MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis
Dosen Pembina:
Andhi Sukma, S.S, S.E, M.M.
Oleh :
Arni Novianti ( 0216101418 )
Dea Denita ( 0217101349 )
Hadhiza Ayustisya ( 0217101568 )
Kelas :
A
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah apa dan bagaimana
pengambilan keputusan yang beretika?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalahnya, maka tujuan penulisannya adalah mengetahui
pengambilan keputusan yang beretika.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Etika
2.1. 1 Pengertian Etika Bisnis
Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang
rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk
menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral,
perintah, tindakan kebajikan dan suara hati. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Pada pengertian yang paling dasar, etika
adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling
tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada
dalam organisasi dan diri pribadi. Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan
dengan studi tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai
kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang
kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-
nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.
Menurut Yosephus : ” Etika bisnis adalah wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah
tindak manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasarannya adalah perilaku moral pebisnis
yang berkegiatan ekonomi.”
Menurut Hill dan Jones : “Etika Bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan
benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk
mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks.”
Menurut Velasques : “Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
yang salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, industri dan
perilaku.”
2
Justice Approach:
Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
2
3. Keputusan Tidak Terstruktur (unstructured decision) adalah keputusan yang tidak terjadi
berulang-ulang dan tidak selalu terjadi.Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas.
Informasi untuk pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah untuk didapatkan dan
4. tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.Pengalaman manajer
merupakan hal yang sangat penting di dalam pengambilan keputusan tidak terstruktur.
2.2.2. Tahap – Tahap pengambilan keputusan
1. Mengidentifikasi keputusan. Langkah pertama dalam membuat keputusan yang tepat adalah
mengenali permasalahan serta memutuskan untuk mengatasi hal itu, dan juga menentukan
alasan tentang mengapa keputusan ini akan membuat perubahan bagi konsumen atau
karyawan.
2. Mengumpulkan informasi. Selanjutnya, saatnya untuk mengumpulkan informasi sehingga
dapat membuat keputusan berdasarkan data dan fakta. Tahap ini membutuhkan penilaian
untuk memnentukan informasi apa yang relevan dengan keputusan yang ada dan bagaimana
cara mendapatkannya. Supaya efektif, sebelumnya definisikan apa yang perlu diketahui yag
berpengaruh dengan keputusan, dan tentukan siapa saja yang perlu dilibatkan.
3. Mengidentifikasi alternatif. Dengan memahami permasalahan, mengidentifikasi
kemungkinan dan mensimuulasikannya akan lahir opsi-opsi keputusan. Opsi tersebut yang
diperyimbangkan utuk diambil salah satunya sebagai keputusan.
4. Menimbang bukti. Menurut pakar manajemen Phil Higson dan Anthony Sturgess, dalam
langkah ini diperlukan "mengevaluasi kelayakan, penerimaan dan keinginan" untuk
mengetahui alternatif manakah yang terbaik. Pengambil keputusan baik itu manajer/eksekutif
atau pelaku usaha harus mampu mempertimbangkan pro dan kontra kemudian memilih opsi
yang memiliki peluang keberhasilan tertinggi. Mencari opini kedua yang dipercaya mampu
memberikan perspektif baru terhadap permasalahan juga mungkin akan sangat membantu.
5. Memilih diantara alternatif pilihan. Ketika tiba waktunya untuk membuat suatu keputusan,
pastikan bahwa adanya resiko yang menempel pada keputusan yang dipilih. Atau, alternatif
lainya, dengan memilih kombinasi dari beberapa alternatif setelah sepenuhnya memahami
informasi serta potensi resikonya.
6. Bertindak. Selanjutnya, setelah keputusan diambil harus segera dibuat rencana
implementasi. Hal ini melibatkan kegiatan mengidentifikasi sumberdaya yang diperlukan
serta mendapatkan dukungan dari karyawan dan para pemangku kepentingan.
Mengumpulkan orang lain yang setuju dengan keputusan yang diambil adalah komponen
kunci untuk melaksanakan rencana kita secara efektif.
