INTRODUCTION
Keputusan bisnis tradisional dibuat hanya berdasarkan laba, legalitas, dan kepentingan diri
sendiri yang berulang kali menyebabkan kegagalan etika yang signifikan, dimana termasuk
pada tahun 2002 dan 2008 yang terlambat jauh dari konsekuensi keuangan dan manusia di
seluruh dunia. Sedangkan, laba, legalitas, dan kepentingan diri sendiri memberikan manfaat
dan diperlukan kriteria pokok, sejarah telah menunjukkan bahwa mereka membutuhkan
tambahan dengan pertimbangan etika menjadi etis untuk dipertahankan dan untuk
memberikan perlindungan bagi direktur, eksekutif, akuntan profesional, investor, dan
stakeholders lain. Selanjutnya, para pengambil keputusan akan disarankan juga untuk
meyakinkan bahwa keputusan mereka adalah sesuai dengan prinsip-prinsip dan standar etika
yang wajar atau masuk akal.
Pada tahun 2003, International Federation of Accountants (IFAC) juga mengumumkan atas
pendidikan etika yang wajib untuk pendidikan etika bagi profesional akuntan. International
Education Standards for Accountants (IES1-6, 2003), dalam IES 4 menyajikan rincian nilai
1
profesional, etika, dan perilaku yang diperlukan bagi profesional akuntan untuk memahami
dan melaksanakan tugas mereka dibawah kode etik profesional akuntan dari IFAC.
Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, kerangka ini
menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas. Serta persyaratan yang
dapat ditampilkan filosofis secara penting dan baru- baru ini dituntut oleh pemangku
kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etiskalitas keputusan atau
tindakan yang dibuat dengan melihat:
a. konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya;
b. hak dan kewajiban yang terkena dampak;
c. keadilan yang terlibat;
d. motivasi atau kebajikan yang diharapkan
PENDEKATAN FILOSOFI
Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Pelaku Konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat yang
dihasilkan oleh keputusan. Pendekatan ini berpegang pada prinsip bahwa suatu tindakan itu
benar secara moral jika dan hanya jika tindakan itu memaksimalkan manfaat bersih. Dengan
kata lain, suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang
menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik
berkaitan dengan utilitas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, dan karenanya hal ini
hanyalah sebagian manfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis,
profesional dan organisasi. Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau
akhir dari tindakan, maka disebut juga Teleological.
2
Deontologi
Deontologi berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan
tanggung jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi
dari tindakan. Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan
sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan memenuhi
kewajibannya. Menambah konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara khusus
termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk kepentingan apa
pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan untuk membenarkan
tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan.
Virtue Ethics
Konsekuensialisme menekankan pada konsekuensi dari tindakan dan deontology
menekankan pada tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk
membenarkan kebiasaan moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari
karakter moral yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan.
Tes-tes cepat yang sering disebut sebagai tes sniff. Jika salah satu tes cepat adalah negatif,
karyawan diminta untuk mencari seorang petugas etika untuk konsultasi, atau melakukan
analisis full-blown dari tindakan yang diusulkan. Analisis ini harus dipertahankan, dan
mungkin ditinjau oleh petugas etika. Banyak eksekutif telah mengembangkan aturan praktis
mereka sendiri untuk memutuskan apakah suatu tindakan etis atau tidak. Meskipun tes sniff
dan aturan praktis ini didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan seringkali sangat berguna,
mereka jarang, sendiri, merupakan pemeriksaan komprehensif keputusan dan karena itu
3
meninggalkan individu dan perusahaan yang terlibat rentan terhadap membuat keputusan etis.
Untuk alasan ini, teknik yang lebih komprehensif yaitu analisis dampak pemangku
kepentingan harus digunakan setiap kali keputusan yang diusulkan dipertanyakan atau
cenderung memiliki konsekuensi yang signifikan.
Biasanya, dampak ini diukur dari keuntungan atau kerugian yang terjadi, karena keuntungan
telah menjadi ukuran keberadaan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang saham.
Pandangan tradisional ini sekarang berubah dalam dua jalan. Pertama, asumsi bahwa semua
pemegang saham ingin memaksimalkan hanya keuntungan jangka pendek menunjukkan
fokus yang terlalu sempit.
4
Analisis etis yang komprehensif melebihi model Tucker, Velasquez, dan Pastin
dikembangkan untuk menggabungkan penilaian dari motivasi, kebajikan, dan karakter sifat
dipamerkan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh stakeholder.
