Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam hidup sehari-hari, kita senantiasa dihadapkan pada pertimbangan-
pertimbangan etika dalam mengambil keputusan atau untuk tidak mengambil
keputusan. Ada beberapa hal yang berhubungan dalam pengambilan
keputusan yang etis:
• Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah
• Sering menyangkut pilihan yang sukar
• Tidak mungkin dielakkan
• Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial
Sehingga dapat diketahui pengambilan keputusan secara etis berdasarkan
pemikiran yang sistematis tentang kelakuan lahir serta motivasi dan keadaan
batin yang mendasarinya yaitu etika berkaitan dengan tabiat/watak/karakter
manusia dan perbuatan yang dilakukan berdasar tabiatnya itu.
Ketika prinsip-prinsip atau peraturan tertentu yang terkandung dalam
kode etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah tertentu yang dihadapi oleh
seseorang, para pembuat keputusan dapat berpedoman pada prinsip-prinsip
umum untuk sampai pada keputusan etis yang dapat dipertahankan.
Dibutuhkan suatu pembahasan tentang bagaimana mengembangkan sebuah
kerangka keputusan menyeluruh yang praktis ditinjau dari hukum kesehatan,
etika dan budaya, maupun dari sudut pandang agama.
Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat suatu topik yang berjudul
“Pengambilan Keputusan Etis” menjadi pokok pembahasan dalam makalah
kali ini. Penulis berusaha untuk menyusun makalah ini semenarik mungkin
agar para masyarakat khususnya mahasiswa jurusan Keperawatan Gigi dapat
memahami serta dapat menerapkan keputusan berdasarkan pada tindakan
yang ditinjau baik dari segi hukum kesehatan, etika dan budaya, maupun
agama yang akan mempengaruhi kepentingan dalam membuat keputusan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:
1. Apa pengertian pengambilan keputusan etis?
2. Pengambilan keputusan etis ditinjau dari hukum kesehatan?
3. Pengambilan keputusan etis ditinjau dari etika dan budaya?
4. Pengambilan keputusan etis ditinjau dari agama?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas dari dosen pengajar mata kuliah etika profesi
2. Untuk mengetahui pengertian pengambilan keputusan etis
3. Untuk menambah wawasan kita kelak dikemudian hari

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan dalam makalah ini yaitu studi
pustaka, dimana kami harus mencari data-data melalui buku-buku dan media
internet yang ada kaitannnya dengan pokok bahasan yang kami bahas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika dan Pengambilan Keputusan

Kata etis (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen P dan K, 1988),
etika dengan membedakan tiga arti sebagai berikut.
 Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
 Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
 Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/
masyarakat.
Sedangkan Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-
alternatif mengenai sesuatu cara bertindak—adalah inti dari perencanaan.
Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu
sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan masalah
bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Beberapa pegertian tentang
keputusan menurut beberapa tokoh (dhino ambargo: 2) adalah sebagai
berikut :
 Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah
yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya
mengenai unsur-unsur perencanaan. Keputusan dibuat untuk menghadapi
masalah-masalah atau kesalahan yang terjadi terhadap rencana yang telah
digariskan atau penyimpangan serius terhadap rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Tugas pengambilan keputusan tingkatnya
sederajad dengan tugas pengambilan rencana dalam organisasi.
 Siagian (1996) menyatakan, pada hakikatnya pengambilan keputusan
adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah,

3
pengumpulan fakta-fakta dan data. Penentuan yang matang dari altenatif
yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan
merupakan tindakan yang paling tepat.
 Claude S. George, Jr (2005) menyatakan, proses pengambilan keputusan
itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan
pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara
sejumlah alternatif.
 Horolddan Cyril O'Donnell (2005) juga berpendapat bahwa pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara
bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan
tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya,
petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
 Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan
sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian
tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk
menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam
menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih
sederhana dikemukakan oleh Handoko (1997), pembuatan keputusan
adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui serangkaian
kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu.
 Ralp C. Davis dalam Imam Murtono (2009) menyatakan keputusan dapat
dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus didasari
atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus
mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pengambil keputusan
haruslah memperhatikan hal-hal seperti; logika, realita, rasional, dan
pragmatis.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengambilan keputusan ini adalah sesuatu pendekatan yang sistematis
terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan
yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang
menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.

4
Semua aktivitas tenaga kesehatan maupun tenaga kerja lainnya dapat
dianggap sebagai pengambilan keputusan, karena mengambil keputusan
merupakan salah satu tugas terpenting seseorang dalam mengambil tindakan
dalam sebuah pekerjaan. Memilih tanggapan etika yang terbaik dan
mengimplementaasikannya. Pilihan tersebut harus konsisten dengan tujuan,
budaya, dan sistem nilai perusahaan serta keputusan individu.

