Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Ketika prinsip – prinsip atau peraturan terkandung dalam “Kode Etik” tidak
berlaku terhadap masalah yang dihadapi, maka para pembuat keputusan dapat berpedoman
pada prinsip – prinsip umum menuju keputusan etis yang dapat dipertahankan .
Skandal Enron, Arthur Andersen dan Worldcom menimbulkan kemarahan publik,
keruntuhan pasar modal dan Sarbanes Oxley Act 2002 yang membawa reformasi tata
kelola. Skandal perusahaan berikut melibatkan Adelphia, Tyco, Health South
meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong eksekutif perusahaan membuat
keputusan terbaik untuk mempertahankan profitabilitas dan kelangsungan hidup
perusahaan.
Perkembangan ini menjadi sangat penting bahwa para eksekutif dan direksi
perusahaan harus memperhatikan tata kelola perusahaan dan peranan mereka dalam
perusahaan. Akhirnya pendidikan etika dimasukkan dalam kebijakan, praktek dan
kurikulum mereka. Menurut Ethic Education Task Force AACSB, kurikulum sekolah
bisnis harus bisa menangani masalah – masalah etika termasuk tanggung jawab sosial
perusahaan, tata kelola dan etika budaya perusahaan dan pengambilan keputusan etis.
Pada tahun 2003 International Federation Of Accountants (IFAC) menyatakan
bahwa pendidikan etika dibutuhkan akuntan professional. International Education
Standards untuk Akuntan memberikan perincian nilai – nilai profesional, etika dan sikap
yang diperlukan akuntan professional untuk memahami dan melaksanakan tugas di bawah
(IFAC) Code Of Ethics for Professional Accountants.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah yang akan dibahas dalam bab ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan prinsip – prinsip umum Etika dan penerapan dalam
pembuatan keputusan etis?
2. Bagaimana mengembangkan kerangka keputusan menyeluruh yang praktis dan
komprehensif?
3. Bagaimana menyusun kerangka menyeluruh pembuatan keputusan etis?
2

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pengusaha atau akuntan menghadapi masalah etika dapat menggunakan
prinsip – prinsip, pendekatan dan kerangka kerja dalam membuat keputusan etika
praktis.
2. Pemenuhan tugas mata kuliah Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat dalam
Program Studi Pendidikan Profesi Akuntansi Universitas Diponegoro.
3

BAB 1I
PEMBAHASAN

Sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, maka
makalah ini menyajikan kerangka kerja praktis, komprehensif dan beraneka ragam untuk
pengambilan keputusan etis bagi pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk
meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
1. Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu – isu penting yang harus
dipertimbangkan serta pertanyaan atau tantangan yang harus diungkapkan.
2. Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke
dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis menilai etikalitas keputusan atau
tindakan yang dibuat dengan melihat 4 pertimbangan sebagai berikut :
1. Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya, yaitu
Konsekuensialisme
2. Hak dan kewajiban yang terkena dampak, yaitu Deontologi
3. Kesetaraan yang dilibatkan, yaitu Keadilan
4. Motivasi atau kebijakan yang diharapkan, yaitu Motivasi Pembuat Keputusan
Pada pertimbangan Konsekuensialisme, Deontologi dan Keadilan berfokus pada
dampak keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lain dikenal
Analisis Dampak Pemangku Kepentingan.Pertimbangan keempat yaitu Motivasi Pembuat
Keputusan dikenal sebagai Etika Kebajikan.Keempat pertimbangan tersebut di atas harus
diperiksa secara menyeluruh dan penerapan nilai – nilai etika yang tepat dalam keputusan
dan pelaksanaan sehingga keputusan / tindakan dapat dipertahankan secara etis.

