NPM : 21420150
BAB I PENDAHULUAN
Isu-isu etika dalam dunia bisnis dan profesi membuat perhatian masyarakat menjadi
meningkat, hal tersebut dikarenakan skandal-skandal perusahaan besar terjadi dan ini tentu
tidak terlepas dari rendahnya kualitas opini audit yang mengakibatkan salahnya
kode etik yang dilakukan oleh profesi akuntan adalah sengaja melakukan window dressing
terhadap laporan keuangan klien agar mendapat dana bank untuk ekspansi, contoh
fenomena pelanggaran kode etik lainnya adalah seorang auditor suatu perusahaan
dari klien.
Pelanggaran kode etik akuntan akhir-akhir ini di Indonesia adalah kasus BLBI pada
Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis
moneter 1998 di Indonesia, skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan
IMF dalam mengatasi masalah krisis namun audit BPK menyimpulkan telah terjadi indikasi
penyimpangan sebesar Rp 138 triliun terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank
tersebut. Selain kasus BLBI, adanya kasus pelanggaran kode etik lainnya adalah Bank
Century di tahun 2008 yang tentunya juga hal ini tidak terlepas dari rendahnya kualitas
memperkuat kedisiplinan, menjalin hubungan dengan lebih baik terhadap para klien ataupun
masyarakat luas tanpa harus melanggar kode etik profesinya (Bangun, 2004). Dengan adanya
krisis kepercayaan pada profesi akuntan, maka pendidikan mengenai etika harus dilakukan
secara lebih mendalam kepada mahasiswa akuntansi sebelum mereka memasuk dunia kerja.
Karakter seseorang yang profesional diwujudkan dalam sikap profesional dan tindakan etisnya
(Winarna dan Retnowati, 2004). Secara profesional, dalam menjalankan pekerjaannya, akuntan
harus konsisten menjaga reputasi profesi dan menghindari tindakan yang merendahkan martabat
profesinya (Widyasmono, 2012), termasuk menjaga etika dan sikap dari akuntan itu sendiri
Tujuan dari pendidikan akuntansi adalah untuk mengenalkan mahasiswa kepada nilai-
nilai dan standar-standar etik dalam profesi akuntan (Clikemen dan Henning, 2000). Mastracchio
(2005) juga mengatakan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum
akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk ke dunia profesi akuntansi. Elias (2010)
berpendapat bahwa mahasiswa akuntansi sekarang adalah para profesional di masa depan dan
dengan pendidikan etika yang baik diharapkan dapat menguntungkan profesinya dalam jangka
panjang. Karena begitu pentingnya etika dalam suatu profesi, membuat profesi akuntansi
memfokuskan perhatiannya pada persepsi etis para mahasiswa akuntansi sebagai titik awal
dalam meningkatkan persepsi terhadap profesi akuntansi, sehingga masih sangat dibutuhkan
Sikap etis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sifat seseorang terhadap
uang. Uang adalah aspek penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun uang tersebut
digunakan universal, arti dan pentingnya uang tidak diterima secara universal (Elias, 2010).
