Anda di halaman 1dari 32

TUGAS BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE

Pengayaan Materi Bab 2-6

Disusun oleh :
Dian Permata Sari 55116120013
Tito Setiawan Nugroho 55116120020
Nanang Sukmana 55116120118

UNIVERSITAS MERCU BUANA


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
2017
BAB II
Pengambilan Keputusan yang Etis Dalam Konteks Pribadi dan Profesional

1
II.1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Untuk memahami peran etika di dalam lingkungan bisnis, kita perlu menggunakan etika
dalam proses pengambilan keputusan. Para individu dalam organisasi membuat keputusan
dengan membuat pilihan-pilihan dari dua alternatif atau lebih. Pengambilan keputusan adalah
sesuatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta
dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang
menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Pengambilan keputusan biasanya memiliki beberapa tujuan seperti tujuan yang bersifat
tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan masalah lain) dan tujuan yang bersifat
ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif).
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi atas sebuah
masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuaian antara perkara saat ini dan keadaan yang
diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat beberapa tindakan alternatif. Dan
keputusan yang dibuat harus mengandung nilai-nilai etis. Oleh karena itu diperlukan kerangka
kerja pengambilan keputusan yang etis atau Ethical Decision Making (EDM) Framework.

II.2. Pendekatan-Pendekatan Pengambilan Keputusan Etis


1. Pendekatan Filosofi
1.1 Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teologi
Pelaku konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat
yang dihasilkan oleh keputusan. Paham ini mempunyai prinsip bahwa suatu
tindakan itu benar secara moral hanya jika tindakan itu memaksimalkan manfaat
bersih. Dengan kata lain, suatu keputusan disebut etis jika konsekuensi yang
menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan.
Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari
tindakan maka disebut juga Teleological.

1.2 Deontologi
Deontologi berfokus pada kewajiban dan bertanggung jawab yang memotivasi
suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari tindakan.

1.3 Virtue Ethics


Etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang
ditunjukkan oleh pengambilan keputusan.

2. Pendekatan 5 Pertanyaan
Pendekatan yang berguna untuk pertimbangan tertib masalah tanpa banyak
eksternalitas dan dimana fokus khusus yang diinginkan oleh perancang proses
pengambilan untuk pengobatan yang diperluas dari pendekatan ini.

3. Pendekatan Standar Moral


Pendekatan ini untuk analisis dampak stakeholder yang dibangun langsung pada tida
kepentingan mendasar dari stakeholder.

2
4. Pendekatan Pastin
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar untuk apture gagasan bahwa individu
dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang
mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diinginkan. Pastin menunjukkan bahwa
pemeriksaan keputusan masa lalu atau dindakan dibuat. Ia menyebut ini pendekatan
reverse engineering keputusan, karena upaya ini dilakukan untuk mengambil
keputusan masa lalu terpisah untuk melihat bagaimana dan mengapa mereka dibuat.
Pastin menunjukkan bahwa orang sering dijaga (secara sukarela atau tanpa sadar)
tentang mengekspresikan nilai-nilai mereka, dan bahwa reverse engineering
menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan masa lalu, apa nilai-nilai mereka.

II.3. Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan Yang Etis


1. Menemukan fakta-fakta
Langkah pertama yaitu menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan
fakta-fakta dari opini belaka adalah hal yang sangat penting. Sebuah penilaian etis
yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas fakta-fakta yang ada merupakan
sebuah penelitian etis yang lebih masuk akal daripada penilaian yang dibuat tanpa
fakta.

2. Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi-situasi


dari sudut pandang mereka
Langkah kedua yaitu kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau
permasalahan sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis.

3. Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut dengan imajinasi


moral
Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta untuk
mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh sebuah
keputusan, orang-orang ini biasa disebuat dengan para pemangku kepentingan
(stakeholder).

4. Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat mempengaruhi para


pemegang kepentingan membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif
berdasarkan konsekuensi, kewajiban, hak, prinsip dan dampak bagi integritas dan
karakter pribadi
Langkah selanjutnya adalah membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-
alternatif, membuat suatu spreadsheet mental yang mengevaluasi setiap dampak tiap
alternatif yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang kepentingan yang
telah identifikasi.

5. Membuat sebuah keputusan


Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan evaluasi
sebagai sarana untuk menilai apakah keputusan kita sudah berdampak baik atau
malah tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan

6. Memantau hasil

3
II.4. Ketika pengambilan keputusan yang etis tidak berjalan baik : mengapa orang
baik melakukan tindakan buruk?
Seseorang melakukan hal yang tidak etis karena rasa ketidaktahuan, namun terkadang
ketidaktahuan telah ditetapkan dan disengaja. Rintangan kognitif terkadang mempertimbangkan
alternatif-alternatif yang terbatas. Ketika berhadapan dengan sebuah situasi yang memiliki dua
alternatif pemecahan yang jelas, terkadang kita hanya mempertimbangkan dua jalan keluar yang
jelas, melupakan kenyataan kemungkinan adanya alternatif lain.
Batu sandungan lainnya tidak bersifat kognitif atau intelektual akan tetapi berkaitan
dengan motivasi dan keinginan yang kuat. Terkadang orang-orang juga mengambil keputusan
yang belakangan mereka sesali karena mereka kurang memiliki keberanian untuk melakukan
sebaliknya.

II.5. Pengambilan keputusan yang etis dalam peran manajerial


Dalam situasi bisnis, terkadang konteks organisasi mempersulit kita untuk bertindak
secara etis bahkan bagi orang yang berniat paling baik sekalipun, atau mempersulit orang yang
tidak jujur untuk bertindak tidak etis.
Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer, eksekutif
senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki kemampuan
untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi dimana semua karyawan mengambil
keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan
pengaturan organisasi yang mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis.

4
BAB III
Etika Filosofis dan Bisnis
III.1 Utilitarianisme: Mengambil Keputusan Berdasarkan Konsekuensi-Konsekuensi Etis
1. Prinsip Etika Utilitarianisme
Menurut aliran ini prinsip pokok yang harus dikedepankan dalam berbuat adalah
asas manfaat/keuntungan. The greatest happiness of the greatest number. Sumber
kesenangan diukur menurut intensitas dan lamanya perasaan tersebut, akibatnya, dan
lain-lain. Kegunaan/keuntungan menjadi prinsip, norma, kriteria, dan cita-cita moral.
Perilaku dan perbuatan manusia dikatakan baik jika mendatangkan keuntungan dan
kegunaan.
Dengan demikian, utilitarianisme merupakan sebuah istilah umum untuk semua
pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi
berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada masyarakat.
Pendekatan utilitarianisme sering disebut pendekatan konsekuensialis, karena
menekankan pentingnya konsekuensi atas keputusan yang diambil. Kualitas moral
suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang
ditimbulkan.

2. Nilai Positif Etika Utilitarianisme


Menurut Keraf (1998:96) terdapat 3 (tiga) nilai positif etika utilitarianisme, yaitu:
1) Rasional
Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-
aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika
utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional.
2) Otonom
Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral untuk
berpikir dan bertindak dengan hanya memperhatikan 3 (tiga) kriteria objektif dan
rasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang
harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.
3) Universal
Etika Utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi
banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut member
manfaat terbesar bagi banyak orang.

3. Etika Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian


Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda,
yaitu:
1) Sebagai Proses Pengambilan Keputusan.
Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan. Etika
ini dipakai untuk melakukan perencanaan yang mengatur sasaran atau target yang
akan dicapai.

2) Sebagai Standar Penilaian.


Etika utilitarianisme digunakan sebagai standar penilaian atas tindakan atau
kebijakan yang telah dilakukan. Kriteria etika utilitarianisme benar-benar

5
digunakan untuk menilai apakah tindakan atau kebijakan yang ditetapkan tersebut
memang baik atau tidak. Ini berarti bahwa pada wujud ini etika utilitarianisme
sangat tepat digunakan untuk mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan.

4. Analisis Keuntungan dan Kerugian


1. Keuntungan dan Kerugian (Cost and Benefits), yang dianalisis tidak dipusatkan
pada keuntungan dan kerugian perusahaan. Perhatikan bagaimana dan sejauh
mana suatu kebijaksanaan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat
yang menguntungkan dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemasok,
penyalur, karyawan, masyarakat luas, dan sebagainya.
2. Tidak ditempatkan dalam kerangka uang. Perlu juga mendapat perhatian serius,
bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek financial,
melainkan juga aspek-aspek moral: hak dan kepentingan konsumen, hak
karyawan, kepuasan konsumen, dan sebagainya. Jadi, manfaat harus ditafsirkan
secara luas dalam kerangka kesejateraan, kebahagiaan, keamanan sebanyak
mungkin pihak terkait yang berkepentingan.
3. Untuk jangka panjang. Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan
adalah longterm net bisnis.