2.1.1 Jenis Keputusan Terkait Dengan Masalah Yang Dihadapi


1. Keputusan terprogram, yaitu suatu keputusan yang terstruktur dan
berulang yang dapat ditangani dengan pendekatan rutin.
2. Keputusan tidak terprogram, yaitu suatu keputusan yang memerlukan
suatu pemecahan yang dibuat sesuai kebutuhan

2.1.2 Faktor yang Berpengaruh dalam Pengambilan Keputusan Etis


1) Kondisi Kepastian adalah suatu kondisi dimana pengambil keputusan
mempunyai informasi sepenuhnya tentang masalah yang dihadapi,
alternatif – alternatif pemecahan masalah yang tepat karena hasil –
hasil dari setiap alternatif – alternatif pemecahan tersebut telah
diketahui.
2) Resiko adalah suatu kondisi yang dapat diidentifikasi, diprediksi
kemungkinan terjadi dan kemungkinan – kemungkinan dari setiap
pemecahan yang sesuai dengan hasil yang diinginkan atau dicapai
3) Ketidakpastian adalah suatu kondisi dimana pengambil keputusan
tidak memiliki kepastian atau tidak dapat menentukan sesuatu yang
subyektif kedalam kemungkinan yang bersifat obyektif

2.1.3 Proses Pengambilan Keputusan dan Elemen-Elemen Dasarnya


1. Model Rasional
 Rasional adalah Membuat pilihan yang konsisten dan memaksimalkan
nilai dalam batasan – batasan tertentu
 Batasan – batasan tertentu adalah (1) kejelasan masalah, (2) Pilihan –
pilihan yang diketahui (3) Pilihan – pilihan yang jelas (4) Pilihan –

5
pilihan yang konsisten (5) tidak ada batasan waktu dan biaya (6)
Hasil Maksimum
 Keputusan yang rasional adalah model pembuatan keputusan yang
mendeskripsikan bagaimana individu seharusnya berprilaku untuk
memaksimalkan hasil.
Ada 6 langkah prilaku individu untuk memaksimalkan hasil dengan
model rasional :
a. Mendefinisikan Masalah
Untuk mendefinisikan masalah harus secara jelas karena seringkali terjadi
kesalahan dalam hal ini seperti masalah tidak terlihat atau tidak
terdefinisikan secara jelas maka manajer perlu membedakan masalah
dengan gejala yang tampak.
b. Mengidentifikasikan kreteria keputusan
Artinya Mengembangkan Alternatif Pemecahan masalah secara kreatif,
walaupun ada batasan ( constraint) sehingga pengembil keputusan dapat
menentukan apa yang relevan dalam membuat keputusan
c. Menimbang Kreteria yang telah diidentifikasi sebelumnya
Artinya melakukan evaluasi dan memilih alternatif terbaik melalui
serangkaian kreteria. Misalnya dengan menggunakan sistem
“skoring”
d. Membuat berbagai alternatif
Artinya setelah melalui berbagai pertimbangan tadi maka diambil satu
keputusan misalnya Alternatif yang diambil adalah alternatif dengan
“skor” paling tinggi untuk setiap kreterianya merupakan alternatif terbaik.
e. Implementasi
Hal ini merupakan tahapan yang paling sulit dalam proses pengambilan
keputusan
f. Follow Up dan Evaluasi
Monitor dan evaluasi dilakukan untuk memastikan pelaksanaan keputusan
mengenai sasaran atau tujuan yang dituju.

6
2. Model Kreativitas
a. Kreativitas adalah kemampuan menciptakan ide – ide baru dan
bermanfaat.
b. Tujuannya adalah membantu mengidentifikasikan dan memahami masalah
yang belum jelas
c. Ada 3 komponen model kreativitas :
1) Keahlian yaitu dasar untuk setiap pekerjaan kreatif yang bisa diperoleh
dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan dan potensi diri. Misalnya
untuk menjadi seorang ahli maka individu tersebut harus memiliki
pengetahuan yang luas tentang keahliannya tersebut
2) Keterampilan – keterampilan kreativitas atau berpikir kreatif yaitu
karakteristik pribadi yang berhubungan dengan krativitas serta
kemampuan untuk menggunakan analogi serta bakat untuk melihat
sesuatu yang lazim dari sudut padang yang berbeda misalnya seorang
peneliti akan menjadi lebih kreatif jika berada dalam suasana hati yang
baik, jadi untuk mendapatkan hal tersebut banyak hal yang
menyenangkan bisa dilakukan seperti mendegarkan musik, makan
makanan favorit atau bersosialisasi dengan individu yang lain.
3) Motivasi Tugas Intrinsik yaitu keinginan untuk mengerjakan sesuatu
karena adanya dorongan dalam diri individu dan pengaruh dari
lingkungan kerja misalnya hal tersebut dilakukan karena manarik,
rumit, mengasyikkan, memuaskan atau menantang secara pribadi. Serta
lingkungan kerja memberikan support dalam bentuk konstruktif seperti
memberikan penghargaan dan pengakuan atas kreatifitas individu.