7. Meninjau kembali. Langkah penting namun paling sering diabaikan dalam proses
pengambilan keputusan adalah mengevaluasi keputusan. Apabila keputusan yang diambil
tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan,segeralah tinjau kembali dan telusuri secara
runtut apa yang menyimpang atau tidak sesuai.
2
Apakah keputusan yang anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang anda
ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi
terbaik yang bisa diambil.
5. Justice
Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan dan termasuk
implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurna, namun
tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal. Dimana memperlakukan
tiap orang dengan sejajar.
6. Fidelity
Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan.
Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan
memahami peran anda dengan baik.
BAB III
PEMBAHASAN
Etika bisnis merupakan cara-cara saat melakukan kegiatan berbisnis yang mencakup
semua aspek, baik itu yang berkaitan dengan seorang individu, perusahaan maupun masyarakat.
Etika bisnis dapat membangun dan membentuk nilai-nilai, norma dan perilaku yang baik dalam
berbisnis. Misalnya dalam perusahaan etika bisnis dapat membentuk perilaku karyawan yang
baik, serta dapat membangun hubungan bisnis yang baik juga dengan konsumen maupun mitra
kerja perusahaan.
Untuk memahami peran etika di dalam lingkungan bisnis, kita perlu menggunakan etika
dalam proses pengambilan keputusan. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi dimensi etika
bisnis. Beberapa faktor bersifat pribadi, bervariasi pada individu pengambil keputusan dan yang
lain berdasarkan organisasi. Seringkali, faktor-faktor dapat berinteraksi untuk merubah hasil.
etika sebagai salah satu dari sejumlah dimensi proses pengambilan keputusan. Komponen etika
tidak akan berperan ketika tidak ada masalah moral yang terkait dengan keputusan, tetapi akan
menjadi relevan ketika ada masalah moral di dalamnya. Masalah etika yang teraktual ditemui
oleh pembuat keputusan yang ditentukan oleh jenis posisinya di dalam manajemen. Masalah
etika yang teraktual ditemui oleh pembuat keputusan yang ditentukan oleh jenis posisinya di
dalam manajemen. Manajer dengan tingkat yang lebih tinggi akan menghadapi masalah etika
strategis, sedangkan manajer tingkat lebih rendah mungkin akan menghadapi masalah etika
taktis. Ada bukti yang menunjukkan bahwa jenis masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan
dapat mempengaruhi kualitas etis dari keputusan tersebut. Namun, proses keputusan yang
mendasari tampaknya menjadi umum untuk semua masalah.
Keputusan bisnis dibuat oleh individu atau komite-komite, sehingga etika bisnis dalam
realitas adalah etika dari individu-individu yang membentuk bisnis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi etika seseorang : nilai pribadi, tahap-tahap perkembangan moral dan persetujuan
moral. perilaku etis juga dipengaruhi oleh ciri-ciri organisasi dan proses pengambilan keputusan
yang terjadi di dalam budaya organisasi. Etika terungkap melalui perilaku pembuat keputusan
ketika memecahkan masalah bisnis yang muncul dari lingkungan. Seperti perilaku yang
berkembang dari kondisi lingkungan yang bermasalah. Sikap individu didasarkan pada sistem
nilai pribadi dari pengambil keputusan. Dengan demikian, yang mendasari perilaku adalah nilai-
nilai dari pengambilan keputusan etis. Nilai adalah kepercayaan yang mendasari seseorang
bertindak. Milton Rokeach berpendapat bahwa nilai adalah keyakinan preskriptif. Dengan
demikian, nilai-nilai etika adalah keyakinan preskriptif tentang apa yang “benar” dan “salah”.
2
Masalah etika seringkali menimbulkan dilema etika. Dalam konteks organisasi, orang-
orang dengan field dependence kemungkinan akan dipengaruhi untuk tingkat yang lebih besar
oleh orang-orang dalam organisasi karena mereka bergulat dengan masalah etika sulit. Hal ini
disebabkan mereka menerima dan menggunakan informasi yang diberikan oleh orang lain dalam
organisasi dalam proses pengambilan keputusan mereka. Dengan demikian, keputusan mereka
cenderung menyimpang dari keputusan serupa mereka akan membuat luar organisasi ketika
mereka tidak memiliki akses ke informasi yang lain. Seseorang dengan field
independent cenderung untuk membatasi informasi yang mereka gunakan dalam membuat
keputusan dengan informasi yang mereka miliki. Informasi yang baik telah dikumpulkan
sebelumnya atau dikumpulkan okleh individu untuk membantu menyelesaikan masalah etis yang
sulit. Keputusan yang dibuat oleh bidang independen individu lebih cenderung didasarkan pada
nilai-nilai pribadi mereka dan cenderung kurang menyimpang dari keputusan serupa mereka
akan membuat luar organisasi.