5. Kelemahan Etika Utilitarianisme


Para pendukung utilitarianisme memberikan sejumlah tanggapan berikut ini untuk
menghadapi keberatan-keberatan yang muncul:
1. Kaum utilitarian menyatakan bahwa, meskipun utilitarianisme idealnya
mensyaratkan penilaian-penilaian yang akurat dan dapat dikuantifikasikan atas
biaya dan keuntungan. Namun, persyaratan ini dapat diperlonggar jika penilaian
seperti itu tidak dapat dilakukan. Utilitarianisme hanya menegaskan konsekuensi
dari tindakan wajib dinyatakan dengan tingkat kejelasan dan ketepatan sebaik
mungkin, dan bahwa semua informasi harus relevan. Sehubungan dengan
konsekuensi-konsekuensi tersebut, haruslah disajikan dalam bentuk yang
memungkinkan dilakukannya perbandingan secara sistematis antara satu dengan
yang lain.
2. Utilitarianisme juga bisa salah, menurut para kritikus, apabila diterapkan pada
situasi-situasi yang berkaitan dengan keadilan sosial. Misalnya, upah subsistensi
memaksa sekelompok pekerja pendatang untuk tetap melaksanakan pekerjaan
yang paling tidak diinginkan dalam bidang pertanian dalam sebuah perekonomian,
namun menghasilkan tingkat kepuasan sangat tinggi bagi mayoritas, karena
kelompok mayoritas tersebut menikmati barang-barang produksi hasil pertanian
yang murah dan memungkinkan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan
lain.

III.2 Deontologi: Mengambil Keputusan Berdasarkan Prinsip-Prinsip Etis


1. Sumber-Sumber Peraturan
Pendekatan deontologi berfokus pada kegiatan atau ukuran moral pengambilan
keputusan dengan pendekatan deontologi akan selalu menjaga pada ukuran itu sendiri.
Keputusan diambil dengan mempertimbangkan keadaan pada saat itu dan

6
dibandingkan dengan dampaknya apabila keputusan tersebut diambil. Atas dasar itu,
etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari
pelaku.
Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi:
1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban.
2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu
sudah dinilai baik.
3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya
dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal.

2. Hak dan Kewajiban Moral


Karena setiap orang memiliki kewajiban dasar yang sama ini terhadap orang lain,
dapat dikatakan bahwa setiap individu memiliki hak-hak moral dasar: hak untuk
diperlakukan dengan rasa hormat, untuk mengharapkan orang lain memperlakukan
kita sebagai tujuan alih-alih hanya sebagai alat, hak untuk diperlakukan sebagai
individu yang otonom.
Konsep dari hak moral merupakan pusat dari tradisi deontologis. Martabat yang
melekat pada tiap orang memiliki arti bahwa kita tidak bisa melakkan apa pun yang
kita inginkan terhadap orang lain. Hak-hak moral melindungi orang-orang dari
perlakuan yang akan menghina martabat mereka dan menjadikan mereka semata-
mata sebagai obyek atau alat. Secara tidak langsung, hak-hak moral menyatakan
bahwa beberapa tindakan dan keputusan bersifat diluar jangkauan. Karena itu
kewajiban moral dasar kita (imperatif kategoris) adalah untuk menghormati hak-hak
moral dasar orang lain. Hak-hak kita membentuk batasan atas keputusan dan otoritas
terhadap orang lain.

III.3 Etika Keutamaan: Mengambil Keputusan Berdasarkan Integritas dan Karakter


Etika ini lebih mengutamakan pembangunan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai
moral bukan muncul dalam bentuk adanya aturan berupa larangan atau perintah, namun dalam
bentuk teladan moral yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat. Di
dalam etika karakter lebih banyak dibentuk oleh komunitasnya. Pendekatan ini terutama berguna
dalam menentukan etika individu yang bekerja dalam sebuah komunitas profesional yang telah
mengembangkan norma dan standar yang cukup baik.
Etika keutamaan dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap
kehidupan dalam bisnis. Ketimbang hanya menggambarkan manusia sebagai yang baik atau
buruk, benar atau salah, etika keutamaan memberikan deskripsi yang lebih utuh. Etika
keutamaan mencari lebih dari sekadar deskripsi detail dari kehidupan bisnis. Seperti semua teori
etis, etika keutamaan juga menjadi petunjuk dalam memberikan saran bagaimana seharusnya kita
hidup.

7
Contoh studi kasus untuk Bab II dan III :

A. Identifikasi Masalah :
- Banyaknya karyawan yang mulai mengabaikan loyalitasnya karena tidak merasa
dihargai (atau tidak mendapat reward) ketika melakukan pekerjaan lebih dari yang
seharusnya
- Banyaknya karyawan yang telat tetapi pulang on time

B. Mencari Data :
- Meng-crosscheck absen karyawan pada jenjang waktu 1 bulan terakhir

8
- Mengevaluasi hasil kerja karyawan, apa saja kontribusi yang telah diberikan

C. Analisis :
- Apa yang membuat karyawan kehilangan semangat dalam bekerja?
- Apa yang membuat karyawan selalu datang telat tetapi pulang tepat pada waktunya?

D. Tentukan Alternatif :
- Memanggil satu persatu karyawan yang absennya buruk dan dan menanyakan apa
alasannya selalu datang telat
- Memberikan Surat Peringatan apabila telat misalnya 3x dalam 1 minggu
- Memberikan reward berupa Uang Kehadiran apabila dalam waktu 1 bulan tidak
mempunyai absen merah dan selalu hadir
- Memberikan feedback reward berupa Insentif yang diberikan apabila karyawan
memberikan kontribusi yang bagus

E. Pilih Alternatif :
- Memberikan reward berupa Uang Kehadiran apabila dalam waktu 1 bulan tidak
mempunyai absen merah dan selalu hadir
- Memberikan feedback reward berupa Insentif yang diberikan apabila karyawan
memberikan kontribusi yang bagus

F. Implementasi :
- Diberlakukannya peraturan reward tersebut guna memotivasi semangat karyawan
dalam bekerja

Jalankan selama beberapa waktu sambil pelajari dan evaluasi

9
10
BAB IV
Budaya Perusahaan Dampak dan Implikasi

IV.1 Definisi Budaya perusahaan.


Setiap organisasi memiliki sebuah budaya (culture), dibentuk oleh sebuah pola dari
keyakinan, harapan, dan arti yang mempengaruhi dan mengarahkan pemikiran dan perilaku
anggota organisasi tersebut.
Budaya perusahaan adalah seperangkat asumsi yang dibangun dan dianut bersama oleh
organisasi sebagai modal dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan proses integrasi
internal. Seperangkat asumsi dimaksud adalah filosofi, nilai-nilai, norma-norma, keyakinan,
ide mitos dan karya yang terintegrasi untuk mengarahkan perilaku organisasional.
Hodge, Anthony dan Gales (1996) mendefinisikan budaya perusahaan sebagai suatu
konstruksi dua tingkat, yang meliputi karakteristik-karakteristik organisasi yang kelihatan
(observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable). Pada level observable, budaya
perusahaan mencakup beberapa aspek organisasi seperti pola-pola perilaku, peraturan,
legenda, bahasa dan seremoni-seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada level
unobservable, value, budaya perusahaan mencakup shared, norma-norma, kepercayaan dan
asumsi-asumsi para anggota organisasi. Jadi budaya perusahaan merupakan pola atau
konfigurasi dari dua level karakteristik organisasi yang berorientasi atau mengarahkan para
anggota organisasi untuk mengelola masalah-masalah dan keadaan-keadaan di
sekitarnya.
Budaya perusahaan juga dianggap sebagai alat untuk menentukan arah organisasi,
mengarahkan apa yang boleh dilakuka n, mengarahkan bagaimana mengalokasikan
sumber dayanya, mengelola sumber daya organisasional dan sumber daya manusia dan sebagai
alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan (Petrock, 1990).
Menurut Robbins (1989), budaya perusahaan merupakan persepsi bersama atau suatu
sistem dari makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi
itu dengan organisasi lain.
Menurut Miller (1987), budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai yang dianut dalam
perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut.
Nilai-nilai itu merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan kadang-kadang tidak
terungkap. Nilai-nilai dan semangat tersebut akan mendasari sifat perusahaan dalam usaha
menjawab tantangan.
Budaya sebuah perusahaan dapat berupa nilai pemelihara perusahaan (sustaining value)
yang memberikan arahan dan stabilitas selama masa-masa sulit.

IV.2 Budaya berdasarkan nilai.


Terdapat dua pendekatan organisasi untuk meninjau budaya perusahaan yang mendorong
tindakan etis ;

a. yang pertama adalah pendekatan organisasi yang birokratis dan hierarkis. Pengambilan
keputusan dalam pendekatan organisasi yang birokratis dan hierarkis didasarkan pada
aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan. Keputusan tersebut
membutuhkan persetujuan pihak berwenang.