Karena pentingnya uang dan interpretasi yang berbeda, Tang (1992) memperkenalkan konsep
“love of money” untuk literatur psikologis yang merupakan ukuran perasaaan subjektif
seseorang tentang uang. Tang dan Chiu (2003) mengemukakan love of money sangat terkait
dengan konsep ketamakan, konsep love of money merupakan karakter seseorang yang memuja
atau mendewakan uang/materi lebih dari apapun tentu bagi seseorang yang memuja uang/materi
dia akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang/materi. Chen dan Tang (2006)
menemukan bahwa karyawan di Hong Kong dengan love of money yang tinggi bekerja dengan
kurang memuaskan dibandingkan rekan-rekan mereka dan hal tersebut dapat menyebabkan
perilaku yang tidak etis. Penelitian lainnya yaitu Elias (2010) serta Pradanti dan Prastiwi (2014)
menemukan bahwa tingkat love of money mahasiswa akuntansi berpengaruh signifikan terhadap
persepsi etis mahasiswa tersebut. Nkundabanyanga, et al (2011) yang meneliti sales personal
kosmetik di Uganda menemukan bahwa love of money dari sales personal berpengaruh terhadap
perilaku etisnya, namun Kamayanti dan Widyaningrum (2013) menemukan bahwa love of
Dari hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten peneliti menduga bahwa ada faktor
kontingensi yang memengaruhi hubungan antara love of money pada sikap etis. Murray (1990)
menjelaskan bahwa agar dapat merekonsiliasi hasil yang saling bertentangan diperlukan
pendekatan kontingensi untuk mengidenifikasi variabel lain yang bertindak sebagai pemoderasi
ataupun pemediasi dalam model riset. Penelitian ini menggunakan variabel manacika parisudha
sebagai variabel pemoderasi, karena konsep love of money yang berkaitan dengan ketamakan
atau keserakahan apabila didukung oleh manacika parisudha (berpikir yang baik/berpikir positif)
tentu akan memengaruhi sikap seseorang dalam berkata dan bertindak nantinya.
Manacika parisudha merupakan salah satu bagian dari tri kaya parisudha. Tri kaya
parisudha terdiri dari manacika parisudha (penyucian pikiran/berpikir yang baik), wacika
perbuatan/berbuat yang baik). Dalam tri kaya parisudha, manacika parisudha inilah yang harus
diprioritaskan, karena pada dasarnya semua hal bermula disini. Murda (2010) menjelaskan
bahwa dari pikiran yang suci akan lahirlah perkataan suci, dengan adanya pikiran dan perkataan
suci akan terwujudlah perbuatan suci. Sarasamusccaya sloka 80 menyebutkan bahwa “Mano hi
yang berarti Pikiran itu adalah sumbernya indriya, yang menggerakkan peruatan baik dan buruk,
Pustaka kekawin Ramayana Sargah 1.4 menyebutkan bahwa “Ragadi musuh mapara, ri
hati ya tong wanya Tan madoh ring awak” yang artinya hawa nafsu dan lain – lainnya adalah
musuh yang dekat. Di dalam hati tempatnya tidak jauh dari diri sendiri. Mereka yang kuat
mengendalikan pikirannya sehingga tidak mengumbar hawa nafsunya akan lebih mudah
mencapai cita – citanya. Demikian sebaliknya mereka yang kurang mampu mengendalikan hawa
nafsunya sulit akan mencapai cita – citanya sebab itu diperbudak, pikirannya terbelenggu hingga
lupa apa yang dilakukan. Salah satu contoh dari Manacika Parisudha adalah tidak mengingini
sesuatu yang tidak kekal, contohnya adalah harta termasuk uang. Sehingga ketika love of money
yang berada dalam diri seseorang tinggi namun ia masih mampu berpikir secara baik maka sikap
Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi apakah faktor love of money merupakan
faktor yang memengaruhi sikap etis seorang akuntan dengan memasukkan manacika parisudha
sebagai pemoderasi. Add value dalam penelitian ini adalah peneliti memasukkan unsur kearifan
lokal yaitu manacika parisudha (konsep berpikir yang baik) sebagai pemoderasi sehingga
penelitian ini menjadi relatif baru. Penelitian ini diharapkan akan sangat berguna untuk
Universitas Udayana terutama Jurusan Akuntansi dalam membentuk karakter lulusan akuntansi
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
3) Apakah manacika parisudha mampu memperlemah pengaruh love of money padasikap etis
mahasiswa akuntansi?
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh love of money pada sikap etis mahasiswa akuntansi
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian maka manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1) Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengonfirmasi atau merevitalisasi konsep love of
money pada sikap etis, apabila hipotesis dalam penelitian ini terbukti maka love of
money tidak linear terhadap sikap etis melainkan ada faktor kontingensi salah satunya
2) Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi dunia pendidikan
unsur-unsur manacika parisudha pada mata kuliah etika bisnis dan profesi pada PPAk
memiliki peran dalam memoderasi love of money pada sikap etis mahasiswa akuntansi.