2.1 Pendekatan Filosofis – Sebuah Ikhtisar


Terdapat tiga pendekatan filosofis untuk keputusan etis yaitu: Konsekuensialisme
(utilitarianisme), Deontolgi dan Etika Kebajikan, dimana masing – masing pendekatan
tersebut memberikan kontribusi berbeda dalam menghasilkan pendekatan berguna dan
dapat dipertahankan untuk pengambilan keputusan etis dalam bisnis atau kehidupan
pribadi.
4

2.1.1 Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi


Konsekuensialisme bertujuan memaksimalkan hasil akhir sebuah keputusan dan
kebenaran dari suatu perbuatan bergantung pada konsekuensinya. Pendekatan ini sangat
penting untuk keputusan etis dan menjadi bagian dari pendidikan sekolah bisnis
terakreditasi AACSB yaitu:
“Pendekatan Konsekuensialisme mengharuskan pelajar untuk menganalisis keputusan
dalam hal kerugian dan manfaatnya bagi pemangku kepentingan untuk mencapai sebuah
keputusan yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar “
Konsekuensialisme berpendapat bahwa perbuatan benar secara moral hanya dan jika
tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih. Dengan kata lain tindakan dan
sebuah keputusan akan menjadi etis bila konsekuensi positif lebih besar daripada
konsekuensi negative, dengan pembahasan sebagai berikut ;
 Konsekuensi mana harus dihitung;
 Bagaimana cara menghitungnya;
 Siapa saja yang pantas untuk disertakan dalam satuan pemangku kepentingan yang
harus dipertimbangkan.
Sebagai dasar pengembangan penilaian secara keseluruhan akan bagaimana
dilakukan adalah sebagai berikut :
 Berdasarkan hanya pada konsekuensi terbaik, bukan :
 Menghubungkan nilai hanya untuk hasil yang memuaskan.
 Pada semua hasil atau hanya bagiannya.
 Berdasarkan total jumlah bersih dibandingkan rata – rata bersih per orang.
 Berdasarkan dampaknya pada semua orang atau hanya bagian terpilih saja.
 Berdasarkan asumsi bahwa semua konsekuensi dianggap dapat memberikan dampak
sama atau bahkan beberapa lebih penting.
 Haruskah dampak dari tindakan terhadap pengambil keputusan atau agen terlibat
dipertimbangkan.
Utilitarianisme klasik terkait dengan utilitas secara keseluruhan mencakup
keseluruhan varian, hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam
konteks bisnis, professional atau organisasi. Konsekuensialisme mengacu pada sub bagian
dari varian yang didefinisikan untuk menghindari kesalahan pengukuran atau
permasalahan lain, dalam rangka membuat proses lebih relevan dengan tindakan,
5

keputusan atau konteks terlibat. Oleh karena focus Konsekuensialisme dan Utilitarianisme
berfokus pada hasil atau akhir dari suatu tindakan, teori – teori tersebut sering dianggap
sebagai Teleologis.

2.1.2 Deontologi
Deontologis berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau
tindakan, bukan konsekuensi dari tindakan. Menurut Teori Deontologi, suatu tindakan
dapat saja secara etika benar walaupun tidak menghasilkan selisih positif antara kebaikan
dan keburukan untuk pengambilan keputusan.
Etika Deontologi mengambil posisi bahwa kebenaran bergantung pada rasa hormat
yang ditunjukkan dalam tugas, hak dan keadilan dicerminkan dalam tugas – tugas tersebut,
berakibat :
“Suatu pendekatan Deontologis mengangkat isu – isu berkaitan dengan tugas, hak serta
pertimbangan keadilan dan mengajarkan para mahasiswa menggunakan standar moral ,
prinsip dan aturan sebagai panduan membuat keputusan etis terbaik”
Penalaran Deontologis berdasarkan pemikiran Kant, beragumen bahwa seseorang
yang rasional membuat keputusan tentang apa yang baik untuk dilakukan, akan
mempertimbangkan tindakan apa yang akan baik untuk dilakukan semua anggota
masyarakat. Tindakan itu akan meningkatkan kesejahteraan pengambil keputusan dan juga
masyarakat.
Kant mengembangkan 2 hukum untuk menilai tindakan beretika sebagai berikut:
1. Categorical Imperative
Hukum ini disebut Imperative karena harus ditaati dan Categorical karena tidak
bersyarat dan absolute. Terdapat 2 aspek dalam hukum ini sebagai berikut:
 Hukum mengandung kewajiban. Hukum Etika mengandung kewajiban etika.
Tindakan beretika adalah tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hukum etika.
 Suatu tindakan yang beretika dengan benar jika dan hanya jika tindakan tersebut
konsisten secara universal.
2. Practical Imperative dalam berhubungan dengan pihak lain. Setiap orang harus kita
perlakukan sama, sebagaimana kita memperlakukan diri sendiri.
Penggunaan pendekatan yang sama dapat menghasilkan rasa hormat terhadap hak
asasi manusia dan perlakuan adil bagi semua, yang akan tercapai bila para individu
bertindak dengan “ kepentingan pribadi yang terkendali “.Konsep dari perlakuan yang
6