5
kemajuan lebih lanjut dapat dibuat untuk menghasilkan solusi yang harus dipertimbangkan
cukup baik dan bahkan pada titik optimal dalam waktu.
Banyak manajer yang hanya peduli dengan apakah suatu tindakan sesuai dengan aturan.
Hukum, beranggapan bahwa "jika itu sesuai aturan hukum, berarti tindakannya etis."
Kadang-kadang pengambil keputusan bersikap adil hanya untuk kelompok yang disukai. Dan
mereka tak punya kemampuan mengendalikan opini umum dan ujung ujungnya membayar
untuk mengawasi mereka. Banyak eksekutif telah menunda masalah dan mengabaikan atas
resiko. Cara yang terbaik untuk menjamin suatu keputusan itu etis bila berlaku adil untuk
semua pemangku kepentingan.
6
Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua stakeholder dan kelompok kepentingan sebelum
mengevaluasi dampak dari masing-masing bukti diri. Namun, ini merupakan langkah yang
diambil untuk diberikan berulang kali, dengan hasil bahwa isu-isu penting tidak diketahui.
Sebuah pendekatan yang berguna untuk membantu masalah ini adalah untuk berspekulasi
tentang bagaimana buruk itu bisa pergi dari tindakan yang diusulkan dan mencoba untuk
menilai bagaimana media bereaksi. Hal ini sering mengarah pada identifikasi kelompok yang
paling rentan stakeholder. Kecenderungan untuk memperlakukan semua kepentingan
stakeholders sama tingkat pentingnya. Namun, sering memperlakukan kepentingan yang
mendesak yang paling penting. Mengabaikan ini tidak benar dan dapat menyebabkan
keputusan kurang optimal dan tidak etis. Seperti dijelaskan sebelumnya,, bahwa keputusan
etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika salah satu dari tiga aspek terlupakan.
Selama bertahun-tahun, pengusaha dan profesional yang tidak peduli tentang motivasi untuk
tindakan, seperti consenquences dapat diterima. Sayangnya, banyak produsen telah
kehilangan melihat kebutuhan untuk meningkatkan jaringan global untuk semua pengambilan
manfaat (atau sebanyak mungkin) dan keputusan dibuat bahwa manfaat sendiri, atau hanya
sedikit kurang beruntung pendek dan jangka panjang lainn. Cupet ini, murni SEFT -
pengambil keputusan organisasi yang berminat mewakili risiko tinggi untuk pemerintahan.
Anggota dewan, eksekutif dan akuntan profesional diharapkan untuk bertindak dengan itikad
baik dan pembuangan kewajiban fidusia kepada orang-orang mengandalkan mereka.
Mengabaikan kebajikan diharapkan dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran,
kurangnya integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama
stakeholder, dan kegagalan untuk debit keberanian dalam menghadapi orang lain yang
terlibat dalam tindakan tidak etis, atau meniup peluit bila diperlukan. Akuntan profesional
yang mengabaikan nilai-nilai yang diharapkan dari mereka cenderung lupa bahwa mereka
diharapkan untuk melindungi koleksi publik.
7
Kasus
Tylenol Recalls (2010): It’s Still about Reputation
Johnson & Johnson adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan dan
pemasaran obat-obatan dan alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia. Setelah kasus
penarikan kapsul Tylenol pada tahun 1982, yang ditindaklanjuti secara sigap oleh J&J,
perusahaan ini kembali harus menghadapi masalah penarikan produknya pada tanggal 30
April 2010. J&J McNeil Consumer Healhcare, LLC (McNeil Division) menarik obat-
obatannya termasuk Tylenol, Motrin, dan benadryl. Ini merupakan penarikan produk (recall)
yang keempat dalam tujuh bulan terakhir. Produk mereka dikatakan menyebabkan mual, sakit
perut, muntah-muntah, dan diare pada yang mengonsumsinya. Food and Drug Administration
(FDA) bertanggungjawab dalam memastikan suatu perusahaan memproduksi dan
mendistribusikan obat-obatan yang aman bagi konsumennya, berdasarkan current Good
Manufacturing Processes (cGMP) yang berisikan persyaratan minimum atas metode, fasilitas,
dan pengawasan yang digunakan dalam produksi dan pengemasan produk.