11
b. Yang kedua adalah pendekatan organisasi yang tidak birokratis. Pendekatan ini
memberikan wewenang kepada orang-orang di garis depan untuk menyelesaikan
masalah tanpa menunggu atasan mengambil keputusan atau memberikan arahan.
Kedua pendekatan itu merefleksikan perbedaan-perbedaan budaya. Budaya yang etis
memiliki dampak yang langsung dan praktis pada laba/hasil akhir. Budaya etis yang
kuat dapat menjadi alat pencegah kerugian yang dapat menimpa para pemegang
kepentingan perusahaan dan meningkatkan laba yang berkelanjutan.
Perusahaan harus menentukan misi sebelum memberikan dampak pada budaya melalui
kode perilaku.

a. Pertama, kode perilaku berpotensi untuk meningkatkan reputasi perusahaan dan


menyediakan arahan yang konkrit bagi pengambil keputusan internal sehingga
menciptakan sistem manajemen resiko yang telah dibangun dalam perusahaan.
b. Kedua, kode perilaku menunjukkan bagaimana pemimpin mengaplikasikan nilai yang
diakui dalam praktik bisnis sehari-hari.
c. Ketiga, kode perilaku dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang jelas terkait
dengan bagaimana pergeseran budaya akan terjadi.
Komunikasi menentukan kejelasan atas tujuan, prioritas, atau proses. Selain komunikasi,
pemantauan dan audit menjadi elemen vital dalam penilaian dan pencegahan resiko. Dengan
penilaian tersebut maka organisasi lebih mampu untuk mencermati kelemahan-kelemahan
sebelum pemegang kepentingan (internal maupun eksternal) menemukannya.
United States Sentencing Commission (USSC) adalah agen independen dalam United
States Judiciary yang didirikan pada tahun 1984 untuk mengatur kebijakan penetapan hukuman
dalam sistem pengadilan federal. USSC menetapkan Federal Sentencing Guidelines pada tahun
1987 yang bersifat wajib dalam sistem federal yang berlaku bagi terdakwa individual dan
organisasi untuk menetapkan keseragaman dan keadilan dalam sistem tersebut.

IV.3 Kepemimpinan etis dan budaya perusahaan


Tujuan perusahaan adalah mengembangkan nilai-nilai, harapan-harapan, keyakinan-
keyakinan, dan pola perilaku yang baik dan paling efektif mendukung pengambilan keputusan
yang etis, maka hal inimenjadi tanggung jawab pimpinan utama perusahaan untuk
melakukannya.
The Business Roundtable Institute for Corporate Ethics membuat daftar berikut ini sebagai
lima prioritas utama etika bagi para pemimpin perusahaan, sebagaimana diidentifikasi oleh para
CEO dalam sebuah survei:
1) Memperoleh kembali kepercayaan public.
2) Manajemen perusahaan yang efektif dalam konteks harapan investor saat ini
3) Memastikan integritas laporan keuangan.
4) Keadilan dalam kompensasi eksekutif.
5) Keteladanan dalam etika olah manajemen.
Anggapan sebagai pemimpin yang memilki kewaspadaan terhadap masalah etika yang
luas, menunjukkan perhatian kepada berbagai pemegang kepentingan perusahaan, dan
menggunakan proses keputusan yang etis juga sama pentingnya. Orang-orang melihat bahwa

12
tujuan pemimpin yang etis tidak hanya berupa kinerja pekerjaan, namun kinerja yang konsisten
dengan seperangkat nilai dan prinsip-prinsip yang etis. Terakhir dalam prosesnya pemimpin yang
etis menunjukkan kepedulian terhadap orang lain (para karyawan dan para pemegang
kepentingan eksternal).

IV.4 Kepemimpinan yang efektif dan kepemimpinan yang etis


Seorang pemimpin memainkan peran penting dalam menciptakan dan mengubah budaya
perusahaan. Para eksekutif kunci memiliki kemampuan untuk mengubah sebuah budaya
perusahaan menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.
Seorang pemimpin yang baik adalah siapapun yang melakukan dengan baik apa yang
dilakukan para pemimpin pada umumnya. Karena pemimpin bertugas mengarahkan, memimpin,
dan mengawal orang-orang lain menuju sebuah tujuan.
Para pemimpin yang baik dapat mengarahkan para pengikutnya secara efektif menuju
tujuan yang telah ditetapkan, tetapi tidak semua pemimpin yang baik adalah pemimpin yang etis.
Penulis buku Servant Leadership Robert Greenleaf menyatakan bahwa pemimpin yang
terbaik adalah individu yang tidak hierarkis, yang memimpin lewat teladan pelanannya kepada
orang lain. Pendapat lain secara serupa menyatakan bahwa pemimpina yang transformative
atau transaksional menggunakan metode yang memberdayakan para bawahannya untuk
mengambil inisiatif dan memecahkan masalah mereka sendiri dan hal ini merepresentasikan
pemimpin etis yang terbaik.

IV.5 Membangun budaya perusahaan berdasarkan nilai


Salah satu perwujudan dalam kepemimpinan yang etis adalah artikulasi nilai-nilai bagi
perusahaan. Artikulasi ini dapat mulai terbangun setelah sebuah proses inklusif dari identifikasi
nilai-nilai, hal ini bukan dilakukan dengan sekadar mencontoh nilai-nilai tertentu dari seorang
pemimpin eksekutif.
Langkah-langkah untuk memiliki kode perilaku (code of conduct) efektif yang akan
berhasil mempengaruhi budaya adalah:
Sebuah perusahaan harus menentukan Misinya
Artikulasi dari Visi yang jelas mengenai arah perusahaan.
Sebuah hal yang harus dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan: klien, personel
dan para pemegang kepentingan lainnya untuk memahami pendirian perusahaan dan
bagaimana cara mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Mengidentifikasi langkah-langkah yang jelas terkait dengan bagaimana pergeseran
budaya akan terjadi.
Mengidentifikasi langkah-langkah yang jelas terkait dengan bagaimana pergeseran
budaya akan terjadi.
Harus ada keyakinan dari semua pihak didalam organisasi bahwa budaya yang dianut
akan benar-benar berguna dan dapat dicapai.

IV.6 Contoh kasus dari budaya perusahaan Jepang (Dai Nippon Ink Coproration, DIC)
Perusahaan sudah mencapai usia 110 tahun ditahun ini dengan sebaran 178 perusahaan di
60 Negara di belahan dunia. Seiring berjalannya waktu perbaikan demi perbaikan dilakukan
untuk menunjang kesinambungan usaha yang dijalankan.

13
Khusus yang ada di Indonesia selain menganut hirarki dan aturan dari dari pusat di Tokyo
melalui regional yang bertempat di Singapura semua perusahan yang ada yaitu Pardic Jaya
Chemicals, DIC Astra Chemical dan DIC Graphics manajemen menerapkan budaya yang berlaku
dimana lingkungan perusahana berada. Visi dan misi perusahaan jelas secara tersurat
menuangkan 1 budaya yang relepan untuk dijalankan dimana itu harus dijalankan oleh semua
karyawan tanpa terkeculai sesuai dengan tingkat jabatan dan posisinya diperusahan tersebut
dengan penuh tanggung jawab.
Seperti yang diketahui Jepang sangat kental dengan kejujuran, obyektifitas serta akurasi
serta strategi dalam melebarkan sayapnya di Indonesia. Dalam hal ini budaya jepang yang baik
tetap diadopsi dan mengeliminir yang tidak sesuai dengan aturan dan budaya setempat.
Penjabaran secara nilai ;
1. DIC menganut HORENSO (yaitu kaizen yang mengatur timbal balik arus komunikasi
antara semua karyawan dalam perusahaan atau sesame entity didalam group) dimana
informasi itu harus disebarkan dan dari top manajemen ke bawah dan sebaliknya
secara vertical dan juga secara horizontal terhadap sesame karyawan dalam 1
perusahan atau sesama karyawan dalam group perusahaan).
2. Keputusan yang diambil bersifat mutlak dimana Presiden direktur disuatu perusahaan
hanya bisa mengusulkan ke Regional dan regional akan mneruskan ke pusat. Jika
pimpinan pusat di Tokyo menerima dan menyetujui maka keputusan baru bisa
dijalankan. Sehingga resiko yang timbul sudah melalui tahapan evaluasi dari berbagai
lapisan hingga akhirnya diputuskan oleh manjemen puncak.
3. DIC memiliki conduct dimana seluruh perusahaan yang bernaung dibawahnya harus
patuh dan tunduk dengan peraturan pusat yang sebenarnya merupakan aturan
nasional/internasional yang diadopsi oleh perusahaan terkait dengan pelaksanaan
aturan dengan mempertimnagnkan aturan setempat dan juga norma yang berlaku
dinegara dimana perusahaan berdiri. Contoh form dibawah ini :

ACKNOWLEDGEMENT FORM
DIC GROUP CODE OF BUSINESS CONDUCT TRAINING

I hereby acknowledge that I have received, read and fully understand the DIC Group
Code of Business Conduct. Further, I have attended the DIC Group Code of Business
Conduct presentation on the date noted below. I understand that I am obliged to
comply with the DIC Group Code of Business Conduct as part of my duty as an
employee and that all provisions of the Code are effective and binding on me. I
further accept that if I fail to comply with the Code of Business Conduct, disciplinary
action up to and including termination of employment may be taken against me. I
further acknowledge that the Company reserves the right to modify, devise,
supplement or rescind any portion of the Code of Business Conduct from time to
time as it deems appropriate. Such revisions can be made at DIC Groups sole
discretion and may be made with or without prior notice.