setara dan tidak memihak, merupakan dasar pengembangan konsep keadilan distributive,
retributive dan kompensasi. John Rawls mengembangkan seperangkat prinsip – prinsip
keadilan yang melibatkan harapan untuk kebebasan pribadi yang sama , memaksimalkan
manfaat hingga keuntungan terkecil dan pemberian kesempatan yang adil. Pendekatan
John Rawls memanfaatkan konsep “ tabir ketidakpedulian” untuk mensimulasikan kondisi
ketidakpastian agar memungkinkan pengambil keputusan mengevalusi dampak dari
tindakan mereka pada diri sendiri.Para pembuat keputusan harus memutuskan tindakan
terbaik tanpa tahu apakah mereka akan menjadi orang yang diuntungkan atau dirugikan
dengan adanya keputusan tersebut.
Sayangnya Utilitarianisme dan Konsekuensialisme berfokus pada Utilitas dan bisa
mengakibatkan pada tindakan atau keputusan yang mengabaikan, meremehkan, atau
membatasi keadilan atau kejujuran suatu keputusan, dan rasa hormat terhadap tugas yang
diberikan dan hak – hak yang diharapkan oleh mereka yang terlibat.Namun
menggabungkan pendekatan Konsekuensialisme dan Deontologis khususnya perlakuan
setara akan membuat waspada terhadap situasi dimana keinginan yang oleh beberapa
pihak dianggap bermanfaat (atau akhir)akan menjadi pembenaran penggunaan tindakan
yang tidak etis untuk mencapai tujuan akhir.

2.1.3 Etika Kebajikan


Etika Kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan . Tanggung jawab khususnya kesalahan atau
layak dianggap salah baik moralitas dan hukum, memiliki dua dimensi yaitu : actus reus
( tindakan yang salah ) dan mens rea ( pikiran yang salah ).
Menurut AACSB “ Etika Kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral para
pelaku dan melihat pada moral masyarakat, seperti masyarakat professional, untuk
membantu mengidentifikasi isu – isu etis dan panduan tindakan etis”
Fokus Etika Kebajikan Modern adalah pada kebajikan karakter yang mengarah
pada kepentingan pribadi yang terkendali, yang tidak hanya berfokus pada pemenuhan
pelayanan pada diri sendiri. Kebajikan adalah karakter yang membuat orang tersebut
menjadi manusia bermoral dan harus ditanamkan sepanjang waktu sehingga mereka
menjadi tertanam / melekat dan menjadi referensi konsisten.
Terdapat beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan
EDM. Sebagai contoh Etika Kebajikan berkaitan proses pengambilan keputusan yang
7

menggabungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi ,penilaian dan beberapa klaim bahwa
hal ini tidak mengarah ke prinsip – prinsip EDM yang mudah digunakan.Kritik lain
relevan bahwa :
 Interpretasi kebajikan adalah hal sensitif terhadap budaya.
 Seperi juga penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar.
 Persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi
kepentingan pribadi.

2.2 Sniff Tests Dan Aturan Praktis Umum – Test Awal Etikalitas
Direktur, eksekutifan akuntan professional telah mengembangkan Tes dan Aturan
Praktis yang digunakan untuk menilai etikalitas keputusan tahap awal, sebagai berikut :
2.2.1 Sniff Tests
Merupakan hal wajar bagi manajer dan karyawan lain untuk diberi pertanyaan agar
memeriksa keputusan yang diajukan dengan cara pendahuluan yang cepat untuk melihat
apakah perlu dilakukan analisis etika tambahan menyeluruh. Test cepat seperti ini sering
disebut Sniff Test
 Sniff Tests untuk Pengambilan Keputusan Etis
Akankah saya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul di halaman depan
surat kabar nasional besok pagi ?
Akankah saya bangga dengan keputusan ini ?
Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini ?
Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dan kode etik perusahaan ?
Apakah hal ini terasa benar bagi saya ?
2.2.2 Aturan Praktis
Banyak eksekutif telah mengembangkan aturan praktis mereka sendiri untuk
memutuskan apakah suatu tindakan etis atau tidak. Sebagai contoh Carrol mengidentifikasi
enam aturan pertama sebagai aturan penting menurut manajer yang melakukan praktek.
Aturan Praktis untuk Pengambilan Keputusan Etis:
1. Golden Rule
Perlakukan orang lain seperti anda ingin diperlakukan.
2. Peraturan pengungkapan
8