Pada tahun 2009, inspeksi FDA pada pabrik di Fort Washington dan Las Piedras memberikan
catatan atas beberapa masalah dengan “pengawasan laboratorium, proses pembersihan
peralatan, dan kegagalan mengidentifikasikan masalah”, tetapi ini dikatakan “telah diperbaiki
secara umum”. Selama tahun 2009, beberapa masalah telah diidentifikasi oleh FDA yang
membuat FDA mengirim surat peringatan kepada McNeil pada tanggal 15 Januari 2010,
namun manajemen McNeil maupun J&J tidak merespon untuk menjamin adanya investigasi
berkala dan resolusi atas permasalahan yang ditemukan FDA. Di saat yang sama, FDA
mengidentifikasi laporan kematian seorang anak perempuan berusia 6 tahun, namun tidak
bisa mengaitkannya dengan salah satu obat perusahaan.
Tanggal 19 Februari 2010, FDA menghubungi pegawai senior dari McNeil dan perusahaan
induk J&J untuk rapat dan membahas penarikan kembali dan surat peringatan kala itu dan
kegagalan untuk melapor kembali ke FDA. Dalam rapat, FDA diberitahu bahwa perubahan
struktur, manajemen baru, dan konsultan baru akan ditempatkan untuk mengatasi masalah-
masalah itu.
Pada 21 Juli 2010, FDA merilis laporan investigasi pada pabrik J&J di Lancaster PA yang
mengindikasikan adanya kebiasaan mengabaikan peraturan manufakturing dan kualitas,
kegagalan menginvestigasi masalah dapat berdampak pada komposisi produk, kecerobohan
8
dalam membersihkan dan menjaga peralatan, dan pencatatan yang buruk. Laporan ini
memuat 12 tipe pelanggaran yang dilakukan. Menurut Associated Press, pada hari di mana
laporan ini terbit, saham J&J jatuh sebesar 2,5 persen menjadi $57,12. Estimasi biaya recall
dan penutupan pabrik di Fort Washington adalah sebesar $600juta di tahun 2010. Manajer
pabrik Fort Washington dipecat dan 300-400 orang kehilangan pekerjaannya.
9
5. Perkiraan kerugian yang dialami J&J akibat masalah ini adalah menurut Associated
Press, saham J & J turun 2.5 persen menjadi $57.12. Tahun 2010 perkiraan biaya
penarikan dan penutupan pabrik Fort Washington adalah $600 juta.
10
Review Artikel Nasional
1. Area Of Interest
Penelitian ini berfokus pada bagaimana tindakan konsultan sebagai agen perpajakan
dalam menghadapi klien-klien yang menginginkan penekanan jumlah pajak, sedangkan
kunsultan mesti mematuhi peraturan perpajakan guna menambah pemasukan negara.
Kode etik atau standar profesi konsultan pajak IKPI sudah diberikan pada saat pertama
kali bergabung menjadi anggota IKPI sehingga penelitian tentang pengambilan keputusan
etis konsultan pajak layak diuji pada objek penelitian tersebut.
2. Fenomena Penelitian
Pajak merupakan sektor yang mempunyai peran vital dalam penerimaan negara.
Prosentase penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
setiap tahunnya selalu meningkat. Konsultan pajak berperan sebagai agen perpajakan dan
juga intermediary antara WP dan fiskus yang merepresentasikan Wajib Pajak yang patuh
terhadap peraturan perpajakan guna meningkatkan pemasukan Negara. Sedangkan di sisi
lain konsultan pajak juga harus memenuhi keinginan klien untuk membayar pajak
seminim mungkin pada saat yang bersamaan. Pengambilan keputusan etis merupakan
sebuah proses dalam menentukan sebuah keputusan yang sesuai etika.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Persepsi Peran Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Preferensi Risiko secara bersama-sama
maupun parsial terhadap Pengambilan Keputusan Etis.
11
4. Dasar Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
a) Nilai-nilai
Nilai-nilai pengambilan keputusan merupakan pedoman dan keyakinan dasar yang
digunakan ketika berhadapan dengan situasi dimana harus dilakukan suatu pilihan.