14
Company Name:

Position/ Title:

Employee I.D.:

Name (printed):

Signature:

Date (If you forget the date, you do


not need to fill in the date):
Code Presentation Date:

Please return this form to ........... Michio Hashimoto, Legal CounselRegional Legal &
Compliance Manager of DIC AP.

Dibawah ini adalah form isian sebagai evaluasi terhadap aturan yang harus dipatuhi.

Testee: Peserta Kuis:

Date: Tanggal:

Points: Nilai:

DIC Code Quiz Kuis Pedoman Perilaku DIC

1. DIC Group employees have an 1. Karyawan Grup DIC berkewajiban


obligation to report known or melaporkan ketidakpatuhan atau
suspected noncompliance with dugaan ketidakpatuhan atas
safety, the law, or Group Policies. keselamatan, hukum atau Kebijakan
Grup.
Correct
Incorrect Benar
Tidak Benar

2. In making a report of known or 2. Dalam pembuatan laporan


suspected noncompliance with ketidakpatuhan atau dugaan
safety, the law, or Group Policies, ketidakpatuhan atas keselamatan,
the person reporting the problem hukum atau Kebijakan Grup, orang
may conduct his or her own inquiry. yang melaporkan masalah tersebut
dapat melakukan penyelidikannya
Correct sendiri.
Incorrect
Benar
Tidak Benar
3. There is no need for employees in

15
the DIC Group to obey the local laws 3. Tidak ada keharusan bagi karyawan
and applicable business laws or di Grup DIC untuk menaati
other social regulations, like peraturan perundang-undangan
customs and code of ethics. hukum bisnis yang berlaku atau
peraturan masyarakat lainnya,
seperti adat istiadat dan kode etik.
Correct
Incorrect Benar
Tidak Benar
4. It shall constitute a form of sexual
harassment when a superior 4. Akan dianggap sebagai suatu
demands sexual intercourse with bentuk pelecehan seksual apabila
his/her subordinate, while it shall seorang atasan meminta
not constitute sexual harassment berhubungan intim dengan
discussing sex in the work place. bawahannya, sedangkan tidak akan
dianggap sebagai pelecehan
seksual apabila membicarakan
Correct masalah seks di tempat kerja.
Incorrect
Benar
5. DIC Groups employee may sell the Tidak Benar
product in his/her charge to the
entity managed by his/her relatives 5. Karyawan Grup DIC boleh menjual
without the approval of DIC group produk yang merupakan tanggung
as long as no loss to DIC group jawabnya kepada badan usaha yang
occurs. dikelola oleh kerabatnya tanpa
persetujuan Grup DIC sepanjang
tidak terjadi kerugian terhadap Grup
Correct DIC.
Incorrect
Benar
6. Any employee in DIC Group who Tidak Benar
intends to work for other employers
besides DIC outside normal working 6. Setiap karyawan di Grup DIC yang
hours shall obtain the written bermaksud bekerja untuk
approval of the management of DIC perusahaan lain selain DIC di luar
group. jam kerja normal harus memperoleh
persetujuan tertulis dari manajemen
Correct Grup DIC.
Incorrect
Benar
7. The employees in DIC Group have Tidak Benar
the absolute right of privacy as to
any information or file maintained 7. Karyawan di Grup DIC mempunyai
by, or stored through the hak privasi mutlak mengenai
computer system, email, or other informasi atau berkas apa pun
technical or electronic resources yang dipegang oleh, atau
of the Group. The Group reserves disimpan melalui sistem
no right of inspecting, komputer, surat elektronik atau
investigating or searching any sumber daya teknis atau
employees information or file. elektronik lainnya dari Grup. Grup
tidak mempunyai hak untuk

16
melakukan pemeriksaan,
Correct penyelidikan atau pencarian
Incorrect informasi atau berkas karyawan.

8. Considering that the cost of Benar


pirated software is much lower Tidak Benar
than copyrighted software, it will
reduce costs for the DIC Group if 8. Dengan mempertimbangkan
we use pirated software. Therefore bahwa biaya perangkat lunak
it is permitted to use pirated bajakan jauh lebih murah
software in DIC Group. daripada perangkat lunak dengan
hak cipta, maka akan mengurangi
biaya bagi Grup DIC jika kita
menggunakan perangkat lunak
bajakan. Dengan demikian
Correct diizinkan untuk menggunakan
Incorrect perangkat lunak bajakan di Grup
9. No employee of DIC Group should DIC.
disclose any confidential
information including new product Benar
development to any person/entity Tidak Benar
outside DIC Group, even if it occurs
after the end of that employees 9. Tidak ada karyawan Grup DIC yang
employment. akan mengungkapkan informasi
rahasia termasuk pengembangan
Correct produk baru kepada orang/badan
Incorrect usaha di luar Grup DIC, meskipun
apabila hal tersebut dilakukan
setelah berakhirnya masa kerja
10.Customer lists, property records karyawan.
and other business information,
even if compiled from public Benar
sources, are the property of the Tidak Benar
Group and cannot be taken or
used for personal benefit. 10.Daftar karyawan, catatan
kekayaan dan informasi bisnis
lainnya, meskipun dikumpulkan
Correct dari sumber-sumber umum,
Incorrect merupakan milik Grup dan tidak
dapat diambil atau digunakan
11.In order for the DIC Group to untuk keuntungan pribadi.
retain or obtain business, the
employees of DIC Group may Benar
directly or indirectly offer or Tidak Benar
provide to a government authority
or government official gifts or 11.Dalam rangka Grup DIC
hospitality in whatever form, or mempertahankan atau
extort or receive gifts or memperoleh keuntungan bisnis,
hospitality in whatever form from karyawan Grup DIC boleh secara
a government authority or langsung atau tidak langsung
government official. menawarkan atau memberikan

17
hadiah atau jamuan resmi kepada
badan pemerintah atau pejabat
Correct pemerintah dalam bentuk apa
Incorrect pun, atau memeras atau
menerima hadiah atau jamuan
dalam bentuk apa pun dari badan
12. Neither the activity of payment, pemerintah atau pejabat
providing a gift or promotional item pemerintah.
of significant value, service to a
client or its agents, employees, Benar
relatives or fiduciaries, nor the Tidak Benar
acceptance or receipt of any gift,
gratuity, or service of more than 12. Tidak satupun kegiatan
nominal value from the Groups pembayaran, pemberian hadiah
suppliers, customers or their atau barang promosi yang bernilai
agents, employees, relatives, or signifikan, layanan kepada klien
fiduciaries, shall constitute a atau agennya, karyawannya,
violation of the DIC code, as long as kerabatnya atau perwakilannya,
these conduct could enhance the demikian juga persetujuan atau
sales amount of DIC Group. penerimaan hadiah, gratifikasi atau
layanan yang melebihi nilai nominal
dari para pemasok Grup, pelanggan
atau agennya, karyawan, kerabat
Correct atau perwakilannya yang akan
Incorrect dianggap sebagai pelanggaran
pedoman perilaku DIC, sepanjang
13. In dealing with customers, any perbuatan tersebut dapat
activity like resale price meningkatkan jumlah penjualan
maintenance, restriction on resale, Grup DIC.
tying, price discrimination, must be
avoided.
Benar
Tidak Benar
Correct
Incorrect 13. Dalam berurusan dengan
pelanggan, kegiatan apa pun
14. During the interaction with seperti mempertahankan harga jual
competitors, in order to seek the kembali, pembatasan penjualan
mutual benefits, the employees kembali, pengikatan, diskriminasi
of DIC Group may discuss with harga, harus dihindari.
competitors price setting,
allocation of customers or sales Benar
territories, restriction of the Tidak Benar
development or production of
products, or designation of 14. Selama interaksi dengan para
business to specific favored pesaing, dalam rangka
suppliers. memperoleh keuntungan
bersama, karyawan Grup DIC
boleh membahas dengan para
Correct pesaing tentang penetapan
Incorrect harga, penjatahan pelanggan