Singkatnya sejauh mana perilaku pembuat keputusan mencerminkan nilai-nilai pribadi
tergantung sampai batas tertentu pada kekuatan ego, field dependece, dan locus of control.
Perilaku individu A, memiliki kekuatan ego yang tinggi, field dependece, dan locus of control,
kemungkinan mencerminkan nilai-nilai pribadi orang tersebut. Perilaku individu B, memiliki
kekuatan ego yang rendah, field dependece, dan locus of control field dependece, dan locus of
control eksternal, kemungkinan akan tidak berkaitan dengan nilai-nilai pribadi orang tersebut.
Jadi, kekuatan organisasi memiliki efek mediasi jauh lebih kecil pada nilai-nilai pribadi A
daripada nilai-nilai pribadi B dalam proses keputusan. Ciri-ciri pribadi yang telah dibahas
sebelumnya menggambarkan sebuah mosaik rumit dari faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambil keputusan. Nilai mewakili keyakinan dasar yang mendasari tindakan seseorang.
Kekuatan ego, field dependence, dan locus of control semuanya mewakili berbagai hubungan
dengan lingkungan yang mempengaruhi sejauh mana individu akan bergantung pada nilai-nilai
pribadi dalam pengambilan keputusan. Tahapan pengembangan menggambarkan jenis pemikiran
yang digunakan untuk memilih tindakan. Persetujuan moral mencirikan kebutuhan internal untuk
mendapatkan persetujuan. Masing-masing sifat mungkin mendukung baik perilaku etis atau tidak
etis. Kelompok-kelompok dan individu baik internal dan eksternal untuk perusahaan yang dapat
mempengaruhi atau yang dipengaruhi oleh organisasi, juga memiliki peran dalam etika proses
pengambilan keputusan. aspek khusus dari budaya organisasi meningkatkan pemahaman kita
tentang pengambilan keputusan etis. Di antaranya adalah iklim organisasi dan tujuan organisasi.
Faktor kunci dalam pengambilan keputusan etis tampaknya menjadi nilai: nilai dari
pengambil keputusan, rekan-rekan pembuat keputusan, dan atasan pembuat keputusan.
Hubungan ini mungkin memiliki beberapa penjelasan. Pertama, menyatakan teori asosiasi
diferensial bahwa pembuat keputusan akan menerima nilai-nilai etika, setidaknya di lingkungan
kerja, dari individu-individu yang paling dekat hubungannya dengan, apakah mereka menjadi
teman sebaya atau manajemen puncak. Kedua, teori jarak organisasi menyatakan bahwa asosiasi
yang secara organisasi lebih jauh dari pengambil keputusan akan memiliki pengaruh sedikit pada
nilai-nilai etis. Ketiga, negara-negara dengan teori relatif otoritas yang dengan semakin besar
otoritas atasan memiliki kelebihan dari pengambil keputusan, pembuat keputusan semakin besar
kemungkinan adalah dengan menerapkan nilai-nilai etis dari atasan.