Jika anda merasa nyaman dengan tindakan atau keputusan setelah bertanya pada diri
sendiri, apakah anda akan keberatan jika semua rekan, teman, dan keluarga anda
menyadari hal itu, maka anda harus bertindak / memutuskan.
3. Etika Intuisi
Lakukan apa yang “firasat anda” katakan untuk dilakukan.
4. Imperatif Kategoris
Jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan, kecuali prinsip-prinsip tersebut dapat,
diadopsi oleh orang lain.
5. Etika Profesi
Lakukan hanya apa yang bisa anda jelaskan di depan komite dari rekan – rekan
profesional anda.
6. Prinsip Utilitarian
Lakukan yang terbaik untuk jumlah terbesar.
7. Prinsip Kebajikan
8. Lakukan apa yang menunjukkan kebajikan yang diharap
Sayangnya walaupun Sniff Tests dan Aturan Praktis ini didasarkan pada prinsip –
prinsip etis dan seringkali berguna, aturan – aturan ini jarang, dengan sendirinya
mencerminkan pemeriksaan komprehensif dari keputusan tersebut , karena itu membuat
individu perusahaan yang terlibat rentan untuk membuat keputusan tidak etis. Untuk
alasan ini tehnik Analisis Dampak Pemangku Kepentingan lebih komprehensif harus
diterapkan.
Tabel di bawah ini menyajikan hubungan prinsip – prinsip para filsuf dan criteria
yang dinilai oleh Sniff Test, Aturan – aturan praktis dan Analisis dampak pemangku
kepentingan.
Menguntungkan?
Konsekuensi, Utilitas Manfaat > Biaya
Risiko disesuaikan

Tugas Fidusia
Tugas, Hak, Keadilan Hak – hak individu
Konsekuensi, Utilitas Keadilan, Legalitas
i,

Karakter,
Harapan Kebajikan
Integritas,
Keberanian, Proses
9

2.3 Analisis Dampak Pemangku Kepentingan Perangkat Komprehensif Penilaian


2.3.1 Keputusan Dan Tindakan
Sejak John Stuart Mill mengembangkan konsep Utilitarianisme pada tahun 1861,
suatu pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang dihasilkan
telah dipakai untuk mengevaluasi hasil akhir atau konsekuensi dari tindakan. Bagi
kebanyakan pengusaha, evaluasi ini sebelumnya didasarkan pada dampak keputusan itu
terhadap kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham, yang diukur dalam
bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul karena laba telah menjadi ukuran tingkat
kebaikan yang ingin dimaksimalkan pemegang saham.
Pandangan tradisional tentang akuntabilitas perusahaan telah dimodifikasi menjadi
2 cara sebagai berikut :
1. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin memaksimalkan
keuntungan jangka pendek tampaknya merupakan focus terlalu sempit.
2. Kedua, hak – hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang saham, seperti
karyawan, konsumen, pemasok, kreditor, pemerhati lingkungan, masyarakat local dan
pemerintah memiliki kepentingan atau interes dalam hasil keputusan.
Investor etis dan investor lain , serta kelompok pemangku kepentingan, cenderung
tidak mau memaksa mengeluarkan laba tahun berjalan jika itu berarti merugikan
lingkungan atau hak – hak pemangku kepentingan lainnya. Mereka percaya pada
pengelolaan perusahaan secara lebih luas daripada hanya keuntungan jangka pendek.
Biasanya memaksimalkan keuntungan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun
membutuhkan hubungan yang harmonis dengan sebagian besar kelompok pemangku
kepentingan dan kepentingan mereka. Perusahaan menemukan bahwa di masa lalu mereka
telah secara sah dan pragmatis bertanggungjawab kepada pemegang saham, tetapi mereka
juga makin bertanggungjawab kepada para pemangku kepentingan.
2.3.2 Kepentingan dasar para pemangku kepentingan
Untuk mempermudah proses , sangat baik untuk mengidentifikasi dan
mempertimbangkan serangkaian kepentingan para pemangku kepentingan pada
umumnya,atau kepentingan dasar digunakan untuk memfokuskan analisis dan
pengambilan keputusan pada dimensi etika, sebagai berikut :
10

1. Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan 
Konsekuensialisme
2. Keputusan akan menghasilkan distribusi adil antara manfaat dan beban Deontologi
dan Etika kebajikan
3. Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku kepentingan
termasuk hak pengambil keputusan Deontologi dan Etika kebajikan
4. Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik-baiknya 
Deontologi dan Etika kebajikan

Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan


 Kesejahteraan : Keputusan yang diusulkan akan menghasilkan lebih banyak
keuntungan daripada biaya
 Keadilan : Distribusi manfaat dan beban harus berimbang
 Hak : Keputusan yang diusulkan tidak boleh melanggar hak pemangku
kepentingan dan pembuat keputusan
 Sifat kebajikan : Keputusan yang diusulkan harus menunjukkan kebajikan seperti
diharapkan
Keempat kepentingan harus dipenuhi sebuah keputusan untuk dipertimbangkan etis
================================================================
2.3.3 Pengukuran Dampak yang dapat diukur
1. Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat penting
untuk kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan. Pengukuran laba dikembangkan
dengan baik dan hanya dibutuhkan beberapa pendapat tentang penggunaannya dalam
pengambilan keputusan etis.
2. Produk tidak termasuk dalam Laba: Dapat langsung diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan dalam
penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh ketika perusahaan
melakukan pencemaran
3. Produk tidak termasuk Laba: Tidak dapat langsung diukur
Ekternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba
perusahaan , tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang di luar perusahaan.
Sebagai contoh : sumbangan dan beasiswa.
11

4. Membawa masa depan ke masa kini


Tehnik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam analisis tidak
sulit. Hal ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, dimana nilai –
nilai masa depan di diskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan tingkat suku
bunga yang diharapkan masa mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan sebagai bagian dari
Analisi Biaya – Manfaat dalam Brooks (1979). Menggunakan pendekatan nilai bersih
masa kini (Net Present Value) untuk analisis penganggaran modal, manfaat dan biaya dari
suatu tindakan yang diusulkan dapat dinilai sebagai berikut :
Nilai Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Nilai Biaya Masa Kini
Bersih Masa Kini Usulan Tindakan
5. Menangani ketidakpastian hasil
Sama seperti dalam analisis penganggaran modal terdapat perkiraan tidak pasti.
Namun berbagai tehnik telah dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian ini ke
dalam analisis keputusan yang diusulkan.Sebagai contoh analisis dapat didasarkan pada
perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan ( paling optimis, pesimis dan perkiraan
terbaik ), atau dalam nilai – nilai yang diharapkan. Semua ini merupakan nilai – nilai
diharapkan , yang merupakan kombinasi dari nilai dan kemungkinan terjadinya. Hal ini
dinyatakan sebagai berikut :
Nilai Hasil Diharapkan = Nilai Hasil X Kemungkinan Terjadi Hasil
Keuntungan dari perumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja analisis biaya
manfaat dapat dimodifikasi untuk menyertakan resiko terkait dengan hasil. Pendekatan
baru ini disebut Analisis Resiko Manfaat dan dapat diterapkan dimana hasil beresiko
ditemukan dalam kerangka berikut :
Nilai Yang Diharapkan dari Manfaat Bersih atau yang Disesuaikan dengan Risiko
= Nilai Masa Kini yang Diharapkan – Nilai Masa Kini dari Biaya Masa Datang
6. Identifikasi dan Peringkat Pemangku Kepentingan
Pengukuran laba yang ditambahkan oleh ekternalitas yang didiskontokan ke masa
sekarang dan difaktorkan oleh resiko hasil, lebih berguna dalam menilai keputusan yang
diusulkan jika dibandingkan dengan hanya dari keuntungan saja. Namun demikian manfaat
dari Analisis Dampak Pemangku Kepentingan bergantung pada identifikasi penuh semua
pemangku kepentingan dan kepentingan mereka, serta apresiasi yang penuh terhadap
12