18
atau wilayah penjualan,
15. When attending any event, the pembatasan pengembangan atau
employees of DIC Group may produksi produk, atau penetapan
discuss with the employees of usaha pada pemasok utama
competitors; product price, tertentu.
customers, suppliers or product
plans if the actions discussed are Benar
never taken. Tidak Benar

Correct 15. Ketika menghadiri acara


Incorrect apapun, karyawan Grup DIC boleh
berdiskusi dengan karyawan dari
para pesaing tentang harga
16. When any fact in violation of the produk, pelanggan, pemasok atau
DIC Code or laws is found by rencana produk jika tindakan-
employees of DIC Group, and tindakan yang dibahas tidak
he/she is told by his/her superior pernah dilakukan.
or co-worker to forget it, because
anyone might do something Benar
similar and it would be acceptable Tidak Benar
in this situation, that employee
should take their suggestion and 16. Apabila ditemukan
ignore the problems he/she has pelanggaran Pedoman Perilaku
found. Grup DIC atau hukum oleh
karyawan Grup DIC, dan orang
tersebut diberitahukan oleh atasan
atau rekan kerjanya untuk
Correct melupakan hal tersebut, karena
Incorrect setiap orang mungkin melakukan
hal serupa dan hal tersebut akan
dapat diterima dalam situasi
demikian maka karyawan tersebut
harus menerima usulan itu dan
mengabaikan masalah yang
ditemukannya.

Benar
Tidak Benar

4. Dalam pemenuhan terhadap regulasi yang berlaku di negaara dimana perusahan


berada manajemen puncak menunjuk 1 orang sebagai pemimpin dalam team yang
memenuhi klasifikasi dan memahami dengan baik serta meyakini bahwa yang
bersangkutan akan menjalankan semua aturan yang ada dan berlaku dinegara tersebut
dan mengkomunikasikan dengan kantor regional dan kantor pusat jika terjadi adanya
masalah yang memmerlukan putusan.

19
BAB V
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

V.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Terdapat dua cakupan tanggung jawab social yang dimiliki oleh perusahaan yaitu cakupan
umum dan cakupan khusus. Sccara umum, CSR mencakup berbagai tanggung jawab perusahaan
kepada masyarakat atau lingkungan di mana perusahaan itu beroperasi yaitu tanggung jawab
untuk untuk dapat mengatur, mengolah dan mempergunakan lingkungan sebaik-baiknya untuk
tidak hanya menguntungkan dan meningkatan efisiensi bisnis setiap perusahaan. Sedangkan
secara khusus, menyarankan bahwa para pemegang kepentingan perusahan untuk memasukkan
CSR sebagai keputusan strategis atau misi perusahaan dan operasional perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menjaga lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk
tanggung jawab sosial lainnya. CSR tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak
pada single bottom line, tetapi harus berpijak pada triple bottom lines yaitu tanggung jawab
perusahaan pada aspek sosial, lingkungan, dan keuangan.
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai adanya tanggung jawab sosial perusahaan
yang terdiri dari :
1. Teori Legitimasi
Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut
keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem
nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi
menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya sesuai
dengan batasan dan norma-norma di mana perusahaan itu berada sehingga dapat
diterima oleh masyarakat.
2. Teori Agency
Teori yang didasarkan pada keingintahuan seorang principal (pemilik) terhadap
kinerja manajer (agen) bawasannya dibutuhkan seorang akuntan publik yang akan
mereview kinerja manajer sehingga tidak ada konflik kepentingan.
3. Teori Stakeholders
Teori yang menjelaskan bahwa strategi perencanaan bisnis perusahaan dan kebijakan
bisnis yang dibuat harus mempertimbangkan peraturan yang fokus pada isu sosial.
Dalam hal ini, suatu perusahaan dapat dinilai dari program CSR yang baik sehingga
banyak investor yang melakukan investasi.
V.2 Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dilihat dari Makna Responsibility dan
Liability
1. Konsep Tanggung Jawab dalam Makna Responsibility
Burhanuddin Salam, dalam bukunya Etika Sosial, memberikan pengertian bahwa
tanggung jawab itu memiliki karakter agen yang bebas moral; mampu menentukan
tindakan seseorang; mampu ditentukan oleh sanki/hukuman atau konsekuensi. Setidakanya
ada dua 2 kesimpulan dari pengertian tersebut yaitu :
a. Harus ada kesanggupan untuk menetapkan suatu perbuatan
b. Harus ada kesanggupan memikul resiko suatu perbuatan, kemudian kata tanggung
jawab sendiri memiliki 3 unsur yaitu :

20
- Kesadaran (awareness) berarti tahu, mengetahui, mengenal.
- Kecintaan atau kesukaan (affiction), berarti suka, menimbulkan rasa
kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban.
- Keberanian (Bravery), berarti suatu rasa yang didorong oleh rasa
keikhlasan, tidak ragu-ragu dan tidak takut dengan segala
rintangan.
2. Konsep Tanggung Jawab dalam Makna Liability
Berbicara tanggung jawab dalam makna liability, berarti berbicara tanggung jawab
dalam ranah hukum, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan.
Dalam hukum keperdataan, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai
berikut:
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based on
fault);
b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
c. Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability or strict liability).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan perbedaan antara tanggung jawab
dalam makna responsibility dengan tanggung jawab dalam makna liability pada
hakekatnya hanya terletak pada sumber pengaturannya. Jika tanggung jawab itu belum ada
pengaturannya secara eksplisit dalam suatu norma hukum, maka termasuk dalam makna
responsibility, dan sebaliknya, jika tanggung jawab itu telah diatur di dalam norma hukum,
maka termasuk dalam makna liability.
V.3 Konsep Triple Bottom Line
Konsep Triple Bottom Line ini telah diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun 1988
yang sebelumnya perusahan hanya menekankan pada konsep single bottom line, yaitu nilai
perusahaan (corporate value) hanya ditekankan pada kondisi keuangannya (financial) saja.
Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan, kini harus ditekankan
pada konsep triple bottom line yang terdiri atas aspek finansial, aspek sosial, dan aspek
lingkungan (profit, people, and planet). Konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan harus lebih
mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari
kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham).
Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting dalam perusahaan adalah
mencari keuntungan setinggi-tingginya karena perusahaan telah mengimplementasikan dan
melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaannya, sehingga masyarakat semakin
respect terhadap perusahaan Karena kepedulian perusahaan terhadap masyarakat.
Aspek people dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan menyadari bahwa
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi
perusahaan, perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan adanya program CSR
yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan citra positif di mata masyarakat
dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi berupa penjualan produk-produk buatan
perusahaan kepada masyarakat.
Aspek planet pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan dalam
menjaga kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat dilakukan dengan
cara melakukan penghijauan. Dengan perusahaan mengimplementasikan program CSRnya
dengan melakukan penghijauan yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, maka

21
lingkungan akan memberikan manfaat yang baik, seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya
pemanasan global (global warming).

V.4 Model Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Hartman dan DesJardins (2008) mengungkapkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
mempunyai 3 (tiga) macam model yang menjelaskannya. Ketiga model tanggung jawab sosial
perusahaan tersebut adalah:
1) Model kewarganegaraan perusahaan dari CSR yang menjelaskan mengenai seorang
pemimpin perusahaan memiliki rasa tanggung jawab dan relasi di dalam komunitasnya
sebagai anggota dari perusahaan tersebut untuk mengimplementasikan tanggung jawab
sosial perusahaan tersebut.
2) Model kontrak sosial dari CSR yang menjelaskan bahwa perusahaan perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak moral stakeholders.
3) Model kepentingan pribadi yang tercerahkan dari CSR yang menjelaskan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam budaya perusahaan akan menghasilkan
keunggulan pasar kompetitif bagi perusahaan yang bersangkutan.
V.5 Manfaat dan Tujuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut hasil Survey The Millenium Poll on CSR ( 1999 ) yang dilakukan oleh
Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business
Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam
membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap
karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling
berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling mempengaruhi
kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti
faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen
Manfaat adanya CSR melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan baik pihak internal
maupun eksternal yang terdiri atas perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Manfaat CSR bagi
perusahaan adalah membangun citra positif perusahaan di mata masyarakat dan pemerintah
sehingga perusahaan dapat menunjukkan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang
diimplementasikan oleh perusahaan tersebut. Bagi masyarakat, manfaat CSR adalah kepentingan
masyarakat dapat terakomodasi oleh perusahaan dan memperat hubungan masyarakat dengan
perusahaan dalam situasi win-win solution. Manfaat CSR bagi pemerintah adalah memiliki
partner dalam menjalankan misi sosial dan misi pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial
yang di masa depannya pemerintah juga mempunyai peran ikut serta dalam mengakomodasi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan mutlak dan kebutuhan primer.
Tujuan adanya CSR adalah perusahaan dapat mengkomunikasikan produknya untuk
melakukan promosi yang jujur dan benar, pada perusahaan manufaktur dapat memberikan
informasi mengenai adanya komposisi, manfaat, tanggal kadaluwarsa produk, kemungkinan efek
samping, cara penggunaan yang tepat, kuantitas, mutu, dan harga dalam kemasan produknya
untuk memungkinkan konsumen dapat mengambil keputusan yang rasional apakah akan
menggunakan atau tidak akan menggunakan produk tertentu, dan perusahaan lebih dapat
memperhatikan hasil produk buatan perusahaan tersebut, serta perusahaan harus memperhatikan
keselamatan dan keamanan konsumen ketika mereka menggunakan produk tersebut karena

22
perusahaan mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang besar atas keselamatan dan keamanan
pelanggan atau masyarakat.
V.6 Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Ada beberapa macam strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dalam pengelolaan
tanggung jawab sosial perusahaan yaitu terdiri atas:
1) Strategi Reaktif, yaitu strategi di mana kegiatan bisnis yang melakukan strategi
reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak dan menghindarkan diri dari
tanggung jawab sosialnya.
2) Strategi Defensif, yaitu strategi yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan
dengaan penggunaan jalur hukum untuk mengindarkan diri atau menolak tanggung
jawab sosial.
3) Strategi Akomodatif, yaitu tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan
karena adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
4) Strategi Proaktif, yaitu strategi di mana perusahaan memandang bahwa tanggung
jawab sosial merupakan bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan stakeholders,
serta membangun citra positif perusahaan bila stakholders terpuaskan.
V.7 Pandangan Kelompok yang Pro dan Kelompok yang Kontra Mengenai Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan terhadap Organisasi Bisnis
Dalam masyarakat Indonesia, ada kelompok yang pro dan ada juga kelompok yang kontra
mengenai adanya tanggung jawab sosial perusahaan. Pandangan kelompok yang pro terhadap
CSR pada organisasi bisnis adalah:
1) Kegiatan bisnis seringkali menimbulkan masalah di mana perusahaan harus
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
2) Perusahaan merupakan bagian dari lingkungan sosial masyarakat yang menyebabkan
perusahaan harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di masyarakat.
3) Perusahaan biasanya memiliki sumber daya untuk menyelesaikan masalah di
lingkungan sosial masyarakat.
4) Perusahaan merupakan partner dari lingkungan sosial kemasyarakatan di mana pada
umumnya mengarah pada pemerintah dan masyarakat lain yang membutuhkannya.
Pandangan kelompok yang kontra terhadap CSR pada organisasi bisnis adalah :
1) Perusahaan tidak memiliki ahli bidang sosial dan kemasyarakatan yang menyebabkan
kesulitan perusahaan untuk ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial
masyarakat.
2) Perusahaan yang ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam lingkungan sosial
dan masyarakat akan memiliki kekuatan untuk melakukan pengawasan terhadap
masyarakat dipandang indikasi yang kurang baik secara sosial.
3) Dengan perusahaan berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam lingkungan sosial dan
masyarakat, akan menimbulkan pertentangan kepentingan di masyarakat.
4) Tujuan perusahaan bukan tujuan sosial, melainkan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh pemilik perusahaan, terutama memperoleh laba di dalam perusahaan
tersebut.
V.8 Contoh Penghargaan CSR dan CSR Perusahaan PT Pupuk Indonesia
Sebanyak 117 perusahaan terkemuka dari berbagai sektor industri di Indonesia
mengikuti Top CSR 2017 (Corporate Social Responsibility) pada bulan April 2017 yang

23
diadakan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dan Indonesia CSR Society
bekerja sama dengan Majalah Business News. Adapun Kriteria penilaiannya adalah sebagai
berikut :
a. Pemenuhan ketentuan di ISO 26000 mengenai keselaran CSR dengan strategi serta
daya saing perusahaan
b. Keberhasilan penerapan GCG (good corporate governance) / tata kelola perusahaan
yang baik
c. Penilaian oleh pakar, konsultan CSR, dan asosiasi bisnis berkaitan dengan program
CSR yang efektif dan berkualitas sebagai landasan strategi bisnis perusahaan.
Tercatat beberapa perusahaan besar menjadi pemenang dalam ajang pengharaan Top CSR
2017 karena memiliki komitmen besar dan konsisten dalam menjalankan program CSR. Antara
lain PT Astra International Tbk., PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), PT Perusahaan Gas
Negara Tbk (PGN), PT Peruri, PT Pelabuhan Indonesia II (IPC), PT. Federal International
Finance (FIF), Indosat, PT Kalbe Farma, PT Pusri Palembang, PT Trakindo Utama, Bank
Muamalat Indonesia Tbk, PT LEN Industri (Persero), Sepatu Bata, Bank Danamon, HM
Sampoerna, Levis, CIMB Niaga Gadjah Tunggal, Pertamina, PT Pupuk Indonesia (Persero), dan
beberapa perusahaan lain dalam berbagai kategori. Misalnya Astra International Tbk., meraih
penghargaan dalam katergori Top CSR 2017 on Contribution to National Economy, PGN meraih
predikat dalam kategori Top CSR 2017 on Nawacita 7, Rural Economic Development, dan
kategori Top Leader on CSR Commitment, FIF meraih TOP CSR 2017 "Aligning CSR to
Business Strategy" dan Top Leader on CSR commitment, PT Pupuk Indonesia (Persero) meraih
penghargaan di ajang TOP CSR 2017 kategori TOP CSR Improvement 2017.
Berdasarkan kabar berita diatas, kami mengambil contoh CSR yang diterapkan oleh PT.
Pupuk Indonesia yang menyandang Top CSR Improvement 2017.
CSR PT. Pupuk Indonesia
Untuk melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development,
Pupuk Indonesia menggunakan pendekatan bahwa pertumbuhan laba perusahaan (profit) harus
sejalan dengan upaya menjaga lingkungan sekitar (planet) dan menjaga keseimbangan kehidupan
sosial (people). Konsep CSR Pupuk Indonesia mengacu pada upaya harmonisasi ketiga hal
tersebut.

Gambar V.8.1 Konsep Tripple Bottom Lines PT Pupuk Indonesia Holding Company
Dengan pendekatan tripple bottom lines pada Gambar V.8.1 yang meliputi kinerja ekonomi
(economic performance), kinerja lingkungan (environmental performance), dan kinerja sosial

24
(social performance), diharapkan keberadaan PIHC tidak hanya bermanfaat bagi para pemegang
saham (shareholders), tetapi juga bagi pemangku kepentingan (stakeholders) yang lebih luas
yaitu pekerja, konsumen, pemasok, masyarakat sekitar, negara dan lain-lain
Program CSR PIHC diwujudkan dalam tanggung jawab perusahaan terhadap
pengembangan sosial kemasyarakatan,lingkungan hidup, ketenagakerjaan, kesehatan dan
keselamatan kerja serta tanggung jawab perusahaan terhadap pelanggan. Kegiatan tersebut
dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang matang, bertanggung jawab, serta mengacu pada
kebijakan PIHC. Secara garis besar, program CSR PIHC dibagi menjadi 4 bidang utama yang
bisa dilihat pada Gambar V.8.2.

Gambar V.8.2 Bidang program CSR PIHC


Tanggung jawab perusahaan pupuk Indonesia terhadap K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) diwujudkan dengan program antara lain :
a. Menempatkan K3 sebagai prioritas utama dalam semua kegiatan perusahan dan
menjadikan jajaran manajemen sebagai role model dalam pemenuhan peraturan K3
b. Pengembangan Program Process Safety Management (PSM) yang dimulai dengan
menyusun Pedoman PSM di PIHC dan Prosedur pengembangannya di seluruh Anak
PIHC
c. Melaksanakan Re-Hazop pada semua pabrik
d. Pengembangan program Contractor Safety Management System (CSMS) diseluruh
Entitas Anak guna menjamin keselamatan kerja kontraktor sebagai pendukung proses
bisnis PIHC.
e. Memasukkan jam kerja aman kontraktor dan melaksanakan reward and punishment
untuk meningkatkan awareness K3 kontraktor
f. Monitoring dan evaluasi tindak lanjut rekomendasi survey safety culture di seluruh
entitas Anak untuk meningkatkan kepedulian Pegawai terhadap K3.
g. Melaksanakan lesson learned K3 untuk mencegah terulangnya kecelakaan
h. Donor darah dalah rangka HUT PIHC
i. Pokja K3LH untuk berkoordinasi dalam pelaksanaan program K3LH, evaluasi
program yang berjalan dan rencana program-program selanjutnya
j. Pelatihan Safety Driving untuk driver perusahaan guna meningkatkan keamanan
berkendara dalam mengantar karyawan yang merupakan asset perusahaan.