Hubungan etika dan pengambilan keputusan etika dalam konteks bisnis memfokuskan
pada apa yang merupakan perilaku yang benar atau salah di dalam bisnis. Etika juga menerapkan
prinsip – prinsip bisnis pada suatu situasi – situasi yang terjadi di dalam kehidupan sehari –
sehari pelaku bisnis di lingkungan pekerjaan. Para pelaku bisnis tidak perlu mengadopsi
2
seperangkat prinsip etika untuk memandu mereka dalam mengambil keputusan – keputusan
bisnis dan seperangkat prinsip lain untuk memandu kehidupan pribadi mereka. Terlepas dari
rumitnya hubungan etika bisnis dengan ekonomi dan hukum, bisnis adalah organisasi ekonomi
yang tidak hanya menjalankan kegiatannya berdasarkan aturan – aturan hukum yang berlaku
tetapi juga norma – norma etika yang berlaku di masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa
seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya bisnis yang bertanggung
jawab sosial. Etika juga merupakan dimensi yang sangat penting yang harus selalu
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Contoh Kasus :
Di awal-awal tahun, perusahaan Nike tidak memiliki sumber dana untuk membeli sebuah pabrik atau
mempekerjakan banyak karyawan. Modal yang dimiliki oleh Knight sangat kecil dan ia tidak bisa
membeli sepatu dari Asia. Sebenarnya Nike termasuk hollow corporation karena tidak memiliki pabrik
manufacture sendiri, Nike hanya perantara antara supplier dengan retailer.
Nike fokus pada menemukan inovasi sepatu terbaru. Kombinasi dari pekerja yang murah dan
perkembangan pasar yang baik memungkinkan perusahaan untuk bersaing dalam research and
development. Di awal 80-an, Nike menjadi produsen sepatu atletik nomor 1 di dunia. Untuk memastikan
bahwa supplier Nike memiliki kualitas yang tinggi, Knight menuntut mereka untuk mempunyai hubungan
dengan perusahaan lainnya. Jika supplier percaya dan bekerja sama dengan Nike, Knight memastikan
bahwa mereka akan puas dengan dirinya sendiri. Kemudian jika salah satusupplier menjadi sangat mahal,
Nike bisa mengganti supplier dengan tetap menjaga kualitas yang ditetapkan.
Ditahun 1983, orang kepercayaan Knight melakukan kesalahan dalam pengelolaan Nike. Si pelaksana ini
melihat celah untuk ekspansi ke pasar sepatu biasa. Data statistic mereka menunjukkan hampir 90 %
pembeli sepatu Nike tidak menggunakan sepatu tersebut untuk atletik. Mereka percaya bahwa sepatu
casual akan diterima lebih baik oleh konsumen. Sayangnya, hal tersebut salah. Pendatang baru, Reebok,
berkembang karena sepatu aerobic dan mengambil posisi Nike sebagai produsen sepatu atletik nomor
satu, berdampak pada Nike untuk memberhentikan 350 karyawannya. Melihat perusahaannya mengalami
kekacauan, Knight kembali ke posisinya. Knight memutuskan untuk mendapatkan kembali posisi
produsen sepatu nomor satu melalui kecepatan penjualannya. Seperti biasanya, Nike memiliki anggaran
iklan yang sangat kecil, kebanyakan dari promosinya dilakukan oleh para pengecernya. Knight sekarang
mengubah pendekatannya dengan kampanye “Just Do It” lewat televisi nasional dan majalah. Di bawah
image baru Knight, superstar seperti Michael Jordan dan Bo Jackson memberi merek sepatunya sendiri,
kampanye “Air Jordan” dan “Bo Knows” menunjukkan pada konsumen bahwa atlet terbaik di dunia
memakai Nike.
Bagaimanapun suksesnya Nike, mereka akan selalu menghadapi kompetisi. Reebok adalah industri
nomor dua yang selalu menunggu kesempatan untuk menjadi nomor satu lagi. Jaringan supply di Asia
sekarang digunakan oleh pesaing Nike, tidak lama setelah perusahaan mendapat keuntungan produksi.
Jika Nike melanjutkan perkembangannya, Phil Knight dan staffnya harus melanjutkan untuk
mengembangkan inovasi sepatu terbaru yang sesuai dengan image atletik.
Permasalahan :
Nike adalah produsen sepatu nomor satu di dunia. Dengan permodalan yang sedikit, Nike tidak mampu
untuk membuat iklan untuk produknya. Nike kemudian hanya menggunakan image dari atlet terkenal
untuk menarik minat konsumen. Selain itu untuk menekan biaya yang besar, Nike membeli sepatu dari
supplier Asia. Para pekerja Asia yang terkenal murah bisa menekan harga yang ditawarkan supplier
sehingga Nike bisa membeli dengan harga yang lebih murah.