3. Model Intuisi /firasat


Yaitu Sebuah proses tidak sadar sebagai hasil dari pengalaman yang
disaring atau kekuatan yang muncul dengan cepat tanpa intervensi dari
berbagai proses yang masuk akal /sadar. Contoh pada saat bawahan anda
memberikan laporan anda merasa bahwa ada ketidaksesuaian dalam laporan
tersebut.

7
2.1.4 Langkah- langkah Pengambilan Keputusan yang Etis

1) Menentukan fakta-fakta
2) Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan
situasi-situasi dari sudut pandang mereka
3) Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut
dengan “imajinasi moral”
4) Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi
para pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan
alternatif-alternatif berdasarkan:
a. Konsekuensi-konsekuensi
b. Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip
c. Dampak bagi integritas dan karakter pribadi

5) Membuat sebuah keputusan


6) Memantau hasil
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab secara etis adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut,
membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal yang sangat
penting. Perbedaan persepsi dalam bagaimana seseorang mengalami
dan memahami situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan etis.
Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat
atas fakta-fakta yang ada merupakan sebuah penilaian etis yang lebih
masuk akal daripada penilaian yang dibuat tanpa fakta. Seseorang yang
bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah
bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada
orang yang bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam.
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang
bertanggung jawab mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah
keputusan atau permasalahn sebagai sebuah keputusan etis atau
permasalahan etis.
Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta
untuk mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang

8
dipengaruhi oleh sebuah keputusan, orang-orang ini biasa disebut
dengan para pemangku kepentingan (stakeholder).
Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah
membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif, membuat
suatu spreadsheet mental yang mengevaluasi setiap dampak tiap
alternatif yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang
kepentingan yang telah identifikasi. Salah satu cara yang paling mudah
adalah menempatkan diri terhadap posisi orang lain. Sebuah elemen
penting dalam evaluasi ini adalah pertimbangan cara untuk mengurangi,
meminimalisasi atau mengganti kensekuensi kerugian yang mungkin
terjadi atau meningkatkan dan memajukan konsekuensi-konsekuensi
yang mendatangkan manfaat. Selain itu juga perlu mempertimbangkan
kewajiban, hak-hak dan prinsip-prinsip, serta dampak bagi integritas
dan karakter pribadi.
Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan
evaluasi yang merupakan langkah terakhir dalam proses pengambilan
keputusan sebagai sarana untuk menilai apakah keputusan kita sudah
berdampaka baik atau malah tidak sesuai dengan apa yang kita
harapkan.

2.1.5 Kriteria Dalam Mengambil Keputusan Etis

1. Pendekatan bermanfaat
Pendekatan bermanfaat(utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat
abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep
tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi
jumlah terbesar.
2. Pendekatan individualisme
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu
tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung
kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu.
3. Konsep tentang etika bahwa keputusan dengan sangat baik menjaga hak-
hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

9
 hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu
tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
 hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia
inginkan di luar pekerjaanya.
 hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari
memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
 hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik
etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
 hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat
sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.
 hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa
bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya

2.2 Keputusan Etis Ditinjau dari Hukum Kesehatan


Tentang bagaimana suatu hal dikatakan benar dan dikatakan salah
tenaga kesehatan sering kali dihadapkan pada suatu kondisi dilema etik yang
menempatkan tenaga kesehatan untuk berfikir apa yang harus dilakukan, apa
yang seharusnya dilakukan, apakah tindakannya benar atau tidak dan
menuntut tenaga kesehatan untuk mengambil suatu keputusan yang tepat.
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah
etika kesehatan sedang menjadi topik yang banyak diicarakan. Hukum
kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-undangan baru
yang banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau
untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukum kesehatan. Oleh karena
itu, diperlukan undang-undang praktik keperawatan dan keputusan menteri
kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik perawat.
Dilema Etis
Dilema etis adalah kondisi yang mengharuskan perawat untuk melakukan
analisa, menepis, melakukan sintesa dan menentukan keputusan terbaik bagi
pasien. Dilema etik menempatkan perawat pada kondisi dimana dia harus
menimbang, memilah dan menapis pilihan keputusan yang menjadi sulit
diputuskan jika kedua piihan tidak ada yang benar benar baik ataupun
keduanya sama sama baik berdasarkan prinsip etis. Prinsip prinsip etis yang