25
Dalam rangka menjaga keselarasan dan keselamatan bumi, Pupuk Indonesia berpartisipasi
aktif dalam menjaga lingkungan. Partisipasi aktif tanggung jawab Pupuk Indonesia terhadap
pengelolaan lingkungan Hidup diwujudkan dalam program sebagai berikut :
a. Pengelolaan limbah pabrik
Limbah dari dampak operasional PT Pupuk Indonesia dikelola dengan proses fisika,
kimia maupun biologi menggunakan teknologi terkini untuk menjamin bahwa limbah
yang dibuang ke lingkungan telah memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.

Gambar V.8.3 Unit pengolahan limbah PIHC


b. Penghematan pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sebagai komitmen terhadap pelestarian lingkungan, Pupuk Indonesia menggunakan
sumber daya baik gas, air maupun lainnya dengan bijak melalui program-program
penghematan seperti penggantian teknologi dengan konsumsi bahan baku/ton produk
yang lebih kecil dari teknologi sebelumnya seperti pembangunan Pabrik Pupuk Kaltim
5, perawatan pabrik melalui program Preventive Maintenance & Predictive
Maintenance sehingga keandalan pabrik terjaga, penggunaan kembali bahan-bahan
yang terbuang seperti offgas, air condensat dan air bekas bilas sand fillter ditarik
kembali ke proses sebagai bahan baku.

Gambar V.8.4 Unit pemanfaatan hasil residu pabrik untuk bahan baku
c. Penghijauan
Program pelestarian lingkungan hidup dilaksanakan melalui program penghijauan
dengan beberapa metode sesuai dengan kondisi anak perusahaan seperti penghijauan
melalui program hutan kota, penanaman pohon langka, penanaman mangrove,

26
penanaman pohon bambu di sepanjang tepi sungai musi serta pembibitan tanaman
khas daerah.

Gambar V.8.5 Areal penghijauan sekitar Pabrik PIHC


d. Program Green Office
Pengelolaan lingkungan hidup di sekitar kantor pusat telah dilakukan dalam
mendukung pengelolaan kantor yang ramah lingkungan atau green office. Daftar
kegiatan kegiatan dan aktivitas dalam mendukung terciptanya Green Office antara
lain : (1). Penghematan kertas dan tinta dengan cara penggunaan kertas, penyimpanan
dokumen dalam bentuk soft copy, pemanfaatan email sebagai media menyebarluasan
pengumuman atau sosialisasi di internal Pupuk Indonesia, pengunaan kertas bekas
ataupun print bolak- balik, (2). Hemat listrik dengan cara mematikan komputer dan
peralatan elektronik lainnya jika akan ditinggal atau tidak digunakan dalam waktu
yang lama, (3). Hemat air dengan cara menggunakan air sesuai kebutuhan dan
menutup kran air apabila tidak diperlukan segera mengganti jika ada indikasi
kebocoran, dan (4). Mengurangi polusi udara dengan cara pegawai dilarang untuk
merokok di seluruh area dalam gedung, area merokok diperbolehkan di tempat yang
telah disediakan.
e. Pembentukan Bank Sampah, Kampung Sehat, dan lain lain
Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan di masyarakat sekitar yang
diharapkan juga berdampak kepada pemberdayaan ekonomi maupun kesehatan, Pupuk
Indonesia melaksanakan program bank sampah dan kampung sehat.

27
Gambar V.8.6 Program Bank Sampah dan Kampung Sehat PIHC

V.9 Contoh Perusahaan yang Belum Menerapkan CSR


Contoh perusahaan yang belum secara maksimal menaruh perhatian terhadap CSR adalah
antara lain :
1. Pada saat PT. Freeport selama bertahun-tahun beroperasi di Timika, Provinsi Papua,
sehingga mampu memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaannya, ternyata
masyarakat disekitar perusahaan masih tetap berada di bawah garis kemiskinan,
banyak yang tidak memperoleh pendidikan, lingkungan sekitar tempat tinggal warga
tercemar oleh limbah pertambangan sehingga banyak warga yang menderita berbagai
penyakit, infra struktur tidak mengalami perbaikan.
2. Kasus Pencemaran Teluk Buyat (pembuangan tailing ke dasar laut) akibat operasional
PT Newmont Minahasa Raya (NMR) tidak hanya menjadi masalah nasional, namun
internasional.
3. Kasus lumpur panas Porong yang terjadi diarea PT Lapindo Brantas menjadi trigger
untuk kembali menyerukan tanggung jawab kalangan pebisnis terhadap lingkungan
sekitarnya

28
BAB VI
Pengambilan Keputusan yang Etis : Tanggung Jawab Kerja dan Hak
Karyawan

VI.1 Isu Isu Etis Di Tempat Kerja


Etika di tempat kerja dan dalam manajemen sumber daya manusia adalah tentang
hubungan individu dengan individu yang lain dan dengan organisasi kita untuk berperilaku dan
bermoral sesuai standard yang dimiliki oleh perusahaan, serta bertindak melalui integritas pribadi
yang tinggi buat menjaga kejujuran yang bermoral. Survey terhadap para karyawan
menunjukkan bahwa faktor yang paling penting di tempat kerja adalah keadilandi tempat
kerja, diikuti oleh perhatian dan kepedulain terhadap karyawan. Hal ini merupakan komponen
kunci dari lingkungan kerja yang etis.
Etika dalam profesionalisme bisnis berdasarkan dua hal yaitu kepercayaan dan tanggung
jawab dimana keduanya digunakan dalam interaksi antara manajer dan pegawai untuk mencapai
tujuan perusahaan. Isu etis pekerjaan dapat terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Etika hubungan dengan karyawan
Aturan-atasan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan,
Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan
naik pangkat dan memperoleh penghargaan.
b. Etika terhadap saingan (competitor)
Penyebaran rumor bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk
saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatif dari
pihak konsumen.
c. Etika dalam hubungan dengan publik
Cenderung membela diri dalam menghindari tanggung jawab sosial.
Implikasi dari hubungan suatu pekerjaan akan menciptakan isu kekuasaan, kewajiban,
tanggungjawab, perlakuan yang adil, dan harapan. Isu etis dalam pekerjaan akan timbul ketika
pemberi kerja yang mempunyai kewenangan melaksanakan kendali untuk mendisiplinkan atau
memecat seorang karyawan yang tidak patuh terhadap wewenangnya. Karyawan tersebut
mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan atau perlindungan hukum yang dinamakan hak due
process. Namun, apabila tidak ada hukum yang melindungi atau perusahaan memperkejakan
karyawan dengan dasar employment at will (karyawan diperkejakan sesuai kenginan), maka
diperbolehkan memberhentikan hubungan kerja karyawan kapanpun dan tanpa alasan sama
sekali.
VI.2 Mendefiniskan Parameter dari Hubungan Kerja
Pekerjaan itu sendiri, mengimplikasikan isu etis karena implikasi dari sifat dasar
hubungan itu sendiri. Adapun isu etis yang disebabkan karena hubungan pekerjaan ini adalah :
a. Hak Due Process
Secara filosofis, due process (hak untuk memperoleh proses pengadilan yang wajar)
merupakan hak untuk dilindungi dan penyalahgunaan wewenang. Pada konteks legal,
due process mengacu pada proses yang harus diikuti oleh polisi dan pengadilan dalam
menjalankan wewenangnya kepada warga Negara.
b. Perampingan (downsizing)
Umumnya langkah perampingan (downsizing) yang dilakukan oleh perusahaan adalah
dalam rangka menyehatkan kembali perusahaan dalam rangka menciptakan low cost