Sebagai contoh adalah supplier Nike yang berasal dari Indonesia yaitu PT.Pratama Abadi Industri. PT.
Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur sepatu lari (running
shoes). Semua hasil produksi yang telah ada merupakan hak dari pihak Nike yang ada di Beverton
(USA) untuk kemudian akan diekspor lagi ke negara lain, seperti Perancis, swedia, India, Belgia,
Kanada, USA, Afrika Selatan, Argentina, Uruguay, Chillie.
Nike sangat memegang kendali karena mempunyai hak untuk memutuskan kerjasama bila harga dari
supplier terlalu mahal, hal ini bisa berdampak buruk bagi pekerja karena mereka tidak bisa menuntut
kehidupan yang lebih baik dengan peningkatan tunjangan pekerja otomatis akan menambah biaya
produksi yang mengakibatkan harga yang lebih mahal. Nike dikritik karena berusaha menutupi kondisi
kerja yang buruk serta eksploitasi buruh. Nike juga adalah perusahaan besar yang tidak memiliki pabrik.
Karena mereka lebih senang untuk outsourcing kebutuhan-kebutuhan mereka terutama kepada sektor
informal, ataupun perusahaan lainnya, sehingga mengefisienkan dan meminimalisir ongkos produksi.
Knight tidak mampu mendelegasikan tugas dengan baik, sehingga di tahun 1983 Nike mengalami
kemunduran karena tidak tepatnya perencanaan dari pelaksanaan yang dipercaya oleh Knight waktu itu.
Analisis :
Strategi Nike dalam membuat image yaitu dengan mensponsori seorang atlet atau suatu klub olahraga
sehingga akan timbul image bahwa Nike dipakai oleh para atlet terkenal, hal ini tidak dilakukan oleh
saingannya seperti Reebok yang justru hanya mensponsori suatu event olahraga saja. Disinilah
pembuktian kekuatan merek dagang. Banyaknya masalah ataupun konflik yang terpublikasi, tidak akan
membuat kosumen beralih ke merek lain. Hal ini karena ikatan psikologis antara Nike dengan konsumen
fanatiknya telah terjadi, selebihnya, biarlah konsumen yang menilai.
Krisis yang dialami Nike pada tahun 1983 tak lepas dari proses pertumbuhan organisasi. Menurut Lary
Greiner ada 5 tahap pertumbuhan organisasi, 1) kreativitas, 2) pengarahan, 3) pendelegasian, 4)
koordinasi, dan 5) kerja sama. Nike mengalami krisis disaat tahap pendelegasian dimana Knight tidak
melakukan kontrol yang ketat sehingga keputusan bawahannya membawa dampak bagi Nike. Knight
kemudian melakukan terobosan kilat untuk membentuk kembali brand image dari Nike. Menurut Agyris
“intervensi merupakan suatu aktivitas masuk ke dalam sistem relationship yang berjalan, baik diantara
individu, kelompok, maupun organisasi, dengan tujuan membantu menuju suatu perubahan yang sukses”
Dalam intervensi, terkadang perlu mendatangkan konsultan dari luar organisasi, tetapi intervensi
terbanyak dapat dilakukan oleh managemen internal. Apa yang dilakukan oleh Knight merupakan
intervensi dari manajemen internal. Marketing differentiation strategy mencoba menciptakan kesetiaan
para pelanggan dengan cara memenuhi kebutuhan tertentu secara khusus. Organisasi tersebut mencoba
menciptakan kesan yang menguntungkan bagi produk-produknya melalui iklan, segmentasi pasar, dan
harga yang bersaing. Hal tersebut salah satu strategi yang dilakukan oleh Knight dengan menciptakan
produk baru sesuai kebutuhan konsumen yang tidak lepas dari image olah raga.
