Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kompetisi dan perubahan global, profesi


akuntan pada saat ini dan masa mendatang menghadapi tantangan yang semakin
berat. Sehingga dalam menjalankan aktivitasnya seorang akuntan dintutut untuk
selalu meningkatkan profesionalismenya.

Pengembangan dan kesadaran etika atau moral berperan dalam semua


area profesi akuntan (Indriantoro, 2002). Dalam melaksanakan profesinya,
seorang akuntan sangat dipengaruhi dengan etika profesi yang merupakan
karakteristik yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya (Winarna,
2003).

Dengan adanya etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-aturan


khusus yang harus ditaati oleh pihak yang menjalankan profesi tersebut. Etika
Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar
batas-batas tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas.
Etika tersebut akan memberi batasan-batasan mengenai apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari oleh suatu profesi.

Etika profesi menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadap suatu


profesi. Apabila etika suatu profesi dilanggar maka harus ada sangsi yang tegas
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh profesi tersebut. Jika tidak maka akan
mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi tersebut akan berkurang.
Sedangkan apabila suatu profesi dijalankan berdasarkan etika profesi yang ada
maka hasilnya tidak akan merugikan kepentingan umum dan akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap profesi tersebut.

Profesi akuntan sekarang ini dituntut untuk mampu bertindak secara


professional dan sesuai dengan etika. Hal tersebut karena profesi akuntan
mempunyai tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat baik terhadap
pekerjaannya, organisasinya, masyarakat dan dirinya sendiri. Dengan bertindak
sesuai dengan etika maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan
meningkat. Terlebih saat ini profesi akuntan diperlukan oleh perusahaan,
khususnya perusahaan yang akan masuk pasar modal. Hal ini disebabkan setiap
perusahaan yang hendak ikut serta dalam bursa efek wajib diaudit oleh akuntan
publik.

Untuk mendukung profesionalisme akuntan, Institut Akuntan Publik


Indonesia (IAPI) telah mengeluarkan suatu standar profesi yang memuat
seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional yaitu
“Kode Etik Profesi Akuntan Publik”. Dalam pendahuluan Kode Etik Profesi
Akuntan Publik ditekankan pentingnya prinsip etika bagi akuntan :

“Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip


dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini,
kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh
perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang
berlaku ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi tersebut,
seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam
perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang
berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar
dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini
(IAPI, 2008).”

Kode etik profesi akuntan publik merupakan panduan dan aturan bagi
seluruh anggota IAPI, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, ataupun
akuntan publik yang merangkap sebagai akuntan pendidik dalam pemenuhan
tanggung jawab profesionalnya. Alasan yang mendasari diperlukannya kode etik
sebagai standar perilaku profesional tertinggi pada profesi akuntan adalah
kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi
akuntan terlepas dari yang dilakukan perorangan. Kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas jasa profesional akuntan akan meningkat jika profesi akuntan
mewujudkan standar yang tinggi (Winarna, 2004). Menurut Machfoedz (1997)
ada tiga hal utama yang harus oleh dimiliki setiap anggota profesi dalam
mewujudkan profesianalisme yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan berkarakter.
Sedangkan profesi akuntan memiliki tujuan untuk memenuhi tanggung jawabnya
dengan standar profesionalisme yang tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi,
dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat empat hal yang harus dipenuhi yaitu : kredibilitas, profesionalisme,
kualitas jasa dan kepercayaan.

Namun demikian, kenyataannya dalam praktek sehari-hari masih banyak


terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik tersebut. Berbagai pelanggaran terjadi
baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia sendiri pelanggaran
Kode Etik sering dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan
pemerintah.

Di Indonesia situasi tersebut direspons dengan berbagai upaya untuk


meningkatkan integritas dan martabat akuntan publik antara lain dengan
peningkatan pelaksanaan Kode Etik, pendidikan berkelanjutan, peer review, dan
pengawasan pemerintah melalui Departemen Keuangan. Namun tetap ditemukan
beberapa pelanggaran etika yang terjadi baik yang dilakukan oleh akuntan publik,
akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Untuk kasus akuntan publik, terdapat
beberapa pelanggaran etika, diantaranya adalah pembekukan izin Akuntan Publik
(AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra
Winata dan Rekan selama dua tahun oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati, terhitung sejak 15 Maret 2007 berkaitan dengan pelaksanaan audit atas
Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004.
Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko
Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18
bulan karena dinilai telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan
audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh
Technology Tbk (MYOH). Pada November 2007, Depkeu juga melakukan
pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus
ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan
dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River
International Tbk (Great River) tahun 2003.
Masyarakat bertanya-tanya faktor apa sesungguhnya yang mendorong dan
menyabkan terjadinya pelanggaran tersebut, dimana melibatkan profesi akuntan
publik. Profesi akuntan publik di Indonesia masih rawan terhadap berbagai
praktik yang menyimoang dari kode etik dan standar akuntansi.