10
menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan etis
diantaranya adalah otonomi, nonmaleficience, beneficience, justice, fidelity
dan veracity. Keputusan etis akan menjadi sulit diambil ketika terdapat
pertentangan antara prinsip prinsip etis tersebut(Fjetland, 2009; Masruroh H,
2014) Prinsip prinsip etika dapat disimpulkan dalam 3 makna yang
terkandung didalamya, yaitu memberikan dasar untuk kode etik keperawatan
yang bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia, bertanggung jawab dan
praktik keperawatan profesional. Beberapa hal yang dapt menimbulkan
masalah peran yang ambigu menimbulkan dilema etik. Dilema etik dapat
terjadi setiap saat ketika perawat harus memutuskan suatu tindakan antara
nilai nilai dan aturan yang dianut. Mengenali tantangan etis yang terlibat
meliputi langkah langkah pengambilan keputusan etis yaitu ; mengidentifikasi
bahwa konflik etika dapat terjadi dan menganalisa masalah, merenungkan
fakta atau data data yang relevan, siapa saja yang terlibat dan
berkepentingan, konsekuensi yang ditanggung, dan sumberdaya yang
tersedia. Perawat harus dapat memutuskan hal yang tepat diakukan untuk
dilakukan dalam situasi ini dan melaksanakan, mengevaluasi dan menilai
kembali jalan yang dipilih utuk menangani diema etis.
Pemberian izin praktik bagi perawat merupakan manifestasi dari UU Ke.
RI No.23 tahun 1992 pasal 53 ayat 1 tentang hak memperoleh perlidnungan
hukum, yaitu “Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya,” dan ayat 2 tentang
perlindungan/ melindungi hak klien, yaitu “Tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan
menghormati hak klien.”
Upaya pengendalian mutu praktik keperawatan melalui legislasi
keperawatan. Legislasi berarti suatu ketetapan hukum atau ketentuan hukum
yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan
tindakan (Lieberman,1970). Keputusan Menteri Kesehatan No.1239 Tahun
2001 tentang Registrasi dan praktik Keperawatan.

11
a. Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dilema etis yang sering terjadi adalah ketika perawat
harus memutuskan untuk melakukan tindakan atau tidak, pada kondisi
pasien yang membutuhkan pertolongan medis. Seorang pasien datang ke
tempat praktik mandiri perawat dengan luka karena terkena sayatan pisau.
Keadaan luka cukup dalam, terjadi banyak perdarahan dan membutuhkan
penanganan segera. Perawatan luka dan balutan saja tidak cukup, sehingga
perlu untuk dilakukan penjahitan. Perawat menyarankan kepada pasien
untuk dirujuk ke dokter atau puskesmas. Namun pasien menolak dan
bersikukuh untuk mendapatkan perawatan hanya dari perawat tersebut.
Perawat tahu bahwa tindakan harus segera dilakukan, namun tindakan
tersebut bukan wewenangnya dan jika perawat tidak segera melakukan
tindakan maka prognosa buruk akan terjadi kepada pasien. Pada kasus
tersebut terdapat nilai nilai yang menjadi pertimbangan diantaranya nilai
kemanusiaan dan nilai profesionalitas. Dalam hal ini sejauh mana perawat
boleh melakukan tindakan atas kasus yang terjadi, melanggar prinsip
prinsip etika profesi atau tidak. Jika tidak dilakukan tindakan apa yang
akan terjadi. Jika dilakukan tindakan maka akan ada pelanggaran terhadap
etika profesi pula. Menjadi semakin rumit dan pelik ketika dampak
emosional terjadi, seperti perasaan bingung, bersalah, frustasi bahkan
ketakutan.
b. Pengambilan Keputusan
Pada contoh kasus diatas, mendapat perawatan dan tindakan
merupakan hak pasien yang harus dipenuhi. Begitu pula keputusan untuk
memilih dan memutuskan pengobatannya sendiri. Disisi lain perawat juga
merasa bahwa tindakan tersebut bukan kewenangannya. Disini fungsi
perawat sebagai konselor dan edukator harus dijalankan. Perawat harus
mampu memberikan penjelasan kepada pasien tentang kondisi dan
pertimbangan pertimbangan yang perlu dipikirkan demi
kebaikan pasiennya. Perawat harus melindungi hak pasien yang telah
diatur dalam kode etik keperawatan. Meliputi hak untuk mendapatkan
perawatan, hak untuk memilih da memutuskan perawatan atau pengobatan
untuk dirinya sendiri. Namun perawat juga tidak dapat mengabaikan kode

12
etik yang dan undang undang yang membatasi kewenangan tindakan yang
boleh dilakukan perawat. Jika ditinjau dari prinsip etik yang menjadi
perimbangan dalam pengambilan keputusan yaitu primary otonomi.
Otonomi berarti menghargai kemampuan individu yang
mempunyai harga diri dan martabat, yang mampu memutuskan sendiri hal
hal berkaitan dengan dirinya. Otonomi berarti kemampuan mengatur atau
menentukan sendiri. Otonomi berakar pada rasa hormat terhadap individu.
Didalam prinsip otonomi, perawat harus menghargai dan menghormati hak
pasien untuk memilh dan memutuskan sendiri pengobatannya.
Kecenderungan pasien lebih memlih tenaga kesehatan perawat
dibandingkan dengan profesi lain untuk meningkatkan status kesehatanya
diakibatkan beberapa faktor. (Brown, 2007) dalam jurnalnya yang
berjudul Consumer pespectives on nurse practicioners and independence
practice di Washington menjelaskan bahwa 90% dari respondennya
merasa puas dan menyukai praktik keperawatan dibanding dengan praktik
kesehatan lain. Hal ini dikarenakan dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya perawat tidak hanya sekedar memberi pengobatan, tetapi
juga ada unsur “merawat”, bersikap caring dan ramah kepada pasiennya.
Sehingga pasien lebih nyaman dirawat oleh perawat, selain itu biaya
perawatan dan akses yang lebih terjangkau menjadikan profesi
keperawatan dipilih untuk mengatasi masalah kesehatannya. Keputusan
untuk memilih pengobatan dan siapa yang mengobati adalah hak penuh
seorang pasien. Dalam jurnal A path analytic model of ethical conflict in
practice and autonomy in a sample of nurse practicioners (Connie M
Ulrich, 2005) menyebutkan bahwa pasien memilih perawat dikarenakan
adanya kepercayaan bahwa perawta dapat melakukan tindakan
keperawatan secara mandiri. Konflik yang sering terjadi berkaitan dengan
otonomi pasien yang menenempatkan perawat pada posisi beresiko.
Namun keyakinan terhadap tugas dan prinsip bahwa perawat dapat
perawat mampu melaksanankan tugas secara mandiri dan menerima
konsekwensi yang berlaku (Anne Dreyer, 2011)

13
Prinsip kedua adalah nonmaleficien yang berarti tidak merugikan
pasien. Nonmaleficience adalah tidak melukai atau tidak membahayakan
orang lain. Dalam hal ini perawat dituntut untuk melakukan tindakan yang
tidak membahayakan atau berisiko menciderai pasiennya. Dalam kasus
telah diuraikan bahwa pasien menolak mendapatkan pengobatan selain
dari perawat tersebut, sedangkan putusn tindakan harus segera dilakukan.
Karena jika tidak diakukan tindakan maka perawat malah justru
membahayakan pasien. Ditilik dari prinsip ini nampaknya tindakan
perawat yang tepat adalah melakukan tindakan dengan menjahit luka
pasien untuk mencegah terjadinya perdarahan yang lebih hebat yang
merugikan pasien. Dalam keperawatan, risiko atau bahaya baik yang
disengaja maupun tidak selalu tidak dapat diterima. Oleh karena itu
perawat harus selalu hati hati dlam melakukan pengambilan keputusan
etik.
Beneficience berarti melakukan yang baik. perawat memilikki
kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu melakukan proses
keperawatan dengan baik dan semaksimal mungkin. Prinsip ini menuntut
perawat untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pasiennya atas
dasar kebaikan, namun dalam kenyataan sehari hari prinsip ini sering
membuat risiko bagi profesi perawat itu sendiri. Seperti halnya pada
contoh kasus diatas, perawat melakukan kebaikan dengan melakukan
tindakan keperawatan namun ada risiko yang ditanggung oleh perawat
tersebut dikarenakan perawat melakukan tindakan diluar kewenangannya
(Blais, 2007; Masruroh H, 2014)
Prinsip selanjutnya adalah justice, atau keadilan. Artinya perawat
dituntut untuk memberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Perawatan yang diberikan harus sesuai dengan standar praktik
keperawatan secara profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Jika ditinjau dari prisip ini tindakan perawat dalam kasus diatas perawat
sebenarnya melakukan pelanggaran atas justice karena melakukan
tindakan diluar dari kewenangannya, tidak sesuai dengan hukum yang
berlaku.

14
Selanjutnya adalah veracity atau kejujuran. Kebenaran menjadi
suatu hal yang harus disampaikan perawat kepada pasiennya. Terkait
dengan informasi yan disampaikan kepada pasien harus akuran,
komprehensif dan obyektif sehingga pasien mengerti dan paham mengenai
keadaan dirinya. Karena kebenaran merupakan dasar dalam membentuk
hubungan saling percaya (Masruroh H, 2014). Dengan mengidentifikasi
keterlibatan prinsip prinsip diatas diharapkan perawat dapat menimbang
dan memilah prinsip apa saja yang bertentangan atau mendukung proses
pengambilan keputusan. Adanya prinsip tersebut membuat perawat dan
pasien memiliki pandangan dan pilhan terhadap keputusan yang akan
diambil. Mana yang baik untuk dilakukan, apakah berisiko, bagaimana
konsekwensinya, dll. Dengan kata lain, etik, prinsip etik adalah landasan
bagi perawat untuk memutuskan suatu tindakan. Setelah mengidentifikasi
dan menganalisa prisnsip prinsip etik yang terlibat, langkah dalam
pengambilan keputusan etik selanjutnya adalah mengikutsertakan pasien,
keluarga ataupun profesi lain yang terkait dalam pengambilan keutusan
etik. Masalah etik adalah masalah yang membuat perawat berada pada
persimpangan yang menuntut dia untuk mengambil suatu keputusan.
Keputusan etik bersifat situasional, namun tidak dapat serta merta
diputuskan sendiri oleh perawat. Keterlibatan pasien dan keluarga
merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap hak pasien.
Penghormatan tersebut terkait dengan hak pasien untuk mengetahui dan
memutuskan sendiri atau autonomi. Keterlibatan profesi lain misalakan
dokter, ahli gizi atau profesi lain meberikan perawat pandangan terhadap
baik dan buruk suatu tindakan. Dengan melibatkan pihak lain, diharapkan
keputusan etis yang diambil adalah keputusan terbaik yang
menguntungkan pasien. Langkah selanjutnya dalam pengambilan
keputusan etik adalah menganalisa konsekuensi dari pilihan tindakan yang
ada. Baik buruknya, ditinjau dari beberapa prisip tadi. Bagaimana
konsekuensi dari suatu tindakan jika dilakukan, dan bagaimana jika tidak
dilakukan. Kemudian langkah terakhir adalah mengambil keputusan
dengan mempertimbangkan keinginan pasien. Kembali lagi pada prinsip