Etis dan tidak etisnya Nike menggunakan supplier Asia sehingga mereka saling bersaing tidaklah dapat
dipandang dari hanya salah satu sudut pandang saja. Pada intinya dengan sistem semacam tender ini maka
akan tercipta persaingan, kompetisi untuk menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan motivasi
pekerja. Dengan kualitas yang sama tetapi berbeda harga. Dari sudut pandang pekerja hal ini bisa menjadi
sebuah ancaman tersendiri. Pekerja akan dituntut untuk bekerja lebih giat demi untuk meningkatkan
jumlah produksi sehingga bisa terjadi para pekerja bekerja di luar jam kerja yang semestinya. Dengan
adanya kebijakan dari Nike yang berhak memutuskan kerja sama bila supplier menaikkan harga terlalu
tinggi dapat mengakibatkan supplier menggunakan tenaga kerja anak-anak agar biayanya lebih murah. Isu
ini muncul di Pakistan, bahwa Nike mengambil sepatu dari Pakistan yang dibuat oleh anak-anak pekerja
di bawah umur.
Apabila supplier dari Amerika atau Australia. Hal ini bisa berdampak bagi Nike maupun bagi konsumen.
Bagi Nike ini merupakan mimpi buruk karena tentunya tidak akan ada pekerja yang murah, harga jual
dari supplier akan lebih tinggi karena biaya produksi yang lebih tinggi bila diproduksi di Amerika atau
Australia. Bagi konsumen ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama, akan timbul
kepercayaan lebih karena produk dibuat di Amerika atau Australia yang sangat memperhatikan kualitas.
Yang kedua, tidak akan terlalu berdampak karena konsumen percaya pada Nike melakukan kontrol pada
supplier Asia sehingga mutunya akan dianggap sama saja dengan buatan Amerika. Peran Phill Knight
tentunya sangat besar dalam mengembangkan Nike hingga saat ini. Dengan gaya kepemimpinannya,
dengan solusinya yang cepat dan tepat saat menghadapi krisis Nike di tahun 1983 membuat Nike dapat
bertahan dan mampu menempati posisi nomor satu lagi sebagai produsen sepatu di dunia. Membicarakan
keberhasilan Nike tidak lepas dari Bill Bowerman, co-founder Nike. Bowerman sangat berjasa dalam
mendirikan Nike, ide untuk memberi semacam karet di sepatu olahraga datang darinya yang disebut
waffle sole. Bowerman jugalah yang memiliki ide untuk memberi karet pada lintasan lari. Pada awalnya
Bowerman beserta Knight menjual sepatu yang dibuat oleh Bowerman menggunakan latex, leather, glue
dan waffle iron istrinya. Saat itu mereka memproduksi 330 pasang sepatu.
BAB IV
KESIMPULAN
Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain.
Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika.
Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri,
melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Masalah pengambilan keputusan sangat penting dipelajari karena hal tersebut
menjelaskandengan cara bagaimana para manajer berhasil membuat keputusan strategis dan
operasional.Manajer harus menghadapi beberapa tipe keputusan dan keputusan ini berbeda
sesuaidengan jumlah risiko, ketidakpastian, dan ambiguitas dalam suatu lingkungan. Manajer har
us memilihsalah satu tiga macam pendekatan pengambilan keputusan.
Dari penjelasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini dapat kami simpulkan
bahwa pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang sengaja, tidak secara kebetulan dan ti
dak boleh sembarangan dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi suatu
organisasi.Dimana pengambilan keputusan ini ditanggung dan diputuskan oleh pimpinan organis
asi yang bersangkutan dan untuk menghasilkan keputusan yang baik itu sangat dibutuhkan
informasi yanglengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan
konsekuensi darikeputusan yang diambil.
Selain informasi, dalam penyelesaian masalah pun dibutuhkan perumusan masalah
dengan baik.Kemudian dibuatkan alternatif-alternatif keputusan masalah yang disertai dengan
konsekuensi positif dan negatif. Jika semua hal itu dapat dikemukakan dan dicari secara tepat,
masalah tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
https://studylibid.com/doc/85425/etika-dan-pengambilan-keputusan
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengambilan_keputusan
https://seputarilmu.com/2018/12/pengambilan-keputusan.html
https://naynaimah.wordpress.com/2015/03/05/tujuan-dan-manfaat-mempelajari-etika-dan-kode-
etik/
https://genagraris.id/see/7-tahap-pengambilan-keputusan-dalam-pemecahan-masalah
http://maxerta.blogspot.com/2012/05/etika-dan-pengambilan-keputusan.html
https://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-prinsip-dan-manfaat-etika-bisnis.html