Tahun 2008 pelanggaran yang dilakukan akuntan publik mencapai 17


kasus dengan berbagai jenis pelanggaran mulai dari pelanggaran terhadap standar
auditing, SPAP, pelanggaran kode etik, mengaudit berturut-turut lebih dari 3 kali,
dan tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha dan keuangan KAP. Ketujuh
belas akuntan publik mendapat sanksi pembekuan izin usaha mulai 6 bulan hingga
24 bulan.

Tahun 2009 pelanggaran yag dilakukan oleh akuntan publik ada sebanyak
12 kasus, sedangkan pelanggaran yang terjadi di tahun 2010 mengalami
peningkatan yang cukup tinggi yaitu 35 kasus. (Pusat pembinaan Akuntansi dan
Jasa Penilai Sekretariat Jenderal-Kementrian Keuangan, dalam
http://www.ppajp.depkeu.go.id/index.php?option=com.content&task=iew&d156
&Itemid)

Pelanggaran-pelanggaran ini seharusnya tidak terjadi apabila setiap


akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan menerapkan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Pekerjaan
seseorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan
sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan
seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Penelitian mengenai etika
profesi akuntan ini dilakukan kepada mahasiswa akuntansi karena mereka adalah
calon akuntan yang seharusnya terlebih dulu dibekali pengetahuan mengenai etika
sehingga kelak bisa bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi.

Berdasarkan permasalahan yang ada tersebut maka penulis tertarik untuk


melakuka penelitian tentang persepsi terhadap kode etik profesi. Penulis
mengambil judul skripsi untuk penulisan ini, yaitu :
“Analisis Persepsi Mahasiswa Akuntansi S1 dan Mahasiswa Pendidikan
Profesi Akuntansi terhadap Penerapan Kode Etik Profesi Akuntan Publik”

1.2 Identifikasi Masalah

Kualitas audit reports sangat dipengaruhi oleh pemahaman akan kode etik
Akuntan Publik. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini masalah yang
diangkat adalah:

1. Bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi S1 terhadap kode etik profesi


akuntan publik.
2. Bagaimana persepsi mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap
kode etik profesi akuntan publik.
3. Apakah ada perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi S1 dan
mahasiswa pendidikan profesi akuntan publik.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai persepsi


mahasiswa akuntansi S1 terhadap kode etik profesi akuntan publik.
2. Untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai persepsi
mahasiswa pendidikan profesi akuntan terhadap kode etik profesi akuntan
publik.
3. Untuk mengetahui perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dan
mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap kode etik profesi
akuntan publik.
1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi akademisi :

Dapat membantu para akademisi untuk lebih memahami tingkat


sensitivitas mahasiswa akuntansi terhadap Etika Profesi Akuntan. Hasil
penelitian ini pun, setidaknya akan dapat menjadi indikator mengenai
bagaimana calon-calon akuntan tersebut akan berperilaku professional di
masa yang akan datang.

b. Bagi praktisi :

 Bagi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk mengetahui seberapa


jauh kode etik yang diterapkan telah melembaga dalam diri masing-
masing akuntan tersebut, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa
perilakunya dapat memberikan citra profesi yang mapan dan kemahiran
profesionalnya dalam memberikan jasa kepada masyarakat yang semakin
berarti, sehingga menghasilkan audit report yang berkualitas baik.

 Bagi pemakai jasa profesi, hasil penelitian ini dapat meningkatkan


kepercayaan mereka terhadap profesi akuntan sebagaimana layaknya yang
mereka harapkan.
 Memberikan masukan dalam mendiskusikan masalah kode etik akuntan
guna penyempurnaan serta pelaksanaannya bagi seluruh akuntan publik di
Indonesia.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi


memiliki kode etik sendiri. misalnya kode etik akuntan, dokter, guru, pustakawan
dan pengacara. Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan, karena
melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk
Institut Akuntan Publik Indonesia terdapat Kode Etik Profesi Akuntan Publik, bila
seorang akuntan dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa
oleh Majelis Kode Etik Profesi Akuntan Publik, bukan oleh pengadilan.

Menurut Bertens (2004:6) ada tiga pengertian pada etika, yaitu :

1. “Etika mempunyai arti: ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahklak).
2. Etika berari juga: kumpulan asas atau nilai moral.
Dimaksudkan dengan kumpulan asas atau nilai moral disini
adalah “kode etik”, yang disepakati diantara anggota suatu
kelompok atau organisasi.
3. Etika mempunyai arti: nilai mengenai benar dan salah yang
dianut golongan atau masyarakat.”

Dewan standar Akuntan Publik tahun 2007-2008 merumuskan pinsip-


prinsip kode etik akuntan publik secara umum yang berlaku efektif tanggal 1
Januari 2011, yaitu :

1. Prinsip Integritas.

2. Prinsip Objektivitas.

3. Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehatian-hatian


profesional.

4. Prinsip kerahasiaan.

5. Prinsip perilaku profesional.

Kode etik akuntan publik merupakan norma perilaku yang mengatur


hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya
dan profesi akuntan dengan masyarakat (Mulyadi, 2002). Kode etik akuntan
dikeluarkan oleh IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) merupakan organisasi
profesi akuntan di Indonesia yang bebas dan tidak terkait pada perkumpulan
apapun. IAPI merupakan bagian dari IAI yang didirikan di Jakarta 29 September
1957 dengan tugas antara lain (Sasongko, 1999) :

 Menetapkan standar kualitas.

 Mengembangkan dan menegakkan kode etik.


 Memelihara martabat dan kehormatan.

 Membina moral dan integritas yang tinggi.

 Menciptakan kepercayaan atas hasil kerja akuntan.

 Wadah untuk konsultasi, komunikasi, koordinasi serta usaha-usaha


bersama lain yang diperlukan.

Penegakan etika profesi harus dimulai melalui pemahaman dan


penghayatan dengan kesadaran penuh sedini mungkin, yaitu sejak bangku kuliah.
Apabila pemahaman akan Kode Etik Akuntan tersebut tidak dipersepsikan dengan
baik maka dalam melakukan praktek kerja di masyarakat akan mengurangi
kualitas audit report (Ludigdo, 1999).

Kode Etik digunakan dalam keanggotaan sebagai pedoman dan


peraturanbagi semua anggota tidak terkecuali akuntan publik untuk
melaksanakan tanggung jawab profesional mereka dan menyatakan prinsip dasar
dari perilaku etis dan profesional. Sedangkan untuk mahasiswa Pendidikan Profesi
Akuntansi, pemahaman terhadap kode etik sebaiknya dimulai sejak dini yaitu
semenjak di bangku kuliah sehingga Kode Etik Akuntan yang ada benar-benar
dipahami untuk dilaksanakan pada praktek kerja nantinya.

Pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah


tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang
mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap
informasi tentang lingkungan melalui panca indera. Jadi persepsi dapat diartikan
sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap informasi tentang lingkungannya
melalui panca inderanya (melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan
merasakan. Di dalam penelitian ini persepsi yang dimaksud adalah persepsi
mahasiswa dalam memahami prinsip-prinsip dalam kode etik akuntan publik.

Bagi profesi akuntan publik, persepsi profesi merupakan pemahaman


seorang Auditor terhadap apa yang digelutinya. Pemahaman ini berkaitan dengan
faktor kognitif masing-masing individu Auditor tersebut sehingga persepsi
Auditor satu dengan yang lain akan berbeda. Apabila seorang Auditor memiliki
persepsi atau pandangan positif terhadap profesinya, maka Auditor tersebut akan
memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi yang digelutinya dan
beranggapan bahwa profesinya merupakan profesi yang sangat penting bagi pihak
lain sehingga mereka akan melakukan apa yang harus dilakukan secara
proporsional. Sementara itu, apabila seorang Auditor memiliki persepsi negatif
terhadap profesinya maka Auditor tersebut akan beranggapan bahwa profesi yang
digelutinya harus menghasilkan bagi dirinya sendiri tanpa memikirkan
dampaknya bagi pihak lain apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan kode etik
yang berlaku.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menguji secara empiris tentang


persepsi etika. Berikut merupakan beberapa hasil penelitian terdahulu baik dari
dalam maupun luar negeri.