signifikansi dampaknya pada posisi masing – masing. Mitchell, Agle, dan Wood (1997)
menyatakan bahwa pemangku kepentingan dan kepentingan mereka dinilai dalam tiga
dimensi yaitu :
 Legitimasi atau hak hukum/moral untuk mempengaruhi organisasi.
 Kekuatan untuk mempengaruhi organisasi melalui media, pemerintah dll.
 Urgensi (urgensitas) yang dirasakan dan nyata dari persoalan muncul.
Banyak eksekutif lupa bahwa pemangku kepentingan organisasi berubah dari
waktu ke waktu seperti halnya kekuasaan yang mereka pegang bergantung pada urgensi
yang mereka rasakan terkait isu – isu yang perlu mereka perhatikan. Dalam kehidupan
nyata pemangku kepentingan tanpa legitimasi atau kekuatan akan berusaha mempengaruhi
orang – orang dengan kekuatan dan mereka berhasil.

2. 4 Modifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku Kepentingan :


Menilai Motivasi , Kebajikan Yang Diharapkan, Sifat Karakter
2.4.1 Mengapa mempertimbangkan harapan motivasi dan perilaku?
Sayangnya, seperti yang terlihat dalam skandal yang baru – baru ini terjadi, para
pengambil keputusan di masa lalu tidak mengenali pentingnya harapan pemangku
kepentingan akan kebajikan. Dalam peninjauan kembali akan sangat bijaksana jika
menyertakan penilaian etika kebajikan yang diharapkan sebagai langkah terpisah dalam
setiap proses EDM untuk memperkuat tata kelola dan system manajemen resiko serta
menjaga dari keputusan tidak etis dan berorientasi jangka pendek.
Motivasi yang didasarkan pada kepentingan pribadi yang terlalu sempit dapat
menghasilkan keputusan yang tidak etis ketika pedoman diri dan atau pengawasan ekternal
yang pantas tidak mencukupi. Akibatnya para pembuat keputusan harus
mempertimbangkan motivasi dan perilaku yang diharapkan oleh para pemangku
kepentingan dalam pendekatan EDM komprehensif, dan organisasi harus meminta
akuntabilitas dari karyawan atas harapan itu melalui mekanisme tata kelola.
2.4.2 Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku
Meskipun sebagian dari kebajikan yang ditunjuk oleh para filsuf tidak mungkin
beresonansi dengan pemangku kepentingan modern, yang memainkan peran dalam
menyusun perilaku bisnis yang etis. Jika perilaku pribadi atau perusahaan tidak memenuhi
harapan , mungkin akan berdampak negative pada reputasi dan kemampuan untuk
mencapai tujuan strategis yang berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang.
13

=============================================================
Harapan harapan Motivasi, Kebajikan,Sifat Karakter dan Proses
Motivasi yang diharapkan
Pengendalian diri atau keserakahan
Pertimbangan kesetaraan atau keadilan
Kebaikan, kepedulian, kasih saying dan kebajikan
Kebajikan yang diharapkan
Loyalitas penuh
Integritas dan transparansi
Ketulusan bukan bermuka dua
Sifat karakter yang diharapkan
Keberanian untuk melakukan hal yang benar setiap individu / standar profesional
Keandalan
Objektivitas, ketidakberpihakan
Kejujuran, kebenaran
Mementingkan diri sendiri bukan egoisme
Menyeimbangkan pilihan diantara perbedaan besar
Proses yang mencerminkan motivasi, kebajikan, dan karakter yang diharapkan
================================================================
Sebuah Pendekatan Komprehensif untuk EDM
PERTIMBANGAN URAIAN
Kekayaan/ konsekuensialisme Keputusan yang diusulkan menghasilkan keuntungan
lebih besar dari biaya.
Hak hak,tugas, atau Deontologi Keputusan yang diusulkan tidak boleh menyinggung
hak para pemangku kepentingan, termasuk pengambil
keputusan.
Kejujuran/kesetaraan/keadilan Distribusi manfaat dan beban harus adil.
Harapan kebajikan/Etika kebajikan Motivasi untuk keputusan harus mencerminkan
ekpektasi kebajikan.
Keempat pertimbangan harus dipenuhi agar sebuah keputusan dianggap etis
================================================================
14