15
etik pertama yaitu autonomi. Keinginan pasien adalah suatu hal yang harus
dipahami dan dihormati. Bagaimanapun juga keputusan tersebut adalah
berhubungan dengan kehidupan pasien. Perawat adalah problem solver
bagi pasiennya, dengan fokus utama adalah untuk menyelesaikan masalah
klien. Setelah melakukan analisa etik tentang keputusan apa yang terbaik
bagi pasien, perawat menyimpulkan alasan etik. Yaitu apa yang harus dan
seharusnya dilakukan berdasarka prinsip etik yang telah dibahas diatas.
Dalam proses pengambilan keputusan etis dikenal beberapa teori
yang dapat menjadi pembenaran terhadap suatu putusan etik, yaitu teori
teleologi dan deontologi. Teleologi berasal dari kata telos yang artinya
tujuan. dalam hal ini keputusan etik didasarkan pada tujuan yang hendak
dicapai. Bagaimana dampak jika dilakukan tindakan, apakah berdampak
baik. Seuatu tindakan dinilai baik apabila tindakan tersebut berujuan baik
pula. Teori kedua adalah teori deontologi, yaitu suatu konsep yang
menitikberatkan pada moral dan kewajiban. Deontologi berbicara
mengenai apa yang seharusnya diakukan. Menurut Kant dalam (Masruroh
H, 2014) suatu tindakan dianggap baik apabila dilakukan berdasarkan
kewajiban, terlepas dari tujuan dari tindakan tersebut. Tentu saja jika
tindakan yang dilakukan perawat ditinjau dari terori ini maka kedua
duanya memiliki alasan untuk mebenarkan ataupun menyalahkan tindakan
tersebut. Pertama jika dipandang dari etika teleologis, tindakan perawat
dianggap benar didasarkan pada tujuan dilakukanya tindakan adalah
merupakan kebaikan. Dimana tujuan dilakukan tindakan adalah didasarkan
pada nilai moral demi kebaikan dan kemanusiaan untuk menyelamatkan
nyawa pasien, menghormati hak otonomi pasien, menerapkan prinsip
beneficience dan nonmalificience. Sedangkan jika ditinjau dari etika
deontologis tindkan perawat dianggap salah karena kewajiban perawat
adalah mematuhi kode etik dan peraturan perundangan yang berlaku
tentang praktik keperawatan. Terlepas dari tujuan tindakan tersebut,
perawat dianggap tidak melaksanakan kewajiban suatu profesi yang harus
tunduk kepada kode etik dan peraturan yang berlaku. Begitu pula jika
dilihat dari prinsip etik justice bahwa setiap tindakan harus dilakukan

16
berdasarkan standart dan peraturan hukum yang berlaku. Dalam setia
keputusannya perawat tidak akan pernah terlepa dari risiko yang
mengancam dirinya. Setiap pilihan tindakan ad risiko yang ditanggung
baik bagi pasien maupun bagi perawat itu sendiri. Untuk itu setiap
putusan tindakan yang diambil harus berdasarkan persetujuan antara pihak
pemberi layanan dan pihak yang diberi layanan. Bahwa penerima layanan
yaitu pasien dan keluarga paham terhadap kondisi, konsekwensi dan akibat
dari suat keputusan. Olehkarena itu keterlibatan pasien dan keluarga
menjadi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan
yang diambil adalah merupakan keputusan bersama, tugas perawat adalah
memberikan penjelasan dan informasi sejelas mungkin dna harus bersifat
obyektif. Kesepakatan atas suatu tindakan yang didahului oleh adanya
pemberian informasi oleh pasien atau keluarga disebut nform konsen.
Inform konsen menjadi suatu senjata bagi pasien atu perwat itu sendiri.
Inform consent bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam hal
autonomi (Settle, 2014; Toren, 2010) Setelah keputusan tndakan diambil
dan dilakukan, maka tahap yang perlu dilakukan adalah evaluasi. Evaluasi
merupakan bagian penting dari proses pengambilan keputusan etik. Tujuan
dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan
sebagai outcome dari keputusan yang telah dibuat. Perubahan status klien,
kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan jika terjadi kasus atau situasi yang sama. Terkait
dengan bagaimana suatu keputusan etis dibuat, apakah keputusan yang
diambil efektif dan tidak merugikan pasiennya.