29
production. Hal ini harus dilakukan perusahaan karena stabilitas dan prediktabilitas
bisnis telah digantikan oleh ketidakpastian, kompleksitas dan persaingan yang semakin
intens. Siap tidak siap perubahan-perubahan tersebut berdampak secra langsung bagi
perusahaan, sehingga mengharuskan perusahaan untuk mengubah cara-cara
pengelolaan agar dapat survive dan bersaing.
Downsizing merupakan salah satu opsi yang dapat dilaksanakan perusahaan dalam
mengubah cara pengelolaan karyawan yang lebih sedikit dan tingkat manajemen yang
lebih datar. Sebagai ilustrasi proses perampingan biasanya dilakukan dalam rangka
mengurangi berat badan yang berlebihan akibat dari kelebihan kalori yang dikonsumsi
dengan kalori yang dikeluarkan, pada perusahaan proses perampingann dilakukan
karena outcomes tidak sebanding dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
perusahaan. Langkah perampingan dilakukan biasanya karena perusahaan (secara sadar
atau tidak sadar) telah melakukan high cost production, sehingga untuk mengurangi
biaya produksi yang terlalu tinggi salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan
adalah dengan mengurangi jumlah karyawannya. Upaya ini sangat logis untuk
dilakukan karena, umumnya biaya produksi suatu perusahaan terdiri dari biaya tetap
(fixed costs) dan biaya variabel (variable costs). Dari kedua biaya ini biaya tetap
mempunyai komposisi yang lebih besar dari pada biaya variabel, sehingga langkah
efesiensi biaya akan terasa langsung apabila perusahaan dapat memangkas sebagian
besar biaya tetap. Sebagian besar alokasi biaya tetap adalah biaya kompensasi
karyawan, hal inilah yang menjadi dasar mengapa perusahaan mengambil tindakan
yang tidak populer dengan mengurangi jumlah karyawannya.
c. Kesehatan dan Keselamatan
Kesehatan dan keselamatan adalah hal-hal yang dihargai baik sebagai sebuah alat untuk
mencapai tujuan lain yang bernilai dan sebagai tujuan itu sendiri. Beberapa hal yang
perlu dijamin dalam kaitan dengan hak atas keamanan, keselamatan dan kesehatan
kerja:
1) Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan
kesehatan melalui program jaminan atau asuransi keamanan dan kesehatan yang
diadakan perusahaan itu.
2) Setiap pekerja berhak mengetahui kemungkinan resiko yang akan dihadapinya
dalam menjalankan pekerjaannya dalam bidang tertentu dalam perusahaan
tersebut.
3) Setiap pekerja bebas untuk memilih dan menerima pekerjan dengan resiko yang
sudah diketahuinya itu atau sebaiknya menolaknya.
Jika ketiga hal ini bisa dipenuhi, suatu perusahaan sudah dianggap menjamin secara
memadai hak pekerja atas perlindungan keselamatan, keamanan dan kesehatan kerja.
Kalaupun pada akhirnya terjadi risiko tertentu, secara etis perusahaan tersebut tetap
dinilai baik.
VI.3 Aplikasi Global : Tenaga Kerja Global dan Tantangan Global
Salah satu cara menghadapi tantangan tenaga kerja untuk mendukung kinerja proses
produksi akibat permintaan pasar yang meningkat adalah dengan sweetshops. Hal ini merupakan
cara untuk mendapatkan tenaga kerja kasar dengan pendapatan murah (gaji rendah). Dengan
adanya Sweatshops ini, bisa mengurangi Ongkos Produksi, walaupun Sweatshops ini tidak
populer bagi publik, namun banyak ekonom membela keberadaannya.

30
VI.4 Hak dan Tanggung Jawab Dalam Konflik : Diskriminasi, Keragaman, dan Tindakan
Afirmatif
1. Konflik Diskriminasi
Pengadilan telah menafsirkan secara seksama presiden dihukum selama puluhan tahun
sejak Title VII dari United Rights Act diberlakukan tahun 1964 dan menciptakan
kelas-kelas diskriminasi yang dilarang.

2. Konflik Keragaman
Dalam sebuah penelitian, membuktikan adanya hubungan yang kuat antara keragaman
gender pada tim manajemen puncak dengan kinerja keuangan perusahaan. Keragaman
memiliki sumber pelamar yang lebih banyak dan lebih berkualitas untuk dipilih
sehingga perusahaan dapat memilih pekerja yang terbaik.
3. Konflik Afirmatif
Upaya untuk mendukung keragaman yang lebih besar dapat juga dilihat sebagai
sebuah bentuk diskriminas terbalik, yakni diskriminasi terhadap orang-orang yang
biasanya dianggap memiliki kekuasaan atau menjadi mayoritas.
Perusahaan yang efektif dicirikan oleh seperangkat praktik yang umum, yang
kesemuanya melibatkan perlakuan karyawan secara manusiawi dan dengan cara-cara
yang terhormat. Ketika karyawan merasakan bahwa perusahaan menghargai emosi
mereka, dan juga menampilkan nilai-nilai seperti kejujuran, penghargaan, dan
kepercayaan, mereka tidak terlalu merasakan tekanan, lebih dihargai sebagai
karyawan, dan lebih puas dengan organisasinya
VI.5 Contoh Isu Isu Etis Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut Undang - Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 pasal 164-166, Perusahaan
disahkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja / buruh karena
perusahaan mengalami kerugian secara terus - menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa
(force majeur), perusahaan melakukan efisiensi, dan perusahaan pailit atau mengalami
kebangkrutan.

Contoh Isu PHK yang mempunyai nilai etis atau moral


Perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur Division Packaging Cikupa (Rigid - Flexible
Packaging). Pada tahun 2015, keputusan perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja
sebanyak kurang lebih 200 karyawan yang bekerja di Rigid Packaging. Alasan utama perusahaan
melakukan PHK adalah pada penjualan Rigid Packaging selama kurang lebih 2 tahun terus
mengalami kerugian atau tidak mencapai sales yang ditetapkan. Sebagai efeknya, perusahaan
menutup operasi rigid packaging dan menjual mesin pencetak rigid packaging ke Divisi Noodle
Indofood Sukses Makmur untuk memulihkan kondisi financial perusahaan. Saat akan diputuskan
untuk PHK, perusahaan mengadakan bipartied untuk membahas hal ini dengan dihadiri oleh
serikat pekerja, pekerja atau buruh dan perwakilan manajemen perusahaan. Dalam pertemuan itu,
dihasilkan kesepakatan mengenai upah atau pesangon karyawan yang akan diterima, selama
proses PHK belum selesai, perusahaan wajib memberikan sosialisasi mengenai enterpreneurship
untuk dapat memanfaatkan pesangon sebaik-baiknya dengan berwirausaha, dan kebijakan yang
bisa memberi peluang karyawan adalah karyawan berhak mendaftar kembali untuk bekerja
dibagian unit flexible packaging. Dengan begitu, semua pihak yang terkait, baik pekerja ataupun
perusahaan tidak ada yang dirugikan dan tidak menimbulkan masalah kemudian.

31
Contoh Isu PHK yang merugikan para karyawan
1. Pada tahun 2017, sebanyak 18000 buruh Karawang bakal terkena PHK. Tercatat pada
bulan Januari terdapat 3 perusahaan yang melapor ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
untuk mem-PHK karyawannya yaitu PT. Bina Karya Tunggal yang akan PHK sebanyak
1200 karyawan, PT. Besco sebanyak 500 karyawan, dan PT Hansai yang menyatakan akan
tutup dan tidak beroperasi di Karawang dan mem-PHK karyawannya sebanyak 1000
orang. Hal ini disebabkan tingginya UMK di Karawang yang mencapai Rp3,6 juta
memang memiliki dampak cukup besar terhadap operasional perusahaan, terutama
perusahaan yang bergerak di sektor tekstil, sandang dan kulit (TSK).
Sumber : (http://economy.okezone.com/read/2017/01/04/320/1582710/18-000-buruh-
karawang-bakal-terkena-phk)
2. PHK sepihak oleh Pabrik smelter PT. Freeport Indonesia sebanyak 309 karyawan. Hal ini
bermula ketika karyawan meminta kesetaraan upah karena adanya permasalahan perbedaan
dalam kenaikan upah pekerja antara satu dengan yang lain. Para pekerja pun melakukan
mogok kerja dengan sebelumnya melayangkan surat permohonan mogok kerja ke
manajemen dan dinas ketenagakerjaan setempat. Namun, perusahaan justru mengambil
kebijakan untuk memutus hubungan kerja para karyawan secara sepihak pada Februari
2017, tanpa terlebih dahulu melakukan komunikasi dengan karyawan. Hal ini dinilai tidak
konsekuen karena perusahaan tidak menjalankan perjanjian bersama dan PKB yang
disepakati.
Sumber : (https://ekbis.sindonews.com/read/1186055/34/pabrik-smelter-freeport-phk-
ratusan-pekerja-1488870577)
3. Pada bulan April 2017, Ratusan buruh PT Mulya Garmindo yang berada di Semarang
sebanyak 300 karyawan di PHK secara sepihak tanpa alasan yang jelas dan mereka tidak
mendapatkan pesangon dari perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan memang telah
mengalami pailit atau kolaps, bahkan perusahaan tersebut telah menunggak pajak Rp 4
miliar Rp 5 miliar. Terlebih lagi, perusahaan tersebut sudah ditinggal pemimpinnya ke
Hongkong tempat asalnya. Akibat hal itu, pemerintah akan melakukan penyitaan terhadap
aset perusahaan yang ditinggal kabur oleh pemimpinnya.
Sumber : (http://economy.okezone.com/read/2017/04/05/320/1659458/di-phk-ratusan-
buruh-geruduk-kantor-dprd)

32

Anda mungkin juga menyukai