Tujuan dari tehnik ini seharusnya membangun sebuah profil tentang motivasi ,
kebajikan, sifat – sifat karakter, dan proses yang terlibat dengan dan ditunjukkan oleh
keputusan atau tindakanyang dapat dibandingkan dengan yang diharapkan. Analisis Gap
Etika Kebajikan yang dihasilkan merupakan pertimbangan penting dalam Analisis
Komprehensif EDM, dirancang untuk menghasilkan keputusan dan tindakan etis yang
dapat dipertahankan dan memperbaiki tata kelola.

2.5 Permasalahan Lain dalam Pengambilan Keputusan Etis


2.5.1 Masalah bersama
Istilah masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui penggunaan
aset atau sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan, dan seringkali pengambil
keputusan yang tidak peka terhadap masalah bersama , tidak akan memberikan atribut nilai
yang cukup tinggi untuk penggunaan aset dan sumber daya, karena itu mereka membuat
keputusan yang salah.
2.5.2 Mengembangkan aksi yang lebih etis
Perbaikan yang berulang – ulang adalah salah satu keuntungan dari menggunakan
kerangka kerja EDM yang diusulkan, untuk memperbaiki dampak keseluruhan dari
keputusan. Proses ini melibatkan pelaksanaan imajinasi moral. Terkadang direktur,
eksekutif atau akuntan professional akan mengalami kelumpuhan akibat dari kompleksitas
analisis atau ketidakmampuan untuk menentukan pilihan maksimal karena alasan
ketidakpastian, kendala waktu atau sebab lain.
2.5.3 Kekeliruan umum dalam pengambilan keputusan etis
Para pengambil keputusan secara berulang – ulang membuat kesalahan sebagai
berikut :
1. Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis
 Budaya tidak etis di Enron,World Com,Arthur Andersen,Tyco,Adephia
 Tidak ada etika kepemimpinan
 Kurang jelas tentang nilai inti mereka
 Sietem penghargaan tidak etis memicu manipulasi dan kegiatan tidak baik
 Karyawan kurang memiliki kesadaran cukup
2. Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham. Dampak
paling signifikan dari tindakan diusulkan adalah apa yang akan terjadi di masa depan
akan terlebih dahulu menimpa pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham.
15

3. Berfokus hanya pada legalitas. Banyak manajer hanya peduli dengan suatu tindakan
yang sah secara hukum, faktanya Undang undang tidak sesuai harapan masyarakat.
4. Batas keberimbangan. Terkadang pengambil keputusan memiliki sikap bias atau ingin
bersikap adil hanya untuk kelompok yang mereka suka.
5. Batas untuk meneliti hak. Para pembuat keputusan harus meneliti dampak pada
keseluruhan hak semua kelompok pemangku kepentingan dan mempertimbangkan
nilai–nilai mereka sendiri saat membuat keputusan
6. Konflik kepentingan
7. Keterkaitan diantara para pemangku kepentingan. Para pengambil keputusan gagal
mengantisipasi apa yang mereka lakukan untuk satu kelompok akan berkontribusi
memicu tindakan orang lain
8. Kegagalan mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan, merupakan suatu
kebutuhan dan kepentingan sebelum menilai dampaknya pada masing – masing
kelompok
9. Kegagalan membuat peringkat kepentingan tertentu dari pemangku kepentingan,
dengan kecenderungan umum memperlakukan kepentingan seluruh pemangku
kepentingan menjadi sama pentingnya
10. Mengacuhkan kekayaan, keadilan atau hak
11. Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan
12. Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan

2.6 Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis


Ringkasan langkah langkah sebuah keputusan Etis sebagai berikut :
1. Identifikasi fakta dan semua kelompok pemangku kepentingan serta kepentingan yang
mungkin akan terpengaruh
2. Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka, identifikasi
yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam analisis
3. Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepentigan kelompok
pemangku kepentingan berkenaan kekayaan mereka, keadilan perlakuan, dan hak hak
lain, termasuk harapan kebajikan, menggunakan pertanyaan kerangka kerja
komprehensif, dan memastikan bahwa perangkap umu yang dibahas nanti tidak masuk
ke dalam analisis.
16

