi Keputusan Etis
Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam ukuran dan
perilaku terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut menelaah studi representatif yang
mengkaji:
- Isu independensi
- Pelanggaran lain kode etik dan perilaku profesional AICPA
- Pendeteksian atas penipuan dalam laporan keuangan dan komunikasinya
- Ketidakpatuhan pembayaran pajak
- 5. Perilaku disfungsional spesifik dalam profesi akuntansi.
d. Studi Etis Lintas Budaya
Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika difokuskan kepada
profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul diantara kelompok
profesi akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan antara profesi
akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok lain dapat memberikan pemahaman yang
berharga tentang penetapan standar organisasi internasional.

D. IMPLIKASI BAGI RISET MENDATANG


Satu masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam
menyelidiki dimensi etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah akan terus
memperluas atau menyatukan teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja pengambilan
keputusan etika empat komponen dari Rest.
Gaa misalnya, menekankan pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan
menyampaikan penempatan kerangka kerja teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi
akuntansi. Ia menyampaikan bahwa kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan atas
peranan akuntan dalam masyarakat dan tanggung jawab mereka terhadap bermacam-macam
pemangku kepentingan, serta keahlian moral akuntan.
Dengan cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor dan
akuntan mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari bermacam-
macam kelompok konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar pelayanan mereka,
kantor akuntan profesional di mana karyawan menjadi anggota akuntan, profesi akuntan itu
sendiri, dan publik umum (yang mengandalkan angka-angka dalam laporan keuangan).
Tanggung jawab beragam ini (dan sering kali bertentangan) menunjukkan bahwa
proses resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model pengambilan
keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian jika model Rest sahih untuk
menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik yang bertentangan dalam
menghubungkan keempat komponen tersebut harus disatukan.
Dengan demikian, riset medatang harus melanjutkan kemajuan di dua dimensi:
1. Melanjutkan integrasi model dan ukuran kognitif yang berbeda dalam model Rest
2. Mengembangkan sebuah model pengambilan keputusan etis kognitif yang khusus untuk
profesi akuntansi.
BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai