Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI KEPRILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 12

ROBERTUS SANDYAWAN 206602016


ANDIKA MUHAMAD USHAIMI 206602103

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI 66 KENDARI


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

segala rahmat-Nya makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa

kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah

berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca.

Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini dapat pembaca

praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa

bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 16 juli 2023

Penulis, Kelompok 12
DAFTAR ISI

AKUNTANSI KEPRILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN..........................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I.................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................4

1.1 Pendahuluan.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................4

BAB II...............................................................................................................................5

PEMBAHASAN................................................................................................................5

A.Dilema Akuntan.........................................................................................................5

B.Metode Pengambilan Keputusan Etis.........................................................................6

C.Riset Keprilakuan Etis Akuntansi...............................................................................8

BAB III............................................................................................................................18

PENUTUP.......................................................................................................................18

Kesimpulan..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Adanya pemahaman akan suatu kode etik tersebut maka seorang

akuntan dapat mengontrol dirinya untuk tetap berperilaku etis dan

profesionalisme dalam bekerja dan melayani masyarakat.

Terkait dengan kode etik telah menunjukkan bahwa locus of control dan

pemahaman akuntan terhadap kode etik berhubungan secara positif dan

signifikan dengan perilaku etis akuntan. Hal ini menunjukan bahwa seorang

akuntan yang telah memahami kode etik serta memiliki locus of control yang

baik dapat mempengaruhi perilaku etis seorang akuntan.

Dalam aturan kode etik IAPI yang telah ditetapkan terbagi ke dalam

prinsip-prinsip etika yang wajib ditaati setiap akuntan profesional dalam

melaksanakan perikatan audit yang meliputi integritas, objektivitas,

kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, serta perilaku

profesional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang perlu diperhatikan dalam aspek prilaku dalam etika akuntan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memperhatikan aspek prilaku dalam etika akuntan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dilema Akuntan
Akuntan didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus

dipertimbangkan karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang

melekat dalam proses audit. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika

auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan

integritasnya dalam imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan disisi lain.

Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor

berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis.

Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik terdapat ada pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap keputusan auditor, sehingga auditor dihadapkan kepada

pilihan keputusan antara yang etis dan tidak etis.

 Penalaran Moral
Penalaran moral dan pengembangan memainkan peran kunci dalam

seluruh area profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada

dilema berada pada konflik nilai. Akuntan pajak misalnya, ketika

memutuskan kebijakan mengenai metode akuntansi yang akan dipilih,

membutuhkan waktu untuk memutuskan antara metode yang mencerminkan

sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode yang paling sesuai

menggambarkan perusahaan.
B. Metode Pengambilan Keputusan Etis
Banyak sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang

besaran riset perilaku etis akuntan, misalnya saja kerangka kerja teoritis tentang

pengambilan keputusan etis dipinjam dari psikologis sosial, selalin itu model

tersebut telah dikembangkan dalam paradigma akuntansi.

 Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan


Etis
Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual

untuk mengukur tingkat moral reasoning individual, telah berkembang

pendekatan tambahan yang membahas komponen lain dari model riset.

Misalnya, mereka menyebutnya skala etis multidimensional (sem) sebagai

ukuran kesadaran modal, yang merupakan komponen pertama dari model

rest dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen lain.

Reidenach mengembangkan sem untuk fokus pada dinamika

pengambilan keputusan yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki.

Delapan skala likert yang bipolar dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu

keadilan moral, relativisme dan kontraktualisme, yang dimasukkan dalam

ukuran. Skenario etis degunakan dengan memasukkan deskripsi atas situasi

tunggal sepanjang 100 kata. Flory et al, menggunakan SEM untuk mengkaji

respon etis terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat terhadap

empat skenario manajemen laba. Tujuan utama dari studi tersubut adalah

memvalidasi penggunaan SEM dalam konteks akuntansi. Ketika tujuan ini

dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas antar

subjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validasi eksternal.


Cohen kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap

situasi multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika

Serikat dan lainnya menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu

utilitarianisme yang penting dalam pengambilan keputusan etis. Sementara

SEM dikritik sebagai gagal untuk memasukkan kerangka kerja psikolog

dalam proses ethical reasoning Flory merespon dengan menunjukkan

bagaimana ukuran ini secara teoritis berbeda dari karya pengembangan

moral Kolhberg dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat

yang lebih baik untuk memahami proses moral reasoning akuntan.

 Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis


Noreen (1988), memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi

etis dalam konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia

menyatakan aksi yang paling menguntungkan. Terdapat model pengambilan

keputusan etis lain yang dikembangkan secara spesifik untuk profesi

akuntansi. Misalnya, untuk lebih memahami situasi dimana auditor

dianggap melanggar kode etik dan perilaku profesional AICPA, lampe dan

finn membuat model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses

dengan lima elimen (pemahaman keuntungan, pengendalian dampak,

keputusan lain, penilaian lain, dan pengambilan keputusan final) untuk

dibandingkan dengan model yang berbasis kode etik dan perilaku

profesional AICPA. Dengan cara yang sama, finn dan lampe membuat

model dari keputusan berkaitan dengan penyampaian pengaduan auditor.

Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika

akuntansi, Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial,


menyatakan bahwa riset saat ini menekankan suatu perspektif yang hanya

mengukur penerimaan sosial, dan bukannya perspektif etis yang

sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang

menggunakan ukuran etis alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang

etis, ini adalah masalah ini atau itu.

Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat

ini dengan mencatat bahwa etika adalah masalah nilai dan bukan fakta.

Lebihlanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa

individu yang berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang

berbeda yang didasarkan pada konteks dan individu masing-masing.

C. Riset Keprilakuan Etis Akuntansi


Bagian berikut mendefinisikan dan menjelaskan empat area riset

akuntansi utama yang menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan

perilaku yang berhubungan, yaitu studi pendidikan etika, studi pengembangan

etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas budaya.

Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi

keahlian moral reasonig siswa dalam program akuntansi. Studi pengembangan

etika berusaha meningkatkan poin kerier mereka. Studi penilaian etika

mengkaji hubungan antara ukurn moral reasoning dengan perilaku spesifik

dalam akuntansi, auditing, atau perpajakan. Terakhir, studi etika lintas budaya

menyelidiki perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan

etika akuntan dari belahan dunia yang berbeda.


1. Studi Pendidikan Etika
Studi pendidikan etika berusaha menentukan efek pendidikan terhadap

keahlian moral reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi.

Sementara hasil dari banyak studi umumnya telah menunjukkan bahwa

pendidikan kampus secara positif berhubungan dengan pengaruh tingkat

moral reasoning individual, temuan dalam ranah akuntansi telah

menunjukkan bahwa akuntan pada umumnya tidak mengalami kemajuan

pada tingkat perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya.

 M. Armstrong (1987)

Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan

moral dan riset perilaku dilakukan m. Armstrong (1987). Tingkat

moral reasoning dari CPA dibandingkan dengan yang sudah dan belum

lulus. Hal yang mengejutkan, skor DIT rata-rata CPA secara signifikan

lebih rendah dari pada kedua kelompok tersebut. M.armstrong (1987)

menyimpulkan bahwa para CPA yang menjadi responden kelihatannya

mencapai tingkat kematangan moral orang dewasa pada umumnya.

 Ponemon Dan Glazer (1990)

Poneman dan glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral

reasoning akuntan dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni

untuk dua lembaga pendidikan yang terletak di daerah timur amerika

serikat. Lembaga yang pertama adalah suatu kampus seni liberal

swasta yang menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga yang

kedua, american assembly of colligiate school bisiness (AACSB)


merupakan lembaga yang terpandang dalam mengadakan program

akuntansi.

 St. Pierre, nelson dan gabbin (1990)

St pierre et al. Mengkaji hubungan tingkat moral reasoning . sampel

yang terdiri atas 479 mahasiswa senior dari semua disiplin ilmu yang

berbeda yang terdiri atas jurusan bisnis dan non bisnis pada

universitas ukuran menengah di bagian timur Amerika serikat diminta

untuk melengkapi DIT. Ukuran lain yang dikumpulkan berkaitan

dengan sbjek adalah jurusan, gender, dan paparan awal terhadap etika

dalam kurikulum formal.

2. Studi Pengembangan Etika


Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap

praktisi dan mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada

pengembangan moral reasoning dalam profesi akuntansi. Beberapa studi

misalnya menemukan bahwa posisi auditor dalam perusahaan berbanding

terbalik dengan 8 tingkat moral reasoning. Riset memberikan bukti kuat

mengenai eksistensi sosialitan etis. Individu yang dipromosikan mempunyai

tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen. Bukti ini

mendukung keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh budaya

etika perusahaan. Beberapa studi menemukan bahwa posisi auditor dalam

perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat moral reasoning.

 Penemon (1990)
Menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam

perusahaan publik. Lima puluh dua praktisi CPA dari beracam-

macam posisi di perusahaan publik di daerah timur laut Amerika

Serikat berpartisipasi dalam studi.

 Penemon (1992a)

Menyelidiki pengaruh dari sosialisasi kantor akuntan publik terhadap

tingkat ethical reasoning masing-masing CPA. Studi dari sosialisasi

perusahaan sebelumnya menunjukkan bahwa manajemen lebih bisa

mendorong individu yang mempunyai pandangan organisasi umum

yang sama.

 Shaub (1994)

Menyelidiki perbedaan antara sampel yang terdiri atas 207 auditor

dan sampel yang terdiri atas 91 mahasiswa akuntansi senior dengan 6

variabel demografis. Hasilnya menunjukkan bahwa usia dan

pendidikan tidak secara signifikan berhubungan dengan tingkat moral

reasoning kedua sampel.

 Sweeney (1995)

Memperluas garis riset dengan menyelidiki asosiasi antara faktor-

faktor demografis dan organisasional dengan tingkat moral

reasoningdari auditor.

 Jeffrey dan Weatherholt (1996)

Menyelidiki perbedaan pengembangan etika, komitmen

profesional, dan sikap terhadap aturan antara akuntanpada kantor


akuntan publik yang termasuk kategori 6 besar dan akuntan pada

perusahaan yang termasuk dalam fortune 500.

 Kite, Louwer, dan Randtke (1996)

Mengkaji perbedaan dalam tingkat moral reasoning antara auditor

lingkungan, auditor internal lain, dan akuntan publik dengan asumsi

bahwa auditor dengan tingkat moral reasoning yang lebih tinggi

kemungkinan akan memilih sendiri lingkungan penugasan audit.

3. Studi Keputusan Etika


Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-

macam ukuran serta: Isu independensi, Pelanggaran lain kode etik dan

perilaku profesional AICPA, Pendeteksian atas penipuan dalam laporan

keuangan dan komunikasinya, Ketidakpatuhan pembayaran pajak, dan

Perilaku disfungsional spesifik dalam profesi akuntansi.

a. Isu independensi

 Ponemo dan Gabhart (1990)

Mengkaji hubungan antara penilaian independensi auditor dengan

tingkat moral reasonin. Subjek menyelesaikan DIT dan studi kasus

yang melibatkan dilema auditor dalam hal independensi. Instrumen

studi kasus meminta subjek untuk membaca studi kasus hipotesis dan

menilai strategi independensi yang benar untuk diikuti didasarkan

pada lingkungan kasus.

 Windson dan Ashkanasy (1995)


Mengkaji bagaimana hubungan antara budaya organisasi,

pengembangan moral reasoning, dan kepercayaan dalam dunia

memengaruhi independensi auditor serta gaya pengambilan

keputusan.

 Schatzberg, Sevcik, dan Shapiro (1996)

Menguji validasi dari tiga kondisi ekonomi umum yang dianggap

penting terhadap kerusakan independensi. Hal ini menunjukkan

bahwa masing-masing kondisi tidak dianggap sebagai benar

kebutuhan, dan bahwa eksistemsi bersama dari ketiga kondisi tersebut

tidak dapat diinterpretasikan secara ketat untuk memprediksi

terjadinya kerusakan independensi.

 Shaub dan Lawrence (1996)

Menyelidiki latihan skeptisme profesional auditor sebagai sebuah alat

untuk menekan perilaku klien yang mementingkan dirinya sendiri.

Mereka mendefinisikan skeptisme sebagai fungsi dari

1. Disposisi etis,

2. Pegalaman, dan

3. Faktor-faktor situasional

b) Pelanggaran lain kode etik dan perilaku professional AICPA

 Lampe dan Finn (1992)

Guna semakin memahami situasi dimana auditor dianggap melanggar

kode etik dan perilaku profesional AICPA, Lampe dan Finn ini

membuat model atas proses keputusan etis auditor dengan


mengembangkan model lima elemen untuk membandingkan dengan

model berbasi kode etik dan perilaku profesional AICPA.

 Shaub, Finn, dan Munter (1993)

Mengkaji orientasi etika, komitmen, dan sensitivitas etika auditor

yangbekerja dikantor akuntan 6 besar. Subjek diminta untuk

menyelesaikan empat skala validasi yang mengukur komitmen

profesional, organisasi, idealisme. Dan relativisme.

 Dreike dan Moeckel (1995)

Menganalisis keputusan auditor senior berkaitan dengan situasi

dengan kemungkinan dimensi etika. Auditor diminta untuk

menunjukkan pola fakta yang terlibat dala isu etika dan kemudian

memeringkat urutan isu etis berdasarkan signifikansi.

c) Mendeteksi dan Mengomunikasikan Kecurangan

 Arnold dan Ponemon (1991)

Mengkaji persepsi auditor internal terhadap whistle-blowing dalam

konteks tingkat moral reasoning mereka. Tugas whistle-blowing

meliputi dua kondisi yang berhubungan dengan posisi orang yang

menemukan kecurangan dan sifat dari balas dendam.

 Finn dan Lampe (1992)

Berusaha membuat model dari keputusan whistle-blowing auditor.

Sebagai tambahan terhadap variabel situasi kontinjen dan individual

juga dimasukkan dalam model. DIT digunakan untuk mengukur

tingkat moral reasoning auditor, sementara konteks pekerjaan,


karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi digunakan sebagai

variabel situasi kontinjen.

 Ponemon (1993b)

Memperluas riset sebelumnya tetntang tingkat moral reasoning

auditor dengan menyelidiki pentingnya ethical reasoning sebagai

determinan penilaian auditor terhadap karakteristik etis dari

manajemen klien.

 Hooks, Kaplan, dan Schults (1994)

Menyelidiki satu kemungkinan kesempatan untuk mengurangi

penipuan dalam pengambilan keputusan. Makalah ini berusaha untuk

memfasilitasi riset guna mendesain sistem komunikasi andal yang

akann menghalangi penipuan, serta peranan auditor dalam sistem

tersebut.

 Bernadi (1994)

Meneliti hubungan antara athical reasoning dengan kemampuan

auditor untuk mendeteksi penipuan informasi dalam laporan

keuangan.

d) Ketidakpatuhan Pembayaran Pajak

 Ghosh dan Crain (1996)

Megidentifikasi faktor-faktor individual dan situasional yang

memengaruhi ketidak patuhan terhadap pajak.

 Hanno dan Violette (1996)


Menyelidiki pengaruh sosial dan moral yang mendasari pembayaran

pajak dalam usaha mengembangkan model integratif perilaku kepatuhan

pajak. Teori penalaran aksi digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan

menonjol yang berhubungan dengan keputusann kepatuhan pajak.

4. Studi Etis Lintas Budaya


Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan

etika difokuskan kepada profesi akuntansi di Amerika serikat.

Perbedaan budaya mungkin muncul diantara kelompok profesi

akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan

antara profesi akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok lain dapat

memberikan pemahaman yang berharga tentang penetapan standar

organisasi internasional. Beberapa studi etika lintas budaya yang berusaha

menyelidiki perbedaan budaya atau nasional dalam keahlian moral

reasoning dan keputusan etis akuntan.

 Ponemon dan Gabhart (1993), Etherington dan Schulting (1995)

Meliputi profesi auditing dari dua kantor akuntan besar dengan

praktik di Amerika Serikat dan Kanada menggunakan DIT dan

instrumen eksperimental lainnya. Sasaran utama dari studi ini adalah

menilai dampak dari perbedaan lintas negara terhadap keputusan etika

dari individu praktisi auditing.

 Schultz, Johnson, Morris, dan Dyrnes (1993)

Meliputi kecenderungan manajer perusahaan dan profesional untuk

melaporkan tindakan yang dapat dipertanyakan dalam konteks


internasional dan dosmetik. Tindakan yang dipertanyakan

didefinisikan sebagai tindakan yang melanggar standar keadilan,

kejujuran atau ekonomi.

 Cohen, Pant, dan Sharp (1995a)

Menyajikan pengujian empiris pada pernyataan Cohen bahwa

kantor akuntan publik multinasional seharusnya secara hati-hati

memperhatikan dampak keragaman budaya internasional terhadap

sensitivitas karyawan dan pengambilan keputusan.

 Cohen, Pant, dan Sharp (1995b)

Menyelidiki perbedaan pengambilan keputusan etika auditor dari

negara-negara yang berbeda. Auditor dari satu kantor akuntan publik

multi nasional dari Amerika Latin, Jepang, atau Amerika Serikat

berpartisipasi dalam studi ini.


BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Kode etik yang dimiliki seorang akuntan publik merupakan sebagai bentuk

pedoman dan aturan bagi seluruh anggota dalam pemenuhan tanggung jawab

profesionalnya dalam melakukan berbagai bentuk perikatan dan pekerjaan dalam

berprofesi. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip yang terkandung dalam

kode etik akunan publik tersebut yang meliputi integritas, objektivitas,

kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, serta perilaku profesional

dapat menjadikan para akuntan publik dapat dipercaya akan profesinya sebagai

akuntan publik oleh masyarakat. Implentasi dari Kode Etik yang sesuai akan

memperoleh kepercayaan dari masyarakat terkait jasa akuntan yang telah

diberikan. Dengan adanya pemahaman dan penerapan tentang kode etik akuntan

publik tersebut dapat membuat perilaku seorang akuntan publik menjadi etis.
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2017. Akuntansi Keperilakuan: Akuntansi


Multiparadigma Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat

Muria, R. M., & Alim, M. N. (2021). Perilaku Etis dan Kode Etik
Akuntan Profesional dalam

Akuntan Publik. Wacana Equiliberium (Jurnal Pemikiran Penelitian


Ekonomi), 9(01), 41-

52.

Anda mungkin juga menyukai