Penelitian yang dilakukan Stevens (1993) menyatakan bahwa :

“This paper reports the results of a pilot study of differences in ethical


evaluations between business faculty and students at a Southern university.
Data were collected from 137 business students (46 freshmen and 67
seniors) and 34 business faculty members. Significant differences were
found in 7 of the 30 situations between freshmen and faculty and four
situations between seniors and faculty. When the combined means for each
group were tested, there was no significant difference in the means at the
0.05 level of significance. A trend was revealed, however, in that the
majority of the time faculty members were the most ethically oriented
followed by seniors and then freshmen”.

Penelitian ini memberikan hasil atas perbandingan evaluasi etis dari staf pengajar
dan mahasiswa sekolah bisnis, data dikumpulkan dari 137 mahasiswa bisnis (46
mahasiswa baru dan 67 mahasiswa akhir) dan 34 anggota staf pengajar di
Southern University. Hasil analisis dengan t-test menunjukkan bahwa secara
keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan di antara kelompok, walaupun ada
kecenderungan staf pengajar lebih berorientasi etis dibanding mahasiswa baik
yang tingkat akhir maupun mahasiswa baru. Selain itu hasil dalam penelitian ini
juga menunjukkan adanya kecenderungan bahwa mahasiswa akhir lebih
berorientasi etis dibandingkan mahasiswa baru.
Penelitian oleh Desriani (1993) tentang persepsi akuntan publik terhadap
kode etik akuntan indonesia menyimpulkan bahwa terdapat persepsi yang
signifikan antar kelompok akuntan. Penelitian oleh Ludigdo (1999) mengenai
pengaruh jenis kelamin terhadap etika bisnis terdiri dari dua bagian, pertama,
mengenai persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis dan yang kedua
mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan di
antara persepsi akuntan dan Mahasiswa Akuntansi.

Sihwahjoeni dan Gudono (2000) yang meneliti mengenai persepsi dari


tujuh kelompok akuntan menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang
signifikan diantara tujuh kelompok akuntan. Dalam penelitiannya juga
mengungkapkan bahwa di antara kelompok profesi akuntan tersebut mempunyai
persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik.

Penelitian oleh Winarna (2003) mengenai persepsi akuntan pendidik,


akuntan publik, dan mahasiswa akuntansi terhadap kode etik akuntan indonesia
menyimpulkan bahwa untuk prinsip etika secara keseluruhan disimpulkan bahwa
antara akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi mempunyai
perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Kode Etik.

Adanya hasil penelitian yang belum konsisten tersebut mendorong peneliti


untuk menguji kembali persepsi mahasiswa akuntansi S1 dan mahasiswa
pendidikan profesi akuntansi sebagai calon akuntan Indonesia.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis menentukan


hipotesis sebagai berikut: “Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa
akuntansi S1 dan mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap
penerapan kode etik profesi akuntan publik”
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran

Instititusi
Pendidikan

Mahasiswa Mahasiswa
Akuntansi S1
PPAk

Persepsi Persepsi
Mahasiswa mahasiswa PPAK
akuntansi S1 terhadap kode etik
terhadap Kode Etik

Perbedaan Persepsi mahasiswa akuntansi S1


dan mahasiswa PPAk terhadap kode etik

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis


menggunakan metode komparatif, yaitu sejenis penelitian deskriptif yang ingin
mencari jawab secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-
faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Pendekatan survei adalah suatu prosedur penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan, menyusun, menganalisa, dan menginterpretasikan data sehingga
dapat memberikan gambaran keadaan yang terjadi secara nyata untuk kemudian
ditarik kesimpulan yang dapat dijadikan dasar untuk memberikan saran.
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi S1 dan mahasiswa
Pendidikan Profesi Akuntansi Universitas Widyatama dengan kriteria sampel
sebagai berikut :

1. Mahasiswa Akuntansi S1 yang telah menempuh mata kuliah Auditing


I (satu) dan Auditing II (dua).

2. Mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi yang telah menempuh mata


kuliah Etika Profesi.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian


Dalam penyusunan skripsi ini, penelitian dilakukan di Universitas
Widyatama. Adapun waktu penelitian dimulai pada tanggal 8 November 2011
sampai dengan selesai.

Anda mungkin juga menyukai