Etika tidak bisa lepas dari norma dan nilai yang berpengaruh terhadap
pembentukan etika dan moral individu.
b) Kepribadian
Para pengambil keputusan dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, baik
secara sadar maupun secara tidak sadar. Hal ini dapat dikatanan sebagai
kepribadian, yang tampak jelas dari pilihan yang dilakukan.
b) Sifat Machiavellian
Menurut Hardiman, Machiavelli memandang manusia sebagai suatu mahluk yang
dikendalikan oleh kepentingan diri, mahluk irasional yang tingkah-lakunya
diombangambingkan oleh emosi-emosinya. Menurut Christie bahwa individu
yang cenderung bersifat machiavellian memiliki karakteristik yang manipulatif,
persuasif, tidak etis, dan penuh dengan kebohongan.
12
c) Preferensi risiko
Kecenderungan mengambil risiko adalah satu aspek yang sangat mempengaruhi
pengambilan keputusan. Setiap keputusan terdapat beberapa kemungkinan atau
alternatif untuk dipilih. Konsekuensikonsekuensi terkandung dalam setiap
alternatif keputusan. Konsultan pajak yang handal dalam melakukan perencanaan
pajak (tax planning) akan memberikan rekomendasi yang agresif terhadap klien
pajaknya
5. Hipotesis
Model hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan
Preferensi Risiko secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pengambilan
Keputusan Etis.
H2: Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan
Preferensi Risiko secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pengambilan
Keputusan Etis.
6. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori (explanatory research)
dengan pendekatan kuantitatif. “Penelitian eksplanatori adalah penelitian yang menyoroti
hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah
dirumuskan sebelumnya” (Singarimbun dan Effendi, 2006:5). Penelitian dilakukan pada
konsultan pajak yang terdaftar di IKPI cabang Malang dengan menggunakan teknik
13
sampel jenuh. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Sampel yang
digunakan sejumlah 34 responden atau dengan tingkat pengembalian sebesar 87,2%.
7. Hasil Penelitian
a) Pengaruh Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial terhadap
Pengambilan Keputusan Etis
Hasil penelitian ini menunjukkan Peranan Etika dan Tanggung Jawab Sosial dalam
persepsi konsultan pajak resmi dapat menuntun dalam memilih tindakan yang sesuai
jika dihadapkan pada dilema etika. Konsultan Pajak yang terdaftar di IKPI cabang
Malang memiliki Kode Etik Profesi yang senantiasa digunakan sebagai pedoman
dalam bertindak dan berperilaku. Keputusan yang diambil oleh konsultan pajak
dengan dasar etika dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral dan hukum.
8. Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan atas variabel Persepsi Peran Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Preferensi Risiko, dan Pengambilan
14
Keputusan Etis dengan menggunakan studi pada konsultan pajak yang terdaftar di IKPI
cabang Malang adalah sebagai berikut:
a) Mayoritas responden menyatakan setuju dengan Persepsi Peran Etika dan Tanggung
Jawab Sosial, mayoritas responden menyatakan tidak setuju dengan Sifat
Machiavellian, mayoritas responden menyatakan tidak setuju dengan Preferensi
Risiko, dan mayoritas responden menyatakan setuju dengan Pengambilan Keputusan
Etis.
b) Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Preferensi
Risiko secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Pengambilan Keputusan
Etis.
c) Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Pengambilan Keputusan Etis, Sifat Machiavellian berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis serta Preferensi Risiko
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis.
9. Saran
Saran bagi penelitian selanjutnya, sampel bisa diperluas lagi, penelitian selanjutnya dapat
dilakukan pada konsultan pajak yang menjadi anggota asosiasi konsultan pajak lainnya,
penelitian selanjutnya dapat menambah variable-variable lainnya, dan Penelitian
selanjutnya bisa menghilangkan kata etis pada variabel pengambilan keputusan etis,
karena kata etis memberikan nilai positif pada veriabel tersebut sehingga ada
kecenderungan faktor-faktor positif yang akan lebih berpengaruh pada model persamaan
dalam penelitian.
15
Review Artikel Internasional
1. Area of Interest
Penelitian ini berfokus pada menyelidiki hubungan antara filsafat etika dalam
pengambilan keputusan etis. Etika bisnis tidak bersifat universal maupun statis yang
berkaitan erat dengan dua parameter: waktu dan budaya. Nilai dan prinsip etika berubah
seiring waktu.