Tujuh langkah Analisa keputusan Etis yang digariskan American Accounting


Association (1993) sebagai berikut :
1. Tentukan fakta , siapa, dimana, kapan dan bagaimana
2. Menetapkan isu etis
3. Mengidentifikasi prinsip prinsip utama , aturan dan nilai nilai
4. Tentukan alternative
5. Bandingkan nilai – nilai dan alternative, serta melihat apakah muncul keputusan jelas
6. Menilai konsekuensi
7. Membuat keputusan anda
17

BAB III
KESIMPULAN

Analisis dampak pemangku kepentingan menawarkan cara formal dalam membawa


kebutuhan dari organisasi dan individu (masyarakat) kepada sebuah keputusan.
Perdagangan merupakan hal yang sulit dan dapat memperoleh keuntungan dari kemajuan
tehnik semacam itu. Penting untuk tidak melupakan fakta bahwa konsep analisis dampak
pemangku kepentingan yang dibahas dalam bab ini perlu diterapkan bukan merupakan
tehnik tunggal, tetapi tehnik bersama – sama sebagai suatu perangkat. Hanya dengan
begitulah suatu analisis yang komprehensif akan dicapai dan keputusan etis dapat dibuat.
Seorang akuntan professional dapat menggunakan analisis pemangku kepentingan
dalam membuat keputusan tentang akuntansi, audit, hal – hal praktek dan harus siap untuk
mempersiapkan dan membantu klien dalam analisis tersebut.
Direksi, eksekutif dan akuntan juga harus mengerti bahwa tehnik – tehnik yang
dibahas dalam bab ini menawarkan pemahaman berarti yang lebih baik dalam hal interaksi
diantara organisasi mereka dan/atau profesi dan potensi pendukung. Penilaian dampak
terhadap pemangku kepentingan bila dikombinasikan dengan peringkat kemampuan setiap
pemangku kepentingan untuk melawan aksi akan mengarah pada pencapaian sasaran
strategis yang lebih baik berdasarkan pemangku kepentingan yang puas.
18

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J. dan Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur,
Eksekutif, dan Akuntan. Edisi 5 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat

Ikatan Akuntan Indonesia. Modul Etika Profes dan Tata Kelola Korporat.
19

MAKALAH
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PRAKTIS
(Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat)
Dosen Pengampu : Dr. Frans Sudirjo, SE, MM, Ak

Disusun Oleh :
Riza Nurcholifah Cahyanti 12030116220030
Maria Lisa Elisabeth, SE 12030116220031

PROGRAM PENDIDIKAN DAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
20

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala
rahmat, karunia, taufik dan hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Pengambilan Keputusan Etis Praktis” sebagai salah satu pemenuhan
tugas mata kuliah Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat, dalam program studi Pendidikan
Profesi Akuntansi di Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat berguna untuk perbaikan dan
penyempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya

Semarang, 3 April 2017

Penulis
21

DARTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Pendekatan Filosofis – Sebuah Ikhtisar....................................................3
2.1.1 Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi......................3
2.1.2 Deontologi......................................................................................4
2.1.3 Etika Kebijakan..............................................................................17
2.2 Sniff Tests Dan Aturan Praktis Umum – Test Awal Etikalitas...............36
2.2.1 Sniff Tests......................................................................................36
2.2.2 Aturan Praktis.................................................................................37
2.3 Analisis Dampak Pemangku Kepentingan Perangkat Penilaian..............42
2.3.1 Keputusan dan Tindakan................................................................36
2.3.2 Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan..........................37
2.3.3 Pengukuran Dampak yang dapat diukur........................................36
2.4 Modifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku Kepentingan:
Menilai Motivasi, Kebajikan yang Diharapkan, Sifat Karakter..............46
2.4.1 Mengapa mempertimbangkan harapan motivasi dan perilaku.......36
2.4.2 Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku.............................................37
2.5 Permasalahan Lain dalam Pengambilan Keputusan Etis.........................42
2.4.1 Masalah Bersama...........................................................................36
2.4.2 Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis.........................................37
2.4.2 Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis................37
2.6 Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis.................42
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................48

Anda mungkin juga menyukai