2.3 Keputusan Etis Ditinjau dari Etika dan Budaya


Dalam organisasi, pengaruh yang penting terhadap perilaku yang etis
adalah adanya norma dan nilai tim, departemen, dan organisasi secara
keseluruhan. Riset menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat memengaruhi
tindakan dan proses pengambilan keputusan oleh seseorang. Budaya dapat
diamati untuk melihat jenis-jenis sinyal etika yang diberikan kepada suatu

17
individu. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomunikasikan
melalui penghargaan publik atau upacara resmi.
Budaya bukanlah satu-satunya aspek dari organisasi yang
memengaruhi etika, namun merupakan suatu kekuatan yang besar karena
menentukan nilai-nilai suatu organisasi. Aspek organisasi yang lain,
seperti aturan dan kebijakan yang eksplisit, sistem seleksi, penekanan pada
standar hukum dan profesional. Serta proses kepemimpinan dan
pengambilan keputusan, juga dapat memengaruhi nilai etika dan proses
pengambilan keputusan oleh individu.
Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau pasien sangat
berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Contoh masalah praktik
adat istiadat bisa diperhatikan berikut ini. Dalam budaya Jawa dan daerah
lain dikenal falsafah tradisional “Mangan ora mangan anggere kumpul”
(Makan tidak makan asalkan tetap bersama). Falsafah ini sampai sekarang
masih banyak memengaruhi sistem kekerabatan orang Jawa. Bila ada
anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit, biasanya ada salah
satu keluarga yang ingin selalu menungguinya. Ini berbeda dengan sistem
kekerabatan orang Barat yang bila ada anggota keluarga yang sakit maka
sepenuhnya diserahkan kepada perawat dalam keperawatan sehari-hari.
Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai aturan menunggu dan
persyaratan klien yang boleh ditunggu. Namun, hal ini sering tidak
dihiraukan oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumah jauh, klien
tidak tenang bila tidak ditunggu keluarga, dan lain-lain. Ini sering
menimbulkan masalah etis bagi perawat antara membolehkan dan tidak
membolehkan.
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan
etis. Faktor ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, hukum dan peraturan perundang-undangan (Ellis, Hartley,
1980). Beberapa tahun terakhir telah terjadi berbagai perkembangan
perilaku sosial dan budaya kita. Masyarakat Indonesia yang awalnya
merupakan masyarakat agraris, yang sebagian besar tinggal di pedesaan,

18
lambat laun mampu mengembangkan industri yang menyebabkan berbagai
perubahan, antara lain semakin meningkatnya area kawasan industri.
Nilai tradisional sedikit demi sedikit demi sedikit telah ditinggalkan
oleh beberapa kalangan masyarakat. Misalnya, kaum wanita yang pada
awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga yang bergantung pada suami,
telah teralih pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan
banyak yang menjadi wanita karier. Dengan semakin meningkatnya orang
menekuni profesinya, semakin banyak pula orang menunda perkawinan
dan banyak pula yang mempertahankan kesendirian.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem
kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang awalnya berorientasi pada
program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengna
pendekatan tim kesehatan. Ini menyebabkan beberapa perubahan dalam
berbagai kebijakan pemerintah. Berbagai kebijakan dirumuskan dengan
melibatkan tim kesehatan. Namun, untuk menentukan kebijakan dan
peraturan tidak mudah. Oleh karena cukup luasnya wilayah Indonesia
maka kita ketahui adanya berbagai peraturan yang bersifat regional,
misalnya peraturan daerah. Nilai yang diyakii masyarakat berpengaruh
pula terhadap keperawatan. Sebagai contoh dapat dilihat pada kasus
dibawah ini. Seorang klien yang menderita penyakit kronis dan dirawat
dirumah sakit, sudah beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh karena
itu, pasien atau kelaurganya mungkin memilih untuk membawa klien
pulang agar dapat dipersiapkan agar meninggal dunia dengan tenang.
Selain dengan pertimbangan faktor biaya, adat, hal ini juga karena adanya
anggapan atau nilai di masyarakat bahwa “orang yang etikanya tidak baik
selama hidup maka sulit meninggal dunia,” klien kemudian dibawa pulang
,atas permintaan sendiri (APS). Beberapa hari kemudian klien tersebut
meninggal dunia.
Contoh tersebut dapat terjadi karena mahalnya biaya pengobatan di
rumah sakit sedangkan sebagian besar penduduk tidak mempunyai
asuransi kesehatan. Ajaran agama juga menyebbutkan bahwa kehidupan
dunia hanyalah kehidupan sementara sehingga hidup di dunia bukan

19
merupakan tujuan akhir manusia. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Jawa dikenal istilah bahwa hidup di dunia hanyalah “mampir ngombe”
(singgah sejenak untuk minum) sehingga mereka rela atau siap bila
sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Ini cukup berbeda dengna nilai yang
diyakini oleh sebagian masyarakat tidak beragama (ateis), yang
menganggap hidup di dunia merupakan segala-galanya dan menganggap
kehidupan setelah mati merupakan ajaran tradisional atau khayalan
manusia saja.