2. Fenomena Penelitian
Selama dua dekade terakhir, globalisasi bisnis sangat fenomenal, dan dampaknya telah
dipelajari secara luas di berbagai bidang penelitian bisnis internasional termasuk etika
bisnis. Pendukung perspektif konvergensi berpendapat bahwa globalisasi mempromosikan
nilai-nilai umum, norma dan sikap manajer bisnis di seluruh negara sebagai industrialisasi
memaksa individu, terlepas dari budaya, untuk mengadopsi sikap dan perilaku industri
seperti rasionalisme dan sekularisme untuk bertahan hidup di masyarakat industri modern.
Secara khusus, mengingat bahwa etika bisnis adalah fungsi dari waktu dan budaya, apakah
perbedaan nasional dalam pengambilan keputusan etis manajerial masih tetap atau
menjadi lebih kecil dari waktu ke waktu merupakan penyelidikan yang menarik ke dalam
etika bisnis internasional. Aspek lain yang penting, tetapi kurang berkembang, etika bisnis
internasional menyangkut hubungan antara gaya berpikir manajer dan pengambilan
keputusan etis manajerial mereka. Literatur telah mengungkapkan bahwa manajer dengan
gaya berpikir yang berbeda, atau gaya kognitif, memandang situasi atau dilema etis sangat
berbeda.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara gaya berpikir dan
pengambilan keputusan etis di Korea.
16
4. Dasar Teori
Teori Posisi Etika
Teori posisi etis menyatakan bahwa orang memiliki berbagai tingkat idealisme dan
relativisme yang menentukan filosofi moral mereka. Teori ini mengidentifikasi empat
filosofi moral atau posisi etis yang berbeda: (1) situasionisme (idealisme tinggi/relativisme
tinggi), (2) subjektivisme (idealisme rendah/relativisme tinggi), (3) absolutisme (idealisme
tinggi/relativisme rendah), dan (4) exceptionism (idealisme rendah/relativisme rendah).
5. Hipotesis
H1: Manajer Korea menggunakan filosofi utilitarian aturan lebih banyak untuk
pengambilan keputusan etis, dibandingkan dengan dua dekade terakhir.
H2: Manajer Korea dengan gaya berpikir linier / nonlinier yang seimbang akan lebih
cenderung membuat keputusan etis daripada manajer dengan gaya berpikir linier
atau nonlinear yang dominan.
6. Metode Penelitian
Sampel dalam penelitian in adalah 270 manajer dan professional bisnis dari 16
perusahaan Korea yang berbeda dari berbagai ukuran di berbagai industri. Peneliti
melakukan survei pada tahun 2012 untuk mengumpulkan data tentang gaya berpikir
manajer Korea dan pengambilan keputusan etis manajerial mereka bersama dengan
filosofi etis mereka. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner.
17
7. Temuan
Proporsi utilitarianisme tindakan dan aturan yang dipekerjakan oleh manajer Korea pada
tahun 2012 mengungkapkan perubahan signifikan dibandingkan dengan hasil yang
disajikan pada tahun 1995. Meskipun tingkat perubahan dalam respons terhadap dilema
etis yang berbeda bervariasi, peneliti menemukan tren yang berkembang dari manajer
Korea yang menggunakan lebih banyak filosofi utilitarian aturan di semua dilema etis
kecuali untuk masalah paternalisme.
Analisis tidak mengungkapkan perbedaan yang signifikan di antara berbagai jenis pemikir
di semua sketsa. Meskipun secara statistik menunjukkan bahwa manajer dengan cara
berpikir yang lebih seimbang memiliki niat perilaku yang sedikit lebih etis dalam sketsa
2, peneliti tidak menemukan perbedaan rata-rata yang signifikan secara statistik pada
sketsa lainnya.
8. Simpulan
Manajer Korea menjadi lebih bergantung pada utilitarianisme aturan untuk pengambilan
keputusan etis selama dua dekade terakhir, yang dominan digunakan oleh manajer
Amerika Serikat, menguatkan hipotesis konvergensi penelitian yang dibangun berdasarkan
teori kontrak sosial. Namun peneliti menemukan bahwa manajer dengan gaya berpikir
linier dan nonlinier tidak selalu membuat keputusan yang lebih etis dibandingkan dengan
manajer dengan gaya berpikir linier atau nonlinear.
9. Riset selanjutnnya
Penelitian selanjutnya dapat mengidentifikasi mekanisme yang mendasari hubungan
antara gaya berpikir dan filosofi etika. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat
mengungkap hubungan antara gaya berpikir dan filosofi etika akan sangat meningkatkan
pemahaman kita tentang dasar kognitif etika bisnis.
18
19