2.4 Keputusan Etis Ditinjau dari Agama


Agama merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis.
Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun kaidah
agama yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses.
Semakin tua akan semakin banyak pengalaman dan belajar, seseorang
akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai yang dimilikinya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk
dengan berbagai agama atau kepercayaan. Setiap penduduk yang menjadi
warga negara Indonesia harus beragama atau berkepercayaan. Ini sesuai
dengan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan yang Maha Esa” dan Indonesia
menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar yang paling utama. Setiap
warga negara diberi kebebasan untuk memilih agama atau kepercayaan
yang dianutnya. Ini sesuai dengan Bab XI pasal 29 UUD 1945 yang
berbunyi
1) Negara berdasarskan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya.
Sebagai negara berketuhanan, segala kebijakan atau aturan yang
dibuat diupayakan tidak bertentangan dengan aspek agama yang ada di
Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu).
Misalnya, sebelum keluarga berencana atau KB dijadikan program
nasional, pihak pemerintah telah mendiskusikan berbagai metode

20
kontrasepsi yang tidak bertentangan dengan agama dengan para pemuka
agama. Dengan adanya kejelasan tentang program kesehatan nasional,
misalnya KB, dengan ketentuan agama maka perawat tidak ragu-ragu
dalam mempromosikan program tersebut dan dapat memberi informasi
yang tidak bertentangan dengan agama yang dianut pasien. Pada tahun
2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI
No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan
bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yaitu Pancasila.
Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para
tenaga kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang
dianutnya. Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya
kepada tuntunan agama.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dengan membedakan tiga


arti sebagai ilmu, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak). Keputusan etis dari segi hukum kesehatan
harus mempunyai beberapa prinsip yaitu prinsip otonomi, yang berakar pada
rasa hormat terhadap individu yaitu harus menghargai dan menghormati hak
pasien untuk memilh dan memutuskan sendiri pengobatannya, prinsip
nonmaleficien yang berarti tidak merugikan pasien, prinsip beneficience
berarti melakukan yang baik, prinsip justice atau keadilan, dan prinsip
veracity atau kejujuran. Dari sudut pandang etika dan budaya, keputusan etis
berpengaruh penting terhadap norma dan nilai tim, departemen, dan
organisasi secara keseluruhan. Riset menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat
memengaruhi tindakan dan proses pengambilan keputusan oleh seseorang.
Budaya dapat diamati untuk melihat jenis-jenis sinyal etika yang diberikan
kepada suatu individu. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan
dikomunikasikan melalui penghargaan publik atau upacara resmi. Sebagai
negara berketuhanan, keputusan etis ditinjau dari segi agama merupakan
faktor utama segala kebijakan atau aturan yang dibuat, sehingga diupayakan
tidak bertentangan dengan aspek agama yang ada di Indonesia (Islam,
Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu) apapun yang dikerjakan
dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada
tuntunan agama yang dianutnya.

22
3.2 Saran
Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya
perangkat-perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik
dilapangan. Perlunya sosialisai yang luas tentang kode etik profesi dan bila
perlu diadakan pelatihan yang bersifat review tentang etika profesi secara
periodik dan tidak terbatas. Dalam hukum kesehatan terkait dengan
bagaimana suatu keputusan etis dibuat, apakah keputusan yang diambil
efektif dan tidak merugikan pasiennya perlu dipertimbangkan. Standar etika
yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomunikasikan melalui penghargaan
publik atau upacara resmi agar menjadi suatu kebudayaan dalam suatu ruang
lingkup kehidupan. Dan juga melalui pemahaman agama yang benar,
diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu
mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.

23
DAFTAR PUSTAKA

Education. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Etis dalam Praktik


Keperawatan. https://ithinkeducation.wordpress.com/2014/04/28/faktor-
yang-mempengaruhi-pengambilan-keputusan-etis-dalam-praktik-
keperawatan-factors-affecting-ethical-decision-making-in-nursing-practice/.
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 19.05.

Fahradi, D. 2011. Mengambil Keputusan Etis


http://dedifahradi.blogspot.co.id/2011/06/mengambil-keputusan-etis.html.
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 19.00.

Lumbantoruan, J. 2013. Pendekatan dalam Pengambilan Keputusan


http://juprilumbantoruan.blogspot.co.id/2013/10/pendekatan-dalam-
pengambilan-keputusan.html. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul
19.02.

Safruddin, 2013. Etika Pengambilan Keputusan.


http://az17bersama.blogspot.co.id/2013/04/etika-pengambilan-
keputusan.html. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 19.10.

Widodo, J. 2009. Pengambilan Keputusan etis dan Faktor. http://jameswidodo-


heart.blogspot.com/2009/11/pengambilan-keputusan-etis-dan-
faktor.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 19.20

24

Anda mungkin juga menyukai